Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) didefinisikan suatu keadaan janin


mempunyai berat badan dibawah batasan tertentu dari umur kehamilannya. Batasan
tertentu untuk PJT inilah yang sampai sekarang sering menjadi perdebatan. Namun,
definisi yang sering digunakan adalah janin yang mempunyai berat badan kurang
atau sama dengan 10 persentil dari kurva berat badan normal (POGI, 2006).
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) sampai saat ini masih merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal. Sekitar 2-10% dari kehamilan,
berhubungan dengan PJT, dan 20% dari janin lahir mati mengalami hambatan
tumbuh. Insiden PJT bervariasi di tiap-tiap Negara, menurut survei UNICEF, di
india kejadian PJT berkisar antara 25-30%. Kejadian PJT berkisar 4-8% pada
Negara maju dan 6-30% pada Negara berkembang. Insiden PJT di Indonesia pada
tahun 2004-2005 sekitar 4,4% (Pasaribu,2008).

Pertumbuhan janin terhambat (Intrauterine Growth Restriction, IUGR)


merupakan bagian dari sindrom dengan etiologi multifaktor yang dapat pula
didefinisikan sebagai “penurunan laju pertumbuhan janin yang patologis”, dan
sebagai akibatnya adalah janin yang tidak mencapai pertumbuhan optimal dan oleh
karenanya memiliki risiko tinggi mengalami komplikasi perinatal. Banyak teori
mengenai etiopatogenesis IUGR didasarkan pada perubahan plasentasi, yaitu suatu
proses yang kompleks di awal trimester pertama kehamilan, yang dapat
mengganggu proses perkembangan kehamilan normal. Selama periode ini, adaptasi
vaskuler yang sesuai antara sirkulasi ibu dan janin sangatlah penting, dimana disini
terjadi perubahan histologis dan fungsional. Plasentasi yang abnormal tampaknya
berperan dalam patogenesis preeklamsia dan juga dapat berkaitan dengan patologi
IUGR. Peningkatan konsentrasi homosistein dalam plasma (hiperhomosisteinemia)
telah dianggap sebagai faktor risiko independen pada kasus penyakit penyumbatan
pembuluh darah, termasuk penyakit jantung koroner. Sehingga, peningkatan risiko
2

obstetrik pada wanita hamil dengan hiperhomosisteinemia dapat disebabkan karena


kerusakan vaskuler yang diakibatkan oleh perubahan pada pembuluh darah
plasenta, yang berakibat pada infark dan insufisiensi plasenta. (Myatt, 2007)

Nitrogen oksida (NO), seperti homosistein, dihasilkan di endotel pembuluh


darah dan kekurangan bahan ini dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya
IUGR. Nitrogen oksida disintesis dari prekursor fisiologis L-arginine, yang
merupakan satu-satunya substrat untuk produksi NO. Telah dilaporkan tentang efek
terapi L-arginine yang bermanfaat untuk kasus dengan pertumbuhan janin
terhambat asimetris. (Myatt, 2007)

Plasenta dari kehamilan dengan komplikasi PJT telah tercatat memiliki invasi
yang jelek dari sel-sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu , terutama arteri
spiralis ibu. Aktivasi endotel pembuluh darah ibu mungkin disebabkan oleh iskemia
lokal yang disebabkan oleh invasi abnormal dari sel-sel trofoblas ke dalam
pembuluh darah maternal. Aktivasi endotel berakibat pada peningkatan produksi
mediator vasoaktif yang bersifat parakrin alami dan kompromi lebih lanjut pada
perfusi plasenta.Salah satu mediator vasoaktif ini adalah endotelin (L. Margarit et
al, 2006).

Endothelin1 (ET1) adalah vasokonstriktor endogen yang dikenal paling kuat dan
iskemia plasenta adalah stimulus ampuh untuk produksi ET1. Ada banyak studi
menyelidiki peran ET - 1 dalam pathogenesis IUGR , dan sebagian besar penelitian
ini telah berkorelasi (Nezar et al, 2009)

ET1 adalah polipeptida asam amino 21, vasokonstriktor kuat yang diproduksi
dan dikeluarkan terutama dari sel-sel endotel. ET1 juga diproduksi oleh epitel
kelenjar termasuk sel-sel amnion. ET1 diatur tinggi untuk menanggapi rangsangan
seperti hipoksia , iskemia dan stress . Ia juga diketahui meningkat dengan
angiotensin II , vasopresin , trombin , insulin dan faktor pertumbuhan lainnya (L.
Margarit et al, 2006).

ET1 diatur rendah oleh vasodilator ( nitrat oksida dan prostasiklin ) dan dengan
peptida natriuretik atrial. Aksi fisiologis ET1 dalam pembuluh darah plasenta
berkaitan dengan regulasi dari aliran darah .Plasentasi yang normal tergantung pada
3

proliferasi dan infiltrasi trofoblas awal serta karena vasoaktif dan tindakan
mitogenik mereka; ET mungkin terlibat dalam pertumbuhan plasenta dan
vaskularisasi (L. Margarit et al, 2006).
Telah ditunjukkan bahwa respon kontraktil ET1 dalam pembuluh darah plasenta
meningkat pada kehamilan dengan PJT dibandingkan dengan kasus normal dan ,
oleh karena itu , disimpulkan bahwa ET1 mungkin terlibat dalam patofisiologi PJT
(L. Margarit et al, 2006).

B. Rumusan Masalah
1. Adakah perbedaan kadar Endothelin-1(ET-1) antara kehamilan dengan
Pertumbuhan Janin Terhambat dibandingkan dengan kehamilan normal ?
2. Adakah perbedaan kadar Nitrit Oksida (NO) antara kehamilan dengan
Pertumbuhan Janin Terhambat dibandingkan dengan kehamilan normal ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan menganalisis faktor proangiogenik dan
antiangiogenik pada wanita hamil.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui perbedaan kadar ET-1 dan NO pada penderita
Pertumbuhan Janin Terhambat dan wanita hamil normal.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pengetahuan tentang keseimbangan kadar ET-1
dan NO pada wanita hamil normal dan penderita Pertumbuhan Janin
Terhambat sehingga dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Aplikatif
Menambah khasanah korelasi pemeriksaan klinis dan laboratories
biomolekuler pada proses kehamilan sehingga dapat memberi masukkan
dalam menurunkan angka morbiditas dan mortalitas perinatal yang
diakibatkan oleh Pertumbuhan Janin Terhambat.
3. Manfaat Kedokteran Keluarga
Dengan mengetahui adanya perbedaan keseimbangan kadar ET-1 dan NO
antara wanita hamil normal dengan penderita Pertumbuhan Janin
4

Terhambat, diharapkan dapat dikembangkan usaha untuk melakukan


deteksi dini sehingga dapat merencanakan usaha preventif yang lebih awal
dalam penanganan Pertumbuhan Janin Terhambat.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT


1. Definisi dan Epidemiologi
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) adalah janin dengan berat badan
kurang atau sama dengan 10 persentil, atau lingkar perut kurang atau sama
dengan 5 persentil atau FL/AC > 24. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
karena berkurangnya perfusi plasenta, kelainan kromosom, faktor lingkungan
atau infeksi. Penentuan PJT juga dapat secara USG di mana biometri tidak
berkembang secara bermakna setelah 2 minggu (Harper, 2005)

Wathen et al. mengartikan PJT sebagai berat badan lahir di bawah


persentil tepat (nilai 2 S.D. di bawah rata-rata nasional pada sebagian usia
kehamilan). Pengertian ini seringkali dikombinasikan dengan Kecil Masa
Kehamilan (KMK) dan tidak hanya termasuk janin dengan PJT karena
insufisiensi plasenta, tetapi juga janin dengan potensi genetik pertumbuhan
yang rendah tetapi janin juga dengan potensial pertumbuhan genetik yang
lebih rendah tetapi yang sehat tanpa malnutrisi atau hipoksia (Wallner, 2007).

Batasan yang diajukan oleh Lubchenco (1963) adalah bahwa setiap


bayi yang berat badan lahirnya sama dengan atau lebih rendah dari presentil
ke-10 untuk masa kehamilan pada Denver Intrauterine Growth Curves adalah
bayi SGA. Ini dapat terjadi pada bayi yang prematur, matur, ataupun
postmatur (Sakala,2005)

Sampai saat ini masalah PJT masih merupakan penyebab utama


morbiditas dan mortalitas perinatal. Sekitar 2-10% dari kehamilan,
berhubungan dengan PJT, dan 20% dari janin lahir mati mengalami hambatan
tumbuh. Insiden PJT bervariasi di tiap-tiap Negara, menurut survei UNICEF,
di india kejadian PJT berkisar antara 25-30%. Kejadian PJT berkisar 4-8%
pada Negara maju dan 6-30% pada Negara berkembang. Insiden PJT di
Indonesia pada tahun 2004-2005 sekitar 4,4% (Pasaribu,2008).
6

2. Klasifikasi
Pertumbuhan Janin Terhambat dapat diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006) :

a. Tipe Simetris
Gambaran pertumbuhan janin berupa pengurangan ukuran organ-organ
janin yang sifatnya menyeluruh, ukuran badannya secara proporsional
kecil, gangguan pertumbuhan janin terjadi sebelum umur kehamilan 20
minggu, sering disebabkan oleh kelainan kromosom atau infeksi
(Hariadi, 2004)

Jika faktor yang menghambat pertumbuhan terjadi pada awal kehamilan,


saat hiperplasia (biasanya karena kelainan kromosom atau infeksi), akan
menyebabkan PJT simetris. Jumlah sel berkurang dan secara permanen
akan menghambat pertumbuhan janin dan prognosisnya jelek.
Penampilan klinisnya proporsinya tampak normal karena berat dan
panjangnya sama-sama tergangnggu, sehingga ponderal indeksnya
normal

b. Tipe Asimetris
Gangguan pertumbuhan janin terjadi pada kehamilan trimester III,
ukuran badannya tidak proporsional, sering disebabkan oleh insufisiensi
plasenta.Jika faktor yang menghambat pertumbuhan terjadi pada saat
kehamilan lanjut, saat hipertrofi (biasanya gangguan fungsi plasenta,
misalnya preeklamsia), akan menyebabkan ukuran selnya berkurang,
menyebabkan PJT yang asimetris yang prognosisnya lebih baik.
Lingkaran perutnya kecil, skeletal dan kepala normal, ponderal
indeksnya abnormal cenderung meningkat.(Fortner, 2007).

c. Tipe intermediate
Janin pada awalnya simetris tetapi kemudian menjadi asimetris pada
akhir kehamilan, hal ini disebabkan adanya pengurangan jumlah dan
ukuran sel akibat malnutrisi pada fase hiperplasi dan hipertropi.
7

Beberapa peneliti lebih menyukai klasifikasi etiologi janin kecil dan


membagi mereka dalam kelompok sebagai berikut (Rompas,2008):

1. IUGR intrinsik. Janin-janin ini kecil karena kondisi janin, seperti infeksi
intrauterin atau kelainan kromosom,
2. IUGR ekstrinsik. Gagalnya pertumbuhan karena pengaruh luar janin
seperti keadaan plasenta atau penyakit ibu,
3. IUGR kombinasi. Pada pasien-pasien ini terdapat baik faktor intrinsik
maupun ekstrinsik yang berhubungan dengan gagalnya pertumbuhan,
4. IUGR idiopatik. Penyebab kegagalan pertumbuhan janin tidak diketahui.
3. Faktor Risiko
Kecurigaan akan PJT ditegakkan berdasarkan pengamatan faktor-faktor
risiko dan ketidaksesuaian tinggi fundus uteri dengan umur kehamilannya.
Tetapi kurang akuratnya pemeriksaan klinis dalam meramalkan kejadian PJT
pada umumnya disebabkan oleh (Himpunan Fetomaternal POGI,2006) :

1. kesalahan dalam menentukan umur kehamilan,


2. kesalahan dalam cara pengukuran tinggi fundus uteri
3. adanya fenomena trimester terakhir, yaitu bayi-bayi yang tersangka
PJT pada kehamilan 28-34 minggu, kemudian menunjukkan
pertumbuhan yang cepat pada kehamilan 36-39 minggu
Faktor Risiko Pertumbuhan Janin Terhambat yang lain antara lain (Himpunan
Fetomaternal POGI,2006).:

1. Lingkungan Sosioekonomi rendah


2. Riwayat PJT dalam keluarga
3. Riwayat Obstetri yang buruk
4. Berat badan sebelum hamil dan selama kehamilan rendah
5. Komplikasi obstetrik dalam kehamilan
6. Komplikasi medik dalam kehamilan
Faktor-faktor risiko yang terdeteksi sebelum kehamilan (Himpunan
Fetomaternal POGI, 2006):

1. riwayat PJT sebelumnya


8

2. riwayat penyakit kronis (penyakit paru/jantung kronis/kurang gizi)


3. riwayat APS (Antiphospholipid syndrome)
Dua golongan antibody antifosfolipid telah dikaitkan dengan
pertumbuhan janin terhambat, yaitu antibody kardiolipin dan
antikoagulan lupus. Hasil kehamilan pada wanita dengan antibody ini
seringkali buruk, dan mungkin juga menimbulkan preeclampsia awitan
dini dan kematian janin trimester kedua atau ketiga.Mekanisme
patofosiologis pada janin disebabkan oleh agregasi trombosit pada ibu
dan thrombosis plasenta.Antibodi ini juga dapat dicurigai pada wanita
yang mengalami kematian janin trimester kedua berulang atau
pertumbuhan janin terhambat awitan dini, khususnya jika disertai oleh
penyakit hipertensif berat.

4. Hipoksia maternal.
Jika terpajan pada lingkungan yang hipoksik secara kronis, beberapa
janin mengalami penurunan berat badan yang signifikan.Misalkan, janin
dari wanita yang tinggal di dataran tinggi biasanya mempunyai berat
badan lebih rendah daripada mereka yang dilahirkan ibu yang tinggal di
dataran rendah.
Bisa juga karena anemia berat dekarenakan gangguan siklus
uteroplasenter sehungga pasokan oksigen ikut berkurang

5. Indeks Massa Tubuh rendah


Faktor-faktor risiko yang terdeteksi selama kehamilan:
(HimpunanFetomaternal POGI, 2006) :

1. Perdarahan pervaginam
2. Kelainan plasenta
Menggunakan sebuah analisa plot Bland-Altman, pengukuran aksis
panjang, aksis pendek dan keliling plasenta yang diperoleh secara
manual dan digital menunjukkan korelasi tertutup (r=0.70, 0.70 dan 0.83,
respektif). Skor z berat lahir berkorelasi signifikan dengan skor z berat
plasenta (r=0.59, p<0.001) dan skor z keliling plasenta digital (r=0.40,
p<0.001). Rasio berat lahir : berat plasenta adalah 7.20 rasio berat lahir :
9

keliling plasenta=64.57 g/cm, didapat hasil berat lahir berkorelasi kuat


dengan batasan berat plasenta dan keliling plasenta.

3. Partus prematurus
4. Kehamilan ganda
Hambatan pertumbuhan dilaporkan terjadi pada 10-50% bayi kembar

Gambar 1. Hubungan antara berat lahir dan usia gestasi pada kehamilan
multiple

5. Kurangnya pertambahan berat badan selama kehamilan (< 7 kg).


Wanita yang bertubuh kecil biasanya mempunyai bayi yang lebih
kecil.Jika seorang wanita memulai kehamilan dengan berat badan kurang
dari 50 kg, risiko melahirkan bayi kecil untuk masa kehamilan
meningkat sekurang-kurangnya dua kali lipat.juga melaporkan bahwa
berkurangnya pertumbuhan intrauterine sang ibu merupakan faktor risiko
hambatan pertumbuhan intrauterine untuk anak-anaknya (Brodsky, 2004)
10

4. Etiologi

a. Maternal

1. Tekanan darah tinggi


2. Malnutrisi dan anemia
3. Infeksi

Infeksi virus, bakteri, dan protozoa dianggap menjadi penyebab 5%


kasus pertumbuhan janin terhambat.Yang paling terkenal adalah
infeksi yang disebabkan oleh rubella dan sitomegalovirus.Kedua virus
ini memiliki mekanisme yang berbeda dalam mengganggu
pertumbuhan janin.Sitomegalovirus dikaitkan dengan sitolisis
langsung dan menghancurkan sel-sel fungsional.Sedangkan infeksi
rubella menyebabkan insufisiensi vaskuler dengan merusak
endothelium pembuluh darah kecil.Laju pembelahan sel juga menurun
pada infeksi rubella congenital.Listeriosis, tuberculosis, dan sifilis
juga telah dilaporkan menyebabkan hambatan pertumbuhan
janin.Toksoplasmosis adalah infeksi protozoa yang paling sering
menimbulkan gangguan pertumbuhan janin. (Chan, 2006)

4. Perokok, Pecandu alkohol dan obat tertentu

Merokok dapat menyebabkan PJT. Penurunan pertumbuhan janin


antara 150-400 gr. Mengunyah tembakau saat hamil dan perokok pasif
juga dapat menyebabkan penurunan berat badan janin. Mekanismenya
mungkin karena kombinasi antara penurunan aliran darah melalui
villi, efek karbon monoksida, dan tiosianat pada janin, serta
penurunan prostasiklin. Efek alkohol sinergis dengan merokok.
Terdapat satu dari 76 bayi dengan sindroma alkohol janin, 91% terjadi
PJT. Efek alkohol pada janin lebih berat pada peminum berat.
Pemakaian kronis heroin, morfin, kokain, dan zat-zat adiktif lainnya
sering berhubungan dengan retardasi pertumbuhan janin.
11

Mekanismenya tidak jelas, tetapi berhubungan dengan efek langsung


obat pada janin dan malnutrisi penggunanya (Chan, 2006)

b. Uterus dan Plasenta

1. Penurunan aliran darah di uterus dan plasenta


2. Plasenta abruption, plasenta praevia, infark plasenta (kematian sel
pada plasenta), korioangioma.
3. Infeksi di jaringan ikat sekitar uterus
4. Twin-to-twin transfusion syndrome

c. Janin

1. Janin kembar
2. Penyakit infeksi (Infeksi bakteri, virus, protozoa dapat menyebabkan
PJT. Rubela dan cytomegalovirus (CMV) adalah infeksi yang sering
menyebabkan PJT).
3. Kelainan kromosom (Kelainan kromosom seperti trisomi atau triploidi
dan kelainan jantung bawaan yang berat sering berkaitan dengan PJT.
Trisomi 18 berkaitan dengan PJT simetris serta polihidramnion
(cairan ketuban berlebih). Trisomi 13 dan sindroma Turner juga
berkaitan dengan PJT) . Trisomi 16 adalah trisomi yang paling sering
ditemukan pada abortus spontan. Bercak-bercak trisomi di plasenta
yang disebut dengan mosaikisme plasenta, menyebabkan insufisiensi
plasenta yang mungkin menyebabkan banyak kasus gangguan
pertumbuhan janin. Pada kehamilan ini, kelainan kromosom terbatas
hanya pada plasenta (Hariadi,2004)

Plasenta janin dengan trisomi autosomal mempunyai jumlah arteri


kecil berotot yang lebih sedikit di batang vili tersiernya (Rochelson
dkk., 1990). Jadi, baik insufisiensi plasenta maupun pertumbuhan dan
diferensiasi sel abnormal primer mungkin berperan menyebabkan
hambatan pertumbuhan janin dengan derajat signifikan dan sering
disertai dengan kelainan kariotipe. Dalam sebuah seri penelitian yang
12

melibatkan 458 janin tanpa anomali struktural pada pemeriksaan


sonografi, Snijders dkk., (1993) menemukan abnormalitas kariotipe
sebanyak 20%. Bila ada gangguan pertumbuhan dan anomali janin,
prevalensi kelainan kromosom akan lebih besar lagi, meskipun
kegagalan pertumbuhan pascalahir menonjol pada anak-anak dengan
trisomi 21, gangguan pertumbuhan janin umumnya ringan. Bahkan
rata-rata berat lahir mereka adalah 2900 g. Namun janin dengan
trisomi 18 hampir selalu mengalami gangguan yang signifikan
(Harper, 2005).

5. Skrining
Pada populasi umum skrining dilakukan dengan cara mengukur tinggi
fundus uteri (TFU), yang dilakukan secara rutin pada waktu ANC sejak umur
kehamilan 20 minggu sampai aterm. Jika ada perbedaan sama atau lebih dari 3
cm dengan kurva standard, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi
(USG). Pada kehamilan yang berisiko terjadi PJT, pemeriksaan USG
dilakukan pertama kali pada kehamilan trimester I untuk konfirmasi haid
pertama yang terakhir. Kemudian pada pertengahan trimester II (18-20
minggu) untuk mencari kelainan bawaan dan kehamilan kembar. Pemeriksaan
USG diulang pada umur kehamilan 28-32 minggu untuk deteksi gangguan
pertumbuhan dan fisiologi brain sparing effect (oligohidramnion dan
pemeriksaan Doppler velocimetry yang abnormal (Harper, 2005).

Penegakan diagnosis: estimasi berat sama atau kurang dari 10 persentil


dan lingkar perut (AC) yang sama atau kurang dari 5 persentil atau FL/AC >
24 atau biometri tidak berkembang setelah 2 minggu (Himpunan Fetomaternal
POGI, 2006).

6. Kriteria
Suspek PJT jika terdapat satu atau lebih tanda-tanda PJT dibawah ini:
(Himpunan Fetomaternal POGI,2006)

1. TFU 3 cm atau lebih di bawah normal


13

2. pertambahan berat badan < 5 kg pada uk 24 mgg atau < 8 kg pada umur
kehamilan 32 minggu (untuk ibu dengan BMI < 30)
3. estimasi berat badan < 10 persentil
4. HC/AC > 1
5. AFI 5 cm atau kurang
6. Sebelum uk 34 mgg plasenta grade 3
7. Ibu merasa gerakan janin berkurang

Gambar 2 Grafik Pertumbuhan Janin (Dikutip dari: Peleg, 2004)


14

7. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis PJT dimulai dengan pemeriksaan
sederhana dilanjutkan dengan pemeriksaan yang lebih rumit. Pemeriksa harus
waspada pada ibu hamil dengan risiko tinggi yang dapat mengarah pada
suspek PJT.

a. Berat badan.
Penambahan berat badan ibu merupakan indeks yang tidak sensitif untuk
membedakan PJT dengan bayi kecil tetapi sehat.

b. Mengukur tinggi fundus uteri (TFU)


Terbatas akurasinya untuk mendeteksi janin KMK, sensitivitas 56-86%,
spesifitas 80-93%. Tidak dapat membedakan antara PJT dengan bayi
kecil tetapi sehat. Prediksi PJT diketahui jika hasil pengukuran di bawah
garis 10 persentil dari kurva normal. Pemeriksaan TFU dengan pita harus
dilakukan dengan kandung kemih kosong. Kekeliruan hasil pengukuran
juga bisa terjadi pada kehamilan ganda, hidramnion, letak lintang,
turunnya kepala dalan jalan lahir, hamil dengan mioma uteri, obesitas, di
samping kurang tepat meletakkan pita.

c. Diameter Biparietal (BPD)


Sensitifitas dan spesifisitas pengukuran BPD serial terlalu rendah sebagai
metode primer untuk mengevaluasi janin kecil karena kepala adalah
organ terakhir yang terpengaruh oleh malnutrisi janin.

d. Estimasi berat janin (EFW) dan Abdominal Circumference (AC).


Tingkat pertumbuhan lingkar perut tidak terpengaruh usia gestasi. Bila
tingkat pertumbuhan < 1 cm dalam 2 minggu menunjukkan PJT.

e. Rasio lingkar kepala dan perut (H/A ratio)


Rasio H/A diperkirakan dari umur kehamilan, sehingga diperlukan data
tanggal HPMT pasien yang tepat. Lingkar kepala diukur setinggi
thalamus.
15

f. Rasio Femur-abdomen (F/A ratio).


Rasio F/A tetap konstan setelah kehamilan 20 minggu. Nilai normalnya
adalah 22 + 2. Bila kelainan rasio F/A cukup tinggi, harus dicurigai kuat
adanya malnutrisi janin.Jika rasio F/A normal, janin mungkin kecil dan
sehat atau menderita PJT simetri tetapi tidak mengalami malnutrisi berat.

g. Indeks Timbangan bayi (Fetal Ponderal Index / PI).


PI diukur dengan membagi perkiraan berat janin dengan 3 kali panjang
femur. Nilai normalnya adalah 8.325 + 2.5 (2 SD). PI tidak terpengaruh
usia gestasi dan memiliki nilai konstan pada pertengahan akhir kehamilan.

Ponderal index = BB(gram) x 100

PB(cm)

h. Volume air ketuban (AFV)


Dengan menentukan indeks cairan amnion (Amniotic Fluid Index / AFI),
yaitu dengan teknik 4 kuadran. Disebut oligohidramnion jika AFI kurang
dari 10. Oligohidramnion adalah tanda akhir terjadinya malnutrisi janin.
AFI dilakukan setiap minggu atau 2 kali seminggu tergantung berat
ringannya PJT.

i. Analisa Doppler (Doppler Velocimetry).


Gelombang Doppler digunakan untuk melihat hambatan aliran darah ke
janin yaitu kelainan vaskuler plasenta. (Merz, 2005, Berness, 2004)

8. Dampak PJT
Morbiditas dan mortalitas perinatal kehamilan dengan PJT lebih tinggi
dari pada kehamilan yang normal. Morbiditas perinatal adalah: prematuritas,
oligohidramnion, DJJ yang abnormal, meningkatkan angka SC, asfiksia
intrapartum, skor Apgaryang rendah, hipoglikemia, hipokalsemi, polisitemi,
hiperbilirubinemia, hipotermia, apnea, kejang dan infeksi Mortalitas
perinataldipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk: derajat keparahan PJT,
saat terjadinya PJT, umur kehamilan dan penyebab dari PJT. Makin kecil
persentil berat badannya makin tinggi angka kematian perinatalnya.
16

Pola kecepatan pertumbuhan bayi KMK bervariasi, pertumbuhan


tinggi badan dan berat badan bayi preterm KMK yang PJT ketinggalan
dibanding bayi preterm Appropriate for Gestational Age (AGA) yang tidak
PJT.(Harper, 2004).

9. Komplikasi PJT
PJT yang tidak segera diberi tindakan penanganan dokter dapat
menyebabkan bahaya bagi janin hingga menyebabkan kematian. Kondisi ini
disebabkan karena terjadinya kondisi asupan nutrisi dan oksigenasi yang tidak
lancar pada janin. Jika ternyata hambatan tersebut masih bisa di tangani
kehamilan bisa dilanjutkan dengan pantauan dokter, sebaliknya jika sudah
tidak bisa ditangani maka dokter akan mengambil tindakan dengan memaksa
bayi untuk dilahirkan melalui operasi meski belum pada waktunya (Himpunan
Fetomaternal POGI, 2006).

Komplikasi pada PJT dapat terjadi pada janin dan ibu

a. Janin
Antenatal : gagal nafas dan kematian janin

Intranatal : hipoksia dan asidosis

Setelah lahir :

1. Langsung:
Asfiksia, hipoglikemi, aspirasi mekonium, DIC, hipotermi, perdarahan
pada paru, polisitemia, hiperviskositas sindrom, gangguan
gastrointestinal

2. Tidak langsung
Pada simetris PJT keterlambatan perkembangan dimulai dari lambat
dari sejak kelahiran, sedangkan asimetris PJT dimulai sejak bayi lahir
di mana terdapat kegagalan neurologi dan intelektualitas. Tapi
prognosis terburuk ialah PJT yang disebabkan oleh infeksi kongenital
dan kelainan kromosom (Fortner, 2007)
17

b. Ibu
1) Preeklampsi
2) Penyakit jantung
3) Malnutrisi
10. Penatalaksanaan
Non Stress Test (NST). Non stress test dapat dilakukan jika terjadi
perubahan pola gerak ataugerakan janin yang tidak biasa, saat plasenta
dicurigai tidak berfungsi adekuat, dan dalam keadaan risiko tinggi. Tes ini
menggunakan kardiotokografi. Cara melakukannya adalah dengan
memasangkan gerakan, denyut jantung, dan reaktivitas jantung dari adanya
gerakan diukur dalam 20-30 menit. Jika janin tidak bergerak, tidak selalu
terdapat masalah, mungkin janin tidur. Tes ini umumnya dapat dilakukan pada
usia kehamilan 28 minggu ke atas. Penurunan variabilitas denyut jantung
janin, hilangnya reaktivitas, kurangnya akselerasi, dan timbulnya deselerasi
variabel, merupakan tanda-tanda lemahnya pertahanan janin dan terminasi
perlu segera dilakukan. (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006).

Contraction Stress Test (CST) dan Biophisic Score (BPS) / Biophysical


profile (BPP), dapat digunakan pada NST abnormal. Bila hasilnya fetal
compromise maka harus terminasi segera. Pada keadaan dimana tidak terdapat
tes-tes pelengkap ini, maka NST cukup untuk memutuskan terminasi
kehamilan segera. (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006).

Volume cairan amnion, Penilaian volume air ketuban menggunakan


USG secara semi kuantitatif dengan skor 4 kuadran atau pengukuran diameter
vertikal kantong amnion terbesar. Volume normal tidak menyingkirkan PJT.
PJT yang disertai oligohidramnion akan meningkatkan angka kematian
perinatal 50 kali lebih tinggi yang dianggap sebagai indikasi terminasi
kehamilan pada janin viable. (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006).

Kesejahteraan janin dapat dinilai dengan menggunakan skor biofisik.


Pemeriksaan ini menggunakan alat bantu ultrasonografi. Skor biofisik
memiliki 4 komponen yaitu : gerakan napas janin, gerakan anggota tubuh
janin dan tonus otot janin, denyut jantung janin reaktif dengan NST, dan
18

pengukuran volume cairan amnion semikuantitatif. Penilaian ini dilakukan


dalam 20-30 menit. Skor yang dapat dihasilkan memiliki rentang 0-10.
Gerakan janin dinilai dari gerakan satu episode fleksi dan ekstensi anggota
gerak atau gerakan tulang belakang. Gerakan napas dinilai dari gerakan dada
dalam inspirasi dan ekspirasi atau gambaran mengembang dan menguncup badan janin
(rongga dada). Volume cairan amnion atau amniotic fluid volume secara semi
kuantitatif adalah dengan mengukur jarak vertikal kantong gestasi ke fetus
dikeempat kuadran uterus kemudian dijumlahkan. Umbilicus menjadi tolak
ukur pembagi uterus. Jika jumlahnya kurang dari 5 cm, hasilnya merupakan
oligohidramnion (Manning, 2011).

Gambar 3. Gambaran Status Skor Biofisik dan Keadaan Janin (Dikutipdari:


Manning, 2011)

Dilakukan terminasi kehamilan bila ditemukan :(Himpunan


Fetomaternal POGI, 2006)

a. Rasio Femur Lenght/Abdominal Circumference biometri ≥ 26, janin


termasuk PJT berat
19

b. Doppler velosimetri arteri atau vena umbilicalis (PI ≥ 1,8) yang disertai
Absence of End Diastolic Flow (AEDF)/ Reverse of End Diastolic Flow
(REDF)
c. AFI (Amnion Fluid Index) ≤ 4
d. Biophysic score memburuk
e. CTG : deselerasi lambat
Janin dengan hambatan pertumbuhan intra uterin sebaiknya dilahirkan
lebih awal di pusat pelayanan perinatal, berhubung hasil program
surveillance janin ante partum belum mencapai tingkat sempurna. Bila
semua hasil pemeriksaan survaillance janin normal, maka terminasi
kehamilan yang optimal dilakukan pada usia kehamilan 38 minggu. Jika
serviks matang dilakukan induksi partus. Pada PJT dengan usia kehamilan
masih preterm, umumnya tidak ada suatu tindakan tertentu yang dapat
memperbaiki keadaan. Pertama, dipastikan bahwa tidak ada kelainan
kongenital yang berat seperti trisomi dan sebagainya untuk menghindari
intervensi bedah yang tidak perlu. Bila kelainan kongenital berat tidak ada,
ibu hamil dengan PJT berat segera dirawat inap, istirahat baring, diet gizi
tinggi dan lakukan program surveillance janin. Edukasi untuk menghentikan
kebiasaan buruk antara lain ibu perokok, atau pengguna narkoba, serta
perbaikan gizi dengan banyak istirahat baring, akan memperbaiki
pertumbuhan janin sekaligus mengurangi risiko lahir preterm. Aspirin dosis
rendah sejak awal sebagai terapi anti trombosit akan mencegah trombosis
uteroplasenta, infark plasenta, maupun hambatan pertumbuhan intrauterin
idiopati pada riwayat PJT berat. Umumnya terminasi kehamilan pada PJT
berat preterm lebih menguntungkan daripada membiarkan kehamilan
berlangsung lama karena biasanya fetus yang demikian sudah cukup matang
untuk hidup jika : 1) persalinan dapat berlangsung cepat dan tidak
membiarkan risiko gawat bertambah, 2) tersedia monitoring ketat saat
persalinan, 3) perawatan intensiv perinatal segera sejak neonatus lahir.
20

PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT

SIMETRIS ASIMETRIS

Pertimbangkan untuk amniosintesis

analisa kromoson atau identifikasi


adanya infeksi

Pemeriksaan antenatal :

- Cek pertumbuhan setiap 3 minggu


- Profil harian gerakan janin
- NST dua kali seminggu
- Pemeriksaan Profil Biofisik setiap minggu jika NST abnormal
- Pemeriksaan Doppler Arteri Umbilical untuk mengetahui perbandingan sistolik dan diastolik
ketika dilakukan pemeriksaan pertumbuhan
- Lakukan tes beban oksitosin jikan NST abnormal atau jika nilai Profil Biofisik < 8

Pertimbangkan untuk merujuk karena termasuk kategori

kehamilan resiko tinggi

Gambar 4. kehamilan
Terminasi Pengelolaan
: PJT

- Pemberian steroid di masa keahilan untuk pematangan paru jika usia kehamilan kurang dari
34 smp 35 minggu
- Terminasi kehamilan pada saat usia kehamilan lebih dari 32 minggu (atau taksiran berat janin
A. ENDOTHELIN 1 jika pemeriksaan antenatal abnormal
lebih dari 1500 gram
- Endotelin-1
Jika hasil pemeriksaan
adalah antenatal baik, lanjutkan kehamilan
agen vasokonstriktor dan terminasi
yang paling potenpada saat baru
yang usia
kehamilan aterm. Jika tidak didapatkan pertumbuhan atau ditemukan oligohidramnion yang
teridentifikasi , dan pada
berat, pertimbangkan untukawalnya diisolasi
amniosintesis untukdan dikarakterisasi
menilai pematangan dari
paru media kultur
dan lakukan
selterminasi
endotel kehamilan
aorta . Duajikaisoform
paru sudah matang.
lainnya Jika hasil
, disebut pemeriksaan
endotelin didapatkan
- 2 dan paru -belum
endotelin 3,
matang, lanjutkan kehamilan dan lakukan amniosintesis ulang 1 minggu kemudian. Jika
hasilnya paru tetap belum matang maka terminasi kehamilan bisa jadi pilhan. Amniosintesis
tidak perlu dilakukan jika usia kehamilan 38 atau 39 minggu
- Jika hasil pemeriksaan antenatal tidak normal, jika usia kehamilan kurang dari 32 minggu
(atau jika taksiran berat janin kurang dari 1500 gram) pilihan yang diambil tergantung dari
masing-masing kasus

Gambar 4. Pengelolaan PJT


21

B. ENDOTHELIN 1
Endotelin-1 adalah agen vasokonstriktor yang paling poten yang baru
teridentifikasi , dan pada awalnya diisolasi dan dikarakterisasi dari media kultur
sel endotel aorta . Dua isoform lainnya , disebut endotelin - 2 dan endotelin - 3 ,
diidentifikasi kemudian, bersama dengan homolog struktural yang diisolasi dari
racun Actractapis eng - addensis yang dikenal sebagai sarafotoxins (Kawanabe,
2011).

Struktur Endothelin

Endotelin pertama kali diisolasi oleh Yanagisawa dkk.(3) dari kultur sel endotel
aorta babi. Peptida ini mengandung 21 asam amino dan mempunyai dua ikatan
disulfida pada asam amino 1–15 dan 3–11 dengan berat molekul 2492. Endotelin
yang pertama diisolasi dari sel endotel ini disebut sebagai endotelin-1.
Selanjutnya ditemukan derivat endotelin lain yang diberi nama endotelin-2 dan
endotelin-3. Ketiga jenis endotelin ini menimbulkan efek yang serupa dengan
urutan potensi : endotelin-1 > endotelin-2 > endotelin-3. Endotelin-1 pada anjing,
tikus dan mencit tampaknya mempunyai struktur yang serupa dengan endotelin-1
pada manusia dan babi, demikian pula endotelin-2 pada anjing serupa dengan
endotelin-2 pada manusia, dan endotelin-3 yang serupa terlihat pada manusia dan
tikus. Data ini memperlihatkan adanya perbedaan interspesies dari susunan
isoform endotelin (lihat Gambar 5).

Gambar 5. Struktur endotelin


22

Perbedaan ras dan gender menunjukkan perbedaan kadar endotelin plasma. Pada
populasi kulit putih kadar endotelin pada wanita lebih tinggi daripada pria.
Sementara pada populasi kulit hitam perbedaan kadar endotelin pada pria dan
wanita tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna, keduanya menunjukkan
kadar yang mendekati kadar endotelin pada wanita kulit putih.

Terdapatnya peptida endotelin pada mamalia sesungguhnya merupakan hal yang


tidak biasa karena kemudian diketahui bahwa struktur endotelin ini sangat mirip
dengan sarafotoksin S6b, yaitu racun skorpio dan racun ular
Astractaspisengaddensis.Baik endotelin-1 maupun sarafotoksin S6b, keduanya
memberikan efek vasokonstriksi yang kuat meskipun keduanya diproduksi dari
tempat yang jauh berbeda. Endotelin-1 disintesis oleh m-RNA sel endotel
sementara sarafotoksin diproduksi oleh kelenjar eksokrin racun skorpio dan ular
yang tampaknya sama sekali tidak ada kaitannya dengan sel endotel.

Pembentukan dan Pelepasan Endothelin

Endotelin-1 berasal dari hasil pemecahan prepropeptida yang sangat besar yang
mengandung 203 asam amino. Preproendotelin akan dipecah oleh enzim
endopeptidase membentuk molekul proendotelin yang mengandung 38-39 asam
amino. Selanjutnya proendotelin akan dipecahkan oleh endothelin converting
enzyme (ECE) menjadi endotelin-1.

Mekanisme regulasi endotelin di dalam endotel masih belum diketahui secara


pasti. Mengingat endotelin-1 tidak memiliki kelenjar sekresi sebagai deposit, para
ahli semula menganggap endotelin sebagai suatu hormon sirkulasi yang
dilepaskan langsung oleh sel endotel ke dalam lumen pembuluh darah dan
berfungsi lokal di sekitar tempat produksinya. Pendapat ini masih kontroversi
karena dalam kenyataannya kadar endotelin yang dapat terdeteksi dalam sirkulasi
sistemik sangat rendah. Kadarnya dianggap tidak cukup kuat untuk dapat
menimbulkan efek pada pembuluh darah. Endotelin juga lebih banyak dilepaskan
ke dalam otot polos pembuluh darah daripada ke dalam lumen. Hal ini lebih
23

menunjukkan bahwa endotelin merupakan suatu peptida yang diperlukan dalam


regulasi lokal dari pada sebagai hormon sirkulasi.

Mekanisme pelepasan endotelin-1 diduga diregulasi pada tingkat transkripsi dan


translasi RNA.Ekspresi dari mRNA preproendotelin distimulasi oleh hormon
vasopresor seperti epinefrin, angiotensi II, substansi derivat dari agregasi
trombosit, dan produk koagulasi seperti trombin.

Reseptor Endothelin

Reseptor endotelin telah berhasil diisolasi dan diklasifikasikan berdasarkan


afinitasnya terhadap endotelin. Sejauh ini dikenali dua reseptor endotelin yang
disebut ETA dan ETB. Perbedaan distribusi reseptor endotelin di dalam berbagai
jaringan berkaitan dengan efek endotelin di dalam jaringan tersebut. Ikatan
endotelin dengan reseptornya sangat kuat, disosiasi berlangsung relatif lambat,
sehingga memungkinkan efek endotelin berlangsung cukup lama. Reseptor ETA
terutama terdapat di jantung, pembuluh darah otak, dan otot polos vaskuler.
Sementara reseptor ETB terdistribusi luas terutama di dalam ginjal, uterus, sistim
saraf pusat, dan sel endotel.

Metabolisme dan Distrbusi Endothelin

Pada pemberian intravena, endotelin tetap stabil selama satu jam di dalam darah.
Ini menunjukkan bahwa hanya sedikit atau mungkin tidak ada enzim yang
menyebabkan degradasi endotelin di dalam darah. Penurunan kadarnya dalam
plasma kemungkinan karena eliminasi terjadi di dalam jaringan parenkim.

Injeksi endotelin yang dilabel dengan radioaktif langsung ke dalam ventrikel kiri
atau vena femoralis pada tikus yang dianestesi, duapertiga bagian endotelin-1 dan
endotelin-3 akan menghilang pada menit pertama. Peptida terlabel ini tampaknya
didistribusikan ke dalam jaringan, terutama di paru, ginjal, dan liver. Ini
menimbulkan dugaan bahwa organ ini yang memiliki tempat ikatan (binding site)
yang tinggi terhadap endotelin, dan mempunyai peran yang penting dalam
bersihan (clearance) peptida dari sirkulasi.
24

C. NITRIT OKSIDA
Nitrogen oksida (NO) dihasilkan oleh banyak sel dalam tubuh; akan tetapi,
produksinya oleh endotel pembuluh darah adalah yang paling penting dalam
regulasi aliran darah. Karena peranan pentingnya dalam fungsi vaskuler, produksi
NO yang tidak normal, seperti yang terjadi pada beberapa kondisi penyakit, dapat
berdampak buruk terhadap aliran darah dan fungsi vaskuler lainnya. (Klabunde,
2008)
1. BIOSINTESIS NO
Pembentukan dan Metabolisme Nitrogen Oksida
NO dihasilkan dari asam amino L-arginine oleh kerja enzimatik dari NOS
(Nitric Oxide Synthase). Terdapat dua bentuk NOS endotelial: constitutive
NOS (cNOS; tipe III) dan inducible NOS (iNOS; tipe II). Kofaktor NOS
meliputi oksigen, NADPH, tetrahidrobiopterin dan nukleotida flavin adenin.
Selain NOS endotelial, juga terdapat neural NOS (nNOS; tipe I) yang
berperan sebagai transmiter di otak dan berbagai saraf yang berbeda di sistem
saraf perifer, seperti saraf otonom non-adrenergik, non-kolinergik (NANC)
yang mampu menginervasi jaringan erektil pada penis dan jaringan khusus
lainnya dalam tubuh untuk menghasilkan efek vasodilatasi.

Dalam keadaan normal, pada kondisi basal di pembuluh darah, NO dihasilkan


secara terus-menerus oleh cNOS. Aktivitas cNOS tergantung pada kalsium
dan kalmodulin. Terdapat dua jalur uatama untuk menstimulasi cNOS,
dimana keduanya melibatkan pelepasan ion-ion kalsium dari lokasi
penyimpanannya di subsarkolema. Yang pertama, gaya pemotong (shearing
forces) yang bekerja pada endotel vaskuler yang dihasilkan oleh aliran darah
akan menyebabkan pelepasan kalsium dan selanjutnya mengaktivasi cNOS.
Sehingga, peningkatan aliran darah akan menstimulasi pembentukan NO
(pembentukan NO tergantung aliran darah). Yang kedua, reseptor endotel
untuk berbagai macam ligan akan menstimulasi pelepasan kalsium kemudian
juga produksi NO (pembentukan NO tergantung stimulasi). Yang termasuk
diantaranya adalah reseptor untuk asetilkolin, bradikinin, substansi-P,
adenosin, dan banyak substansi vasoaktif lainnya. Di akhir tahun 1970an, Dr.
Robert Furchgott mengamati bahwa asetilkolin melepaskan substansi yang
25

menghasilkan efek relaksasi vaskuler, namun hanya jika endotel intak.


Pengamatan ini membuka jalan penelitian dalam bidang ini dan selanjutnya ia
memenangkan penghargaan Nobel. Awalnya, Furchgott menyebut substansi
ini sebagai EDRF (Endothelium-Derived Relaxing Factor), tapi di
pertengahan tahun 1980an, dirinya dan beberapa peneliti lain
mengidentifikasi substansi tersebut sebagai NO.

Bentuk isoform lainnya dari NOS endotelial adalah iNOS. Dalam sebagian
hal, iNOS berbeda dari cNOS, dimana aktivasinya tidak tergantung pada
kalsium. Dalam kondisi normal, pada kondisi basal, aktivitas iNOS sangat
rendah/sedikit. Aktivitas iNOS distimulasi selama terjadi proses inflamasi
oleh endotoksin bakteri (yaitu lipopolisakarida) dan sitokin-sitokin seperti
TNF (Tumor Nerosis Factor) dan interleukin. Selama proses inflamasi,
jumlah NO yang dihasilkan oleh iNOS dapat mencapai 1000 kali lipat lebih
besar daripada yang dihasilkan oleh cNOS.

(Klabunde, 2008)

2. MEKANISME INTRASELULER

Ketika NO terbentuk, maka NO hanya memiliki waktu paruh beberapa saat


saja, sebagian besar disebabkan karena anion superoksida memiliki afinitas
(daya ikat) yang sangat kuat terhadap NO (kedua molekul memiliki elektron
tak berpasangan yang membuatnya sangat reaktif). Oleh karena itu, anion
superoksida mengurangi bioavailabilitas NO. NO juga berikatan dengan
gugus heme dari hemoglobin (pada sel darah merah) dan gugus heme dari
enzim guanilil siklase, yang dapat ditemukan pada sel otot polos pembuluh
darah dan sebagian besar sel-sel lainnya dalam tubuh. Sehingga, ketika NO
dibentuk oleh sel endotel vaskuler, NO secara cepat berdifusi ke dalam darah
dimana NO akan berikatan dengan hemoglobin dan kemudian dipecah. NO
juga berdifusi ke dalam sel-sel otot polos pembuluh darah yang berdekatan
dengan endotel dimana NO akan berikatan dan mengaktivasi guanilil siklase.
Enzim ini mengkatalisis defosforilasi GTP menjadi cGMP, yang berperan
26

sebagai second messenger (perantara) untuk berbagai fungsi seluler penting,


khususnya dalam menyampaikan sinyal untuk relaksasi otot polos.

Siklik GMP menginduksi relaksasi otot polos melalui beberapa mekanisme,


termasuk diantaranya adalah:

1. Meningkatkan cGMP intrasel, yang akan menghambat masuknya


kalsium ke dalam sel, dan menurunkan konsentrasi kalsium intraseluler.

2. Mengaktivasi kanal K+, yang akan menyebabkan hiperpolarisasi dan


relaksasi.

3. Menstimulasi cGMP-dependen protein kinase yang mengaktifkan miosin


rantai pendek fosfatase, suatu enzim yang mendefosforilasi miosin rantai
pendek, yang akan menyebabkan relaksasi otot polos.

Karena peranan cGMP yang sangat penting dalam proses vasodilatasi yang
diperantarai NO, obat-obatan (misalnya Viagra) yang menghambat
pemecahan cGMP (inhibitor cGMP-dependen fosfodiesterase) digunakan
untuk meningkatkan vasodilatasi yang diperantarai oleh NO, khususnya pada
jaringan erektil di penis sebagai terapi disfungsi ereksi. Peningkatan cGMP
juga memiliki peran penting sebagai anti-platelet, efek anti-agregasi.

(Klabunde, 2008)

3. EFEK VASKULER NITRIT OXIDE (NO)

Kerja NO pada pembuluh darah adalah termasuk di bawah ini:

Vasodilatasi langsung (tergantung aliran darah dan diperantarai reseptor)

Vasodilatasi tidak langsung dengan cara menghambat pengaruh


vasokonstriktor (yakni menghambat angiotensin II dan vasokonstriksi
simpatik)

Efek anti-trombotik – menghambat adhesi trombosit pada endotel pembuluh


darah
27

Efek anti-inflamasi – menghambat adhesi leukosit ke endotel pembuluh


darah; membersihkan sisa-sisa anion superoksida

Efek anti-proliferasi – menghambat hiperplasia otot polos

Karena kerja NO tersebut diatas, maka ketika produksinya terganggu atau


bioavailabilitasnya menurun, maka akan terjadi hal-hal berikut:

Vasokonstriksi (misalnya vasospasme koroner, peningkatan resistensi


pembuluh darah sistemik, hipertensi)

Trombosis yang disebabkan karena agregasi trombosit dan adhesinya ke


endotel pembuluh darah

Inflamasi yang disebabkan karena regulasi berlebih dari leukosit dan


molekul adhesi endotel

Hipertrofi dan stenosis vaskuler

Penyakit-penyakit atau kondisi yang berhubungan dengan produksi dan


bioavailabilitas NO yang tidak normal diantaranya:

Hipertensi

Obesitas

Dislipidemia (khususnya hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia)

Diabetes (baik tipe I atau II)

Gagal jantung

Aterosklerosis

Penuaan

Merokok (Klabunde, 2008)


28

D. PERANAN ENDOTHELIN-1 (ET-1) DAN NITRIT OXIDE (NO) PADA


PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT
Studi-studi sebelumnya telah menunjukkan kerja farmakologis dari NO pada
vaskularisasi feto-plasenta manusia secara in vitro (Myatt 2007). Tampaknya NO
turut berkontribusi, baik dalam hal mempertahankan tonus vaskuler basal maupun
untuk melemahkan kerja vasokonstriktor-vasokonstriktor seperti endotelin (ET-1)
dan tromboksan.
ET - 1 diproduksi oleh sel endotel vaskular. ET - 1 yang disekresikan oleh sel
endotel vaskular bertindak terutama pada otot polos dasar dan dengan demikian
mempengaruhi aliran lokal. Jadi, ET - 1 disintesis dalam plasenta dan dapat
mengatur hemodinamik fetoplasental. Hipoksia adalah salah satu rangsangan
utama untuk pelepasan ET – 1.
Sirkulasi janin pada kondisi preeklamsia dan/atau IUGR juga dicirikan dari
bentuk gelombang kecepatan aliran darah di pembuluh umbilikalis yang tidak
normal, yang dianggap sebagai petunjuk meningkatnya resistensi plasenta.
Arteriol previli kemungkinan merupakan hal utama yang menentukan resistensi
dalam sirkulasi plasenta. Peningkatan resistensi tersebut dapat disebabkan karena
perubahan produksi atau respon terhadap agen-agen vasoaktif, tapi juga mungkin
disebabkan oleh adanya perubahan anatomi vaskuler. Perubahan pada susunan
vaskuler dengan berkurangnya sejumlah pembuluh vili, menyempitnya lumen dan
menebalnya dinding pembuluh (otot) terjadi pada kondisi preeklamsia dan/atau
IUGR. Studi ini menunjukkan bahwa sel-sel endotel dari janin-janin dengan
IUGR mengalami perubahan jalur L-arginin/NO, yang berhubungan dengan
turunnya transpor L-arginin dan sintesis NO.
Dengan adanya disfungsi endotel, dan ketidakseimbangan antara vasodilators
dan vasokonstriktor, dapat juga memengaruhi ET -1, meningkatkan adhesi platelet
danmonosit, serta migrasi dan pembentukan sel- sel otot polos vaskular.
Kolesterol LDL teroksidasi sekarang menambah perkembangan ini dengan
mengurangi vasokonstriktor dan dengan meningkatkan produksi
preproendothelin-1 mRNA. Hal ini meningkatkan transkripsi memicu pelepasan
ET-1 dari sel endotel. ET-1 yang sekarang dapat mengakibatkan migrasi monosit
ke daerah melalui khemotaksis, dan gerakan proliferasi sel. Kedua karakteristik
29

ET -1 ini dapat memajukan lesi, yang kemudian menarik makrofag. Makrofag ini
kemudian mengambil lipid dan mengubah mereka ke dalam sel-sel busa yang
membentuk garis lemak.Sel busa menjadi sumber ET-1. Siklus ini menyebabkan
lesi memburuk, menyebabkan aterosis.

Telah ditemukan bahwa ET-1, yang memiliki sifat mitogenik, merangsang


proliferasi fibroblast dengan bantuan oksigen reaktif intraselular spesies dan
diaktifkan oleh mitogen-protein kinase. ET -1 juga menyebabkan proliferasi sel-
sel otot polos dan berbagai protein sepanjang pembuluh darah. Ini menyebabkan
membangun plak yang dapat menyebabkan aterosis. ET-1 merangsang reseptor
pada pembuluh darah sel-sel otot halus, menyebabkan vasokonstriksi.
30

E. KERANGKA KONSEP

Wanita Hamil

Faktor resiko PJT

Perubahan Fisiologis

Gangguan implantasi
tropoblas

Invasi sel trofoblas Adaptasi Maternal


tidak adekuat

Hipoksia Plasenta

Iskemia plasenta

ET-1  NO 
Disfungsi Vascular Endotel

ET-1  NO 

vasokonstriksi

Pertumbuhan janin terhambat Hamil Normal

Keterangan :

yang diperiksa
31

Penjelasan Kerangka Konsep


Pada wanita hamil akan terjadi perubahan fisiologis dimana tubuh akan
beradaptasi untuk menyesuaikan perubahan tersebut sehingga kehamilan akan
berjalan dengan normal.
Tetapi hal itu tidak terjadi pada wanita hamil yang mempunyai faktor
resiko untuk terjadinya pertumbuhan janin terhambat. Dengan adanya faktor
resiko akan terjadi gangguan implantasi trofoblas yang akan menyebabkan
invasi sel trofoblas yang tidak adekuat. Hal ini akan berlanjut dan menyebabkan
adanya hipoksia dan iskemik pada plasenta. Jika berlangsung lama akan
menyebabkan terjadinya disfungsi vaskuler endotel. Ketika ada disfungsi
vascular endotel hal ini akan menyebabkan kadar Endothelin-1 (ET-1)
meningkat dan menurunnya kadar Nitrit Oxide (NO). Hal ini akan menyebabkan
adanya vasokonstriksi dari pembuluh darah sehingga aliran darah uteroplasenter
terganggu. Janin menjadi hipoksia dan kekurangan makanan sehingga akan jatuh
dalam keadaan gangguan pertumbuhan.

F. HIPOTESIS
Dari kerangka konsep di atas disusun suatu hipotesis bahwa
1. Ada perbedaan kadar ET-1 pada Pertumbuhan Janin Terhambat bila
dibandingkan dengan kehamilan normal.
2. Ada perbedaan kadar NO pada Pertumbuhan Janin Terhambat bila
dibandingkan dengan kehamilan normal.

Anda mungkin juga menyukai