Pembimbing:
Disusun Oleh:
112019080
1
BAB I
LAPORAN KASUS
Pasien 1
IDENTITAS PASIEN
Agama : Islam
No. RM : 01406158
Ruang : Alamanda
I.
ANAMNESIS (Autoanamnesis & Alloanamnesis 18/1/2022 Pk. 8.00)
Tanggal masuk RS: 10 Januari 2022
Dilakukan alloanamnesis dengan orangtua pasien pada tanggal 18 Januari 2022 pukul 8.00
di Alamanda, dan dari catatan medis pasien.
2
Saat berusia dua hari setelah kelahiran (22 Mei 2019) pasien kembung, tidak BAB
sejak lahir, flatus juga tidak ada. Kemudian pasien dibawa ke bidan di dekat rumah, lalu
pasien di rujuk ke RS Polri. Saat pasien dijalan menuju ke RS Polri, pasien BAB nyembur
dalam jumlah yang banyak, berwarna hitam. Flatus (+). Pasien kemudian dirawat di RS
Polri selama 5 hari dan direncanakan untuk operasi karena ada penyempitan pasa usus.
Namun keluarga pasien belum menyetujui untuk dilakukan operasi. Setelah dirawat 5 hari,
pasien pulang ke rumah. 2 hari pasien di rumah, tidak ada BAB spontan dan perut mulai
kembung kembali. Pasien kemudian ke poli centra medika Depok lalu di periksa barium
enema, dilakukan irigasi lalu pulang ke rumah.
Saat berusia 2 bulan, pasien ke RSUD Tarakan dengan keluhan muntah (+), perut
kembung, pasien tidak mau makan, BAB (-). Dilakukan biopsi (+), lalu pasien pulang dan
melakukan irigasi di rumah. Saat usia 3 bulan pasien dilakukan operasi pemasangan stoma.
Dan pada bulan November 2020 dilakukan pelepasan stoma.
Pada bulan Januari 2021 pasien pernah mengalami hal serupa dengan keluhan saat
ini dan didiagnosis sebagai HAEC. Keluhan sekarang merupakan yang ke 3 yang pernah
dialami pasien. Yang kedua dialami pada bulan Oktober 2021.
Pemeliharaan prenatal (ANC) di bidan dan dokter kandungan rutin di lakukan . Selama
hamil ibu penderita tidak sakit. Riwayat trauma dalam kehamilan disangkal, infeksi selama
kehamilan disangkal, riwayat tekanan darah tinggi selama kehamilan disangkal, riwayat
kejang selama kehamilan disangkal, riwayat diabetes melitus saat hamil disangkal, riwayat
3
demam dengan ruam saat hamil disangkal, riwayat demam tinggi disangkal. Saat hamil ibu
sering minum jamu-jamuan di sangkal dan ibu os rutin minum vitamin dari bidan maupun
dokter kandungan Riwayat trauma saat hamil disangkal.
Riwayat kelahiran
Bayi laki-laki lahir dari ibu G2P1A0, usia saat melahirkan 32 tahun, SC. riwayat
ketuban pecah dini disangkal. BBL 2700 gram, PBL 49 cm. Anak lahir langsung
menangis kuat. Kuning (-).
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Tanggal 18 Januari 2022 pukul 8.00 WIB (di Alamanda)
Kesadaran Composmentis
Pulmonologi
Depan Belakang
Perk Kiri Sonor Sonor
usi Kanan Sonor Sonor
Aus Kiri Vesikuler, ronkhi (-), Vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
kult wheezing (-)
asi Kanan Vesikuler, ronkhi (-), Vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
wheezing (-)
Abdomen
5
Inspeksi : Tampak sawo matang, bekas operasi (+), distensi (+), darm
contour (+).
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas
Superior Inferior
Capp Refill < 2 / <2 < 2 / <2
Akral dingin -/- -/-
Sianosis - /- -/-
Edema - -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Laboratorium
o Foto Thorax
RESUME
Seorang anak laki-laki berusia 2 tahun datang ke RSUD Tarakan dengan keluhan
muntah muntah sebanyak 2x. Demam (+) sejak 4 hari SMRS. Tiap kali masuk makanan
pasien muntah sejak 2 hari SMRS. BAB cair jika diirigasi sejak hari kamis (6/1/22). Pasien
tampak lemas. Darm counter (+). Riwayat penyakit dahulu didapatkan saat pasien berusia
dua hari setelah kelahiran (22 Mei 2019) pasien kembung, tidak BAB sejak lahir, flatus
juga tidak ada. Kemudian pasien dibawa ke bidan di dekat rumah, lalu pasien di rujuk ke
RS Polri. Saat pasien dijalan menuju ke RS Polri, pasien BAB nyembur dalam jumlah yang
banyak, berwarna hitam. Flatus (+). Pasien kemudian dirawat di RS Polri selama 5 hari dan
direncanakan untuk operasi karena ada penyempitan pasa usus. Namun keluarga pasien
belum menyetujui untuk dilakukan operasi. Setelah dirawat 5 hari, pasien pulang ke rumah.
2 hari pasien di rumah, tidak ada BAB spontan dan perut mulai kembung kembali. Pasien
kemudian ke poli centra medika Depok lalu di periksa barium enema, dilakukan irigasi lalu
pulang ke rumah. Saat berusia 2 bulan, pasien ke RSUD Tarakan dengan keluhan muntah
(+), perut kembung, pasien tidak mau makan, BAB (-). Dilakukan biopsi (+), lalu pasien
7
pulang dan melakukan irigasi di rumah. Saat usia 3 bulan pasien dilakukan operasi
pemasangan stoma. Dan pada bulan November 2020 dilakukan pelepasan stoma. Pada
bulan Januari 2021 pasien pernah mengalami hal serupa dengan keluhan saat ini dan
didiagnosis sebagai HAEC. Keluhan sekarang merupakan yang ke 3 yang pernah dialami
pasien. Yang kedua dialami pada bulan Oktober 2021.
Dikeluarga pasien juga tidak ada yang memiliki riwayat sakit seperti ini. Riwayat
ANC pasien rutin dilakukan di bidan dan dokter kandungan. Riwayat kelahiran bayi laki-
laki lahir dari ibu G2P1A0, usia saat melahirkan 32 tahun, SC atas indikasi BSC 1X.
Riwayat ketuban pecah dini disangkal. BBL 2700 gram, PBL 49. Anak lahir langsung
menangis kuat. Kuning (-). Anak dibawa ke Puskesmas untuk mendapatkan imunisasi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan distensi pada abdomen, darm contour (+). Kesadaran
pasien kompos mentis. TTV dalam batas normal. Dari hasil foto rontgen thorax tidak
tampak kelainan.
DIAGNOSIS
TATALAKSANA
PROGNOSIS
Agama : Islam
No. RM : 01457877
Ruang : Alamanda
Dilakukan alloanamnesis dengan orangtua pasien pada tanggal 18 Januari 2022 pukul 8.30
di Alamanda, dan dari catatan medis pasien.
Pasien datang ke RSUD Tarakan dengan keluhan tidak BAB sejak 3 hari SMRS.
Flatus (-). Demam (+) T: 38.5. Perut kembung dan kencang. Mual (+), muntah 1x. Pasien
lemas. Batuk (-), pilek (+). BAK (+).
Pasien lahir di RS Pasar Minggu (17 Desember 2020), 1 minggu setelah lahir pasien
mengalamai perut kembung dan tidak ada BAB. Kemudian di rujuk ke RSUD Tarakan dan
9
dirawat selama 3 hari. Dilakukan irigasi lalu diperbolehkan pulang. Setelah 5 hari di rumah,
pasiem mengalami perut kembung kembali, lalu pasien berobat ke RS Mayapada yang
kemudian di rujuk ke RSUD Tarakan. Pada tanggal 7 Januari 2021 dilakukan operasi
pemasangan stoma, setelah itu pasien pulang. Kembung (-), mual (-), minum normal. Pada
tanggal 17 September 2021 dilakukan operasi penutupan stoma.
Pada bulan Oktober 2021 pasien pernah mengalami hal serupa dengan keluhan saat
ini, pasien kemudian dirawat dan didiagnosis sebagai HAEC. Keluhan sekarang merupakan
yang ke 3 yang pernah dialami pasien. Yang kedua dialami pada bulan November 2021.
Pemeliharaan prenatal (ANC) di bidan rutin di lakukan . Selama hamil ibu penderita tidak
sakit. Riwayat trauma dalam kehamilan disangkal, infeksi selama kehamilan disangkal,
riwayat tekanan darah tinggi selama kehamilan disangkal, riwayat kejang selama kehamilan
disangkal, riwayat diabetes melitus saat hamil disangkal, riwayat demam dengan ruam saat
hamil disangkal, riwayat demam tinggi disangkal. Saat hamil ibu os rutin minum vitamin
dari bidan. Riwayat trauma saat hamil disangkal.
Riwayat kelahiran
10
Bayi laki-laki lahir dari ibu G1P0A0, usia saat melahirkan 28 tahun, SC. riwayat
ketuban pecah dini disangkal. BBL 2900 gram, PBL 48 cm. Anak lahir langsung
menangis kuat. Kuning (-).
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Tanggal 18 Januari 2022 pukul 8.30 WIB (di Alamanda)
Kesadaran Composmentis
11
Inspeksi Iktus kordis tidak tampak
Palpasi Iktus kordis teraba di SIC V linea midclavicula sinistra, kuat
angkat.
Perkusi Batas jantung kanan atas SIC II linea parasternalis dextra.
Batas jantung kanan bawah SIC IV linea parasternalis dextra.
Batas jantung kiri atas SIC II linea parasternalis sinistra.
Batas jantung kiri bawah SIC IV linea media clavicularis
sinistra.
Auskultasi Bunyi jantung I-II murni, intensitas normalreguler
Pulmonologi
Depan Belakang
Perk Kiri Sonor Sonor
usi Kanan Sonor Sonor
Aus Kiri Vesikuler, ronkhi (-), Vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
kult wheezing (-)
asi Kanan Vesikuler, ronkhi (-), Vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak sawo matang, bekas operasi (+), distensi (+), darm
contour (+).
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas
Superior Inferior
Capp Refill < 2 / <2 < 2 / <2
Akral dingin -/- -/-
Sianosis - /- -/-
12
Edema - -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Laboratorium
Tanggal: 09/1/22
o Foto Ro Torakoabdominal
13
RESUME
Seorang pasien anak laki-laki berusia 1 tahun datang ke RSUD Tarakan dengan
keluhan tidak BAB sejak 3 hari SMRS. Flatus (-). Demam (+) T: 38.5. Perut kembung dan
kencang. Mual (+), muntah 1x. Pasien lemas. Batuk (-), pilek (+). BAK (+). Berdasarkan
riwayat penyakit dahulu pasien lahir di RS Pasar Minggu (17 Desember 2020), 1 minggu
setelah lahir pasien mengalamai perut kembung dan tidak ada BAB. Kemudian di rujuk ke
RSUD Tarakan dan dirawat selama 3 hari. Dilakukan irigasi lalu diperbolehkan pulang.
Setelah 5 hari di rumah, pasiem mengalami perut kembung kembali, lalu pasien berobat ke
RS Mayapada yang kemudian di rujuk ke RSUD Tarakan. Pada tanggal 7 Januari 2021
dilakukan operasi pemasangan stoma, setelah itu pasien pulang. Kembung (-), mual (-),
minum normal. Pada tanggal 17 September 2021 dilakukan operasi penutupan stoma. Pada
bulan Oktober 2021 pasien pernah mengalami hal serupa dengan keluhan saat ini, pasien
kemudian dirawat dan didiagnosis sebagai HAEC. Keluhan sekarang merupakan yang ke 3
yang pernah dialami pasien. Yang kedua dialami pada bulan November 2021.
Dikeluarga pasien juga tidak ada yang memiliki riwayat sakit seperti ini. Riwayat
ANC pasien rutin dilakukan di bidan. Riwayat kelahiran bayi laki-laki lahir dari ibu
G1P0A0, usia saat melahirkan 28 tahun, SC. Riwayat ketuban pecah dini disangkal. BBL
2900 gram, PBL 48. Anak lahir langsung menangis kuat. Kuning (-). Anak dibawa ke
14
Puskesmas untuk mendapatkan imunisasi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan distensi pada
abdomen, darm contour (+). Kesadaran pasien kompos mentis. TTV dalam batas normal.
Dari hasil foto rontgen torakoabdominal didapati dilatasi sebagian usus-usus, dd/ obstruksi
setinggi level usus besar.
DIAGNOSIS
TATALAKSANA
PROGNOSIS
PASIEN 3
IDENTITAS PASIEN
Umur : 3 tahun
15
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
No. RM : 01477196
Ruang : Alamanda
Dilakukan alloanamnesis dengan orangtua pasien pada tanggal 18 Januari 2022 pukul 9.00
di Alamanda, dan dari catatan medis pasien.
Pasien datang ke RSUD Tarakan dengan keluhan perut kembung sejak 3 hari
SMRS. Keluhan disertai mual (+), muntah tidak ada. Bab minimal sejak kurang lebih 3 hari
SMRS, Bak (+). Demam (+) sejak 2 hari sebelum ke rumah sakit. Saat sampai di rumah
sakit pasien sudah tidak demam.
Pasien lahir di RS Bandung (13 Januari 2022), setelah lahir pasien tidak BAB
hingga mengalami keluhan perut kembung. Di usia 4 bulan pasien dilakukan biopsi (+), dan
dianjurkan untuk terapi pembedahan. Namun orang tua pasien menolak, kemudian pasien
pulang dan di rumah rutin dilakukan irigasi hingga pasien berusia 2 tahun. Saat itu orang
tua pasien pindah ke Jakarta. Pada bulan Agustus 2021 pasien di bawa ke RSUD Tarakan
untuk dilakukan operasi pemasangan stoma. Pada tanggal 8 November 2021 dilakukan
operasi penutupan stoma. BAB spontan, diare (-), mual (-), kembung (-). Pasien pulang.
16
-Tidak ada yang memiliki riwayat sakit seperti ini
Pemeliharaan prenatal (ANC) di dokter kandungan rutin di lakukan . Selama hamil ibu
penderita tidak sakit. Riwayat trauma dalam kehamilan disangkal, infeksi selama kehamilan
disangkal, riwayat tekanan darah tinggi selama kehamilan disangkal, riwayat kejang selama
kehamilan disangkal, riwayat diabetes melitus saat hamil disangkal, riwayat demam dengan
ruam saat hamil disangkal, riwayat demam tinggi disangkal. Saat hamil ibu os rutin minum
vitamin dari dokter. Riwayat trauma saat hamil disangkal.
Riwayat kelahiran
Bayi laki-laki lahir dari ibu G1P0A0, usia saat melahirkan 27 tahun, spontan. riwayat
ketuban pecah dini disangkal. BBL 3000 gram. Anak lahir langsung menangis kuat.
Kuning (-). Meconium (-).
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Tanggal 18 Januari 2022 pukul 9.00 WIB (di Alamanda)
17
Keadaan Umum Sadar, aktif, napas spontan.
Kesadaran Composmentis
Pulmonologi
18
Depan Belakang
Perk Kiri Sonor Sonor
usi Kanan Sonor Sonor
Aus Kiri Vesikuler, ronkhi (-), Vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
kult wheezing (-)
asi Kanan Vesikuler, ronkhi (-), Vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak sawo matang, bekas operasi (+), distensi (+), darm
contour (+).
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas
Superior Inferior
Capp Refill < 2 / <2 < 2 / <2
Akral dingin -/- -/-
Sianosis - /- -/-
Edema - -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Laboratorium
Tanggal: 09/1/22
o Foto Ro Thorax
RESUME
Seorang pasien anak laki-laki berusia 3 tahun datang ke RSUD Tarakan (7/1/22)
dengan keluhan perut kembung sejak 3 hari SMRS. Keluhan disertai mual (+), muntah
tidak ada. Bab minimal sejak kurang lebih 3 hari SMRS, Bak (+). Demam (+) sejak 2 hari
sebelum ke rumah sakit. Saat sampai di rumah sakit pasien sudah tidak demam.
Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, pasien lahir di RS Bandung (13 Januari 2022),
setelah lahir pasien tidak BAB hingga mengalami keluhan perut kembung. Di usia 4 bulan
20
pasien dilakukan biopsi (+), dan dianjurkan untuk terapi pembedahan. Namun orang tua
pasien menolak, kemudian pasien pulang dan di rumah rutin dilakukan irigasi hingga
pasien berusia 2 tahun. Saat itu orang tua pasien pindah ke Jakarta. Pada bulan Agustus
2021 pasien di bawa ke RSUD Tarakan untuk dilakukan operasi pemasangan stoma. Pada
tanggal 8 November 2021 dilakukan operasi penutupan stoma. BAB spontan, diare (-),
mual (-), kembung (-). Pasien pulang.
Dikeluarga pasien juga tidak ada yang memiliki riwayat sakit seperti ini. Riwayat
ANC pasien rutin dilakukan di dokter kandungan. Riwayat kelahiran bayi laki-laki lahir
dari ibu G1P0A0, usia saat melahirkan 27 tahun, spontan. Riwayat ketuban pecah dini
disangkal. BBL 3000 gram. Anak lahir langsung menangis kuat. Kuning (-) Meconium (-).
Anak dibawa ke Puskesmas untuk mendapatkan imunisasi. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan distensi pada abdomen, darm contour (+). Kesadaran pasien kompos mentis.
TTV dalam batas normal. Dari hasil foto rontgen thorax tidak tampak kelainan.
DIAGNOSIS
TATALAKSANA
PROGNOSIS
21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
23
Insidensi enterocolitis sebelum diagnosis Hirschsprung’s disease ditegakkan
berkisar antara 15 sampai 50%, dengan angka kematian mencapai 20 sampai 50%. Setelah
dilakukannya pembedahan rekonstruksi insidensi enterocolitis berkisar antara 2 sampai
33%, dengan angka kematian antara 0 sampai 30%7.
Enterocolitis didefinisikan sebagai kondisi klinis dengan diare, muntah, distensi
abdominal, pireksia, nyeri kolik abdomen, letargi, dan keluarnya feses dengan darah1.
PATOFISIOLOGI
Terlepas dari beragam investigasi dan penelitian, pemahaman yang penuh mengenai
etiologi HAEC masih belum ada. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa penyumbatan usus
yang disebabkan oleh Hirschsprung’s disease dan perubahan lainnya yang terjadi akibat
penyakit ini membuat bakteri tumbuh lebih cepat sehingga menyebabkan proses infeksi dan
peradangan1,8,9.
24
Gambar 3. Kelainan usus pada HAEC8
Beragam teori telah dikemukakan untuk menjelaskan terjadinya penyakit ini
termasuk dilatasi fisik usus proksimal, variasi komponen dan produksi musin, rotavirus,
Clostridium difficile, peningkatan aktivitas prostaglandin E1, defek imunitas mucosal,
reaksi tipe Schwartzman, gangguan motilitas yang berhubungan dengan defisiensi sucrose-
isomatase dan sensitisasi protein. Penelitian lain memperdebatkan bahwa penelitian
histologis dan imunologis telah mengindikasikan bahwa beberapa pasien lebih rentan untuk
mengalami HAEC berulang dikarenakan oleh peradangan persisten di dalam usus, atau
defisiensi imun baik lokal ataupun sistemik dengan fungsi sel darah putih yang sudah tidak
efektif1.
Beberapa teori patogenesis terjadinya HAEC adalah sebagai berikut:
Bill dan Chapman (1962) mengemukakan bahwa dilatasi mekanik usus proksimal
menghasilkan tumpukan dan stasis feses, dilatasi ini lebih lanjut akan menyebabkan
iskemia mukosal dan invasi bakterial yang dapat ditangani dengan cara colostomy.
Namun teori ini gagal menjelaskan mengenai enterocolitis yang terjadi pada kolon
distal dengan penurunan fungsi stoma proksimal dan terjadinya enterocolitis pada
pasien pascaoperasi atau enterocolitis dengan bukti histologis pada usus
aganglionik. Dalam teori ini penting untuk mengingat bahwa semakin panjang
segmen usus aganglionik, maka semakin besar risiko untuk terjadinya HAEC1.
Di tahun 1973 Ament dan Bill mempresentasikan kasus anak laki-laki berusia 6
tahun dengan enterocolitis kronis setelah pembedahan untuk Hirschsprung’s
disease. Penyelidikan klinis menunjukkan adanya defisiensi sucrose-isomaltase dan
25
pasien mengalami pembaikan dengan diberikannya diet rendah sukrosa. Hal ini
menimbulkan postulasi bahwa HAEC non-obstruksi disebabkan oleh kesalahan
metabolism congenital. Penting untung diingat bahwa ras-ras tertentu, seperti
Eskimo pada kasus ini, memang memiliki intoleransi sukrosa1.
Berry dan Fraser pada tahun 1968 memikirkan bahwa HAEC dimulai dengan reaksi
sensitisasi yang serupa dengan Shwartzman reaction yang disebabkan oleh invasi
organism intraluminal terhadap submukosa1.
Pada salah satu laporan kasus mengenai Hirschsprung’s enterocolitis dengan diare
tidak responsif fulminan oleh Llyod-Still dan Demers menunjukkan nilai PgE1 yang
tinggi. Sebagai respons terhadap kolestiramin, terdapat penurunan 12 kali lipat
prostaglandin E (Pg E) pada cairan colostomy. Hal ini mempostulasikan bahwa
peningkatan aktivitas PgE, enterotoksin, dan malabsorpsi asam empedu dapat
terlibat pada HAEC1.
Pada 1988 Wilson-Storey mempostulasikan bahwa fungsi sel darah putih yang tidak
efektif dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya HAEC. Penelitian ini
menemukan adanya neutropenia relatif pada HAEC yang signifikan secara statistik
jika dibandingkan dengan HD maupun kontrol1.
Blood group-associated antigen Leb normalnya terdapat pada kolon fetus dan tidak
ada pada usus normal yang memiliki ganglion. Fujimoto mendemonstrasikan bahwa
ekspresi yang kuat Leb ditemukan sepanjang kripta usus yang tidak memiliki
ganglion. Hal ini dapat mengindikasikan proliferasi dari sel kripta imatur atau
mukosa kolon tidak mengalami maturasi dan mukosa tetap berada pada tahapan
fetus. Hal ini mempostulasikan adanya abnormalitas epitelium yang mendasar pada
HAEC yang dapat lebih bersifat kausatif dibandingkan efek dari penyakit1.
Teori lain berfokus pada peran peningkatan dan perubahan mukus intestinal. Secara
klinis, sejumlah besar mukus diproduksi pada kondisi HAEC. Hal ini berujung pada
spekulasi bahwa mucus adalah faktor patogenik pada HAEC. Akkary pada tahun
1981 melakukan penelitian yang menghasilkan penemuan kenaikan yang bermakna
pada mukus yang mengandung sulfat dan sebagian besar sel goblet mengandung
mukus yang lebih sedikit terutama pada kasus dengan diare yang berat. Dari hal ini
dipostulasikan bahwa peningkatan stimulasi bakteri menghasilkan baik penurunan
26
pembaruan sel mukosa dan peningkatan sulfatisasi mukus menyebabkan
abnormalitas rasio mukus. Perubahan rasio ini menghasilkan peningkatan
perlekatan organism enteropatogen ke enterosit. Perubahan mukus ini juga dapat
merubah kerentanan degradasi bakterial. Secara keseluruhan hal ini tidak
membuktikan bahwa perubahan mukus dikarenakan oleh kondisi aganglionik yang
mendasari atau merupakan hasil dari enterocolitis. Namun data-data ini mendukung
konsep bahwa variasi mukus adalah ekspresi dari sawar mukosa yang mengalami
perubahan dan proses aganglionik itu sendiri1.
IgA menyediakan sawar imunologi utama pada traktus gastrointestinal. Albanese et
al menunjukkan bahwa IgA ini mengikat bakteri dan mencegah translokasi bakteri.
Turnock et al dalam penelitiannya menemukan bahwa fungsi dan formasi IgA pada
pasien HAEC adalah normal di dalam sel, namun terdapat defisiensi dalam transfer
immunoglobulin menuju lumen untuk membantu mukus sebagai garis depan
respons imunologi1.
Suzuki et al melakukan penelitian dengan mencit sebagai model untuk
Hirschsprung’s disease segmen panjang dan menemukan bahwa terdapat
peningkatan pada jumlah makrofag di tunika muskularis. Hal ini mengindikasikan
bahwa makrofag memiliki peranan penting pada peradangan tunika muskularis pada
mencit. Peradangan ini akan menghasilkan gangguan pada ritmisitas pergerakan
usus. Hal ini selanjutnya dapat menyebabkan stasis dan pertumbuhan bakteri1.
Banyaknya teori yang dikemukakan menunjukkan bahwa etiologi dari penyakit ini
bersifat multifaktorial. Beberapa dari teori-teori ini memiliki bukti ilmiah yang lebih
dibandingkan yang lainnya namun teori-teori ini lebih sering dijadikan satu tanpa
klarifikasi lebih lanjut1.
Faktor risiko terjadinya penyakit ini di antaranya:
Hirschsprung’s disease yang tidak terdiagnosis dengan baik – kondisi ini biasanya
terdiagnosis pada saat balita, namun pada beberapa kasus dapat baru terdiagnosis
pada usia yang lebih tua.
Pull-through surgery, merupakan pembedahan untuk menangani Hirschprung’s
disease. Area kolon yang bermasalah dibuang, dan kemudian kolon yang sehat
disambungkan dengan rektum.
27
Down syndrome, HAEC terjadi pada 50% kasus Down syndrome yang memiliki
Hirschsprung’s disease.
Bagian panjang kolon yang terkena Hirschsprung’s disease. Risiko HAEC menjadi
lebih besar bila dengan semakin panjangnya segmen usus yang terkena
Hirschsprung’s disease8,10.
EVALUASI KLINIS
Adanya tanda dan gejala serta riwayat medis yang mengarah pada terjadinya HAEC
cukup sebagai dasar untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Namun terkadang tanda
dan gejala ini juga bisa terlihat tidak spesifik sehingga salah diartikan sebagai
gastroenteritis. Hal ini akan berujung dengan kesalahan diagnosis dan penundaan
penanganan yang sebenarnya10.
TATA LAKSANA
29
Untuk kasus yang ringan, biasanya hanya diperlukan antibiotik spektrum luas oral
seperti metronidazol dan irigasi rektal. Untuk kasus yang serius, selain irigasi rektal akan
diberikan antibiotik intravena, keseimbangan elektrolit juga perlu diperhatikan. Secara
pengalaman historis, Swenson merekomendasikan hanya pengunaan rectal tube sebagai
dekompresi kolon. Saat ini, pembersihan/ irigasi kolon secara rutin (setiap 4-6 jam) dengan
cairan saline normal untuk mengeluarkan kotoran dan gas yang tertinggal dan juga,
pembedahan, dipandang sebagai kunci utama pencegahan HAEC. Irigasi rektal beberapa
kali sehari menggunakan kateter yang dengan lembut dimasukkan hingga mencapai kolon,
kemudian larutan salin dialirkan melalui kateter ini. Ketika larutan mengalir keluar, aliran
ini juga memberi akses bagi gas dan feses untuk keluar dari rektum. Larutan normal salin
(10 sampai 15 cc/kgBB) dialirkan melalui kateter dan mampu mengeluarkan sekitar 10
sampai 15 cc inkremen. Pembedahan jarang dibutuhkan sebagai penanganan dari kasus
HAEC3,8.
KOMPLIKASI
Koreksi pembedahan Hirschsprung’s disease biasanya dilakukan di usia awal
kehidupan. Beberapa prosedur operasi telah dibuktikan efektif. Seiring dengan populasi
yang mengalami pembedahan bertambah dewasa, komplikasi jangka panjang juga dapat
diamati. Baik konstipasi dan inkontinensia fekal telah dikenali sebagai masalah kronik pada
sejumlah pasien. Frekuensi enterocolitis yang terjadi pascaoperasi dengan metode
pembedahan transanal endorectal pull-through (TEPT) pada penelitian yang dilakukan
Saleh et al (2009) lebih sedikit daripada yang dilaporkan sebelumnya, hal ini disebabkan
oleh bagian seromuscular cuff yang pendek, coloanal anastomosis yang rendah, dan
kebijakan dilatasi anal pascaoperasi rutin pada neonatus dan infan13.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa kejadian enterocolitis sebelum operasi akan
menaikkan secara signifikan kemungkinan enterocolitis pascaoperasi. Hal ini dikarenakan
oleh faktor imun yang menjadi predisposisi pada pasien Hirschsprung’s disease yang
menjadikannya lebih rentan terhadap kejadian enterocolitis13.
Penelitian yang dilakukan oleh Menezes & Puri (2006) menyimpulkan bahwa
pasien HAEC berlanjut untuk memiliki gangguan usus sampai bertahun-tahun setelah
terjadinya penyakit ini. Beberapa pasien berlanjut mengalami soiling, dan sekitar 14%
masih mengalami episode enterocolitis berulang. Jika dibandingkan kepada pasien
30
Hirschsprung’s disease tanpa enterocolitis, pasien dengan enterocolitis secara statistic
signifikan menunjukkan fungsi usus yang jauh lebih buruk12.
DAFTAR PUSTAKA
1. Murphy, F., & Puri, P. (2005). New insights into the pathogenesis of Hirschsprung ’ s
associated enterocolitis. Arbor Ciencia Pensamiento Y Cultura, 773-779.
doi:10.1007/s00383-005-1551-1
2. Swenson, O. (2002). Hirschsprung’s disease: A review. Pediatrics.
doi:10.1542/peds.109.5.914
3. Kessmann, J. (2006). Hirschsprung’s Disease: Diagnosis and Management. Am Fam
Physician, 74:1319-22,1327-28.
4. Nurko, Samuel, (n.d.). Hirschsprung’s disease, 1-10.
5. Amiel, J., Sproat-Emison, E., Garcia-Barcelo, M., Lantieri, F., Burzynski, G.,
Borrego, S., Pelet, a, et al. (2008). Hirschsprung disease, associated syndromes and
genetics: a review. Journal of Medical Genetics, 45(1), 1-14.
doi:10.1136/jmg.2007.053959
6. Izadi, M., Mansour-Ghannaei, F., Jafarshad, R., Bagherzadeh, A. H., Tareh, H.,
(2007). Clinical manifestations of Hirschsprung’s disease: A 6-year course review on
admitted patients in Guilan, north Province of Iran, 25-31.
7. Marty, B. T. L., Seo, T., Sullivan, J. J., Matlak, M. E., Black, R. E., & Johnson, D. G.
(1995). Rectal Irrigations for the Prevention of Postoperative Enterocolitis in
Hirschsprung’s Disease. Journal of Pediatric Surgery, 30(5), 652-654.
8. Kerr, S. J. (2012). Hirschsprung’s-associated Enterocolitis. EBSCO Publishing
Society, 1-3.
9. Fragoso, A. C., Campos, M., Soares-oliveira, M., & Carvalho, L. (2006). An
approach to minimize postoperative enterocolitis in Hirschsprung ’ s disease. Journal
of Pediatric Surgery, 1704-1707. doi:10.1016/j.jpedsurg.2006.05.041
31
10. Murthi, G.V.S. & Raine, P.A.M. (2003). Preoperative Enterocolitis Is Associated
With Poorer Long-Term Bowel Function After Soave-Boley Endorectal Pull-Through
for Hirschsprung’s Disease. Seminars in Pediatric Surgery, 69-72.
doi:10.1053/jpsu.2003.50013
11. Pastor, A. C., Osman, F., Teitelbaum, D. H., Caty, M. G., & Langer, J. C. (2009).
Development of a standardized definition for Hirschsprung ’ s-associated
enterocolitis : a Delphi analysis. Journal of Pediatric Surgery, 44(1), 251-256.
Elsevier Inc. doi:10.1016/j.jpedsurg.2008.10.052
12. Menezes, M., & Puri, P. (2006). Long-term outcome of patients with enterocolitis
complicating Hirschsprung ’ s disease. Pediatric Surgery International, 316-318.
doi:10.1007/s00383-006-1639-2
13. Saleh, A.M., Hasan, A., Wesam, A., Amr, A., (2009). Hirschsprung’s Disease: Early
and Late Outcome after Correction by Transanal Pull-through. Annals of Pediatric
Surgery, 5(1), 27-30.
14. Ruttenstock, E., & Puri, P. (2010). Systematic review and meta-analysis of
enterocolitis after one-stage transanal pull-through procedure for Hirschsprung ’ s
disease. Journal of Pediatric Surgery, 1101-1105. doi:10.1007/s00383-010-2695-1
32