Anda di halaman 1dari 8

Teori Kepribadian Eksistensialisme

15 June 2012 - dalam psikologi kepribadian Oleh husna-m--fpsi08 1. Teori Umum 1. Binswanger Prinsip Dasar Teori Kepribadian menurut Binswanger Binswanger mendefinisikan analisis eksistensial sebagai analisis fenomenologis tentang eksistensi manusia yang aktual. Tujuannya ialah rekonstruksi dunia pengalaman batin. Ada beberapa dasar teori yang dikemukakan oleh Binswanger, diantaranya: 1. Fenomenologi Kepribadian seseorang dapat terbentuk dari fenomena-fenomena yang pernah dialami oleh seseorang. Fenomena sendiri adalah seluruh isi kesadaran, yaitu benda-benda, kualitas, hubungan, peristiwa, buah pikiran, citraan, kenangan, fantasi, perasaan-perasaan dan lainnya yang kita serap dan pahami. Di mana seseorang itu akan memaknai suatu fenomena dari sudut pandangnya. Di sinilah peran subyektivitas berlaku. Satu fenomena dapat memberikan makna yang berbeda pada tiap orang. 2. Eksistensi Sartre mengatakan, Eksistensi kita mendahului esensi kita, kita memiliki pilihan bagaimana kita ingin menjalani hidup kita dan membentuk serta menentukan siapa diri kita. Esensi manusia adalah kebebasan manusia. Di mana hal yang ada pada tiap diri manusia membedakan kita dari apapun yang ada di alam semesta ini. Kita sebagai manusia masing-masing telah memiliki modal yang beraneka ragam, namun tetap memiliki kesamaan tugas untuk membentuk diri kita sendiri. 3. Dasein Kalangan eksistensialis menggunakan kata Dasein dalam mengartikan eksistensi manusia. Eksistensi berasal dari kata ltin ex-sistare, yang berarti datang, melangkah atau melangkah menuju, sedangkan Dasein mengandung pengertian menjadi berbeda, bergerak melampaui diri sendiri dan menjadi. Heidegger mengartikan Dasein sebagai keterbukaan (openness). Sartre mengatakan eksistensi manusia sebagai ketiadaan (nothingness). Menurut Heidegger, unsur utama yang terdapat dalam Dasein adalah kepedulian (sorge). 4. Keterlemparan (Throwness) Yang dimaksud keterlemparan di sini adalah, kita sebagai manusia berada di alam semesta ini bukanlah karena keinginan kita. Kita terdampar ke dalam dunia yang sudah ter-setting secara sosial. Ketika kita membiarkan diri kita menjadi budak masyarakat, di sinilah kita mengalami sebuah kejatuhan (fallness). 5. Kecemasan (Anxiety) Kecemasan dalam hal ini merujuk pada kekhawatiran kita akan hal-hal yang akan terjadi di masa depan, karena kita diberikan kebebasan untuk memilih. Rasa takut itu muncul dari berbagai pertimbangan yang dilakukan ketika kita harus memilih dan keputusan itu mempengaruhi masa depan. 6. Rasa bersalah (Guilt) Rasa bersalah di sini merupakan suatu bentuk rasa kecewa terhadap hal-hal yang yang telah (atau belum) kita lakukan, yang telah membuat orang lain menjadi sengsara. Rasa bersalah ini akan

muncul ketika kita tidak melakukan apa yang menurut kita memang harus dilakukan. Apabila hal ini terjadi, maka kita akan merasa berhutang budi terhadap Dasein. 7. Kematian (Death) Heidegger menyebutkan bahwa manusia adalah sebagai makhluk yang bergerak menuju kematian. Mengingkari kematian, maka dapat dikatakan mengingkari kehidupan. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang menyadari akan akhir dari dirinya sendiri. Saat kita menyadari bahwa kematian terus semakin dekat, maka kita menyadari bahwa waktu yang telah terbuang tidak dapat kembali lagi. 8. Keotentikan (Autotenticity) Menurut kaum eksistensialis, jalan hidup yang baik disebut dengan jalan yang otentik. Hidup otentik berarti bahwa kita sadar akan diri kita sendiri, lingkungan (keterlemparan), dunia sosial (keterjatuhan), tugas kita untuk membentuk diri sendiri (memahami), kecemasan yang tak terelakkan, rasa bersalah, dan kematian. 9. Ketidakotektikan (Inautotenticity) Menurut Binswanger, orang yang hidupnya tidak otentik adalah orang-orang yang hanya memilih satu tema tunggal dalam hidupnya. Atau hanya beberapa tema saja dan membiarkan eksistensinya (Dasein) dikuasai oleh tema tunggal tersebut. Konvensionalitas merupakan bentuk paling umum dari ketidakotentikan. Misalnya saja, sikap dari seseorang yang mengabaikan kebebasan diri sendiri dan menjalani hidupnya berdasarkan kompromi-kompromi dan bertuan pada harta. a. Struktur Kepribadian 1. Ada-di-Dunia (Dasein) Ada-di-Dunia (Dasein) merupakan keseluruhan dari eksistensi manusia, bukan merupakan milik atau sifat dari seseorang. Sifat dasar Daseinadalah keterbukaan dalam menerima dan memerikan respon terhadap apa yang ada dalam kehadirannya. Manusia tidak memiliki eksistensi terlepas dari dunia dan dunia tidak memiliki eksistensi terlepas dari manusia. Dunia di mana manusia memiliki eksistensi meliputi 3 wilayah, yakni umwelt (dunia biologis, lingkungan), mitwelt (dunia bersama), daneigenwelt (dunia milik sendiri). 2. Ada-melampaui-Dunia (kemungkinan-kemungkinan dalam manusia) Analisis dari sudut padang eksistensial mendekati eksistensi manusia tidak menggunakan pandangan lain selain bahwa manusia ada di dunia, memiliki dunia, dan ingin melampaui dunia. Tetapi, Binswanger tidak mengartikan ada-melampaui-dunia sebagai sebuah dunia yang lain melainkan ingin mengungkapkan bahwa begitu banyak kemungkinan yang dimiliki oleh manusia untuk mengatasi dunia yang disinggahinya dan memasuki dunia yang baru. 3. Dasar Eksistensi Manusia dapat memilih hidup dengan bebas, akan tetapi bukan berarti dini tanpa adanya batasanbatasan. Salah satu batas tersebut adalah dasar eksistensi ke mana orang-orang dilemparkan. Kondisi keterlemparan ini, yaitu cara manusia menemukan dirinya dalam dunia yang menjadi dasarnya, merupakan nasibnya. Manusia harus hidup hingga nasibnya berakhir untuk mencapai suatu kehidupan yang otentik. Keterlemparan ini juga diartikan sebagai suatu keadaan manusia diperdaya oleh dunia, di mana memiliki akibat manusia menjadi terasing dari dirinya sendiri. 4. Rancangan Dunia Istilah Binswanger ini digunakan untuk menyebut pola dari cara seorang individu bisa berada di dunia. Rancangan dunia seseorang menentukan cara bagaimana ia akan bereaksi terhadap situasisituasi khusus serta ciri sifat dan simpton macam mana yang akan dikembangkannya.batas-batas dari rancangan tersebut mungkin sempit, dan mengerut atau mungkin lebar dan meluas.

5. Cara-cara Ada Dunia Terdapat banyak cara yang berbeda untuk ada di dunia ini, setiap cara merupakan Dasein memahami, menginterpretasikan, dan mengungkap dirinya. Dan di sini mayoritas orang tidak hanya memiliki satu cara dalam menunjukkan eksistensinya, tetapi dengan menggunakan banyak cara. 6. Eksistensial Berbeda dengan Binswanger, Boss lebih menekankan kepada sifat-sifat yang melekat pada eksistensi manusia itu sendiri. Selain itu hal lain yang dibicarakan oleh Boss adalah spasialitas eksistensi (keterbukaan dan kejelasan merupakan spasialitas (tidak diartikan dalam jarak) yang sejati dalam dunia manusia), temporalitas eksistensi (waktu (bukan jam) yang digunakan/dihabiskan manusia untuk.), badan (ruang lingkup badaniah dalam pemenuhan eksistensi manusia), eksistensi dalam manusia milik bersama (manusia selalu berkoeksistensi atau tinggal bersama orang lain dalam dunia yang sama), dan suasana hati atau penyesuaian (apa yang diamati dan direspon seseorang tergantung pada suasana hati saat itu). b. Dinamika Kepribadian Psikologi eksistensial menolak konsep mengenai kausalitas, dualisme antara jiwa dan badan, serta pemisahan manusia dari lingkungannya. Psikologi eksistensial tidak mengkonsepsikan suatu perilaku sebagai suatu akibat stimulus dari luar maupun kondisi-kondisi badaniah dalam manusia. Manusia bukanlah makhluk yang terdiri dari insting-insting, kebutuhan-kebutuhan, dan dorongan-dorongan. Tetapi mereka memiliki suatu kebebasan untuk memilih, dan hanya manusia sendiri yang harus bertanggung jawab terhadap eksistensinya. Manusia harus dapat mengatasi segala kemungkinan yang akan terjadi, baik lingkungan maupun badan fisiknya apabila ia memang telah memilih begitu. Apa pun yang dilakukan oleh manusia merupakan pilihannya sendiri. Manusia sendirilah yang dapat menentukan akan menjadi apa dirinya dan apa yang akan dilakukannya kelak. c. Perkembangan Kepribadian Di dalam tulisan-tulisan psikolog eksistensialis, mereka lebih menekankan bahwa seluruh eksistensi individu merupakan peristiwa yang historis, bukanlah suatu urutan-urutan peristiwa-peristiwa perkembangan yang menandai individu yang tengah berkembang. Boss menyatakan bahwa seluruh sejarah Dasein melekat dan hadir pada setiap saat. Sejarah ini tidaklah terdiri dari tahapan-tahapan melainkan dari cara-cara eksistensi yang berbeda-beda. Jadi, cara eksistensi bayi berbeda dari cara eksistensi kanak-kanak, dan cara eksistensi kanak-kanak berbeda dari cara eksistensi remaja, tetapi cara-cara eksistensi ini belum dinyatakan secara eksplisit. Konsep eksistensial mengenai perkembangan yang paling penting adalah konsep tentang menjadi. Eksistensi itu tidak pernah statis, tetapi selalu berada dalam suatu proses untuk menjadi sesuatu yang baru, mentransendensi atau mengatasi dirinya sendiri. Tujuannya ialah untuk menjadikan manusia manusiawi sepenuhnya, yakni memenuhi semua kemungkinan dari Dasein. Manusia dapat bertindak hari ini seperti kemarin atau seperti masa kanak-kanaknya karena ia merasa bahwa apa yang dijumpainya saat ini sama dengan yang dijumpainya pada masa lalu. Dengan begitu, maka orang tersebut dapat kita katakan telah dimotivasikan oleh masa lampau, tetapi motivasi ini pun juga dapat ditentukan oleh ada-di-dunia sekarang. Dengan kata lain, dalam psikologi eksistensial, kebiasaan tidak dipakai sebagai prinsip penjelasan. Secara

ideal, Dasein harus terbuka pada seluruh masa lampau, dan seluruh masa depan, dan juga seluruh masa sekarang seseorang. 2. Rollo May Prinsip Dasar Teori Kepribadian menurut Rollo May 1. Kecemasan (Anxiety) Dalam bukunya The Meaning of Anxiety, May mengklaim bahwa kebanyakan dari perilaku manusia itu dimotivasikan oleh rasa ketakutan dan cemas. Kegagalan mengonfrontasikan kematian berfungsi seperti pelarian sementara dari rasa cemas atau takut terhadap ketidakmengadaan. Namun pelarian ini tidak bisa permanen. Kematian hanya satu-satunya yang absolut dalam hidup, cepat atau lambat harus dihadapi oleh setiap orang. 2. Rasa Bersalah (Guilt) Kecemasan muncul ketika manusia dihadapkan dengan masalah pemenuhan potensi mereka. Rasa bersalah muncul ketika manusia menyangkal potensinya, gagal memahami secara akurat kebutuhan sesamanya, atau masih tetap bersikukuh dengan ketergantungan mereka kepada dunia alamiah. Secara umum, May menemukan tiga bentuk rasa bersalah ontologis, masing-masing berkaitan, yakni Umwelt, Mitwelt, dan Eigenwelt. 3. Intensionalitas (Intensionality) Intensionalitas adalah struktur yang memberikan makna bagi pengalaman dan mengijinkan manusia melakukan pilihan terhadap masa depan. Tanpa intensionalitas, manusia tidak bisa memilih atau bertindak berdasarkan pilihan tersebut. May menggunakan istilah intensionalitas untuk menjembatani antara subjek dan objek. Intensionalitas merupakan struktur makna yang memungkinkan kita sebagai subjek, melihat dan memahami dunia luar sebagai sesuatu yang objektif. 4. Kebebasan dan Takdir (Freedom and Destiny) Dalam definisi May, kebebasan adalah kapasitas individu untuk mengetahui bahwa dia adalah makhluk yang terbatas. Istilah terbatas ini kemudian oleh May disamakan dengan destiny atau takdir. Kebebasan berasal dari pemahaman mengenai takdir, sebuah pengertian bahwa kematian kemungkinan di momen apapun, bahwa kita adalah laki-laki atau perempuan, kita memiliki kelemahan, dan bahwa perilaku masa anak-anak akan membawa kita pada pola perilaku tertentu. Kebebasan mensyaratkan kemampuan menciptakan semua kemungkinan yang berbeda-beda dalam diri manusia walaupun tidak begitu jelas di waktu seperti apa seseorang harus bertindak. May mengakui dua bentuk kebebasan. Yang pertama adalah kebebasan eksistensial yaitu kebebasan untuk bertindak atau melakukan sesuatu. Dan yang kedua adalah kebebasan esensial yaitu kebebasan meng-ada (freedom of being). 5. Love and Will Dasar membangun motivasi adalah daimonicic. Daimonic adalah seluruh sistem motif dan berbeda untuk setiap individu. Ini terdiri dari kumpulan motif tertentu yang akhirnya disebut daimonics. Daimonics termasuk kebutuhan yang lebih rendah, seperti makanan dan seks, serta kebutuhan yang lebih tinggi, seperti cinta. Salah satu yang paling penting menurut May adalahdaimonics eros. Eros adalah kasih (bukan seks), dan dalam mitologi Yunani adalah dewa kecil digambarkan sebagai seorang pemuda. May memahami cinta sebagai kebutuhan kita untuk menjadi satu dengan orang lain. Konsep lain yang penting adalah will, kemampuan untuk mengatur diri sendiri dalam rangka mencapai tujuan seseorang. Will adalah "kemampuan untuk membuat keinginan menjadi kenyataan. Dan merupakan manifestasi dari daimonics.Banyak keinginan, tentu saja, berasal dari eros. Hal ini secara kasar akan identik dengan ego. 6. Mitos

Mitos yaitu kisah-kisah yang membantu kita dalam mengerti kehidupan yang dijalani, sebenarnya adalah narasi-narasi penuntun. Mitos dalam pengertian ini agak mirip dengan apa yang disebut Jung dengan arketipe, hanya saja dia dapat disadari atau tidak disadari, bisa bersifat personal maupun komunal. Contoh mitos yang paling baik adalah bagaiamana orang berusaha hidup sesuai dengan ajaran atau kisah-kisah yang diceritakan kitab suci. 1. Tahap-tahap Perkembangan May satu-satunya psikolog eksistensial yang membicarakan tahap-tahap perkembangan yang bukan dalam pengertian Freudian. Tahap-tahap tersebut adalah: 1. Tahap Kepolosan Tahap pra-ego, tahap pra kesadaran diri yang ada pada diri bayi. Kepolosan adalah tahap pramoral, artinya tidak bisa dianggap baik maupun jelek. 1. Tahap Pemberontakan Tahap di mana ego atau kesadaran diri anak-anak dan remaja mengalami perkembangan ke arah perlawanan terhadap orang dewasa. Perkembangan dari sikap tidak anak-anak menjadi sikap sekali tidak, tetap tidak para remaja. 1. Tahap Awam Tahap ego orang dewasa yang normal. Ego ini bersifat konvensional dan sedikit membosankan. Mereka telah nelajar tanggung jawab, tapi merasakannya sebagai beban yang terlalu berat sehingga berusaha berontak dari kekangan nilai-nilai konformitas dan tradisional. 1. Tahap Kreatif Tahap kedewasaan otentik, tahap eksistensial yang telah melampaui keegoan dan berusaha mencari aktualisasi diri. Pribadi seperti ini adalah orang-orang yang menerima nasib, menghadapi kecemasan dengan sikap berani. 3. Victor Frankl Frankl mempelopori suatu model psikoterapi yang disebut logoterapi. Yang berasal dari kata Yunani Logos yang berarti pelajaran, kata, roh, Tuhan atau makna. Logoterapi secara umum dapat digambarkan sebagai corak psikologi atau psikiatri yang mengakui adanya dimensi kerohanian pada manusia disamping dimensi ragawi dan jiwa. Farnkl berusaha mengembalikan kebebasan sebagai sesuatu yang berharga bagi manusia. Filsafat manusia mendasari logoterapi adalah semangat untuk hidup autentik guna mencapai kebebasan lewat upaya untuk hidup bermakna. Teori tentang kodrat manusia dalam logoterapi dibangun atas tiga asumsi dasar, yang saling menopang antara satu dengan yang lainnya: a. Kebebasan bersikap dan berkehendak (the freedom to will) b. Kehendak untuk hidup bermakna (the will to meaning) c. Makna hidup (the meaning of life)

Menurut Frankl, aktualisasi diri hanya dapat dicapai dengan pemenuhan akan makna, pemenuhan akan makna hidup seseorang tergantung pada pengalaman sehingga hal tersebut akan menjadi unik untuk setiap individu karena tidak ada seorang pun dari kita yang memiliki pengalaman hidup yang sama. Ada tiga asas utama logoterapi, yaitu: a. Pertama, hidup itu tetap memiliki makna (arti)dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan dan kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar, berharga dan didambakan serta member nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup. b. Kedua, setiap manusia memiliki kebebasan yang hamper tak terbatas untuk menemukan sendiri makna hidupnya. Makna hidup dan sumber-sumbernya dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri, khususnya pada pekerja dan karya bakti yang dilakukan, serta keyakinan terhadap harapan dan kebenaran penghayatan atas keindahan, iman, dan cinta kasih. c. Ketiga, setiap manusia memiliki kemampuan untuk mengambil sikap terhadap penderitaan dan peristiwa tragis yang tidak dapat dielakkan lagi yang menimpa diri sendiri dan lingkungan sekitar, setelah upaya mengatasinya telah dilakukan secara optimal tetap berhasil. Ada 4 konsep Frankl dalam logoterapi, antara lain: a. Penghayatan hidup tanpa makna (Meaningless) Di dalam ketidakberhasilan seseorang menemukan dan memenuhi makna hidup biasanya menimbulkan penghayatan hidup tanpa makna (meaningless), hampa, gersang, merasa tak memiliki tujuan hidup, merasa hidupnya tak berarti, bosan, dan apatis. Penghayatan-penghayatan seperti digambarkan di atas mungkin saja tidak terungkap secara nyata, tetapi menjelma dalam berbagai upaya kompensasi dan kehendak yang berlebihan untuk: berkuasa (the will to power), bersenang-senang mencari kenikmatan (the will to pleasure), termasuk kenikmatan seksual (the will to sex), bekerja (the will to work), dan mengumpulkan uang(the will to money). b. Penghayatan hidup bermakna Berlainan dengan penghayatan hidup tak bermakna, mereka yang menghayati hidup bermakna menunjukkan corak kehidupan penuh semangat dan gairah hidup serta jauh dari perasaan hampa dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Menurut Frankl makna hidup bersumber dari: 1) Nilai-nilai kreatif (creative values), yaitu: berkarya, bekerja, mencipta, dan melaksanakan satu kegiatan dengan baik karena mencintai kegiatan itu. 2) Nilai-nilai penghayatan (experiental values), yaitu: meyakini dan menghayati kebenaran, keyakinan, keindahan, cinta kasih, dan keimanan. 3) Nilain-nilai bersikap (attitudinal values), yaitu: mengambil sikap tepat atas pengalaman tragis yang tak terhindarkan. c. Conscience (hati nurani) Salah satu konsep Frankl adalah conscience (hati nurani). Menurut Frankl, hati nurani adalah semacam spiritualitas alam bawah sadar, yang sangat berbeda dari insting-insting alam bawah sadar seperti yang dikatakan Freud. Hati nurani adalah inti dari keberadaan manusia dan merupakan sumber integritas personal kita. Hal ini juga merupakan sesuatu yang sangat intuitif dan bersifat pribadi. Hati nurani adalah sesuatu yang hidup. Hati nurani itulah yang menghirup udara dan member makna (meaning)kepada hidup yang kita jalani. Hati nurani memiliki realitas sendiri, tidak terikat dengan pikiran kita. Makna hidup bagaikan sebuah gambar. Hati nurani ada untuk dilihat, dan bukanlah citraan yang diciptakan

imajinasi kita. Ita mungkin tidak akan selalu berhasil menangkap citraan atau makna tapi hal itu tetap ada. d. The existential vacuum Apabila suatu makna adalah sesuatu yang kita inginkan, maka ketidakbermaknaan merupakan suatu lubang, sebuah kekosongan dalam hidup kita. Kapanpun ketika diri kita merasakan suatu kekosongan (vacuum),maka memang sudah keharusan kita untuk mengisi kekosongan itu. 1. Paradigma Psikopatologi Esistensialisme Psikopatologi Binswanger Kejatuhan (Fallness) Ketika kita membiarkan diri kita menjadi budak masyarakat, di sinilah kita mengalami sebuah kejatuhan. Kecemasan (Anxiety) Kecemasan dalam hal ini merujuk pada kekhawatiran kita akan hal-hal yang akan terjadi di masa depan, karena kita diberikan kebebasan untuk memilih. Rasa takut itu muncul dari berbagai pertimbangan yang dilakukan ketika kita harus memilih dan keputusan itu mempengaruhi masa depan. Rasa bersalah (Guilt) Rasa bersalah di sini merupakan suatu bentuk rasa kecewa terhadap hal-hal yang yang telah (atau belum) kita lakukan, yang telah membuat orang lain menjadi sengsara. Rasa bersalah ini akan muncul ketika kita tidak melakukan apa yang menurut kita memang harus dilakukan. Apabila hal ini terjadi, maka kita akan merasa berhutang budi terhadap Dasein. Ketidakotektikan (Inautotenticity) Menurut Binswanger, orang yang hidupnya tidak otentik adalah orang-orang yang hanya memilih satu tema tunggal dalam hidupnya. Atau hanya beberapa tema saja dan membiarkan eksistensinya (Dasein) dikuasai oleh tema tunggal tersebut. Konvensionalitas merupakan bentuk paling umum dari ketidakotentikan. Misalnya saja, sikap dari seseorang yang mengabaikan kebebasan diri sendiri dan menjalani hidupnya berdasarkan kompromi-kompromi dan bertuan pada harta. Psikopatologi Rollo May Menurut May apati dan kekosongan menjadi sumber penyakit zaman modern. Ketika manusia menyangkal adanya takdir atau meninggalkan mitos, mereka menjadi kehilangan tujuan mereka untuk mengada dan menjadi tidak bertujuan. Tanpa tujuan atau sasaran, manusia menjadi sakit, dan terlibat di beragam perilaku yang mengarah pada perusakan diri sendiri. Banyak orang di masyarakat barat modern merasa terasing dari dunia (umwelt), orang lain (mitwelt), dan khususnya terasing dari diri sendiri (eigenwelt). May melihat psikopatologis sebagai kurangnya komunikasi, ketidakmampuan untuk mengetahui orang lain dan berbagi dengan mereka sendiri. Individu-individu yang terganggu secara psikologis menyangkali takdir mereka, karena itu kehilangan kebebasannya. Kemudian mereka menghasilkan beragam simptom neurotik, yang berarti tidak meraih kembali kebebasan mereka. Psikopatologi Frankl Ketika seorang individu, tidak memahami bahwa kecemasannya muncul karena merasa tidak mampu memikul tanggung jawa dan tidak menemukan makna kehidupan akan menggunakan rasa cemas dan fokusnya menjadi bertujuan pada beberapa detail problematic yang ada dalam kehidupannya.

Anda mungkin juga menyukai