Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini
bisa selesai pada waktunya.
Terimakasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya
makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Bandar Lampung, November 2019
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan janin terhambat atau Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) adalah
masalah obstetrik yang sering dijumpai dan kompleks. Pertumbuhan janin terhambat
(PJT) dicatat dialami oleh 10-15% wanita hamil. Diagnosis PJT pada umumnya
ditegakkan saat pemeriksaan antenatal, akan tetapi beberapa dari janin tersebut tidak
terskrining selama kehamilan sehingga ditemukan ketika bayi telah dilahirkan. Hal ini
sangat penting bagi ahli kebidanan dan perinatologi untuk mengenali PJT karena kondisi
janin seperti ini memiliki hubungan yang signifikan dengan morbiditas dan mortalitas
kelahiran.
1.3 Tujuan
1 Untuk mengetahui pengertian Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)
2 Untuk mengetahui manfaat Ponderal Indeks
3 Untuk mengetahui factor penyebab Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)
4 Untuk mengetahui klasifikasi Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)
5 Untuk mengetahui cara mendiagnostik Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)
6 Untuk mengetahui gambaran klinis Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) pada
bayi baru lahir
7 Untuk mengetahui cara mencegah terjadinya Intra Uterine Growth Restriction
(IUGR)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)
Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) atau Pertumbuhan janin terhambat
(PJT) didefinisikan sebagai janin yang gagal untuk mencapai potensi pertumbuhan
dengan tingkat morbiditas yang merugikan dan dapat menyebabkan kematian.
American College of Obstetricians dan Gynecologists (ACOG) mendefinisikan
pertumbuhan janin terhambat sebagai janin dengan berat diperkirakan di bawah
persentil ke-10 . Tidak semua janin berukuran kurang dari persentil 10 beresiko untuk
hasil perinatal yang merugikan, hanya sebagian kecil. Pertumbuhan janin terhambat
mengacu pada janin yang kecil usia kehamilan dan menampilkan tanda-tanda lain dari
hipoksia kronis atau kekurangan gizi. Kecil masa kehamilan (KMK) di sini
didefinisikan sebagai janin yang berat badannya kurang dari persentil 10 untuk usia
kehamilannya, yang dapat terjadi akibat pertumbuhannya terhambat (PJT) atau
keadaan lainnya.
Berat bayi lahir rendah yang berukuran kecil pada usia kehamilan tertentu
dianggap mengalami PJT. Pada tahun 1963, Lubchenco mempublikasi perbandingan
yang spesifik antara usia kehamilan dan berat janin untuk memperoleh ukuran janin
yang sesuai dengan usia kehamilan. Battaglia dan Lubchenco (1967) kemudian
mengklasifikasikan janin yang mengalami small for gestasional age (SGA) yaitu janin
dengan berat badan dibawah persentil 10 untuk usia kehamilannya.
a. Faktor Ibu
Beberapa data demografik menunjukkan faktor ibu memiliki hubungan dengan
PJT. Perempuan dengan usia reproduksi yang ekstrim, khususnya ibu hamil
dengan usia muda memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami PJT. Hal
yang sama juga terjadi pada ibu hamil dengan usia tua. Studi yang dilakukan oleh
Strobino dkk tidak menemukan hubungan antara usia dan berat bayi lahir rendah
dan melaporkan adanya faktor independen yang dipengaruhi oleh faktor sosial
seperti etnis, status ekonomi, usia saat menarche, tinggi ibu, dan kebiasaan
merokok saat kehamilan.
Ras, status sosio-ekonomi yang rendah dan tinggal pada Negara berkembang
adalah faktor resiko untuk PJT. Wanita dengan status sosio-ekonomi yang rendah
dan tinggal di Negara berkembang pada umumnya memiliki asupan nutrisi yang
buruk, mengalami anemia dan pemeriksaan antenatal care yang jarang serta
masalah kekerasan dalam rumah tangga mempengaruhi pertumbuhan janin. Berat
ibu saat melahirkan, berat ibu saat sebelum hamil, dan berat badan yang rendah
selama kehamilan memiliki hubungan yang positif dengan PJT. Asupan kalori
dan defisiensi nutrisi tertentu (seperti glukosa, zinc, folat) masih belum jelas
memiliki hubungan dengan PJT.
Faktor ibu yang lainnya seperti faktor uterin (seperti fibroid, anomali
mullerian), penyakit periodontal dan kondisi genetik seperti mutasi gen
angiotensin. Riwayat melahirkan bayi PJT meningkatkan rekurensi PJT hingga
melebihi 25%. Wanita yang memiliki riwayat melahirkan bayi PJT memiliki
resiko dua kali lebih besar untuk mengalami PJT.
b. Faktor Janin
Faktor janin dapat bervariasi mulai dari genetik, malformasi kongenital,
infeksi janin atau penyebab lainnya seperti kehamilan kembar. Genetik
berkontribusi menyebabkan 5-20% terjadinya PJT, khususnya pada fase awal
pertumbuhan janin. Genetik selanjutnya menyebabkan abnormalitas seperti
abnormalitas kromosom misalnya trisomy 21,18,13 dan 16. Trisomi 18
dihubungkan dengan kejadian PJT yang lebih berat dibandingkan dengan trisomy
21 atau 13.
Malformasi kongenital termasuk kelainan jantun kongenital, hernia
diaphragmatikus, defek pada dinding abdomen (omphalocele, gastroschisis),
agenesis atau dysplasia renal, anencephaly dan single umbilical artery juga
dihubungkan dengan PJT.
Infeksi menyebabkan <5% terjadinya PJT. Infeksi yang tersering adalah virus
(rubella, CMV, herpes, varicella, herpes zoster, HIV), dan infeksi parasit
(toxoplasmosis, syphilis, malaria). Infeksi bakteri dianggap sebagai penyebab
yang jarang dari PJT, tetapi chlamydia, mycoplasma, listeria, and tuberculosis
dilaporkan sebagai penyebab PJT. Penyebab tersering PJT di Negara maju adalah
CMV. Mekanisme kerusakan pertumbuhan janin oleh CMV disebabkan oleh
direct cytolysis dan kehilangan fungsi sel pada beberapa system organ janin. Pada
Negara berkembang khususnya di Negara-negara sub-Saharan Afrika, PJT
umumnya disebakan oleh malaria dalam kehamilan.
PJT diketahui sebagai salah satu komplikasi tersering dari multigravida dan
menyebabkan lebih dari 3% dari semua kasus PJT. Multigravida memiliki resiko
5-10 kali lebih besar untuk mengalami PJT dibandingkan dengan primigravida
yang insidennya hanya 15-30%. Resiko PJT tergantung dari banyak faktor seperti
jumlah janin, chorionicity, penyakit kongenital atau abnormalitas tali pusar
seperti velamentous cord insertion atau terdapat dua vena tali pusat.
c. Faktor Plasenta
Insufisiensi plasenta menyebabkan terjadinya PJT sebesar 3% atau lebih dari
seluruh kehamilan. Patogenesis PJT belum sepenuhnya diketahui, defek pada
sirkulasi dan transportasi pada plasenta dapat mempengaruhi pasokan nutrisi
untuk janin sehingga menimbulkan PJT. Penurunan relatif massa dan fungsi
plasenta juga dapat menyebabkan terjadinya PJT. Beberapa hewan coba
menunjukkan gangguan pertumbuhan janin yang melebihi 50% ketika plasenta
diangkat.
Implantasi abnormal seperti plasenta previa dapat menyebabkan terjadinya
suboptimal nutrisi untuk janin. Penyebab tersering lainnya dari faktor plasenta
adalah abrusio plasenta, plasenta akreta, infark plasenta, fetal villous obliterasi,
circumvallate plasenta, dan plasenta hemangioma. Confined placental mosaicism,
single umbilical artery, dan velamentous cord insertion juga dapat menyebabkan
terjadinya PJT. Tumor plasenta yang jarang seperti chorioangioma dapat
menurunkan arus uteroplasenta dan dapat menyebabkan terjadinya PJT.
Peneletian terkini oleh Sato dkk menunjukkan peningkatan prevalensi infark
plasenta, thrombosis pembuluh darah janin dan vilitis kronik pada janin dengan
PJT dibandingkan dengan pertumbuhan pada kehamilan normal.
Janin yang kecil secara patologis, kecepatan pertumbuhan pada kehamilan ini
terus menurun dan secara progresif melewati sentil yang lebih rendah.
Kebanyakan dari kehamilan ini mengalami insufisiensi uteroplasenta onset dini
yang berat atau abnormalitas janin, yang khas adalah triploidi. Jika tidak yakin
janin kecil secara konstitusional atau patologis, lakukan scan ulang.
Pada PJT tipe-1 dijumpai tubuh janin secara keseluruhan berukuran kecil
akibat berkurangnya potensi pertumbuhan janin dan berkurangnya proliferasi
seluler semua organ janin. PJT tipe-1 ditandai dengan berat badan, lingkar kepala
dan panjang badan yang berada dibawah persentil ke-10. PJT simetris ini terjadi
selama kehamilan trimester ke-1 dan trimester ke-2 dan angka kejadiannya kira-
kira 20-30% dari seluruh bayi PJT.
Sebagai contoh, pada PJT tipe simetris fase awal akan menghasilkan
penurunan yang relatif pada jumlah dan ukuran sel. Misalnya, janin yang terpapar
oleh zat kimia, infeksi virus atau pertumbuhan sel yang tidak normal mungkin
menyebabkan penurunan proporsi ukuran kepala dan tubuh.
Gambaran klinis :
b. Asimetris
Pertumbuhan janin terhambat tipe asimetris adalah deskripsi yang diberikan
jika kecepatan tumbuh kepala janin yang berkurang tidak sama dengan lingkar
abdomenya. Pada kebanyakan kasus, Pertumbuhan janin terhambat asimetris
adalah akibat dari insufisiensi uteroplasenta. Ciri insifusiensi uteroplasennta yang
ditemukan pada USG meliputi abnormalitas plasenta (danau, klasifikasi,
konsistensi seperti jeli) dan berkurangnnya cairan amnion. Ciri pada janin
meliputi kardiomegali ringan, usus hyperechoic, dan dilatasi usus halus. Adanya
ciri-ciri ini akan menunjang.
Gambaran klinis :
c. Campuran
Pada tipe kombinasi,bayi mungkin mengalami pemendekan skeletal, sedikit
pengurangan dari masa jaringan lunak. Jika malnutrisi terjadi dalam jangka waktu
lama dan parah, janin kemungkinan akan kehilangan kemampuan untuk
kompensasi sehingga terjadi peralihan dari PJT kombinasi menjadi PJT tipe
simetris.
Gambaran klinis :
a. Pemeriksaan Fisis
Hubungan antara PJT dan oligohidramnion telah lama diketahui. Chauhan dkk
telah menemukan bawa 10% ibu dengan oligohidramnion di suspek dengan PJT.
Kelompok wanita tesebut memiliki resiko 2 kali lebih besar mengalami sectio
cesaria untuk memastikan kondisi denyut jantung janin. Petrozella dkk melaporkan
bahwa penurunan cairan amnion pada usia kehamilan 23-34 minggu meningkatkan
resiko malformasi secara signifikan. Tanpa adanya malformasi, terdapat 37% bayi
dengan berat badan lahir dibawah persentil 3 yang disertai dengan oligohidramnion,
21% yang cairan amnionnya di ambang batas dan 4% dengan jumlah normal.
c. Dopler Velocimetry
Dengan tekhnik ini, perlambatan perkembangan plasenta dapat dideteksi pada
pembuluh darah perifer seperti arteri umbilicus dan arteri middle cerebral. Onset
akhir PJT memiliki karakteristik aliran darah yang abnormal pada ductus venosus,
aorta janin serta aliran keluar pulmoner dan oleh aliran balik arteri umbilicus.
Karakteristik arteri umbilikus yang abnormal adalah tidak memiliki aliran balik
diastol dan hal ini memiliki hubungan yang kuat dengan terjadinya PJT.
Abnormalitas tersebut merupakan tanda bahwa janin akan mengalami kegagalan
dalam beradaptasi. Tidak adanya aliran balik diastol telah lama dihubungkan dengan
hipoksia, asidosis, dan kematian janin. Dopler velocimetry dianggap sebagai standar
dalam mengevaluasi PJT. American College of Obstetricians and Gynecologists
(2013) mencatat bahwa penggunaan Doppler velocimetry akan meningkatkan
outcome klinis.
d. Pemeriksaan Serologi
Berdasarkan anamnesis dan identifikasi faktor resiko serta pemeriksaan terhadap
infeksi, pemeriksaan serologi ibu seperti IgG dan IgM untuk CMV, toxoplasmosis
dan HSV perlu dilakukan. Pemeriksaan Rubella juga diperlukan jika pemeriksaan
rutin prenatal tidak menunjukkan hasil yang positif. Terdapat bukti yang kurang kuat
mengenai pentingnya melakukan pemeriksaan rutin thrombophilia. Akantetapi,
pemeriksaan APS (ACA IgG, IgM, lupus antikoagulan, beta-2 mikroglobulin IgG
dan IgM) mungkin dibutuhkan untuk mengelola infeksi pada kehamilan sekarang
dan untuk yang mendatang.
Waktu persalinan merupakan hal yang krusial dan memiliki resiko terhadap
kematian janin dibandingkan terhadap permasalahan yang timbul akibat persalinan
pretem perlu dipertimbangkan. Akan tetapi, tidak ada penelitian yang menjelaskan
mengenai waktu yang optimal untuk persalinan. Untuk janin yang preterm, satu-
satunya percobaan acak dari waktu persalinan adalah yang dilakukan oleh the Growth
Restriction Invertion Trial (GRIT). Percobaan ini dilaksanakan di 13 negara di Eropa
dengan 548 wanita dimasa kehamilan sekitar 24 dan 36 minggu dengan perawatan
yang kurang baik di waktu persalinan. Dengan sampel wanita acak yang ditugaskan
untuk melakukan persalinan dengan segera atau menunda persalinannya hingga
waktunya semakin buruk. Akibat utamanya adalah kematian perinatal atau kecacatan
setelah mencapai umur 2 tahun. Tidak ada perbedaan rata-rata dari jumlah angka
kematian di umur 2 tahun. Disamping itu, anak yang berumur 6 – 13 tahun tidak
menunjukkan perbedaan signifikan diantara kedua grup tersebut.
DIGITAT (Disproportionate Intrauterine Growth Intervention Trial at Term)
telah dirancang untuk mempelajari waktu yang tepat untuk melakukan persalinan bagi
siapapun yang kandungannya sudah masuk pada usia kehamilan 36 minggu ataupun
lebih. Dari sebuah penelitian acak yang meilibatkan 321 wanita dengan PJT dan
dengan usia kehamilan paling kurang 36 minggu, hasilnya menunjukkan tidak ada
perbedaan signifikan diantara wanita yang diinduksi dengan wanita yang
mendapatkan terapi yang sesuai. Analisis kedua mencakup dugaan dari
perkembangan saraf dan akibat dari tingkah laku yang tidak berbeda dari umur 2
tahun.
Seperti yang terlihat pada gambar 3, persalinan yang dicurigai PJT dengan
hasil pemeriksaan umbilical artery Doppler velocimetry yang normal, volume cairan
amniotik yang normal dan jantung janin yang normal maka akan dicoba untuk
menunda sampai usia kehamilan 38 minggu. Dengan kata lain, ketidakpastian
diagnosa seharusnya menghalangi intervensi sampai kematangan paru paru janin
dapat dipastikan. Meskipun demikian, persalinan yang direkomendasikan dari 34
minggu dan seterusnya jika ada perawatan dengan oligohidramnion yang signifikan,
pernyataan konsensus dari Society of Maternal-Fetal Medicine dan American
College of Obstetricians and Gynecologists (2013) adalah sama. Di rekomendasikan
untuk melakukan persalinan diantara usia kehamilan 34 dan 37 minggu jika ada
kondisi tertentu seperti oligohidramnion. Dengan pola denyut jantung janin yang baik,
persalinan pervaginam dapat dilakukan. Akan tetapi, beberapa janin tidak
mentoleransi persalinan normal sehingga diharuskan secara sectio cesarea.
2.8 Prognosis Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)
Pertumbuhan setelah kelahiran dengan PJT tergantung pada penghambat
pertumbuhan, asupan nutrisi postnatal, dan kehidupan sosial. Bayi dengan PJT
asimetris dan yang mengalami pernghambatan pertumbuhan di trimester pertama akan
tetap kecil untuk seumur hidupnya. Akan tetapi, jika bayi PJT asimetris mengalami
keterhambatan di akhir usia kehamilannya, bayi tersebut dapat mencapai
pertumbuhan normal dan potensi pertumbuhan yang sesuai dengan orang tuanya jika
bayi tersebut berada di lingkungan yang optimal dan diberikan asupan kalori yang
cukup.
Kelainan perkembangan kognitif dan saraf adalah masalah yang paling sering
dialami oleh bayi dengan PJT dan bayi yang berat badannya sesuai dan dilahirkan
diumur kehamilan yang sama. Daya intelektual dan fungsi neurologis pada bayi
tersebut bergantung pada kondisi perinatal dan sensitasi dari penyebab spesifik PJT.
Kekurangan nutrisi sebelum usia kehamilan 26 minggu memiliki efek pada ukuran
lingkar kepala (PJT simetris) serta memiliki dampak yang lebih banyakpada fungsi
neurologis dibandingkan dengan PJT asimetris. Perkembangan saraf akan menjadi
lebih buruk pada bayi PJT dengan hipoiskemik ensefalopati dan hipoglikemia.
b. Suplementasi Kalsium
Imdad dkk melakukan review sistemik pada suplementasi kalsium pada wanita
hamil di Negara maju dan berkembang melaporkan efek yang signifikan pada pre-
eklampsia dan kelahiran preterm. Akan tetapi, tidak ada efek yang signifikan pada
kematian perinatal, BBLR dan kematian neonatal.
Wanita yang melahirkan bayi PJT pada kehamilan pertama memiliki resiko
yang signifkan untuk terjadinya rekurensi pada kehamilan selanjutnya. Infromasi
ini adalah hal yang krusial bagi pasien ketika melakukan konseling dan antenatal
care pada kehamilan berikutnya. Penelitian prospektif dengan skala besar yaitu
melibatkan 259.481 pasien menunjukan bahwa resiko mengalami rekurensi
adalah dua kali lebih besar. Pada studi ini, insiden PJT adalah 5% (dengan
definisi PJT dibawah persentil 5) dan resiko mengalami rekurensi PJT adalah
23% serta angka ini menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan karena
wanita yang memiliki riwayat melahirkan dengan bayi berberat badan normal
pada kehamilan pertamanya hanya 3,4% yang melahirkan dengan PJT pada
kehamilan selanjutnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) didefinisikan sebagai janin yang gagal untuk
mencapai potensi pertumbuhan dengan tingkat morbiditas yang merugikan dan
dapat menyebabkan kematian.
Ponderal Indek digunakan untuk mengidentifikasi neonatus yang secara klinis
memiliki sedikit jaringan lunak, yang mengalami kehilangan jaringan sub kutan
dan masa otot, meskipun usia kehamilan normal.
3.2 Saran
Berikan beberapa intervensi nutrisi agar tidak terjadi PJT, seperti : Energi dan
protein yang seimbang, suplementasi kalsium, suplementasi multiple
mikronutrien, dan strategi pencegahan malaria dalam kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA
https://bidanshop.blogspot.com/2010/01/mengenal-iugr.html
https://www.academia.edu/15748522/Pertumbuhan_Janin_Terhambat