Anda di halaman 1dari 38

DEPARTEMEN RADIOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN
APRIL 2019
UNIVERSITAS HASANUDDIN

NEPHROLITHIASIS & URETEROLITHIASIS DEXTRA

DISUSUN OLEH:
Andi Siti Bani F C014182016
Muh. Adyaksa Siradja C014182033
Andi Fuad Ansyari C014182035
Indah Kurniati Ramli C014182037
Danetsye Samallo

RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Rita Juwita

SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Nurlaily Idris, Sp.Rad(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

1. Andi Siti Bani F C014182016


2. Muh. Adyaksa Siradja C014182033
3. Andi Fuad Ansyari C014182035
4. Indah Kurniati Ramli C014182037
5. Danetsye Samallo

Judul Laporan Kasus : Nephrolithiasis & Ureterolithiasis Dextra

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen

Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, April 2019

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

dr. Nurlaily Idris, Sp.Rad(K) dr. Rita Juwita

2
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I LAPORAN KASUS PENDERITA
1.1 IDENTITAS PASIEN .............................................................. 4
1.2 ANAMNESIS ........................................................................... 4
1.3 PEMERIKSAAN FISIS............................................................ 5
1.4 LABORATORIUM .................................................................. 6
1.5 RADIOLOGI ............................................................................ 7
1.6 DIAGNOSIS............................................................................. 8
1.7 TERAPI .................................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI.........................................................................................9
2.2 EPIDEMIOLOGI .................................................................... 9
2.3 ANATOMI.....................................................................................10
2.4 GAMBARAN KLINIS...................................................................13
2.5 DIAGNOSIS...................................................................................14
2.5.1. Anamnesis...........................................................................14
2.5.2. Pemeriksaan Fisis................................................................14
2.5.3. Pemeriksaan Laboratorium..................................................14
2.5.4. Pemeriksaan Radiologi / Pencitraan....................................15
2.6 PENATALAKSANAAN...............................................................19
2.7 KOMPLIKASI……………………………………...... 25
2.8 DISKUSI........................................................................................28
2.9 PEMBAHASAN RADIOLOGI.....................................................29
BAB III KESIMPULAN.........................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................32
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn MA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 17 – 07 – 1958
Alamat : Dusun Tasiu,Kelurahan Kalukko, Mamuju
Ruang Perawatan : Lontara II Bawah Depan Kamar 12 Bed 6
No. Rekam Medik : 801165
Tanggal MRS : 25 Maret 2019

1.2 ANAMNESIS
 Keluhan Utama:
Nyeri pinggang kanan
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien berobat ke poliklinik dengan keluhan nyeri pada pinggang kanan
yang dirasakan memberat beberapa hari terakhir sebelum kontrol terakhir
di poliklinik. Pasien juga mengeluhkan batuk berlendir yang dirasakan
beberapa hari terakhir. Sesak dirasakan kadang-kadang. Riwayat
berkemih berpasir dan warna urin keruh sebelumnya. Riwayat
pemasangan DJ Stent kanan pada 3 bulan yang lalu. Sebelumnya pasien
pernah masuk ke IGD Bedah RSWS pada tanggal 26 Desember 2019
dengan keluhan nyeri hebat pada pinggang kanan dan dirawat di Lontara II
Bawah Depan. Pasien juga memiliki riwayat CAD
 Riwayat Penyakit Sebelumnya :
 Riwayat trauma tidak ada
 Riwayat pingsan tidak ada
 Riwayat buang air kecil berpasir dan warna keruh
 Riwayat diabetes mellitus ada 10 tahun lalu
 Riwayat hipertensi ada 10 tahun lalu
 Riwayat CAD
 Riwayat Pribadi dan Keluarga :
Riwayat dengan penyakit keluarga yang sama tidak ada

1.3 PEMERIKSAAN FISIS


 Keadaan Umum : Sakit sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 Tanda Vital :
 Tekanan Darah : 140/70 mmHg
 Frekuensi Nadi : 64 kali/menit
 Pernapasan : 20 kali/menit
 Suhu : 36,5 0C
 Status Generalis :
a. Kepala : Normocephal, rambut hitam, sulit dicabut
b. Mata : Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada
c. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe
d. Thorax
 Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, tidak terlihat massa
 Palpasi : Vokal fremitus sama pada kedua hemithoraks, nyeri
tekan dan krepitasi tidak ada, tidak teraba massa
 Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
 Auskultasi: Bunyi nafas vesikuler, ronkhi dan wheezing tidak ada
e. Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Thrill tidak teraba
 Perkusi : Batas atas jantung ICS II sinistra, Batas kanan
jantung ICS III linea parasternalis dextra, Batas kiri
jantung ICS VI linea midclavicularis sinistra
 Auskultasi: Bunyi jantung I/II murni regular, bising sistolik
Grade III/VI
f. Abdomen
 Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
 Auskultasi: Peristaltik ada, kesan normal
 Palpasi : Nyeri tekan daerah hipokondrium dan lumbal dextra,
hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : Timpani, undulasi tidak ada
 Lain-lain : Asites tidak ada
g. Ekstremitas
 Pitting edema : -/- (dorsum pedis), -/- (pretibial)
 Perdarahan (-), palmar eritem (-), akral hangat (-)
 Status lokalis : Regio Hipkondrium Dextra
a. Look : deformitas tidak ada, luka tidak ada, edema tidak ada,
hematom tidak ada
b. Feel : Nyeri tekan ada, sensibilitas (+), suhu rabaan hangat
c. Move : Gerakan normal
d. NVD : sensibilitas baik, pulsasi dorsalis pedis dan tibialis posterior
teraba, capillary refill time kurang dari 2 detik

1.4 HASIL LABORATORIUM (26 Desember 2019)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Darah Rutin
WBC 15.3 x 103 /uL 4.0 – 10.0 x 103 /uL
RBC 5.00 x 106/uL 3.8 – 5.8 x 106/uL
HGB 14.3 g/dl 12 – 16 g/dl
HCT 43% 37 – 48%
MCV 85 fL 80 – 97 fL
MCH 29 pg 26.5 – 33.5 pg
MCHC 34 g/dl 31.5 – 35 g/dl
PLT 503 x 103/uL 140 – 400 x 103/uL
Elektrolit
Natrium 133 136-145 mmol/L
Kalium 4.7 3.5-5.1 mmol/L
Klorida 99 97-111 mmol/L
Kimia Darah
GDS 308 140 mg/dl
Ureum 54 10 – 50 mg/dl
Kreatinin 2.31 L(<1.3), P(<1,1) mg/dl
SGOT 45 < 38 U/L
SGPT 68 < 41 U/L
HBs Ag (ICT) Non Reactive Non Reactive

1.5 FOTO RADIOLOGI

Gambar 1. Foto Polos Abdomen AP (7 Januari 2019)

Hasil pemeriksaan foto polos abdomen AP:


 Terpasang DJ Stent pada traktur urinarius dextra dengan ujung cranial
bergelung pada region hipokondrium dextra setinggi CV L2 dan
ujung rongga pelvis
 Tampak multiple bayangan radiopaque pada region lumbal dextra
setinggi CV L3 dan pada region hipogastric CV S1
 Udara usus terdistibusi hingga ke distal colon
 Tidak tampak dilatasi loop-loop usus maupun gambaran herring bone
 Kedua psoas line dan preperitoneal fat line baik
 Tulang-tulang intak
Kesan:
 Terpasang DJ Stent pada traktus urinarius dextra
 Nephrolith dextra
 Ureterolith 1/3 distal dextra

1.6 DIAGNOSIS
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
diagnosis kasus ini adalah Nephrolithiasis dan Urolithiasis Dextra

1.7 TERAPI
1. Infus NaCl 20 tetes per menit
2. Amlodipine 5mg/24jam/oral
3. Concor 2,5 mg/24jam/oral
4. ISDN 5 mg/sublingual (bila nyeri dada)
5. Levemir 10 iu/24jam/sc (tunda)
6. N-Ace 200 mg/8jam/oral
7. Combivent nebu/8jam/inhalasi
8. Ceftriaxone 1 gr/12jam/iv
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Urolithiasis atau batu saluran kemih adalah kondisi dimana terdapat massa
keras berbentuk batu kristal di sepanjang saluran kemih sehingga menimbulkan
rasa nyeri. Pembentukan batu disebabkan oleh peningkatan jumlah zat kalsium,
oksalat dan asam urat dalam tubuh atau menurunnya sitrat sebagai zat yang
menghambat pembentukan batu. Batu pada saluran kemih dapat
dikelompokkan berdasarkan lokasi terdapatnya batu dalam saluran kemih
antara lain batu ginjal, saluran ureter, kandung kemih dan uretra. 1
Nefrolitiasis merupakan kondisi terdapatnya batu yang mengandung
komponen kristal dan matriks organik yang ditemukan pada kaliks dan pelvis.
Batu ginjal dapat terbentuk dari kalsium, kalsium oksalat, kalsium fosfat. 2

2.2 Anatomi
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang yang terletak
dikedua sisi columna vertebralis. Kedua ginjal terletak retriperitoneal masing-
masing sisi kanan dan kiri columna vertebralis setinggi vertebra vertebra T12-
L3. Ginjal kanan terletak lebih rendah daripada ginjal kiri disebabkan oleh
lobus hepatis dextra. Ginjal memiliki fasies anterior dan posterior, margo
medialis dan lateralis.
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrosa tipis yang disebut kapsula fibrosa
dan bagian luarnya terdapat jaringan lemak. Disebalah kranial ginjal terdapat
glandula adrenal. Ginjal dan glandula adrenal dibungkus oleh fascia gerota.
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi dua bagian yaitu, korteks dan medulla
ginjal. Korteks terdiri dari berjuta-juta nefron dan pada medulla terdapat
duktuli ginjal. Sistem pelvikalises ginjal terdiri dari kaliks minor, kaliks mayor
dan pelvis renalis.
Ureter merupakan saluran muskular dengan lumen yang sempit
menghubungkan ginjal dengan vesica urinaria. Bagian superior dari ureter
yaitu pelvis renalis yang dibentuk oleh 2-3 kaliks mayor dan masing-masing
kaliks mayor dibentuk oleh kaliks minor. Ureter berjalan secara inferomedial
menuju anterior dari psoas mayor dan ujung dari transversus vertebrae
lumbalis dan menyilang arteri iliaca externa tepat diluar percabangan arteri
iliaca communis. Kemudian berjalan di lateral dari pelvis untuk.= memasuki
vesica urinaria secara oblique.
Ureter secara normal mengalami penyempitan pada tiga tempat yaitu 1)
Junctura ureteropelvicum, 2) Saat melewati tepi aditus pelvicum, dan 3)
Memasuki vesica urinaria.

Gambar 1. Anatomi Struktur Ginjal dan Ureter

2.3 Patofisiologi
Proses fisik pembentukan batu adalah kaskade yang kompleks akibat
pertumbuhan kristal yang menyebabkan terbentuknya batu. Proses
pembentukan batu bergantung pada volume urin, konsentrasi ion kalsium,
fosfat, oksalat, dan natrium. Kadar ion yang tinggi, volume urin yang rendah,
pH rendah, dan kadar sitrat rendah akan mendukung terbentuknya kalkuli
urinarius. Faktor-faktor genetik, metabolik, lingkungan, dan dietetik juga
terlibat dalam patogenesis urolithiasis, di mana semua faktor tersebut berperan
dalam kristalisasi garam dalam tubulus renal. Kristaluria sering diamati pada
individu normal jika kristal tersebut saling terpisah. Kristal dalam urin akan
terbasuh bersama aliran urin; namun, beberapa gaya kimia dan elektris memicu
proses agregasi bahan-bahan ini, sehingga kristal beragregasi dan menempel ke
epitel yang kemudian akan memungkinkan pertumbuhan dan pembentukan
batu.
Pembentukan batu ginjal secara umum memerlukan:
 Konsentrasi bahan terlarut yang tinggi dalam urin
 Ketidakseimbangan faktor modifikasi (promotor dan inhibitor) dan
kristalisasi urin
 Kelainan epitel yang memungkinkan perlekatan dan pertumbuhan kristal
menjadi batu
Di samping itu, kristal oksalat (Caox)—kandungan utama kalkuli
urinarius manusia—dapat menempel di membran plasma sel epitel akibat
proses spesifik dan diikuti oleh endositosis kristal yang menghasilkan
kerusakan atau kematian sel. Sel-sel yang rusak menyebabkan respons
proliferasi dan meningkatkan sintesis fibrogentik, sehingga mendukung
pertumbuhan kristal. Pembentukan batu kalsium melibatkan fase-fase
akumulasi Caox dan nukleasi, pertumbuhan, agregasi, dan retensi kristal yang
berbeda. Analisis fisikokimia mendefinisikan pembentukan batu sebagai
larutan supersaturasi di mana nukleasi homogen atau heterogen dapat
menyebabkan pembentukan kristal, yang dapat mengendap dan berkembang
menjadi batu.
a. Nukleasi
Nukleasi adalah fase di mana terbentuk kristal padat dalam larutan.
Pembentukan batu dimulai dari nuklei, yang berarti proses pembentukan kristal
baru. Proses ini penting dalam pembentukan batu ginjal. Istilah supersaturasi
merujuk pada larutan yang mengandung lebih banyak bahan terlarut daripada
pelarutnya di bawah kondisi normal. Nukleasi kristal adalah tahap pertama
pembentukan batu yang dapat berupa nukleasi homogen garam yang terjadi
dalam zona supersaturasi yang tidak stabil. Selama pertumbuhan kristal, energi
bebas dari larutan terus berkurang seiring komponen kristal baru ditarik dari
larutan dan menjadi bagian dari struktur kristal. Ketika terbentuk, partikel yang
terkristalisasi berikatan satu sama lain baik dalam pola pertumbuhan teratur
maupun acak untuk kemudian tumbuh menjadi partikel yang lebih besar.

b. Pertumbuhan kristal
Setelah proses nukleasi, kristal mikro dapat matang dengan
pertumbuhan kristal yang dimediasi secara epitaksial. Epitaksi adalah
pertumbuhan berlebih yang teratur dari satu bahan kristal ke kisi kristal
substrat. Pertumbuhan monoepitaksial mengacu pada adsorpsi molekul atau
ion satu per satu pada permukaan kristal dari urin superaturasi dan
pertumbuhan heteroepitaksial mengacu pada pertumbuhan langsung satu
kristal pada permukaan komposisi yang berbeda dari permukaan kristal dan
substrat. Beberapa atom atau molekul dalam cairan super jenuh mulai
membentuk kluster. Total energi bebas dari gumpalan ditentukan oleh energi
permukaan; namun, hal ini penting hanya ketika gumpalan kristal masih kecil.
Pertumbuhan kristal ditentukan oleh ukuran molekul dan bentuk molekul, sifat
fisik material, pH, dan cacat yang mungkin terbentuk dalam struktur kristal.
Pertumbuhan kristal adalah salah satu prasyarat untuk pembentukan partikel.

c. Agregasi
Agregasi adalah proses di mana inti kristal saling mengikat untuk
membentuk partikel yang lebih besar. Inti awal dapat tumbuh dengan
penambahan lebih lanjut dari garam yang diinginkan. Jarak antar-partikel yang
kecil menimbulkan gaya tarik yang menyebabkan agregasi partikel. Agregasi
kristal memainkan peran penting dalam pembentukan batu. Dalam berbagai
langkah pembentukan batu, agregasi kristal adalah langkah yang lebih
signifikan dan kemudian nukleasi dan pertumbuhan. Agregasi partikel dalam
larutan ditentukan oleh keseimbangan kekuatan, antara efek agregasi dan efek
disagregasi dan juga jarak antar partikel.
d. Retensi
Retensi kristal dapat disebabkan oleh hubungan kristal dengan lapisan
sel epitel. Urolithiasis membutuhkan pembentukan kristal yang diikuti oleh
retensi dan akumulasi di ginjal. Proses lain yang dapat menyebabkan
pembentukan batu adalah retensi kristal. yaitu, pengendapan kristal,
pertumbuhan, dan agregasi, yang menghasilkan pembentukan batu urin, jika
kristal berinti disiram oleh aliran urin. Retensi juga tergantung pada komposisi
permukaan sel epitel tubulus ginjal.3

2.4 Gambaran Klinis


Gejala klinis pada batu ginjal berbeda tergantung lokasi batu, ukuran dan
penyulit yang telah terjadi:
Nefrolithiasis : Nyeri pinggang non kolik akibat peregangan kapsul ginjal
karena hidronefrosis ataupun infeksi pada ginjal. Pemeriksaan ketuk CVA
positif. Jika ginjal telah mengalami hidronefrosis maka ginjal akan teraba pada
pemeriksaan ballottement. Jika ginjal mengalami infeksi pasien, demam dapat
ditemukan.
Ureterolithiasis : Nyeri kolik pada pinggang yang dilewati batu. Nyeri kolik
ini disebabkan karena peningkatan tekanan intralumen karena usaha gerakan
peristaltik ureter ataupun sistem kalises. Dapat terjadi hematuria karena trauma
pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu.
Cystolithiasis : Kesulitan memulai BAK jika batu menutupi sphincter, BAK
yang tersendat dan lancar jika mengubah posisi badan, dapat terjadi hematuria.
Penderita juga dapat merasakan sensasi keluarnya pasir saat berkemih. Pasien
juga dapat merasakan perasaan tidak enak saat BAK, frekuensi BAK yang
meningkat karena pengecilan ruangan vesika, pada anak dapat ditemukan
enuresis nokturna, dan sering menarik penis ataupun menggosok vulva.
Jika terjadi komplikasi seperti hidronefrosis ataupun infeksi maka gejala
obstruksi saluran kemih bagian atas seperti demam dan mual muntahpun dapat
dirasakan oleh pasien4
2.5 Diagnosis
2.5.1 Anamnesis
Pasien dengan riwayat urolithiasis atau batu saluran kemih memiliki gejala
yang berbeda-beda mulai dari asymptomatic, sakit pinggang ringan sampai
dengan kolik, hematuria, dysuria, retensi urin serta anuria. Keluhan ini pada
beberapa individu disertai dengan keadaan penyulit yaitu seperti demam,
serta tanda-tanda gagal ginjal.
Gejala yang paling sering ialah rasa sakit pinggang dengan nyeri kolik di
hipokondrium . Rasa sakit juga bervariasi tergantug posisi batu di saluran
kemih.
Penegakkan diagnose dari batu saluran kemih didasari oleh gejala klinis yang
dialami oleh setiap individu 4
2.5.2 Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis pada pasien dengan urolithiasis juga berbeda-beda mulai
dari tanpa kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat, tergantung pada letak batu
dan penyulit yang ditimbulkan, Pada pemeriksaan fiisk khusus urologi dapat
dijumpai :
 Sudut kosto vertebra : Nyeri tekan, nyeri ketok dan pembesaran ginjal
 Supra simfisis : nyeria tekan, teraba batu, buli-buli penuh
 Genitalia eksterna : teraba batu di uretra
 Colok dubur : teraba batu pada buli-buli pada saan melakukan palpasi
bimanual 5
2.5.3 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang paling sering dilakukan pada pasien batu
saluran kemih yaitu pemeriksaan urinalisa untuk melihat adanya hematuria
atau bahkan adanya kristauria. Tidak ditemukannya hematuria pada tes
tersebut tidak menyingkirkan adanya suatu batu pada saluran kemih.
Adanya bakteriuria jarang ditemukan pada kasus batu saluran kemih kecuali
bila disertai infeksi saluran kencing (ISK) meskipun ISK merupakan
konsekuensi dari batu, tetapi ISK dapat terjadi setelah instrumentasi atau
pemakaian alat seperti kateter pada bedah traktus urinarius ataupun dalam
pengobatan batu ginjal
Pemeriksaan darah rutin juga biasa dilakukan jika ada indikasi infeksi
(leukositosis), gangguan fungsi ginjal contohnya anemia, melihat ada
tidaknya peningkatan ureum dan kreatinin, juga periksa asam urat, fosfat, dan
elektrolit. 6,7
2.5.4 Pemeriksaan Radiologi / Pencitraan
1. Ultrasonografi
USG abdomen digunakan sebagai alat diagnostic primer terhadap batu
saluran kemih meskipun pereda rasa nyeri dan penanganan
kegawatdaruratan lainnya tidak boleh ditunda oleh pemeriksaan radiologi.
Pemeriksaan USG termasuk pemeriksaan yang aman (tidak ada resiko
paparan radiasi), dapat digunakan kembali serta biayanya tidak mahal.
USG dapat mengidentifikasi lokasi batu (yang ditunjukkan sebagai echoic
shadow) pada calyx, pelvis dan pyelouretic dan vesicouretic junction
terutama pada pasien dengan dilatasi saluran kemih bagian atas, tetapi
USG tidak dapat mendeteksi batu ureter tengah dan distal. USG memiliki
sensitivitas sebesar 45% dan spesifisitas sebesar 94% terhadap batu pada
ureter, dan memiliki sensitivitas sebesar 45% serta spesifisitas sebesar
88% terhadap batu ginjal. 8
2. NCCT ( Non-Contrast-enhanced-Computer-Tomography) telah menjadi
standar untuk mendiagnosis nyeri akut flank (acute flank pain) dan telah
menggantikan Intravenous Urography (IVU). NCCT dapat menentukan
diameter dan densitas dari suatu batu. Ketika batu tidak ada, maka
penyebab nyeri perut harus segera diidentifikasi. Dalam mengevaluasi
pasien dengan suspek urolithiasis akut, maka NCCT lebih signifikan
keakuratannya dibandingkan dengan IVU.
NCCT dapat mendeteksi asam urat dan batu xanthine yang gambarannya
radiolusent pada film, kecuali batu indinavir. NCCT dapat juga
mengidentifikasi densitas suatu batu, struktur di dalam batu dam jarak
antara kulit terhadap batu 8

3. BNO / IVP
Untuk diagnose pasti adanya batu adalah dengan Intravenous Pielography
(IVP) dan foto polos abdomen atau Blass Nier Overzicht (BNO)
Radiografi polos BNO mungkin cukup untuk mendokumentasikan ukuran
dan lokasi kalkuli yang bersifat radiopaque. Batu yang mengandung
kalsium oksalat dan kalsium fosfat, paling mudah dideteksi dengan
radiografi. Batu yang bersifat radiopaque lemah seperti batu asam urat
murni dan batu yang terutama terdiri dari sistin atau magnesium
ammonium fosfat, mungkin sulit.
Urutan radioopasitas beberapa batu saluran kemih seperti pada tabel 1.

Jenis Batu Radioopasitas

Kalsium Opak

MAP Semiopak

Urat/Sistin Non opak

Tabel 1. Urutan Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih

Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal.


Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non
opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika PIV belum
dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya
penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan
pielografi retrograd.

IVP ini telah dianggap sebagai modalitas pencitraan standar untuk


urolithiasis. IVP memberikan informasi yang berguna tentang batu
(ukuran, lokasi, radiodensitas) dan lingkungannya (anatomi calyx, tingkat
obstruksi), serta unit ginjal kontralateral (fungsi, anomali). Dengan
modalitas pencitraan ini, kalkulus ureter dapat dengan mudah dibedakan
dari radioacities nonurologis. Karena IVP memiliki persiapan usus yang
tepat serta efek kontras yang merugikan dan membutuhkan waktu untuk
persiapannya, maka seringkali tidak bisa dilakukan saat pasien dalam
kondisi darurat. Dibandingkan dengan USG dan BNO, IVP memiliki
sensitivitas yang lebih tinggi (64-87%) dan spesifisitas (92-94%) untuk
mendeteksi urolithiasis. Apabila terdapat batu dengan densitas
radiolusent, maka akan memberikan gambaran filling defect
Pada pemeriksaan IVP tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien berikut
ini:

 Dengan alergi kontras


 Dengan level kreatinin serum >200 mmol/L atau >2 mg/dl
 Dengan pengobatan metformin
 Dengan myelomatosis 4,6,7
4. Retrograde Pielography (RPG)
Merupakan suatu pemeriksaan yang diindikasikan untuk melihat batu
pada saluran kemih. Sama halnya dengan pemeriksaan IVP, radiokontras
akan dimasukkan ke dalam ureter untuk memvisualisasi ureter dan ginjal.
Tetapi aliran kontras ini dimulai dari kandung kemih ke ginjal,
berlawanan dengan aliran urin yang biasanya karena itu namanya
retrograde
RPG digunakan ketika ada cacat pengisian, atau apabila hasil BNO/IVP
meragukan, serta apabila ginjal dan ureter tidak dapat tervisualisasi
dengan IVP 6,7

2.6

Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih
secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih
berat. Indikasi untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih
adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil
karena suatu indikasi sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah
menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang sudah
menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan.

Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti


diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu
yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat
menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang
menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran
kemih. Pilihan terapi antara lain :
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti
disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi
bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan
pemberian diuretikum, berupa :

a) Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari


b) α - blocker
c) NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran
batu syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada
tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan
observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi,
apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan
dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien
seperti ini harus segera dilakukan intervensi.
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi
obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan
gelombang kejut untuk memecahkan batunya  Bahkan pada ESWL generasi
terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal
sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi
akan bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi
batu ginjal.  Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni.
Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis
yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-masing
generator mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan
air atau gelatin sebagai medium untuk merambatkan gelombang kejut. Air dan
gelatin mempunyai sifat akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga
tidak akan menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan
gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. ESWL hanya sesuai untuk
menghancurkan batu ginjal dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di
ginjal atau saluran kemih antara ginjal dan kandung kemih (kecuali yang
terhalang oleh tulang panggul). Batu yang keras (misalnya kalsium oksalat
monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. ESWL tidak boleh
digunakan oleh penderita darah tinggi, kencing manis, gangguan pembekuan
darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan anak-anak, serta berat badan
berlebih (obesitas).
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan
anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan
terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk
wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya

3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan
langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau
melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat
dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi
gelombang suara, atau dengan energi laser.

Beberapa tindakan endourologi antara lain:

a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu


yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi
ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau
dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.

Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat diambil
atau dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat
dengan jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui
berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan khusus
bagi ahli urologi.
b. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli),
c. ureteroskopi atau uretero-renoskopi.
Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu
ureter yang besar, sehingga perlu alat pemecah batu seperti yang disebutkan di
atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada
pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.

d. ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya


melalui alat keranjang Dormia).

4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai
untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL,
pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan
terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk
mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter.
Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan
ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),
korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu
saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang menahun.
5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter
terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam
penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-
tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang
melekat (impacted).

Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya


yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya
kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun
atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun. 8,9,10

2.7 Komplikasi :
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang.
Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian,
kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang
tidak direncanakan. Data kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi
pada tindakan batu ureter memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut dapat
dibagi menjadi yang signifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk
komplikasi signifikan adalah avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis,
trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang
yang termasuk kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus,
stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.

Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya


disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu,
terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari
yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita
tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi. 9,10

2.8 Diskusi
Urolithiasis adalah proses terbentuknya batu (kalkuli) pada traktus
urinarius. Kalkuli yang ditemukan pada ginjal disebut nephrolitiasis dan kasus
ini paling sering ditemukan. Jika kalkuli ditemukan pada ureter dan vesica
11
urinaria sebagian besar berasal dari ginjal. Nyeri klasik pada pasien dengan
kolik renalis akut ditandai dengan nyeri berat dan tiba-tiba yang awalnya
dirasakan pada regio flank dan menyebar ke anterior dan inferior. Diagnosis
ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Untuk diagnosa pasti adanya batu adalah dengan Intravenous


Pielography (IVP) dan foto polos abdomen atau Blass Nier Overzicht (BNO).
Namun pada keadaan tertentu misalnya wanita hamil, ada riwayat tak tahan
dengan zat kontras, ditentukan dengan pemeriksaan Ultrasonography (USG).
Dikatakan USG lebih sensitif untuk mendeteksi batu ureteral vesical junction
dibandingkan dengan IVP, namun juga dikatakan bahwa USG tidak dapat
mendeteksi batu ureter tengah dan distal.6 Ultrasonografi abdomen terbatas
digunakan dalam diagnosis dan pengelolaan urolithiasis. Meskipun
ultrasonografi sudah tersedia, dilakukan dengan cepat dan sensitif terhadap
kalkuli ginjal, hampir sulit mendeteksi adanya batu ureter (sensitivitas: 19 %),
yang kemungkinan besar bersifat simtomatik daripada kalkuli ginjal. Namun,
jika batu ureter itu ada, divisualisasikan dengan ultrasound, temuannya dapat
diandalkan (spesifisitas: 97 % Pemeriksaan ultrasonografi juga sangat sensitif
terhadap hidronefrosis, yang mungkin merupakan manifestasi obstruksi ureter,
namun seringkali terbatas pada penentuan tingkat atau sifat obstruksi.12

Radiografi polos BNO mungkin cukup untuk mendokumentasikan


ukuran dan lokasi kalkuli yang bersifat radiopaque. Batu yang mengandung
kalsium, seperti batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat, paling mudah
dideteksi dengan radiografi. Batu yang bersifat radiopaque lemah, seperti batu
asam urat murni dan batu yang terutama terdiri dari sistin atau magnesium
amonium fosfat, mungkin sulit, jika tidak mungkin, untuk dideteksi pada
radiografi film biasa. 8,12

Intravenous Pielography (IVP) telah dianggap sebagai modalitas


pencitraan standar untuk urolithiasis. IVP memberikan informasi yang berguna
tentang batu (ukuran, lokasi, radiodensitas) dan lingkungannya (anatomi calyx,
tingkat obstruksi), serta unit ginjal kontralateral (fungsi, anomali). IVP tersedia
secara luas, dan interpretasinya juga terstandarisasi. Dengan modalitas
pencitraan ini, kalkulus ureter dapat dengan mudah dibedakan dari
radiopacities nonurologis.8

Dibandingkan dengan USG abdomen dan BNO, IVP memiliki


sensitivitas yang lebih tinggi (64-87%) dan spesifisitas (92-94%) untuk deteksi
urolithiasis. Namun, IVP dapat membingungkan dengan adanya batu
radiolusen yang tidak mengganggu, yang mungkin tidak selalu menghasilkan
"defek pengisian." Selanjutnya, pada pasien dengan obstruksi tingkat tinggi,
bahkan IVP yang berkepanjangan selama 12-24 jam mungkin tidak
menunjukkan tingkat penyumbatan karena konsentrasi media kontras yang
tidak memadai. 8,12

Menurut the European Society of Urogenital Radiology, pemeriksaan


CTScan Urografi (CTU) merupakan alat pemeriksaan dengan hasil pencitraan
yang lebih maksimal dibandingkan lainnya seperti foto konvensional dan
ultrasonografi. Pemeriksaan CTU dapat dilakukan dengan atau tanpa
menggunakan kontras namun untuk membantu penegakan diagnosis batu
saluran kemih biasanya pemeriksaan tidak memerlukan kontras karena batu
sudah dapat dilihat dengan jelas.
Differential Diagnosis Urolithiasis

1. Nefrolithiasis

2. Ureterolithiasis
3. Tumor Renal

4. Tumor Pelvicalicealah fraktur tertutup collum femur dextra.

2.9 Pembahasan Radiologi


Gambar 1. Foto Polos Abdomen AP (7 Januari 2019)

Hasil pemeriksaan foto polos abdomen AP:


 Terpasang DJ Stent pada traktur urinarius dextra dengan ujung cranial
bergelung pada region hipokondrium dextra setinggi CV L2 dan
ujung rongga pelvis
 Tampak multiple bayangan radiopaque pada region lumbal dextra
setinggi CV L3 dan pada region hipogastric CV S1
 Udara usus terdistibusi hingga ke distal colon
 Tidak tampak dilatasi loop-loop usus maupun gambaran herring bone
 Kedua psoas line dan preperitoneal fat line baik
 Tulang-tulang intak
Kesan:
 Terpasang DJ Stent pada traktus urinarius dextra
 Nephrolith dextra
 Ureterolith 1/3 distal dextra
Foto polos abdomen merupakan pemeriksaan awal yang biasanya digunakan
untuk mengidentifikasi kelainan pada abdomen, dan juga saluran cerna.
Pemeriksaan BNO atau foto polos abdomen dengan tujuan melihat kelainan
pada traktur urinarius harus meliputi seluruh traktus urinarius.
Radiografi polos BNO mungkin cukup untuk mendokumentasikan ukuran dan
lokasi kalkuli yang bersifat radiopaque. Batu yang mengandung kalsium,
seperti batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat, paling mudah dideteksi dengan
radiografi. Batu yang bersifat radiopaque lemah, seperti batu asam urat murni
dan batu yang terutama terdiri dari sistin atau magnesium amonium fosfat,
mungkin sulit, jika tidak mungkin, untuk dideteksi pada radiografi film biasa
Dari hasil foto tersebut, terdapat kelainan berupa bayangan radiopaque
multiple region lumbal dextra setinggi CV L3 yang menandakan terdapat batu
pada struktur ginjal dextra atau biasa disebut dengan Nefrolithiasis dextra.
Kelianan lain yaitu berupa bayangan radiopaque pada region hipogastric
setinggi CV S1 yang menandakan adanya batu pada ureter dextra atau biasa
disebut Ureterolithiasis 1/3 distal dextra .fisik, pemeriksaan radiografi seperti
foto x-ray posisi AP, lateral dan kadang-kadang perlu posisi axial. MRI leb
BAB III
KESIMPULAN

Urolithiasis adalah keadaan dimana adanya batu pada saluran kemih dimulai
dari ginjal, ureter, vesika urinaria hingga uretra. Batu saluran kemih atau biasa
disebut dengan urolithiasis merupakan malasah pada saluran kemih ketiga setelah
infeksi saluran kemih dan masalah prostat.
Ada beberapa jenis batu yang dapat terakumulasi pada saluran kemih, batu
kalsium oksalat, kalsium fosfat, batu urat, batu struvit dan batu campuran. Gejala
yang ditimbulkan pada penyakit ini bergantung pada lokasi ataupun obstruksi yang
ditimbulkan oleh batu tersebut
Cara menentukan diagnosis dari urolithiasis adalah dengan anamnesis
berupa riwayat dan gejala yang dirasakan oleh pasien yang umunya nyeri pada
pinggang hingga buli-buli, pemeriksaan fisik, laboratorium serta pemeriksaan
radiologi unutk lebih jelas mengidentifikasi batu, lokasi, serta kelainan anatomis.
Pemeriksaan awal yang biasa nya dilakukan adalah foto polos abdomen, BNO/IVP,
USG, dan CT-Scan abdomen tanpa kontras
Penatalaksanaan urolithiasis antara lain adalah dengan medika mentosa
ataupun intervensi bedah. Tindakan bedah yang dilakukan dapat bersifat invasive
dan non invasiv. Tindakan invasiv seperti litotripsi, PNL, bedah laparoskopi.
Tindakan non-invasiv antara lain ESWL. Pasien dapat mencegah terjadinya batu
dengan cara mengatasi infeksi saluran kemih yang dialaminya, mengontrol kadar zat
dalam darahnya dan hidrasi yang cukup.
Daftar Pustaka

1. P. Nagaraja Rao dkk. 2011, Urinary Tract Stone Disease. New York :
Springer
2. Ahmad Fauzi, Marco Manza, Nefrolitiasis. Universitas Lampung.
2016;5(2):69
3. Jayaraman, UC. Gurusamy, AA. Review on uro-lithiasis pathophysiology and
esculapian discussion. IOSR Journal of Pharmacy 2018; Vol. 8(2): PP 30-42.
4. Pearle, S. Margaret. Urolithiasis Medical and Surgical Management. USA:
Imforma healthcare ;2009.p.1-6
5. Shires, Schwartz. Intisari prinsip – prinsip ilmu bedah. ed-6. EGC : Jakarta.
588-589
6. Yolanda S. What is Urolithiasis. News Medical Life Sciences.
http://www.news-medical.net/health/What-is-Urolithiasis.aspx. Accessed Jan
16, 2018.
7. Kim SC, Burns EK, Lingeman JE, et al. Cystine calculi: correlation of CT-
visible structure, CT number, and stone morphology with fragmentation by
shock wave lithotripsy. Urol Res 2007 Dec;35(6):319-24
8. Turk C, et al. Guidelines on Urolithiasis. European Association of Urology
2017.
9. Sjamsuhidayat. De jong, wim. Buku ajar ilmu Bedah. Hlmn 1024-1034.
EGC : Jakarta.
10. Shires, Schwartz. Intisari prinsip – prinsip ilmu bedah. ed-6. EGC : Jakarta.
588-589
11. Kidney stones in adults. National Institute of Diabetes and Digestive and
Kidney Diseases. https://www.niddk.nih.gov/health-information/urologic-
diseases/kidney-stones/definition-facts . Accessed Jan. 16, 2018.
12. Moore, Keith L., Arthur F Dalley, and A. M. R Agur. Clinically Oriented
Anatomy. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2010.
13. Uinarni H. Atlas USG & CT-Scan Ginjal Normal dan Abnormal, Sugiarto L,
editor. Jakarta: EGC, 2015; p. 32-3.

Anda mungkin juga menyukai