Anda di halaman 1dari 12

PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT

Efendi Lukas

Tujuan Instruksional Umum

Mengetahui dan memahami mengenai pertumbuhan janin terhambat

Tujuan Instruksional Khusus

1. Mengetahui definisi pertumbuhan janin terhambat


2. Mengetahui insiden, faktor risiko dan etiologi pertumbuhan janin terhambat
3. Mengetahui pemeriksaan yang dilakukan pada pertumbuhan janin terhambat
4. Mengetahui diagnostik dan penatalaksanaan pada pertumbuhan janin terhambat
5.
I. DEFINISI

Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) atau Intrauterine Growth Restriction (IUGR) didefinisikan
sebagai taksiran berat janin < 10th percentil berdasarkan ultrasonografi untuk usia kehamilan. Janin
dengan PJT menunjukkan kegagalan untuk mencapai potensi pertumbuhan yang telah ditentukan
secara genetik yang diakibatkan satu atau lebih faktor patologis (Bachin and Peebles 2012).

PJT tidak seharusnya menjadi rancu dengan Small Gestasional for Age (SGA). Kedua istilah ini
sering digunakan secara bergantian, namun tidak identik. Janin dengan PJT gagal mencapai
kandungan potensi pertumbuhan in utero mereka, sedangkan neonatus yang SGA lahir dengan berat
kurang dari persentil berat yang sudah ditentukan (disesuaikan dengan usia kehamilan) terlepas dari
etiologi. Tidak semua SGA bayi adalah PJT, dan sebaliknya, tidak semua bayi PJT adalah SGA. Klinisi
harus mampu mengenali bahwa bayi dengan berat lahir <10th Percentile mungkin SGA, tapi tidak PJT,
dan neonatus dengan berat badan lahir >10th Percentile mungkin PJT (Calkins and Devaskar 2012).

1
Gambar 1. Persentil dari berat lahir (g) untuk Usia Kehamilan di Amerika Serikat Berdasarkan
3.134.879 Kelahiran Hidup Kehamilan Tunggal (Cunningham, Leveno et al. 2014)

II. INSIDEN

Setiap tahun, sekitar 20% dari hampir 4 juta bayi di Amerika Serikat yang lahir dengan
pertumbuhan janin yang rendah dan sangat tinggi. Meskipun sebagian besar bayi berat badan lahir
rendah adalah prematur, sekitar 3% diantaranya adalah aterm. Pada tahun 2006, sekitar 8,3% bayi
beratnya kurang dari 2500 gram saat lahir, sedangkan 7,8% beratnya lebih dari 4000 g. Proporsi pada
bayi <2500 g telah meningkat sebesar 22% sejak tahun 1984 dan 8% sejak tahun 2000. Pada saat
yang sama, kejadian makrosomia (berat lahir >4000 g) terus menurun, bergeser ke arah bobot yang
lebih rendah (Cunningham, Leveno et al. 2014).

PJT terjadi pada 30-40% dari kehamilan yang terkena pre-eklampsia. Pada wanita yang
memiliki riyawat PJT dikehamilan sebelumnya, angka rekurensi adalah sekitar 20%. Namun, hal ini
meningkat menjadi sekitar 50% pada wanita dengan PJT sebelumnya (sebelum 34 minggu kehamilan),
dengan risiko kekambuhan tertinggi pada wanita dengan penyakit ginjal yang sudah ada sebelumnya
dan pada superimposed pre-eklampsia (Bachin and Peebles 2012).

2
Pada penelitian di 4 pusat Fetomaternal di Indonesia tahun 2004 – 2005 didapatakan 571 SGA
dalam 14.702 persalinan atau rata-rata 4,40%. Paling sedikit di RS. Dr. Soetomo Surabaya 2,08% dan
paling banyak di RS. Dr. Sardjito Yogyakarta 6,44% (Karkata and Kristanto 2012).

III. PJT ASIMETRIS DAN SIMETRIS

Dengan pola pertumbuhan yang telah dijelaskan, metode klinis ini berguna untuk mengklasifikasi
PJT dengan memperhitungkan ukuran tubuh dan panjang janin (Resnik and Creasy 2013), yaitu bayi
dengan PJT sering dicirikan memiliki bentuk pertumbuhan yang asimetris (tipe I) atau simetris (tipe II)
(Calkins and Devaskar 2012). Bayi dengan panjang normal untuk usia kehamilan (biometri
menunjukkan dimensi tulang normal dan ukuran kepala) yang berat badannya di bawah normal karena
penurunan jaringan subkutan dan lingkar perut (asimetris kecil), dan bayi yang berat dan dimensi
tulang keduanya di bawah normal (simetris kecil) (Resnik and Creasy 2013).

Insufisiensi utero-plasenta adalah salah satu penyebab paling umum PJT asimetris, yang sering
dihubungkan dengan hipertensi, mengakibatkan berkurangnya transfer glukosa dan penyimpanan hati
terutama akan mempengaruhi ukuran dan jumlah sel, dan lingkar perut janin-yang mencerminkan
ukuran hati-akan berkurang. Pertumbuhan terhambat somatik seperti itu bertujuan untuk menghasilkan
pirau oksigen dan nutrisi ke otak, yang memungkinkan pertumbuhan kepala dan otak-yang disebut
brain sparing. Otak janin biasanya relatif besar dan hati yang relatif kecil. Dengan demikian, rasio berat
otak terhadap berat hati selama 12 minggu terakhir-biasanya sekitar 3 banding 1 dan dapat meningkat
hingga 5 banding 1 atau lebih pada bayi PJT berat (Cunningham, Leveno et al. 2014). Janin ini
memiliki pertumbuhan yang normal sampai trimester ketiga kehamilan, ketika pertambahan berat janin
mulai tampak melambat. Pada USG prenatal, lingkar perut berkurang (Abdominal Circumference) dan
diameter biparietal (Biparietal Diameter), lingkar kepala (Head Circumference), dan panjang femur
(Femur Length) tetap dalam rentang normal. Janin dengan PJT asimetris akan lahir dengan berat lahir
kurang dari yang diharapkan; Namun, kepala mereka dan tulang panjang akan mengikuti lintasan
pertumbuhan yang tepat (Calkins and Devaskar 2012).

Di sisi lain, ketiga pengukuran antropometri, berat badan, panjang, dan lingkar kepala, ditemukan
menurun pada PJT simetris, yang ditemukan sekitar 20% menjadi 30% dari kasus PJT. Pola
pertumbuhan ini dimulai pada awal kehamilan dan kemungkinan besar secara sekunder menurunkan
jumlah dan pertumbuhan sel-sel janin (Calkins and Devaskar 2012). Misalnya, paparan bahan kimia,
infeksi virus, atau pertumbuhan seluler yang timpang dengan aneuploidi dapat menyebabkan

3
penurunan proporsional pada kepala dan tubuh ukuran (Cunningham, Leveno et al. 2014). Janin ini
menunjukkan penurunan proporsional diameter biparietal, lingkar kepala, lingkar perut, dan panjang
femur pada janin USG biometri (Calkins and Devaskar 2012).

Prognosis janin dengan PJT simetris jauh lebih terjaga bila dibandingkan pada janin dengan PJT
asimetris berkaitan dengan mortalitas dan morbiditas seperti prematuritas, malformasi, dan aneuploidi
(Calkins and Devaskar 2012).

Lebih banyak bukti yang disajikan oleh Dashe dan rekan (2000), yang menganalisis 8.722
kehamilan tunggal lahir hidup yang telah menjalani pemeriksaan sonografi dalam 4 minggu setelah
persalinan. Meskipun hanya 20 persen dari janin PJT menunjukkan asimetri kepala-abdomen secara
sonografi, janin tersebut berada pada peningkatan risiko untuk komplikasi intrapartum dan neonatal.
Janin PJT yang simetris tidak menunjukkan peningkatan risiko hasil luaran yang merugikan
dibandingkan dengan janin yang sesuai pertumbuhannya. Para peneliti ini menyimpulkan bahwa PJT
yang asimetris secara signifikan menunjukkan gangguan pertumbuhan, sedangkan PJT yang simetris
memungkin normal, walaupun secara genetik bertubuh kecil (Cunningham, Leveno et al. 2014).

Akhirnya, data terakhir dari Belanda melanjutkan konsep "Brain Sparring" . Roza dan rekan (2008)
memberikan hasil follow up dari 935 balita yang terdaftar antara tahun 2003 dan 2007 di Generation R
Studi di Rotterdam. Menggunakan Child Behavior Checklist di usia 18 bulan, mereka menemukan
bahwa bayi dengan brain sparing memiliki insiden masalah perilaku yang lebih tinggi. Dalam studi lain,
bukti mengenai brain sparing ditemukan pada setengah dari 62 janin dengan pertumbuhan terhambat
dengan berat lahir <persentil ke-10 dan yang menunjukkan aliran Doppler arteri umbilikalis abnormal
(Figueras, 2011a). Dibandingkan dengan kontrol, bayi ini memiliki skor neurobehavioral yang signifikan
lebih rendah pada beberapa daerah, menunjukkan cedera otak yang mendalam. (Cunningham,
Leveno et al. 2014).

IV. ETIOLOGI & FAKTOR RISIKO PJT

Beberapa kondisi dapat mengganggu plasentasi normal dan berujung pada keguguran atau pun
PJT. Dikategorikan menjadi faktor ibu, uterus , plasenta, dan faktor gangguan janin (Tabel 1), kondisi
ini mempengaruhi transfer baik nutrisi dan oksigen ke plasenta (Faktor Ibu), nutrisi dan oksigen
ditransfer melalui plasenta (Faktor Plasenta), pengambilan janin atau proses pertumbuhan (Faktor
Janin) (Baschat, Galan et al. 2009). Jika salah satu faktor atau lebih menjadi abnormal, dapat
memberikan hambatan pertumbuhan yang ditandai dengan penurunan ukuran sel janin, dan bila terjadi
di fase awal dan menjadi cukup berat, dapat mengurangi jumlah sel dan dengan demikian potensi

4
pertumbuhan postnatal. Dalam praktek klinis, tumpang tindih dapa terjadi antara faktor risiko dapat
yang menentukan manifestasi, perkembangan, dan hasil dari pertumbuhan terhambat (Baschat 2008).

Tabel 1. Faktor – Faktor Risiko PJT. (Bachin and Peebles 2012)

Beberapa faktor ini dapat menjadi penyebab pertumbuhan janin terhambat yang dapat
mempengaruhi lebih dari satu kompartemen seperti yang terlihat pada gambar 4. Misalnya, penyebab
infeksi seperti sitomegalovirus dapat mempengaruhi janin secara langsung. Sebaliknya, infeksi bakteri
seperti tuberkulosis mungkin memiliki efek yang signifikan ibu yang mengarah pada pertumbuhan janin
yang buruk. Malaria, infeksi protozoa mungkin dapat menyebabkan disfungsi plasenta. Yang penting,
banyak penyebab pertumbuhan janin terhambat secara prospektif dianggap faktor risiko, karena
gangguan pertumbuhan janin tidak konsisten pada semua wanita yang memiliki faktor risiko.

5
Gambar 4. Faktor – Faktor Risiko PJT. (Cunningham, Leveno et al. 2014)

V. DIAGNOSIS

Pertumbuhan janin terhambat adalah suatu sindrom yang ditandai dengan kegagalan janin untuk
mencapai potensi pertumbuhannya dengan konsekuensi yang terkait dengan gangguan yang
mendasarinya serta tingkat keparahan penyakit janin. Karena PJT mungkin konsekuensi dari banyak
etiologi yang mendasari, diagnosis banding selalu termasuk penyakit ibu, insufisiensi plasenta,
aneuploidi, sindrom non aneuploidi, dan infeksi virus (Resnik and Creasy 2013). Untuk konseling
pasien yang tepat dan pilihan pilihan manajemen, evaluasi prenatal yang komprehensif diperlukan
melampaui penilaian ukuran janin, menggunakan pendekatan diagnostik yang ditujukan untuk
mengidentifikasi penyebab (Baschat, Galan et al. 2009).

Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik

Penentuan awal usia kehamilan yang akurat berupa riwayat menstruasi (Lausman and Kingdom
2013), pengawasan terhadap kenaikan berat badan ibu, dan pengukuran yang cermat ukuran tinggi
fundus uteri selama kehamilan akan mengidentifikasi banyak kasus pertumbuhan janin abnormal pada
wanita yang berisiko rendah (Cunningham, Leveno et al. 2014). Teknik seperti pengukuran tinggi
fundus simfisis-sangat membantu dalam skrining untuk pertumbuhan janin abnormal dan dokumentasi
pertumbuhan yang berkelanjutan jika dilakukan berulang kali oleh pemeriksa yang sama, tetapi mereka
tidak cukup sensitif untuk deteksi secara akurat pada kebanyakan bayi pertumbuhan yang terhambat
(Resnik and Creasy 2013).

Faktor risiko, termasuk riwayat pertumbuhan janin terhambat sebelumnya, meningkatkan


kemungkinan berulang. Secara khusus, tingkat berulang diyakini hampir 50% (Figureas, 2010). Pada

6
wanita dengan faktor risiko, harus dilakukan evaluasi sonografi serial. Meskipun frekuensi pemeriksaan
bervariasi tergantung pada indikasi, pemeriksaan awal diikuti oleh pemeriksaan kedua pada 32-34
minggu, atau ketika dinyatakan ada indikasi klinis, akan mengidentifikasi banyak kasus pertumbuhan
janin terhambat. Meski begitu, diagnosis definitif sering tidak dapat dilakukan sampai melahirkan.
Identifikasi janin tidak tepat tumbuh masih menjadi tantangan. Namun demikian, kedua teknik klinis
sederhana dan teknologi yang lebih kompleks yang mungkin berguna (Cunningham, Leveno et al.
2014).

Pengukuran Tinggi Fundus Uteri

Bila dilakukan dengan hati-hati pengukuran tinggi fundus serial adalah metode skrining yang
sederhana, aman, murah, dan cukup akurat untuk mendeteksi janin SGA. Sebagai alat skrining,
kelemahan utamanya adalah ketidaktepatan. Sebagai contoh, Jensen dan Larsen (1991) dan Walraven
dan rekan kerja (1995) menemukan bahwa metode ini membantu untuk mengidentifikasi dengan benar
hanya 40 persen pada bayi SGA. Meskipun demikian, hasil ini tidak mengurangi pentingnya dilakukan
dengan hati-hati pengukuran fundus sebagai teknik penyaringan sederhana. Metode yang digunakan
oleh sebagian besar untuk pengukuran tinggi fundus digambarkan oleh Jimenez dan kawan-kawan
(1983). Secara singkat, pita pengukur dikalibrasi dalam sentimeter diaplikasikan di atas lengkungan
perut dari tepi atas simfisis ke tepi atas dari fundus uteri, yang diidentifikasi dengan palpasi atau
perkusi. Pita pengukur itu diterapkan ke perut ibu dan jauh dari pandangan pemeriksa untuk
menghindari bias. Jika pengukuran lebih dari 2 sampai 3 cm dari ketinggian yang diharapkan,
pertumbuhan janin yang tidak sesuai mungkin dicurigai (Cunningham, Leveno et al. 2014).

Pemeriksaan Ultrasonografi

Kebanyakan wanita yang menjalani USG trimester pertama ( crown-rump length), membantu untuk
menentukan usia kehamilan secara akurat (Resnik and Creasy 2013). Dalam sebuah studi dari 8313
kehamilan, Verburg dan rekan kerja (2008) menemukan bahwa USG sebelum 24 minggu-optimal pada
10 sampai 12 minggu-memberikan prediksi yang lebih baik untuk usia kehamilan dibandingkan Hari
Pertama Haid Terakhir (Cunningham, Leveno et al. 2014).

Pemeriksaan USG di awal kehamilan akurat dalam menetapkan tanggal perkiraan persalinan dan
kadang-kadang dapat mengidentifikasi kelainan genetik atau bawaan dari kehamilan dengan PJT.
Pemeriksaan USG Serial penting dalam mendokumentasikan pertumbuhan dan menyingkirkan
anomali. Diagnosis antenatal PJT tidak tepat mengingat bahwa perkiraan berat janin tidak dapat diukur
secara langsung dan harus dihitung dari kombinasi parameter yang diukur secara langsung. Secara

7
keseluruhan akurasi prediksi rumus berat lahir memiliki kesalahan dalam 10-20% (Rahimian and
Varner 2003).

Dengan USG, metode yang paling umum digunakan untuk mengukur pertumbuhan janin adalah
mengukur taksiran berat janin yang menggunakan pengukuran multipel biometri janin.
Mengkombinasikan dimensi kepala, perut dan tulang femur telah menunjukkan memiliki akurasi yang
optimal. Dianggap secara terpisah : (Cunningham, Leveno et al. 2014)

a. Panjang femur (FL) pengukuran, secara teknis adalah yang paling mudah
b. Diameter biparietal (BPD) dan lingkar kepala (HC) pengukuran tergantung pada
bidang pengambilan dan mungkin juga dipengaruhi oleh tekanan deformatif di
tengkorak
c. Lingkar perut (AC) pengukuran lebih bervariasi, tetapi yang paling sering abnormal
pada kasus pertumbuhan janin terhambat karena sebagian besar jaringan lunak yang
terlibat

Sonografi yang digunakan untuk mendeteksi pertumbuhan jani terhambat memiliki hasil negatif
palsu. Dashe dan rekan (2000) mempelajari 8400 kelahiran hidup di Rumah Sakit Parkland dimana
evaluasi sonografi janin telah dilakukan dalam 4 minggu sebelum persalinan. Mereka melaporkan
bahwa 30 persen dari janin pertumbuhan janin terhambat tidak terdeteksi. Dalam sebuah studi 1000
janin berisiko tinggi, Larsen dan rekan (1992) melakukan pemeriksaan sonografi serial dimulai pada 28
minggu dan kemudian setiap 3 minggu. Hasilnya, dilaporkan secara signifikan meningkatkan diagnosis
janin dengan SGA. Dan meskipun perssalinan elektif dalam kelompok ini meningkat, tidak ada
peningkatan secara keseluruhan dalam hasil luaran neonatal (Cunningham, Leveno et al. 2014).

Pengukuran Cairan Amnion

Hubungan antara patologis pertumbuhan janin terhambat dan oligohidramnion telah lama dikenal.
Secara khusus, penilaian volume cairan amnion merupakan aspek penting, karena oligohidramnion
merupakan temuan yang sering pada kehamilan pertumbuhan janin terhambat disebabkan oleh
insufisiensi plasenta (Resnik and Creasy 2013). Chauhan dan rekan kerja (2007) menemukan
oligohidramnion dalam kurang dari 10 persen dari kehamilan diduga pertumbuhannya terhambat, tetapi
kelompok wanita ini dua kali lebih mungkin untuk mengalami kelahiran sesar untuk janin dengan pola
denyut jantung nonreassuring. Semakin kecil cairan amnionic, semakin besar angka kematian
perinatal. Satu penjelasan yang mungkin untuk oligohidramnion adalah berkurangnya produksi urin

8
janin yang disebabkan oleh hipoksia dan aliran darah ginjal berkurang (Cunningham, Leveno et al.
2014).

Doppler Velocimetry

Abnormal Doppler arteri umbilikalis velocimetry-ditandai dengan absent atau reversed end-
diastolic flow telah dihubungkan dengan pertumbuhan janin terhambat. Penggunaan Doppler
velocimetry dalam pengelolaan pertumbuhan janin terhambat telah direkomendasikan sebagai
tambahan teknik seperti non-stress testing atau profil biofisik. Kelainan pada aliran Doppler ciri awal
pertumbuhan janin terhambat yang berat dan merupakan transisi dari adaptasi janin menuju ke
kegagalan. Perubahan awal pertumbuhan terhambat berbasis plasenta terdeteksi dalam pembuluh
perifer seperti arteri umbilical dan arteri cerebri media. Perubahan akhir ditandai dengan aliran
abnormal dalam duktus venosus dan aorta dan saluran keluar pulmonal, serta dengan pembalikan
aliran arteri umbilikalis (Cunningham, Leveno et al. 2014).

Oleh karena itu, velocimetry arteri umbilikalis memainkan peran penting dalam pengelolaan
pertumbuhan janin terhambat. Hasil velocimetry normal pada janin kecil biasanya menunjukkan bayi
konstitusional kecil tapi dinyatakan normal, meskipun temuan normal juga dapat diamati pada janin
yang abnormal kromosom atau struktural. Berkurangnya end diastolic flow jarang berhubungan dengan
morbiditas neonatal yang signifikan, namun adanya absence atau reversal of end-diastolic flow
memprediksi peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal dan hasil luaran jangka panjang
neurologis yang buruk, dibandingkan dengan continuing diastolic flow (Resnik and Creasy 2013).

9
Gambar 5. Studi velocimetry Doppler arteri umbilikalis, mulai dari normal hingga yang jelas
abnormal. Pola velocimetry normal A. dengan sistolik untuk diastolik (S / D) rasio < 30. B. Kecepatan
diastolik mendekati nol mencerminkan peningkatan resistensi vaskuler plasenta. C. Selama diastole,
aliran arteri terbalik (negatif S / D ratio), yang merupakan pertanda buruk yang mungkin mendahului
kematian janin. (Cunningham, Leveno et al. 2014)

VI. PENATALAKSANAAN

Setelah pertumbuhan janin terhambat diduga, harus dilakukan upaya untuk mengkonfirmasi
diagnosis, menilai kondisi janin, dan mengevaluasi anomali. Pertumbuhan janin terhambat mendekati
aterm lebih mudah untuk ditangani tetapi sering terlewatkan. Seperti tepat dinyatakan oleh Miller dan
rekan (2008), meskipun pertumbuhan terhambat sebelum 34 minggu ini mudah dikenali,
penatalaksanaan merupakan suatu tantangan. Cordocentesis memungkinkan karyotyping cepat untuk
mendeteksi adanya aneuploidi yang mematikan, yang dapat mempermudah manajemen. Dalam
kehamilan di mana ada kecurigaan kuat anomali janin, konseling pasien dan tes diagnostik prenatal
merupakan indikasi (Cunningham, Leveno et al. 2014).

Suplementasi nutrisi, termasuk antioksidan seperti vitamin C dan E, belum terbukti efektif
dalam mengurangi risiko pertumbuhan janin terhambat. Ulasan Cochrane Database dengan enam
percobaan mengungkapkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam proporsi bayi SGA yang
diberikan suplemen minyak ikan dibandingkan pada kelompok yang tidak diberikan (Resnik and Creasy
2013).

Pertumbuhan janin terhambat umumnya hasil dari insufisiensi plasenta karena kegagalan
perfusi, ablasi plasenta fungsional, ataupun keduanya. Jika keadaan ini terjadi, maka persalinan akan
memperburuk keadaan ini. Sama pentingnya, volume cairan amnion yang berkurang meningkatkan
kemungkinan terjadinya kompresi tali pusat selama persalinan. Untuk alasan ini, seorang wanita yang
diduga pertumbuhan janin terhambat harus menjalani pemantauan intrapartum. Untuk alasan ini dan
lainnya, insiden kelahiran sesar meningkat (Cunningham, Leveno et al. 2014).

Risiko lahir hipoksia atau aspirasi mekonium meningkat. Perawatan untuk bayi yang baru lahir
harus diberikan segera oleh petugas yang terampil membersihkan jalan napas dan ventilasi bayi yang
diperlukan. Bayi baru lahir dengan pertumbuhan janin terhambat yang berat sangat rentan terhadap
hipotermia dan juga dapat mengalami gangguan metabolik lainnya seperti hipoglikemia, polisitemia,
dan hiperviskositas. Selain itu, bayi dengan berat lahir rendah berada pada peningkatan risiko untuk
cacat motoris dan cacat neurologis lainnya (Cunningham, Leveno et al. 2014).

10
Dianjurkan agar pengelolaan, enatalaksanaan dan persalinan dilakukan di unit yang memiliki
fasilitas dan ahli perinatologi/neonatus yang baik. Harus didampingi oleh petugas yang terampil
melakukan resusitasi bayi (Karkata and Kristanto 2012).

11
DAFTAR PUSTAKA

Bachin, I. and D. Peebles (2012). Fetal Growth, Intrauterine Growth Restriction and Small-Gestasional-
for-Age Babies. Rennie and Roberton's Textbook of Neonatology. J. M. Rennie, Elsevier Saunders: 175
- 184.
Baschat, A. A. (2008). Fetal Growth Disorders. High Risk Pregnancy Management Options Fourth
Edition. D. James, P. J. Steer, C. P. Weiner and B. Gonik, Elsevier Saunders: 173 - 195.
Baschat, A. A., et al. (2009). Intrauterine Growth Restriction. Obstetrics Normal and Problem
Pregnancies Sixth Edition. S. G. Gabbe, J. R. Niebyl, J. L. Simpson and M. B. Landon, Elsevier
Saunders: 706 - 736.
Berkley, E., et al. (April 2012). "Doppler asessment of the fetus with intrauterine growth restriction."
American Journal of Obstetrics & Gynecology.
Calkins, K. L. and S. U. Devaskar (2012). Intrauterine Growth Restriction. Fanaroff and Martin's
Neonatal-Perinatal Medicine Disease of the Fetus and Infant. R. J. Martin, A. A. Fanaroff and M. C.
Walsh, Elsevier Saunders. volume one: 227 - 233.
Cunningham, F. G., et al. (2014). Fetal-Growth Disorders. Williams Obstetrics 24th Edition. F. G.
Cunningham, K. J. Leveno, S. L. Bloom et al., McGraw Hill Medical: 872-920.
Figureas, F. and J. Gardosi (2010). "Intrauterine Growth Restriction : new concepts in antenatal
surveillance, diagnosis, and management." American Journal of Obstetrics & Gynecology.
Karkata, M. K. and H. Kristanto (2012). Pertumbuhan Janin Terhambat. Panduan Penatalaksanaan
Kasus Obstetri. M. K. Karkata and H. Kristanto, Himpunan Kedokteran Fetomaternal: 79 - 99.
Lausman, A. and J. Kingdom (2013). "Intrauterine Growth Restriction : Screening, Diagnosis, and
Management." SGOC Clinical Practice Guideline: 741 - 748.
Rahimian, J. and M. W. Varner (2003). Disproportional Fetal Growth. Current Obstetric & Gynecologic
Diagnosis & Treatment 9th Edition. A. H. DeCherney and L. Nathan, Lange Medical: 301 - 309.
RCOG (2013). "The Investigation and Management of the Small-for-Gestasional-Age Fetus." RCOG
Green-top Guideline.
Resnik, R. and R. K. Creasy (2013). Intrauterine Growth Restriction. Creasy and Resnik's Maternal-
Fetal Medicine Priciples and Practice Seventh Edition. R. K. Creasy, R. Resnik, J. D. Iams et al.,
Elsevier Saunders: 743 - 755.

12

Anda mungkin juga menyukai