Anda di halaman 1dari 18

PSIKOLOGI PEDIATRIK DAN PSIKOLOGI KLINIS ANAK

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Psikologi Klinis
yang diampu oleh:

Radhiya Bustan, M.Soc, Sc

Disusun Oleh:
Abdul Syukur 0601517001
Fauziah Nur Andini 0601517010
Nurul Hikmah 0601517024
St. Umayah 0601517033

PROGRAM BIMBINGAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS PSIKOLOGI DAN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AL AZHAR INDONESIA
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Puja
dan puji syukur kami haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan nikmat, taufik, dan hidayah, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
dalam bentuk makalah yang berjudul “Psikologi Pediatrik dan Psikologi Klinis Anak”
Makalah ini kami susun dengan menggunakan berbagai sumber sebagai referensi
serta kontribusi berbagai pihak yang sangat membantu, sehingga tugas ini dapat
terselesaikan. Pada kesempatan kali ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih
kepada yang terhormat Ibu Radhiya Bustan, M.Soc,Sc yang telah membimbing kami
dalam mempelajari materi kuliah psikologi klinis serta kepada pihak-pihak yang ikut
serta membantu proses penyelesaian makalah ini.
Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan, baik dalam penyusunan kalimat maupun bahasanya, maka kami sangat
membutuhkan kritik dan saran untuk memperbaiki makalah ini. Atas dukungan moral
dan materil, kami ucapkan jazakumullah ahsanal jaza’.

Jakarta, 15 Desember 2019

Penyusun

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak adalah amanah Allah yang harus dijaga dan dikembangkan potensinya
sesuai dengan fitrahnya. Kelahiran seorang anak ke dunia selalu membawa
perubahan di sekeliling, mendatangkan suka cita, keceriaan, kebanggaan,
bertambah nikmat dan rizkinya bagi yang bersyukur. Oleh karenanya dunia anak
adalah dunia yang penuh keceriaan, kepolosan, dan kegembiraan dimana hal ini
disertai dengan tumbuh kembang anak yang terjadi secara terus-menerus sejak
masa konsepsi sampai dewasa.
Perkembangan anak selalu diikuti oleh pertumbuhan baik fisik maupun psikis.
Pertumbuhan sendiri artinya perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses
pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada diri anak.
Sedangkan perkembangan adalah perubahan-perubahan psikofisis sebagai hasil dari
proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada diri anak yang ditunjang oleh
factor lingkungan dan proses belajar. Pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsung
di luar kontrol anak itu sendiri. Namun demikian, pengalaman yang didapatkan anak baik
itu positif maupun negatif akan mempengaruhi diri anak. Jadi pengaruh positif sifatnya
mempengaruhi perkembangan anak, sedangkan pengaruh negatif sifatnya menghambat
perkembangan anak. Sebagaimana dalam prinsip-prinsip perkembangan tentang hukum
konvergensi yang menyatakan bahwa suatu perkembangan anak merupakan produk
interaksi antara hereditas dan lingkungan sosialnya.
Psikologi pediatrik dan klinis anak lahir untuk membantu mengatasi segala
permasalahan perkembangan anak yang terjadi. Dilihat dari pengertinnya, psikologi
pediatric atau yang sering disebut dengan psikologi kesehatan anak dimana berfokus
dalam bidang kesehatan anak, berseting medis. Dan psikologi klinis anak merupakan
psikologi terapan yang menangani penyimpangan-penyimpangan psikologis (perilaku)
pada anak. Yang mendasarinya adalah psikologi abnormal atau psikopatologi yang
diterapkan/disesuaikan dengan kondisi psikologis anak-anak. Besar harapan dengan
dihadirkankannya psikologi pediatric dan psikologi klinis anak ini dapat mengatasi segala
permasalahan yang terjadi.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Psikologi Klinis Anak dan Pediatrik?
2. Apa saja aktivitas di dalam Psikologi Klinis Anak dan Pediatrik?
3. Bagaimana pembagian atau klasifikasi masalah dan diagnosis?
4. Bagaimana asesmen yang berlaku dalam Psikologi Klinis Anak dan Pediatrik?
5. Bagaimana langkah pemberian intervensi dalam Psikologi Klinis Anak dan
Pediatrik?
6. Bagaimana pelatihan untuk menjadi Psikolog Klinis Anak dan Pediatrik?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengertian dari psikologi klinis anak dan pediatrik.

2. Mengetahui segala aktivitas yang ada di dalam psikologi klinis anak dan pediatrik.

3. Mengetahui klasifikasi dan diagnosis.

4. Mengetahui asesmen apa saja yang berlaku dalam psikologi klinis anak dan
pediatrik.
5. Mengetahui langkah pemberian intervensi yang tepat dalam psikologi klinis anak
dan pediatrik.
6. Mengetahui pelatihan yang dapat dilakukan untuk menjadi seorang psikologi klinis
anak dan pediatrik.

3
BAB II

LANDASAN TEORI

Pertama-tama perlu kita memiliki pengertian yang membedakan antara psikologi


pediatrik dan psikologi klinis anak. Psikologi klinis anak adalah psikologi terapan yang
menangani penyimpangan penyimpangan psikologis (perilaku) pada anak dan remaja.
Yang mendasarinya adalah psikologi abnormal anak atau pedologi, ialah landasan-
landasan psikologi abnormal atau psikopatologi yang diterapkan atau disesuaikan
dengan kondisi psikologis anak-anak. Dalam psikologi anak klinis, atau juga disebut
psikologi klinis anak, terdapat sejumlah aktivitas yang umum bersangkutan dengan anak
dan remaja yang telah mengembangkan simptom psikopatologi. Para pasien bisa berupa
pasien dalam maupun pasien luar yang secara tradisional melibatkan psikolog, psikiater,
dan pekerja sosial, bersama-sama berkolaborasi dengan dokter anak. Sebaliknya,
psikologi pediatrik atau juga sering disebut psikologi kesehatan anak, digambarkan
sebagai psikologi klinis anak yang dilaksanakan seting medis, termasuk rumah sakit,
praktik klinik perkembangan, atau kelompok medis. Dari Journal of Pediatric
Psychology mengajukan definisi sebagai berikut bahwasanya psikologi pediatrik
menupakan suatu bidang interdesipliner yang menyangkut fungsi dan perkembangan
fisik, kognitif, sosial, dan emosional yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan
sakit pada anak, remaja, dan keluarga.
Bahkan meskipun tumpang tindih bisa terjadi, survei pediatrik dan psikolog klinis
anak menyatakan beberapa perbedaan di antara keduanya. Pertama, klinikus pediatrik
ditandai olch orientasi cognitivie behavioral dengan kecenderungan strategis jangka
pendek dan intervensi segera. Sebaliknya, para psikolog klinis anak berbeda dalam
orientasinya (orientasi psikodinamik dan keluarga/sistem lebih banyak digunakan pada
spesialis klinis anak). Kedua psikolog pediatrik medis dalam pendekatan baik saat
melakukan petatihan, riset, maupun servis. Dalam penerapannya, spesialis klinis anak
cenderung memberikan tekanan pada pelatihan asesmen proses-proses perkembangan,
dan terapi keluarga. Terakhir, psikologi pediatrik tampak lebih banyak melakukan
kegiatan dalam perangkat medis dan akademis.
Dilihat dari sudut perkembangannya kegiatan yang menyangkut anak dan remaja
memperlihatkan pentingnya sudut pandang perkembangan. Dari perspektif

4
perkembangan ini, masalah-masalah yang dialami anak-anak dan remaja merupakan
akibat dari penyımpangan dalam salah satu atau beberapa wilayah perkembangan, baik
kognitif, biologis, fisik, emosional, keperilakuan, dan sosial. Pada waktu yang sama
bagaimanapun juga urgensi untuk memahami, bahwa (a) perkembangan merupakan
proses yang aktif, dinamis yang akan akan paling baik kalau diases untuk jangka waktu
panjang, (b) masalah-masalah perkembangan yang serupa dapat mengarah pada
penyembuhan yang berbeda pada gangguan klinis, (c) sebaliknya, masalah-masalah
perkembangan yang berbeda bisa jadi mengarah pada hasıl yang sama. (d) proses dan
kegagalan perkembangan bias berinteraksi, dan (e) proses proses perkembangan dan
lingkungan saling tergantung pada setiap pihak yang saling mempengaruhi sedemikian
rupa sehingga mereka tidak dapat dilihat terpisah, seperti isolasi dan suatu laboratorium
eksperimental.
Dalam pemahaman dasar mengenai masalah psikologi pediatrik dan psikologi
klinis anak ini, sering kita berhadapan dengan, mengapa ada anak yang beradaptasi
dengan baik baik terhadap permasalahan yang sedikit noticeable? jawaban umum yang
sering ditemukan banyak ahli adalah apa yang disebut resilience, ialah menyangkut
kualitas individual yang berhubungan dengan kemampuan menangani adversity dan
mencapai perkembangan yang baik (Masten dan Coatsworth, 1998). Karena itu para
psikolog tertarik untuk mempelajari faktor faktor yang berkaitan dengan resielence,
terutama di antara anak anak yang berada dalam kondisi negatif ketika menghadapi
lingkungan yang tidak menyenangkan. Sebagai contoh perilaku negatif tampil dalam
bentuk pemarah atau menangis, masalah toileting tampil dalam bentuk enuresis, toilet
training, perkembangan yang terlambat muncul dalam bentuk bicara dan kegiatan
berlebih masalah kebiasaan buruk vang spesifik seperti mengisap jempol atau tics.

A. Aktivitas
Aktivitas psikologi pediatrik dan klinis anak dapat dikelompokkan ke dalam
asesmen, intervensi, prevensi dan konsultasi. Masalah-masalah yang terkait dengan tipe
aktivitas itu antara lain: epidemologi situasi, pemahaman siapa yang berperan sebagai
klien, serta diagnosis dan klasifikasi permasalahan.
Termasik dalam masalah epidemologi terutama dalam dua dekade terakhir banyak
dibicarakan mengenai gangguan lemahnya perhatian hiperaktivitas (ADHD, bagaimana
hal itu bisa terjadi? Apakah ganguan perilaku (conduct disorder) lebih banyak terjadi

5
pada anak lak laki atau perempuan? Juga penting untuk mengetahui perbedaan masalah
yang bersangkutan dengan perbedaan umur. Misalnya pada umur antara satu dan dua
tahun masalah yang muncul sering berupa masalah dalam makan. Hiperaktivitas lebih
sering terjadi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan, dan lain-lain. Dalam
masalah situasi, seringkali kita jumpai bahwa suatu perilaku tertentu sering
berhubungan dengan situasi yang spesifik. Misalnya ada anak-anak yang menarik diri
atau pendiam ketika berada di rumah, tetapi tidak demikian ketika berada di antara
teman-temannya. Bukan tidak mungkin ada anak yang terlihat saleh di rumah, ternyata
menjadi anggota kelompok pemuda nakal atau delinquent. Ini tidak diartikan bahwa
faktor disposisional tidak penting melainkan suatu peringatan agar para profesional di
bidang ini memiliki pandangan yang luas, menyeluruh, dan melihat interaksi atau
keterkaitan antar faktor yang demikian penting.
Tentang siapa klien seorang psikolog spesialis ini, perlu diingat bahwa tidak
selalu mudah untuk menentukan siapa klien secara eksak. Pada suatu kejadian, bisa jadi
anak yang bersangkutan yang tepat disebut klien sehingga menjadi obyek pemberian
treatment Tetapi pada kejadian lain yang ternyata lebih tepat dijadikan klien, adalah ibu,
bapak, atau orang tua secara keseluruhan, dan bisa jadi seluruh keluarga. Kesalahan,
ketidaktahuan atau misconception mengenai hal ini, bisa jadi mengarahkan psikolog
pada tindakan yang tidak tepat. Dalam hal ini kita bisa bertindak dari masalah aktual
yang terjadi.

B. Masalah Klasifikasi dan Diagnosis


Di indonesia, mengenai gangguan kejiwaan, termasuk pada anak anak mengacu
pada Pedoman Praktis Diagnosis Gangguan Jiwa III dan DSM V (yang telah
dikemukakan terdahulu) Merupakan kenyataan pula bahwa PPDGI itu, termasuk yang
III yang terakhir kita miliki mengacu pada DSM IV yang didasarkan pemikiran dan
penemuan para ahli psikiatri Amerika Serikat. Dengan demikian kita perlu berhati hati
dalam membuat diagnostik, karena misalnya situasi di Indonesia belum tentu sama
dengan di Amerika Serikat, sementara telah diutarakan bahwa situasi sangat berperanan
dalam gangguan pada jiwa dan perilaku anak. Demikıan juga masalah genetik, atau juga
masalah nutrisi. Meski pun demikian, terdapat beberapa hal yang sama, misalnya
gangguan perilaku (conduct disorder), internalizing disorders yang ditandai oleh
simtom-simtom cemas, depresi kemurungan, dan menarik diri dari lingkungan sosial.

6
Kemudian externalizing disorders yang ditandai oleh penlaku agresif, impulsif, dan
masalah-masalah etika.

C. Asesmen
Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara asesmen untuk klinis dewasa dan klinis
anak, karena kedua-duanya menggunakan prinsip yang sama. Namun terdapat beberapa
cara dan teknik yang berbeda antara pemeriksaan terhadap seorang anak dan terhadap
seorang dewasa. Misalnya untuk anak dan remaja sering diperlukan keterangan dan
orang tua atau orang orang signifikan lainnya, sedangkan untuk orang dewasa
kehanbakan keterangan didapat dari klien yang bersangkutan. Meskipun demikian akan
sangat diperlukan izin anak atau remaja untuk kita mencari informasi dari orang tua atau
orang lainnya, terutama untuk membangun suasana yang baik dalam keseluruhan proses
konsultasi atau terapi, di samping tentu saja isi informasi yang didapat juga sangat
bermanfaat. Selain itu juga diperlukannya keterangan dari orang lain adalah karena anak
dan remaja masih banyak yang belum mengetahui dengan tepat peranan profesional di
bidang kesehatan mental, sehingga bisa mengalami resistensi atau merasa takut.
Pada dasarnya asesmen untuk anak dan remaja tidak beda dengan untuk orang
dewasa, ialah wawancara, observasi perilaku, dilanjutkan dengan tes inteligensi, tes
prestasi, tes proyeksi, kuesioner atau daftar pertanyaan, asesmen neuropsıkologis,
asesmen kognitit dan asesmen. Sering orang mengatakan bahwasanya asesmen pada
anak dan remaja relatif lebih mudah dibanding dengan asesmen bagi orang dewasa,
karena orang dewasa mampu membangun berbagai macam pertahanan diri misalnya
rasionalisasi, sementara anak dan remaja biasanya lebih spontan untuk mengajukan
masalah apa yang dihadapinya. Pendapat ini tidak selalu benar karena seorang anak juga
memiliki kesukaan untuk mengajukan permasalahan maupun akurasi masalah yang
sebenarnya berhubung dengan keterbatasan daya ingatnya. Oleh karena itu untuk
mendapatkan hasil asesmen yang baik, akurat, dan bermanfaat, antara terapis atau
asesor dan klien atau asesi perlu dibangun hubungan yang baik, good rapport.
Hubungan yang baik adalah setengah langkah ke arah diagnostika yang tepat, dan
diagnostika yang tepat merupakan setengah langkah menuju perbaikan yang
dikehendaki.
Wawancara, perlu dingatkan kembali wawancara merupakan salah satu dari
metode asesmen psikologis yang utama di samping observasi. Interview terhadap

7
orangtua diperlukan untuk: (a) mengungkap informasi mengenai perilaku, kejadian-
kejadian, dan situasi situasi, (b) perasaan orangtua, dan (c) membangun dasar relasi
terapeutik. Adapun wawancara dengan anak dan remaja dimaksudkan untuk dapat
menangkap ekspresi mereka terhadap masalah-masalah atau kejadian dan situasi yang
dialaminya sesuai dengan "bahasa mereka sendiri”
Bentuk wawancaranya relatif sama saja dengan wawanca lainnya, tetapi meskipun
mungkin terstruktur, sebaiknya dilaksanakan wawancara yang terbuka dan relatif
"bebas” sehingga pertanyaan pertanyaan tidak dirasakan sebagai penghambat anak
untuk mengkomunikasikan apa yang mau diutarakannya. Sebaliknya, ada juga anak
dalam kondisi tertentu hanya menjawab terbatas, sehingga informasi harus digali
dengan cara yang sangat terbimbing. Dalam hal demikian yang penting psikolog harus
menyesuaikan diri dengan keadaan anak dan situasi waktu wawancara berlangsung.
Observasi Perilaku, yang terideal adalah adanya pengamatan yang langsung atau
natural, baik di sekolah, di rumah, atau di tempat bermainnya. Tetapi variasi metode
observasi dapat dilakukan misalnya teknik observasi diri, partisipan, analog, dan analog.
Tentu harus selalu diingat pentingnya validitas observasi. Seorang pengamat yang
profesional akan membutuhkan waktu antara satu sampai dua jam untuk mengobservasi
anak di rumahnya. Selain masalah validitas, juga perlu adanya kartu panduan observasi
yang digunakan untuk dapat mempermudah dan menjamin akurasi pengamatan sampai
pada penyimpulannya.
Tes inteligensi, sering diperlukan baik dalam hubungan dengan masalah
kesukaran belajar maupun dalam kelainan perilaku. Bisa jadi pada masa kini sudah
banyak orang tua yang kalau di masa lalu bertanya tentang cita-cita pada anaknya dalam
suasana bercanda, saat ini lebih serius, sehingga tidak hanya bertanya pada anak saja
melainkan juga pada profesional menyangkut rencana studinya di masa depan. Di
Indonesia saat ini sedang berkembang "kelas akselerasi" sejak SD sampa SMU, yang
juga menampilkan masalah psikologis, sejak pemilihan sampai ekses-eksesnya yang
tidak terbayangkan sebelumnya. Banyak alat tes inteligensi untuk anak-anak digunakan
orang, yang terkenal di antaranya adalah Wechsler Intelligence Scale for Children yang
sekarang sudah sampai pada edisi IV (WISC-IV), Kautman Assessment Batteray for
Children (K ABC), Wechsler Prechool and Primary Scale of Intelligence Scale Revised
(WPPSI - RI, the Stantord - Binet Intelligence Scale, Fourth Edition, dan Peabody

8
Picture Vocabulary Test Revised. Alat alat les ini dapat digunakan untuk mengukur
kecerdasan dan kesiapan bersekolah, ketidakmampuan/kesukaran belajar,
keterbelakangan mental, disfungsi neurologis, atau ganggguan perkembangan
kepribadian.
Tes Prestasi, adalah tes untuk menemukan prestasi belajar di masa lalu, yang
terutama dihubungkan dengan program pelatihan atau program sekolah. Banyak aspek
belajar yang dapat diteliti, mulai matematik sampai bahasa dan musik. Tetapi terdapat
tiga yang sering dipakai adalah Peabudy Individual Achievement Test Revised
Woodcock Johnson Psychoeducational Betteray, dan Wide Range Achievement Test
(WRAT 3)
Tes Proyektif adalah tes yang dimaksudkan untuk menangkap bagaimana
kepribadian testee diproyeksikan pada hasil tes. Sebagai alat tes, teknik ini sering
diragukan validitas dan retiabilitasnya, terutama karena sangat menuntut kemampuan
mereka yang menggunakannya. Selain dibutuhkan penguasaan ilmu yang mendasarinya,
juga ketepatan interpretasi lebih banyak didasarkan kepada kemampuan interpreter Ada
yang mengatakan bahwa tes grafis itu telah merupakan cerita lama yang membosankan,
sementara mereka tetap menggunakannya, hanya dalam interpretasi diserahkan pada
pengolahan komputer tu bukan membosankan, melainkan keterbatasan kemampoan
dalam menafsirkan makna di balik karya grafis yang dihadapinya. Memang ada juga
yang menyebut sebagai tes grafis (der Baum test, Wartegg Zeigen test, atau Draw A
Person dan lain lain), tetapi ada juga yang lebih senang menyebutnya sebagai
menginterpretasi karya grafis.
Kuesioner dan ceklis, merupakan "alat" tes yang makin banyak digunakan orang
tentu banyak kelebihan dari makin banyaknya penggunaan itu, terutama soal interpretasi
yang relatif lebih mudah tetapi terbatas itu. Mudah, karena hasil perhitungan atas
jawaban klien relatif dapat langsung mengemukakan apa yang ingin diketahui asesor.
Ada pun terbatasnya karena (tidak langsung melahirkan gambaran dinamis dan
permasalahan yang dimiliki klien. Oleh karena itu, penggunaan ceklis ataupun
kuesioner hendaknya tidak didasari oleh "kemalasan" ataupun "ketidakmampuan"
pemeriksa untuk menginterpretasi berbagai macam tes yang biasanya digunakan, Jadi
dasar penggunaan kuesioner dan ceklis harus sudah ditentukan sebelum digunakan.
Penggunaan pengukuran ini meliputi inventory kepribadian untuk anak anak, daftar

9
perilaku anak, boring laporan guru sang anak, daftar permasalahan anak dan lain-lain.
Juga bisa jadi masalah minat anak. The Child Behavior Checklist (CBCL) dari
Achenbach (1994) merupakan salah satu alat ukur yang banyak digunakan di Amerika
Serikat untuk mengases masalah-masalah perlaku anak anak dan remaja.
Asesmen neuropsikologis, makin lama makin dirasakan perlu dan pentingnya,
karena makin banyak ditemukan anak anak yang mengalami cacat dan kekurangan lain
yang berkaitan dengan fungsi syarafnya.
Asesmen Kognitif, terutama makin banyak diperlukan oleh banyaknya tuntutan
terhadap anak di bidang pendidikan, yang di indonesia makin mengarah pada sisi
kognitif. Misalnya anak-anak Taman Bermain di akhir tahun pendidikannya
mendapatkan berbagai pelatihan kognitif, akhir masa pendidikan taman kanak-kanak
banyak berbobotkan kegiatan baca tulis hitung, dan seterusnya. Hal ini wajar karena
banyak SD menyeleksi calon murid-muridnya dengan kemampuan-kemanpuan yang
seharusnya baru diajarkan di SD.
Namun pada porsi yang sebenarnya, memang asesmen kognitif ini diperlukan,
karena banyak permasalahan kognitif yang dialami anak anak, baik yang bersangkutan
dengan perilaku, bahkan masalah-masalah medis, Misalnya sisi kemampuan berpikir,
persepsi, dan reaksi terhadap stimuli. Untuk dapat mengikuti pendidikan di SD atau
sederajat, tentu diperlukan pula kemampuan kognitif tertentu. Ini bersangkutan dengan
masalah pendidikan. Bisa juga bersangkutan dengan masalah kesukaran belajar, yang
sudah menyangkut sisi klinis, bukan pendidikan semata mata. Bagaimana cara seorang
anak menanggulangi masalahnya, sering merupakan pusat perhatian baik guru dan
terutama psikolog klinis anak dan pediatrik, karena hal tersebut akan merupakan bibit
masalah yang lebih dalam untuk kehidupan berikutnya.
Asesmen Keluarga, merupakan masalah yang makin lama makin penting untuk
dilakukan, karena fungsi keluarga makin kompleks dan sekaligus pula menampilkan
perbedaan. Misalnya kalau dahulu ibu berfungsi menjadi ibu rumah tangga yang antara
lain mengurus anak dan menjadi faktor utama pendidikan rumah, yang menekankan
pada sisi karakter anak. Hal ini disebabkan karena ibu berada di rumah sementara ayah
berada di luar rumah untuk mencari nafkah. Jadi secara struktur dan fungsi sangat
sederhana sehingga juga mekanisme yang berhubungan dengan pendidikan anak pun
sederhana. Saat ini tidak demikian, karena pendidikan setara antara laki-laki dan

10
perempuan, menyebabkan tersedianya pula lapangan pekerjaan untuk perempuan dan
laki-laki, yang sengaja atau tidak membangun perubahan fungsi antara ibu dan ayah.
Hubungan antara ibu-ayah-anak pun berubah. Terutama masalah waktu interaksi antara
anak-ibu ayah yang makin sempit, sehingga secara konvensional timbul pertanyaan,
seorang anak itu secara biologis menjadi anak dari ibu bapaknya, tetapi secara sosial
dan psikologis adalah anak pembantunya. Memang ada jawaban yang secara akademis
tampaknya masuk akal, ialah bahwa yang penting bukanlah lamanya anak bertemu
bapak atau ibunya, melainkan kualitas pertemuan itu. Ini memang harus dibuktikan
pada kenyataannya, karena banyak ibu dan bapak yang menjadi kaget ketika
menemukan anaknya yang diketahuinya baik tetapi kemudian ditelepon atau didatangi
polisi karena anaknya diperiksa untuk kasus kriminal dan lain-lain. Bagaimanapun
masalah keluarga adalah masalah penting, karena sampai saat ini diasumsikan sebagai
masyarakat terkecil, inti, yang menjadi modal untuk menjadikan anak anggota
masyarakat yang baik.

D. Intervensi
Sebagaimana orang dewasa yang bermasalah atau terganggu secara kejiwaan,
anak-anak pun juga memerlukan berbagai pendekatan dan teknik intervensi untuk
diberikan bagi mereka yang terganggu atau bermasalah. Secara umum dapat
dikemukakan beberapa pendapat, diantaranya ialah terapi psikodinamik, terapi perilaku,
terapi kognitif-perilaku, ditambah dengan teknik yang khas anak dan remaja, yaitu
terapi bermain dan terapi kelompok serta keluarga.
Dalam hal pendekatan psikodinamik, menurut Anna Freud, meskipun tetap
diperlukan kemampuan verbal, berpikir simbolis, dan pemahaman atau berbagai teknik
pertahanan diri, diperlukan perubahan dan penyesuaian. Hal itu disebabkan karena anak
kecil maupun remaja belum memiliki kemampuan verbal yang tinggi, abstrak, proses
introspektif. Modifikasi yang dilakukan adalah mulai dari seringnya pertemuan yang
kalau dalam pskoanalitik Freud bisa sampai 3 atau 4 kali dalam seminggu, maka pada
anak cukup satu atau dua kali saja. Kemudian pendekatan yang digunakan terhadap
anak juga sebaliknya dengan teknik sampai betul-betul anak mendapatkan pemahaman
atau insight dalam pertemuan terapis (seperti kita ketahui, dalam analisis dengan orang
dewasa atau tua, bisa jadi insight terjadi di luar sesi terapi)
Terapi bermain, merupakan terapi yang paling banyak dilakukan terhadap anak-

11
anak. Dibandingkan dengan pendekatan psikoanalisis Freud dalam teknik analisis
impian dan asosiasi bebas, terapi bermain ini jauh lebih memadai. Apa yang terjadi
dalam terapi bermain adalah bahwa anak-anak yang bermasalah itu berhadapan dengan
bermacam alat permainan, seperti boneka-boneka, atau alat-alat lainnya. Proses yang
terjadi dalam terapi ini bisa terjadi mulai dari anak seolah-olah menemukan identitas
dirinya, menemukan orang atau figure yang dibutuhkannya, atau bahkan sampai
menemukan identitas dirinya, menemukan orang atau figure yang dibutuhkannya, atau
bahkan sampai menemukan tempat untuk katarsis yang berupa obyek untuk
melampiaskan agresi yang selama ini terbendung. Bisa saja sangat ringan dalam bentuk
terdapatnya kesempatan pada sesi terapi untuk melepaskan kelebihan energinya
(sebagaimana diterangkan dalam jenis psikologi, yang disebut psikologi daya-daya,
vermogen psychologie).
Terapi perilaku pada anak dianggap penting dan khas karena anak- anak belum
memiliki pemikıran yang dapat diandalkan untuk mengerti sekaligus memahami apa
yang sebaiknya dilakukan dan apa yang tidak. Misalnya seorang anak yang kalau
pulang sekolah, lari masuk ke dalam rumah sambil melemparkan sepatu ke arah tempat
sepatu, tetapi tentu saja tidak sampai rapi. Ini, katakanlah kebiasaan buruk yang telah
lama berlangsung. Sang ibu sudah puluhan kali menyuruh anak untuk membuang
kebiasaan itu dan menyimpan sepatu itu dengan rapı di lempatnya, dan tidak berhasil.
Terapi perilaku di sini dapat dilakukan dengan mengawasi anak untuk melakukan
tindakan mengambil sepatu yang dilemparkannya itu, dan menyimpannya dengan rapi
di tempat yang disediakan. Jadi tidak sekedar menyuruh, walaupun misalnya dengan
mengemukakan alasan apa sebab dan manfaatnya, melainkan dengan mengawasi
sampai ia sendiri melakukannya.
Pada dasarnya terapi perilaku pada anak menyangkut penggunaan pembiasaan
klasik (classical conditioning), tetapi penting pula dengan cara mengubah lingkungan.
Dalam hal ini orangtua, khususnya ibu, dan guru dapat dilatıh untuk melaksanakan cara
terapi sesuai dengan perencanaan yang dibuat psikolog. Pelatihan manajemen orangtua,
parent management training, melibalkan seperangkat prosedur yang dirancang untuk
"melatih" orangtua untuk mengubah perilaku anak dan remaia di rumah. Pertama-tama
orangtua menguasai prinsip-prinsip belajar yang dasar (manajemen kontingensi,
penguatan) dan kemudian mengimplementasıkannya di rumah. Gangguan-gangguan

12
yang dialami anak terjadi mulai dari tidak asertif sampai yang terlalu aversif
Pediatrik Keperilakuan (Behavioral Pediatrics) biasanya diberikan psikolog
pada saat anak sedang dirawat di rumah sakit, tidak hanya untuk menyembuhkan
gangguan kejiwaan atau perilaku. Misalnya membantu anak mempersiapkan diri
menghadapi suatu penanganan medis tertentu atau sesudahnya. Teknik yang digunakan
menyebar dari mulai menghilangkan stres melalui latihan-latihan fisik sampai
pemahaman kognitif.
Terapi kognitif-keperilakuan, merupakan jenis terapi yang berkembang pesat
saat ini. Terutama digunakan untuk menghadapi permasalahan seperti impulsivitas,
hiperaktıvitas, kecemasan, depresi, dan gangguan berperilaku. Gagasan dasarnya adalah
mencoba memecahkan masalah dan mengembangkan perencanaan dan mengulur
pemuasan. Melalui asesmen internal dan pernyataan diri, anak diajari untuk
mengendalikan diri berdasarkan pengendalian rasional. Dalam hal ini anak belajar untuk
mengubah kognisinya, dengan tujuan akhir mengkreasikan cara-cara yang lebih sesuai.

E. Pelatihan untuk Menjadi Psikolog Klinis Anak dan Pediatrik


Setelah menjalani pendidikan pelatihan menjadi psikolog klinis anak dan
pediatrik, diperlukan pendidikan tambahan berupa pelatihan-pelatihan, yang antara lain
dikemukakan Roberts dkk (998), yang pada dasarnya meliputi:
1. Psikologi perkembangan rentang kehidupan, untuk mendapatkan keahlian
dalam proses perkembangan yang meliptui segala aspek, dan bagaimana
memahami proses itu berpengaruh terhadap aspck asesmen, diagnosis,
penanganan, dan hasil.
2. Psikopatologi perkembangan rentang kehidupan, menyangkut informasi
mengenai perkembangan abnormal dan gangguan yang menyangkut mental
dan emosional.
3. Metode asesmen yang diantaranya adalah assesmen keluarga, remaja, dan
anak, menyangkut administrasi dan interpretasi asesmen dalam intelektual,
kepribadian, perilaku, keluarga, dan konteks sosio-kultural.
4. Strategi strategi intervensi, yang berhubungan dengan anak, remaja.
keluarga, orangtua, dan sekolah serta komunitas
5. Metode riset dan evaluasi sistem-sistem. Masalah masalah ini dimaksudkan
agar akrab dengan metode riset agar mampu menangani hasil asesmen dan

13
intervensi yang krtis. Selanjutnya psikolog dalam membuat penelitian
lanjutan.
6. Masalah-masalah profesional, etik, dan hukum, baik menyangkut anak yang
bermasalah itu sendiri, namun juga untuk psikolog sendiri seandainya ada
satu dan lain hal yang menyangkut masalah-masalah itu.
7. Masalah-masalah diversitas, ialah adanya perbedaan perbedaan atau
pluralisme dalam banyak hal, seperti etnik dan kultur, yang sering
berhubungan dengan baik penafsiran data asesmen, jenis intervensi, bahkan
sistem pemberian laporan kepada orangtua dan lain-lain.
8. Sistem disiplin multiple dan servis penyampaian, karena penanganan
masalah anak banyak menuntut multi atau interdisiplin. Psikolog seyogianya
mengerti bagaimana disiplin lain yang mengenai anak bekerja.
9. Promosi prevensi, dukungan keluarga, dan kesehatan, terutama karena
psikolog perlu untuk memikirkan pula masa depan anak, selain menangani
apa yang dialaminya saat ini.
10. Masalah-masalah sosial vang berpengaruh pada anak, remaja, dan keluarga,
yang saat ini makin banyak dan kadang kadang tidak terduga bakal
mempengaruhi kehidupan anak sehari-hari. Masalah masalah komersial
yang mendasari tayangan televisi, misalnya, bisa berpengaruh banyak
terhadap anak dan remaja.
11. Pengalaman spesialis di bidang asesmen, intervensi, dan konsultasi.
sehingga psikolog ini dapat bekerja menangani anak dalam berbagai

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Psikologi klinis anak adalah psikologi terapan yang menangani
penyimpangan penyimpangan psikologis (perilaku) pada anak dan remaja. Yang
mendasarinya adalah psikologi abnormal anak atau pedologi, ialah landasan-
landasan psikologi abnormal atau psikopatologi yang diterapkan atau disesuaikan
dengan kondisi psikologis anak-anak. Sedangkan psikologi pediatrik atau sering
disebut psikologi kesehatan anak, digambarkan sebagai psikologi klinis yang
dilaksanakan dengan seting medis, perumahsakitan, praktik klinik perkembangan,
atau kelompok medis.
Perbedaan yang menonjol di antara psikologi klinis anak dan pediatric
adalah penggunaan setting tempat, yakni dilaksanakan seting medis, termasuk
rumah sakit, praktik klinik perkembangan, atau kelompok medis untuk pediatric,
sedangkan psikologi klinis anak bisa praktek di tempat klinik psikolog ataupun
lembaga psikologi namun tetap menjalin hubungan dengan psikiater, dan pekerja
sosial.
Untuk melakukan asesmen dapat dilakukan beberapa cara dan teknik,
seperti wawancara, observasi perilaku, tes intelegensi, tes prestasi, tes proyektif,
dan lain-lainnya.
Adapun intervensi yang sering digunakan adalah terapi bermain yang
dianggap efektif untuk merangsang anak agar mampu meluapkan emosi atau
katarsis yang nantinya akan ditindak lanjuti oleh psikolog. Selain terapi bermain
intervensi yang dapat dilakukan juga seperti terapi psikodinamik, terapi perilaku,
dan terapi kognitif-perilaku.

15
DAFTAR PUSTAKA
Adillida, S. M. (2003). Kesulitan Belajar Pada Anak Sekolah dengan Riwayat Berat Lahir
Sangat Rendah. Saripediatri, 127-130.
Handoko, A. (2012, Juni 26). Psikologi Klinis Anak dan Pediatri. Retrieved from Artikel
Psikologi: http://adi-handoko.blogspot.com/2012/06/psikologi-klinis-anak-dan-
pediatri_26.html?m=1
Kristian Kurniawan, I. M. (2019). Faktor Risiko Eksternal Terhadap Keterlambatan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6-24 Bulan: Studi Kasus-Kontrol. Sari Pediatri,
1.
Lusi Fatmawati, M. (2013). Hubungan Stres dengan Enuresis Pada Anak Usia Prasekolah
Di RA Al Iman Desa Banaran Gunung Pati Semarang. Jurnal Keperawatan
Anak, 24-29.
Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja, P. (2014). Pengantar Psikologi Klinis. Bandung :
PT. Refika Aditama.

16
17

Anda mungkin juga menyukai