Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2022


UNIVERSITAS HALU OLEO

PROLAPSUS UTERI

OLEH :
Indah Kurniati
K1A1 14 080

OLEH :
Ditha Arisqa Nasir, S.Ked
K1B1 21 024

PEMBIMBING
dr. Steven Ridwan, M.Kes, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:


Nama : Ditha Arisqa Nasir, S.Ked
NIM : K1B1 21 024
Program Studi : Profesi Dokter
Fakultas : Kedokteran
Referat : Prolapsus Uteri
Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepanitraan klinik pada Bagian
Ilmu Obsetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, April 2022


Pembimbing

dr. Steven Ridwan, M.Kes, Sp. OG


PROLAPSUS UTERI
Ditha Arisqa Nasir, Steven Ridwan

A. Pendahuluan
Prolapsus Uteri merupakan penurunan sebagian atau seluruh bagian
uterus ke introitus vagina. Hal tersebut dikarenakan dukungan yang tidak
adekuat dari ligamen yang menyokong uterus serta struktur penyangga pelvis
mengalami kerusakan dan kadang-kadang organ pelvis yang lain juga ikut
turun.1
Prolaps organ genitalia adalah kondisi umum yang terjadi sekitar 50%
wanita usia lanjut mengalaminya selama hidup mereka. Wanita yang
mengalami prolaps organ genitalia hanya 10-20% dari penderita yang
mengalami gejalanya dan 11% dari mereka menjalani intervensi bedah untuk
koreksi prolaps setidaknya sekali. 2
Kualitas hidup wanita yang mengalami prolaps organ genitalia meskipun
mungkin asimptomatik tetapi dampaknya sangat bervariasi. Banyak wanita
dengan prolaps organ genitalia mengalami gangguan dasar pelvis
komorbiditas, seperti masalah kemih dan / atau tinja, termasuk inkontinensia
yang secara serius dapat mengganggu kualitas hidup dan membatasi fungsi
sosial, psikologis dan seksual. 3

B. Anatomi
1. Uterus
Uterus pada orang dewasa berbentuk seperti buah advokat atau buah
peer yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uerus adalah 7-7,5 cm, lebar
ditempat yang paling lebar 5,25 cm, dan tebal 2,5 cm. Uterus terdiri atas
korpus uteri (2/3 bagian atas) dan serviks uteri (1/3 bagian bawah).
Didalam korpus uteri terdapat rongga (kavum uterri), yang membuka
keluar melalui saluran (kanalis servikalis) yang terletak serviks. Bagian
bawah serviks yang terletak divagina dinamakan porsio uteri (pars
vaginalis servisis uteri). Sedangkan yang berada diatas vagina disebut pars
supravaginalis servisis uteri. Antara korpus dan servis masih terdapat
bagian yang disebut istmus uteri. Bagian atas uterus disebut fundus uteri,
di situ tuba Fallopii kanan dan kiri masuk ke uterus. 4

Gambar 1. Anatomi organ genitalia interna pada wanita.4

Uterus pada wanita dewasa umumnya terletak di sumbu tulang


panggul dalam anteversiofleksio (serviks ke depan atas) dan membentuk
sudut dengan vagina, sedang korpus uteri berarah ke depan dan
membentuk sudut 120o-130o dengan serviks uteri. Di Indonesia uterus
sering ditemukan dalam retrofleksio (korpus uteri berarah ke belakang)
yang pada umumnya tidak memerlukan pengobatan. 4

2. Jaringan Penunjang Genitalia Interna pada Wanita


Uterus berada di rongga panggul dalam anteversiofleksio sedemikian
rupa, sehingga bagian depannya setinggi simfisis pubis, dan bagian
belakang setinggi artikulasio sakrokoksigea. Jaringan-jaringan itu ialah: 4
Gambar 2. Jaringan penunjang alat genital.4

a) Ligamentum kardinale sinistrum dan dekstrum (Mackenrodt)


merupakan ligamentum yang terpenting untuk mencegah agar uterus
tidak turun. Ligamentum ini terdiri atas jaringan ikat tebal, dan
berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral ke dinding
pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah, antara lain
arteri dan vena uterina. 4
b) Ligamentum sakrouterinum sinistrum dan dekstrum, yaitu ligamentum
yang juga menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan
melengkung dari bagian belakang serviks kiri dan kanan melalui
dinding rektum ke arah os sakrum kiri dan kanan. 4
c) Ligamentum rotundum sinistrum dan dekstrum, yaitu ligamentum
yang menahan uterus dalam posisi antefleksi, dan berjalan dari sudut
fundus uteri kiri dan kanan ke daerah inguinal kiri dan kanan. 4
d) Ligamentum pubovesikale sinistrum dan dekstrum, berjalan dari os
pubis melalui kandung kemih, dan seterusnya sebagai ligamentum
vesikouterina sinistrum dan dekstrum ke serviks. 4
e) Ligamentum latum sinistrum dan dekstrum, yaitu ligamentum yang
berjalan dari uterus ke arah lateral, dan tidak banyak mengandung
jaringan ikat, sebetulnya ligamentum ini adalah bagian dari
peritoneum viserale yang meliputi uterus dan kedua tuba dan
berbentuk sebagai lipatan. Dibagian lateral dan belakang ligamentum
ini ditemukan ovarium sinistrum dan dekstrum. Untuk memfiksasi
uterus ligamentum ini tidak banyak artinya. 4
f) Ligamentum infundibulopelvikum, yaitu ligamentum yang menahan
tuba Fallopii, berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di
dalamnya ditemukan persarafan, saluran-saluran limfe, arteri dan vena
ovarika. Sebagai alat penunjang ligamentum ini tidak banyak artinya. 4
g) Ligamentum ovarii proprium sinistrum dan dekstrum, yaitu
ligamentum yang berjalan dari sudut kiri dan kanan belakang fundus
uteruke ovarium. Ligamentum ini berasal dari gubernakulum; jadi
asalnya sama dengan ligamentum rotundum, yang juga berasal dari
gubernakulum. 4

C. Definisi Prolapsus Uteri


Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat biasa, oleh
karena kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal
menyokongnya atau turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus
genitalis akan jadi longgar dan organ pelvis akan turun ke dalamnya. 5
Prinsip terjadinya prolapsus uteri adalah terjadinya defek pada
dasar pelvis yang disebabkan oleh proses melahirkan, akibat regangan dan
robekan fasia endopelvik, muskulus levator serta perineal body. Neuropati
perineal dan parsial pudenda juga terlibat dalam proses persalinan. Sehingga
wanita multipara sangat rentan terhadap faktor resiko terjadinya prolaps uteri.
5

D. Epidemiologi
Prolapsus organ panggul merupakan masalah kesehatan yang umum
terjadi dan mengenai hingga 40% wanita yang telah melahirkan dan berusia
di atas 50 tahun.3 Prolapsus uteri menempati urutan kedua tersering setelah
cystourethrocele (bladder and urethral prolapse). Pada studi Women’s
Health Initiative (WHI) Amerika, 41 % wanita usia 50-79 tahun mengalami
Prolapsus Organ Panggul (POP), diantaranya 34% mengalami cystocele, 19%
mengalami rectocele dan 14% mengalami prolapsus uteri. Prolapsus terjadi di
Amerika sebanyak 52% setelah wanita melahirkan anak pertama, sedangkan
di Indonesia prolapsus terjadi sebanyak 3,4-56,4% pada wanita yang telah
melahirkan. Data Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menunjukkan setiap
tahun terdapat 4767 kasus prolapsus, dan sebanyak 260 kasus pada tahun
2005-2010 mendapat tindakan operasi.5

E. Faktor Resiko Prolapsus Uteri


1. Multiparitas
Persalinan pervaginam adalah yang paling sering dikutip sebagai
faktor risiko untuk Prolapsus Uteri. Tidak ada kesepakatan apakah itu
kehamilan atau kelahiran itu sendiri yang merupakan predisposisi
disfungsi dasar panggul. Namun, banyak penelitian telah dijelaskan
menunjukkan bahwa melahirkan meningkatkan kecenderungan wanita
untuk Prolapsus Uteri. Misalnya, pada studi Organ Penyokong Panggul
(POSST), peningkatan paritas dikaitkan dengan peningkatan kejadian
prolaps. Selain itu, risiko prolaps organ pelvis meningkat 1,2 kali pada
persalinan pervaginam. Studi kohort yang dilakukan di Oxford pada
17.000 wanita untuk membandingkan wanita nulipara dengan wanita yang
telah mengalami dua kali melahirkan, mengalami peningkatan delapan
kali lipat berkunjung ke rumah sakit untuk prolaps organ pelvis.6
2. Usia
Seperti dijelaskan sebelumnya, usia lanjut juga terlibat dalam
pengembangan prolaps organ pelvis. Dalam studi POSST, ada 100-persen
peningkatan risiko prolaps untuk setiap dekade kehidupan. Pada wanita
berusia 20 sampai 59 tahun, kejadian prolaps organ pelvis berlipat ganda
dengan setiap dekade. Seperti risiko prolaps organ pelvis lainnya, penuaan
adalah proses yang kompleks. Peningkatan insiden mungkin akibat dari
penuaan fisiologis dan proses degeneratif serta hipoestrogenisme.6
3. Penyakit jaringan ikat
Wanita dengan gangguan jaringan ikat lebih mungkin untuk
mengembangkan prolaps organ pelvis. Dalam sebuah studi seri kasus
kecil, sepertiga dari wanita dengan sindrom Marfan dan tiga perempat
dari wanita dengan sindrom Ehlers-Danlos melaporkan riwayat prolaps
organ pelvis.6
4. Ras
Prevalensi perbedaan ras, prolaps organ pelvis telah dibuktikan
dalam beberapa penelitian. Perempuan kulit hitam dan Asia menunjukkan
risiko terendah, sedangkan wanita Hispanik tampaknya memiliki risiko
tertinggi. Meskipun perbedaan kandungan kolagen telah dibuktikan antara
ras, perbedaan ras di tulang panggul juga mungkin memainkan peran.
Misalnya, perempuan kulit hitam lebih sering memiliki lengkungan
kemaluan sempit dan panggul android atau antropoid. Bentuk-bentuk ini
adalah pelindung terhadap prolaps organ pelvis dibandingkan dengan
panggul ginekoid khas wanita Kaukasia.6
5. Peninggian tekanan intraabdomen
Peningkatan tekanan intra-abdomen yang kronis diyakini
memainkan peran dalam patogenesis prolaps organ pelvis. Kondisi ini
dapat sebabkan oleh obesitas, sembelit kronis, batuk kronis, dan angkat
berat berulang-ulang. Sejumlah penelitian mengidentifikasi obesitas
sebagai faktor risiko independen untuk stres inkontinensia urin. Namun,
hubungan dengan perkembangan prolaps organ pelvis kurang jelas.
Berkenaan dengan mengangkat, sebuah studi Denmark menunjukkan
bahwa asisten perawat yang terlibat dengan angkat berat berulang berada
pada peningkatan risiko untuk menjalani intervensi bedah untuk prolaps,
dengan rasio odds 1,6. Selain itu, merokok dan penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK) juga telah terlibat dalam pengembangan prolaps organ
pelvis, meskipun sedikit data mendukung hubungan ini. Demikian pula,
meskipun batuk kronis menyebabkan kenaikan tekanan intraabdomen,
tidak ada mekanisme yang jelas. Beberapa percaya bahwa senyawa kimia
dalam tembakau yang dihirup dapat menyebabkan perubahan yang
menyebabkan POP daripada batuk kronis sendiri. 6

F. Klasifikasi
Mengenai istilah dan klasifikasi prolapsus uteri terdapat perbedaan
pendapat antara lain ginekologi. Friedman dan Little (1961) mengemukakan
beberapa macam klasifikasi yang dikenal yaitu :
a. Prolapsus uteri TK I dimana servik uteri turun sampai introitus vaginae;
Prolapsus uteri TK II, dimana servik menonjol keluar dari introitus
vaginae ; Prolapsus uteri TK III, seluruh uterus keluar dari vagina;
prolapsus ini juga dinamakan Prosidensia uteri.
b. Prolapsus uteri TK I, servik masih berada di dalam vagina ; Prolapsus
uteri TK III, servik keluar dari introitus, sedangkan pada Prosidensia
uteri, uterus seluruhnya keluar dari vagina.
c. Prolapsus uteri TK I, servik mencapai introitus vaginae ; Prolapsus uteri
TK II , uterus keluar dari introitus kurang dari ½ bagian ; Prolapsus uteri
TK III, uterus keluar dari introitus lebih besar dari ½ bagian.
d. Prolapsus uteri TK I, servik mendekati prosessus spinosus; Prolapsus
uteri TK II, servik terdapat antara Proc. Spinosus dan introitus vaginae ;
Prolapsus uteri TK III , servik keluar dari introitus.
e. Klasifikasi ini sama dengan klasifikasi d, ditambah dengan Prolapsus
uteri TK IV (Prosidensia Uteri).4
Gambar 3. Derajat prolapsus uteri7
Untuk mengklasifikasikan POP telah dikembangkan beberapa sistem.
Untuk keperluan praktik klinis, sistem Baden-Walker telah digunakan secara
luas. Sistem Baden-Walker cukup adekuat digunakan dalam praktik klinik
selama penurunan atau protrusi dari semua kompartemen panggul (anterior,
apikal, dan posterior) diperiksa. Stadium prolaps uteri dibagi menjadi 5
bagian berdasarkan turunnya bagian terbawah organ 8
• Stadium 0 : Posisi normal untuk tiap lokasi
• Stadium 1 : Penurunan sampai dengan setengah jarak (halfway)
menuju himen
• Stadium 2 : Turun sampai dengan himen
• Stadium 3 : Turun setengah jarak (halfway) melewati himen
• Stadium 4 : Penurunan maksimum untuk tiap lokasi

G. Etiologi
Kondisi yang berhubungan dengan Prolapsus Uteri antara lain:
1. Trauma obstetrik (meningkat dengan multiparitas, ukuran janin lahir per
vaginam) akibat peregangan dan kelemahan jaringan penyokong pelvis.
2. Kelemahan kongenital dari jaringan penyokong pelvis (berhubungan
dengan spina bifida pada neonatus).
3. Penurunan kadar estrogen (contohnya menopause) berakibat hilangnya
elastisitas struktur pelvis.
4. Peningkatan tekanan intraabdominal, contohnya obesitas, penyakit
paru kronik, asma.
5. Varian anatomi tertentu seperti wanita dengan diameter transversal
pintu atas panggul yang lebar atau pintu atas panggul dengan orientasi
vertikal yang kurang, serta uterus yang retrograde.8

H. Patofisiologi
Normalnya, uterus di fiksasi pada tempatnya oleh otot dan
ligamentum membentuk dasar pelvis. Prolaps uteri terjadi ketika dasar pelvis
yaitu otot dan ligamentum mengalami peregangan, terjadi kerusakan, dan
kelemahan sehingga mereka tidak sanggup untuk menyokong organ pelvis,
sehingga uterus dan organ pelvis lainnya jatuh ke introitus vaginae. Prolaps
bisa saja terjadi secara tidak komplet, atau pada beberapa kasus yang berat,
terjadi prolaps yang komplet sehingga uterus jatuh sampai keluar vagiana. 10
Prolapsus Uteri diakibatkan oleh kelemahan jaringan penyokong
pelvis, meliputi otot, ligamen, dan fasia. Pada orang dewasa, kondisi ini
biasanya disebabkan oleh trauma obstetri dan laserasi selama persalinan.
Proses persalinan per vaginam menyebabkan peregangan pada dasar pelvis,
dan hal ini merupakan penyebab paling signifikan dari Prolapsus Uteri.
Selain itu, seiring proses penuaan, terdapat penurunan kadar estrogen
sehingga jaringan pelvis kehilangan elastisitas dan kekuatannya. 8
Rendahnya kadar kolagen berperan penting dalam Prolapsus Uteri,
ditunjukkan oleh peningkatan risiko pada pasien dengan sindrom Marfan dan
sindrom Ehlers- Danlos. Pada neonatus, Prolapsus Uteri disebabkan oleh
kelemahan otot atau defek persarafan pelvis secara kongenital. 8
I. Manifestasi Klinis
Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadangkala
penderita yang satu dengan prolaps yang cukup berat tidak mempunyai keluhan
apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak
keluhan. Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai4:
 Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genialia
Eksterna.4
 Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita
berbaring, keluhan menghilang atau menjadi kurang.4
 Prolaps uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
- Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu
berjalan dan bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan
lecet sampai luka dan dekubitus pada portio uteri.
- Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan
karena infeksi serta luka pada portio uteri.4

I. Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala prolapsus uteri bersifat individual, berbeda-beda pada setiap
orang. Tingkat keparahan prolapsus uteri bervariasi. Kadangkala penderita
dengan prolapsus yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun,
sebaliknya penderita lain dengan prolapsus ringan mempunyai banyak
keluhan. Keluhan-keluhan yang paling umum dijumpai: Perasaan adanya
suatu benda yang mengganjal di vagina atau menonjol di genitalia eksterna9
a) Rasa sakit di panggul atau pinggang (backache) merupakan gejala
klasik dari prolapsus
b) Luka dan dekubitus pada porsio uteri akibat gesekan dengan celana
atau pakaian dalam
c) Gangguan berkemih, seperti inkontinensia urin atau retensi urin
d) Kesulitan buang air besar
e) Infeksi saluran kemih berulang
f) Perdarahan vagina
g) Rasa sakit atau nyeri ketika berhubungan seksual (dispareunia)
h) Keputihan atau cairan abnormal yang keluar melalui vagina
i) Prolapsus uteri derajat III dapat menyebabkan gangguan bila
berjalan dan bekerja
Gejala dapat diperburuk apabila berdiri atau berjalan dalam waktu
yang lama. Hal ini dikarenakan peningkatan tekanan pada otot-otot
panggul oleh pengaruh gravitasi. Latihan atau mengangkat beban juga
dapat memperburuk gejala. 9
2. Pemeriksaan Fisik
Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan fisik, yaitu:
a) Pasien dalam posisi telentang pada meja ginekologi dengan posisi
litotomi.
b) Pemeriksaan ginekologi umum untuk menilai kondisi patologis lain.
c) Inspeksi vulva dan vagina, untuk menilai: Erosi atau ulserasi pada
epitel vagina. Ulkus yang dicurigai sebagai kanker harus dibiopsi
segera, ulkus yang bukan kanker diobservasi dan dibiopsi bila tidak
ada reaksi pada terapi. Perlu diperiksa ada tidaknya prolapsus uteri
dan penting untuk mengetahui derajat prolapsus uteri dengan inspeksi
terlebih dahulu sebelum dimasukkan inspekulum.
d) Manuver Valsava
Derajat maksimum penurunan organ panggul dapat dilihat dengan
melakukan pemeriksaan fisik sambil meminta pasien melakukan
manuver Valsava. Setiap kompartemen termasuk uretra proksimal,
dinding anterior vagina, serviks, apeks, cul-de-sac, dinding posterior
vagina, dan perineum perlu dievaluasi secara sistematis dan terpisah.
Apabila tidak terlihat, pasien dapat diminta untuk mengejan pada
posisi berdiri di atas meja periksa.
Tes valsava dan cough stress testing (uji stres) dapat dilakukan untuk
menentukan risiko inkontinensia tipe stres pasca operasi prolapsus.
e) Pemeriksaan vagina dengan jari untuk mengetahui kontraksi dan
kekuatan otot levator ani.
f) Pemeriksaan rektovaginal : Untuk memastikan adanya rektokel yang
menyertai prolapsus uteri. 9

Gambar 4. Prolaps uteri saat kehamilan karena peninggian tekanan


intraabdominal dan prolaps uteri total setelah dilakukan seksio sesarea
elektif13
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu:
a) Urin residu pasca berkemih
Kemampuan pengosongan kandung kemih perlu dinilai dengan
mengukur volume berkemih pada saat pasien merasakan kandung
kemih yang penuh, kemudian diikuti dengan pengukuran volume
residu urin pasca berkemih dengan kateterisasi atau ultrasonografi.
b) Skrining infeksi saluran kemih.
c) Pemeriksaan urodinamik apabila dianggap perlu.
d) Pemeriksaan Ultrasonografi
Ultrasonografi dasar panggul dinilai sebagai modalitas yang relatif
mudah dikerjakan, cost-effective, banyak tersedia dan memberikan
informasi real time.
e) Pencitraan dapat mempermudah memeriksa pasien secara klinis.
Namun belum ditemukan manfaat secara klinis penggunaan
pencitraan dasar panggul pada kasus POP.9

J. Penatalaksanaan
Pendekatan Penanganan
Untuk wanita dengan asimtomatik atau gejala ringan, managemen
kehamilan masih memungkinkan dilakukan. Namun, pada wanita dengan
prolaps yang signifikan atau dengan gejala yang mengganggu, terapi tanpa
pembedahan atau dengan pembedahan mungkin bisa menjadi pilihan
tergantung pada tipe dan keparahan dari gejala, komorbiditas, keinganan untuk
melakukan hubungan seksual dikemudian hari, kemandulan, dan faktor risiko
rekuren. Penanganan yang diberikan harus memberikan perbaikan pada gejala
tetapi keuntungan terapi sendiri harus lebih besar daripada risiko yang dapat
dialami.6
Kombinasi terapi tanpa pembedahan dan dengan pembedahan sering
digunakan. Gejala-gejala harus di bagi berdasarkan keparahan dan tingkat
ketidaknyamanan dari gejala itu sendiri dan pilihan dari setiap hal itu harus
didiskusikan. Penilaian tingkat kesuksesan setiap pilihan harus berdasarkan
bukti. Pada kasus yang paling sederhana, pasien dengan prolaps apex vagina
yang melebihi hymen, memiliki gejala adanya tojolan atau tekanan panggul
yang bisa diberikan pilihan penanganan tanpa operasi atau dengan operasi.
Pada kasus yang lebih sulit, wanita dengan prolaps melebihi cincin hymenal
mungkin dapat terjadi tonjolan, konstipasi, inkontinensi terdesak, dan nyeri
panggul. Gejala-gejala tersebut harus diurutkan berdasarkan keparahan gejala
dan kepentingan dari resolusi. Untuk memenuhi semua keluhan, terapi
mungkin melibatkan pessarium atau pembedahan untuk gejala adanya tonjolan
dan terapi tanpa pembedahan untuk konstipasi, inkontinensi terdesak dan nyeri
panggul.6
1. Penanganan Tanpa Pembedahan
a. Latihan-latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolapsus ringan, terutama yang
terjadi pada pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya
untuk menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang
mempengaruhi miksi. Latihan ini dilakukan selama beberapa bulan.
Caranya ialah penderita disuruh menguncupkan anus dan jaringan
dasar panggul seperti biasanya setelah selesai BAB, atau penderita
disuruh membayangkan seolah-oleh sedang miksi dan tiba-tiba
menahannya. Latihan ini menjadi lebih efektif dengan menggunakan
perineometer menurut Kegel. Alat ini terdiri atas obrturator yang
dimasukkan ke dalam vagina, dan yang dengan suatu pipa
dihubungkan dengan suatu manometer. Dengan demikian, kontraksi
otot-otot dasar panggul dapat diukur.8
Sayangnya, tidak ada bukti ilmiah yang kuat yang mendukung
latihan panggul sebagai pencegahan dan penanganan prolaps. Namun,
latihan otot dasar panggul mempunyai risiko minimal dan ringan
biaya. Karena alasan inilah, hal ini dapat ditawarkan pada wanita
dengan asimtomatik atau gejala ringan yang tertarik dengan
pencegahan perkembangan penyakit dan menolak penanganan yang
lain.6
b. Penggunaan pessarium pada Prolaps Organ Panggul
Pessarium adalah terapi bukan bedah standart untuk POP (Prolaps
Organ Panggul). Dalam sejarah, berbagai jenis alat dan bahan untuk
prolaps telah dijelaskan, termasuk kain, kayu, lilin, metal, gading,
tulang, busa dan gabus. Pessarium sekarang biasanya dibuat dari silicon
atau plastik lembam dan mereka aman dan mudah untuk diatur.6
1) Indikasi Penggunaan
Prolaps organ panggul masih menjadi indikasi paling umum
untuk pessarium. Secara tradisional, pessarium telah disediakan
untuk wanita yang tidak layak atau tidak mau menjalani operasi.
Sebuah survei dari anggota American Urogynecologic Society
mengkonfirmasi sentimen ini diantara para ahli ginekologi dengan
pengalaman praktik lebih dari 20 tahun. Namun, sebuah survei
yang sama dengan ahli ginekologi yang lebih muda khususnya
yang mendeskripsikan diri mereka sebagai ahli uroginekologi,
menunjukkan mereka menggunakan pessarium sebagai terapi lini
pertama sebelum merekomendasikan pembedahan. Wanita yang
telah melewati minimal satu kali upaya pembedahan sebelumnya
tanpa bantuan sering kali lebih memilih pessarium dibandingkan
pembedahan tambahan.6
Pessarium dapat juga digunakan secara diagnostik. Seperti
yang sebelumnya dibahas, gejala-gejala mungkin bisa tidak
berhubungan dengan tipe atau keparahan dari prolaps.
Penggunanan pessarium jangka pendek mungkin dapat membantu
pada proses ini. Meskipun pasien menolak menggunakan pessarium
jangka panjang, dia mungkin akan setuju untuk menggunakannya
dalam jangka pendek untuk menentukan apakah keluhan utama
mereka membaik atau terselesaikan, Pessarium juga dapat
digunakan secara diagnostik untuk mengidentifikasi wanita yang
berisiko mengalami inkontinensi setelah operasi perbaikan
prolaps.7
Baru-baru ini multisenter mengacak cross-over trial dengan
membandingkan dua tipe pessarium untuk mengatasi gejala-gejala
prolaps dan masalah urin. Penelitian ini mendemonstrasikan bahwa
pessarium dapat memberikan perbaikan yang sederhana pada
obstruksi urin, gejala yang mengganggu dan gejala stress.6

2) Tipe-Tipe Pessarium
Dua kategori umum untuk pessarium yang ada adalah
pessarium dengan bantuan (support pessaries) dan pessarium
pengisiruang (Space-filling pessaries). Alat ini tersedia dalam
berbagai bentuk dan ukuran, serta mempunyai indikasi tertentu.

Gambar 6. Jenis-jenis pessarium. A. Cube pessary. B. Gehrung


pessary. C. Hodge with knob pessary. D. Regula pessary. E.
Gellhorn pessary. F. Shaatz pessary. G. Incontinence dish
pessary. H. Ring pessary. I. Donut pessary.6

Prisip pemakaian pessarium ialah bahwa alat tersebut


membuat tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga bagian
dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati
vagina bagian bawah. Pessarium cincin dapat berupa cincin sirkular
sederhana atau cincin dengan bantuan yang tampak seperti
kontrasepsi diafragma yang besar.4,6

Tabel 1. Tipe, mekanisme kerja dan indikasi berbagai pessarium10


Tipe Mekanisme Indikasi Keterangan
kerja
Ring Suportif Sistokel, prolapsus Ketebalan,
uteri ringan ukuran,dan
rigiditas
bervariasi
Donut Suportif Semua prolapsus
kecuali defek
posterior berat
Lever Suportif Sistokel, Mengikuti
penurunan uterus kurvatura
ringan vagina
Dish Suportif Prosidensia berat
Stem Suportif Sistokel,
prosidensia ringan
Cube Mengisi ruang Semua prolapsus Perlu
dilepaskan
setiap hari
Inflantabl Mengisi ruang Semua prolapsus Perlu
e dilepaskan
setiap hari

Hal ini efektif pada wanita dengan prolaps derajat 1 dan


derajat 2, dan bantuan cincin diafragma khususnya sangat berguna
untuk wanita dengan prolaps anterior dinding vagina. Ketika alat
sudah terpasang dengan benar, maka alat harus berada dibelakang
anterior symphysis pubic dan dibelakang posterior cervix.6
Sebaliknya, pessarium pengisi ruang (Space-filling
pessaries) mempertahankan posisi organ pelvik dengan membuat
penghisap (suction) diantara pessarium dan dinding vagina.
Gellhorn sering digunakan untuk prolaps tingkat sedang sampai
berat untuk menyelesaikan procidentia. Itu termasuk pirangan
konkav yang cocok untuk cervix atau vaginal cuff dan mempunyai
batang yang posisinya cephalad terhadap introitus. Piringan konkav
tersebut membantu apex vagina dengan membuat penghisap dan
batangnya berguna untuk pelepasan alat. Pessarium yang paling
banyak digunakan dan diteliti terdapat dua alat yaitu cincin dan
gellhorn.6
3) Evaluasi Pasien dan Penempatan Pessarium
Pasien harus menjadi partisipan yang aktif dalam pemilihan
penanganan dengan pessarium . Kesuksesan tergantung pada
kemampuan pasien dalam merawat pessarium baik sendiri maupun
dibantu oleh orang lain, serta keteguhan dan kemungkinan pasien
untuk menghadapi evaluasi selanjutnya. Atrofi vagina harus diobati
terlebih dahulu atau dibarengi dengan inisiasi penggunaan
pessarium . Tipe alat yang mungkin dipilih dapat dipengaruhi oleh
faktor pasien seperti status hormonal, aktivitas seksual,
histerektomi sebelumnya dan derajat serta lokasi dari POP.
Pemilihan pessarium harus sesuai dengan ukuran yang nyaman
digunakan. Jika pessarium sesuai dengan ukuran idealnya, pasien
tidak akan sadar dengan keberadaan alat tersebut. Semakin tua
wanita maupun adanya perubahan berat badan, perubahan ukuran
alat dapat disesuaikan.6
Secara umum, pasien menyesuaikan pessarium pada posisi
litotomi setelah dia mengosongkan kandung kemih dan rectumnya.
Pemeriksaan digital digunakan untuk menilai panjang dan lebar
vagina serta inisiasi estimasi ukuran pessarium yang dibuat. Untuk
memasukkan pessarium cincin, alat digengam dengan tangan
dominan petugas dalam posisi terlipat. Lubrikan diletakkan pada
introitus vagina atau pada ujung depan pessarium sambil
memegang bagian labia, pessarium dimasukkan dengan
mendorong pada inferior, arah cephalad melawan posterior dinding
vagina. Selanjutnya, jari telunjuk diarahkan pada posterior fornix
vagina untuk memastikan cervix berada diatas pessarium . Jari
petugas harus secara perlahan berpindah diantara sisi lateral cincin
dan dinding vagina.6
Setelah penempatan pessarium, wanita diminta untuk
melakukan Valsalva manuver, yang mungkin dapat melepaskan
pessarium yang tidak pas pada tempatnya. Dia harus bisa berdiri,
berjalan, batuk, dan buang air kecil tanpa kesulitan maupun
ketidaknyamanan. Instruksi untuk pelepasan dan penempatan alat
harus diikuti. Untuk pelepasan pessarium cincin, jari telunjuk
dimasukkan ke vagina untuk mengambil ujung depan cincin.
Tarikan juga diperlukan untuk membawa cincin sepanjang axis
vagina ke introitus. Disini mungkin digunakan jempol dan jari
telunjuk dan kemudian alat tersebut dikeluarkan.6
Idealnya, pessarium dilepas tiap malam sampai tiap minggu,
bersihkan dengan sabun dan air dan diganti keesokan paginya.
Pasien diizinkan pulang setelah sesi pemasangan alat dengan
dijelaskan tentang manajemen untuk mengatasi masalah yang
mungkin bisa terjadi. Setelah inisiasi pemasangan, pemeriksaan
selanjutnya dilakukan dalam 1 sampai 2 minngu. Untuk pasien
yang sudah nyaman dengan pessarium nya, pemeriksaan
selanjutnya diadakan setiap 6 bulan sekali. Untuk pasien yang tidak
bisa atau tidak mau untuk melepas alat mereka sendiri, pessarium
dapat dilepas dan vagina pasien diperiksa oleh petugas setiap 3
bulan. Penentuan kunjungan selanjutnya bersifat individualis.6
Gambar 7 . Cara Pemasangan Pessarium (A,B,C) dan cara
melepaskannya (D) 14
4) Komplikasi Penggunaan Pessarium
Komplikasi serius seperti erosi pada organ yang berdekatan
jarang terjadi pada penggunaan yang sesuai dan biasanya muncul
apabila pasien mengabaikan alat tersebut bertahun-tahun. Pada
setiap kunjungan, pessarium dilepas dan vagina diperiksa apakah
ada erosi, abrasi, ulcerasi dan jaringan granulasi. Perdarahan vagina
biasanya merupakan gejala awal dan tidak boleh disepelekan.
Ulcers atau abrasi dapat ditangani dengan diubahnya jenis
pessarium atau ukurannya untuk meringankan tekanan atau dengan
melepaskan pessarium sampai jaringan benar-benar sembuh.
Prolaps ulcer mempunyai tampilan yang sama dengan ulcer
pessarium , namun hasil dari prolaps adalah muncul tonjolan yang
mengenai pakaian pasien. Hal ini dapat diobati dengan mengganti
pessarium . Penanganan atrofi vagina dengan lokal atau sistemik
estrogen biasanya diperlukan. Cara lainnya, lubrican yang terbuat
dari air diaplikasikan pada pessarium untuk menghindari
komplikasi tersebut.6
Nyeri panggul saat penggunaan pessarium adalah hal yang
tidak normal. Hal ini biasanya mengidentifikasikan bahwa ukuran
yang terlalu panjang dan merupakan indikasi untuk diubah menjadi
ukuran yang lebih pendek. Semua pessarium cenderung menangkap
sekresi vagina dan menghalangi drainase normal pada tingkat
tertentu. Bau yang muncul dapat diatasi dengan rajin dilepaskannya
alat pada malam hari, dibersihkan dan dimasukkan kembali
keesokkan harinya. Cara lainnya, wanita juga bisa menggunakan
Trimo-San gel (Milex Products, Chicago, IL) sekali atau dua kali
perminggu atau disemprotkan dengan air hangat. Trimo-San gel
membantu memperbaiki dan menjaga tingkat keasaman vagina
dengan mengurangi bakteri yang menyebabkan bau. 6

2. Penanganan dengan operasi


Operasi pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa faktor,
seperti umur penderita, masih berkeinginan untuk mendapatkan anak
atau mempertahankan uterus, tingkat prolapsus, dan adanya keluhan.
Prolapsus uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina. Maka, jika
dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina juga
perlu ditangani. Terdapat kemungkinan prolapsus vagina yang
membutuhkan pembedahan, tetapi tidak ada prolapsus uteri atau
prolapsus uteri yang ada belum perlu dioperasi. Di Inggris dan Wales
pada tahun 2005-2006, operasi dilakukan untuk prolapsus vagina.
Beberapa literatur melaporkan bahwa dari operasi prolapsus uteri,
disertai dengan perbaikan prolapsus vagina pada waktu yang sama.
Macam-macam operasi untuk prolapsus uteri sebagai berikut:
a) Ventrofikasi
Dilakukan pada wanita yang masih tergolong muda dan masih
menginginkan anak. Cara melakukannya adalah dengan
memendekkan ligamentum rotundum atau mengikat ligamentum
rotundum ke dinding perut atau dengan cara operasi Purandare
(membuat uterus ventrofiksasi).4
b) Operasi Manchester
Operasi ini disarankan untuk penderita prolapsus yang masih
muda, tetapi biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan
penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong, di depan
serviks dilakukan pula kolporafi anterior dan kolpoperineoplastik.
Amputasi serviks dilakukan untuk memperpendek serviks yang
memanjang (elongasio koli). Tindakan ini dapat menyebabkan
infertilitas, partus prematurus, abortus .
Bagian yang penting dari operasi Manchester ialah penjahitan
ligamentum kardinale di depan serviks karena dengan tindakan ini
ligamentum kardinale diperpendek, sehingga uterus akan terletak
dalam posisi anteversifleksi, dan turunnya uterus dapat dicegah. 9
c) Histerektomi Vagina
Operasi ini tepat dilakukan pada prolapsus uteri tingkat lanjut
(derajat III dan IV) dengan gejala pada saluran pencernaan dan
pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus diangkat, puncak
vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan dan kiri
atas pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi
akan dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi
untuk mengurangi atau menghilangkan gejala saluran pencernaan
seperti, sembelit, inkontinensia flatus, urgensi tinja, kesulitan
dalam mengosongkan rektum atau gejala yang berhubungan
dengan gangguan buang air besar dan untuk mencegah prolaps
vagina di kemudian hari. Histerektomi vagina lebih disukai oleh
wanita menopause yang aktif secara seksual. Di Netherlands,
histerektomi vaginal saat ini merupakan metode pengobatan
terkemuka untuk pasien prolapsus uteri simtomatik.11
d) Kolpokleisis (kolpektomi)
Tindakan ini merupakan pilihan bagi wanita yang tidak
menginginkan fungsi vagina (aktivitas seksual dan memiliki anak)
dan memiliki risiko komplikasi tinggi. Operasi ini dilakukan
dengan menjahit dinding vagina depan dengan dinding vagina
belakang, sehingga lumen vagina tertutup dan uterus terletak di atas
vagina. Keuntungan utama dari prosedur ini adalah waktu
pembedahan singkat dan pemulihan cepat dengan tingkat
keberhasilan 90 - 95%.9

K. Pencegahan
Pemendekan waktu persalinan, terutama kala pengeluaran dan kalau perlu
dilakukan elektif (seperti ekstraksi forceps dengan kepala sudah di dasar
panggul), membuat episiotomi, memperbaiki dan mereparasi luka atau
kerusakan jalan lahir dengan baik, memimpin persalinan dengan baik agar
dihindarkan penderita meneran sebelum pembukaan lengkap betul,
menghindari paksaan dalam pengeluaran plasenta (perasat Crede), mengawasi
involusi uterus pasca persalinan tetap baik dan cepat, serta mencegah atau
mengobati hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan intraabdominal seperti
batuk-batuk yang kronik, merokok, mengangkat benda-benda berat. Pada
wanita sebaiknya melakukan senam Kegel sebelum dan setelah melahirkan.
Selain itu usia produktif dianjurkan agar penderita jangan terlalu banyak
punya anak atau sering melahirkan. Untuk wanita dengan IMT diatas normal,
sebaiknya menurunkan berat badan dengan olahraga, serta diet yang tinggi
serat. 12

L. Komplikasi
1. Kreatinisasi mukosa vagina dan porsio uteri
Ini terjadi pada prosidensia uteri, dimana keseluruhan uterus keluar dari
introitus vagina
2. Dekubitus
Dekubitus dapat terjadi karena uterus yang keluar bergeseran dengan paha
dan pakaian. Keadaan ini dapat menyebabkan perdarahan sehingga perlu
dibedakan dengan penyakit keganasan, khususnya bila penderita sudah
berusia lanjut
3. Hipertrofi serviks uteri elongasio koli
Komplikasi ini dapat didiagnosis dengan periksa lihat dan periksa raba
4. Hidroureter dan hidronefrosis
Gangguan miksi dan stres incontinence menyebabkan menyempitnya
ureter sehingga dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis
5. Sering dijumpai infeksi saluran kencing dan kemandulan terutama pada
prolaps yang berat
6. Hemoroid dan inkarserasi usus halus sering terjadi sebagai komplikasi
prolaps yang terakhir ini memerlukan tindakan operatif. 5

M. Prognosis
Bila Prolapsus Uteri tidak ditatalaksana, maka secara bertahap akan
memberat. Prognosis akan baik pada pasien usia muda, dalam kondisi
kesehatan optimal (tidak disertai penyakit lainnya), dan IMT dalam batas
normal. Prognosis buruk pada pasien usia tua, kondisi kesehatan buruk,
mempunyai gangguan sistem respirasi serta IMT diatas batas normal.
rekurensi Prolapsus Uteri setelah tindakan operasi sebanyak 16%.5

DAFTAR PUSTAKA

1. Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit. Jakarta: EGC; 2012
2. Bastani P, Mallah F, Fard LR, Adaptio of pelvic organ prolapse guidline in
inrania adult woman. ABCMED. 2018; 6(1):6-10
3. Hong HC, Lee FK, Wang PH. Pelvic Organ Prolapse. Chinese Medical
Association. 2018; 81 (1) 387-389
4. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Edisi
Kedua, Cetakan Ketujuh. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2009. Hal: 9-11, 14-16, 432,433,436,437, 438
5. Baiq, CH, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Prolapsus
Uteri di RSUP Dr. Kariadi Semarang‟, Skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. 2015.
6. Cunningham FG Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL,
Bradshaw KD,. Williams Gynecology. The McGraw-Hill Companies.
2008.
7. Smith R. Netter’s obstetrics and gynecology. 2nd ed.Elsevier. 2008.
8. Erwinanto. Prolapsus Uteri. Med Hosp 2015; vol 3 (2) : 138–142.
9. Junizaf, Santoso Budi Iman. Panduan Penatalaksanaan Prolaps Organ
Panggul. Himpunan Uroginekologi-POGI; 2013.
10. Barsoom RS. Uterine Prolapse in Emergency Medicine.
[Internet].Medscape2018. [cite on Februari 24 September, 2020].
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/797295-
overview#a5
11. Detollenaere RJ, Boon JD, Stekelenburg J, Alhafidh AH, Hakvoort RA,
Vierhout ME, Eijndhoven HWV. treatment of uterine prolapsed stage 2 or
higher: a randomized multicenter trial comparing sacrospinous fixation
with vaginal hysterectomy. Studi protocol.2017.
12. Norton PA. Uterine and vaginal vault prolapse. In: Zimmern PE, Norton
PA, Haab F, Chapple CCR, editors. Vaginal surgery for incontinence
prolapse. London: Springer - Verlag; 2006. p. 15568.
13. Vita DD, Giordano S. Two Succesful Natural Pregnancies in a Patient
with Severe Uterine Prolapse: A Case Report. J Med Case Report 2011.
[database on the NCBI]. [cite on September 28, 2020].
14. Schorge JO, Scahaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD,
Cunnigham FG. Williams Gynecology. The Mc Graw-Hill Companies,
2008.

Anda mungkin juga menyukai