Anda di halaman 1dari 37

BAGIAN RADIOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN
HERNIA DIAFRAGMATIKA

Oleh:

Nurul Amalia C014182117


Widarsi C014182119
Multazam C014182120
Gracia Inriya C014182127
Andre 201884021

Pembimbing Residen:

dr. Ariany Asnur

Konsulen Pembimbing :

dr. Nikmatiah Latief, Sp.Rad(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA


TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS : HERNIA DIAFRAGMATIKA

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


1. Nama : Nurul Amalia
NIM : C014182117
2. Nama : Widarsi
NIM : C014182119
3. Nama : Multazam
NIM :C014182120
4. Nama : Gracia Inriya
NIM : C014182127
5. Nama : Andre
NIM :201884021
Fakultas : Kedokteran.
Universitas : Universitas Hasanuddin
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, Mei 2018

Konsulen Penguji Pembimbing

dr. Nikmatiah Latief, Sp.Rad(K) dr. Asriany Asnur

Mengetahui,
Kepala Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Prof. Dr. dr. Bachtiar Murtala, Sp.Rad(K)

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I ...................................................................................................................... 1

A. Identitas Pasien .............................................................................................. 1

B. Anamnesis...................................................................................................... 1

C. Pemeriksaan Fisik .......................................................................................... 2

D. Pemeriksaan Laboratorium ............................................................................ 3

E. Pemeriksaan Radiologi .................................................................................... 4

F. Terapi ............................................................................................................. 6

I. Resume Klinis................................................................................................ 6

BAB II ..................................................................................................................... 8

A. Pendahuluan ................................................................................................... 8

B. Anatomi Fisiologi Diafragma ........................................................................ 9

C. Definisi ........................................................................................................ 12

D. Epidemiologi................................................................................................ 12

E. Etiologi ......................................................... Error! Bookmark not defined.

F. Patofisiologi .................................................. Error! Bookmark not defined.

G. Diagnosa ....................................................... Error! Bookmark not defined.

J. Klasifikasi ...................................................................................................... 19

K. Diagnosis Banding ........................................ Error! Bookmark not defined.

iii
L. Diskusi ......................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 32

iv
BAB I

A. Identitas Pasien

Nama : By. F A

Usia : 3 bulan (02/8/2019)

No. Rekam medik : 882127

Alamat : Manokwari

Tanggal MRS : 4 Mei 2019

B. Anamnesis

Pasien rujukan dari RSUD Manokwari dengan keluhan utama sesak napas

yang dialami sejak 1,5 bulan yang lalu sebelum masuk Rumah Sakit.

Batuk (+), demam (-), mual dan muntah (-), pasien kuat minum, diare (-)

sekarang tapi riwayat diare sebelumnya ada riwayat susah buang air besar (-),

riwayat pernah di rawat di RSUD. Manokwari dengan keluhan yang sama, riwayat

imunisasi tidak lengkap riwayat pengobatan di RSUD Manokwari dengan

cefotaxim dan Gentamicin tanggal 4-10 April 2019, kemudian diganti dengan

meropenem-amicin tanggal 10-16 April 2019 setelah itu pasien sudah tidak

pernah mendapatkan antibiotic, pasien lahir dari ibu G1P1A0 berusia 16 tahun di

RS yang dibantu oleh bidan. Merupakan anak pertama.Lahir cukup bulan, BBL

3000 gr, langsung menangis. Riwayat biru jika menangis tidak ada,ibu tidak

pernah control rutin ke Rumah sakit maupun puskesmas. Pasien buang air besar

saat ini normal dan buang air kecil normal.

1
C. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum : baik, kesadaran kompos mentis

Berat Badan: 4,5 kg

Tinggi Badan :58 cm

b. Tanda- tanda vital

Nadi : 120 x / menit

Pernapasan : 20x / menit

Suhu : 36,9oC

SpO2 : 98% dengan oksigen via kanul

c. Pemeriksaan fisis

Mata : tidak anemis, tidk ikterik, pupil isokor, diameter 3 mm/3mm

Telinga : Membran timpani intak dan reflex cahaya ada.

Hidung : mucosa normal, konka normal, tidak disertai deviasi septum

Faring : faring tidak hiperemis dan tampak tumor pada mukosa trakea

(T1)

Leher : JVP Normal, tidak ada pembesaran kelenjar limfe

Thorax : Inspeksi : simetris

Palpasi : tidak didapatkan krepitasi

Perkusi : Timpani

Auskultasi : suara napas vesikuler, ronkhi (+) pada

hemithorax kanan dan kiri. Tidak ada wheezing

Cor : S1/S2 murni regular, tidak ada murmur

Abdomen : normal, tidak ada distended, peristaltic normal, nyeri

tekan tidak ada

2
Hepar dan Lien : tidak teraba

Extremitas : akral hangat

D. Pemeriksaan Laboratorium

Hasil laboratorium ( ) HASIL SATUAN NILAI NORMAL

PARAMETER

WBC 12.7 103//uL 4-10

RBC 3.35 106/uL 4-6

HGB 7.5 gr/dL 12-16

HCT 25 % 37-48

MCV 74 fL 80-97

Glukosa Darah 70 Mg/dL 140

Ureum 11 mg/dl 10-50

Kreatinin 0.22 mg/dl L (<1.3) ; P (<1.1)

SGOT 32 U/L <38

SGPT 16 U/L <41

Albumin 3.2 gr/dl 3.5-5.0

Natrium 134 mmol/l 136-145

Kalium 5.2 mmol/l 3.5-5.1

Klorida 103 mmol/l 97-111

Ph 7.710 7.35-7.45

SO2 99.7 % 95-98

PO2 145.3 mmHg 80-100

PCO2 9.5 mmHg 35-45

3
E. Pemeriksaan Radiologi

FotoThorax AP/Lateral

- Posisi simetris, kondisi film baik, inspirasi cukup

- Terpasang gastric tube dengan tip kesan pada gaster

- Tampak diafragma kanan tidak intak, disertai multiple bayangan lusen

berbentuk lonjong (curiga loop-loop usus) pada posterior hemithorax

kanan

- Corakan bronkovaskular paru kiri dalam batas normal

- Tidak tampak pemadatan hilus pada kedua paru

- Cor : bentuk. Ukuran dan letak dalam batas normal, aorta normal

- Kedua sinus dan diafrgma kiri baik

- Tulang-tulang intak

- Jaringan lunak sekitar kesan baik

Kesan :

- Terpasang gastric tube kesan pada gaster

- Suspek Hernia Diafragmatika kanan

4
MSCT Scan Thoracoabdominal tanpa dan dengan kontras

- Tampak multiple lesi kistik, dinding tipis, batas tegas, tepi regular berbagai
ukuran dengan ukuran terbesar 1,7 x 3,0 x 2,8 cm pada lobus medial dari
inferior paru kanan
- Tampak konsolidasi inhomogen pada segmen apicoposterior lobus superior
paru kiri
- Trachea di midline
- Main bronchus dalam batas normal
- Tidak tampak pembesaran KGB paratrachea, subcarina, peribronchial
bilateral
- Cor : ukuran dalam batas normal, aorta dan pembuluh darah besar lainnya
dalam batas normal
- Tampak densitas cairan bebas pada cavum pleura kanan
- Hepar, gaster, dan lien yang terscean dalam batas normal
- Tulang-tulang yang terscan intak
- Terpasang gastric tube dengan ujung tip pada gaster
Kesan : - Terpasang gastric tube dengan ujung tip pada gaster
-Congenital cystic adenomatoid malformation tipe 1
-Pneumonia sinistra
-Efusi pleura dextra

5
F. Terapi

- O2 1-2 L/menit via nasal kanul

- IVFD Kaen 3B 12tpm

G. Resume Klinis

Pasien bayi usia 3 bulan rujukan dari RSUD Manokwari, datang dengan

keluhan utama sesak napas sejak 1.5 bulan yang lalu, batuk (+), riwayat diare (+),

riwayat dirawat dengan keluhan yang sama (+), riwayat imunisasi tidak lengkap

riwayat pengobatan di RSUD Manokwari dengan cefotaxim dan Gentamicin

tanggal 4-10 April 2019, kemudian diganti dengan meropenem-amicin tanggal 10-

16 April 2019 setelah itu paien sudah tidak pernah mendapatkan antibiotic, pasien

lahir dari ibu (G1P1A0) berusia 16 tahun di RSUD Monokwari yang dibantu oleh

bidan. Merupakan anak pertama.Lahir cukup bulan, BBL 3000 gr, langsung

menangis.

Dari hasil pemeriksaan didapatkan Nadi : 120x / menit, Pernapasan : 30x /

menit, Suhu : 36,9oC. Pada foto thorax AP/Lateral menunjukkan adanya gastric

tube yang terpasang dengan tip kesan pada gaster tampak diafragma kanan tidak

intak, disertai multiple bayangan lusen berbentuk lonjong (curiga loop-loop usus)

pada posterior hemithorax kanan. Sedangkan pada MSCT Thoracoabdominal

didapatkan tampak multiple lesi kistik, dinding tipis, batas tegas, tepi regular

berbagai ukuran dengan ukuran terbesar 1,7 x 3,0 x 2,8 cm pada lobus medial dari

inferior paru kanan tampak konsolidasi inhomogen pada segmen apicoposterior

lobus superior paru kiri

6
Diagnosis Hernia Diafragmatika (foto thorax). Congenital cystic

adenomatoid malformation tipe 1, pneumonia sinistra, efusi pleura dextra (MSCT

Thoracoabdominal).Untuk Terapi diberikan O2 1-2L dan IVFD Kaen 3B 12 tpm.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan

Diafragma adalah otot respirasi yang memisahkan rongga thorax dan

abdomen yang berperan dalam proses pernapasan. Hernia diafragma merupakan

suatu kelainan struktur diafragma yang menyebabkan herniasi dari organ-organ

abdomen ke dalam rongga thorax.Hernia diafragma dapat dibagi dalam dua

kategori yaitu hernia diafragmatika kongenital (Congenital Diaprhagmatic

Hernia/CDH) dan hernia diafragmatika didapat (Acquired Diaprhagmatic

Hernia).(1)

Etiologi Hernia Diafragmatika sebagian besar masih belum jelas dan saat

ini dianggap sebagai multifactorial.Berdasarkan letakkecacatan pada diafragma,

CDH terbagi menjadi tiga, yaitu Hernia Bochdalek yang berada pada sisi

posterolateral, Hernia Morgagni yang berada padaretrosternal, dan Hiatus Hernia

yang berada pada paraesofageal.(2,3) Sedangkan hernia diafragmatika didapat

(Acquired Diaprhagmatic Hernia) merupakan herniasi rongga abdomen yang

terjadi karena trauma abdomen, baik trauma tumpul atau tembus, dan karena

iatrogenik. Namun hernia diafragmatika akut setelah trauma abdomen jarang

terjadi, walaupun prevalensi trauma termasuktinggi. (4)

Menurut studi epidemiologi yang dilakukan oleh Mark McGivern et al di

31negara di Eropa yang dilakukan pada tahun 2009, total prevalensi untuk kasus

CDH adalah 2,3 per 10.000 kelahiran. Laki-laki lebih sering terkena

dibandingkanwanita dengan rasio 1:0,69.(5) Hernia diafragmatika lebih sering

8
terjadi di sebelah kiri (85%) dibandingkan dengan sebelah kanan (10-15%). Hal

ini karena hati memberikan penghalang relatif di sebelah kanan.(6)Sedangkan

Hernia diafragmatika didapat biasanya disebabkan trauma tumpul dan trauma

tembus pada regio thoraco-abdominal. Dimana pada trauma tumpul sekitar

0,16%-5% sedangkan pada trauma tembus 12%-23% dengan perbandingan antara

pria dan wanita yaitu 4:1.(1)

B. Anatomi dan Fisiologi Diafragma

Diafragma adalah otot inspirasi utama. Saat diafragma berkontraksi akan

bergerak kea rah bawah. Penurunan diafragma menyebabkan viscera abdomen

juga ikut terdorong ke bawah.Akibatnya terjadi penurunan tekanan intra thoracal

serta volume cavitas thoracalis membesar, sehingga udara tersedot ke dalam

paru.Selain itu, volume cavitas abdominalis sedikit berkurang dan tekanan

intraabdominal agak meningkat.(10)

Diafragma dibentuk dari 3 unsur yaitu membran pleuroperitonei, septum

transversum dan pertumbuhan dari tepi yang berasal dari otot-otot dinding dada.

Gangguan pembentukan itu dapat berupa kegagalan pembentukan sebagian

diafragma, gangguan fusi ketiga unsur dan gangguan pembentukan otot. Pada

gangguan pembentukan dan fusi akan terjadi lubang hernia, sedangkan pada

gangguan pembentukan otot akan menyebabkan diafragma tipis dan menimbulkan

eventerasi.(11)

9
Diafragma merupakan struktur muskulotendineus yang terletak antara

toraks dan abdomen dan berhubungan di sebelah dorsal dengan tulang belakang

L.I sampai dengan L.III di sebelah ventral dengan sternum bagian kaudal dan di

sebelah kiri dan kanan dengan lengkung iga. Diafragma ditembus oleh beberapa

struktur. Hiatus aorta yang terletak di sebelah dorsal setinggi Th.XII dilalui aorta,

duktus torasikus dan v.azigos.hiatus esofagus yang terletak di ventral hiatus aorta

setinggi Th.X dilalui oleh esofagus dan kedua nervus vagus. Hiatus v.kava

inferior dan cabang kecil n.frenikus. Diafragma mendapat darah melalui kedua

a.frenika dan a.interkostalis disertai cabang terminal a.mammaria interna. Otot

diafragma disarafi oleh n.frenikus yang berasal dari C.2-5. Pada jejas lintang

sumsung tulang belakang tingkat servikotorakal, otot pernapasan intercostal turut

lumpuh. Akan tetapi, umumnya diafragma sanggup untuk menjaminkan ventilasi

secara memadai.(12)

Dalam keadaan normal anatomi setiap orang dapat berbeda satu sama

lainnya, sedangkan batas antara sakit dan tidak sangat samar. Karena itu amat

penting untuk kita mengetahui batas-batas yang disebut normal.(9)

Thorax orang dewasa

10
Foto thorax pada orang dewasa memperlihatkan:

1. Tulang-tulang thorax (rusuk, klavikula, scapula, vertebrae)

2. Jaringan lunak dinding thorax, diagframa, jantung, paru

3. Thorax terbagi dua oleh mediastinum di tengah-tengah

4. Di sebelah kiri dan kanan mediastinum terdapat paru-paru yang berisi udara

karena relative radiolusen (hitam) bila di bandingkan mediastinum

5. Dinding thorax dan bagian atas abdomen putih

Gambar : Radiograph dada Posterior Anterior

11
Gambar : Radiograph dada Anterior Posterior

C. Definisi

Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga

dada melalui suatu lubang pada diafragma. Hernia dibagi dalam dua kategori

yaitu hernia diafragma kongenital dan hernia diafragmatika didapat Salah satu

penyebab terjadinya hernia diafragma didapat adalah trauma pada abdomen, baik

trauma penetrasi maupun trauma tumpul abdomen, baik pada anak-anak maupun

orang dewasa. Mekanisme dari cedera dapat berupa cedera penetrasi langsung

pada diafragma atau yang paling sering akibat trauma tumpul abdomen.(8)

D. Epidemiologi

Hernia diafragma kongenital insidennya 1:2100 – 1:5000 kelahiran.

Insiden yang tinggi pada bayi dan anak-anak dengan gabungan kelainan yang lain

yaitu 16-56%. Pada Cromosom abnormal (30%), jantung (13%), kerusakan saraf

(28%), ginjal (15%). Hernia Bochdalek merupakan kelainan yang jarang terjadi.

12
Perbandingan insiden pada laki-laki dan perempuan sebesar 4: 1. Ditemukan pada

1 diantara 2200 – 5000 dan 80 – 90 % terjadi pada sisi tubuh bagian kiri. Hernia

Bochdalek paling banyak dijumpai pada bayi dan anak-anak. Pada dewasa sangat

jarang (sekitar 10% dari semua kasus) dan sering terjadi misdiagnosis dengan

pleuritis atau tuberculosis paru-paru.

Insiden hernia Bochdalek berkisar 1 dari 2000 – 4000 kelahiran hidup dengan

perbandingan jenis kelamin laki-laki : perempuan 1,5 : 1, merupakan 8% dari

seluruh anomali kongenital mayor, serta terbanyak timbul di daerah sebelah kiri.

Risiko timbulnya hernia Bochdalek pada kelahiran berikutnya sekitar 2%.(10)

E. Etiologi

Faktor awal yang bertanggung jawab untuk pengembangan CDH tidak

diketahui. Variasi yang luas telah dicatat dalam prevalensi kelainan kromosom

yang dilaporkan (7-31%) pada pasien dengan CDH. Prevalensi lebih tinggi pada

kasus CDH yang terkait dengan cacat lain. Kejadian familial tercatat pada kurang

dari 2% kasus.(13)

Peran obat-obatan dan bahan kimia lingkungan dalam pengembangan CDH

tidak pasti, tetapi nitrofen, quinine, thalidomide, phenmetrazine, dan diphenyls

polibrominasi telah digunakan untuk menginduksi CDH pada berbagai spesies.

Investigasi mengeksplorasi hubungan antara CDH dan cacat pada jalur

pensinyalan retinoid dalam model eksperimental.(13)

F. Patofisiologi

Hernia diafragmatik dapat terjadi karena abnormalitas kongenital dan

traumatik. Berdasarkan lokasi abnormalitasnya, hernia diafragmatik kongenital

dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu hernia morgagni dan hernia Bochdalek.

13
Pada hernia morgagni defek terjadi pada bagian retrosternal yaitu di dekat

xyphoid prosesus atau di bagian anterior dari diafragma. Disebabkan oleh

gangguan pembentukan diafragma. Diafragma dibentuk dari 3 unsur yaitu

membrane pleuroperitonei, septum transversum dan pertumbuhan dari tepi yang

berasal dari otot-otot dinding dada. Gangguan pembentukan itu dapat berupa

kegagalan pembentukan seperti diafragma, gangguan fusi ketiga unsur dan

gangguan pembentukan seperti pembentukan otot. Pada gangguan pembentukan

dan fusi akan terjadi lubang hernia, sedangkan pada gangguan pembentukan otot

akan menyebabkan diafragma tipis dan menimbulkan eventerasi. Para ahli belum

seluruhnya mengetahui faktor yang berperan dari penyebab hernia diafragmatika,

antara faktor lingkungan dan gen yang diturunkan orang tua.(15)

Hiatal hernia yaitu sebagai herniasi bagian lambung ke dalam dada

melalui hiatus esofagus diafragma. Terdapat 2 jenis hernia hiatus yang sangat

berbeda, bentuk yang paling sering adalah hernia hiatus direk (sliding) dengan

perbatasan lambung-esofagus yang bergeser dalam rongga thoraks, terutama

penderita dalam keadaan posisi berbaring. Kompentensi sfingter esofagus bagian

bawah dapat rusak dan menyebabkan terjadinya esofangitis refluks. Kelainan ini

sering bersifat asimtomatik dan di temukan secara kebetulan sewaktu pemeriksaan

untuk mencari penyebab terjadinya berbagai gangguan epigastrium, atau

pemeriksaan rutin pada radiografi saluran gastrointestinal.(14)

Pada hernia hiatus paraesofageal (rolling hernia), bagian fundus lambung

menggulung melewati hiatus, dan perbatasan gastro-esofagus tetap berada di

bawah diafragma. Tidak dijumpai adanya insufisiensi mekanisme sfingter

14
esofagus bagian bawah, dan akibatnya tidak terjadi asofangitis refluks. Penyulit

pertama hernia para-esofageal adalah stranggulasi.(14)

Pada hernia diafragmatika traumatika, banyak kasus yang mengenai

diafragma kiri adalah akibat dari efek buttressing dari liver. Organ abdomen yang

dapat mengalami herniasi antara lain gaster, omentum, usus halus, kolon, lien,

hepar. Juga dapat terjadi hernia inkarserata maupun strangulata dari usus yang

mengalami herniasi ke rongga thorax ini. Hernia diafragmatika akan

menyebabkan gangguan kardiopulmoner karena terjadi penekanan paru dan

terdorongnya mediastinum ke arah kontralateral.(14)

Sekitar 80-90% ruptur diafragma terjadi akibat kecelakaan sepeda

motor.Mekanisme terjadi ruptur berhubungan dengan perbedaan tekanan yang

timbul antara rongga pleura dan rongga peritonium. Trauma dari sisi lateral

menyebabkan diafragma 3 kali lebih sering dibandingkan trauma dari sisi lainnya

oleh karena langsung dapat menyebabkan robekan diafragma pada sisi ipsilateral.

Trauma dari arah depan menyebabkan peningkatan tekan intra abdomen yang

mendadak sehingga menyebabkan robekan radier yang panjang pada sisi

posterolateral yang secara embriologis merupakan bagian terlemah.(17)

Sekitar 75 % ruptur diafragma terjadi di sisi kiri, dan pada beberapa kasus

terjadi pada sisi kanan yang biasanya disebabkan oleh trauma yang hebat dan

biasanya menyebabkan gangguan hemodinamik, hal ini disebabkan oleh karena

letak hepar disebelah kanan yang sekaligus menjadi suatu proteksi. Pada trauma

kendaraan bermotor arah trauma menentukan lokasi injury di Kanada dan

Amerika Serikat biasanya yang terkena adalah sisi kiri khususnya pada pasien

15
yang menyetir mobil, sedangkan pada penumpang biasanya yang terkena sisi

kanan.(17)

Pada trauma tumpul biasanya menyebabkan robekan radier pada

mediastinum dengan ukuran 5-I5 cm, paling sering pada sisi posterolateral,

sebaliknya trauma tembus menyebabkan robekan linier yang kecil dengan ukuran

kurang dari 2 cm dan bertahun-tahun kemudian menimbulkan pelebaran robekan

dan terjadi herniasi. Berikut ini meknisme terjadinya ruptur diafragma: (I)

robekan dari membran yang mengalami tarikan (stretching), (2) avulasi diafragma

dari titik insersinya, (3) tekanan mendadak pada organ viscera yang diteruskan ke

diafragma.(17)

G. Diagnosa

Secara klinis hernia diafragmatika akan menyebabkan gangguan

kardiopulmoner karena terjadi penekanan paru dan terdorongnya mediastinum

kearah kontralateral. Pemeriksaan fisik didapatikan gerakan pernafasan yang

tertinggal, perkusi pekak, fremitus menghilang, suara pernafasan menghilang dan

mungkin terdengar bising usus pada hemitoraks yang mengalami trauma.

Walaupun hernia Morgagni merupakan kelainan kongenital, hernia ini jarang

menimbulkan gejala sebelum usia dewasa. Sebaliknya hernia Bochdalek

menyebabkan gangguan nafas segera setelah lahir sehingga memerlukan

pembedahan darurat. Anak sesak terutama kalau tidur datar, dada tampak

menonjol, tetapi gerakan nafas tidak nyata. Perut kempis dan menunjukkkan

gambaran scapoid. Pulsasi apek jantung bergeser sehingga kadang-kadang

terletakdi hemithoraks kanan. Bila anak didudukan dan diberi oksigen, maka

sianosis akan berkurang. Lambung, usus dan bahkan hati dan limpa menonjol

16
melalui hernia. Jika hernianya besar, biasanya paru-paru pada sisi hernia tidak

berkembang secara sempurna. Setelah lahir, bayi akan menangis dan bernafas

sehingga usus segera terisi oleh udara. Terbentuk massa yang mendorong jantung

sehingga menekan paru-paru dan terjadilah sindroma gawat pernafasan.(15)

Keluhan yang sering diajukan ialah:

1. Nyeri epigastrium. Perasaan nyeri tersebut kadang-kadang menjalar ke

punggung, diantara dua scapula. Rasa nyeri dapat terjadi setelah

makan dan tempatnya yang sering terjadi pada retrosternal atau

epigastrium.

2. Timbul regurgitasi, terutama pada dinding hernia lebih sering terjadi.

Mual dan muntah, bahkan kadang-kadang sampai timbul perdarahan.

Sering penderita meras puas bila stelah muntah.

3. Kemudian ada seperti perasaan tertekan di mediastinal (mediastinal

pressure), yang mungkin menyebabkan bertambahnya dyspnoe,

palpitasi atau batuk-batuk, adanya iritasi diafragma, yang mungkin

menyebabkan spasme.

Pada hernia diafragma traumatika gambaran klinis yang sering muncul

seperti tergantung dari mekanisme injuri (trauma tumpul/trauma tajam)

danadannya trauma penyerta di tempat lain. Pada beberapa kasus keterlambatan

dalam mendiagnosis ruptur diafragma disebabkan oleh tidak adanya gejala atau

keluhan yang muncul pada saat trauma seperti herniasi atau prolap organ intra

abdominal ke rongga thorak meskipun telah terjadi ruptur diafragma.(10)

17
Selain berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis hernia

diafragmatika juga dapat dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan radiologi.

1. Foto Thoraks

Salah satu pemeriksaan penunjang yang penting dilakukan untuk

mengetahui adanya rupture diafragma ialah foto polos thoraks. Pada

pemeriksaan foto thoraks dapat diketahui penyebab terjadinya hernia

diafragma serta jenis hernia diafragmatika berdasarkan gambaran

radiologinya. Misalnya sekitar 23-73% rupture diafrgma akibat trauma

dapat dideteksi dengan pemeriksaan foto thoraks. Pada pemeriksaan

foto thoraks dapat terlihat hemitoraks yang kecil, ada gambaran opak

yang terlihat luas dari daerah perut sampai ke hemitoraks.(17)

Pada Hernia hiatus esophagus, tampak lesi bayangan opak di posterior

jantung dan tampak gambaran air fluid level seperti yang ditunjukkan

pada gambar

2. CT-Scan Thorax

Pemeriksaan CT- Scan memiliki sensitivitas 14-82% dengan

spesifisitas 87% pada CT-scan dapat terlihat gambaran langsung

18
adanya defect, gambaran difragma secara segmental tidak terlihat,

herniasi organ viscera ke rongga intrathoraks. (18,21)

H. Klasifikasi

Pembagian Hernia diafragmatika(14)

1. Hernia Diafragmatika Didapat (Acquired Diapraghmatic Hernia /

ADH) hernia akuisita, akibat pukulan, tembakan, tusukan.

2. Hernia Diafragmatika Kongenital (Congenital Diapraghmatic Hernia /

CDH) terdiri dari:

a) Hernia Bochdalek atau Pleuroperitoneal

Hernia Bochdalek terjadi karena kegagalan penutupan membrane

pleuroperitoneal kiri. Celah terbentuk antara pars lumbalis dan pars

costalis diafragma.

Pada pemeriksaan foto polos thoraks pada hernia bohdaleck tampak gambaran lesi

opak pada bagian posterior lateral pada bagian basal paru

19
Pada Pemeriksaan CT-Scan tampak gambaran lemak di bagian atas diafragma

posterior tanpa ada gambaran organ yang terjebak

b) Hernia Morgagni atau Parasternalis

Hernia Morgagni timbul karena kegagalan bersatunya otot rusuk

dan sternal. Celah terbentuk antara perlekatan diafragma pada

costae dan sternum.

20
Pada pemeriksaan foto polos thoraks dapat terlihat massa bulat di area sudut

cardiophrenicus, berdekatan dengan bagian anterior dinding dada.

Pada CT-scan hernia morgagni, tampak hernia retro-sternal yang mencakup

omentum colon.

c) Hiatal Hernia

Hiatal hernia yaitu masuknya esophagus abdominal dan cardiac

gaster ke dalam rongga dada melalui pelebaran hiatus esofagus.

Ditemukan pada 1 diantara 2200-5000 kelahiran dan 80-90%

terjadi pada sisi tubuh bagian kiri. Terdapat tiga tipe hiatal hernia

yaitu:

 hernia sliding, hernia dengan perbatasan lambung-esofagus

yang bergeser dalam rongga thoraks, terutama penderita

dalam keadaan posisi berbaring.

21
Pada foto toraks tampak gambaran lusen bulat dan konsisten yang jelas di wilayah

retrocardiac

Pemeriksaan CT Scan pada Hepar dengan Pasien Hernia Sliding

 hernia paraesofagus, bagian fundus lambung menggulung

melewati hiatus, dan perbatasan gastro-esofagus tetap berada

di bawah diafragma.

22
Gambaran lusen pada paracardiac kanan yang meluas ke epigastrium

Fundus gaster herniasi melalui hiatus ke dalam toraks. Persimpangan

gastroesofageal dan lambung serta duodenum juga mengalami herniasi ke toraks.

Tidak ada tanda-tanda obstruksi.

 hernia kombinasi atau campuran.

23
.

CT scan menunjukkan herniasi lambung ke dalam toraks melalui hiatus dengan

perpindahan dari persimpangan gastroesofageal.

I. Diagnosa Banding

Diagnosis banding untuk hernia diafragmatik adalah pneumothorax dan

kista paru kongenital.Diagnosis ini dikukuhkan oleh sinar-X dada dan abdomen

yang menunjukkan adanya simpul usus terisi udara di dalam rongga pleura.

Pemeriksaan abdomen diperlukan untuk mengesampingkan adanya pneumothorax

dan kista paru kongenital yang memperlihatkan gambaran-gambaran yang sama

dan menunjukkan penampakan radiologis yang sama.

1. Pneumothorax

Pneumothorax umumnya terdapat udara yang terkumpul di daerah

perbatasan organ mediastinum seperti timus, aorta, arteri pulmonalis dan

jantung. Pada beberapa kasus, udara cenderung berada sepanjang pembuluh

darah besardan jaringan lunak superior mediastinum dan leher.(14)

24
Gambaran radiologi pneumothorax pada umumnya berupa:

- Meningkatnya bayangan radiolusen dan avaskuler di daerah yang

terkena.

- Perdorongan mediastinum ke arah kontra lateral.

- Meningkatnya ketajaman batas mediastinum, adanya double contour

daerah diafragma.

Pneumothorax

2. Congenital Cystic Adenomatoid Malformation (CCAM)

Terbentuknya kista paru merupakan hiperinflasi udara ke dalam

parenkim paru melalui suatu celah berupa klep akibat suatu peradangan

kronis. Kista paru dapat pula disebabkan kelainan kongenital yang secara

radiologik tidak dapat dibedakan dengan kista paru didapat (akibat

peradangan). Gambaran radiologik memberi bayangan bulat berdinding tipis

dengan ukuran bervariasi. Bila kista paru lebih dari satu dan tersebar di kedua

paru dikenal sebagai paru polikistik.(14)

25
Lesi kistik multiloculated di hemithorax kanan dengan pergeseran mediastinum ke

kiri.

Ada lesi kistik multilokulasi besar yang berpusat di lobus kanan bawah.

Multilokulasi adalah tipikal untuk malformasi adenomatoid kistik kongenital.

Pinggiran lesi menunjukkan beberapa penebalan dinding dan infiltrasi yang tidak

jelas ke parenkim di sekitarnya yang meningkatkan kemungkinan beberapa

peradangan atau infeksi yang terjadi bersamaan

26
Klasifikasi congenital cystic adenomatoid malformation (7)

Type 0 Type I Type II Type III Type IV


Nama Lain Acinar Intermedia Solid
dysplasia te
Prevalensi 1-3% 50-65% 20-25% 8% 10%
Tempat Tracheobronc Bronchial atau Bronchiola Bronchiola Asinar distal
perkemban hial bronchiolar r r atau
gan alveolar
Ukuran 0.5 cm 2-10 cm <2-2,5 cm <0,2 cm Bervariasi
Kista sampai 7 cm
Garis Kista Pseudostratifi Kuboid atau Kuboid Kuboid Alveolus
ed bersilia Pseudostratifie sampai bersilia, type 1 dan 2,
d kolumner kolumnair, menyerupa menyerupai
bersilia. i paru emfisema
mungkin fetus pada bullosa
menyerupa stadium
i struktur kanalikule
seperti r
bronkiole
ectatic
Dinding Jaringan ikat Jaringan ikat Jaringan Biasanya Tipis,
Kista dan fibrimuskular ikat solid seragam,
pembuluh banyak fibrovasku jaringan
darah ler yang pembuluh
sedikit darah
Malignansi Tidak Bronchioloalve Tidak Tidak Harus
teridentifikasi olar teridentifik teridentifik disingkirkan
Carcinoma asi asi blastoma
pleuropulmo
nary

27
a. Type I

Paling umum, terdiri dari 1 atau lebih kista berukuran 2-10 cm, kista yang

besar umumnya kumpulan dari kista kecil, dinding mengandung otot,

elastis, atau jaringan fibrosa. Dinding kista kadang-kadang menghasilkan

musin yang unik untuk subtipe ini.

Daerah kistik besar di hemitoraks kanan dengan beberapa di antaranya

menunjukkan kadar cairan udara, dengan pergeseran mediastinum kontralateral.

Garis diafragma tidak divisualisasikan dengan baik di sisi kanan. Kemungkinan

hernia diafragma sedang dipertimbangkan.

28
Beberapa area kistik dengan ukuran yang bervariasi, mencapai ukuran hingga 8

cm terlihat menggantikan sebagian besar parenkim paru-paru. Parenkim paru

residual tampak terkompresi dan atelektasis. Pergeseran trakeomediastinal

kontralateral terlihat. Kesinambungan diafragma tampak utuh.

b. Type II

Kista kecil (0,5-2 cm) dengan ukuran yang relatif seragam menyerupai

bronkiolus; dilapisi oleh epitel berbentuk kubus ke kolumnar dengan

dinding fibromuskuler yang tipis. Terkait dengan abnormalitas lain seperti

renal agenesys, pulmonary sequestration, congenital cardiac anomalies.

Foto Toraks yang diperoleh pada usia 6 minggu menunjukkan daerah

radiolusen kistik yang kecil dan kabur (panah) di paru-paru kanan tengah

dan atas.

29
CT Scan toraks menunjukkan beberapa kista kecil, seragam, berdinding

tipis di hemithorax kanan, yang memberi gambaran air fluid level.

c. Type III

Kista adenomatoid mikroskopis yang merupakan massa padat tanpa

pembentukan kista yang jelas.

d. Type IV

kista tak bergaris, biasanya mempengaruhi satu lobus, tidak bisa

dibedakan dari tipe I pada pencitraan

e. Type 0

sangat jarang, umumnya meninggal pasca kelahiran, disertai disgenesis

atau agenesis asinar, dan merupakan akibat dari kegagalan pembentukan

paru.

H. Diskusi

Pasien merupakan anak pertama dari ibu yang berusia 16 tahun, hal ini

diduga yang dapat menyebabkan timbulnya kelainan pada pasien. Dari hasil

anamnesis tidak ditemukan riwayat trauma, penggunaan obat-obatan pada

saat dikandung disangkal. Tidak ada riwayat keluhan atau penyakit yang

sama pada keluarga.

30
Pada pemeriksaan radiologi konvensional didapatkan hasil pada foto

abdomen AP/lateral kesan suspek hernia diafragmatika sesuai dengan

diagnosa klinis. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan

menggunakan MSCT Thoracoabdomen, memberikan hasil yang berbeda

yaitu dengan kesan Congenital cystic adenomatoid malformation type 1.

Hal ini seseuai dengan teori yang menyebutkan bahwa salah satu

diagnosis banding untuk hernia diafragmatika berdasarkan gambaran

radiologi maupun secara klinis mirip dengan Congenital Cystic Adenomatoid.

DAFTAR PUSTAKA

31
1. Sachdeva R, Sachdeva S, Solanki S. Acquired Diaphragmatic Hernia In an

Adult Male: A Diagnostic Challenge. Nepal Journal of Medical Sciences.

2013;2(2):194-196.

2. Keijzer R and Puri P. Congenital Diaphragmatic Hernia. Pediatric

Surgery. 2010;19(3):180-185.

3. Ercument M, Ali B, Ismet G. Progressive Fetal Diaphragmatic Hernia: A

Case Report. Perinatal Journal. 2011;19(1):28-31

4. Johnson CD and Ellis H. Acquired Hernias of The Diaphragm.

Postgraduate Medical Journal. 1988;64:317-321

5. Mark RM, Kate EB, Judith R, Diana W, Ruth G, Marie CA, Larraitz A, et

al. Epidemiology of Congenital Diaphragmatic Hernia In Europe: A

Register-Based Study. Arch Dis Child Fetal Neonatal. 2015;100: 137 –

144.

6. Shuman, Leigh. Diaphragmatic Hernias. The Journal of Lancaster

GeneralHospital . 2007;2(2): 60-62.

7. https://www.hindawi.com/journals/cripu/2015/743452/tab1/

8. Takahashi R, Akamoto S, Nagao M, Matsuura N, Fujiwara M, Okano K.

Follow-up of asymptomatic adult diaphragmatic hernia: should patients

with this condition undergo immediate operation? A report of two cases.

9. Palmer P.E.S, Cockshott W.P, Hegedus V, Samuel E. Manual of

Radiographic Interpretation for General Practitioners (Petunjuk Membaca

Foto Untuk Dokter Umum). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta :

EGC,1995.

10. Pediatri S. Hernia Bochdalek. 2006;7:232–6.

32
11. Sherwood L. Fisiologi Manusia. 8th ed. Jakarta: EGC; 2014.

12. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta:

EGC; 2005.

13. Kosiński. Przemysław, Wielgoś. Mirosław, Congenital diaphragmatic

hernia: pathogenesis, prenatal diagnosis and management - literature

review, Ginekol Pol 2017;88(1):24-30.

14. Congenital Diaphragmatic Hernia. eMedicine. [cited 8 May 2019].

Available from: https://emedicine.medscape.com/article/978118-overview

15. Zhou Y, Du H, Che G. Giant congenital diaphragmatic hernia in an adult.

2014;2–23)

16. Shimi A, Khatouf M, Post-traumatic diaphragmatic hernia, Pan Afr Med J.

2015; 20: 16

17. Rasad S. Radiologi Diagnostik. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;

2005.

33

Anda mungkin juga menyukai