Oleh :
Eri, S.Ked
140611050
Preseptor :
Puji dan syukur kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Fobia Sosial“. Penyusunan referat ini sebagai salah satu tugas dalam menjalani
Ilmu Kesehatan Jiwa atas waktu dan tenaga yang telah diluangkan untuk
masa yang akan datang. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB 1......................................................................................................................1
BAB 2......................................................................................................................3
2.1. Definisi..................................................................................................3
2.2. Epidemiologi..........................................................................................3
2.3. Etiologi..................................................................................................4
2.4. Manifestasi Klinis..................................................................................5
2.5. Diagnosis...............................................................................................5
2.6. Diagnosis Banding.................................................................................7
2.7. Tatalaksana............................................................................................8
2.7.1. Psikofarmaka......................................................................................8
2.7.2. Psikoterapi..........................................................................................9
BAB 3....................................................................................................................10
3.1. Teknologi Virtual Reality....................................................................11
3.2. Prinsip Virtual Reality Exposure Therapy...........................................11
3.3. Prosedur VRET....................................................................................13
3.4. Kelebihan dan Kekurangan..................................................................17
3.5. Penelitian Tentang VRET pada Fobia Sosial......................................18
BAB 4....................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
ketakutan terhadap satu atau lebih situasi sosial di mana seseorang mungkin
berperilaku memalukan dan dinilai secara negatif oleh orang lain (American
hidup yang berkisar dari 3 hingga 13 persen (Sadock et al., 2015). Amerika
Serikat memiliki tingkat kejadian tertinggi (6,8 persen), dan Cina yang terendah
Namun, hanya sekitar sepertiga penderita fobia sosial yang mencari pengobatan.
terapi yang paling umum untuk memodifikasi kognisi dan perilaku maladaptif
Bentuk terapi eksposur yang relatif baru adalah Terapi Eksposur Realitas
Virtual atau Virtual Reality Exposure Therapy (VRET) berupa paparan terhadap
1
2
dengan CBT, dengan fokus terutama pada ketakutan berbicara di depan umum
nyata ke dalam VRET mungkin lebih tepat untuk menargetkan ketakutan khusus
VRET diantaranya pada individu yang tidak siap menghadapi ketakutan pada
terapi eksposur secara langsung, sehingga VRET dapat dijadikan sebagai langkah
awal sebagai terapi, Lebih aman bila dibandingkan dengan traditional exposure
lebih fleksibel dan memiliki kontrol yang lebih baik untuk berbagai situasi sosial
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menilai efek VRET murni tanpa
komponen kognitif apa pun dan untuk menyesuaikan VRET pada individu
sosial dalam berbagai situasi sosial virtual yang diyakini relevan untuk mengobati
2.1. Definisi
Istilah fobia mengacu pada rasa takut yang berlebihan terhadap suatu
disorder (SAD) disebut juga fobia sosial, memliki rasa takut yang berlebihan
akan rasa malu di berbagai lingkungan sosial, seperti berbicara di depan umum.
Fobia sosial menyeluruh, yang sering merupakan keadaan kronis dan membuat
2.2. Epidemiologi
hingga 13 persen. Prevalensi 6 bulan untuk fobia sosial adalah sekitar 2 hingga 3
per 100 orang (Sadock et al., 2015). Di dalam studi epidemiologis, perempuan
kebalikannya sering ditemukan. Usia puncak awitan fobia sosial adalah remaja
walaupun awitannya lazim antara usia 5 hingga 35 tahun (Sadock et al., 2015).
Pasien dengan fobia sosial dapat memiliki riwayat gangguan ansietas lain,
gangguan mood, gangguan terkait zat, dan bulimia nervosa. Di samping itu,
gangguan kepribadian menghindar sering terdapat pada orang dengan fobia sosial
3
4
2.3. Etiologi
Pada tahun 1920, John B. Watson menulis sebuah artikel yang disebut
mencetuskan ansietas. Pola penghindaran ini tetapi stabil untuk periode waktu
bawaan yang ditandai dengan pola inhibisi perilaku konsisten. Ciri bawaan ini
terutama lazim pada anak dari orang tua yang mengalami gangguan panik. Data
penelitian menunjukkan orang tua dari orang dengan fobia sosial adalah sebagai
suatu kelompok orang tua yang kurang peduli, lebih menolak, dan lebih over-
membentuk perkembangan teori adrenergik pada fobia ini. Pasien dengan fobia
ini dapat melepaskan lebih banyak norepinefrin atau epinefrin baik secara sentral
5
maupun perifer daripada orang non-fobik, atau pasien tersebut sensitif terhadap
Kerabat derajat pertama orang dengan fobia sosial sekitar 3 kali lebih
cenderung mengalami fobia sosial daripada kerabat derajat pertama orang tanpa
Gejala yang muncul ketika mengalami fobia sosial adalah rasa cemas dan
rasa malu yang intens, rasa waspada, serta rasa takut untuk dikritik. Rasa cemas
yang tampak berupa kumpulan gejala fisik seperti berkeringat, gemetar, wajah
merah, berdebar-debar, tampak canggung, hingga rasa mual dan diare ketika di
seperti lebih mudah untuk lupa, berbicara terbata-bata dan diam membeku atau
freezing. Biasanya, penderita fobia sosial juga takut berbicara dengan orang lain,
karena mereka khawatir akan mengatakan sesuatu yang bodoh atau tidak ada
2.5. Diagnosis
terdiagnosis jika kecemasan yang muncul terjadi secara persisten selama 6 bulan
6
atau lebih tanpa dipengaruhi oleh kondisi medis lain ataupun obat-obatan
(Cederlund, 2013).
Fobia sosial harus dibedakan dengan rasa takut yang sesuai serta rasa
malu yang normal. Diantara beberapa diagnosis banding fobia sosial adalah:
terdapat stimulus fobik dan ansietas atau panik terbatas pada situasi yang
2015).
8
2.7. Tatalaksana
fobia sosial.
2.7.1. Psikofarmaka
(2) benzodiazepin,
kecemasan sosial dengan MAOI yang tidak dapat diubah seperti fenelzin (Nardil)
al., 2015).
fobia. Dua senyawa yang paling banyak digunakan adalah atenolol (Tenormin) 50
.7.2. Psikoterapi
desensitisasi, latihan selama sesi terapi, dan serangkaian tugas rumah (Sadock et
al., 2015).
10
BAB 3
Terapi Eksposur Realitas Virtual
Terapi yang paling banyak diteliti untuk fobia sosial adalah terapi perilaku
terapi eksposur, peserta menghadapi rangsangan yang ditakuti dalam situasi yang
kognitif dan kombinasi keduanya tidak lebih efektif daripada salah satu yang
sebagian besar pasien, hal ini juga terkait dengan beberapa keterbatasan, seperti
kontrol terapeutik yang terbatas atas berbagai aspek eksposur dan jumlah keluar
yang relatif tinggi karena beberapa pasien tidak ingin untuk terpapar terhadap
Bentuk terapi eksposur yang relatif baru adalah Terapi Eksposur Realitas
Virtual atau Virtual Reality Exposure Therapy (VRET). Selama VRET, peserta
pada fobia spesifik, penelitian tentang kemanjuran VRET dalam pengobatan fobia
menyebabkan kualitas gambar lebih baik, dan biayanya jauh lebih murah daripada
menunjukkan bahwa banyak orang lebih suka menerima terapi eksposur realitas
menunjukkan bahwa 76% peserta memilih VRET daripada eksposur in vivo (Carl
et al., 2019).
membuat kontrol pada elemen eksposur lebih mudah dikelola karena pasien
al., 2014).
Sistem VRET saat ini yang digunakan untuk pasien fobia sosial terutama
berfokus pada reka ulang adegan sosial, seperti skenario berbicara di depan
umum, toko pakaian, transportasi umum, atau restoran. Pada awal pengobatan,
inti kecemasan pada situasi sosial yang menimbulkan kecemasan dibentuk. Inti
12
ini kemudian digunakan untuk mengatur situasi VR yang akan dihadapi pasien
yang menjanjikan pada VRET untuk fobia sosial, sistem VR yang digunakan
aktual dalam situasi VR, terapis memiliki kemampuan yang terbatas untuk
kemampuan ini mungkin terbukti berguna untuk pengobatan fobia sosial juga
efektivitas VRET untuk fobia sosial. Misalnya dengan memiliki karakter virtual
memberikan respon rasa takut setelah dinilai secara negatif oleh orang lain.
Umpan balik afektif juga memainkan peranan kunci dalam dialog antara manusia,
dan dapat menunjukkan misalnya tanggapan umpan balik sebagai pendengar yang
memengaruhi penilaian terhadap diri sendiri karena hal itu dimasukkan ke dalam
proses penilaian yang direfleksikan pada diri sendiri, yaitu cara mereka
al., 2014).
Terapis dan peserta melakukan kontak tatap muka sebelum dan sesudah
berbicara di depan umum adalah subtipe yang paling umum dari fobia sosial,
mayoritas individu dengan fobia sosial melaporkan lebih dari satu ketakutan
menargetkan ketakutan sosial yang heterogen. Selain itu, sejumlah besar situasi
sosial yang ditakuti yang dilaporkan oleh individu dengan fobia sosial (misalnya,
berbicara dengan orang asing atau berbicara dalam rapat) mengandung interaksi
verbal.
15
menemukan CBT plus VRET lebih efektif dibandingkan dengan daftar tunggu
dan lebih efektif daripada CBT plus paparan in vivo. Namun, ketiga studi
menyelidiki VRET dalam kombinasi dengan CBT. Oleh karena itu, tidak ada
yang berdiri sendiri dan kemungkinan tidak dapat dikesampingkan bahwa efek
yang ditemukan disebabkan oleh CBT daripada VRET (Kampmann et al., 2016).
16
Gambar 3. (a) dunia virtual netral , (b) kencan buta virtual, dan (c) wawancara
kerja virtual (Hartanto et al., 2014)
Dalam uji coba terkontrol secara acak, efektifitas VRET dan terapi
paparan in vivo (iVET) untuk orang dewasa dengan fobia sosial dan ketakutan
sosial yang heterogen. Perlakuan aktif ini dibandingkan dengan kelompok kontrol
daftar tunggu. Kedua pengobatan aktif diberikan dalam format individu dan
dalam kelompok kontrol, peserta dalam kondisi aktif akan melaporkan lebih
sedikit gejala kecemasan sosial dan akan tampil lebih baik pada tugas penilaian
untuk VRET dan iVET pada pasca penilaian dan tindak lanjut 3 bulan
a. VRET dapat diberikan pada individu yang belum siap untuk melakukan
virtual karena mereka mengetahui tidak terdapat bahaya yang nyata yang
c. Terapis memiliki kontrol yang lebih baik saat melakukan treatment pada
klien, karena menggunakan dunia virtual dimana situasi atau objek dapat
sehingga tidak perlu mencari atau menyediakan situasi atau objek yang
berbeda-beda.
Terapi ini dapat menjadi salah satu pilihan dalam penatalaksanaan pada klien
kecemasan dan ketakutan yang dialami pasien. Oleh karena itu diperlukan
pengembangan dari teknologi ini, sehingga segala kekurangan yang ada dapat
2016).
keseluruhan yang besar untuk intervensi berbasis VR pada pasca perawatan gejala
kecemasan sosial. Bukti yang diberikan dinilai sebagai kualitas rendah hingga
Carl et al. (2019) menemukan efek pasca-perawatan yang. Bukti dari 7 penelitian
memiliki kualitas rendah hingga sedang. Meskipun tidak secara khusus, penulis
uji coba terkontrol dengan baik dengan heterogenitas sedang dan tidak adanya
bias publikasi dinilai sebagai kualitas rendah hingga sedang (Dellazizzo et al.,
2020).
berdasarkan waktu. Namun, efeknya tidak berbeda dengan efek pada kontrol
aktif. Bukti dievaluasi sebagai kualitas rendah hingga sedang karena penulis tidak
memeriksa heterogenitas atau bias publikasi karena terbatasnya jumlah uji coba
hingga sedang: sebagian besar meta-analisis mencakup sejumlah uji coba dan
analisis moderator, dan tidak melaporkan heterogenitas atau bias publikasi. Efek
sedang hingga besar diamati pada intervensi berbasis VR untuk fobia sosial.
Namun demikian, tidak ada perbedaan yang signifikan antara intervensi berbasis
perbedaan signifikan yang diamati dengan kontrol aktif (Dellazizzo et al., 2020).
VRET dapat secara efektif diberikan sebagai pengobatan mandiri untuk SAD
dalam praktik klinis, penelitian lebih lanjut membantu membuat langkah ke arah
Penggabungan dialog yang lebih luas dan fleksibel, lebih banyak skenario
virtual, ekspresi wajah, dan elemen kognitif ke dalam VRET dapat lebih
VRET menjadi tambahan yang berharga untuk perawatan yang ada. Pertama,
untuk individu yang tidak ingin berpartisipasi dalam eksposur in vivo karena
KESIMPULAN
Fobia sosial atau gangguan ansietas sosial, memliki rasa takut yang
depan umum. Sejumlah studi melaporkan prevalensi seumur hidup yang berkisar
dari 3 hingga 13 persen. Gejala yang muncul adalah rasa cemas dan rasa malu
yang intens, rasa waspada, serta rasa takut untuk dikritik. Rasa cemas akibat
diagnosis dapat digunakan acuan kriteria diagnosis pada DSM-V, jika kecemasan
yang muncul terjadi secara persisten selama 6 bulan atau lebih tanpa dipengaruhi
oleh kondisi medis lain ataupun obat-obatan. Terapi yang paling banyak diteliti
Bentuk terapi eksposur yang relatif baru adalah Terapi Eksposur Realitas
Virtual atau Virtual Reality Exposure Therapy (VRET). Peserta dalam kondisi
aktif akan melaporkan lebih sedikit gejala kecemasan sosial dan akan tampil lebih
baik pada tugas penilaian perilaku pada pasca penilaian. Namun, tidak ada
VRET dapat secara efektif diberikan sebagai pengobatan mandiri untuk fobia
sosial dalam praktik klinis, penelitian lebih lanjut membantu membuat langkah ke
21
DAFTAR PUSTAKA
Andrews, G., Bell, C., Boyce, P., Gale, C., Lampe, L., Marwat, O., Rapee, R. and
Wilkins, G. (2018) ‘Royal Australian and New Zealand College of
Psychiatrists clinical practice guidelines for the treatment of panic disorder,
social anxiety disorder and generalised anxiety disorder’, Australian and
New Zealand Journal of Psychiatry, 52(12), pp. 1109–1172. doi:
10.1177/0004867418799453.
Boland, R., Verdiun, M. and Ruiz, P. (2021) Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry. 12th edn. Lippincott Williams & Wilkins.
Carl, E., Stein, A. T., Levihn-coon, A., Pogue, J. R., Rothbaum, B., Emmelkamp,
P., Asmundson, G. J. G., Carlbring, P. and Powers, M. B. (2019) ‘Virtual
reality exposure therapy for anxiety and related disorders : A meta- analysis
of randomized controlled trials’, Journal of Anxiety Disorders. Elsevier,
61(7), pp. 27–36. doi: 10.1016/j.janxdis.2018.08.003.
Dellazizzo, L., Potvin, S., Luigi, M. and Dumais, A. (2020) ‘Evidence on Virtual
Reality-Based Therapies for Psychiatric Disorders: Meta-Review of Meta-
Analyses’, Journal of Medical Internet Research. JMIR Publications, 22(8),
pp. e20889–e20889. doi: 10.2196/20889.
22
Sadock, B. J. and Sadock, V. A. (2015) Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri
Klinis. 2nd edn. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
23