Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

Hirschsprung Associated Enterocolitis (HAEC)

Pembimbing:

dr. Leecarlo Millano Lumban Gaol, Sp.BA

Disusun Oleh:

Welhelmina Bendelina Lobo

112019080

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

PERIODE 22 NOVEMBER 2021 – 29 JANUARI 2022

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


JAKARTA

1
BAB I
LAPORAN KASUS
Pasien 1
IDENTITAS PASIEN

Nama : An. F.R.

Umur : 2 tahun 7 bulan

Jenis Kelamin : Laki=laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. Telaga, Jakarta Timur, Pasar Rebo

No. RM : 01406158

Ruang : Alamanda

Tanggal masuk : 10 Januari 2022

I.
ANAMNESIS (Autoanamnesis & Alloanamnesis 18/1/2022 Pk. 8.00)
Tanggal masuk RS: 10 Januari 2022

Dilakukan alloanamnesis dengan orangtua pasien pada tanggal 18 Januari 2022 pukul 8.00
di Alamanda, dan dari catatan medis pasien.

Keluhan Utama: Muntah-muntah 2x.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke RSUD Tarakan dengan keluhan muntah-muntah sebanyak 2x.


Demam (+) sejak 4 hari SMRS. Tiap kali masuk makanan pasien muntah sejak 2 hari
SMRS. BAB cair jika diirigasi sejak hari kamis (6/1/22). Pasien tampak lemas.

Riwayat penyakit dahulu

2
Saat berusia dua hari setelah kelahiran (22 Mei 2019) pasien kembung, tidak BAB
sejak lahir, flatus juga tidak ada. Kemudian pasien dibawa ke bidan di dekat rumah, lalu
pasien di rujuk ke RS Polri. Saat pasien dijalan menuju ke RS Polri, pasien BAB nyembur
dalam jumlah yang banyak, berwarna hitam. Flatus (+). Pasien kemudian dirawat di RS
Polri selama 5 hari dan direncanakan untuk operasi karena ada penyempitan pasa usus.
Namun keluarga pasien belum menyetujui untuk dilakukan operasi. Setelah dirawat 5 hari,
pasien pulang ke rumah. 2 hari pasien di rumah, tidak ada BAB spontan dan perut mulai
kembung kembali. Pasien kemudian ke poli centra medika Depok lalu di periksa barium
enema, dilakukan irigasi lalu pulang ke rumah.

Saat berusia 2 bulan, pasien ke RSUD Tarakan dengan keluhan muntah (+), perut
kembung, pasien tidak mau makan, BAB (-). Dilakukan biopsi (+), lalu pasien pulang dan
melakukan irigasi di rumah. Saat usia 3 bulan pasien dilakukan operasi pemasangan stoma.
Dan pada bulan November 2020 dilakukan pelepasan stoma.

Pada bulan Januari 2021 pasien pernah mengalami hal serupa dengan keluhan saat
ini dan didiagnosis sebagai HAEC. Keluhan sekarang merupakan yang ke 3 yang pernah
dialami pasien. Yang kedua dialami pada bulan Oktober 2021.

Riwayat penyakit keluarga

-Tidak ada yang memiliki riwayat sakit seperti ini

Riwayat Sosial Ekonomi:

Ayah dan Ibu bekerja sebagai wiraswasta dengan penghasilan ± Rp 2.000.000-


3.500.000/bulan. Menanggung 2 orang anak.
Pembiayaan pengobatan menggunakan BPJS

Riwayat pemeliharaan prenatal

Pemeliharaan prenatal (ANC) di bidan dan dokter kandungan rutin di lakukan . Selama
hamil ibu penderita tidak sakit. Riwayat trauma dalam kehamilan disangkal, infeksi selama
kehamilan disangkal, riwayat tekanan darah tinggi selama kehamilan disangkal, riwayat
kejang selama kehamilan disangkal, riwayat diabetes melitus saat hamil disangkal, riwayat

3
demam dengan ruam saat hamil disangkal, riwayat demam tinggi disangkal. Saat hamil ibu
sering minum jamu-jamuan di sangkal dan ibu os rutin minum vitamin dari bidan maupun
dokter kandungan Riwayat trauma saat hamil disangkal.

Riwayat kelahiran

No Kehamilan dan Persalinan Usia sekarang


Laki-laki, preterm, SC , BBL 2700 gram, PBL 49
1. cm, lahir langsung menangis, kuning (-). 2 tahun 7 bulan

Bayi laki-laki lahir dari ibu G2P1A0, usia saat melahirkan 32 tahun, SC. riwayat
ketuban pecah dini disangkal. BBL 2700 gram, PBL 49 cm. Anak lahir langsung
menangis kuat. Kuning (-).

Riwayat pemeliharaan postnatal

Anak dibawa ke Puskesmas untuk mendapatkan imunisasi.

PEMERIKSAAN FISIK
 Status Generalis
Tanggal 18 Januari 2022 pukul 8.00 WIB (di Alamanda)

Keadaan Umum Sadar, aktif, napas spontan.

Kesadaran Composmentis

Tanda Vital Nadi : 138x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup


Respiratory rate : 19x/menit
Suhu : 36.8 0C

Kepala Bentuk normochepal, jejas (-).


Mata Konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik (-/-),pupil bulat, central,
reguler, isokor, refleks cahaya (+/+), perdarahan (-),
4
subkonjungtiva bledding (-/-), racoon eyes (-/-)
Hidung Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-), lesi (-)
Telinga Discharge (-/-), lesi (-/-)
Mulut Sianosis (-), Tenggorokan : T1-T1, faring hiperemis (-)
Leher Simetris, pembesaran limfonodi (-), penggunaan otot bantu
nafas (-)
Thorax Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostal (-),
pernafasan thorakoabdominal, sela iga melebar (-),
pembesaran KGB axilla (-/-)
 Jantung
Inspeksi Iktus kordis tidak tampak
Palpasi Iktus kordis teraba di SIC V linea midclavicula sinistra, kuat
angkat.
Perkusi Batas jantung kanan atas SIC II linea parasternalis dextra.
Batas jantung kanan bawah SIC IV linea parasternalis dextra.
Batas jantung kiri atas SIC II linea parasternalis sinistra.
Batas jantung kiri bawah SIC IV linea media clavicularis
sinistra.
Auskultasi Bunyi jantung I-II murni, intensitas normalreguler

 Pulmonologi

Depan Belakang
Perk Kiri Sonor Sonor
usi Kanan Sonor Sonor
Aus Kiri Vesikuler, ronkhi (-), Vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
kult wheezing (-)
asi Kanan Vesikuler, ronkhi (-), Vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
wheezing (-)

 Abdomen
5
Inspeksi : Tampak sawo matang, bekas operasi (+), distensi (+), darm
contour (+).
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+)

 Ekstremitas

Superior Inferior
Capp Refill < 2 / <2 < 2 / <2
Akral dingin -/- -/-
Sianosis - /- -/-
Edema - -

PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Hematologi
Hemoglobin 11.7 14.0 – 16.0 g/dl
Leukosit 4.79* 5.0-10.0 ribu
Eritrosit 4.56 4.60 – 6.20 juta
Hematokrit 34.9* 40.0-48.0 %
Trombosit 367 150 – 400ribu
MCV 76.5 82-92 fL
MCH 25.7 27-31 pg
MCHC 33.5 32 – 37.0 g/dl
Albumin 2.5* 3.5-5.2
PT 9.4 9.3-11.4 detik
APTT 36.3 29.0-36.6 detik
6
Na 135 135-150 mEq/L
K 2.8 3.6-5.5 mEq/L
Cl 104 94-111 mEq/L

o Foto Thorax

RESUME

Seorang anak laki-laki berusia 2 tahun datang ke RSUD Tarakan dengan keluhan
muntah muntah sebanyak 2x. Demam (+) sejak 4 hari SMRS. Tiap kali masuk makanan
pasien muntah sejak 2 hari SMRS. BAB cair jika diirigasi sejak hari kamis (6/1/22). Pasien
tampak lemas. Darm counter (+). Riwayat penyakit dahulu didapatkan saat pasien berusia
dua hari setelah kelahiran (22 Mei 2019) pasien kembung, tidak BAB sejak lahir, flatus
juga tidak ada. Kemudian pasien dibawa ke bidan di dekat rumah, lalu pasien di rujuk ke
RS Polri. Saat pasien dijalan menuju ke RS Polri, pasien BAB nyembur dalam jumlah yang
banyak, berwarna hitam. Flatus (+). Pasien kemudian dirawat di RS Polri selama 5 hari dan
direncanakan untuk operasi karena ada penyempitan pasa usus. Namun keluarga pasien
belum menyetujui untuk dilakukan operasi. Setelah dirawat 5 hari, pasien pulang ke rumah.
2 hari pasien di rumah, tidak ada BAB spontan dan perut mulai kembung kembali. Pasien
kemudian ke poli centra medika Depok lalu di periksa barium enema, dilakukan irigasi lalu
pulang ke rumah. Saat berusia 2 bulan, pasien ke RSUD Tarakan dengan keluhan muntah
(+), perut kembung, pasien tidak mau makan, BAB (-). Dilakukan biopsi (+), lalu pasien
7
pulang dan melakukan irigasi di rumah. Saat usia 3 bulan pasien dilakukan operasi
pemasangan stoma. Dan pada bulan November 2020 dilakukan pelepasan stoma. Pada
bulan Januari 2021 pasien pernah mengalami hal serupa dengan keluhan saat ini dan
didiagnosis sebagai HAEC. Keluhan sekarang merupakan yang ke 3 yang pernah dialami
pasien. Yang kedua dialami pada bulan Oktober 2021.

Dikeluarga pasien juga tidak ada yang memiliki riwayat sakit seperti ini. Riwayat
ANC pasien rutin dilakukan di bidan dan dokter kandungan. Riwayat kelahiran bayi laki-
laki lahir dari ibu G2P1A0, usia saat melahirkan 32 tahun, SC atas indikasi BSC 1X.
Riwayat ketuban pecah dini disangkal. BBL 2700 gram, PBL 49. Anak lahir langsung
menangis kuat. Kuning (-). Anak dibawa ke Puskesmas untuk mendapatkan imunisasi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan distensi pada abdomen, darm contour (+). Kesadaran
pasien kompos mentis. TTV dalam batas normal. Dari hasil foto rontgen thorax tidak
tampak kelainan.

DIAGNOSIS

Hirschsprung’s-associated enterocolitis (HAEC)

TATALAKSANA

 IVFD Kaen 3B + KCL 10 meq 900cc/24 jam


 Cefotaxim 3x500 mg iv
 Metronidazole 3x100 mg iv
 Amikasin 2x67,5 mg s/d 5 hari
 PCT 100 mg/6 jam
 Cek H2T, elektrolit, PT APTT, Albumin
 RT- Irigasi 1x100 cc (NS+Gliserin) hangat
 Rawat inap

PROGNOSIS

Qua at vitam : ad bonam


Qua at fungsionam : ad bonam
Qua at sanam : ad bonam
8
Pasien 2
IDENTITAS PASIEN

Nama : An. R.F.

Umur : 1 tahun 1 bulan

Jenis Kelamin : Laki=laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. Madrasah, Pangkalan Jati Cinere Depok Jawa Barat

No. RM : 01457877

Ruang : Alamanda

Tanggal masuk : 9 Januari 2022

ANAMNESIS (Autoanamnesis & Alloanamnesis 18/1/2022 Pk. 8.30)


Tanggal masuk RS: 9 Januari 2022

Dilakukan alloanamnesis dengan orangtua pasien pada tanggal 18 Januari 2022 pukul 8.30
di Alamanda, dan dari catatan medis pasien.

Keluhan Utama: Tidak BAB sejak 3 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke RSUD Tarakan dengan keluhan tidak BAB sejak 3 hari SMRS.
Flatus (-). Demam (+) T: 38.5. Perut kembung dan kencang. Mual (+), muntah 1x. Pasien
lemas. Batuk (-), pilek (+). BAK (+).

Riwayat penyakit dahulu

Pasien lahir di RS Pasar Minggu (17 Desember 2020), 1 minggu setelah lahir pasien
mengalamai perut kembung dan tidak ada BAB. Kemudian di rujuk ke RSUD Tarakan dan
9
dirawat selama 3 hari. Dilakukan irigasi lalu diperbolehkan pulang. Setelah 5 hari di rumah,
pasiem mengalami perut kembung kembali, lalu pasien berobat ke RS Mayapada yang
kemudian di rujuk ke RSUD Tarakan. Pada tanggal 7 Januari 2021 dilakukan operasi
pemasangan stoma, setelah itu pasien pulang. Kembung (-), mual (-), minum normal. Pada
tanggal 17 September 2021 dilakukan operasi penutupan stoma.

Pada bulan Oktober 2021 pasien pernah mengalami hal serupa dengan keluhan saat
ini, pasien kemudian dirawat dan didiagnosis sebagai HAEC. Keluhan sekarang merupakan
yang ke 3 yang pernah dialami pasien. Yang kedua dialami pada bulan November 2021.

Riwayat penyakit keluarga

-Tidak ada yang memiliki riwayat sakit seperti ini

Riwayat Sosial Ekonomi:

Orang tua bekerja sebagai karyawan dengan penghasilan ± Rp 2.000.000- 3.000.000/bulan.


Menanggung 1 orang anak. Pembiayaan pengobatan menggunakan BPJS

Riwayat pemeliharaan prenatal

Pemeliharaan prenatal (ANC) di bidan rutin di lakukan . Selama hamil ibu penderita tidak
sakit. Riwayat trauma dalam kehamilan disangkal, infeksi selama kehamilan disangkal,
riwayat tekanan darah tinggi selama kehamilan disangkal, riwayat kejang selama kehamilan
disangkal, riwayat diabetes melitus saat hamil disangkal, riwayat demam dengan ruam saat
hamil disangkal, riwayat demam tinggi disangkal. Saat hamil ibu os rutin minum vitamin
dari bidan. Riwayat trauma saat hamil disangkal.

Riwayat kelahiran

No Kehamilan dan Persalinan Usia sekarang


Laki-laki, preterm, SC , BBL 2900 gram, PBL 48
1. cm, lahir langsung menangis, kuning (-). 1 tahun 1 bulan

10
Bayi laki-laki lahir dari ibu G1P0A0, usia saat melahirkan 28 tahun, SC. riwayat
ketuban pecah dini disangkal. BBL 2900 gram, PBL 48 cm. Anak lahir langsung
menangis kuat. Kuning (-).

Riwayat pemeliharaan postnatal

Anak dibawa ke Puskesmas untuk mendapatkan imunisasi.

PEMERIKSAAN FISIK
 Status Generalis
Tanggal 18 Januari 2022 pukul 8.30 WIB (di Alamanda)

Keadaan Umum Sadar, aktif, napas spontan.

Kesadaran Composmentis

Tanda Vital Nadi : 148x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup


Respiratory rate : 28x/menit
Suhu : 37.0 0C

Kepala Bentuk normochepal, jejas (-).


Mata Konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik (-/-),pupil bulat, central,
reguler, isokor, refleks cahaya (+/+), perdarahan (-),
subkonjungtiva bledding (-/-), racoon eyes (-/-)
Hidung Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-), lesi (-)
Telinga Discharge (-/-), lesi (-/-)
Mulut Sianosis (-), Tenggorokan : T1-T1, faring hiperemis (-)
Leher Simetris, pembesaran limfonodi (-), penggunaan otot bantu
nafas (-)
Thorax Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostal (-),
pernafasan thorakoabdominal, sela iga melebar (-),
pembesaran KGB axilla (-/-)
 Jantung

11
Inspeksi Iktus kordis tidak tampak
Palpasi Iktus kordis teraba di SIC V linea midclavicula sinistra, kuat
angkat.
Perkusi Batas jantung kanan atas SIC II linea parasternalis dextra.
Batas jantung kanan bawah SIC IV linea parasternalis dextra.
Batas jantung kiri atas SIC II linea parasternalis sinistra.
Batas jantung kiri bawah SIC IV linea media clavicularis
sinistra.
Auskultasi Bunyi jantung I-II murni, intensitas normalreguler

 Pulmonologi

Depan Belakang
Perk Kiri Sonor Sonor
usi Kanan Sonor Sonor
Aus Kiri Vesikuler, ronkhi (-), Vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
kult wheezing (-)
asi Kanan Vesikuler, ronkhi (-), Vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
wheezing (-)

 Abdomen
Inspeksi : Tampak sawo matang, bekas operasi (+), distensi (+), darm
contour (+).
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+)
 Ekstremitas
Superior Inferior
Capp Refill < 2 / <2 < 2 / <2
Akral dingin -/- -/-
Sianosis - /- -/-
12
Edema - -

PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Laboratorium
Tanggal: 09/1/22

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Hematologi
Hemoglobin 11.2 14.0 – 16.0 g/dl
Leukosit 6.48 5.0-10.0 ribu
Eritrosit 5.26 4.60 – 6.20 juta
Hematokrit 33.1 40.0-48.0 %
Trombosit 205 150 – 400ribu
MCV 62.9 82-92 fL
MCH 21.3 27-31 pg
MCHC 33.8 32 – 37.0 g/dl
Albumin 4.5 3.5-5.2
Na 138 135-150 mEq/L
K 5.4 3.6-5.5 mEq/L
Cl 103 94-111 mEq/L

o Foto Ro Torakoabdominal

13
RESUME

Seorang pasien anak laki-laki berusia 1 tahun datang ke RSUD Tarakan dengan
keluhan tidak BAB sejak 3 hari SMRS. Flatus (-). Demam (+) T: 38.5. Perut kembung dan
kencang. Mual (+), muntah 1x. Pasien lemas. Batuk (-), pilek (+). BAK (+). Berdasarkan
riwayat penyakit dahulu pasien lahir di RS Pasar Minggu (17 Desember 2020), 1 minggu
setelah lahir pasien mengalamai perut kembung dan tidak ada BAB. Kemudian di rujuk ke
RSUD Tarakan dan dirawat selama 3 hari. Dilakukan irigasi lalu diperbolehkan pulang.
Setelah 5 hari di rumah, pasiem mengalami perut kembung kembali, lalu pasien berobat ke
RS Mayapada yang kemudian di rujuk ke RSUD Tarakan. Pada tanggal 7 Januari 2021
dilakukan operasi pemasangan stoma, setelah itu pasien pulang. Kembung (-), mual (-),
minum normal. Pada tanggal 17 September 2021 dilakukan operasi penutupan stoma. Pada
bulan Oktober 2021 pasien pernah mengalami hal serupa dengan keluhan saat ini, pasien
kemudian dirawat dan didiagnosis sebagai HAEC. Keluhan sekarang merupakan yang ke 3
yang pernah dialami pasien. Yang kedua dialami pada bulan November 2021.

Dikeluarga pasien juga tidak ada yang memiliki riwayat sakit seperti ini. Riwayat
ANC pasien rutin dilakukan di bidan. Riwayat kelahiran bayi laki-laki lahir dari ibu
G1P0A0, usia saat melahirkan 28 tahun, SC. Riwayat ketuban pecah dini disangkal. BBL
2900 gram, PBL 48. Anak lahir langsung menangis kuat. Kuning (-). Anak dibawa ke
14
Puskesmas untuk mendapatkan imunisasi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan distensi pada
abdomen, darm contour (+). Kesadaran pasien kompos mentis. TTV dalam batas normal.
Dari hasil foto rontgen torakoabdominal didapati dilatasi sebagian usus-usus, dd/ obstruksi
setinggi level usus besar.

DIAGNOSIS

Hirschsprung’s-associated enterocolitis (HAEC)

TATALAKSANA

 IVFD Kaen 3B 810cc/24 jam


 Puasa
 Pasang NGT no.10
 Cefotaxim 3x500 mg iv (7 hari)
 Metronidazole 3x80 mg iv (7 hari)
 Amikasin 2x60 mg s/d 5 hari
 PCT 4x100 mg
 Cek H2T, elektrolit, Albumin
 RT- Irigasi 2x100 cc (NaCl 0,9%+Gliserin)
 Rawat inap

PROGNOSIS

Qua at vitam : ad bonam


Qua at fungsionam : ad bonam
Qua at sanam : ad bonam

PASIEN 3
IDENTITAS PASIEN

Nama : An. R.A.

Umur : 3 tahun

15
Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. Dukuh Pinggir, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

No. RM : 01477196

Ruang : Alamanda

Tanggal masuk : 7 Januari 2022

ANAMNESIS (Autoanamnesis & Alloanamnesis 18/1/2022 Pk. 9.00)


Tanggal masuk RS: 9 Januari 2022

Dilakukan alloanamnesis dengan orangtua pasien pada tanggal 18 Januari 2022 pukul 9.00
di Alamanda, dan dari catatan medis pasien.

Keluhan Utama: Perut kembung sejak 3 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke RSUD Tarakan dengan keluhan perut kembung sejak 3 hari
SMRS. Keluhan disertai mual (+), muntah tidak ada. Bab minimal sejak kurang lebih 3 hari
SMRS, Bak (+). Demam (+) sejak 2 hari sebelum ke rumah sakit. Saat sampai di rumah
sakit pasien sudah tidak demam.

Riwayat penyakit dahulu

Pasien lahir di RS Bandung (13 Januari 2022), setelah lahir pasien tidak BAB
hingga mengalami keluhan perut kembung. Di usia 4 bulan pasien dilakukan biopsi (+), dan
dianjurkan untuk terapi pembedahan. Namun orang tua pasien menolak, kemudian pasien
pulang dan di rumah rutin dilakukan irigasi hingga pasien berusia 2 tahun. Saat itu orang
tua pasien pindah ke Jakarta. Pada bulan Agustus 2021 pasien di bawa ke RSUD Tarakan
untuk dilakukan operasi pemasangan stoma. Pada tanggal 8 November 2021 dilakukan
operasi penutupan stoma. BAB spontan, diare (-), mual (-), kembung (-). Pasien pulang.

Riwayat penyakit keluarga

16
-Tidak ada yang memiliki riwayat sakit seperti ini

Riwayat Sosial Ekonomi:

Orang tua bekerja sebagai karyawan dengan penghasilan ± Rp 3.000.000- 4.000.000/bulan.


Menanggung 1 orang anak. Pembiayaan pengobatan menggunakan BPJS

Riwayat pemeliharaan prenatal

Pemeliharaan prenatal (ANC) di dokter kandungan rutin di lakukan . Selama hamil ibu
penderita tidak sakit. Riwayat trauma dalam kehamilan disangkal, infeksi selama kehamilan
disangkal, riwayat tekanan darah tinggi selama kehamilan disangkal, riwayat kejang selama
kehamilan disangkal, riwayat diabetes melitus saat hamil disangkal, riwayat demam dengan
ruam saat hamil disangkal, riwayat demam tinggi disangkal. Saat hamil ibu os rutin minum
vitamin dari dokter. Riwayat trauma saat hamil disangkal.

Riwayat kelahiran

No Kehamilan dan Persalinan Usia sekarang


Laki-laki, preterm, lahir spontan , BBL 3000 gram,
1. lahir langsung menangis, kuning (-). 3 tahun

Bayi laki-laki lahir dari ibu G1P0A0, usia saat melahirkan 27 tahun, spontan. riwayat
ketuban pecah dini disangkal. BBL 3000 gram. Anak lahir langsung menangis kuat.
Kuning (-). Meconium (-).

Riwayat pemeliharaan postnatal

Anak dibawa ke Puskesmas untuk mendapatkan imunisasi lengkap.

PEMERIKSAAN FISIK
 Status Generalis
Tanggal 18 Januari 2022 pukul 9.00 WIB (di Alamanda)
17
Keadaan Umum Sadar, aktif, napas spontan.

Kesadaran Composmentis

Tanda Vital Nadi : 126x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup


Respiratory rate : 22x/menit
Suhu : 37.0 0C

Kepala Bentuk normochepal, jejas (-).


Mata Konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik (-/-),pupil bulat, central,
reguler, isokor, refleks cahaya (+/+), perdarahan (-),
subkonjungtiva bledding (-/-), racoon eyes (-/-)
Hidung Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-), lesi (-)
Telinga Discharge (-/-), lesi (-/-)
Mulut Sianosis (-), Tenggorokan : T1-T1, faring hiperemis (-)
Leher Simetris, pembesaran limfonodi (-), penggunaan otot bantu
nafas (-)
Thorax Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostal (-),
pernafasan thorakoabdominal, sela iga melebar (-),
pembesaran KGB axilla (-/-)
 Jantung
Inspeksi Iktus kordis tidak tampak
Palpasi Iktus kordis teraba di SIC V linea midclavicula sinistra, kuat
angkat.
Perkusi Batas jantung kanan atas SIC II linea parasternalis dextra.
Batas jantung kanan bawah SIC IV linea parasternalis dextra.
Batas jantung kiri atas SIC II linea parasternalis sinistra.
Batas jantung kiri bawah SIC IV linea media clavicularis
sinistra.
Auskultasi Bunyi jantung I-II murni, intensitas normalreguler

 Pulmonologi

18
Depan Belakang
Perk Kiri Sonor Sonor
usi Kanan Sonor Sonor
Aus Kiri Vesikuler, ronkhi (-), Vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
kult wheezing (-)
asi Kanan Vesikuler, ronkhi (-), Vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
wheezing (-)

 Abdomen
Inspeksi : Tampak sawo matang, bekas operasi (+), distensi (+), darm
contour (+).
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+)
 Ekstremitas
Superior Inferior
Capp Refill < 2 / <2 < 2 / <2
Akral dingin -/- -/-
Sianosis - /- -/-
Edema - -

PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Laboratorium
Tanggal: 09/1/22

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Hematologi
Hemoglobin 14.7 14.0 – 16.0 g/dl
Leukosit 10.15* 5.0-10.0 ribu
Eritrosit 6.20 4.60 – 6.20 juta
19
Hematokrit 43.9 40.0-48.0 %
Trombosit 544 150 – 400ribu
MCV 70.7 82-92 fL
MCH 23.7 27-31 pg
MCHC 33.5 32 – 37.0 g/dl
Albumin 4.5 3.5-5.2
Na 142 135-150 mEq/L
K 4.4 3.6-5.5 mEq/L
Cl 105 94-111 mEq/L

o Foto Ro Thorax

RESUME

Seorang pasien anak laki-laki berusia 3 tahun datang ke RSUD Tarakan (7/1/22)
dengan keluhan perut kembung sejak 3 hari SMRS. Keluhan disertai mual (+), muntah
tidak ada. Bab minimal sejak kurang lebih 3 hari SMRS, Bak (+). Demam (+) sejak 2 hari
sebelum ke rumah sakit. Saat sampai di rumah sakit pasien sudah tidak demam.
Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, pasien lahir di RS Bandung (13 Januari 2022),
setelah lahir pasien tidak BAB hingga mengalami keluhan perut kembung. Di usia 4 bulan
20
pasien dilakukan biopsi (+), dan dianjurkan untuk terapi pembedahan. Namun orang tua
pasien menolak, kemudian pasien pulang dan di rumah rutin dilakukan irigasi hingga
pasien berusia 2 tahun. Saat itu orang tua pasien pindah ke Jakarta. Pada bulan Agustus
2021 pasien di bawa ke RSUD Tarakan untuk dilakukan operasi pemasangan stoma. Pada
tanggal 8 November 2021 dilakukan operasi penutupan stoma. BAB spontan, diare (-),
mual (-), kembung (-). Pasien pulang.

Dikeluarga pasien juga tidak ada yang memiliki riwayat sakit seperti ini. Riwayat
ANC pasien rutin dilakukan di dokter kandungan. Riwayat kelahiran bayi laki-laki lahir
dari ibu G1P0A0, usia saat melahirkan 27 tahun, spontan. Riwayat ketuban pecah dini
disangkal. BBL 3000 gram. Anak lahir langsung menangis kuat. Kuning (-) Meconium (-).
Anak dibawa ke Puskesmas untuk mendapatkan imunisasi. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan distensi pada abdomen, darm contour (+). Kesadaran pasien kompos mentis.
TTV dalam batas normal. Dari hasil foto rontgen thorax tidak tampak kelainan.

DIAGNOSIS

Hirschsprung’s-associated enterocolitis (HAEC)

TATALAKSANA

 IVFD Kaen 3B 1050 cc/24 jam


 Cefotaxim 3x550 mg iv (7 hari)
 Metronidazole 3x120 mg iv (7 hari)
 Amikasin 2x88,5 mg s/d 5 hari
 Cek H2T, elektrolit, Albumin
 RT- Irigasi 1x100 cc (NaCl 0,9%+Gliserin) hangat

PROGNOSIS

Qua at vitam : ad bonam


Qua at fungsionam : ad bonam
Qua at sanam : ad bonam

21
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN

Hirschsprung’s-associated enterocolitis (HAEC) adalah salah satu komplikasi yang


paling penting dari Hirschsprung’s disease. Hirschsprung’s disease pertama kali
diperkenalkan oleh Harold Hirschsprung pada tahun 1886, dan pada saat yang sama HAEC
juga disebutkan sebagai komplikasi paling rumit dari Hirschsprung’s disease1,2.
Hirschsprung’s disease terjadi pada satu dari 5000 kelahiran. Penyebab penyakit ini
multifaktorial, dan dapat bersifat familial maupun berkembang secara spontan.
Hirschsprung’s disease juga lebih sering ditemui pada laki-laki dibanding pada perempuan3.
Penyakit ini disebabkan oleh kegagalan sel ganglion untuk bermigrasi secara
sefalokaudal melalui neural crest selama minggu keempat sampai kedua belas kehamilan.
Hal ini menyebabkan adanya sebagian atau seluruh, umumnya, usus besar yang tidak
memiliki sel saraf ganglion. Bagian distal kolon dengan panjang yang beragam akan gagal
untuk melakukan relaksasi, menyebabkan obstruksi kolon fungsional seiring dengan
berjalannya waktu. Segmen aganglionik biasanya dimulai di anus dan memanjang ke
bagian proksimal. Hirschsprung’s disease segmen pendek paling sering ditemui dan
menghuni bagian rektosigmoid kolon. Hirschsprung’s disease segmen panjang mengenai
lebih dari bagian rektosigmoid dan dapat memperngaruhi keseluruhan kolon. Hal yang
jarang terjadi adalah terlibatnya usus besar dan usus kecil3.
Kebanyakan pasien yang dirawat karena Hirschsprung’s disease tidak mengalami
komplikasi. Namun, sekitar 10% pasien dapat mengalami konstipasi, dan kurang dari 1%
dapat mengalami inkontinensia fekal. Seperti yang telah disebutkan di atas, enterocolitis,
selain ruptur kolon, adalah komplikasi paling serius dari penyakit ini dan merupakan
penyebab tersering dari kematian terkait Hirschsprung’s disease3,4.
Insidensi terjadinya penyakit ini bervariasi. Kessmann pada tahun 2006
menyebutkan bahwa enterocolitis terjadi pada 17 sampai 50% bayi dengan Hirschsprung’s
disease dan paling sering disebabkan oleh obstruksi intestinal dan residu usus aganglionik.
Pasien harus selalu dimonitor ketat secara berkelanjutan untuk kemungkinan enterocolitis
dikarenakan infeksi ini pernah dilaporkan baru terjadi 10 tahun setelah pembedahan.
22
Namun, kebanyakan kasus enterocolitis pascaoperasi terjadi dalam dua tahun pertama dari
ileo-anal pull-through anastomosis3.

DEFINISI DAN GAMBARAN UMUM

Hirschsprung’s disease merupakan penyakit malformasi kongenital pada hindgut


yang dikarakterisasi oleh tidak adanya sel ganglion intrinsic parasimpatik pada pleksus
submukosal dan mienterik. Pada kebanyakan kasus, diagnosis penyakit ini ditegakkan pada
bayi baru lahir dikarenakan obstruksi intestinal dengan tampakan sebagai berikut: (1)
terlambat keluarnya mekonium (lebih dari 24 jam setelah lahir); (2) distensi abdominal
yang diperingan dengan simulasi rektal atau enema; (3) muntah, dan; (4) enterocolitis
neonatal. Beberapa pasien didiagnosis setelah melalui masa infansi atau usia dewasa
dengan konstipasi berat, distensi abdominal kronis, muntah, dan gagal berkembang5.

Gambar 1. Tanda dan gejala pada Hirschsprung’s disease6.


Deskripsi pertama dari Hirschsprung’s-associated enterocolitis dilakukan oleh Bill
dan Chapman pada tahun 1962. Pada serial laporan awal kasus ini dilaporkan angka
kematian mencapai 33% pada bayi dengan enterocolitis yang terjadi sebelum tindakan
operasi. Literatur-literatur yang ada selanjutnya menunjukkan bahwa enterocolitis dapat
terjadi sebelum maupun setelah tindakan operasi definitif7.

23
Insidensi enterocolitis sebelum diagnosis Hirschsprung’s disease ditegakkan
berkisar antara 15 sampai 50%, dengan angka kematian mencapai 20 sampai 50%. Setelah
dilakukannya pembedahan rekonstruksi insidensi enterocolitis berkisar antara 2 sampai
33%, dengan angka kematian antara 0 sampai 30%7.
Enterocolitis didefinisikan sebagai kondisi klinis dengan diare, muntah, distensi
abdominal, pireksia, nyeri kolik abdomen, letargi, dan keluarnya feses dengan darah1.

Gambar 2. Gejala pada HAEC3


Kejadiran diare merupakan hal patogmonik pada HAEC, dan dilaporkan kejadian
ini terjadi hingga 93% pasien. Sulit makan pada bayi juga dapat menjadi gejala awal pada
HAEC. Pada kondisi yang telah lanjut syok dapat terjadi3,4,8.
Tampakan klinis dapat bersifat sangat fulminan dengan progresi yang cepat, syok
dan prostrasi, dan kematian. Enterocolitis dapat terjadi bahkan bertahun-tahun setelah
pembedahan. Tampakan klinis enterocolitis dapat berkembang menjadi perforasi kolon jika
penanganan segera tidak dilakukan4.

PATOFISIOLOGI
Terlepas dari beragam investigasi dan penelitian, pemahaman yang penuh mengenai
etiologi HAEC masih belum ada. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa penyumbatan usus
yang disebabkan oleh Hirschsprung’s disease dan perubahan lainnya yang terjadi akibat
penyakit ini membuat bakteri tumbuh lebih cepat sehingga menyebabkan proses infeksi dan
peradangan1,8,9.

24
Gambar 3. Kelainan usus pada HAEC8
Beragam teori telah dikemukakan untuk menjelaskan terjadinya penyakit ini
termasuk dilatasi fisik usus proksimal, variasi komponen dan produksi musin, rotavirus,
Clostridium difficile, peningkatan aktivitas prostaglandin E1, defek imunitas mucosal,
reaksi tipe Schwartzman, gangguan motilitas yang berhubungan dengan defisiensi sucrose-
isomatase dan sensitisasi protein. Penelitian lain memperdebatkan bahwa penelitian
histologis dan imunologis telah mengindikasikan bahwa beberapa pasien lebih rentan untuk
mengalami HAEC berulang dikarenakan oleh peradangan persisten di dalam usus, atau
defisiensi imun baik lokal ataupun sistemik dengan fungsi sel darah putih yang sudah tidak
efektif1.
Beberapa teori patogenesis terjadinya HAEC adalah sebagai berikut:

 Bill dan Chapman (1962) mengemukakan bahwa dilatasi mekanik usus proksimal
menghasilkan tumpukan dan stasis feses, dilatasi ini lebih lanjut akan menyebabkan
iskemia mukosal dan invasi bakterial yang dapat ditangani dengan cara colostomy.
Namun teori ini gagal menjelaskan mengenai enterocolitis yang terjadi pada kolon
distal dengan penurunan fungsi stoma proksimal dan terjadinya enterocolitis pada
pasien pascaoperasi atau enterocolitis dengan bukti histologis pada usus
aganglionik. Dalam teori ini penting untuk mengingat bahwa semakin panjang
segmen usus aganglionik, maka semakin besar risiko untuk terjadinya HAEC1.
 Di tahun 1973 Ament dan Bill mempresentasikan kasus anak laki-laki berusia 6
tahun dengan enterocolitis kronis setelah pembedahan untuk Hirschsprung’s
disease. Penyelidikan klinis menunjukkan adanya defisiensi sucrose-isomaltase dan
25
pasien mengalami pembaikan dengan diberikannya diet rendah sukrosa. Hal ini
menimbulkan postulasi bahwa HAEC non-obstruksi disebabkan oleh kesalahan
metabolism congenital. Penting untung diingat bahwa ras-ras tertentu, seperti
Eskimo pada kasus ini, memang memiliki intoleransi sukrosa1.
 Berry dan Fraser pada tahun 1968 memikirkan bahwa HAEC dimulai dengan reaksi
sensitisasi yang serupa dengan Shwartzman reaction yang disebabkan oleh invasi
organism intraluminal terhadap submukosa1.
 Pada salah satu laporan kasus mengenai Hirschsprung’s enterocolitis dengan diare
tidak responsif fulminan oleh Llyod-Still dan Demers menunjukkan nilai PgE1 yang
tinggi. Sebagai respons terhadap kolestiramin, terdapat penurunan 12 kali lipat
prostaglandin E (Pg E) pada cairan colostomy. Hal ini mempostulasikan bahwa
peningkatan aktivitas PgE, enterotoksin, dan malabsorpsi asam empedu dapat
terlibat pada HAEC1.
 Pada 1988 Wilson-Storey mempostulasikan bahwa fungsi sel darah putih yang tidak
efektif dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya HAEC. Penelitian ini
menemukan adanya neutropenia relatif pada HAEC yang signifikan secara statistik
jika dibandingkan dengan HD maupun kontrol1.
 Blood group-associated antigen Leb normalnya terdapat pada kolon fetus dan tidak
ada pada usus normal yang memiliki ganglion. Fujimoto mendemonstrasikan bahwa
ekspresi yang kuat Leb ditemukan sepanjang kripta usus yang tidak memiliki
ganglion. Hal ini dapat mengindikasikan proliferasi dari sel kripta imatur atau
mukosa kolon tidak mengalami maturasi dan mukosa tetap berada pada tahapan
fetus. Hal ini mempostulasikan adanya abnormalitas epitelium yang mendasar pada
HAEC yang dapat lebih bersifat kausatif dibandingkan efek dari penyakit1.
 Teori lain berfokus pada peran peningkatan dan perubahan mukus intestinal. Secara
klinis, sejumlah besar mukus diproduksi pada kondisi HAEC. Hal ini berujung pada
spekulasi bahwa mucus adalah faktor patogenik pada HAEC. Akkary pada tahun
1981 melakukan penelitian yang menghasilkan penemuan kenaikan yang bermakna
pada mukus yang mengandung sulfat dan sebagian besar sel goblet mengandung
mukus yang lebih sedikit terutama pada kasus dengan diare yang berat. Dari hal ini
dipostulasikan bahwa peningkatan stimulasi bakteri menghasilkan baik penurunan

26
pembaruan sel mukosa dan peningkatan sulfatisasi mukus menyebabkan
abnormalitas rasio mukus. Perubahan rasio ini menghasilkan peningkatan
perlekatan organism enteropatogen ke enterosit. Perubahan mukus ini juga dapat
merubah kerentanan degradasi bakterial. Secara keseluruhan hal ini tidak
membuktikan bahwa perubahan mukus dikarenakan oleh kondisi aganglionik yang
mendasari atau merupakan hasil dari enterocolitis. Namun data-data ini mendukung
konsep bahwa variasi mukus adalah ekspresi dari sawar mukosa yang mengalami
perubahan dan proses aganglionik itu sendiri1.
 IgA menyediakan sawar imunologi utama pada traktus gastrointestinal. Albanese et
al menunjukkan bahwa IgA ini mengikat bakteri dan mencegah translokasi bakteri.
Turnock et al dalam penelitiannya menemukan bahwa fungsi dan formasi IgA pada
pasien HAEC adalah normal di dalam sel, namun terdapat defisiensi dalam transfer
immunoglobulin menuju lumen untuk membantu mukus sebagai garis depan
respons imunologi1.
 Suzuki et al melakukan penelitian dengan mencit sebagai model untuk
Hirschsprung’s disease segmen panjang dan menemukan bahwa terdapat
peningkatan pada jumlah makrofag di tunika muskularis. Hal ini mengindikasikan
bahwa makrofag memiliki peranan penting pada peradangan tunika muskularis pada
mencit. Peradangan ini akan menghasilkan gangguan pada ritmisitas pergerakan
usus. Hal ini selanjutnya dapat menyebabkan stasis dan pertumbuhan bakteri1.

Banyaknya teori yang dikemukakan menunjukkan bahwa etiologi dari penyakit ini
bersifat multifaktorial. Beberapa dari teori-teori ini memiliki bukti ilmiah yang lebih
dibandingkan yang lainnya namun teori-teori ini lebih sering dijadikan satu tanpa
klarifikasi lebih lanjut1.
Faktor risiko terjadinya penyakit ini di antaranya:

 Hirschsprung’s disease yang tidak terdiagnosis dengan baik – kondisi ini biasanya
terdiagnosis pada saat balita, namun pada beberapa kasus dapat baru terdiagnosis
pada usia yang lebih tua.
 Pull-through surgery, merupakan pembedahan untuk menangani Hirschprung’s
disease. Area kolon yang bermasalah dibuang, dan kemudian kolon yang sehat
disambungkan dengan rektum.
27
 Down syndrome, HAEC terjadi pada 50% kasus Down syndrome yang memiliki
Hirschsprung’s disease.
 Bagian panjang kolon yang terkena Hirschsprung’s disease. Risiko HAEC menjadi
lebih besar bila dengan semakin panjangnya segmen usus yang terkena
Hirschsprung’s disease8,10.

EVALUASI KLINIS

Adanya tanda dan gejala serta riwayat medis yang mengarah pada terjadinya HAEC
cukup sebagai dasar untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Namun terkadang tanda
dan gejala ini juga bisa terlihat tidak spesifik sehingga salah diartikan sebagai
gastroenteritis. Hal ini akan berujung dengan kesalahan diagnosis dan penundaan
penanganan yang sebenarnya10.

Gambar 4. Daftar panduan diagnosis HAEC11


28
Beberapa ahli mengatakan bahwa HAEC hanya terbatas pada segmen aganglionik,
sementara lainnya beranggapan bahwa tampakan histologis HAEC mempengaruhi baik
segmen aganglionik maupun ganglionik11.
Gambar 3 memuat hasil dari konsensus para ahli melalui metode Delphi mengenai
kriteria HAEC yang telah terstandarisasi. Panel ini memuat 38 kriteria potensial yang
meliputi riwayat, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis, dan penemuan patologi. Sama
seperti penelitian lainnya, kriteria yang mendapat kredit terbesar adalah diare, feses
eksplosif, distensi abdominal, dan bukti radiologis dari obstruksi usus atau edema
mukosa11.
Walaupun kriteria ini sangat membantu dan tervalidasi dalam lingkup penelitian,
tidak disarankan untuk menggunakan kriteria ini dalam keadaan manajemen klinis.
Diagnosis klinis HAEC membutuhkan pemeriksaan pasien yang teliti, dan dapat
melibatkan aspek yang tidak tercantum dalam kriteria. Interpretasi penemuan klinis dan
radiologis yang termasuk di dalam skoring sering bersifat subjektif. Akhirnya, kebanyakan
klinisi lebih cenderung untuk melakukan diagnosis yang berlebihan mengenai HAEC. Hal
ini dikarenakan dirasa lebih aman untuk merawat anak yang mungkin saja tidak memilki
HAEC dibandingkan jika pada akhirnya diketahui bahwa anak tersebut menderita HAEC11.
Tes laboratorium darah rutin, elektrolit, dan kultur darah untuk melihat adanya
infeksi dapat dilakukan. Pemeriksaan rontgen abdomen dan endoskopi dilakukan untuk
memfasilitasi visualisasi kondisi traktus digestivus. Jika terdapat pasien yang telah
menjalani pull-through surgery untuk mengobati penyumbatan usus, pasien harus
dimonitor dengan ketat untuk terjadinya tanda dan gejala HAEC. Walaupun kebanyakan
kasus HAEC terjadi dalam 2 tahun pertama setelah pembedahan, komplikasi ini dapat
terjadi hingga 10 tahun setelah pembedahan. Jika dicurigai terjadinya HAEC, pemeriksaan
barium enema yang biasa dilakukan dalam langkah diagnosis Hirschsprung’s disease harus
dihindari, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya perforasi usus yang dapat
disebabkan oleh barium enema4,8.

TATA LAKSANA

29
Untuk kasus yang ringan, biasanya hanya diperlukan antibiotik spektrum luas oral
seperti metronidazol dan irigasi rektal. Untuk kasus yang serius, selain irigasi rektal akan
diberikan antibiotik intravena, keseimbangan elektrolit juga perlu diperhatikan. Secara
pengalaman historis, Swenson merekomendasikan hanya pengunaan rectal tube sebagai
dekompresi kolon. Saat ini, pembersihan/ irigasi kolon secara rutin (setiap 4-6 jam) dengan
cairan saline normal untuk mengeluarkan kotoran dan gas yang tertinggal dan juga,
pembedahan, dipandang sebagai kunci utama pencegahan HAEC. Irigasi rektal beberapa
kali sehari menggunakan kateter yang dengan lembut dimasukkan hingga mencapai kolon,
kemudian larutan salin dialirkan melalui kateter ini. Ketika larutan mengalir keluar, aliran
ini juga memberi akses bagi gas dan feses untuk keluar dari rektum. Larutan normal salin
(10 sampai 15 cc/kgBB) dialirkan melalui kateter dan mampu mengeluarkan sekitar 10
sampai 15 cc inkremen. Pembedahan jarang dibutuhkan sebagai penanganan dari kasus
HAEC3,8.

KOMPLIKASI
Koreksi pembedahan Hirschsprung’s disease biasanya dilakukan di usia awal
kehidupan. Beberapa prosedur operasi telah dibuktikan efektif. Seiring dengan populasi
yang mengalami pembedahan bertambah dewasa, komplikasi jangka panjang juga dapat
diamati. Baik konstipasi dan inkontinensia fekal telah dikenali sebagai masalah kronik pada
sejumlah pasien. Frekuensi enterocolitis yang terjadi pascaoperasi dengan metode
pembedahan transanal endorectal pull-through (TEPT) pada penelitian yang dilakukan
Saleh et al (2009) lebih sedikit daripada yang dilaporkan sebelumnya, hal ini disebabkan
oleh bagian seromuscular cuff yang pendek, coloanal anastomosis yang rendah, dan
kebijakan dilatasi anal pascaoperasi rutin pada neonatus dan infan13.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa kejadian enterocolitis sebelum operasi akan
menaikkan secara signifikan kemungkinan enterocolitis pascaoperasi. Hal ini dikarenakan
oleh faktor imun yang menjadi predisposisi pada pasien Hirschsprung’s disease yang
menjadikannya lebih rentan terhadap kejadian enterocolitis13.
Penelitian yang dilakukan oleh Menezes & Puri (2006) menyimpulkan bahwa
pasien HAEC berlanjut untuk memiliki gangguan usus sampai bertahun-tahun setelah
terjadinya penyakit ini. Beberapa pasien berlanjut mengalami soiling, dan sekitar 14%
masih mengalami episode enterocolitis berulang. Jika dibandingkan kepada pasien
30
Hirschsprung’s disease tanpa enterocolitis, pasien dengan enterocolitis secara statistic
signifikan menunjukkan fungsi usus yang jauh lebih buruk12.

DAFTAR PUSTAKA

1. Murphy, F., & Puri, P. (2005). New insights into the pathogenesis of Hirschsprung ’ s
associated enterocolitis. Arbor Ciencia Pensamiento Y Cultura, 773-779.
doi:10.1007/s00383-005-1551-1
2. Swenson, O. (2002). Hirschsprung’s disease: A review. Pediatrics.
doi:10.1542/peds.109.5.914
3. Kessmann, J. (2006). Hirschsprung’s Disease: Diagnosis and Management. Am Fam
Physician, 74:1319-22,1327-28.
4. Nurko, Samuel, (n.d.). Hirschsprung’s disease, 1-10.
5. Amiel, J., Sproat-Emison, E., Garcia-Barcelo, M., Lantieri, F., Burzynski, G.,
Borrego, S., Pelet, a, et al. (2008). Hirschsprung disease, associated syndromes and
genetics: a review. Journal of Medical Genetics, 45(1), 1-14.
doi:10.1136/jmg.2007.053959
6. Izadi, M., Mansour-Ghannaei, F., Jafarshad, R., Bagherzadeh, A. H., Tareh, H.,
(2007). Clinical manifestations of Hirschsprung’s disease: A 6-year course review on
admitted patients in Guilan, north Province of Iran, 25-31.
7. Marty, B. T. L., Seo, T., Sullivan, J. J., Matlak, M. E., Black, R. E., & Johnson, D. G.
(1995). Rectal Irrigations for the Prevention of Postoperative Enterocolitis in
Hirschsprung’s Disease. Journal of Pediatric Surgery, 30(5), 652-654.
8. Kerr, S. J. (2012). Hirschsprung’s-associated Enterocolitis. EBSCO Publishing
Society, 1-3.
9. Fragoso, A. C., Campos, M., Soares-oliveira, M., & Carvalho, L. (2006). An
approach to minimize postoperative enterocolitis in Hirschsprung ’ s disease. Journal
of Pediatric Surgery, 1704-1707. doi:10.1016/j.jpedsurg.2006.05.041

31
10. Murthi, G.V.S. & Raine, P.A.M. (2003). Preoperative Enterocolitis Is Associated
With Poorer Long-Term Bowel Function After Soave-Boley Endorectal Pull-Through
for Hirschsprung’s Disease. Seminars in Pediatric Surgery, 69-72.
doi:10.1053/jpsu.2003.50013
11. Pastor, A. C., Osman, F., Teitelbaum, D. H., Caty, M. G., & Langer, J. C. (2009).
Development of a standardized definition for Hirschsprung  ’ s-associated
enterocolitis : a Delphi analysis. Journal of Pediatric Surgery, 44(1), 251-256.
Elsevier Inc. doi:10.1016/j.jpedsurg.2008.10.052
12. Menezes, M., & Puri, P. (2006). Long-term outcome of patients with enterocolitis
complicating Hirschsprung ’ s disease. Pediatric Surgery International, 316-318.
doi:10.1007/s00383-006-1639-2
13. Saleh, A.M., Hasan, A., Wesam, A., Amr, A., (2009). Hirschsprung’s Disease: Early
and Late Outcome after Correction by Transanal Pull-through. Annals of Pediatric
Surgery, 5(1), 27-30.
14. Ruttenstock, E., & Puri, P. (2010). Systematic review and meta-analysis of
enterocolitis after one-stage transanal pull-through procedure for Hirschsprung ’ s
disease. Journal of Pediatric Surgery, 1101-1105. doi:10.1007/s00383-010-2695-1

32

Anda mungkin juga menyukai