Anda di halaman 1dari 22

askep

Minggu, 23 Oktober 2011

ASKEP LIMFADENOPATI

SKENARIO 2

Tn. A dirawat di RSUD XX diruang hematologi dengan keluhan mual, muntah, tidak nafsu makan dan serig
keringat malam. Tn. A mengatakan sejak kurang lebih 4 bulan yang lalu sebelum masuk RS pertama kali
disadari dileher kiri ada benjolan berukuran sebesar telur ayam, padat kenyal dan makin lama makin
membesar, mula-mula benjolan tidak nyeri tekan, tetapi sejak 2 bulan yang lalu pada benjolan timbul
luka-luka kemerahan bila ditekan ada kemerahan bila terasa nyeri, nyeri dirasakan saat benjolan ditekan
dan tidak menyebar. Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan didapatkan limfadenepati, anorexsia, anemi,
dan palpitasi. Advise dokter mengatakan Tn. A disarankan untuk untuk dilakukan pemeriksaan Biopsi
dan pemeriksaan lain untuk mendapatkan diagnose medis.

Langkah 1 : klarifikasi istilah dan konsep


1. Palpitasi adalah jantung yang kuat dan cepat disadari pasien.

2. Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah, pembentuknya dan bentuk – bentuk
darah

3. Pemeriksaan biopsy adalah eksisi jaringan dari tubuh yang hidup untuk pembentukan microscopy
guna meningkatkan diagnosa

4. Limfadenospati adalah suatu keadaan hyperplasia kelenjar getah bening.

5. Anorexsia adalah tidak nafsu makan.

Langkah 2 : menetapkan / mendefinisi masalah

Dari scenario diatas dilihat dari tanda dan gejala, maka masalah yang timbul ada :

· Dileher kiri Tn A ada benjolan sebesar telur ayam, yang mula – mula tidak nyeri tekan.

· Tn A mengalami kelainan limfa yang berhubungan dengan system getah bening.

· Dileher kiri Tn A yang merupakan tanda penyakit limfadenopati penyebab dari hyperplasia.

Dan dapat diambil Diagnosa medis dan Diagnosa keperawatan sebagai berikut :

Diagnose medis

Diagnose keperawatan

LIMFOMA

· Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasit.

· Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas.

· Pola nafas tidak efetif berhubungan dengan neouromuscular, ketidak imbangan persptual.

· Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran integritas
pembuluh darah, perubahan dalam kemampuan pembekuan darah.

Langkah 3 : Analisa masalah (Curah pendapat)

1. Bagaimana penatalaksanaan limfadenopati ?

· Penata laksanaannya adalah kemoterapi dan terapi radiasi.

2. Bagaimana mekanisme terjadinya limfadenopati ?


· Mekanisme terjadinya limfadenopati adalah terjadi karena beberapa sebab otot yaitu peningkatan
jumlah limfosit makrofat jinak selama reaksi terhadap antigen.

3. Bagaimana proses pembentukan kelenjar getah bening dan dimana saja kelenjar getah bening
tersebut ?

· Kelenjar getah bening adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Tubuh kita memiliki kurang
lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya didaerah submandibular (bagian bawah rahang
bawah; sub: bawah;mandibula:rahang bawah), ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang
sehat. Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh dan
merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-pembuluh getah bening yang
melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke KGB sehingga dari lokasi KGB akan diketahui
aliran pembuluh limfe yang melewatinya.

4. Bagaimana tanda dan gejala limfadenopati ?

· ditandai pembengkakan pada satu atau lebih kelenjar getah bening, biasanya di leher dan ketiak,
tetapi kadang kala di tempat lain. Gejala ini biasanya cepat hilang tanpa diobati.

5. Kenapa bisa terjadi benjolan dileher kiri Tn A ?

· karena dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen (mikroba, zat
asing) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar
getah bening dapat menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen
tersebut sehingga kelenjar getah bening membesar.

6. Bagaimana keterkaitan kelenjar limfa dengan system imunitas ?

· Hubungan antara kelenjar limfa dengan sistem imunitas adalah kelenjar limfa juuga termasuk
dalam pertahanan tubuh. Kelenjar limfa memiliki sel pertahanan tubuh, jika ada antigen yang
menginfeksi maka kelenjar limfa dapat menghasilkan sel – sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk
mengatasi antigen tersebut.

Langkah 4 (menginventarisasi secara sistematis berbagai penjelasan yang telah didapatkan kelompok
pada langkah 3)

· Ada hubungan antara benjolan sebesar telur ayam dileher Tn A dengan limfadenopati.

· Ada hubungan antara limfadenopati dan system hematologis.

· Ada hubngan antara tanda dan gejala yang dialami Tn A dengan penyakit yang dideritanya.
Langkah 5 (merumuskan sasaran pembelajaran)

· Limfoma.

Hitung Darah Lengkap Denga diferensial dan hitung Trombosit

Darah sering diperiksa untuk mengetahui keadekuatan jumlah sel dan fungsinya. Pemeriksaan yang
paling sering dilakukan adalah hitung darah lengkap, yang memberi informasi jumlah, konsentrasi, dan
karakter fisil sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit yang ada didalam sampel darah vena.
Hitung darah lengkap diferensial bergantung usia dan pada tingkat yang lebih rendah, bergantung janis
kelamin. Latihan atau olahraga,status reproduksi, dan berbagai jenis obat dapat menyebabkan deviasi
hasil pemeriksaan. Hitung darah lengkap diferensial digunakan sebagai bagian dari pemeriksaan fisik,
untuk penapisan kondisi spesifik, dan untuk menentukan kesehatan praoperatif. Hitung darah lengkap
juga digunakan untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan terapi.

Ukuran sel darah merah ditunjukkan dengan mean corpuscular volume (MCV) atau volume korpuskular
rata-rata dan mean corpuscular hemoglobin concretation (MCHC) atau konsentrasi hemoglobin
korpuskular rata-rata yang memberi informasi tambahan pada pasien penderita anemia. Sel darah merah
juga diperiksa RDW (red cell size distribution width) didalam sampel darah. Jika RDW tinggi, hal ini
berarti ada rentang ukuran sel darah merah yang cukup luas di dalam sampel darah. RDW bermanfaat
untuk membedakan jenis-jenis anemia yang hampir sama. Sebagai contoh pasien dengan selmikrositik
(kecil) yang memiliki RDW normal dapat mengalami abnormalitas hemoglobin seperti talasemia,
sementara pasien drngan sel mikrositik yang hampir sama tetapi RDW tinggi lebih tinggi cenderung
mengalami defisiensi zat besi. Kombinasi nilai sel darah merah lainnya memberi penanda yang berbeda
untuk etiologi gangguan darah.

Pemeriksaan darah lainnya adalah golongan darah ABO dan antigen Rh serta pemeriksaan untuk
mengidentifikasi adanya mikroorganisme dan titer antibodi. Laju sedimentasi eritrosit (SED) adalah
pemeriksaan yang mengevaluasi kecenderungan sel darah merah untuk terpisah dari bagian darah yang
tidak membeku dalam satu jam. Pemeriksaan ini berdasarkan fakta bahwa inflamasi dan proses lain yang
hampir sama menstimulasi hepar untuk melepaskan sejumlah protein ke dalam darah, yang
menyebabkan sel darah beragregasi bersama-sama, menjadi lebih berat dan akhirnya mengendap ke
dasar wadah. Karena hal ini, laju SED sering kali meningkat secara tidak spesifik pada penyakit inflamasi.

Nilai Hitung Darah Lengkap Dengan differensial Dan Hitung Trombosit (Orang Dewasa)

· Hitung sel darah merah: 4,0-5,5 juta/ml darah

· Hitung sel darah putih: 5.000-10.000/ml darah

· Hitung trombosit: 140.000-40.0000/ml darah

· Hematokrit (% sel darah merah): 42-52% untuk pria; 36-48% untuk wanita)
· Hemoglobin:14,0-17,5 gram/100 ml untuk pria; 12,0-16,0 gram/100 ml untuk wanita

· Neutrofil: 50%-62%

· Eosinofil: 0%-3%

· Basofil:0%-1%

· Limfosit:25%-40%

· Monosit:3%-7%

Pemeriksaan Ukuran Sel Darah Merah dan Hemoglobin (dewasa)

· MCV: 82-98 fL/sel darah

· MCHC: 32-36 g/dL

· RDW:11,5-14,5 koefisien variasi ukuran sel darah merah

Laju Sedimentasi

· Laju SED: 0-20 mm/jam

Waktu Pembekuan

Waktu pembekuan adalah lama waktu pembekuan yang terjadi setelah penusukan luka standart pada
kulit. Waktu pembekuan diukur dalam menit dan mengindikasikan status fungsi trombosit, terutama
efektifitas sumbatan trombosit. Waktu pembekuan tidak lebih dari 15 menit (normal: 3,0-9,0 menit)
untuk penusukan lengan.

Masa Troboplastin parsial/protombin

PTT (pratial thromboplastin time) dan PT (prothrombin time) mendeteksi defisiensi dalam aktifitas
berbagai faktor pembekuan. Kedua pemeriksaan mengevaluasi bekuan dalam sampel darah vena.

PTT menunjukkan efektifitas jalur intrinsik koagulasi dan tidak boleh lebih dari 90 detik (normal: 30
sampai 40 detik). Pemeriksaan ini penting dalam menentukan efektifitas dan keamanan terapi herapin.

PT mendemonstrasikan efektifitas faktor koagulasi vitamin K-dependen, terutama jalur ekstrinsik dan
jalur umumnya koagulasi. PT seharusnya tidak lebih dari 40 detik, atau sampai 2,5 kali level kontrol
(normal: 11 sampai 13 detik). PT digunakan untuk menentukan efektifitas terapi warfarin (Coumadin).

Langkah 6 (mengumpulkan informasi tambahan diluar waktu diskusi kelompok/belajar mandiri)


Langkah 7 (melakukan sintesa dan pengujian informasi yang telah terkumpul)

LAPORAN PENDAHULUAN

Pengertian

· Limfadenopati adalah suatu tanda dari infeksi berat dan terlokalisasi (Tambayong, 2000; 52).

· Limfadenopati adalah digunakan untuk menggambarkan setiap kelainan kelenjar limfe (Price, 1995;
40).

· Limfadenopati adalah pembengkakan kelenjar limfe (Harrison, 1999; 370).

Dari pengertian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa

· Limfadenopati adalah kelainan dan pembengkakan kelenjar limfe sebagai tanda dari infeksi berat
dan terlokalisasi.

Etiologi

· Peningkatan jumlah limfosit makrofag jinak selama reaksi terhadap antigen.

· Infiltrasi oleh sel radang pada infeksi yang menyerang kelenjar limfe.

· Proliferasi in situ dari limfosit maligna atau makrofag.

· Infiltrasi kelenjar oleh sel ganas metastatik.

· Infiltrasi kelenjar limfe oleh makrofag yang mengandung metabolit dalam penyakit cadangan lipid.

(Harrison, 1999; 370)

C. Tanda dan Gejala

a. demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38 oC.

b. sering keringat malam.

c. Kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan.

d. Timbul benjolan di bagian leher.


Patofisiologi

Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem vaskular darah. Biasanya ada
penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran limfe jaringan, dan limfe yang terbentuk dibawa
kesentral dalam badan dan akhirnya bergabung kembali kedarah vena. Bila daerah terkena radang,
biasanya terjadi kenaikan yang menyolok pada aliran limfe dari daerah itu. Telah diketahui bahwa dalam
perjalanan peradangan akut, lapisan pembatas pembuluh limfe yang terkecil agak meregang, sama
seperti yang terjadi pada venula, dengan demikian memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang
masuk kedalam pembuluh limfe. Bagaimanapun juga, selama peradangan akut tidak hanya aliran limfe
yang bertambah, tetapi kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang
sama.

Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe menguntungkan karena


cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang dengan mengosongkan sebagian dari
eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang dapat menimbulkan cedera dapat dibawa oleh pembuluh limfe dari
tempat peradangan primer ketempat yang jauh dalam tubuh. Dengan cara ini, misalnya, agen-agen yang
menular dapat menyebar. Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan oleh kelenjar
limfe regional yang dilalui oleh cairan limfe yang bergerak menuju kedalam tubuh, tetapi agen atau
bahan yang terbawa oleh cairan limfe mungkin masih dapat melewati kelenjar dan akhirnya mencapai
aliran darah. (Price, 1995; 39 - 40).

Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis dapat menghasilkan petunjuk tentang kemungkinan diagnosis ini
dan evaluasi lebih lanjut secara langsung ( misalnya hitung darah lengap, biakan darah, foto rontgen,
serologi, uji kulit). Jika adenopati sistemik tetap terjadi tanpa penyebab yang jelas tanpa diketahui, biopsi
kelenjar limfe dianjurkan. (Harrison, 1999; 372). Biopsi sayatan: Sebagian kecil jaringan tumur mame
diamdil melalui operasi dengan anestesi umum jaringan tumor itu dikeluarkan, lalu secepatnya dikirim
kelaborat untuk diperriksa. Biasanya biopsi ini dilakukan untuk pemastian diagnosis setelah operasi.
( Oswari, 2000; 240 ). Anestesi umum menyebabkan mati rasa karena obat ini masuk kejaringan otak
dengan tekanan setempat yang tinngi. ( Oswari, 2000; 34 ). Pada awal pembiusan ukuran pupil masih
biasa, reflek pupil masih kuat, pernafasan tidak teratur, nadi tidak teratur, sedangkan tekanan darah
tidak berubah, seperti biasa. (Oswari, 2000; 35).

Manifestasi Klinis

Kelenjar limfoma cenerung teraba kenyal, seperti karet, saling berhubungan, dan tanpa nyeri. Kelenjar
pada karsinoma metastatik biasanya keras, dan terfiksasi pada jaringan dibawahnya. Pada infeksi akut
teraba lunak, membengkak secara asimetrik, dan saling berhubungan, serta kulit di atasnya tampak
erimatosa. (Harrison, 1999; 370).

Pemeriksaan Penunjang

· Hitung darah lengkap.

· Biakan darah.
· Foto rontgen.

· Serologi.

· Uji kulit.(Harrison, 1999; 372).

G. Penatalaksanaan

1. Therapy Medik

Konsultasi dengan ahli onkology medik ( di RS type A dan B)

Limfoma non hodkin derajat keganasan rendah (IWF)

· Tanpa keluhan : tidak perlu therapy

· Bila ada keluhan dapat diberi obat tunggal siklofosfamide dengan dosis permulaan po tiap hari atau
1000 mg/m 2 iv selang 3 – 4 minggu.

· Bila resisten dapat diberi kombinasi obat COP, dengan cara pemberian seperti pada LH diatas

Limfona non hodgkin derajat keganasan sedang (IWF)

· Untuk stadium I B, IIB, IIIA dan B, IIE A da B, terapi medik adalah sebagai terapy utama.

· Untuk stadium I A, IE, IIA diberi therapy medik sebagai therapy anjuran

Minimal : seperti therapy LH

Ideal : Obat kombinasi cyclophospamide, hydrokso – epirubicin, oncovin,prednison (CHOP) dengan


dosis :

C : Cyclofosfamide 800 mg/m 2 iv hari I

H : hydroxo – epirubicin 50 mg/ m 2 iv hari I

O : Oncovin 1,4 mg/ m 2 iv hari I

P : Prednison 60 mg/m 2 po hari ke 1 – 5

Perkiraan selang waktu pemberian adalah 3 – 4 minggu

Lymfoma non – hodgkin derajat keganasan tinggi (IWF)

· Stadium IA : kemotherapy diberikan sebagai therapy adjuvant

· Untuk stadium lain : kemotherapy diberikan sebagai therapy utama

Minimal : kemotherapynya seperti pada LNH derajat keganasan sedang (CHOP)


Ideal : diberi Pro MACE – MOPP atau MACOP – B

2. Therapy radiasi dan bedah

Konsultasi dengan ahli radiotherapy dan ahli onkology bedah, selanjutnya melalui yim onkology ( di RS
type A dan B)

H. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien limfadenopati adalah:

· Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasit.

· Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas.

· Pola nafas tidak efetif berhubungan dengan neouromuscular, ketidak imbangan persptual.

· Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran integritas
pembuluh darah, perubahan dalam kemampuan pembekuan darah.

I. Intervensi

1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

Tujuan: Mencapai penyembuhan tepat waktu,bebas drenase purulen atau eritema dan tidak demam
( doengos, 1999; 796 – 797 )

Interensi:

- Tingkatkan cuci tangan yang baik pada setaf dan pasien.

- Gunakan aseptik atau kebersinan yang ketet sesuai indikasi untuk menguatkan atau menganti
balutan dan bila menangani drain.insruksian pasien tidak untuk menyentuh atau menggaruk insisi.

- Kaji kulit atau warna insisi. Suhu dan integrits: perhatikan adanya eritema /inflamasi kehilangan
penyatuan luka.

- Awasi suhu adanya menggigil

- Dorong pemasukan cairan,diey tinggi protein dengan bentuk makanan kasar.

- Kolaborasi berikan antibiotik sesuai indikasi

Rasional :

- Menurunkan resiko kontaminasi silang.

- Mencegah kotaminasi dan resiko infeki luka,dimana dapat memerlukan post prostese.
- Memberikan informasi trenteng status proses penyembuhan dan mewaspadakan staf terhadap
dini infeksi.

- Meskipun umumnya suhu meningkatpdad fase dini pasca operasi dan/atua adanya menggigil
biasanya mengindikasikan terjadinya infeksi memerlukan inetrvensi untuk mencegah komplikasi lebih
serius.

- Mempertahankan keseimbangan cairan dan nutrisi untuk mendukung perfusi jaringan dan
memberikan nutrisi yang perlu untuk regenerasi selular dan penyembuhan jaringan.

- Mungkin berguna secara profilaktik untuk mencegah infeksi.

2. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot.

Tujuan: mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol / hilang.

( doengos, 1999; 915 – 917 )

Intervensi :

- Evaluasi rasa sakit secara regular (mis, setiap 2 jam x 12 ), catat karakteristik, lokasi n intensitas
( skala 0-10 ).

- Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin selain dari prosedur operasi.

- Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesui kebutuhan.

- Lakukan reposisi sesui petunjuk, misalnya semi - fowler; miring.

- Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan napas dalam, bimbingan imajinasi,
visualisasi.

- Berikan perwatan oral reguler.

Rasional:

- Sediakan informasi mengenai kebutuhan / efektifitas intervensi. Catatan: sakit kepala frontal dan /
atau oksipital mungkin berekembang dalam 24-72 jam yang mengikuti anestesi spinal, mengharuskan
posisi terlentang, peningkatan pemasukan cairan, dan pemberitahuan ahli anestesi.

- Ketidaknyamanan mungkin disebabkan / diperburuk dengan penekanan pada kateter indwelling


yang tidak tetap, selang NG, jalur parenteral ( sakit kandung kemih, akumulasi cairan dan gas gaster, dan
infiltrasi cairan IV/ medikasi.

- Pahami penyebab ketidaknyamanan ( misalnya sakit otot dari pemberian suksinilkolin dapat
bertahan sampai 48 jam pasca operasi, sakit kepala sinus yang disosialisasikan dengan nitrus oksida dan
sakit tenggorok dan sediakan jaminan emosional. Catatan: peristasia bagian-bagian tubuh dapat
menyebabkan cedera saraf. Gejala – gejala mungkin bertahan sampai berjam-jam atau bahkan berbulan
– bulan dan membutuhkan wevaluasi tambahan.

- Mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi semi – Fowler dapat
mengurangi tegangan otot abdominal dan oto punggung artritis, sewdangkan miring mengurangi
tekanan dorsal.

- Lepaskan tegangan emosional dan otot; tingkatkan perasaan kontrol yang mungkin dapat
meningkatkan kemam puan koping.

- Mengurangi ketidaknyamanan yang di hubungkan dangan membaran mukosa yang kering pada zat –
zat anestesi, restriksi oral.

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neouromuskular, ketidak imbangan persptual.

Tujuan: Menetapkan pola nafas normal / efektif dan bebas dari sianosis dan tanda – tanda hipoksai lain. (
doengos, 1999; 911 – 912 )

Intervensi:

- Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hipereksentensi rahang, aliran udara
feringeal oral.

- Obserefasi dan kedalamam pernafasan, pemakaian otot – otot bantu pernafasan, perluasan
rongga dada, retraksi atau pernafasan cuping hidung, warna kulit dan aliran udara.

- Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernafasan dan jenis
pembedahan.

- Observasi pengembalian fungsi otot terutama otot pernafasan.

- Lakukan penghisapan lendir jika perlu.

- Kaloborasi: berikan tambahan oksigen sesui kebutuhan.

Rasional:

- Mencegah obstruksi jalan nafas.

- Dilakukan untuk memastikan efektivitas pernafasan sehingga upaya memperbaikinya dapat segera
dilakukan.

- Elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah, posisi yang benar
akan mendoromg ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.

- Setekah pemberian obat – obat relaksasi otot selama masa intra operatif pengembalian fungsi
otot pertama kali terjadi pada difragma, otot – otot interkostal, dan laring yang akan diikuti dengan
relaksasi dengan relaksasi kelompok otot – otot utma seperti leher, bahu, dan otot – otot abdominal,
selanjutnya diikuti oleh otot – otot berukuran sedang seperti lidah, paring, otot – otot ekstensi dan fleksi
dan diakhiri oleh mata, mulut, wajah dan jari – jari tangan.

- Obstruksi jalan nafas dapat terjadi karena danya darah atau mukus dalam tenggorok atau trakea.

- Dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen yang akan diikat oleh
Hb yang mengantikan tempat gas anestesi dan mendorng pengeluaran gas tersebut melalui zat – zat
inhalasi.

4. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran integritas
pembuluh darah, perubahan dalam kemampuan pembekuan darah.

Tujuan: Mendemonstrasikan keseimbangan cairan yang adekuat, sebagaimana ditunjukkan dengan tanda
– tanda vital yang stabil, palpasi denyut nadi dengan kualitas yang baik, turgor kulit normal, membran
mukosa lembab, dan pengeluaran urine yang sesui. ( doengos, 1999; 913 –915)

Intervensi:

- Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran ( termasuk pengeluaran gastrointestinal ).

- Kaji pengeluaran urinarus, terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan.

- Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan. Misalnya privasi, posisi duduk, air yang
mengalir dalam bak, mengalirkan air hamgat diatas perineum.

- Catat munculnya mual/muntah, riwayat pasien mabuk perjalanan.

- Periksa pembalut, alat drein pada intrval reguler. Kaji luka untuk terjadinya pembengkakan.

- Kalaborasi: Berikan cairan pariental, pruduksi darah dean / atau plasma ekspander sesuai
petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperlukan.

Rasional:

- Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan/ kebutuhan
pemggantian dan pilihan – pilihan yang mempengaruhi intervensi.

- Mungkin akan terjadi penurunan ataupun penghilangan setelah prosedur pada sistem
genitourinarius dan / atau struktur yang berdekatan.

- Meningkatkan relaksasi otot perineal dan memudahkan upaya pengosongan.

- Wanita, pasien dengan obesitas, dan mereka yang memiliki kecenderungan mabuk perjalanan
penyakit memiliki resiko mual/ muntah yang lebih tinggi pada masa pasca operasi. Selain itu, semakin
lama durasi anestesi, semakin resiko untuk mual, catatan: Mual yang terjadi selama 12 –24 jam pasca
operasi umumnya dibangunkan dengan anestesi( termasuk anestesi regional ),. Mual yang bertahan
lebih dari 3 hari pasca operasi mungkin dihubungkan dengan pilihan narkotik untuk mengontrol rasa
sakit atau tr erap oabt – abatan lainnya.

- Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hipovolemia / hemoragi. Pembengkakan lokal
mungkin mengindikasikan formasi hematoma/ perdarahan.

- Gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu penggantian volume
sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi, misalnya ketidak seimbangan.

Askep Limfadenopaty

1. Pengkajian

a. Identitas pasien

Nama : Tn A

Umur : 50 tahun

Jenis kelamin : laki – laki

Agama : islam

Alamat : Jl.JA.soeprapto No.25 bogo nganjuk

Suku : jawa

Mrs : 29 – 09 – 2011 jam 13.00

Pengkajian : 1 – 10 – 2011

2. Riwayat penyakit sekarang

Alasan utama MRS :

Keluhan utama :

Mual muntah, tidak nafsu makan dan sering keringat malam.

3. Riwayat penyakit dahulu

Tn. A pernah MRS dengan penyakit Hipertensi.

4. Riwayat penyakit keluarga

Tidak mempunyai penyakit

5. Pola – pola fungsi kesehatan


a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Kebiasaan dengan mengkonsumsi 3 bungkus / hari, jamu, olah raga/gerak badan(-).

b. Pola nutrisi dan metabolisme

Sebelum MRS klien makan 3 x sehari dengan porsi cukup dan suka makan diluar rumah, saat MRS
pemenuhan nutrisi bubur kasar 1 porsi habis setiap kali makan. Kesulitan makan tidak ada, keadaan yang
mengganggu nutrisi tidak ada, status gizi yang berhubungan dengan keadaan tubuh : postur tubuh
tinggi, besar, keadaan rambut bersih.

BAB

Frekuensi : 1 x / 3 hari

Warna dan bau : bau khas

Konsistensi : padat

Keluhan : tidak ada

BAK

Frekuensi : kondom cat

Warna dan bau : bau khas urine

Keluhan : tidak ada

c. Pola tidur dan istirahat

Tidur

Frekuensi : 2 x sehari

Jam tidur siang : 1 – 3 jam / hari

Jam tidur malam : 6 – 7 jam / hari

Keluhan : tidak ada

Istirahat

Frekuensi : 4 – 6 x / hari
Keluhan : tidak ada

d. Pola aktivitas

Klien biasanya duduk seharian untuk membuat pola rancangan baju dari pemesanan. Olah raga kadang –
kadang seminggu sekali. Jalan – jalan pagi ke alun – alun.

e. Pola sensori dan kognitif

sensori :

daya penciuman, daya rasa, daya raga, daya pendengaran baik.

Kognitif :

Proses berfikir, isi pikiran, daya ingat baik

f. Pola penanggulangan stres

Penyebab stres, mekanisme terhadap stres, adaptasi terhadap stres, pertahanan diri sementara biasanya
klien meminta bantuan terutama istri.

6. Pemeriksaan fisik

a. Pemeriksaan leher : ditemukan benjolan sebesar telur ayam dan tampak kemerahan pada leher kiri.

b. Pemeriksaan kulit :

7. Analisa data

No.

Data

Etiologi

Masalah

1.

DS : pasien mengatakan lemas

DO : N : 60 x/menit, TD : 100/60 mmHg

- Wajah pucat

- Tubuh lemas
Anemia, lemah, dan letih.

Intoleransi aktifitas

2.

DS : pasien mengatakan sesak

DO : RR : 30 x/menit,

Hb yang mengikat O2 menurun, suplay O2 ke jaringan menurun.

Pola nafas tidak efektif

3.

DS : pasien mengatakan tidak nafsu makan.

DO : BB: 50 kg, LILA : 38 cm, Hb: 12 gram/DI, anorexia

Mual, muntah, anorexia, dan anemia.

Ketidak seimbangan nutrisi

4.

DS : pasien mengatakan nyeri pada leher kiri saat ditekan.

DO :

- P : benjolan pada leher kiri

- Q : berat

- R : leher kiri

- S :7

- T : saat tekan

Benjolan pada leher kiri bila ditekan.

Nyeri

8. Diagnosa Keperawatan

a. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan anemia, lemah, dan letih.


b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan palpitasi, suplay O2 kejaringan menurun.

c. Ketidak seimbangan nutrisi berhubungan dengan mual, muntah, anorexia, dan anemia.

d. Nyeri berhubungan dengan benjoln pada leher kiri bila ditekan.

9. Intervensi
Tanggal

No

Diagnosa

Tujuan

Kriteria hasil

Intervensi

Rasional

1 Oktober 2011

Intoleransi aktifitas berhubungan dengan anemia, lemah, dan letih.

Dalam waktu 2 x 24 jam anemia, lemah, letih sudah berkurang dan dapat melakukan aktifitas dengan
normal kembali.

Secara subyektif pasien mengatakan bahwa lemas sudah berkurang. Secara obyektif didapatkan N : 75 –
100 x/menit, TD : 110 – 120/ 80 – 90 mmHg, wajah sudah tidak tampak pucat, dan tubuh tidak lemas.

- Berikan motivasi kepada klien terhadap peningkatan aktivitas

- Bantu atau perintahkan klien untuk mengambil nafas dalam agar pasien relaksasi

- Kaji respon emosional dan spiritual

- Motivasi dapat membantu klien untuk lebih bersemangat dalam melakukan atau menigkatkan
aktifitas sehari – harinya
- Relaksasi mengurangi resiko kelelahan pada klien

- Respon emosional dan spiritual mempengaruhi kondisi pasien dalam melakukan aktifitas sehari –
harinya.

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan palpitasi, suplay O2 kejaringan menurun.

Dalam waktu 2x24 jam sesak nafas sudah berkurang, suplay O2 ke jaringan terpenuhi.

Secara subyektif pasien mengatakan bahwa sesak nafas sudah berkurangdan secara obyektif RR: 18 – 24
x/menit, serta suplay atau asupan O2 ke jaringan terpenuhi.

- Kaji TTV pasien.

- Berikan terapi oksigen

- Latih klien untuk bernafas secara perlahan – lahan, bernafas lebih efektif.

- Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hipereksentensi rahang, aliran udara
feringeal oral.

- Nilai TTV yang tidak normal menujukkan adanya abnormalitas pada bagian kerja organ dalam pada
tubuh klien.
- Terapi oksigen dapat membantu pengurangan beban paru

- Bernafas perlahan – lahan dapat membantu pola nafas menjadi lebih efektif

- Mencegah obstruksi jalan nafas.

Ketidak seimbangan nutrisi berhubungan dengan mual, muntah, anorexia, dan anemia.

Dalam waktu 2x24 jam nutrisi pasien dapat terpenuhi dan kondisi tubuh kembali normal.

Secara subyektif pasien mengatakan bahwa mul dan muntahnya sudah sembuh dan secara obyektif
anorexia dan anemia sudah teratasi.

- Kaji kebiasaan kesulitan makan dan cacat BB dan ukuran tubuh.

- Anjurkan agar pasien memakan makanan yang disediakan oleh RS.

- Jelaskan manfaat makanan bila dikaitkan dengan kondisi pasien saat ini.

- Berikan motivasi dan dukungan psikologis.

- Kolaborasi contohnya dengan memberikan multivitamin penambah nafsu makan.

- Sebagai acuhan pemberian intervensi lanjutan yang lebih efektif.

- Untuk menghindari makanan yang dapat mengganggu proses penyembuhan pasien.

- Dengan pemahaman pasien akan lebih kooperatif mengiluti aturan.

- Meningkatkan dan memotivasi pasian secara psikologis.


- Memenuhi asupan vitamin yang kurang dari penurunan asupan nutrisi secara umum dan
memperbaiki daya tahan.

Nyeri berhubungan dengan benjolan pada leher kiri bila ditekan.

Dalam waktu 2x24 jam nyeri sudah berkurang.

Secara subyektif pasien mengatakan bahwa nyeri tekan tekan pada leher kirinya sudah berkurang. Secara
obyektif skala nyari menjadi 1.

- Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, lama, penyebab, dan skala.

- Luangkan waktu minimal 10 menit setiap pergantian tugas jaga untuk menizinkan pasien
mengungkapkan perasaannya.

- Ajarkan pasien tehnik pengendalian nyeri alternatif seperti umpan balik, dan relaksasi.

- Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian.

- Untuk meningkatkan rasa kendalinya, mengurasi isolasi, dan menumbuhkan rasa percaya.

- Untuk mengurangi ketergantungan terhadap analgesik.


askep di 21.51

Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beranda

Lihat versi web

Mengenai Saya

askep

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai