Anda di halaman 1dari 10

Saya ingat waktu umur 5 tahun, saya dipukul ibu saya karena menghilangkan guntingnya.

Dia
memang memukul bokong (area tubuh yang menurutnya paling aman untuk dipukul), tapi
ternyata itu merupakan peristiwa traumatis bagi saya. Buktinya, setua ini saya masih
mengingatnya. Sejak itu, perasaan takut kepada ibu mulai tumbuh. Iya, perasaan takut, bukan
hormat. Jadi, mana yang Anda pilih, ditakuti anak atau dihormati anak?
Kalau dulu metode parenting yang diketahui oleh orangtua kita masih sangat terbatas, di masa
sekarang saya menjadi Ibu sudah banyak sekali trend parenting yang bisa saya adopt dan salah
satunya adalah metode Positive Parenting.

Apa itu Positive Parenting?


Konsep pengasuhan anak yang menekankan pada sikap positif dan menerapkan disiplin
dengan kasih sayang. “Prinsip dasar metode ini adalah bagaimana kita menghargai anak di
dalam pengasuhan. Intinya, membuat anak tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan
bertanggung jawab,”
“Mungkin awalnya kita ragu apakah konsep ini efektif untuk mendisiplinkan anak, tapi itu lebih
karena kita selama ini terbiasa dengan konsep memberi hukuman agar anak menuruti
orangtua,” tambah Devi.

Lebih jelasnya…
Coba ingat-ingat, waktu kecil, pasti kita tidak suka kalau orangtua kita berteriak, menghardik,
mempermalukan kita di depan teman-teman, atau mengunci kita di kamar karena kita melakukan
kesalahan. Nah, begitu pun anak kita.

Sebagai perbandingan, kalau kita punya atasan yang terbuka, selalu memberi dukungan pada ide-
ide kita, menstimulasi kita untuk mencari solusi permasalahan yang terjadi, kita pasti lebih suka,
kan? Begitu pula dengan anak kita. Bagi anak, orangtua adalah atasan di rumah, figur yang
harus dia turuti. Namun seperti halnya karyawan, anak akan berkembang menjadi
pribadi yang positif jika orangtuanya juga selalu memberinya contoh sikap-sikap yang
positif.
Contoh sederhana, saat anak kita memecahkan kaca jendela, alih-alih menghukumnya (sebagai
sikap negatif), lebih baik membantunya mencari solusi bagaimana memperbaiki jendela yang
pecah. Bisa dimulai dengan membersihkan pecahan kaca, mengingatkannya untuk meminta
maaf, menutup sementara jendela yang pecah dan mengajaknya patungan dari uang tabungan
(jika ada) untuk membayar biaya penggantian kaca.

Di mana efektifnya?
Positive parenting atau positive discipline, lebih luas adalah pola pengasuhan yang
dilakukan secara suportif, konstruktif, dan menyenangkan. Suportif artinya memberi
perlakuan yang mendukung perkembangan anak, konstruktif artinya bersikap positif dengan
menghindari kekerasan atau hukuman, serta dilakukan dengan cara yang menyenangkan. Kita
tidak mengajarkan anak disiplin dengan memberinya hukuman, tapi kita mengajarkan
disiplin dengan cara memberitahunya mana perilaku yang salah dan mana yang benar.
Manfaatnya juga bagi orangtua…

Seperti yang dilansir Aha!Parenting.com, pendekatan dengan cara yang positif, seperti
berbicara dengan lembut, membiasakan diri bertukar cerita, menyediakan time alone bersama
anak, akan mendorong anak untuk mengubah sikapnya. Anak juga belajar mengendalikan
emosi, bersikap terbuka dan ini bisa menjadi salah satu cara dari sekian banyak cara untuk
meningkatkan rasa percaya diri si kecil karena dia tidak pernah dipermalukan.

Bagi orangtua, pola asuh yang positif juga lebih menenangkan dan melegakan. Saya sendiri
merasa lebih rileks dan tenang dengan pola asuh ini. Kalau si kecil tidak mau mendengarkan,
alih-alih berteriak agar dia memperhatikan saya, saya akan mendekat, berbicara lebih jelas,
dengan menambahkan opsi “jika tidak dilakukan” dan “jika dilakukan”. Lalu, puff! Dia langsung
menuruti permintaan saya. Ah, lega rasanya karena tidak perlu merasa bersalah akibat harus tarik
otot dengan si kecil.
Kalau begitu, coba cek daftar berikut, kata-kata mana yang seharusnya atau tidak seharusnya
Anda ucapkan!
Daripada: Bagaimana Sekolahmu?
Lebih baik: Apa yang paling menyenangkan di sekolah hari ini?

Daripada: Kalian mau ngemil apa?


Lebih baik: Ibu punya apel dan pisang goreng, nih, untuk camilan. Siapa Mau?

Daripada: Tunggu di sini!


Lebih baik: Tolong jaga trolinya di sini, ya.

Daripada: Bereskan mainan kalian!


Lebih baik: Camilan akan siap begitu mainan kalian semua sudah dibereskan!

Daripada: Kenapa kamu menangis?


Lebih baik: Kamu pasti sedang sedih sekali, ya, sekarang. Mau cerita?

Daripada: Bagus sekali!


Lebih baik: Wah, pasti butuh kesabaran untuk mengerjakannya, ya?

Daripada: Sayang Ibu ke kalian itu sama besarnya.


Lebih baik: Sikap baik dan lucu kalian itu membuat keluarga ini semakin menyenangkan dan
terasa lengkap.

Daripada: Jangan bicara sama ibu seperti itu!


Lebih baik: Tolong lebih tenang dan jelas kalau bicara.

Daripada: Hati-hati!
Lebih baik: Pakai dua tangan kalau mau angkat tekonya, ya!

Daripada: Kamu mau Ibu hukum?


Lebih baik: Ayo, kita cari kegiatan lain yang bisa kamu lakukan.

Daripada: Cukup! Kalian berdua dihukum!


Lebih baik: Ibu percaya, kamu dan adik bisa cari solusinya.

Daripada: Oke, ibu beli mainan itu, tapi kamu harus berhenti merengek!
Lebih baik: Jawaban ibu tetap “tidak”.

Daripada: Ibu bangga sekali sama kamu.


Lebih baik: Kamu pasti bangga sekali ya, dengan prestasi ini.

Daripada: Ada PR apa hari ini?


Lebih baik: Apa rencana kamu untuk menyelesaikan PR hari ini?

Tapi sayangnya, kadang-kadang konsep Positive Parenting suka kebablasan dan salah diterapkan
oleh para orangtua. Ujung-ujungnya orang tua malah tidak pernah marah sama sekali dan anak
pun jadi tidak paham seperti apa rasanya disipling. Tunggu pembahasan lebih lanjutnya di
Mommies Daily.

Manfaat jangka panjang


Ini membuktikan bahwa pola asuh positif memiliki manfaat jangka panjang yang signifikan.
Bukan hanya di dalam rumah dan dalam kehidupan pribadi anak kita, namun juga pada
masyarakat secara luas. Jadi IMHO, jika kita mau menerapkan pola pengasuhan Positive
Parenting secara tepat (ada juga yang penerapannya nggak tepat!), maka kasus bullying atau
kekerasan di sekolah menurun atau bahkan tidak terjadi lagi.

Manfaat spesifik
Pada prinsipnya, pola asuh positif lebih efektif membuat anak memperbaiki perilakunya
daripada pola asuh dengan disiplin keras. Ini terjadi karena anak-anak lebih merespon
bimbingan atas dasar cinta daripada jika didisiplin dengan hukuman atau ancaman. Tidak
hanya membangun disiplin diri sendiri, pola asuh positif akan membangun hubungan yang baik
antara anak dan orangtua. Pada akhirnya, anak-anak juga akan lebih menghargai dan mencintai
diri sendiri.
Hukuman dan ancaman justru akan menghancurkan hubungan anak dengan orangtua, bahkan
meningkatkan perilaku buruk. Alih-alih memelihara kemarahan bahkan menyimpan dendam,
pola asuh positif mendorong anak untuk lebih fokus pada perubahan/perbaikan perilaku.

Sebagai orangtua bukan berarti kita bisa mengatur anak tanpa memahami
perasaannya. Jika kita mengasuhnya tanpa berusaha memahami perasaannya, dia juga akan
melakukan apapun yang dia mau tanpa berusaha memahami perasaan kita. Pola asuh positif
memberi kesempatan anak maupun orangtua untuk mengungkapkan perasaannya. Seperti yang
dilansir WAHM.com, anak-anak akan merespon secara positif jika kita lebih dulu
mengungkapkan apa yang kita rasakan, bukan langsung “menembaknya” seperti terdakwa.
Dengan begitu, anak akan lebih mendengar perkataan kita.

Manfaat istimewa
Beberapa manfaat istimewa dari pola asuh positif sehubungan dengan otak anak, yaitu:
– Perkembangan otak yang lebih optimal
– Perkembangan kemampuan kognitif secara maksimal
– Tumbuhnya rasa cinta dan peduli secara alami kepada orangtua
– Tumbuhnya rasa empati dan tanggung jawab
– Menjadikan anak sebagai pribadi yang ramah dan menyenangkan
– Memperbesar peluang anak menjadi orang yang produktif dan sukses, baik secara akademik
maupun pekerjaan

Manfaat pada orangtua


Pola asuh positif juga sangat melegakan bagi orangtua karena tekanan akan jauh berkurang
karena masing-masing pihak merasa happy dengan keadaan; tidak ada musuh, yang ada adalah
“anak yang kucintai” dan “ibu/ayah yang kusayangi”.
Bagaimanapun, energi positif pasti akan selalu lebih menyenangkan, bukan? ;)
Positive tidaknya kita menjadi orangtua sebenarnya bisa dilihat dari kondisi di dalam rumah
tangga kita. Ini ciri keluarga yang positif. Apakah keluarga kita sudah termasuk?
Masih ada hubungannya dengan dua tulisan saya yang membahas mengenai Positive Parenting,
mulai dari apakah Positive Parenting itu dan manfaat dari Positive Parenting, sekarang saya mau
melanjutkan dengan ciri-ciri dari Positive Parenting. Apakah sudah benar kita melakukannya?

1. Tidak ada yang berteriak


Tidak ada anak yang saling berteriak saat bertengkar, tidak ada orangtua yang marah-marah atau
memerintah dengan suara keras. Boleh berbeda pendapat hingga bertengkar tapi dengan
merendahkan suara. Dengan begini, anak-anak maupun orangtua berlatih untuk menenangkan
diri saat emosional, karena teriakan justru akan memicu emosi negatif lainnya. Berbeda
dengan teriakan gembira saat bermain, menari, dan semacamnya ya, Moms.

2. Saling memuji, membantu, mendorong, dan memberi


Apakah anak-anak kita saling memuji saat yang lain membuat sebuah karya atau berhasil melalui
rintangan, apakah mereka membantu atau memberikan dukungan mental saat yang lain harus
menyelesaikan sebuah masalah, apakah mereka saling memberi makanan, meminjamkan
barang/benda, dan sebagainya?

3. Tak ragu bilang “maaf” dan “terima kasih”


Dua kata ini sangat penting dalam pola asuh positif. Mengungkapkan maaf membutuhkan
keberanian untuk mengakui kesalahan, sedangkan mengungkapkan terima kasih
mengajarkan anak menghargai setiap pemberian dan bersyukur. Terbiasa bilang “maaf”
dan “terima kasih” biasanya anak menjadi rendah hati dan menghargai orang lain.

4. Berani mengungkapkan cinta


Selain melalui sikap, mengungkapkan cinta juga perlu dilakukan melalui kata-
kata. Biasakan anak-anak Anda untuk berkata “Aku sayang kamu” kepada anggota keluarga
yang lain. Jika dia sulit mengatakannya, kita bisa memancingnya dengan bertanya, “Kakak
sayang adik nggak?” Biasanya dia baru mau menjawab, “Sayang.” Selanjutnya, kita bisa bilang,
“Jadi, kakak sayang adik. Kalau begitu, coba bilang ‘adik, aku sayang kamu’, yuk!”
5. Saling terbuka/bercerita
Ketika anak bercerita dan kita tidak memperhatikan dengan sungguh-sungguh, sekali dua kali,
biasanya mereka mulai skeptis untuk melakukannya. Hati-hati kalau si kecil sudah mulai jarang
bercerita, bisa jadi kita selama ini tidak sungguh-sungguh mendengarkan. Padahal kebiasaan
bercerita ini sangat penting terhadap hubungan antar-keluarga, terutama saat dia memasuki usia
remaja. Dan ini menjadi salah satu hal yang akan diingat anak saat ia dewasa kelak. Kebiasaan
bercerita juga membuat anak bersikap terbuka, dan ini penting untuk kehidupannya saat dewasa,
baik dalam hubungan dengan kekasih atau istri maupun dalam pekerjaan.

6. Punya tradisi keluarga


Ayah yang biasa memiliki rutinitas bersama anak-anak bahkan sekadar makan eskrim bersama di
teras, jika ini dilakukan sebagai tradisi keluarga, anak-anak akan menerimanya sebagai kekayaan
yang tidak dimiliki keluarga lain. Ingatan menyenangkan yang positif akan terus melekat
dan memberi energi positif dalam pertumbuhannya. Membuat anak semakin menghargai
keluarganya.

7. Melakukan hal “bodoh”


Di rumah, terkadang saya melakukan hal-hal bodoh, seperti mengeluarkan suara-suara aneh dan
memasang mimik super jelek di depan anak. Sudah pasti mereka akan terbahak-bahak. Kalau
beruntung, si Kakak akan mengikuti gaya saya lalu adik juga mengikutinya. Akhirnya, giliran
saya yang terpingkal-pingkal. Hal ini sangat menyegarkan dan membuat urat-urat rileks seketika.
Ketujuh hal di atas sangat mungkin ada dalam rumah yang tumbuh dengan pola asuh positif.
Tetapi yang mesti diingat, ketujuh hal di atas tidak tercipta begitu saja. Bagaimana anak-anak
bersikap sangat bergantung pada kita -figure yang selalu mereka contoh. Karena
bagaimanapun bersikap positif bukan cuma PR anak-anak, tapi juga kita dan pasangan.

Anda tidak mengajarkan anak disiplin dengan memberinya hukuman, tapi Anda mengajarkan
disiplin dengan cara memberitahunya mana perilaku yang salah dan mana yang benar.
Apa manfaat pengasuhan positif bagi orangtua dan anak?

Pendekatan dengan cara yang positif, seperti berbicara dengan lembut, membiasakan diri
bertukar cerita, menyediakan waktu sendiri bersama anak, akan mendorong anak untuk
mengubah sikapnya.

Anak juga belajar mengendalikan emosi, bersikap terbuka, dan ini bisa menjadi salah satu cara
dari sekian banyak cara untuk meningkatkan rasa percaya diri si kecil karena dia tidak pernah
merasa dipermalukan.

Bagi orangtua, pola asuh yang positif juga lebih menenangkan dan melegakan. Anda bisa merasa
lebih rileks dan tenang dengan pola asuh ini. Kalau si kecil tidak mau mendengarkan, alih-alih
berteriak agar dia memperhatikan Anda, ada baiknya Anda mendekat, berbicara lebih jelas,
dengan menambahkan opsi “jika tidak dilakukan” dan “jika dilakukan”. Anda tidak perlu lagi
merasa bersalah akibat harus tarik otot dengan si kecil.

Wujud positive parenting


Jadi, bagaimanakah positive parenting harus dilakukan? Berikut adalah 10 wujud dasar positive
parenting yang bisa Parents terapkan dalam mengasuh anak.
1. Berikan contoh yang baik
Aturan ini adalah aturan parenting yang tidak bisa ditawar, karena secara naluri anak-anak akan
mencontoh orang dewasa di sekitarnya. Jadi, bila kita terbiasa bersikap baik kepada mereka,
maka semua nasehat pun akan lebih mudah mereka terima.
2. Beri gambaran tegas antara yang benar dan salah
Anak-anak, terutama balita, tentu saja belum terlalu memahami mana tindakan yang baik dan
mana yang buruk. Sudah menjadi tugas kita untuk memberikan batasan tersebut.
Kata “tidak” atau “jangan” yang kita ucapkan harus mampu menghentikan mereka bertindak
lebih jauh atau menerima konsekuensi dengan lapang dada jika mereka melanggarnya.
3. Konsisten
Konsisten dengan aturan yang sudah dibuat akan membantu anak-anak untuk erus mendengarkan
perkataan kita. Sekali saja kita tidak konsisten, anak-anak akan dengan mudah menggunakan
kesempatan untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.
4. Kendalikan diri
Anak-anak sangat mudah untuk membuat kita marah. Jadi jangan biarkan tingkah mereka
membuat Anda cepat naik darah.
Baca juga: Mengatasi Rasa Marah pada Anak
Tahan sesaat untuk bertindak sebelum Anda tenang, karena kemarahan Anda bisa jadi akan
menyulut kemarahan yang lain.
5. Beri larangan dengan alasan yang jelas
Ada banyak hal yang membuat kita melarang anak, hanya karena kita tidak ingin mereka
melakukannya. Misalkan melarang mereka bermain hanya karena kita malas membersihkan
rumah. Atau marah saat diminta membacakan buku dongeng yang itu-itu saja karena kita
sebetulnya sudah bosan.
Dalam pola asuh positive parenting, melarang anak harus dengan alasan yang jelas. Misalkan
“Boleh main asal adik juga bantu merapikan”, “Lebih baik tidak berlari di dalam rumah, Ibu
khawatir nanti adik terbentur”.
Cara anak-anak berpikir tidaklah seperti orang dewasa, apa yang kita anggap membosankan atau
sia-sia, bisa jadi sangatlah penting dan berharga untuk mereka.
6. Pahami anak
Bekal yang tak kalah penting dalam positive parenting adalah memahami anak. Sesekali cobalah
untuk menempatkan pandangan dan perasaan kita dari sudut pandang anak. Kemudian biarkan
anak-anak tahu bahwa kita sebagai orangtuanya sangat memahaminya.
Kalimat seperti “Ibu tahu engkau sedih, tapi…”, “Ibu tahu adik asyik sekali bermain, hanya saja
…”, atau “Oh, Adik takut, …” akan membuat si Kecil tahu bahwa ia memiliki tempat untuk
berlindung.
7. Gunakan kata “Ya” alih-alih “Jangan” atau “Tidak”
Jika memang situasinya memungkinkan, menggunakan kata kalimat yang positif akan lebih baik
dibanding menggunakan kalimat negatif. Jadi, ketika si Kecil menolak untuk mandi karena asyik
bermain; alih-alih mengatakan, “Udah ngga boleh main lagi, adik harus mandi!” cobalah katakan
“Oke, sepuluh menit lagi mandi, ya.”
Baca juga: Berbagai Alternatif Kata “Jangan”
Dengan menggunakan kalimat yang bernada positif, diharapkan anak-anak akan terdorong untuk
menjawab atau bereaksi lebih efektif.
8. Mulailah sedari kecil
Kita semua tahu bahwa adalah lebih mudah untuk mendidik anak melakukan hal yang positif
semenjak kecil.
Jadi, buatlah rutinitas harian sepeti mandi dan menggosok gigi menjadi hal yang menyenangkan.
Biasakan kata “maaf”, “tolong”, dan “terima kasih” menjadi kebiasaan mereka.
9. Luangkan waktu
Nasehat untuk meluangkan waktu bersama anak, memang lebih mudah dikatakan daripada
dikerjakan. Kebanyakan dari kita mudah sekali mengalihkan perhatian kepada gadget, pekerjaan
rumah, atau pekerjaan kantor, padahal sedang bersama dengan anak.
Solusinya, luangkan waktu setengah atau satu jam saja untuk mendengarkan semua keluhan atau
keresahan yang si Kecil rasakan.
Kemudian buat kesepakatan dengannya bahwa setelah itu Parents harap mereka bisa
menghabiskan waktu bersama, walaupun Parents ingin sambil mengerjakan pekerjaan lain
sementara ia bermain di dekat Anda.
10. Peluk lah si Kecil, saat ia gagal atau sedih
Anak-anak sesungguhnya hanya ingin merasa dicintai. Dan mereka berharap kita akan ada di
sisi mereka saat mereka sedih. Jadi, ketika si Kecil gagal meraih apa yang ia inginkan,
rentangkanlah tangan Parents, dan biarkan ia bersandar sesaat di dada Parents.

Anda mungkin juga menyukai