Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini
bisa selesai pada waktunya.
Terimakasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya
makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Bandar Lampung, November 2019

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan janin terhambat atau Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) adalah
masalah obstetrik yang sering dijumpai dan kompleks. Pertumbuhan janin terhambat
(PJT) dicatat dialami oleh 10-15% wanita hamil. Diagnosis PJT pada umumnya
ditegakkan saat pemeriksaan antenatal, akan tetapi beberapa dari janin tersebut tidak
terskrining selama kehamilan sehingga ditemukan ketika bayi telah dilahirkan. Hal ini
sangat penting bagi ahli kebidanan dan perinatologi untuk mengenali PJT karena kondisi
janin seperti ini memiliki hubungan yang signifikan dengan morbiditas dan mortalitas
kelahiran.

Pertumbuhan janin terhambat (PJT) kini merupakan suatu penyakit yang


membutuhkan perhatian bagi kalangan luas, mengingat dampak yang ditimbulkan jangka
pendek berupa resiko kematian 6-10 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan bayi
normal. Dalam jangka panjang terdapat dampak berupa hipertensi, arteriosklerosis,
stroke, diabetes, resistensi insulin, kanker dan sebagainya. Hal tersebut terkenal dengan
barker hipotesis yaitu penyakit pada orang dewasa telah terprogram sejak dalam uterus..

1.2 Rumusan Masalah


1 Apakah pengertian Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)?
2 Apa manfaat Ponderal Indeks?
3 Apa saja factor penyebab Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)?
4 Apa saja klasifikasi Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)?
5 Bagaimana cara mendiagnostik Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)?
6 Bagaimana gambaran klinis Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) pada bayi baru
lahir?
7 Bagaimana cara mencegah terjadinya Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)?

1.3 Tujuan
1 Untuk mengetahui pengertian Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)
2 Untuk mengetahui manfaat Ponderal Indeks
3 Untuk mengetahui factor penyebab Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)
4 Untuk mengetahui klasifikasi Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)
5 Untuk mengetahui cara mendiagnostik Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)
6 Untuk mengetahui gambaran klinis Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) pada
bayi baru lahir
7 Untuk mengetahui cara mencegah terjadinya Intra Uterine Growth Restriction
(IUGR)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)
Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) atau Pertumbuhan janin terhambat
(PJT) didefinisikan sebagai janin yang gagal untuk mencapai potensi pertumbuhan
dengan tingkat morbiditas yang merugikan dan dapat menyebabkan kematian.
American College of Obstetricians dan Gynecologists (ACOG) mendefinisikan
pertumbuhan janin terhambat sebagai janin dengan berat diperkirakan di bawah
persentil ke-10 . Tidak semua janin berukuran kurang dari persentil 10 beresiko untuk
hasil perinatal yang merugikan, hanya sebagian kecil. Pertumbuhan janin terhambat
mengacu pada janin yang kecil usia kehamilan dan menampilkan tanda-tanda lain dari
hipoksia kronis atau kekurangan gizi. Kecil masa kehamilan (KMK) di sini
didefinisikan sebagai janin yang berat badannya kurang dari persentil 10 untuk usia
kehamilannya, yang dapat terjadi akibat pertumbuhannya terhambat (PJT) atau
keadaan lainnya.
Berat bayi lahir rendah yang berukuran kecil pada usia kehamilan tertentu
dianggap mengalami PJT. Pada tahun 1963, Lubchenco mempublikasi perbandingan
yang spesifik antara usia kehamilan dan berat janin untuk memperoleh ukuran janin
yang sesuai dengan usia kehamilan. Battaglia dan Lubchenco (1967) kemudian
mengklasifikasikan janin yang mengalami small for gestasional age (SGA) yaitu janin
dengan berat badan dibawah persentil 10 untuk usia kehamilannya.

Gambar 1 : kurva pertumbuhan janin


Gambar 1 memperlihatkan berat badan , panjang badan dan lingkar kepala
bayi pada usia kehamilan tertentu. Pada setiap kurva, terdpat garis persentil 90%,
50% dan 10%. Misalnya jika bayi verada pada persentil 10 untuk berat badan, hal ini
berarti berat badan bayi kurang 10% dari normal. Bayi yang berada dibawah 25%
untuk berat lahir dan panjang dianggap mengalami PJT.
Terdapat 2 jenis PJT, yaitu moderate dan severe. Moderate adalah PJT yang
berada pada persentil 3 hingga persentil 10 sementara severe adalah PJT yang berada
dibawah persentil 3.
Banyak bayi dengan berat badan di bawah persentil 10 sebenarnya tidak
mengalami pertumbuhan janin yang patologis karena hal tersebut disebabkan oleh
faktor biologis. Sebanyak 25-60% bayi dengan SGA dianggap telah tumbuh sesuai
dengan etnis, paritas, berat dan tinggiya. Mereka berukuran kecil tetapi normal dan
tidak memperlihatkan kelaian metabolik pasca kelahiran seperti yang biasanya terjadi
pada PJT.

2.2 Manfaat Ponderal Indeks


Penentuan neonates berdasarkan Indek PONDERAL adalah sebagai berikut:
PONDERAL INDEK =[ berat badan lahir (gram) × 100/ panjang kepala sampai
dengan tumit/Crown Heel Length(cm)]
Ponderal Indek digunakan untuk mengidentifikasi neonatus yang secara klinis
memiliki sedikit jaringan lunak, yang mengalami kehilangan jaringan sub kutan dan
masa otot, meskipun usia kehamilan normal. Neonatus dengan Ponderal Indek
dibawah 10 persentil dibandingkan usia kehamilan diperkirakan mengalami gangguan
nutrisi selama dalam kandungan. Sebagai contoh, fetus yang dilahirkan dengan berat
badan 2900 garam pada usia kehamilan 39 minggu, akan bias menjadi lebih besar
(misalnya berat badannya 3500 gram), jika mendapatkan mendapatkan nutrisi yang
baik. Banyak bayi yang bisa diidentifikasi sebagai IUGR hanya dengan penggunaan
Ponderal Indek.
Dalam penelitian Weiner dan Robinson, hasil diagnosis IUGR melalui
Sonografi dibandingkan dengan Ponderal Indek Post Natal . Penelitian ini
menunjukkan bahwa 40% bayi SGA diidentifikasi dengan persentil berat lahir tidak
mengalami hambatan pertumbuhan menurtut Indek Ponderal. Sebagai perbandingan,
53% neonatus yang didiagnosa IUGR dengan Ponderal indek memiliki rata rata usia
kehamilan sesuai dengan persentil berat badan lahir.Karena itu menjadi hal yang
penting dalam mendiagnosis IUGR selama ante natal dalam mengidentifikasi bayi
resiko tinggi selama persalinan dan komplikasi selama masa neonates.Ponderal Indek
berhubungan erta dengan angka kesakitan dan kematian perinatal dibandingkan
dengan persentil berat lahir.Oleh karena itu, penggunaan Ponderal Indek sangat
bermanfaat dalam menentukan diagnosis IUGR in utero. Hanya saja metode ini tidak
praktis digunakan untuk mengevaluasi Ponderal Indeks in utero. Sebab itu, biasanya
digunakan definisi IUGR adalah fetus dengan berat badan di bawah 10 persentil
dibandingkan usia kehamilan.
Indeks lain yang digunakan adalah, Crown Heel Length, digunakan untuk
mengevaluasi ukuran neonates. Perkiraan dari pengukuran Femur Length (FL),
bagaimanapun sangat tidak tepat penggunaannya. Satu permasalahan yang tidak
terpecahkan adalah yang berhubungan dengan penggunaan Kurve. Goldenberg dan
para koleganya menemukan bahwa 10 persentil berat badan lahir pada beberapa usia
kehamilan substansinya berbeda diantara beberapa publikasi, yang umum digunakan
adalah lebih dari 500 gram. Satu diantara curve pengukuran berat badan lahir yang
secara luas digunakan adalah Curve Battaglia dan Lubchencho, yang merupakan
penilaian yang dilakukan pada 5635 keturunan kulit putih dan orang Hispanic yang
hidup di disekitar 8000 kaki diatas permukaan laut Denver, Amerika.Sesungguhnya,
kurva pertumbuhan ini tidak bisa diaplikasikan pada etnik dan populasi geografis
yang berbeda.

2.3 Faktor Penyebab Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)


PJT dapat diakibatkan oleh beberapa kondisi seperti infeksi, penyakit
maternal, dan kelainan kromosom, tapi kebanyakan berhubungan dengan gangguan
pertumbuhan plasenta yang terjadi pada awal kehamilan.

Oksigenasi plasenta yang rendah dipercaya mempunyai peranan penting


terhadap terjadinya PJT berdasarkan hasil observasi yang mengindikasikan gen pada
plasenta yang mengalami hipoksia terhadap kehamilan dengan PJT. Hipoksia fetus
dapat terjadi akibat kegagalan tumbuh atau yang berhubungan dengan itu, sehingga
terjadi invasi tropoblast di desidual dan myometrium dan kegagalan arteri spiralis,
yang menjaga keseimbangan sirkulasi uteroplasenta. Oksigenasi plasenta yang rendah
berhubungan dengan keadaan patologis plasenta seperti preeklamsia.

Maternal - Riwayat kehamilan dengan PJT


- Ibu yang bertubuh kecil atau berat badan yang rendah sebelum
kehamilan
- Berat badan yang rendah selama kehamilan atau asupan nutrisi
yang tidak adekuat (<1500 kalori/hari)
- Status sosio-ekonomi yang buruk
- Merokok, alkohol atau penggunaan obat-obatan
- Usia pada saat kehamilan yang ekstrim : <16 tahun atau >35
tahun
- Teknologi reproduksi
- Pasangan baru setelah kehamilan selanjutnya
- Teratogen, antikonvulsan, metotrexat, warfarin
- Penyakit vaskular, hipertensi kronik, diabetes pre-gestasional,
sindrom antiphospolipid antibodi, collagen vascular disease
seperti ( SLE, thrombophilia, penyakit ginjal, chron’s disease,
colitis ulseratif),
- Hipoksia pada dataran tinggi (>10.000 kaki)
- Anemia seperti hemoglobinopathies
Janin - Infeksi kongenital seperti cytomegalovirus, syphilis, rubelaa,
varicella, toxoplasois, tuberculosis, HIV, malaria kongenital
- Aneuploidies : triploidy, trisomy 13, 18, 21
- Microleteions : 4p-
- Russell silver syndrome
- Sindrom genetik atau anomal janin
Plasenta - Insufisiensi pembuluh darah uteroplasenta
- Chorionic separaton (hematoma, partial abruption}
- Extensive villous infarction
- Marginal atau velamentous cord insertion (regresi chrion)
- Malformasi uterin (unicornuate uterus)
- Confined placental mosaicism
- Advanced placental maturation

Tabel 1 : Etiologi terjadinya PJT

a. Faktor Ibu
Beberapa data demografik menunjukkan faktor ibu memiliki hubungan dengan
PJT. Perempuan dengan usia reproduksi yang ekstrim, khususnya ibu hamil
dengan usia muda memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami PJT. Hal
yang sama juga terjadi pada ibu hamil dengan usia tua. Studi yang dilakukan oleh
Strobino dkk tidak menemukan hubungan antara usia dan berat bayi lahir rendah
dan melaporkan adanya faktor independen yang dipengaruhi oleh faktor sosial
seperti etnis, status ekonomi, usia saat menarche, tinggi ibu, dan kebiasaan
merokok saat kehamilan.
Ras, status sosio-ekonomi yang rendah dan tinggal pada Negara berkembang
adalah faktor resiko untuk PJT. Wanita dengan status sosio-ekonomi yang rendah
dan tinggal di Negara berkembang pada umumnya memiliki asupan nutrisi yang
buruk, mengalami anemia dan pemeriksaan antenatal care yang jarang serta
masalah kekerasan dalam rumah tangga mempengaruhi pertumbuhan janin. Berat
ibu saat melahirkan, berat ibu saat sebelum hamil, dan berat badan yang rendah
selama kehamilan memiliki hubungan yang positif dengan PJT. Asupan kalori
dan defisiensi nutrisi tertentu (seperti glukosa, zinc, folat) masih belum jelas
memiliki hubungan dengan PJT.

Beberapa kebiasaan dan kondisi lingkungan diketahui merupakan faktor resiko


PJT. Wanita yang tinggal di dataran tinggi biasanya terpapar dengan hipoksia
kronis dan menyebabkan berat badan lahir rendah. Studi yang dilaksanakan di
Colorado, Peru dan Tibet menunjukkan hubungan yang langsung antara dataran
tinggi dan berat badan lahir rendah. Merokok saat kehamilan juga memiliki
resiko 3,5 kali lebih untuk mengalami PJT dibandingkan dengan wanita yang
tidak merokok.

Faktor ibu yang lainnya seperti faktor uterin (seperti fibroid, anomali
mullerian), penyakit periodontal dan kondisi genetik seperti mutasi gen
angiotensin. Riwayat melahirkan bayi PJT meningkatkan rekurensi PJT hingga
melebihi 25%. Wanita yang memiliki riwayat melahirkan bayi PJT memiliki
resiko dua kali lebih besar untuk mengalami PJT.

b. Faktor Janin
Faktor janin dapat bervariasi mulai dari genetik, malformasi kongenital,
infeksi janin atau penyebab lainnya seperti kehamilan kembar. Genetik
berkontribusi menyebabkan 5-20% terjadinya PJT, khususnya pada fase awal
pertumbuhan janin. Genetik selanjutnya menyebabkan abnormalitas seperti
abnormalitas kromosom misalnya trisomy 21,18,13 dan 16. Trisomi 18
dihubungkan dengan kejadian PJT yang lebih berat dibandingkan dengan trisomy
21 atau 13.
Malformasi kongenital termasuk kelainan jantun kongenital, hernia
diaphragmatikus, defek pada dinding abdomen (omphalocele, gastroschisis),
agenesis atau dysplasia renal, anencephaly dan single umbilical artery juga
dihubungkan dengan PJT.
Infeksi menyebabkan <5% terjadinya PJT. Infeksi yang tersering adalah virus
(rubella, CMV, herpes, varicella, herpes zoster, HIV), dan infeksi parasit
(toxoplasmosis, syphilis, malaria). Infeksi bakteri dianggap sebagai penyebab
yang jarang dari PJT, tetapi chlamydia, mycoplasma, listeria, and tuberculosis
dilaporkan sebagai penyebab PJT. Penyebab tersering PJT di Negara maju adalah
CMV. Mekanisme kerusakan pertumbuhan janin oleh CMV disebabkan oleh
direct cytolysis dan kehilangan fungsi sel pada beberapa system organ janin. Pada
Negara berkembang khususnya di Negara-negara sub-Saharan Afrika, PJT
umumnya disebakan oleh malaria dalam kehamilan.
PJT diketahui sebagai salah satu komplikasi tersering dari multigravida dan
menyebabkan lebih dari 3% dari semua kasus PJT. Multigravida memiliki resiko
5-10 kali lebih besar untuk mengalami PJT dibandingkan dengan primigravida
yang insidennya hanya 15-30%. Resiko PJT tergantung dari banyak faktor seperti
jumlah janin, chorionicity, penyakit kongenital atau abnormalitas tali pusar
seperti velamentous cord insertion atau terdapat dua vena tali pusat.

c. Faktor Plasenta
Insufisiensi plasenta menyebabkan terjadinya PJT sebesar 3% atau lebih dari
seluruh kehamilan. Patogenesis PJT belum sepenuhnya diketahui, defek pada
sirkulasi dan transportasi pada plasenta dapat mempengaruhi pasokan nutrisi
untuk janin sehingga menimbulkan PJT. Penurunan relatif massa dan fungsi
plasenta juga dapat menyebabkan terjadinya PJT. Beberapa hewan coba
menunjukkan gangguan pertumbuhan janin yang melebihi 50% ketika plasenta
diangkat.
Implantasi abnormal seperti plasenta previa dapat menyebabkan terjadinya
suboptimal nutrisi untuk janin. Penyebab tersering lainnya dari faktor plasenta
adalah abrusio plasenta, plasenta akreta, infark plasenta, fetal villous obliterasi,
circumvallate plasenta, dan plasenta hemangioma. Confined placental mosaicism,
single umbilical artery, dan velamentous cord insertion juga dapat menyebabkan
terjadinya PJT. Tumor plasenta yang jarang seperti chorioangioma dapat
menurunkan arus uteroplasenta dan dapat menyebabkan terjadinya PJT.
Peneletian terkini oleh Sato dkk menunjukkan peningkatan prevalensi infark
plasenta, thrombosis pembuluh darah janin dan vilitis kronik pada janin dengan
PJT dibandingkan dengan pertumbuhan pada kehamilan normal.

2.4 Klasifikasi Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)


a. Simetris
Pertumbuhan janin terhambat tipe simetris merupakan deskripsi yang
diberikan jika kecepatan tumbuh berkurang ekuivalen pada lingkar kepala (head
cimcumference ,HC) dan lingkar abdomen ( abdominal cimcumference, AC).
Pada kebanyakankasus, rasio H:A (Head: Abdomen) akan berada dalam rentang
normal dan akan menunjukkan janin yang kecil secara konstitusional. Untuk
keadaan PJT simetris jarang terjadi pada kehamilan yang patologis/ yang disertai
kelainan medis. Pada kasus tersebut, gangguan telah terjadi pada awal kehamilan
dan menyebabkan PJT berat dan prognosis kehamilan yang sangat buruk.

Janin yang kecil secara konstitusional, kecepatan pertumbuhan pada


kehamilan ini berlanjut sepanjang sentil yang sama. Tidak ada ciri insufisiensi
uteroplasenta ataupun abnormalitas janin pada USG. Sebagai tamahan, nilai
Doppler untuk uterus, umbilicus, dan janin berada dalam rentang normal.
Keadaan ini terjadi pada ibu dengan postur tubuh kecil.

Janin yang kecil secara patologis, kecepatan pertumbuhan pada kehamilan ini
terus menurun dan secara progresif melewati sentil yang lebih rendah.
Kebanyakan dari kehamilan ini mengalami insufisiensi uteroplasenta onset dini
yang berat atau abnormalitas janin, yang khas adalah triploidi. Jika tidak yakin
janin kecil secara konstitusional atau patologis, lakukan scan ulang.

Pada PJT tipe-1 dijumpai tubuh janin secara keseluruhan berukuran kecil
akibat berkurangnya potensi pertumbuhan janin dan berkurangnya proliferasi
seluler semua organ janin. PJT tipe-1 ditandai dengan berat badan, lingkar kepala
dan panjang badan yang berada dibawah persentil ke-10. PJT simetris ini terjadi
selama kehamilan trimester ke-1 dan trimester ke-2 dan angka kejadiannya kira-
kira 20-30% dari seluruh bayi PJT.
Sebagai contoh, pada PJT tipe simetris fase awal akan menghasilkan
penurunan yang relatif pada jumlah dan ukuran sel. Misalnya, janin yang terpapar
oleh zat kimia, infeksi virus atau pertumbuhan sel yang tidak normal mungkin
menyebabkan penurunan proporsi ukuran kepala dan tubuh.

Gambaran klinis :

 Pertumbuhan terhambat dimulai di awal gestasi


 Jumlah sel menurun
 Disebabkan oleh faktor instrinsik seperti infeksi kongenital atau abnormalitas
kromosom
 Pada bayi dengan PJT simetris terjadi penurunan ukuran anatomis termasuk
berat, panjang, dan lingkar kepala. Pada beberapa kasus terdapat perbedaan 3
cm antara lingkar kepala dan lingkar dada.
 PI lebih dari 2

b. Asimetris
Pertumbuhan janin terhambat tipe asimetris adalah deskripsi yang diberikan
jika kecepatan tumbuh kepala janin yang berkurang tidak sama dengan lingkar
abdomenya. Pada kebanyakan kasus, Pertumbuhan janin terhambat asimetris
adalah akibat dari insufisiensi uteroplasenta. Ciri insifusiensi uteroplasennta yang
ditemukan pada USG meliputi abnormalitas plasenta (danau, klasifikasi,
konsistensi seperti jeli) dan berkurangnnya cairan amnion. Ciri pada janin
meliputi kardiomegali ringan, usus hyperechoic, dan dilatasi usus halus. Adanya
ciri-ciri ini akan menunjang.

Pertumbuhan janin terhambat tipe-2 terjadi karena janin kurang mendapat


nutrisi dan energi, sehingga sebagian besar energi digunakan secara langsung
untuk mempertahankan pertumbuhan organ vital (seperti otak dan jantung). Hal
ini umumnya terjadi akibat insufisiensi plasenta. Pertumbuhan janin terhambat
asimetris mempunyai ukuran kepala normal tetapi lingkar perut kecil.
Pertumbuhan janin terhambat tipe-2 memiliki berat badan yang kurang dari
persentil ke-10, sedangkan ukuran kepala dan panjang badan normal.
Pertumbuhan janin terhambat asimetris terjadi pada trimester terakhir, yang
disebabkan karena terjadinya penurunan kecepatan pertumbuhan.
Pertumbuhan janin terhambat tipe asimetris mungkin diikuti dengan
kehamilan tua yang menyebabkan insufisiensi plasenta dari hipertensi. Sebagai
akibatnya, akan mengurangi transfer glukosa dan simpanan energi di hepar akan
mempengaruhi ukuran sel saja, bukan jumlahnya dan lingkar abdomen janin yang
direfleksikan dengan ukuran liver akan berkurang.

Gambaran klinis :

 Keterlambatan pertumbuhan dimulai saat akhir trimester dua atau awal


trimester tiga
 Jumlah sel normal tapi ukuran sel mengecil
 Hambatan pada nutrisi fetal dengan glikogen dan lemak yang terbatas,
menyebabkan kelainan plasenta
 Penurunan berat badan dan panjang fetal akibat Brain Sparing
 Gambaran malnutrisi terbentuk dari lapisan kulit yang tipis, kehilangan
lemak , kehamilan tua.
 Ponderal Index (PI) < 2

c. Campuran
Pada tipe kombinasi,bayi mungkin mengalami pemendekan skeletal, sedikit
pengurangan dari masa jaringan lunak. Jika malnutrisi terjadi dalam jangka waktu
lama dan parah, janin kemungkinan akan kehilangan kemampuan untuk
kompensasi sehingga terjadi peralihan dari PJT kombinasi menjadi PJT tipe
simetris.

Gambaran klinis :

 Penurunan jumlah sel dan ukuran sel


 Biasanya muncul saat PJT terjadi akibat kelainan plasenta di masa akhir
kehamilan.
 Memiliki gambaran klinis PJT simetris dan PJT asimetris
 Bayi dengan jumlah sel normal biasanya memiliki keadaan lebih baik dan
memperbaiki perkembangan saraf.

PJT tipe simetris PJT tipe asimetris


Insidensi 20-30% Insidensi 70-80%
Terjadi pada trimester ke-1 & ke-2 Terjadi pada trimester ke-3
Kecil secara simetris Kepala lebih besar dari abdomen
Menghambat selular embrionik Menghambat hipertrofi selular
Menurunnya ukuran sel
Indeks ponderal normal Indeks ponderal rendah
Rasio kepala/abdomen dan femur/ Rasio kepala/abdomen dan femur/
abdomen yang normal abdomen yang meningkat
Penyakit genetik, infeksi Insufisiensi pembuluh darah plasenta
Menghambat hipertrofi dan hiperplasia Biasanya keadaan neonatus agak buruk
selular Menurunnya jumlah & ukuran dan membaik bila komplikasi dihindari
sel atau diterapi secara adekuat
Komplikasi neonatus, prognosis buruk Terjadi pada trimester ke-3
Tabel 2 : Perbedaan PJT tipe simetris dan asimetris

2.5 Cara Mendiagnostik Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)


PJT didagnosis berdasarkan penentuan usia kehamilan yang akurat, asesmen
faktor resiko dan diikuti dengan pemeriksaan USG. Terdapat beberapa pemeriksaan
tambahan untuk mengesampingkan berbagai penyebab. Diagnosis PJT ditegakkan
jika Estimation Fetal Weight (EFW) dibawah persentil 10 yang pengukurannya
menggunakan pengukuran biometrik (sesuai gambar 2).

Gambar 2 : alur diagnosis PJT

Langkah pertama untuk mendiagnosis PJT adalah menentukan taksiran waktu


kehamilan, Algoritma untuk memastikan waktu kelahiran adalah : sebelum 13 minggu
kehamilan, jika HPHT dan pemeriksaan USG memiliki selisih 7 hari, maka kita harus
mengikuti hasil pemeriksaan USG, jika diantara 14 dan 19 usia kehamilan dan jika
HPHT dan USG berbeda 10 hari, maka kita juga tetap harus mengikuti hasil pemeriksaan
dengan USG.

Setelah menentukan taksiran usia kehamilan, identifikasi faktor resiko termasuk


riwayat medis sebelumnya sangatlah penting untuk menegakkan diagnosis PJT. Riwayat
medis yang lengkap sangat berguna untuk mengidentifikasi penyakit sistemik yang
dialami oleh ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, diabetes pregestasional dengan
vaskulopati, dan berbagai penyakit sistemik lainnya yang dapat mempengaruhi kondisi
janin. Identifikasi terhadap faktor resiko yang bisa dimodifikasi seperti merokok dan
penggunaan obat-obatan dapat memberikan kita tanda untuk melakukan langkah-langkah
preventif terhadap PJT. Monitoring berat badan ibu selama kunjungan perinatal dapat
mengidentifikasi status nutrisi ibu. Pengukuran tinggi fundus uterus juga dapat
memberikan petunjuk terhadap pertumbuhan janin.

Beberapa modalitas diagnostik PJT adalah sebagai berikut :

a. Pemeriksaan Fisis

Pengukuran TFU (dalam sentimeter), secara normal dilakukan dalam 3 minggu,


pada usia kehamilan 20 minggu sampai 38 minggu. Jika TFU kurang dari atau sama
dengan 3 cm lebih rendah dari yang diharapkan pada usia kehamilan tertentu, maka
kita mulai mencurigai adanya PJT.

b. USG (Pengukuran Ukuran Janin dan Cairan Amnion)


Pasien yang diduga dengan PJT selanjutnya dapat dievaluasi dengan
menggunakan USG untuk mengidentifikasi anomali janin. Pada kehamilan yang
memiliki resiko tinggi, serial USG atau pengukuran lingkar perut adalah alat prediksi
yang sangat baik. USG telah digunakan untuk mengkalkulasi perkiraan berat janin
selama bertahun-tahun. Terdapat 4 pengukuran dasar, yaitu diameter biparetal,
lingkar kepala, panjang femur dan lingkar perut, dapat dilakukan mulai dari usia
kehamilan 14 minggu dengan menggunakan standar guideline AIUM. Pengukuran
EFW telah dilakukan sebelumnya dengan menggunakan beberapa formula dan
formula Hadlock C adalah rumus yang paling sering digunakan.

Hubungan antara PJT dan oligohidramnion telah lama diketahui. Chauhan dkk
telah menemukan bawa 10% ibu dengan oligohidramnion di suspek dengan PJT.
Kelompok wanita tesebut memiliki resiko 2 kali lebih besar mengalami sectio
cesaria untuk memastikan kondisi denyut jantung janin. Petrozella dkk melaporkan
bahwa penurunan cairan amnion pada usia kehamilan 23-34 minggu meningkatkan
resiko malformasi secara signifikan. Tanpa adanya malformasi, terdapat 37% bayi
dengan berat badan lahir dibawah persentil 3 yang disertai dengan oligohidramnion,
21% yang cairan amnionnya di ambang batas dan 4% dengan jumlah normal.

c. Dopler Velocimetry
Dengan tekhnik ini, perlambatan perkembangan plasenta dapat dideteksi pada
pembuluh darah perifer seperti arteri umbilicus dan arteri middle cerebral. Onset
akhir PJT memiliki karakteristik aliran darah yang abnormal pada ductus venosus,
aorta janin serta aliran keluar pulmoner dan oleh aliran balik arteri umbilicus.

Karakteristik arteri umbilikus yang abnormal adalah tidak memiliki aliran balik
diastol dan hal ini memiliki hubungan yang kuat dengan terjadinya PJT.
Abnormalitas tersebut merupakan tanda bahwa janin akan mengalami kegagalan
dalam beradaptasi. Tidak adanya aliran balik diastol telah lama dihubungkan dengan
hipoksia, asidosis, dan kematian janin. Dopler velocimetry dianggap sebagai standar
dalam mengevaluasi PJT. American College of Obstetricians and Gynecologists
(2013) mencatat bahwa penggunaan Doppler velocimetry akan meningkatkan
outcome klinis.

d. Pemeriksaan Serologi
Berdasarkan anamnesis dan identifikasi faktor resiko serta pemeriksaan terhadap
infeksi, pemeriksaan serologi ibu seperti IgG dan IgM untuk CMV, toxoplasmosis
dan HSV perlu dilakukan. Pemeriksaan Rubella juga diperlukan jika pemeriksaan
rutin prenatal tidak menunjukkan hasil yang positif. Terdapat bukti yang kurang kuat
mengenai pentingnya melakukan pemeriksaan rutin thrombophilia. Akantetapi,
pemeriksaan APS (ACA IgG, IgM, lupus antikoagulan, beta-2 mikroglobulin IgG
dan IgM) mungkin dibutuhkan untuk mengelola infeksi pada kehamilan sekarang
dan untuk yang mendatang.

Pada trimester pertama, rendahnya kadar pregnancy-associated plasma protein


A (PAPP-A) atau human chorionic gonadotropin (hCG) dan peningkatan serum
AFP yang tidak diketahui penyebabnya memiliki hubungan dengan terjadinya
kelahiran di bawah persentil 10.

2.6 Gambaran Klinis Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)


Pertumbuhan janin terhambat pada bayi baru lahir memiliki beragam gambaran klinis:

 Berat badan lebih kecil dibanding usia kehamilan.


 Kebanyakan kepala lebih besar dibandingkan ukuran badannya pada PJT
asimetris.
 Fontanelle anterior yang besar.
 Kehilangan lemak bukal, mukanya memiliki gambaran menciut atau kelihatan
keriput(muka seperti orang tua).
 Abdomen kecil , umbilcal cord tipis sering bercampur dengan meconium.
 Massa otot skeletal dan jaringan lemak subkutaneus menurun disertai dengan
ukuran tangan dan kaki.
 Kuku tangan yang panjang.
 Kebanyakan memiliki tangan yang besar disertai lipatan kulit yang banyak.
 Lipatan kulit yang longgar pada daerah tengkuk, axilla, scapula dan selangkangan.
 Hilangkan formasi bakal payudara dan genitalia perempuan imatur akibat
kehilangan lemak subkutaneus.

2.7 Manajemen Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)


Jika PJT telah di suspek, kita perlu melakukan usaha untuk menegakkan
diagnosis, memeriksa kondisi janin dan mencari tahu penyebab yang paling mungkin.
PJT onset dini lebih mudah dikenali tetapi merupakan hal yang sulit dalam
menanganinya. Pada kehamilan yang memiliki kemungkinan kuat mengalami
kelainan janin, maka pasien memerlukan konseling dan pemeriksaan prenatal.
Algoritma penanganan PJT dapat dilihat pada gambar 3. Pada kehamilan yang
disuspek dengan PJT, pengawasan janin ketika antepartum harus menggunakan
periodik Doppler velocimetry. Di rumah sakit Parkland, jika janin dalam kondisi
hidup maka kami akan merawat ibunya. Mengetahui riwayat denyut jantung janin,
pemeriksaan Doppler velocimetry per minggu dan pemeriksaan sonography pada
janin setiap 3-4 minggu perlu dilakukan. Modalitas pemeriksaan lain seperti middle
cerebral arteries atau pemeriksaan duktus venosus masih dalam penelitian. The
American College of Obstetricians and Gynecologists (2013) merekomendasikan
bahwa kehamilan dengan komplikasi PJT dan memiliki resiko kelahiran sebelum 34
minggu diberikan kortikostiroid sebagai pematangan paru. Vidaeff and Blackwell
(2011) berpendapat bahwa bayi dengan PJT mungkin tidak mentoleransi efek
metabolisme kortikostiroid sebaik bayi normal. Mereka merekomendasikan
pengawasan yang ketat selama pemberian obat tersebut.
Gambar 2 : alur menajemen PJT

Waktu persalinan merupakan hal yang krusial dan memiliki resiko terhadap
kematian janin dibandingkan terhadap permasalahan yang timbul akibat persalinan
pretem perlu dipertimbangkan. Akan tetapi, tidak ada penelitian yang menjelaskan
mengenai waktu yang optimal untuk persalinan. Untuk janin yang preterm, satu-
satunya percobaan acak dari waktu persalinan adalah yang dilakukan oleh the Growth
Restriction Invertion Trial (GRIT). Percobaan ini dilaksanakan di 13 negara di Eropa
dengan 548 wanita dimasa kehamilan sekitar 24 dan 36 minggu dengan perawatan
yang kurang baik di waktu persalinan. Dengan sampel wanita acak yang ditugaskan
untuk melakukan persalinan dengan segera atau menunda persalinannya hingga
waktunya semakin buruk. Akibat utamanya adalah kematian perinatal atau kecacatan
setelah mencapai umur 2 tahun. Tidak ada perbedaan rata-rata dari jumlah angka
kematian di umur 2 tahun. Disamping itu, anak yang berumur 6 – 13 tahun tidak
menunjukkan perbedaan signifikan diantara kedua grup tersebut.
DIGITAT (Disproportionate Intrauterine Growth Intervention Trial at Term)
telah dirancang untuk mempelajari waktu yang tepat untuk melakukan persalinan bagi
siapapun yang kandungannya sudah masuk pada usia kehamilan 36 minggu ataupun
lebih. Dari sebuah penelitian acak yang meilibatkan 321 wanita dengan PJT dan
dengan usia kehamilan paling kurang 36 minggu, hasilnya menunjukkan tidak ada
perbedaan signifikan diantara wanita yang diinduksi dengan wanita yang
mendapatkan terapi yang sesuai. Analisis kedua mencakup dugaan dari
perkembangan saraf dan akibat dari tingkah laku yang tidak berbeda dari umur 2
tahun.
Seperti yang terlihat pada gambar 3, persalinan yang dicurigai PJT dengan
hasil pemeriksaan umbilical artery Doppler velocimetry yang normal, volume cairan
amniotik yang normal dan jantung janin yang normal maka akan dicoba untuk
menunda sampai usia kehamilan 38 minggu. Dengan kata lain, ketidakpastian
diagnosa seharusnya menghalangi intervensi sampai kematangan paru paru janin
dapat dipastikan. Meskipun demikian, persalinan yang direkomendasikan dari 34
minggu dan seterusnya jika ada perawatan dengan oligohidramnion yang signifikan,
pernyataan konsensus dari Society of Maternal-Fetal Medicine dan American
College of Obstetricians and Gynecologists (2013) adalah sama. Di rekomendasikan
untuk melakukan persalinan diantara usia kehamilan 34 dan 37 minggu jika ada
kondisi tertentu seperti oligohidramnion. Dengan pola denyut jantung janin yang baik,
persalinan pervaginam dapat dilakukan. Akan tetapi, beberapa janin tidak
mentoleransi persalinan normal sehingga diharuskan secara sectio cesarea.
2.8 Prognosis Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)
Pertumbuhan setelah kelahiran dengan PJT tergantung pada penghambat
pertumbuhan, asupan nutrisi postnatal, dan kehidupan sosial. Bayi dengan PJT
asimetris dan yang mengalami pernghambatan pertumbuhan di trimester pertama akan
tetap kecil untuk seumur hidupnya. Akan tetapi, jika bayi PJT asimetris mengalami
keterhambatan di akhir usia kehamilannya, bayi tersebut dapat mencapai
pertumbuhan normal dan potensi pertumbuhan yang sesuai dengan orang tuanya jika
bayi tersebut berada di lingkungan yang optimal dan diberikan asupan kalori yang
cukup.

Kelainan perkembangan kognitif dan saraf adalah masalah yang paling sering
dialami oleh bayi dengan PJT dan bayi yang berat badannya sesuai dan dilahirkan
diumur kehamilan yang sama. Daya intelektual dan fungsi neurologis pada bayi
tersebut bergantung pada kondisi perinatal dan sensitasi dari penyebab spesifik PJT.
Kekurangan nutrisi sebelum usia kehamilan 26 minggu memiliki efek pada ukuran
lingkar kepala (PJT simetris) serta memiliki dampak yang lebih banyakpada fungsi
neurologis dibandingkan dengan PJT asimetris. Perkembangan saraf akan menjadi
lebih buruk pada bayi PJT dengan hipoiskemik ensefalopati dan hipoglikemia.

Beberapa dampak dari PJT adalah :

 Mendapat nilai yang rendah di tes kognitifnya


 Merasakan kesulitan dalam bersekolah atau menerima pendidikan khusus
 Gross motor dan minor neurologic dysfunction
 Memiliki masalah dalam sopan santun (attention deficit hyperactivity syndrome)
 Pertumbuhan terhambat menurunkan daya tahan dalam bekerja

2.9 Cara Mencegah Terjadinya Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)


Langkah preventif untuk mencegah terjadinya PJT idealnya dilakukan sebelum
konsepsi dengan optimalisasi kondisi kesehatan ibu, pemberiaan obat dan perbaikan
nutrisi. Menghentikan kebiasaan merokok sangatlah penting. Ibu harus dihindarkan
dari faktor resiko lainnya seperti pemberian profilaksis antimalaria untuk wanita yang
tinggal di daerah endemik dan memperbaiki defisiensi nutrisi. Studi telah
menununjukkan bahwa pengobatan terhadap hipertensi ringan dan moderat tidak
mengurangi insiden terjadinya PJT.
Peningkatan insiden PJT di Negara berkembang biasanya disebabkan oleh faktor
sosial dan tidak memperlihatkan penurunan dengan intervensi selama kehamilan.
Nutrisi yang adekuat, berat badan pra kehamilan, kemiskinan dan interval kehamilan
adalah faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan janin di Negara miskin dan
berkembang. Beberapa intervensi nutrisi memperlihatkan pengurangan angka PJT di
Negara-negara berkembang, intervensi tersebut terdiri dari :
a. Energi dan Protein yang Seimbang
Kramer dkk pada review sistemik dan studi kuesioner eksperimental
menunjukkan bahawa suplementasi energy dan protein pada wanita hamil
dilaporkan dapat menurunan insiden SGA dan dapat meningkatkan berat badan
lahir.

b. Suplementasi Kalsium
Imdad dkk melakukan review sistemik pada suplementasi kalsium pada wanita
hamil di Negara maju dan berkembang melaporkan efek yang signifikan pada pre-
eklampsia dan kelahiran preterm. Akan tetapi, tidak ada efek yang signifikan pada
kematian perinatal, BBLR dan kematian neonatal.

c. Suplementasi Mutipel Mikronutrien


Cochrane dkk melakukan sistemik review pada suplementasi multiple
micronutrient untuk wanita hamil dan dibandingkan dengan dua atau lebih sedikit
mikronutrien menunjukkan efek yang signifikan pada angka terjadinya BBLR.

d. Strategi Pencegahan Malaria dalam Kehamilan


Cochrane dkk melakukan review sistemik yang membandingkan pemberian
obat anti malaria dengan tanpa pemberian obat anti malaria untuk pencegahan
malaria pada wanita hamil yang hidup di daerah endemik malaria menunjukkan
efek pada pengurangan parasitemia antenatal, meningkatkan berat badan lahir,
dan menurunkan insidensi BBLR dan anemia antenatal berat. Akan tetapi, tidak
ada efek yang signifikan pada kematian perinatal.

Wanita yang melahirkan bayi PJT pada kehamilan pertama memiliki resiko
yang signifkan untuk terjadinya rekurensi pada kehamilan selanjutnya. Infromasi
ini adalah hal yang krusial bagi pasien ketika melakukan konseling dan antenatal
care pada kehamilan berikutnya. Penelitian prospektif dengan skala besar yaitu
melibatkan 259.481 pasien menunjukan bahwa resiko mengalami rekurensi
adalah dua kali lebih besar. Pada studi ini, insiden PJT adalah 5% (dengan
definisi PJT dibawah persentil 5) dan resiko mengalami rekurensi PJT adalah
23% serta angka ini menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan karena
wanita yang memiliki riwayat melahirkan dengan bayi berberat badan normal
pada kehamilan pertamanya hanya 3,4% yang melahirkan dengan PJT pada
kehamilan selanjutnya.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) didefinisikan sebagai janin yang gagal untuk
mencapai potensi pertumbuhan dengan tingkat morbiditas yang merugikan dan
dapat menyebabkan kematian.
Ponderal Indek digunakan untuk mengidentifikasi neonatus yang secara klinis
memiliki sedikit jaringan lunak, yang mengalami kehilangan jaringan sub kutan
dan masa otot, meskipun usia kehamilan normal.

3.2 Saran
Berikan beberapa intervensi nutrisi agar tidak terjadi PJT, seperti : Energi dan
protein yang seimbang, suplementasi kalsium, suplementasi multiple
mikronutrien, dan strategi pencegahan malaria dalam kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA

https://bidanshop.blogspot.com/2010/01/mengenal-iugr.html

https://www.academia.edu/15748522/Pertumbuhan_Janin_Terhambat

Anda mungkin juga menyukai