Anda di halaman 1dari 6

FRAKSI PLATELET IMATUR: KEGUNAAN KLINISNYA PADA PASIEN

TROMBOSITOPENIA
Garima Goel, Shruti Semwal, Akriti Khare, Deepti Joshi, Chaitanya K. Amerneni, Abhijit
Pakhare, Neelkamal Kapoor

ABSTRAK
Tujuan: Trombositopenia tejradi secara multifaktorial dan patogenesisnya harus
dibedakan agar penanganannya tepat. Platelet baru imatur disebut juga dengan nama
platelet retikulat (reticulated platelets, RP) dan jumlahnya dalam darah tepi dapat
diperkirakan menggunakan analis hematologi otomatis yang menggambarkan komponen ini
sebagai fraksi platelet imatur (immature platelet fraction, IPF). Dalam penelitian ini, kami
akna menilai dan menetapkan kegunaan klinis IPF dalam membedakan dua penyebab
utama trombositopenia—penurunan produksi dan peningkatan destruksi platelet—serta
menentukan signifikansinya dalam memantau pasien trombositopenia.
Bahan dan Metode: Kami merekrut 61 kasus trombositopenia dan 101 kontrol sehat ke
dalam penelitian ini. IPF dan parameter sel darah umum lainnya dihitung menggunakan
analis hematologi otomatis. Berdasarkan patogenesis trombositopenia, kasus-kuss berikut
terbagi menjadi beberapa kelompok dan kami akan mengevaluasi perbedaan nilai IPF antar
kelompok.
Hasil: Kisaran nilai rujukan IPF pada kontrol sehat diperkirakan 0.7-5.7%. IPF rerata
ternyata secara signifikan lebih tinggi pada pasien dengan peningkatan destruksi platelet di
perifer (13.4%) dibandingkan dengan pasien dengan penurunan produksi platelet (4.6%).
Nilai cutoff optimal IPF untuk membedakan pasien dengan peningkatan destruksi platelet
dari pasien dengan penurunan produksi platelet adalah 5.95% dengan sensitivitas 88% dan
spesifisitas 75.9%.
Kesimpulan: Pengukuan IPF bermanfaat untuk mendeteksi bukti peningkatan produksi
platelet dan membantu evaluasi dini pasien trombositopenia. Metode ini adalah metode
diagnostik baru yang dapat digunakan untuk membedakan pasien trombositopenia akibat
peningkatan destruksi platelet dari pasien trombositopenia akibat kegagalan fungsi/supresi
sumsum tulang.

PENDAHULUAN
Penurunan jumlah platelet dalam darah perifer disebut dengan trombositopenia. Kondisi ini
dijumpai pada kelainan hematologis dan kadang berkaitan dengan komplikasi perdarahan
berat. Etiologi trombositopenia bersifat multifaktorial sehingga membuat diagnosis
penyebab dasarnya cukup menantang dan problematik. Patogenesis trombositopenia
meliputi dua konsep umum, yaitu peningkatan destruksi platelet di perifer atau penurunan
produksinya. Kedua hal ini harus dibedakan agar penanganan trombositopenia bisa
dilakukan dengan tepat.
Perhitungan jumlah platelet yang tepat dan benar memberikan informasi yang masih sempit
tentang diagnosis banding atau kecenderungan perdarahan pada pasien trombositopenia,
namun perhitungan cepat mengenai produksi platelet dapat membantu membedakan antara
trombositopenia karena kegagalan sumsum tulang dengan peningkatan risiko perdarahan
dari trombositopenia akibat peningkatan konsumsi platelet dimana perdarhan justru jarang
terjadi.
Platelet baru imatur bersifat lebih reaktif dibandingkan platelet matur karena kandungan
granulanya yang tinggi dan mengandung RNA residual yang diturunkan dari megakariosit.
Komponen ini disebut sebagai platelet retikulat (reticulated platelets, RP). Pengukuran
kadar RP daat manttu menentukan laju trombopoiesis sehingga membantu diagnosis
banding trombositopenia. Pengukuran produksi RP juga kemungkinan dapat menegakkan
etiologi trombositopenia, baik itu yang disebabkan oleh peningkatan konsumsi platelet atau
kegagalan/supresi sumsum tulang tanpa perlu melakukan pemeriksaan sumsum tulang
yang tentunya bersifat invasif dan menyakitkan untuk pasien.
Perhitungan RP dapat dilakukan dengan flow cytometer dan pewarnaan fluoresens yang
mampu mengikat RNA; namun, metode ini memiliki kekurangannya sendiri karena
kurangnya standardisasi dan variasi dalam interval nilai rujukan. Estimasi kadar RP
menggunakan di darah perifer dapat dilakukan dengan menggunakan analis hematologi
otomatis yang menggambarkan parameter ini sebagai fraksi platelet imatur (immature
platelet fraction, IPF). IPF mengukur platelet imatur sebagai fraksi jumlah total platelet
pada daraf perifer. Pengukuran IPF secara otomatis sangat terpercaya dalam praktik klinis
sehari-hari.
IPF tidak hanya membedakan peningkatan konsumsi platelet dari kegagalan/supresi
sumsum tulang, tapi ia juga merupakan indikator dini dari pemulihan platelet dan dapat
mencegah transfusi platelet yang tidak diperlukan serta risiko-risiko yang berkaitan dengan
hal tersebut. IPF memiliki korelasi positif dengan pemulihan hitung platelet pada pasien
trombositopenia dan dapat digunakan untuk memantau pasien dengan trombositopenia.
Dalam penelitian ini, kami akan menilai dan menetapkan kegunaan klinis IPF dalam
diagnosis dan pemantauan pasien trombositopenia.

BAHAN DAN METODE


Studi ini merupakan penelitian potong lintang prospektif yang dilakukan di rumah sakit
kami dimana kami mendaftarkan 101 individu dengan jumlah platelet dan parameter darah
lain yang normal untuk menetapkan rentang IPF pada populasi sehat. Individu sehat ini
adalah populasi kontrol dalam penelitian. Kami kemudian memasukkan 61 pasien dengan
trombositopenia ke dalam penelitian untuk menilai kegunaan IPF pada pasien
trombositopenia. Pasien-pasien ini adalah kelompok kasus dalam penelitian ini. Persebaran
usia dan jenis kelamin antara kedua kelompok tidak memiliki perbedaan bermakna.

KRITERIA INKLUSI
Kasus
1. Pasien dengan jumlah platelet <100 x 10^9/L.
Kontrol
1. Individu sehat dengan parameter sel darah normal, yang meliputi jumlah platelet
yang berkisar antara 150-450 x 10^9/L.

KRITERIA EKSKLUSI
Kasus
1. Pasien dengan pseudotrombositopenia (penurunan jumlah platelet pada analis
namun platelet terlihat pada apusan darah tepi).
2. Pasien dengan perdarahan berat yang bersifat fatal.
3. Pasien dengan riwayat gangguan platelet atau koagulasi.
Kontrol
1. Individu dengan demam atau infeksi virus.
2. Individu dengan penyakit kronis.
3. Individu dengan gangguan trombotik ataupun perdarahan.
Sampel darah tepi dari kelompok kasus dan kontrol dikumpulkan dalam vial K2EDTA.
Peserta penelitian telah menyetujui persetujuan verbal dan tertulis. Untuk meminimalisir
variasi pada sampel akibat penuaan sampel, sampel yang dikumpulkan harus dianalisis
dalam waktu 2-3 jam setelah pengambilan dengan menggunakan Mindray BC-6800.
IPF dan semua parameter sel darah lain kemudian dihitung dengan teknik tersebut. IPF
diukur dengan menggunakan teknik flow cytometry, dimana metode tersebut
menidentifikasi IPF dan platelet matur berdasarkan intensitas fluoresensinya dan perangkat
lunak akan menyatakan IPF sebagai nilai proporsional untuk hitung platelet total secara
optik.

ANALISIS STATISTIK
Analisis statistik dilakukan menggunakan perangkat statistik IBM SPSS 21. Kontrol
dikelompokkan berdasarkan umur dan jenis kelamin. Analisis deskriptif dilakukan dengan
menghitung rata-rata, median, dan deviasi standar untuk jumlah platelet dan IPF. Kelainan
pada persentase IPF akan dianalisis pada pasien trombositopenia berdasarkan rentang nilai
rujukan normalnya.
Kelompok kasus dikelompokkan berdasarkan usia, jenis kelamin, diagnosis akhir, dan
patogenesis trombositopenia. Berdasarkan patogenesisnya, kelompok kasus terbagi menjadi
dua kelompok: Kelompok 1 (penurunan produksi platelet akibat disfungsi/supresi sumsum
tulang) dan Kelompok 2 (peningkatan destruksi perifer atau konsumsi platelet). Perbedaan
kadar IPF antara Kelompok 1 dan 2 dievaluasi dengan uji Mann-Whitney U. Nilai p ≤ 0.05
dianggap signifikan. Kurva receiver operating characteristic (ROC) dibuat untuk
menentukan nilai cutoff IPF untuk membedakan trombositopenia yang disebabkan oleh
peningkatan destruksi perifer platelet dari trombositopenia yang disebabkan oleh penurunan
produksinya. Kelompok kasus pada kedua kelompok etiologis ini ditindaklanjuti dengan
pengukuran IPF secara berkala untuk memperkiran pemulihan platelet.
Penelitian ini dilakukan di bawah persetujuan Komite Etik Manusia institusi “Institutional
Human Ethics Committee AIIMS, Bhopal”. Semua metode yang dilakukan sesuai dengan
pedoman dan regulasi yang berlaku.
Kerahasiaan semua informasi yang diperoleh dari kelompok kasus dan kontrol tetap terjaga.

OBSERVASI AND RESULTS


Kami merekrut 61 kasus trombositopenia. Usia partisipan berkisar dari 7 hingga 67 tahun
dengan usia median 29 tahun. Partisipan terdiri dari 28 perempuan (46%) dan 33 laki-laki
(54%). Selain kelompok kasus, kami juga merekrut 101 peserta penelitian untuk kelompok
kontrol dengann rentang usia 7 hingga 65 tahun dengan usia median 27 tahun. Dari data ini
kita dapat melihat bahwa persebaran usia dan jenis kelamin kedua kelompok tidak memiliki
perbedaan bermakna. Jumlah platelet rerata kelompok kasus adalah 47.3±32.5 x 10^3/uL
dan kontrol adalah 254.7±71.1 x 10^3/uL. IPF rerata kelompok kasus adalah 8.9±7.6% dan
pada kelompok kontrol adalah 2.4±1.8% (Tabel 1).

Jumlah Platelet (x10^3/uL) IPF (%)


Rata- Deviasi Rata- Deviasi
Median Rentang Median Rentang
Rata Standar Rata Standar
Kasus 47.3 ±32.5 48.0 3-96 8.9 ±7.6 6.6 0.1-23.5
Kontrol 254.7 ±71.1 252.0 147-379 2.4 ±1.8 1.8 0.7-5.7
Nilai p 0.001 0.001
Tabel 1. Jumlah platelet dan IPF pada kelompok kasus dan kontrol.

Dari data tersebut, kita bisa melihat bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara
jumlah platelet dan IPF kelompok kasus dan kontrol dengan nilai p 0.001. Rentang nilai
rujukan IPF dihiitung dari 101 kontrol dan menghasilkan 0.7-5.7%. Nilai IPF di atas 5.7%
dianggap abnormal. IPF secara signifikan lebih tinggi pada kelompok kasus dengan
trombositopenia dibandingkan kontrol sehat.
Dari 61 kasus, kami mampu membuat diagnosis kerja pada 54 kasus, sedangkan 7 kasus
yang tersisa tidak dapat terdiagnosis secara pasti. Diagnosis final ini meliputi 13 kasus
anemia megaloblastik, 10 kasus dengue, 8 kasus hipoproliferasi sumsum tulang yang
didiagnosis melalui biopsi, 6 kasus malaria dan demam virus, 5 kasus anemia aplastik, 3
kasus ITP, 2 kasus leukemia limfositik kronis (CLL), dan satu kasus leukemia akut.
Berdasarkan patogenesis trombositopenia, 54 kasus dengan diagnosis final ini terbagi
menjadi 2 kelompok: Kelompok 1 (29 kasus) dengan penurunan produksi platelet akibat
disfungsi/supresi sumsum tulang (yang meliputi anemia megaloblastik, hipoproliferasi
sumsum tulang, anemia aplastik, dan leukemia akut) dan Kelompok 2 (25 kasus) dengan
peningkatan destruksi atau konsumsi platelet (dengue, malaria, demam virus, ITP, dan
CLL). Jumlah platelet rerata Kelompok 1 adalah 42±35 x 10^3/uL dan Kelompok 2 adalah
56±29 x 10^3/uL. IPF rerata Kelompok 1 adalah 4.6±4.5% dan Kelompok 2 13.4±7.1%
(Tabel 2). Perbedaan yang signifikan terlihat pada nilai IPF Kelompok 1 dan 2 dengan nilai
p 0.001. IPF secara signifikan lebih tinggi pada kasus dengan peningkatan destruksi platelet
dibandingkan pada kasus penurunan produksi platelet.

IPF (%)
Kasus
Rata-Rata Deviasi Standar Median Rentang
Kelompok 1 4.6 ±4.5 3.7 0.1-16.4
Kelompok 2 13.4 ±7.1 12.98 4.3-23.5
Nilai p 0.001
Tabel 2. IPF pada Kelompok 1 (penurunan produksi platelet) dan Kelompok 2
(peningkatan destruksi/konsumsi platelet).

Nilai IPF yang optimal untuk diskriminasi antara Kelompok 1 dan 2 ditentukan
menggunakan kurva ROC untuk sensitivitas dan spesifisitasnya (Gambar 1, Tabel 3). IPF
5.95% dianggap sebagai nilai cutoff yang optimal untuk membedakan kedua kelompok
pasien trombositopenia dengan sensitivitas 88% dan spesifisitas 75.9%.
Dari 61 kasus trombositopenia, 2-3 hari tindak lanjut hanya dilakukan untuk 11 kasus,
dimana kadar IPF akan menurun seiring dengan pemulihan platelet; namun, analisis
statistik tidak dapat dilakukan karena jumlah kasus yang sedikit.

Area di bawah Interval Kepercayaan 95%


Standard Error Nilai p
kurva Batas Bawah Batas Atas
0.868 0.049 0.001 0.772 0.963
Tabel 3. ROC untuk nilai cutoff IPF untuk membedakan Kelompok 1 (penurunan produksi
platelet) dan Kelompok 2 (peningkatan destruksi/konsumsi platelet). Singkatan: IPF,
immatue platelet fraction. ROC, receiver operating characteristic.
Gambar 1. Kurva ROC untuk menentukan sensitivitas dan spesifisitas IPF untuk
membedakan Kelompok 1 dan 2. IPF, immature platelet fraction; ROC, receiver operating
characteristic.

PEMBAHASAN
IPF mencerminkan tingkat trombopoiesis pada pasien trombositopenia dan pengukurannya
sangat bermanfaat dalam mendiagnosis banding dan menganalisis kinetik platelet pada
pasien trombositopenia.
Selama bertahun-tahun, berbagai penelitian telah menunjukkan manfaat IPF dalam
membedakan patogenesis trombositopenia dan sebagai indikator pemulihan platelet.
Dalam penelitian ini, kami mencoba menilai dan menetapkan kegunaan klinis iPF sebagai
bagian dari banyaknya analis hematologi otomatis dan kemampuannya memberikan
informasi yang cepat, akurat, dan berharga mengenai aktivitas megakariosit dalam hitungan
menit.
Dalam penelitian ini kami menetapkan rentang nilai rujukan IPF pada kontrol sehat yaitu
0.7-5.7% dengan rata-rata 2.4%. Temuan ini sesuai dengan penelitian-penelitian
sebelumnya (Tabel 4).

Rentang Nilai Rujukan Rata-Rata


Briggs dkk 1.1-6.7% 3.4%
Dadu dkk 0.7-4.3% 3.5%
Cho dkk 0.4-5.4% 1.7%
Abe dkk 1-10.3% 3.3%
Penelitian ini 0.7-5.7% 2.4%
Tabel 4. Rentang nilai rujukan IPF pada individu sehat.

Nilai IPF secara signifikan lebih tinggi pada kasus-kasus trombositopenia (rata-rata 8.9%)
dibandingkan degan kontrol sehat (rata-rata 2.4%) (nilai p = 0.001). Briggs dkk dan Jung
dkk juga melaporkan temuan yang sama. Nilai IPF tidak tercatat pada 3 pasien dengan
jumlah platelet yang sangat rendah (<3 x 10^3/uL). Pasien ini kemudian terbukti
mengalami anemia aplastik, oleh karena itu trombopoiesisnya sangat rendah.
Dalam penelitian saat ini, pasien digolongkan menjadi dua kelompok berdasarkan
patogenesis trombositopenianya, dimana kelompok dengan peningkatan destruksi platelet
perifer memiliki peningkatan IPF yang lebih mencolok (13.4%, 4.3-23.5%) dibandingkan
dengan trombositopenia akibat disfungsi/supresi sumsum tulang (4.6%, 1-16.4%).
Perbedaan nilai IPF ini cukup bermakna (nilai p = 0.001). Hasil ini menandakan bahwa
nilai IPF adalah parameter yang penting untuk menentukan laju trombopoiesis dan
mempermudah diagnosis banding trombositopenia pada diagnosis awal, karena itu, kita
tidak perlu melakukan pemeriksaan sumsum tulang. Penggunaan IPF dalam diagnosis
trombositopenia membantu membedakan destruksi platelet perifer dengan peningkatan IPF
dan trombopoiesis aktif dari hipoplasia sumsum tulang dengan penurunan tombopoiesis.
Temuan ini sesuai dengan penelitian Naz dkk, Jung dkk, Cho dkk, dan Briggs dkk.
Nilai cutoff optimal IPF untuk membedakan pasien dengan peningkatan destruksi platelet
dari penurunan produksi adalah 5.95% dengan sensitivitas 88% dan spesifisitas 75.9% yang
diperkirakan dengann kurva ROC. Hasil ini menunjukkan bahwa pasien trombositopenia
dengan peningkatan IPF >5.95 seharusnya tidak diperkirakan lagi sebagai kemungkinan
kegagalan fungsi sumsum tulang. Penelitian sebelumnya oleh Jung dkk, Abe dkk, dan
Sakuragi dkk melaporkan nilai cutoff 7.7, 6.15, dan 7.3% sehingga mendukung penelitian
ini.
Dalam penelitian ini, kami berusaha menilai kegunaan IPF sebagai prediktor pemulihan
platelet untuk menghindari transfusi platelet yang tidak perlu beserta efek sampingnya. Dari
61 kasus trombositopenia, kami hanya mampu menindaklanjuti 11 pasien dan kami
menemukan bahwa kadar IPF berkaitan dengan pemulihan platelet, namun bukti yang ada
tidak cukup karena ukuran sampel yang kecil. Penelitian oleh Dad dk dan Suman dkk
menunjukkan bahwa IPF membantu memprediksi pemulihan platelet pada pasien dengue.
Kesimpulannya, IPF adalah parameter yang cepat, sederhana, dan terjangkau untuk
mengevaluasi kecepatan trombopoiesis sumsum tulang yang tentunya cukup sulit dilakukan
dengan uji invasif seperti pemeriksaan sumsum tulang. IPF juga adalah metode diagnostk
yang dapat didgunakan untuk membedakan pasien trombositopenia akibat patogenesis yang
berbeda dan dapat dinilai bersama dengan parameter darah lainnya. Di samping itu, IPF
berpotensi sebagai predidktor pemulihan trombosit dan dapat mencegah transfusi platelet
profilaktik di masa yang akan datang.
Penelitian ini dibatasi oleh jumlah sampel yang kecil dan penelitian lanjutan dengan jumlah
sampel yang lebih besar akan sangat diperlukan untuk menentukan kegunaan klinis IPF
lebih jauh lagi.

Anda mungkin juga menyukai