Anda di halaman 1dari 14

REFERAT SKIZOAFEKTIF

Dokter Pembimbing :
dr. Lenny Irawati Yohosua, SpKJ

Disusun Oleh:
Welhelmina Bendelina Lobo
112019080

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI JAWA BARAT
PERIODE 26 APRIL – 29 MEI 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UKRIDA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang ditandai dengan
adanya gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala gangguan afektif. Pada
gangguan skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala gangguan mood
maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit yang sama, baik secara
simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila gejala skizofrenik dan manik
menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe
manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan dalam
berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan baik
itu manik maupun depresif.1
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai
prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis pasien
dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif
memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif maupun
gangguan bipolar, tetapi memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan
skizofrenia.1

1.2 Tujuan Umum


Mengetahui lebih detail mengenai gangguan skizoafektif

1.3 Tujuan Khusus


a. Menjelaskan definisi gangguan skizoafektif
b. Mendeskripsikan secara umum epidemiologi gangguan skizoafektif
c. Menjelaskan penyebab dan patofisiologi terjadinya gangguan afektif
d. Menjelaskan kriteria diagnostik dan gambaran klinis gangguan skizoafektif
e. Menjelaskan penatalaksanaan gangguan skizoafektif
f. Mengetahui prognosis pasien dengan gangguan skizoafektif
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Gangguan Skizoafektif
Gangguan Skizoafektif mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun gangguan
afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia yang jelas dan pada saat
bersamaan juga memiliki gejala gangguan afektif yang menonjol. Gangguan skizoafektif
terbagi dua yaitu, tipe manik dan tipe depresif.2
Dalam buku Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa yang ketiga
(PPDGJ-III) gangguan skizoafektif (F25) termasuk dalam kategori skizofrenia, gangguan
skizotipal dan gangguan waham (F20-F29).Gangguan skizoafektif terbagi lagi menjadi 3,
yaitu gangguan skizoafektif tipe manik (F25.0), gangguan skizoafektif tipe depresif
(F25.1) dan gangguan skizoafektif tipe campuran (F25.2). Pada tipe manik gejala
skizofrenik dan manik sama-sama menonjol dalam 1 episode penyakit yang sama, pada
tipe depresif episode serangan gejala skizofrenik maupun depresif terdapat bersama secara
menonjol pada episode penyakit yang sama, pada tipe campuran terdapat gejala
skizofrenik, manik dan depresif bersamaan pada episode penyakit yang sama.3-5

2.2 Epidemiologi
Statistik umum gangguan skizoafektif yaitu kira-kira 0,2% di Amerika Serikat dari
populasi umum dan sampai sebanyak 9% orang dirawat di rumah sakit karena gangguan
ini. Gangguan skizoafektif diperkirakan terjadi lebih sering daripada gangguan bipolar.
Prevalensi pada pria lebih rendah daripada wanita. Onset umur pada wanita lebih besar
daripada pria, pada usia tua gangguan skizoafektif tipe depresif lebih sering sedangkan
untuk usia muda lebih sering gangguan skizoafektif tipe bipolar. Laki-laki dengan
gangguan skizoafektif kemungkinan menunjukkan perilaku antisosial. Prevalensi seumur
hidup gangguan skizoafektif kurang dari 1 persen, mungkin berkisar 0.5 sampai 0.8
persen.1
Gangguan skizoafektif tipe depresif mungkin lebih sering terjadi pada orang tua
daripada usia muda dan tipe bipolar lebih sering pada usia dewasa muda dibandingkan
pada dewasa tua. Prevalensinya dilaporkan lebih rendah pada laki-laki daripada
perempuan, terutama perempuan menikah. Usia awitan untuk perempuan lebih lanjut
daripada laki-laki. laki -laki dengan gangguan skizoafektif mungkin memperlihatkan
perilaku antisosial dan mempunyai afek tumpul yang nyata atau tidak sesuai.1
2.3 Etiologi dan Patofisiologi
Penyebab gangguan skizoafektif belum diketahui tetapi diduga mirip dengan
skizofrenia. Sampai saat ini penanda genetik yang spesifik belum teridentifikasi. Infeksi
virus selama kehamilan, malnutrisi atau bahkan komplikasi saat melahirkan mungkin saja
memiliki peran. Meskipun banyak riset famili dan genetik mengenai gangguan skizoafektif
didasarkan pada alasan bahwa skizofrenia dan gangguan mood merupakan entitas yang
terpisah, beberapa data menunjukkan bahwa kedua gangguan tersebut terkait secara
genetik. Penelitian pada gen DISC1 (Disrupted In Schizophrenia 1) yang terletak pada
kromosom 1q42 menunjukkan kemungkinannya terlibat dalam gangguan skizoafektif,
skizofrenia dan gangguan bipolar. Keluarga pasien dengan gangguan skizoafektif tipe
depresif beresiko lebih tinggi mengalami skizofrenia daripada gangguan mood.1,5,6
Beberapa data menunjukkan bahwa gangguan skizofrenia dan gangguan afektif
mungkin berhubungan secara genetik. Ada peningkatan resiko terjadinya gangguan
skizofrenia diantara keluarga dengan gangguan skizoafektif. Resiko terjadinya gangguan
skizoafektif meningkat pada individu dengan orangtua skizofrenia, gangguan bipolar atau
gangguan skizoafektif.7
Patofisiologi pasti dari gangguan skizoafektif belum diketahui namun diduga
melibatkan adanya ketidakseimbangan neurotransmitter di otak. Abnormalitas
neurotransmitter seperti serotonin, norepinefrin dan dopamin dapat berperan dalam
patofisiologi gangguan skizoafektif. Pada pasien dengan gangguan skizoafektif juga dapat
ditemukan berkurangnya volume hipokampus, abnormalitas thalamus dan substansia alba.6

2.4 Tanda dan Gejala

Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala


gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit yang
sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila gejala
skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan disebut
gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala
depresif yang menonjol.1
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan
dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana
perasaan baik itu manik maupun depresif.1
Suatu gangguan psikotik dengan gejala-gejala skizofrenia dan manik yang sama-
sama menonjol dalam satu episode penyakit yang sama. Gejala-gejala afektif
diantaranya yaitu elasi dan ideide kebesaran, tetapi kadang-kadang kegelisahan atau
iritabilitas disertai oleh perilaku agresif serta ide-ide kejaran. Terdapat peningkatan
enersi, aktivitas yang berlebihan, konsentrasi yang terganggu, dan hilangnya hambatan
norma sosial. Waham kebesaran, waham kejaran mungkin ada. Gejala skizofrenia juga
harus ada, antara lain merasa pikirannya disiarkan atau diganggu, ada kekuatan-
kekuatan yang sedang berusaha mengendalikannya, mendengar suara-suara yang
beraneka beragam atau menyatakan ide-ide yang bizarre. Onset biasanya akut, perilaku
sangat terganggu, namun penyembuhan secara sempurna dalam beberapa minggu.7
Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa
(PPDGJ-III):8 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a) “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau “thought
insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya (withdrawal); dan “thought broadcasting”= isi
pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;
b) “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau “delusion of passivitiy” = waham
tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari
luar; (tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh /
anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus).
“delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat.
c) Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus
menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien
pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu
bagian tubuh.
d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan
di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain).
e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk
tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide
berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi
setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus
menerus.
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme.
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor.
h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya
yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut
tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan
penarikan diri secara sosial.

2.5 Diagnosis

Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala


definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif bersama-sama menonjol pada
saat yang bersamaan, atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, dalam episode
yang sama. Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif mengalami episode
skizoafektif berulang, baik yang tipe manik, depresif atau campuran keduanya.9
Konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik
skizofrenia maupun gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik
untuk gangguan skizoafektif mencerminkan perubahan yang telah terjadi di dalam
kriteria diagnostik untuk kedua kondisi lain.
Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1) adalah
bahwa pasien telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat atau
episode manik yang bersama-sama dengan ditemukannya kriteria diagnostik untuk
fase aktif dari skizofrenia. Disamping itu, pasien harus memiliki waham atau
halusinasi selama sekurangnya dua minggu tanpa adanya gejala gangguan mood
yang menonjol. Gejala gangguan mood juga harus ditemukan untuk sebagian
besar periode psikotik aktif dan residual. Pada intinya, kriteria dituliskan untuk
membantu klinisi menghindari mendiagnosis suatu gangguan mood dengan ciri
psikotik sebagai suatu gangguan skizoafek
Tabel 1. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif (DSM-V)

Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Skizoafektif


A. Selama periode penyakit yang tidak terputus terdapat episode gangguan mood
mayor (manik/depresif) bersamaan dengan kriteria A skizofrenia (waham,
halusinasi, perilaku aneh atau gejala negatif)
B. Selama periode penyakit ada waham/halusinasi paling sedikit 2 minggu tanpa
adanya simtom mood yang menonjol
C. Dari total durasi periode aktif dan residual penyakit, gejala yang memenuhi
kriteria episode mood mempunyai porsi durasi yang cukup lama
D. Gangguan bukan akibat pengaruh zat (penyalahgunaan zat atau medikasi) atau
kondisi medik umum

Sebutkan tipe:
Tipe bipolar: jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atau
suatu manik
suatu episode campuran dan episode depresif berat)
Tipe depresif: jika gangguan hanya termasuk episode depresif berat.
Tabel dari DSM-V, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Ed. 5.

DSM-V juga membantu klinisi untuk menentukan apakah pasien


menderita gangguan skizoafektif, tipe bipolar, atau gangguan skizoafektif, tipe
depresif. Seorang pasien diklasifikasikan menderita tipe bipolar jika episode yang
ada adalah dari tipe manik atau suatu episode campuran dan episode depresif
berat. Selain itu, pasien diklasifikasikan menderita tipe depresif.5
Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisah
karena cukup sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Kondisi-
kondisi lain dengan gejala-gejala afektif saling bertumpang tindih dengan atau
membentuk sebagian penyakit skizofrenik yang sudah ada, atau di mana gejala-
gejala itu berada bersama-sama atau secara bergantian dengan gangguan-
gangguan waham menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam kategori yang sesuai
dalam F20-F29. Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana perasaan
(mood) pada gangguan afektif tidak dengan sendirinya menyokong diagnosis gangguan
skizoafektif.

Tabel 2. Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJ- III

 Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala


definitif adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan
afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan (simultaneously),
atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode
penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode
penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik
atau depresif.
 Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia
dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki yang berbeda.
 Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah
mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi
Pasca-skizofrenia). Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif
berulang, baik berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau
campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua
episode manik atau depresif (F30-F33)

Gangguan skizoafektif yaitu gejala skizofrenia dan gangguan afektif sama- sama
menonjol atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, tetapi dalam satu episode
penyakit (tidak memenuhi kriteria diagnosis skizofrenia maupun gangguan afektif).
Pedoman diagnosis gangguan skizoafektif tipe manic berdasarkan PPDGJ-III yaitu:
1). Kategori ini digunakan baik untuk episode skizofrenia tipe manik yang
tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode
skizoafektif tipe manik.
2). Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang
tidak begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang
memuncak.
3). Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu atau lebih baik
lagi dua, gejala skizorenia yang khas.
Pemeriksaan status psikiatri pada pasien ditemukan didapatkan penampilan wajar,
roman muka tampak gembira, kontak verbal dan visual cukup, mood euforia, afek
inappropriate, bentuk pikir logis realis, arus pikir koheren, isi piker waham kebesaran dan
curiga ada , pada dorongan instingtual didapatkan ada riwayat insomnia dan raptus. Dari gejala
di atas, pasien memenuhi kriteria skizoprenia yaitu adanya waham kebesaran dan curiga, afek
yang inappropiate sehingga dapat digolongkan skizoprenia. Disamping itu, juga tampak
adanya gejala gangguan mood yaitu muka tampak gembira, mood euforia, berpakaian yang
aneh sehingga berdasarkan PPDGJ-III tampak adanya gejala skizofrenia bersamaan dengan
gangguan mood sehingga didiagnosis sebagai “Skizoafektif Tipe Manik” (F25.0).5

2.5 Diagnosis Banding


Membedakan gangguan skizoafektif dengan skizofrenia dan gangguan depresi dan
bipolar cukup sulit. Kriteria C dibuat untuk membedakan gangguan skizoafektif dengan
skizofrenia, dan kriteria B dibuat untuk membedakan gangguan skizoafektif dengan gangguan
depresif/bipolar dengan gejala psikotik. Pada gangguan depresif/bipolar dengan gejala psikotik,
gejala psikotiknya terjadi selama episode mood (manik/depresif).5
Diagnosis banding psikiatri biasanya mencakup semua gangguan mood dan skizofrenia
seperti gangguan bipolar, gangguan psikotik akut serta gangguan mental dan perilaku akibat zat
psikoaktif. Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik, pemeriksaan medis lengkap harus
dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik gejala. Riwayat penyalahgunaan obat
mengindikasikan gangguan terinduksi zat. Keadaan medis sebelumnya, pengobatan atau
keduanya dapat menyebabkan gangguan psikotik dan mood. Setiap kecurigaan terhadap kelainan
neurologis perlu didukung dengan pemeriksaan CT-Scan otak dan EEG misalnya pada epilepsi
lobus temporalis. Pasien epileptik dengan psikosis diyakini mempunyai tingkat fungsi yang lebih
baik daripada pasien dengan gangguan spektrum skizofrenik.1

2.6 Tatalaksana
2.6.1 Psikofarmaka
Mood stabilizer (lithium) adalah cara utama pengobatan gangguan bipolar dan
diharapkan dapat bermanfaat pada pengobatan pasien dengan gangguan skizoafektif. Pengobatan
dengan antidepresan (fluoxetine, sertraline) menyerupai pengobatan depresi bipolar. Agen
antipsikotik (olanzapin, risperidone, quetiapine, aripiprazol) bermanfaat pada pengobatan gejala
psikotik pada gangguan skizoafektif.2,7 Pada tipe depresif dapat diberikan kombinasi mood
stabilizer, antidepresan dan antipsikotik. Mood stabilizer yang dapat diberikan yaitu lithium
karbonat 1 x 400 mg atau karbamazepin 2-3 x 200 mg/hari, antidepresan lini pertama yang dapat
diberikan yaitu fluoksetin 1 x 10-20 mg/hari atau sertraline 1 x 50 mg/hari, antipsikotik yang
dapat diberikan yaitu olanzapine 1 x 10-20 mg/hari atau risperidone 2 x 1-3 mg/hari atau
aripiprazole 1 x 10-30 mg/hari. Untuk tipe manik dapat diberikan kombinasi mood stabilizer dan
antipsikotik.3,8 Pemantauan laboratorium terhadap konsentrasi obat dalam plasma dan penapisan
periodik tiroid, ginjal dan hematologi harus dilakukan. Pemakaian terapi elektrokonvulsif (ECT)
sebaiknya dipertimbangkan.4

2.6.2 Psikoterapi
Pasien dapat terbantu dengan kombinasi terapi keluarga, latihan keterampilan sosial dan
rehabilitasi kognitif. Dapat juga diberikan psikoterapi individual karena biasanya mereka sering
tidak nyaman/kurang mampu bertoleransi dalam terapi kelompok terutama dengan pasien yang
beragam diagnosisnya. Psikoterapi individual yang dapat diberikan berupa psikoterapi suportif
atau terapi perilaku. Psikoterapi suportifnya sebaiknya berfokus pada aktivitas sehari-hari, dapat
juga dibahas tentang hubungan pasien dengan orang-orang terdekatnya. Keterampilan sosial dan
okupasional juga banyak membantu agar pasien dapat beradaptasi kembali dalam kehidupan
sehari-harinya.1,4
Edukasi keluarga penting dilakukan agar keluarga siap menghadapi deteriorasi yang
mungkin dapat terjadi. Diskusi bisa mengenai masalah sehari-hari, hubungan dalam keluarga,
dan hal khusus lainnya (rencana pendidikan/pekerjaan pasien).4

2.6 Prognosis
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis di
pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis pasien dengan gangguan
mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang
jauh lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif, memiliki prognosis yang lebih
buruk daripada pasien dengan gangguan bipolar, dan memiliki prognosis yang lebih baik
daripada pasien dengan skizofrenia. Generalitas tersebut telah didukung oleh beberapa penelitian
yang mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun setelah episode yang ditunjuk dan yang
menilai fungsi sosial dan pekerjaan, dan juga perjalanan gangguan itu sendiri.1
Diduga bahwa peningkatan adanya gejala skizofrenik memiliki prognosis yang lebih buruk.
Setelah 1 tahun, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai hasil berbeda yang bergantung
apakah gejala dominannya afektif (prognosis lebih baik) atau skizofrenik (prognosis lebih
buruk).1,6
Pasien yang menderita episode skizoafektif berulang terutama yang gejalanya lebih ke tipe
manik daripada depresif biasanya sembuh sepenuhnya (umumnya terjadi dalam beberapa
minggu) dan hanya kadang-kadang saja berkembang menjadi suatu keadaan defek. Episode
skizoafektif tipe depresif cenderung berlangsung lebih lama dan prognosisnya kurang baik.
Walaupun sebagian besar pasien sembuh secara sempurna, ada sebagian lain yang akhirnya
menjadi defek skizofrenik.3

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Gangguan skizoafektif merupakan suatu gangguan jiwa yang gejala skizofrenia dan
gejala afektif terjadi bersamaan dan sama-sama menonjol. Prevalensi gangguan telah
dilaporkan lebih rendah pada laki-laki dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang
menikah; usia onset untuk wanita adalah lebih lanjut daripada usia, untuk laki-laki seperti juga
pada skizofrenia. Teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif mencakup kausa genetik dan
lingkungan. Tanda dan gejala klinis gangguan skizoafektif adalah termasuk semua tanda dan
gejala skizofrenia, episode manik, dan gangguan depresif. Diagnosis gangguan skizoafektif
hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif bersama-
sama menonjol pada saat yang bersamaan, atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, dalam
episode yang sama. Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif mengalami episode
skizoafektif berulang, baik yang tipe manik, depresif atau campuran keduanya. Untuk orang
gangguan skizoafektif dengan tipe manik, menggabungkan obat antipsikotik dengan mood
stabilizer cenderung bekerja dengan baik. Karena pengobatan yang konsisten penting untuk
hasil terbaik, psiko-edukasi pada penderita dan keluarga, serta menggunakan obat long acting
bisa menjadi bagian penting dari pengobatan pada gangguan skizoafektif. Semakin menonjol
dan persisten gejala skizofrenianya maka pronosisnya buruk, dan sebaliknya semakin persisten
gejala-gejala gangguan afektifnya, prognosis diperkirakan akan lebih baik.

Daftar Pustaka
1. Kaplan, I. H. and Sadock, J. B. Sinopsis Psikiatri Ilmu Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi
Ketujuh. Binarupa Aksara Publisher: Jakarta.
2. Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman penggolongan dan diagnosis
gangguan jiwa di Indonesia III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 1993.
4. Amir N. Skizoafektif. In: Buku ajar psikiatri. 3rd ed. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2017
5. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders.
5th ed. American Psychiatric Publishing; 2013
6. Brannon GE. Schizoaffective disorder [Internet]. 2016 [cited 2021 2 Mei]. Available
from: https://emedicine.medscape.com/article/294763-overview
7. Jibson MD. 2011. Schizophrenia: Clinical presentation, epidemiology,
andpathophysiology. http://www.uptodate.com. Diakses: 2 Mei 2021
8. Rusdi Maslim. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
9. Ken Duckworth, M.D., and Jacob L. Freedman, M.D. 2012. Schizoaffective disorder.
diakses: 2 Mei 2021

Anda mungkin juga menyukai