Anda di halaman 1dari 70

SKENARIO 4

BLOK MEDICAL BASIC SCIENCE 2

Benjolan

Ny. Karsi 38 tahun, datang ke Poli Klinik RS mengeluhkan adanya benjolan


sebesar bola pimpong pada payudara kanan yang jika ditekan terasa sakit. Benjolan
ini dirasakan semakin hari semakin bertambah besar. Ny. Karsi khawatir benjolan
itu adalah tumor. Oleh dokter poli Ny. Karsi di sarankan untuk dilakukan
pemeriksaan biopsy pada benjolan tersebut. dari hasi biopsy dokter menyarankan
untuk dilakukan tindakan operasi dan kemoterapi. untuk persiapn operasi dan
kemoterapi dilakukan pemeriksaan penunjang laboratorium seperti pemeriksaan
darah rutin dan tumor kanker.

1
STEP 1

1. Biopsi

Pengambilan sejumlah kecil jaringan manusia untuk pemeriksaan


mikroskopis dengan tujuan penegakkan diagnosis

2. Kemoterapi

Pengobatan dengan bahan-bahan kimia sitotoksik

3. Tumor marker

Suatu penanda tumor berupa substansi dalam tubuh yang dihasilkan oleh
sel kanker atau bahkan sel sehat berupa protein

4.Tumor
Neoplasma, suatu pertumbuhan abnormal jaringan dalam tubuh

2
STEP 2

1.Mengapa harus diperiksa dengan biopsy?


2.Apakah benar biopsy dapat memicu metastatis?
3.Bagaimana pemeriksaan kanker?
4.Pemeriksaan penunjang lain?
5.Perbedaan staging dan grading?
6.Pemeriksaan darah rutin dan tumor marker?

3
STEP 3
1. Biopsi ada insisi dan eksisi. Dilakukan berdasarkan apakah tumor tersebut
jinak atau ganas. Metastatis dapat terjadi karena kesalahan menentukan tumor.
Macam macam biopsy:
 eksisi
 insisi
 aspirasi
 jarum
 endoskopi

Penanganan kanker:

 diagnosis tumor
 diagnosis klinik

2. Staging: menentukan derajat maturasi


Grading : menentukan penyebaran tumor
G1,G2,G3,G4

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin berupa:
 hemoglobin
 hematocrit
 trombosit
 leukosit
 leukosit
 laju endap darah
 eritrosit

Pada pemeriksaan darah, darah yang digunakan adalah darah EDTA.

Pemeriksaan parasitologi

Pemeriksaan virologi

4
Pemeriksaan kimia klinik

Pemeriksaan urinalisis:

 makroskopis: warna, bau, endapan


 mikroskopis: kandungan urin, silinder

Urin diambil dari:

 urin kateter
 urin pagi
 urin 24 jam
 urin puasa
 urin sewaktu
 urin postpandrial

Pemeriksaan feses

Pemeriksaan hemostasis

Tumor Marker:

substansi spesifik: FPA,C-21 dll

Untuk diagnosis screening awal, penanda keberhasilan terapi

5
STEP 4
1. Biopsi adalah pengambilan jaringan tubuh untuk pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan jaringan tersebut bertujuan untuk mendeteksi adanya penyakit
atau mencocokkan jaringan organ sebelum melakukan transplantasi organ.
Resiko yang dapat ditimpulkan oleh kesalahan proses biopsi adalah infeksi dan
pendarahan.
Jaringan yang akan diambil untuk biopsi dapat berasal dari bagian tubuh
manapun, di antaranya kulit, perut, ginjal, hati, dan paru-paru. Beberapa tipe
dari biopsi adalah:
Biopsi kapsul, untuk mengambil sampel dari lapisan usus.
Biopsi endoskopik, yaitu pengambilan sampel jaringan menggunakan alat yang
disebut endoskop
Biopsi jarum, untuk mengambil jaringan dari organ tubuh atau jaringan di
bawah kulit.
Biopsi eksisional, untuk mengambil bagian lebih besar dari jaringan.
Biopsi dengan alat untuk membuat lubang (punch biopsy), untuk mengetahui
kondisi kulit.
1. Pemeriksaan dan Terapi Kanker
 Pemeriksaan Klinis
Melaksanakan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara umum dan
khusus. Pada anamnesis, tanyakan mengenai keluhan atau gejala
apapun yang dirasakan pasien. Biasanya pada pasien tumor jinak
tidak merasakan keluhan tapi pada pasien yang terkena tumor ganas
pada organ vital seperti otak, paru, hepar, pankreas, dan lain-lain
akan menimbulkan suatu gejala atau keluhan. Apabila ditemukan
tumor padat yang multiple dalam tubuh, perlu ditanyakan tumor
mana yang timbul lebih dahaulu untuk memperkirakan origin dari
tumor padat tersebut melalui keluhan yang dirasakan pasien.

Untuk pemeriksaan fisik, pertama melakukan pemeriksaan secara


umum yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Lalu
dilanjutkan dengan pemeriksaan secara khusus untuk tumor padat

6
yang letaknya dekat permukaan tubuh, dengan menggambar
topografinya supaya mudah untuk dideskripsikan. Hal yang perlu
dicatat adalah ukuran tumor padat dalam dua atau tiga dimensi,
konsistensinya, dan ada atau tidaknya pelekatan pada organ di
bawahnya. Pemeriksaan klinis juga mempunyai peranan penting
untuk memperkirakan apakah tumor tersebut jinak atau ganas.

 Pemeriksaan Laboratorium

Diperlukan untuk mengetahui keadaan pasien apakah ada penyakit


kanker atau penyakit sekunder dan juga untuk persiapan terapi yang
akan dilakukan. Pemeriksaan yang diperlukan antara lain :
Pemeriksaan Darah Lengkap, Pemeriksaan Urine Lengkap,
Pemeriksaan Gula Darah, Pemeriksaan Protein Serum, Pemeriksaan
Asam Urat, dan Pemeriksaan Serum Imunoglobulin. Contoh
pemeriksaan darah lengkap, Darah diambil sebanyak 2 CC.
Kemudian, sebuah mesin otomatis melakukan pemeriksaan ini
dalam waktu kurang dari 1 menit. Pemeriksaan darah ini dilakukan
untuk menentukan jumlah sel darah dan trombosit, persentase dari
setiap jenis sel darah putih dan kandungan hemoglobin; menilai
ukuran dan bentuk dari sel darah merah. Dengan mengetahui bentuk
atau ukuran yang abnormal dari sel darah merah, bisa membantu
mendiagnosis suatu penyakit.

Berikut ini nilai normal dari jumlah komponen darah:


1.      Sel darah merah : pria (4,7-6,1 juta sel/mikroliter) dan wanita
(4,2-5,4 juta sel/mikroliter)
2.      Sel darah putih : 4.000-10.000 sel/mikroliter
         Eosinofil: 1-3%
         Basofil:0-1%
         Neutrofil bersegmen: 50-70%
         Neutrofil batang: 2-6%

7
         Limfosit: 20-40%
         Monosit: 2-8%
3.      Hemoglobin : pria (13,8-17,2 mg/dL) dan wanita (12,1-15,1
mg/dL)
4.      Hematokrit : pria (40,7%-50,3%) dan wanita (36,1%-44,3%)
5.      Hitung trombosit : 150.000-400.000 trombosit/mikroliter

Tes Sel Darah Merah

         Eritrosit, Hb dan Ht yang sangat rendah menunjukkan adanya


anemia, yaitu sel tidak mendapat cukup oksigen untuk berfungsi
secara normal. Jika kita anemia, kita sering merasa lelah dan terlihat
pucat.
         Volume Eritrosit Rata-Rata (VER) atau Mean Corpuscular
Volume (MCV) mengukur besar rata-rata sel darah merah. MCV
yang kecil berarti ukuran sel darah merahnya lebih kecil dari ukuran
normal. Biasanya hal ini disebabkan oleh kekurangan zat besi atau
penyakit kronis.
         Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (HER) atau Mean Corpuscular
Hemoglobin concentration (MCHC) masing-masing mengukur
jumlah dan kepekatan hemoglobin.
         Trombosit atau platelet. Jika trombosit kita kurang, kita mudah
mengalami perdarahan atau memar. Orang HIV positif kadang
trombositnya rendah (disebut trombositopenia). Obat HIV dapat
mengatasi keadaan ini. Trombosit tinggi biasanya tidak punya
pengaruh besar pada kesehatan.

Tes Sel Darah Putih

Leukosit tinggi artinya tubuh kita sedang melawan infeksi. Leukosit


rendah artinya ada masalah dengan sumsum tulang. Leukosit rendah

8
disebut leukopenia atau sitopenia yang berarti tubuh kurang mampu
melawan infeksi.
         Eosinofilia → jumlah eosinofil > normal → disebabkan infeksi
cacing, alergi, scabies, keracunan nikel
         Eosinopenia → jumlah eosinofil < normal → steroid dan
ACTH
         Basofilia → disebabkan reaksi alergi jangka panjang, misalnya
asma atau alergi kulit
         Neutrofil meningkat → disebabkan infeksi bakteri
         Limfosit meningkat → disebabkan infeksi virus
         Monositosis → TBC

Laju Endap Darah (LED)

Laju Endap Darah (LED) yang sering dipakai adalah cara Wintrobe
dan cara Weetergren.
         Westergen: pria (<10 mm/jam) dan wanita (<15 mm/jam)
         Wintrobe: pria (<10 mm/jam) dan wanita (<20 mm/jam)

Laju Endap Darah (LED) terutama mencerminkan perubahan


protein plasma yang terjadi pada infeksi akut maupun kronik, proses
degenerasi dan penyakit limfoproliferatif. Peningkatan laju endap
darah merupakan respons yang tidak spesifik terhadap kerusakan
jaringan dan merupakan petunjuk adanya penyakit.

Bila dilakukan secara berulang laju endap darah dapat dipakai untuk
menilai perjalanan penyakit seperti tuberkulosis, demam rematik,
artritis dan nefritis. Laju Endap Darah (LED) yang cepat
menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan Laju Endap Darah
(LED) dibandingkan sebelumnya menunjukkan proses yang meluas,
sedangkan Laju Endap Darah (LED) yang menurun dibandingkan
sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan.

9
 Pemriksaan Patologi Anatomi
Pemeriksaan morfolgi tumor secara makroskopis dan mikroskopis.
Bahan pemeriksaan diambil dari biposi tumor padat atau dari
specimen operasi. Beberapa cara biposi yang sering dilakukan
antara lain :

a.       FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy) atau Si Bajah (Sitologi


Biopsi Aspirasi Jarum Halus) → Menggunakan alat yang terdiri
dari tabung suntik plastik ukuran 10 ml, jarum halus, gagang
pemegang tabung suntik, kaca objek dan desinfektan alkohol atau
betadin. Tumor dipegang lembut lalu jarum diinsersi segera ke
dalam tumor. Piston di dalam tabung suntik ditarik ke arah
proksimal; tekanan di dalam tabung menjadi negatif; jarum
manuver mundur-maju. Dengan cara demikian sejumlah sel massa
tumor masuk ke dalam lumen jarum suntik. Piston dalam tabung
dikembalikan pads posisi semula dengan cara melepaskan
pegangan. Aspirat dikeluarkan dan dibuat sediaan hapus,
dikeringkan di udara dan dikirimkan ke laboratorium. Sering
terjadi false negative karena kemungkinan jarum tidak tepat
mengambil sel yang terkena kanker.
b.      Stereotactic Needle Biopsy (Core Biopsy) → Dilakukan pada
suatu gumpalan (bengkak) yang sulit untuk dilihat atau dirasakan.
Jarum akan dituntun ke area yang dicurigai dengan bantuan
mammography atau ultrasound, dan X-ray akan memastikan area
yang ingin dibiopsi.
c.       Incisional Biopsy → Seperti operasi pembedahan pada umumnya.
Pengambilan irisan dari benjolan. Pada umumnya tipe ini
dilakukan pada pembengkakan di jaringan ikat seperti otot.
d.      Excisional Biopsy → Keseluruhan benjolan diambil. Sering
dilakukan pada benjolan di dada. False negative jarang terjadi.

10
Pengiriman Biopsi

Jaringan harus dimasukkan ke dalam larutan fiksasi secepat mungkin


setelah diambil dari tubuh, apalagi bila organ tersebut mudah
membusuk misalnya otak, hati, paru, usus dan organ dalam lainnya;
jangan ditunggu sampai operasi selesai. Fiksasi dapat dilakukan dengan
formalin 10% atau alkohol 70%.

Beberapa Cara Pengiriman


a.       Fiksasi Basah (Wet Fixation)
Sediaan segar yang baru saja diperoleh segera dicelupkan ke
dalam fiksasi selama 30-40 menit. Kemudian dikirim ke
laboratorium Patologi Anatomi serta botol perendamnya. Untuk
mengatasi risiko pengiriman yang sulit dengan botol yang berisi
cairan yang mungkin tumpah, maka setelah sediaan tersebut
difiksasi selama 30 menit, dikeluarkan dari cairan dan dikeringkan
di udara kamar. Setelah kering sediaan dapat dimasukkan ke dalam
tabung atau di dalam karton yang telah disiapkan. Bahan fiksasi
sebaiknya digunakan alkohol yang mudah didapat.
b.      Fiksasi Pelapis (Coating Fixative)
Zat-zat ini adalah campuran dari alkohol basa yang memfiksasi sel-
sel dan bahan seperti lilin yang membentuk lapisan pelindung yang
tipis di atas sel.
a) Aerosol yang dipakai dengan cara menyemprotkannya pada
sediaan
b) Liquid basa diteteskan di atas sediaan sesegera mungkin

3. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Biopsi

a.       Posisif maligna disebut positif → "mandat" untuk melakukan


tindakan lebih lanjut antara lain survei metastasis, menentukan

11
stadium, memilih alat diagnostik lain bila diperlukan dan
mendiskusikan pola pengobatan.
b.      Kelainan jinak disebut negatif → belum dapat menyingkirkan
adanya kanker; perlu dipikirkan kemungkinan negatif palsu.
c.       Mencurigakan maligna disebut suspek → mungkin memerlukan
pemeriksaan lain sebelum pengobatan antara lain pemeriksaan
potongan beku ataupun sitologi imprint atau kerokan durante
operasionam.
d.      Tidak dapat diinterpretasi disebut inkonklusif → dapat terjadi
karena kesalahan teknik atau karena situasi tumor, misalnya mudah
berdarah, reaksi jaringan ikat banyak atau tumor terlalu kecil,
sehingga sulit memperoleh sel tumor. Dalam praktek, sitologi
inkonklusif meningkatkan false negative.

 Terapi Kanker

Pada terapi ataupun pengobatan pada kanker dapat dilakukan


dengan terapi lokal dan terapi sistemik. Di mana terapi lokal dapat
dilakukan dengan pembedahan dan penggunaan radiasi dan terapi
sistemuk menggunakan kemoterapi dengan obat sitotoksik, terapi
hormonal, dan terapi biologi. Pada pengobatan kanker dengan
menggunakan kemoterapi akan digunakan suatu obat sitoksik yang
punya efek primer pada sintesis sel kanker, mempengaruhi DNA,
RNA, atau protein sehingga sel kanker dapat mati. Kemoterapi tidak
akan efektif apabila diberikan pada stadium lanjut di mana fraksi
pertumbuhannya rendah sehingga fraksi sel yang terbunuh menjadi
kecil. Karena menurut Gompertzian, pertumbuhan tumor tidaklah
konstan, mula-mula dapat tumbuh secara eksponensial lalu akan
melambat secara eksponensial. Fraksi pertumbuhan puncaknya
adalah ketika ukuran tumor 37% dari ukuran maksimumnya. Efek
samping yang didapati dengan penggunaan kemoterapi adalah
terkadang memiliki efek pada sel-sel tubuh yang aktif dan cepat

12
membelah seperti rambut, mukosa, sumsum tulang, kulit, dan
sperma serta dapat bersifat toksik bagi jantung, hati, ginjal, dan
sistem saraf. Teknik pemberian kemoterapi ditentukan oleh jenis
keganasan yang akan diobati, lokasi keganasan, dan jenis obat
sitotoksik yang diperlukan. Cara pemberian obat sitoksik tersebut
dapat diberikan secara oral, intravena, intralekal, intraventrikular,
intraperitoneal, intraarteria, dan intravesica.
2. Tumor Marker

Petanda tumor adalah suatu substansi yang dapat ditemukan dalam tubuh
karena adanya kanker, biasanya ditemukan dalam darah atau urine, yang
diproduksi langsung oleh sel-sel kanker atau tubuh sendiri sebagai respon
terhadap adanya kanker atau kondisi lain. Mayoritas petanda tumor adalah
protein. Petanda tumor ini ada beberapa macam. Beberapa hanya terdapat
dalam satu jenis kanker, lainnya bisa terdapat dalam beberapa jenis kanker.
Marker ini didaatkan dengan memeriksa darah atau urine menggunakan
antibodi manusia yang akan bereaksi dengan protein spesifik dari tumor
tersebut. Petanda tumor ini sangat berguna untuk skrining dan deteksi awal
kanker. Skrining digunakan pada pasien sehat yang tidak memiliki keluhan
maupun gejala klinis. Sedangkan deteksi awal berarti menemukan kanker pada
stadium awal, sebelum penyebaran dan masih berespon baik terhadap
pengobatan.
Manfaat kedua dari petanda tumor adalah membantu menentukan jenis kanker
dan membantu diagnosis penyebaran tumor ketika tumor primer(asal)nya
belum diketahui. Petanda tumor biasanya tidak digunakan untuk mendiagnosis
kanker, pada banyak kasus, kanker hanya didiagnosis dengan biopsi. Petanda
tumor juga dapat digunakan untuk menunjukkan agresivitas kanker seseorang
atau seberapa baik responnya terhadap obat tertentu. Hal ini mengingat
beberapa jenis kanker menyebar lebih cepat dibanding kanker yang lain. Tumor
marker juga digunakan untuk mendeteksi adanya kekambuhan (relaps) kanker
setelah terapi. Beberapa wanita yang sudah mendapatkan terapi untuk tumor
payudara selama bertahun-tahun, tetap harus melakukan pemeriksaan kadar Ca

13
15-3. Hal ini kadang dapat mendeteksi berulangnya kanker bahkan sebelum
munculnya gejala klinis atau terbukti dari pemeriksaan MRI, pada kasus kanker
colorectal, pemeriksaan CEA juga dapat mendeteksi kekambuhan. Dan yang
paling penting dari manfaat petanda tumor adalah untuk monitoring erapi
kanker, utamanya pada kanker stadium lanjut. Jika petanda tumor yang
diperiksa spesifik dengan jenis kanker, akan sangat mudah untuk mengetahui
rspon terapi daripada harus melakukan foto toraks ulang, CT scan, bone scan
atau pemeriksaan lain yang relatif lebih mahal. Jika kadar petanda tumor
menurun, hampir selalu merupakan indikasi keberhasilan terapi, begitu juga
sebaliknya.

PETANDA TUMOR SPESIFIK Alpha fetoprotein(AFP)

Kadar normal AFP biasanya <20ng/ml. Kadar AFP akan meningkat pada dua
dari tiga pasien dengan kanker hati, kadar AFP ini akan meningkat seiring
dengan bertambahnya ukuran tumor. Pada pasien dengan kanker hati, kadar
AFP meningkat hingga >500ng/ml tapi perlu diwaspadai pula bahwa kadar
AFP juga meningkat pada hepatitis akut dankronis tapi kadarnya jarang
melebihi 100ng/ml. Kadar AFP juga meningkat pada kanker testis tertentu dan
kanker ovarium tertentu meskipun jarang.

CA 15-3

Petanda tumor ini biasanya digunakan untuk monitoring kanker payudara.


Peningkatan kadarnya dijumpai <10% pasien dengan stadium awal dan sekitar
70% pasien dengan stadium lanjut. Kadarnya akan turun seiring dengan
berhasilnya pengobatan.

CA 125

Merupakan petanda tumor standar untuk monitoring selama atau setelah terapi
kanker epitel ovarium yang merupakan jenis kanker epitel ovarium tersering.
Lebih dari 90% wanita dengan kanker ovarium stadium lanjut memiliki kadar

14
CA 125 yang tinggi.

CA 19-9

Sebenarnya petanda ini dikembangkan untuk kanker kolorectal, tapi ternyata


lebih sensitif terhadap kanker pankreas. Kadar normal <37 U/ml, kadar yang
tinggi pada awal diagnosis menunjukkan stadium lanjut dari kanker.

Carcinoembryonic antigen (CEA)

Petanda tumor untuk monitoring pasien dengan kanker kolorektal selama atau
setelah terapi, tetapi tidak bisa dipakai untuk skrining atau diagnosis. Kadarnya
bervariasi antar laboratorium, tapi kadar >5ng/ml dapat dikatakan abnormal.

Human chorionic gonadotropin (HCG)

Juga dikenal sebagai beta-HCG. Kadarnya meningkat pada pasien dengan


beberapa jenis kanker testis dan ovarium dan kanker choriocarcinoma. Kadar
HCG ini dapat membantu diagnosis, monitoring terapi juga mendeteksi
berulangnya kanker pasca terapi.

Prostat-specific antigen (PSA)

Adalah petanda tumor untuk kanker prostat. Satu-satunya marker untuk


skrining kanker jenis umum. Kadarnya meningkat pada kanker prostat
dankadang-kadang pada Benign prostat hiperplasia (BPH). Kadar PSA < 4
ng/ml menunjukkan bukan kanker, kadar >10ng/ml mengindikasikan adanya
kanker, sedangkan kadar 4-10 ng/ml merupakan daerah abu-abu dan biasanya
perlu dilakukan biopsi atau diperiksakan free PSA, jika free PSA meningkat
>25% dari total PSA kemungkinan besar tidak ada kanker prostat, tapi apabila
kenaikan free PSA < 10%, kemungkinan terjadi kanker prostat lebih besar.

15
3. Grading and Staging

Grading dan staging pada kanker dilatarbelakangi oleh fakta bahwa apabila
sebuah tumor primer tidak diobati maka akan meningkatkan risiko keganasan
dari tumor itu sendiri. Grading dan staging pada kanker diperlukan sebagai
sarana untuk pertukaran informasi antar pusat pengobatan kanker, sebagai
media untuk merencanakan pengobatan dan juga sebagai petunjuk untuk
prognosis.

Sistem staging kanker

Sistem staging kanker mendeskripsikan seberapa jauh kanker telah tumbuh dan
menyebar dalam tubuh. Sistem staging kanker berusaha menempatkan pasien
yang mempunyai prognosis dan terapi yang sama dalam satu kelompok
staging. Sistem staging merupakan penilaian yang bersifat klinik. Prognosis
dan terapi pada pasien sangat tergantung pada tingkatan kanker yang
dideritanya. Konsep umum dari staging dapat diterapkan ke hampir semua
kanker kecuali kebanyakan bentuk dari leukimia. Karena leukimia terdapat
dalam darah, mereka tidak terlokalisasi secara anatomis dalam tubuh seperti
layaknya kanker jenis yang lain. Secara umum, untuk sebagian besar tumor
solid, terdapat dua sistem staging kanker yang saling berhubungan yaitu Overal
Stage Groupings dan TNM system.

a. Overall Stage Groupings (Roman Numeral Staging)

Pada sistem ini, kasus-kasus kanker dikelompokkan ke dalam empat tingkatan


(stadium) dilambangkan dengan angka romawi (I s.d. IV). Pada dasarnya,
stadium I kanker berukuran kecil, lokal dan biasanya masih dapat
disembuhkan, sedangkan stadium IV memperlihatkan kanker yang tidak dapat
dioperasi atau merupakan tipe kanker yang sudah bermetastatis. Stadium II dan
III kanker biasanya merupakan kelanjutan dari kanker lokal dan atau disertai
dengan pembesaran nodus limf regional. Prognosis yang diberikan untuk setiap

16
stadium bergantung pada jenis kankernya, misalnya prognosis pada stadium II
kanker paru akan berbeda dengan prognosis untuk kanker serviks pada stadium
yang sama. Sebelum kanker memasuki stadium tersebut, ada fase awal dari
pertumbuhan kanker dimana tumor primer yang ada pada jaringan hanya
ditemukan pada lapisan atas sel kanker primer dan belum menginvasi jaringan
atau sel lain di sekitarnya. Pada umumnya, kanker dapat kembali lagi
menyerang pasien berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah situs primer dari
tumor diangkat. Hal ini disebabkan oleh kanker tersebut telah menjalar ke
tempat yang jauh dari lokasi tumor primernya atau dapat juga disebabkan oleh
sebagian kecil tumor primer yang tertinggal pada saat pembedahan sehingga
nantinya tumor tersebut tumbuh menjadi tumor yang lebih besar. Kanker yang
kembali tumbuh tersebut dapat menjangkiti daerah yang sama (lokal) dan ada
pula yang telah bermetastasis.

b. TNM Staging

TNM merupakan singkatan dari Tumor, Nodes (kelenjar getah bening) dan
Metastasis. Setiap inisial tersebut terkategorisasi terpisah dan diklasifikasikan
dengan angka untuk memberi identitas tingkatannya. Sebagai contoh, T1N1M0
berarti pasien tersebut mempunyai Tumor tingkat 1, pembesaran nodus limf
tingkat 1, dan tidak bermetastasis.

Staging yang biasanya dilakukan adalah dengan menggunakan prinsip TNM.  


TNM didasari oleh 3 komponen, yaitu T (tumor primer), N (ada atau tidanya
metastasis yang berkaitan dengan getah bening), dan M (jarak metastasis dari
tumor primer). Klasifikasi T adalah sebagai berikut:
a.       Tx : tumor masih belum bisa digolongkan
b.      T0 : tidak ditemukan tumor primer
c.       Tis : carcinoma in situ
d.      T1 : tumor primer berukuran <2cm
e.       T2 : tumor primer berukuran 2-5 cm
f.       T3 : tumor primer berukuran >5cm

17
Klasifikasi N adalah sebagai berikut:
a.       Nx : penyebaran ke KGB masih belum diketahui
b.      N0 : tumor tidak bermetastasis pada KGB
c.       N1 : tumor bermetastasis ke KGB ipsilateral axillary lymph node(s)
d.      N2 : tumor bermetastasis dari KGB menuju ke kelenjar lain
e.       N3 : tumor bermetastasis lewat KGB dan telah menyebar ke bagian
tubuh yang lain

Klasifikasi M adalah sebagai berikut:


a.       Mx : metastasis masih belum bisa didentifikasi
b.      M0 : metastasis tidak berjarak jauh
c.       M1 : metastasis berjarak jauh

Dengan menggabungkan klasifikasi dai T, N, dan M, didapatkan klasifikasi


TNM secara umum, yaitu:
a.       Stage 0 (Tis, N0, M0)
b.      Stage I (T1, N0, M0)
c.       Stage IIA (T0-N1-M0; T1-N1-M0; T2-N0-M0)
d.      Stage IIB (T2-N1-M0; T3-N0-M0)
e.       Stage IIIA (T0-N2-M0; T1-N2-M0; T2-N2-M0; T3-N1-M0; T3-N2-M0)
f.       Stage IIIB (T4-N4-M0; T4-N1-M0; T4-N2-M0)
g.       Stage IIIC (Any T-N3-M0)
h.      Stage IV Any T-any N-M1

c. Variasi sistem staging

Karena terdapat perbedaan prognosis dan terapi pada pasien dengan jenis dan
tingkatan kanker yang berbeda menyebabkan tidak adanya rumusan staging
yang tepat dan umum untuk semua jenis kanker. Selain dua sistem yang
dipakai untuk sebagian besar jenis dari kanker juga terdapat sistem-sistem
staging lainnya yang dipakai dalam dunia medis untuk beberapa jenis kanker

18
yang spesifik. Sebagai contoh, Dukes staging system untuk kanker kolorektal
dengan klasifikasi A s.d. D dengan karakteristik kanker masing-masing.

Sistem Grading Kanker

Sistem grading kanker mengacu pada derajat diferensiasi tumor dan jumlah
mitosis sel tumor tersebut pada penampakan di bawah mikroskop. Sistem ini
merupakan penilaian histologis sehingga kurang mempunyai arti klinik. Sistem
grading kanker yang diterima secara umum ini diajukan oleh American Joint
Comission on Cancer (AJCC) meliputi empat tingkatan. Tingkatan dari sistem
ini memperlihatkan bahwa semakin tinggi tingkatan kankernya, jumlah mitosis
sel kanker tersebut banyak dan berlebihan tetapi diferensiasi dari sel kankernya
buruk atau bahkan tidak berdiferensiasi sama sekali. Terdapat beberapa jenis
grading system yang spesifik, seperti Gleason’s system untuk kanker prostat,
Bloom-Richardson system untuk kanker payudara dan Fuhrman system untuk
kanker pada ginjal. Di bawah ini terlampir tabel prognosis beberapa tipe dari
tumor ganas berdasarkan dari terapi-terapi pasien dengan kanker di Inggris
Raya dihubungkan dengan rasio ketahanan hidup pasien kanker (5-years
survival rate).

Grading merupakan suatu penilaian yang kualitatif, bukan kuantatif. Grading


biasanya berdasarkan penampakan histopatologis. Penilaian grading ini
dilakukan pada jaringan tumor yang mempunyai sifat anaplastik yang paling
besar. Dikarenakan hanya secara kualitatif, grading kurang mempunyai arti
klinis. Pada tahun 1920-an, Broders menggolongkan sel-sel tumor pada bibir
dan kulit berdasarkan ketidakbisaannya pembedaan sel tumor dengan sel
normal, yaitu 25%, 50%, 75%, dan 100%.

Pengklasifikasian grading berdasarkan bisa tidaknya sel-sel kanker dibedakan


dengan sel yang normal. Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:
a.       GX : penampakan tidak bisa dinilai
b.      G1 : sel tumor dengan sel normal bisa dibedakan dengan jelas

19
c.       G2 : sel tumor dengan sel normal bisa dibedakan dengan cukup jelas
d.      G3 : sel tumor dengan sel normal susah dibedakan
e.       G4 : sel tumor dengan sel normal tidak bisa dibedakan

Dalam penentuan grading, biasanya digunakan pemeriksaan mikroskopik


dengan pewarnaan hematoxylin and eosin (HE). Grading juga memerlukan
pemeriksaan histologis yang melingkupi morfologi sel dan juga keadaan
sitosolik sel, walaupun tidak semua jenis kanker memerlukannya. Salah satu
contohnya adalah prostaic adenocarcinoma yang hanya memerlukan arsitektur
sel dan tumor renal yang hanya memerlukan bentuk inti sel.

Penentuan Stadium Tumor

Berdasarkan pertemuan pakar onkogi sedunia telah disepakati bahwa patokan


untuk menntukan stadium tumor ganas dinilai dari 3 hal yaitu TNM (tumor,
node, metastase): besarnya tumor itu sendiri, node atau kelenjar limfe yang
terkena di sekitarnya, dan ada tidaknya metastase. Pada tahap inilah selain
pemeriksaan fisik yang cermat, dibutuhkan juga pemeriksaan penunjang
lainnya, seperti foto x-ray dada, USG, bone scanning, CT scan, ataupun
petanda tumor. Yang dicari adalah kemungkinan adanya penyebaran tumor di
bagian organ yang dideteksi. Dari data ini kemudian ditentukan T-nya berapa,
N-nya berapa, dan M-nya ada atau tidak. Perhitungan besarnya T dan jauhnya
N dari tumor primer masing-masing kanker di lokasi tertentu di tubuh kita
mempunyai topografi atau batas-batas tersendiri. Kemudian dari sini ditentukan
stadiumnya. Stadium I, IIA, IIB, dan seterusnya. Misalnya tumor ganas paru
berdiameter 4 cm, didapatkan pembesaran kelenjar di areal dekat saluran nafas
pada sisi yang sama, tanpa ada penyebaran, maka termasuk T2N1M0 atau
stadium II.

Pemeriksaan Biopsi

20
Pemeriksaan mikroskopik terhadap sample tumor yang bisa menggambarkan
histopatologis –struktur dan kateristik sel- dari jaringan yang dicurigai kanker
tersebut. Ini menjadi penentu seseorang dapat divonis terkena kanker atau
tidak. Memang sangat dipengaruhi sekali pada saat pengambilan bahan biopsi,
sudah dapat mewakili seluruh kondisi tumor atau belum. Ada beberapa cara
pengambilan biopsi. Hal ini bisa dipilih dengan pertimbangan letak tumor,
efektivitas pengambilan, fasilitas yang tersedia dan kemungkinan radikalitas
tumor itu sendiri. Dikenal ada: open biopsy (eksisi dan insisional biopsy),
biopsy jarum, trucut biopsy, punch biopsy, dan curettage biopsy (biopsi
kerokan). Dari pemeriksaan ini dapat ditentukan jenis, sifat sel tumor, dan
tingkat diferensiasi (perubahan) sel dari struktur normal sehingga bisa
diketahui seberapa ganasnya sel-sel tumor itu. Dari informasi ini kemudian
dokter bisa memprediksi hasil therapy yang nantinya akan diberikan.
Pengerjaan untuk melakukan biopsy dapat dilakukan sebelum pembedahan
utamanya dikerjakan (yang ini lebih dianjurkan), atau bisa juga pada saat
pembedahan sebagai upaya therapeutic. Yang paling penting diketahui bahwa
apapun hasilnya, si pasien mempunyai hak untuk mengetahui dan mendapatkan
hasil pemeriksaan patologi tersebut. Dan dokter dengan caranya tersendiri
wajib menginformasikan hal itu secara langsung kepada si pasien.

Menentukan Keadaan Umum (Status Performance) Penderita

Setelah semua tahap di atas dijalani sampai mendapatkan kesimpulan jenis


kanker apa dan seberapa parahnya, maka sebelum menentukan therapy yang
akan diberikan, seorang dokter harus menilai dulu keadaan umum atau kondisi
penderita. Mungkin saja tingkat keganasan tumornya masih rendah tapi kondisi
tubuh yang lain dalam keadaan payah, tentu mempengaruhi pilihan therapy dan
dosis yang diberikan karena therapy kanker itu sendiri, khususnya kemoterapi,
membawa efek samping yang luar biasa. Sehubungan dengan ini, disamping
cara pengukuran lain, dikenal lebih umum penggunaan score dari Karnovski
yang berskala dari 0 – 100. Makin baik kondisi penderita, ia akan memiliki
score mendekati 100. Dikatakan therapy untuk kanker akan beresiko pada

21
penderita dengan score di bawah 30, dimana seorang penderita sudah tidak
mampu lagi menjalankan aktifitas kesehariannya tanpa dibantu orang lain. Dari
sini juga akan dinilai penyakit atau gangguan apa saja yang menyertai
penderita kanker. Bisa itu implikasi dari keganasannya atau mungkin penyakit
yang berdiri sendiri, seperti; kelainan jantung, diabetes, gagal ginjal, liver, dan
lain-lain.

Menentukan Pilihan Jenis Therapy

Ada beberapa bentuk therapy untuk keganasan yang memiliki respon berbeda
antar satu jenis kanker dengan jenis kanker yang lain. Jenis therapy itu
meliputi; pembedahan, khemotherapy, radiotherapy atau therapy penyinaran,
therapy hormonal, dan biotherapy. Dari data dan penelitian yang telah
dipelajari, sudah dapat dipastikan satu keganasan lebih sensitif terhadap
therapy A dibandingkan dengan therapy B. Namun dalam penerapannya akan
memberi hasil lebih optimal kalau dikombinasi antar jenis therapy itu.
Sehingga di bidang onkologi, therapy ini dapat digolongkan menjadi: therapy
utama, therapy tambahan, therapy komplikasi, dan therapy suportif / bantuan.
Misalnya, tumor ganas payudara atau carcinoma mammae, pembedahan
merupakan therapy utamanya, sedangkan khemotherapy dan atau radiotherapy
menjadi therapy tambahan. Jika dilakukan pembedahan, ada dua tujuan
utamanya, kalau bukan untuk kuratif (mengambil bersih tumornya),
pembedahan bisa bertujuan hanya sebagai therapy paliatif, dengan maksud
meringankan atau memperbaiki kondisi penderita tanpa memandang
pengangkatan tumor itu tuntas atau tidak.

Implementasi Therapy

Dari sini ditentukan jenis pembedahan apa yang akan diambil, kalau itu
memerlukan pembedahan. Kalau dibutuhkan kemotherapy, seberapa lama dan
berapa seri akan diberikan, kombinasi dari obat kemotherapy apa saja dan
seberapa banyak dosisnya. Begitu juga untuk radiotherapy dan hormonal

22
therapy, dengan telah melewati tahap-tahap sebelumnya, semestinya sudah
dapat ditentukan berapa banyak dosisnya, lama dan rentang waktu
pemberiannya. Ini merupakan tahap akhir penanganan kanker yang justru
sangat melelahkan dan menyakitkan bagi penderita. Di samping waktu
pelaksanaannya lama, juga mengingat efek samping yang ditimbulkan obat-
obat khemotherapy ini amat sangat tidak mengenakkan. Tidak jarang banyak
penderita yang kelahan, bosan, putus asa dan tersiksa menjalaninya sehingga
terpaksa harus menyerah di tengah jalan, terutama bagi mereka yang terkena
kanker bermetastase (menyebar) yang tidak bisa lepas menjalani therapy ini
seumur hidupnya.

Evaluasi Dan Monitoring

Untuk mengetahui hasil therapy yang telah diberikan, perlu diadakan evaluasi
secara berkala. Bisa setiap 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun bahkan sampai 5 tahun
sekali secara periodik. Evaluasinya oleh dokter melalui pemeriksaan fisik yang
dilakukan dan atau ditambah pemeriksaan penunjang seperti yang sebelumnya
dikerjakan, terutama untuk mendeteksi ada tidaknya sisa atau pertumbuhan
penyebaran tumor itu lebih lanjut. Dari monitoring ini dapat saja seorang
onkolog menurunkan dosis dan memperpanjang waktu serial therapy yang akan
diberikan. Di sini dibutuhkan lagi disiplin serta semangat tinggi para penderita.

2. Yang diperiksa adalah beberapa komponen darah yaitu eritrosit (sel darah
merah), leukosit (sel darah putih), dan trombosit (keeping darah). Pada lembar
hasil DL, yang umum tercatat adalah kadar hemoglobin, jumlah trombosit,
jumlah leukosit, dan hematokrit (perbandingan antara sel darah merah dan
jumlah plasma darah.). Kadang juga dicantumkan LED (Laju Endap Darah)
dan hitung jenis leukosit.
Hasil DL yang normal adalah (hasil ini bervariasi, tergantung di laboratorium
mana kita periksa) :

23
Kadar Hb : 12-14 (wanita), 13-16 (pria) g/dl
Jumlah leukosit : 5000 – 10.000 /µl
Jumlah trombosit : 150.000 – 400.000 /µl
Hematokrit : 35 – 45 %
LED : 0 – 10 mm/jam (pria), 0 – 20 mm/jam (wanita)

Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urin pasien untuk tujuan
diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai
jenis penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti diabetes
melitus dan tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status
kesehatan umum.

SPESIMEN

Urinalisis yang akurat dipengaruhi oleh spesimen yang berkualitas. Sekresi


vagina, perineum dan uretra pada wanita, dan kontaminan uretra pada pria
dapat mengurangi mutu temuan laboratorium. Mukus, protein, sel, epitel, dan
mikroorganisme masuk ke dalam sistem urine dari uretra dan jaringan
sekitarnya. Oleh karena itu pasien perlu diberitahu agar membuang beberapa
millimeter pertama urine sebelum mulai menampung urine. Pasien perlu
membersihkan daerah genital sebelum berkemih. Wanita yang sedang haid
harus memasukkan tampon yang bersih sebelum menampung specimen.
Kadang-kadang diperlukan kateterisasi untuk memperoleh spesimen yang tidak
tercemar.

Meskipun urine yang diambil secara acak (random) atau urine sewaktu cukup
bagus untuk pemeriksaan, namun urine pertama pagi hari adalah yang paling
bagus. Urine satu malam mencerminkan periode tanpa asupan cairan yang
lama, sehingga unsure-unsur yang terbentuk mengalami pemekatan.

Gunakan wadah yang bersih untuk menampung spesimen urin. Hindari sinar
matahari langsung pada waktu menangani spesimen urin. Jangan gunakan urin
yang mengandung antiseptik.

24
Lakukan pemeriksaan dalam waktu satu jam setelah buang air kecil. Penundaan
pemeriksaan terhadap spesimen urine harus dihindari karena dapat mengurangi
validitas hasil. Analisis harus dilakukan selambat-lambatnya 4 jam setelah
pengambilan spesimen. Dampak dari penundaan pemeriksan antara lain :
unsur-unsur berbentuk dalam sedimen mulai mengalami kerusakan dalam 2
jam, urat dan fosfat yang semula larut dapat mengendap sehingga mengaburkan
pemeriksaan mikroskopik elemen lain, bilirubin dan urobilinogen dapat
mengalami oksidasi bila terpajan sinar matahari, bakteri berkembangbiak dan
dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan mikrobiologik dan pH, glukosa
mungkin turun, dan badan keton, jika ada, akan menguap.

PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK

Urinalisis dimulai dengan mengamati penampakan makroskopik : warna dan


kekeruhan. Urine normal yang baru dikeluarkan tampak jernih sampai sedikit
berkabut dan berwarna kuning oleh pigmen urokrom dan urobilin. Intensitas
warna sesuai dengan konsentrasi urine; urine encer hampir tidak berwarna,
urine pekat berwarna kuning tua atau sawo matang. Kekeruhan biasanya terjadi
karena kristalisasi atau pengendapan urat (dalam urine asam) atau fosfat (dalam
urine basa). Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh bahan selular berlebihan atau
protein dalam urin.

Volume urine normal adalah 750-2.000 ml/24hr. Pengukuran volume ini pada
pengambilan acak (random) tidak relevan. Karena itu pengukuran volume
harus dilakukan secara berjangka selama 24 jam untuk memperoleh hasil yang
akurat.

Kelainan pada warna, kejernihan, dan kekeruhan dapat mengindikasikan


kemungkinan adanya infeksi, dehidrasi, darah di urin (hematuria), penyakit
hati, kerusakan otot atau eritrosit dalam tubuh. Obat-obatan tertentu juga dapat

25
mengubah warna urin. Kencing berbusa sangat mungkin mewakili jumlah
besar protein dalam urin (proteinuria).

Beberapa keadaan yang menyebabkan warna urine adalah :


 Merah : Penyebab patologik : hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen,
porfirin. Penyebab nonpatologik : banyak macam obat dan zat warna, bit,
rhubab (kelembak), senna.
 Oranye : Penyebab patologik : pigmen empedu. Penyebab nonpatologik :
obat untuk infeksi saliran kemih (piridium), obat lain termasuk fenotiazin.
 Kuning : Penyebab patologik : urine yang sangat pekat, bilirubin, urobilin.
Penyebab nonpatologik : wotel, fenasetin, cascara, nitrofurantoin.
 Hijau : Penyebab patologik : biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas).
Penyebab nonpatologik : preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.
 Biru : tidak ada penyebab patologik. Pengaruh obat : diuretik, nitrofuran.
 Coklat : Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen empedu.
Pengaruh obat : levodopa, nitrofuran, beberapa obat sulfa.
 Hitam atau hitam kecoklatan : Penyebab patologik : melanin, asam
homogentisat, indikans, urobilinogen, methemoglobin. Pengaruh obat :
levodopa, cascara, kompleks besi, fenol.

3. Sistem staging kanker


Sistem staging kanker mendeskripsikan seberapa jauh kanker telah tumbuh dan
menyebar dalam tubuh. Sistem staging kanker berusaha menempatkan pasien
yang mempunyai prognosis dan terapi yang sama dalam satu kelompok
staging. Sistem staging merupakan penilaian yang bersifat klinik. Prognosis
dan terapi pada pasien sangat tergantung pada tingkatan kanker yang
dideritanya.
Konsep umum dari staging dapat diterapkan ke hampir semua kanker kecuali
kebanyakan bentuk dari leukimia. Karena leukimia terdapat dalam darah,
mereka tidak terlokalisasi secara anatomis dalam tubuh seperti layaknya kanker
jenis yang lain. Secara umum, untuk sebagian besar tumor solid, terdapat dua

26
sistem staging kanker yang saling berhubungan yaitu Overal Stage Groupings
dan TNM system.
a. Overall Stage Groupings (Roman Numeral Staging)
Pada sistem ini, kasus-kasus kanker dikelompokkan ke dalam empat tingkatan
(stadium) dilambangkan dengan angka romawi (I s.d. IV). Pada dasarnya,
stadium I kanker berukuran kecil, lokal dan biasanya masih dapat
disembuhkan, sedangkan stadium IV memperlihatkan kanker yang tidak dapat
dioperasi atau merupakan tipe kanker yang sudah bermetastatis. Stadium II dan
III kanker biasanya merupakan kelanjutan dari kanker lokal dan atau disertai
dengan pembesaran nodus limf regional. Prognosis yang diberikan untuk setiap
stadium bergantung pada jenis kankernya, misalnya prognosis pada stadium II
kanker paru akan berbeda dengan prognosis untuk kanker serviks pada stadium
yang sama.
Sebelum kanker memasuki stadium tersebut, ada fase awal dari pertumbuhan
kanker dimana tumor primer yang ada pada jaringan hanya ditemukan pada
lapisan atas sel kanker primer dan belum menginvasi jaringan atau sel lain di
sekitarnya.
Pada umumnya, kanker dapat kembali lagi menyerang pasien berbulan-bulan
atau bertahun-tahun setelah situs primer dari tumor diangkat. Hal ini
disebabkan oleh kanker tersebut telah menjalar ke tempat yang jauh dari lokasi
tumor primernya atau dapat juga disebabkan oleh sebagian kecil tumor primer
yang tertinggal pada saat pembedahan sehingga nantinya tumor tersebut
tumbuh menjadi tumor yang lebih besar. Kanker yang kembali tumbuh tersebut
dapat menjangkiti daerah yang sama (lokal) dan ada pula yang telah
bermetastasis.
b. TNM Staging
TNM merupakan singkatan dari Tumor, Nodes (kelenjar getah bening) dan
Metastasis. Setiap inisial tersebut terkategorisasi terpisah dan diklasifikasikan
dengan angka untuk memberi identitas tingkatannya. Sebagai contoh, T1N1M0
berarti pasien tersebut mempunyai Tumor tingkat 1, pembesaran nodus limf
tingkat 1, dan tidak bermetastasis.
c. Variasi sistem staging

27
Karena terdapat perbedaan prognosis dan terapi pada pasien dengan jenis dan
tingkatan kanker yang berbeda menyebabkan tidak adanya rumusan staging
yang tepat dan umum untuk semua jenis kanker. Selain dua sistem yang
dipakai untuk sebagian besar jenis dari kanker juga terdapat sistem-sistem
staging lainnya yang dipakai dalam dunia medis untuk beberapa jenis kanker
yang spesifik. Sebagai contoh, Dukes staging system untuk kanker kolorektal
dengan klasifikasi A s.d. D dengan karakteristik kanker masing-masing.

Sistem grading kanker


Sistem grading kanker mengacu pada derajat diferensiasi tumor dan jumlah mitosis
sel tumor tersebut pada penampakan di bawah mikroskop. Sistem ini
merupakan penilaian histologis sehingga kurang mempunyai arti klinik. Sistem
grading kanker yang diterima secara umum ini diajukan oleh American Joint
Comission on Cancer (AJCC) meliputi empat tingkatan. Tingkatan dari sistem
ini memperlihatkan bahwa semakin tinggi tingkatan kankernya, jumlah mitosis
sel kanker tersebut banyak dan berlebihan tetapi diferensiasi dari sel kankernya
buruk atau bahkan tidak berdiferensiasi sama sekali.
Terdapat beberapa jenis grading system yang spesifik, seperti Gleason’s system
untuk kanker prostat, Bloom-Richardson system untuk kanker payudara dan
Fuhrman system untuk kanker pada ginjal.

28
STEP 5
1. Keadaan apa saja yang tidak dapat menggunakan laparoskopi?
2. Pemeriksaan patologi anatomi lain selain biopsy?
3. Pemeriksaan infeksi bakteri, virus, fungi?
4. Foto rontgen?
5. Pemeriksaan penunjang laboratorium lain?

29
STEP 6

Belajar mandiri

30
STEP 7
1. Laparoskopi adalah suatu tindakan mini invasive dimana pasien yang bisa
menggantikan tindakan yang dahulu harus melalui proses operasi besar seperti
Laparotomi untuk berbagai macam kondisi medis. Kondisi seperti miomauteri,
endometriosis, infeksi panggul dan nyeri haid melalui laparoskopi akan
mendapatkan keuntungan yang banyak. Masa pemulihan umumnya hanya
berlangsung 2 hari dengan kosmetik luka yang hanya memerlukan sayatan
sekitar 5mm. 

Persiapan

Tindakan laparoskopi dilakukan dalam pembiusan umum dengan lama


tindakan bervariatif antara 1 sampai dengan 3 jam. Rata-rata umumnya lama
operasi akan berlangsung 2 jam. Pasien diharapkan melengkapi persiapan
seperti pemeriksaan darah rutin dan puasa selama minimal 6 jam. Pada kondisi
tertentu pasien akan diminta untuk persiapan usus 1-2 hari sebelumnya. Untuk
tindakan laparosokopi kandungan umumnya pasien akan berada pada posisi
lithotomy (posisi pemeriksaan kandungan) dan trendelenburg (posisi badan dan
kepala turun ke bawah).

Ekspektasi

•  Selama tindakan rongga abdomen (perut) akan dikembungkan dengan


menggunakan gas CO2 untuk mendapatkan rongga yang aman untuk operasi.
Hal ini akan menimbulkan rasa kembung dan tidak nyaman selama beberapa
hari paska operasi. Gas yang masih tertahan kadang juga menimbulkan rasa
tidak nyaman dibahu.

31
•  Mual muntah sering dikaitkan dengan obat bius yang dapat ditangani dengan
mudah. Luka sayatan akan ada didaerah pusar untuk kamera sebesar 1 cm dan
sayatan lain sebesar 5mm disamping panggul dan didaerah bawah perut.
Umumnya Luka ini sembuh sangat cepat dan tidak berbekas. Pada individu
yang mempunyai bakat keloid, perlu didiskusikan mengenai langkah preventif.
Karena akan ada manipulasi rahim, pasien akan mengalami pendarahan seperti
menstruasi sekitar beberapa hari.

•  Kateterurin dan infusakan dilepas umumnya secepat mungkin dalam 24 jam


pertama.

•  Mobilisasi pasien akan diusahakan secepat mungkin dalam 1 hari pertama.


Pasien umumnya akan diperiksa kesiapan untuk mulai makan dan minum
setelah operasi dengan mengevaluasi bunyi usus.

•  Pasien dapat dipulangkan dalam satu hari tetapi pada kondisi yang umum
pasien hanya membutuhkan perawatan 1 paling lama 2 hari.

 Resiko dan komplikasi

Semua tindakan operatif mempunyai resiko dan potensial komplikasi.


Walaupun demikian tindakan laparoskopi ini mempunyai resiko yang jauh
lebih kecil dibandingkan dengan operasi besar. Resiko yang umum adalah

• Perdarahan pembuluh darah besar( 1: 1400 kasus)


•  Cedera usus, kandung kencing dan organ abdomen  dan panggul lainnya
yang terkait dengan operasi ( 1: 2000 kasus)
•  Infeksi luka luar dan dalam( 1: 700 kasus) Umumnya resiko ini sangat
rendah dengan pemberian antibiotika profilaksis

Laparoskopi: Alternatif prosedur operasi untuk penyakit kandungan

Kemajuan teknologi kedokteran membuat prosedur operasi semakin canggih.


Sebelum adanya laparoskopi, dokter melakukan operasi dengan teknik
laparotomi (bedah knvensional). Laparotomi dilakukan dengan membuat
sayatan lebar pada dinding perut sehingga tangan dokter dapat masuk ke dalam

32
rongga perut dan melakukan tindakan di dalamnya. Tetapi dengan adanya
laparoskopi maka tidak diperlukan lagi sayatan lebar dan tangan dokter masuk
ke dalam rongga perut, tapi cukup dengan menggunakan alat endoskopi
canggih, berupa kamera dan alat-alat operasi mini sebagai pengganti tangan
dokter.

 Apa keuntungan prosedur laparoskopi dibanding bedah biasa?

Laparoskopi adalah sebuah prosedur minimal invasif, yang hanya


memerlukan sayatan minimal pada dinding perut (hanya 0,5 cm). Dengan
prosedur ini masa pulih pasca operasi lebih cepat, masa rawat singkat,
risiko perlengketan pasca operasi minimal dan pasien dapat kembali ke

aktivitas normal lebih cepat.

 Kasus apa saja yang bisa ditangani dengan laparoskopi?

Dalam bidang kebidanan dan kandungan cukup banyak kasus yang dapat
ditangani, antara lain mioma (tumor jinak rahim), kista indung telur, hamil
di luar kandungan, endometriosis (nyeri haid), infertilitas (sulit hamil), KB
steril, perlengketan dalam perut, dan polikistik ovarium.

 Bagaimana prosedur laparoskopi dilakukan?

Seperti layaknya operasi konvensional, laparoskopi tetap


memerlukan pembiusan dan dilakukan di kamar operasi. Setelah
pembiusan, dinding perut disayat pada daerah pusat/umbilikus sekitar 1 cm.
Kemudian dimasukkan kamera kecil untuk melihat organ-organ didalam

33
rongga perut. Setelah itu dibuat sayatan kedua dan ketiga pada dinding
perut bagian bawah, sedikit diatas tulang pinggul, diameter 0,5 cm, untuk
memasukkan alat-alat berupa ‘stik’ sebagai pengganti tangan dokter.

 Berapa lama perawatan pasca laparoskopi?

Karena tindakan operasi yang minimal invasif, maka perawatan setelah


operasi hanya satu hari saja (dengan catatan jika tidak terjadi komplikasi
selama operasi).Dan setelah itu pasien dapat kembali beraktivitas normal.

 Apa saja risiko prosedur ini dan berapa besar dibandingkan bedah
konvensional?

Jenis risiko hampir sama dengan bedah konvensional (seperti perdarahan,


infeksi dan cidera organ sekitar) tetapi dengan persiapan pra operasi yang
baik, dan dilakukan oleh dokter ahli maka risiko ini sangat minimal dan
lebih kecil dibanding bedah konvensional.

2. Metode mempelajari PA

 Tingkat A
Gambaran anatomi tidak normal menunjukkan perubahan secara
gross/makroskopik.

 Tingkat B
Histologi

Histokimia dan imunohistokimia

 Tingkat C
Sitologi (FNAB)

34
 Tingkat D
Mikroskop elektron

 Tingkat E
Molecular biology

Cara pegambilan sample

1. Jaringan histopatologi
Dari: biopsi, operasi, curatage, keluar spontan

Jaringan yg dikirim diberi pengawet/fiksasi formalin 10%

2. Potong beku
Tujuan : pemeriksaan patologi secara cepat pada waktu operasi dan os masih di
meja operasi

Pengiriman bahan segar tanpa pengawet

Waktu pemeriksaan dengan perjanjian

3. Sitologi
Tujuan : menegakkan diagnosa dengan cara pemeriksaan sitomorfologi

Bahan:

1. usapan vagina
2. Sputum
3. Cairan tubuh: ascites, pleura
4. Urine
5. Aspirasi jarum halus
4. Pulasan khusus histokimia
Tujuan:

a. Pengenalan sel tertentu

Sudan IIIàsel lemak

PTAHàotot

b. Pengenalan bahan tertentu yg ada pd jaringan atau produksinya

35
PASàglikogen

c. Pengenalan mikroorganisme tertentu pd jaringan

pewarnaan campbellà basil Tb

5. Imunopatologi
a. Pemeriksaan imunohistokimia dgn tehnik immunofluoresensi

- Tujuan: pengenalan Ag, AB, dan immuncomplex dg fluorochrome


diikat di bwh mikroskop fluoresensi

- Bahan:

jaringan biopsi segar yg didinginkan pd suhu-80°C dg nitrogen cair


atau pd suhu -30°C dg es kering, Jaringan blok paraffin

b. Pemeriksaan immunohistokimia

- Tujuan: untuk pengenalan jenis Ag/bahan yg terkandung dlm


sel/jaringan

- Cara: dgn menggunakan AB (thd Ag) atau bahan tertentu yg diberi


label enzim

Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi mungkin masih asing terdengar di telinga kita.


Padahal histopatologi digunakan sebagai pemeriksaan standard emas yang
harus dilakukan untuk menegakkan diagnosa sebagian besar kanker. Diagnosa
kanker baru dapat tegak setelah dilakukan pemeriksaan histopatologi. Nah kita
perlu mengenal lebih jauh, sebenarnya apakah pemeriksaan histopatologi atau
pemeriksaan histoPA itu.

Histopatologi merupakan pemeriksaan standard emas untuk menegakkan


diagnose sebagian besar kanker Histopatologi merupakan pemeriksaan secara
mikroskopik pada salah satu bagian jaringan yang menjadi manifestasi dari
suatu penyakit. Jaringan yang diperiksa berasal dari hasil operasi atau hasil
biopsi..

36
Jaringan akan mengalami serangkaian proses kimiawi sebelum akhirnya bisa
dibaca di bawah mikroskop. Mulanya jaringan hasil operasi difiksasi. Cara
fiksasi bisa dengan larutan kimia atau dengan metode potong beku (frozen
section).

Fiksasi kimiawi dilakukan dengan merendam jaringan dengan larutan ethanol


untuk mengeluarkan cairan dari jaringan, diikuti dengan larutan toluene atau
xylene, lalu dengan paraffin. Hasil akhirnya akan terbentuk paraffin block yang
kemudian diiris sangat tipis dengan pisau khusus microtome. Hasil irisan yang
sangat tipis tersebut kemudian diletakkan pada object glass.

Fiksasi dengan metode potong beku  dilakukan dengan memotong jaringan


yang sudah dibekukan dalam cryostat, yaitu semacam refrigerator khusus,
dengan pisau microtome. Hasil irisan yang sangat tipis tersebut diletakkan di
object glass kemudian difiksasi lebih lanjut dengan larutan yang sama dengan
metode fiksasi kimia.

Tahap selanjutnya adalah pengecatan. Jaringan pun bisa dicat dengan pewarna
khusus. Tujuan pengecatan adalah untuk membedakan komponen-komponen
sel dan memberikan kontras yang baik. Tersedia berbagai macam pewarnaan
yang disesuaikan dengan sel dan kebutuhan pemeriksaan. Cat yang paling
umum digunakan adalah kombinasi hematoxylin & eosin (H&E). Hematoxylin
memberikan warna biru pada nucleus atau inti sel. Eosin memberikan warna
pink pada sitoplasma atau matriks sel. Disamping pengecatan H&E, masih
banyak jenis pewarnaan yang lain, di antaranya safranin, congo red, dan sudan.

Akhirnya setelah jaringan difiksasi dan diwarnai, jaringan diatas object glass
dapat dibaca di bawah mikroskop. Interpretasi hasil sampai dengan diagnosis
jaringan dilakukan oleh dokter ahli patologi anatomi.

Imunohistiokimia
Imunohistokimia merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mengukur derajat
imunitas atau kadar antibodi atau antigen dalam sediaan jaringan. Nama
imunohistokimia diambil dari nama immune yang menunjukkan bahwa prinsip

37
dasar dalam proses ini ialah penggunaan antibodi dan histo menunjukkan
jaringan secara mikroskopis. Dengan kata lain, imunohistokimia adalah metode
untuk mendeteksi keberadaan antigen spesifik di dalam sel suatu jaringan
dengan menggunakan prinsip pengikatan antara antibodi (Ab) dan antigen (Ag)
pada jaringan hidup. Pemeriksaan ini membutuhkan jaringan dengan jumlah
dan ketebalan yang bervariasi tergantung dari tujuan pemeriksaan.
Teknik imunohistokimia bermanfaat untuk identifikasi, lokalisasi, dan
karakterisasi suatu antigen tertentu, serta menentukan diagnosis, therapi, dan
prognosis kanker. Teknik ini diawali dengan pembuatan irisan jaringan
(histologi) untuk diamati dibawah mikroskop. Interaksi antara antigen-antibodi
adalah reaksi yang tidak kasap mata. Tempat pengikatan antara antibodi
dengan protein spesifik diidentifikasi dengan marker yang biasanya dilekatkan
pada antibodi dan bisa divisualisasi secara langsung atau dengan reaksi untuk
mengidentifikasi marker. Marker dapat berupa senyawa berwarna :
Luminescence, zat berfluoresensi : fluorescein, umbelliferon, tetrametil
rodhamin, logam berat : colloidal, microsphere, gold, silver, label radioaktif,
dan enzim : Horse Radish Peroxidase (HRP) dan alkaline phosphatase. Enzim
(yang dipakai untuk melabel) selanjutnya direaksikan dengan substrat
kromogen (yaitu substrat yang menghasilkan produk akhir berwarna dan tidak
larut) yang dapat diamati dengan mikroskop bright field (mikroskop bidang
terang). Akan tetapi seiring berkembangnya ilmu pengetahuan khususnya dunia
biologi, teknik imunohistokimia dapat langsung diamati (tanpa direaksikan lagi
dengan kromogen yang menghasilkan warna) dibawah mikroskop fluorescense.
Langkah-langkah dalam melakukan imunohistokimia dibagi menjadi 2, yaitu
preparasi sampel dan labeling. Preparasi sampel adalah persiapan untuk
membentuk preparat jaringan dari jaringan yang masih segar. Preparasi sample
terdiri dari pengambilan jaringan yang masih segar, fiksasi jaringan biasanya
menggunakan formaldehid, embedding jaringan dengan parafin atau dibekukan
pada nitrogen cair, pemotongan jaringan dengan menggunakan mikrotom,
deparafinisasi dan antigen retrieval untuk membebaskan epitop jaringan, dan
bloking dari protein tidak spesifik lain. Sampel labeling adalah pemberian
bahan-bahan untuk dapat mewarnai preparat. Sampel labeling terdiri dari

38
imunodeteksi menggunakan antibodi primer dan sekunder, pemberian substrat,
dan counterstaining untuk mewarnai jaringan lain di sekitarnya. Antibodi
adalah suatu imunoglobulin yang dihasilkan oleh sistem imun dalam merespon
kehadiran suatu antigen tertentu. Antibodi dibentuk berdasarkan antigen yang
menginduksinya. Beberapa antibodi yang telah teridentifikasi adalah IgA, IgD,
IgE, IgG, dan IgM. Antigen adalah suatu zat atau substansi yang dapat
merangsang sistem imun dan dapat bereaksi secara spesifik dengan antibodi
membentuk kompleks terkonjugasi. Ikatan antibodi-antigen divisualisasikan
menggunakan senyawa label/marker.
Terdapat dua metode dasar identifikasi antigen dalam jaringan dengan
imunohistokimia, yaitu metode langsung (direct method) dan tidak langsung
(indirect method). Metode langsung (direct method) merupakan metode
pengecatan satu langkah karena hanya melibatkan satu jenis antibodi, yaitu
antibodi yang terlabel, contohnya antiserum terkonjugasi fluorescein
isothiocyanate (FITC) atau rodhamin. Di sisi lain, metode tidak langsung
(indirect method) menggunakan dua macam antibodi, yaitu antibodi primer
(tidak berlabel) dan antibodi sekunder (berlabel). Antibodi primer bertugas
mengenali antigen yang diidentifikasi pada jaringan (first layer), sedangkan
antibodi sekunder akan berikatan dengan antibodi primer (second layer).
Antibodi kedua merupakan anti-antibodi primer. Pelabelan antibodi sekunder
diikuti dengan penambahan substrat berupa kromogen. Kromogen merupakan
suatu gugus fungsi senyawa kimiawi yang dapat membentuk senyawa
berwarna bila bereaksi dengan senyawa tertentu. Disamping kedua metode di
atas, analisis imunohistokimia juga dapat dilakukan melalui metode
Peroxidase-anti-Peroxidase dan metode Avidin-Biotin-Complex (ABC).
Metode Peroxidase-anti-Peroxidase (PAP) adalah analisis imunohistokimia
menggunakan tiga molekul peroksidase dan dua antibodi yang membentuk
seperti roti sandwich. Teknik ini memanfaatkan afinitas antibodi terhadap
antigen (enzim) untuk membentuk kompleks imun stabil sebagai perlawanan
terhadap proses kimia terkonjugasi Fitur unik dari prosedur ini adalah larutan
enzim-antibodi dan kompleks imun PAP. Enzim Horseradish Peroksidase,
protein imunogenik, digunakan untuk menyuntik spesies tertentu dan merespon

39
imun poliklonal yang dihasilkan terhadap enzim. Antiserum ini dipanen dan
ditempatkan dalam larutan pada enzim sehingga membentuk kompleks imun
yang larut. Sedangkan metode Avidin-Biotin-Complex (ABC) adalah metode
analisis imunohistokimia menggunakan afinitas terhadap molekul avidin-
biotin oleh tiga enzim peroksidase. Situs pengikatan beberapa biotin dalam
molekul avidin tetravalen bertujuan untuk amplifikasi dan merespon sinyal
yang disampaikan oleh antigen target.
IHC merupakan teknik deteksi yang sangat baik dan memiliki keuntungan yang
luar biasa untuk dapat menunjukkan secara tepat di dalam jaringan mana
protein tertentu yang diperiksa. IHC juga merupakan cara yang efektif untuk
memeriksa jaringan. Teknik ini telah digunakan dalam ilmu saraf, yang
memungkinkan peneliti untuk memeriksa ekspresi protein dalam struktur otak
tertentu. Kekurangan dari teknik ini adalah kurang spesifik terhadap protein
tertentu tidak seperti teknik imunoblotting yang dapat mendeteksi berat
molekul protein dan sangat spesifik terhadap protein tertentu. Teknik ini
banyak digunakan dalam diagnostik patologi bedah terhadap kanker, tumor,
dan sebagainya. Adapun marker untuk diagnosa IHC adalah sebagai berikut:

 Carcinoembryonic antigen (CEA): digunakan untuk identifikasi


adenocarcinoma.
 Cytokeratins: digunakan untuk identifikasi carcinoma tetapi juga dapat
terekspresi dalam beberapa sarkoma.
 CD15 and CD30 : digunakan untuk identifikasi Hodgkin's disease
 Alpha fetoprotein: untuk tumor yolk sac dan karsinoma hepatoselluler
 CD117 (KIT): untuk gastrointestinal stromal tumors (GIST)
 CD10 (CALLA): untuk renal cell carcinoma dan acute lymphoblastic
leukemia
 Prostate specific antigen (PSA): untuk prostate cancer estrogens dan
progesterone staining untuk identifikasi tumor
 Identifikasi sel B limfa menggunakan CD20
 Identifikasi sel T limfa menggunakan CD 3
Sitologi

40
Sitologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sel. Telah ditemukan bahwa
pada pemeriksaan sitologi, sel yang diperiksa dapat berasal dari exfoliasi sel
yang spontan sebagai hasil dari pertumbuhan yang terus-menerus sel
permukaan, dimana sel-sel yang paling atas selalu terlepas untuk diganti
dengan sel yang lebih muda. Exfoliasi sel yang terjadi spontan dapat kita
temukan misalnya pada: urine, dahak, cairan ascites dan cairan vagina. Sel-sel
tersebut akan mengalami degenerasi bila tidak segera difiksasi. Pada saat
terlepas dari jaringan, sel-sel tesebut terlepas pula dari tekanan sekelilingnya,
hingga akan mengambil bentuk tertentu yang khas, yang dapat sangat berbeda
dari bentu semula sewaktu masih berada dalam jaringan.
Kelebihan pemeriksaan sitologi

 Mudah
 Murah
 Cepat
 Sederhana
 Pendarahan sedikit, bahkan tanpa rasa nyeri.
 Dapat dilakukan pada beberapa pasien dalam waktu singkat.
 Dapat dilakukan sebagai tindakan massal.
 Untuk screening lesi yang derajat keganasannya tinggiàtidak menimbulkan
stimulasi metastase.
 Efektif untuk diagnosis tumor saluran pencernaan, paru, saluran air kemih,
dan lambung.
 Dapat memberikan hasil positif meskipun pada pemeriksaan langsung dan
palpasi tidak menunjukkan kelainan. Karsinoma dapat terdiagnosis
meskipun masih dalam stadium in situ.

Kekurangan pemeriksaan sitologi

 Diagnosa sitologi hanya berdasar perubahan sitoplasma dan inti sel


 Perubahan yang terjadi harus dipastikan bukan akibat kesalahan teknis

41
 Hanya dapat untuk mendeteksi lesi yang letaknya di permukaan mukosa
mulut
 Hanya untuk lesi yang yang tidak tertutup keratin tebal
 Tidak efektif untuk digunakan pada lesi nonulseratif dan
hiperkeratotik karena sel-sel abnormal masih tertutup oleh lapisan keratin
 Hasil pemeriksaan sitologi yang mengindikasikan keganasan masih perlu
dikonfirmasi dengan biopsi
 Sering kali bahan yang terambil tidak representatif

Diagnosa sitologi sering lebih sukar daripada diagnosa histologi, oleh


karena diagnosa sitologik hanya berdasar pada keainan-kelainan dari
sitoplasma dan inti dan perubahan-perubahan ini hanya akan berarti bila
kelainan-kelainan tersebut dapat dipastikan tidak disebabkan oleh
kesalahan teknis.

Bahan –bahan yang dapat diperiksa secara sitologi :


1.      Vaginal smear/ Pap test / Cervical smear
Untuk menentukan adanya :
·         Peradangan dan penyebabnya
·         Perubahan praganas
·         Perubahan keganasan
·         Status hormonal
2.      Sputum atau dahak, untuk menentukan keganasan serta jenis peradangan.
3.      Bronchial washing dan brushing :
·         Untuk menentukan keganasan
·         Untuk menentukan peradangan
4.      Urine, untuk menentukan adanya :
·         Tumor ginjal, tumor kandung kemih
·         Batu, infeksi saluran kemih
5.      Cairan lambung, untuk menentukan adanya :
·         Gastritis acuta atau kronika
·         Keganasan

42
·         Intestinal metaplasi dari mukosa lambung, yang selalu mendahului perubahan
keganasan.
6.      Cairan tubuh lain :
·         Cairan pleura
·         Cairan pericardium
·         Cairan ascites
·         Cairan cerebro spinal
·         Cairan sendi
Untuk menentukan adanya :
·         Tumor primer atau metastatik
·         Peradangan
7.      Apirasi jaringan tumor, untuk menetukan adanya :
·         Tumor
·         Peradangan
8.      Inprint jaringan tumor untuk menentukan adanya  :
·         Tumor
·         Peradangan
9.      Skraping untuk menentukan adanya :
·         Seks kromatin, diambil dari mukosa rongga mulut
·         Status hormonal wanita, diambil dari dinding lateral vagina
·         Keganasan.
Sampel yang digunakan untuk pemeriksaan sitologi diperoleh dengan cara :

1. Eksfoliasi : sel-sel yang terlepas secara fisiologis misalnya cairan ascites,


kerokan kulit, saliva.
2. Scruffing : kerokan pada lapisan mukosa tertentu sehingga menimbulkan
traumatik yang sedikit mungkin, misalnya pap smear, kerokan dinding
hidung.
3. Brushing : berupa bilasan dari rongga tertentu. Misalnya bronchial
brushing.

43
4. Biopsi jaringan biasa / Fine Niddle Aspiration Bioption (FNAB) : dengan
menggunakan jarum diameter 0,5 mm kemudian sel-sel diperiksa lebih
lanjut.

3. Mendiagnosa Agen Penyebab Infeksi

1. Tes Sputum
Sampel sputum yang dibatukkan dari paru-paru akan memberikan
informasi fisik yang akan membantu menentukan penyakit. Sebagai
tambahan, hanya sampel sputum yang akan mengungkapkan organism
penginfeksi.
Secara khas, pasien pertama akan diminta untuk batuk sedalam mungkin
untuk menghasilkan sampel sputum yang mencukupi (batuk yang dangkal
biasanya hanya mengandung flora normal mulut). Pasien yang tidak dapat
batuk dengan cukup mungkin akan diminta untuk menghirup (inhalasi)
saline spray yang akan membantu menghasilkan sampel sputum yang
cukup. Pada beberapa kasus, sebuah tabung akan dimasukkan ke dalam
hidung menuju traktur respiratorius bagian bawah untuk menginduksi batuk
yang lebih dalam.
Sampel sputum yang didapat akan diperiksa apakah terdapat darah (yang
mengindikasikan adanya infeksi) dan diperiksa warna dan konsistensinya.
Jika sputum tersebut keruh dan berwarna kuning, hijau atau coklat maka
hal itu mengindikasikan terjadinya infeksi. Sputum yang normal adalah
sputum yang jernih, bersih, dan berkilauan.
2. Tes Darah
Tes darah digunakan untuk menghitung sel darah putih, pembiakan darah,
mendeteksi antibody spesifik terhadap jenis agen infeksi tertentu, dan
penggunaan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction).
3. Tes Urin
Tes urin digunakan untuk memeriksa apakah terdapat agen infeksi tertentu
di dalam urin.

44
PEMERIKSAAN LABORATORIUM TERHADAP INFEKSI BAKTERI
DAN JAMUR

Spesimen

Spesimen yang diperoleh dengan benar merupakan salah satu langkah yang
penting dalam diagnosis suatu infeksi, karena hasil tes diagnostic untuk
penyakit infeksi tergantung pada pemilihan, waktu, dan metode pengambilan
spesimen. Bakteri yang hidup maupun yang mati, rentan terhadap banyak zat
kimia, dan dapat ditemukan pada tempat anatomi yang berbeda dan dalam
cairan tubuh serta jaringan tubuh yang berbeda selama perjalanan penyakit
infeksius. Karena isolasi agen begitu penting dalam perumusan diagnosis,
spesimen harus diambil dari tempat yang paling mungkin menghasilkan agen
pada stadium penyakit saat itu dan harus ditangani dengan cara mendorong
pertumbuhan dan ketahanan hidup agen.

Penemuan bakteri dan jamur adalah hal yang paling penting jika agen diisolasi
dari tempat yang secara normal tidak ada mikroorganisme (dalam keadaan
normal adalah daerah steril). Semua jenis mikroorganisme yang dibiakkan dari
darah, cairan serebrospinal, cairan sendi atau rongga pleura merupakan temuan
diagnostic yang bermakna. Sebaliknya, banyak bagian dari tubuh yang
memiliki mikroba flora normal yang dapat berubah-ubah oleh pengaruh
eksogen maupun endogen. Penemuan pathogen potensial dari saluran
pernapasan, pencernaan, urogenital; dari luka; atau dari kulit harus
dipertimbangkan dalam konteks flora normal pada masing-masing tempat
tertentu. Data mikrobiologis harus berkolerasi dengan informasi klinis dengan
tujuan untuk sampai pada interpretasi yang berarti dari hasil yang didapat.

Beberapa aturan umum yang harus diterapkan pada setiap spesimen:


1) Jumlah material harus mencukupi.
2) Sampel harus mewakili proses infeksi (misalnya sputum, bukan air
ludah; pus dari lesi yang terjadi, bukan dari saluran sinusnya; swab dari
dasar luka, bukan dari permukaannya).

45
3) Kontaminasi terhadap spesimen harus dihindari dengan hanya memakai
peralatan steril dan tindakan pencegahan aseptic.
4) Spesimen harus dibawa ke laboratorium dan diperiksa dengan segera.
Media pembawa khusus bisa membantu.
5) Spesimen yang berguna bagi diagnosis infeksi bakteri dan jamur harus
diamankan sebelum pemberian obat-obat antimikroba. Jika obat-obat
antimikroba diberikan sebelum spesimen diambil untuk pemeriksaan
mikroba, terapi obat harus dihentikan dan spesimen ulang diambil
beberapa hari sesudahnya.

Jenis spesimen yang diperiksa ditentukan oleh gambaran klinis yang


tampak. Jika gejala-gejala atu tanda-tanda mengarah pada keterlibatan satu
sistem organ, spesimen diambilmdari sumber tersebut. Jika tidak ada tanda
atau gejala yang terlokalisir, pertama-tama diambil sampel darah berulang
untuk biakan, dan kemudian dipertimbangkan spesimen dari tempat lain
secara berurutan, sebagian tergantung pada kemungkinan keterlibatan
sistem organ pada pasien ternetu dan sebagian lagi berdasarkan pada
kemudahan dalam mendapatkan spesimen.

Cara mengidentifikasi bakteri dalam spesimen terkait:


Mikroskopi dan Pengecatan
Pemeriksaan mikroskopis terhadap spesimen yang dicat atau tidak dicat
relative sederhana dan murah, tetapi merupakan metode yang kurang begitu
peka dibandingkan biakan untuk pendeteksian bakteri dalam jumlah sedikit.
Spesimen harus mengandung paling tidak 105 organisme permililiter
sebelum organism bisa terlihat pada hapusan.
 Pengecatan Gram
Pengecatan gram adalah salah satu prosedur yang paling berguna
dalam mikrobiologi diagnostic. Spesimen yang diserahkan bila
dicurigai terinfeksi bakteri sebaiknya dibuat hapusan pada gelas
objek, dicat Gram, dan diperiksa secara mikroskopis. Pada
pemeriksaan mikroskopis, reaksi Gram (biru menunjukkan

46
organism Gram positif; merah Gram negatif) dan morfologi
(bentuk: kokkus, batang, fusiform, atau lainnya) dari bakteri
sebaiknya diperhatikan. Beberapa bakteri Gram positif yang mati
dapat tercat seperti Gram negatif. Secara khas, morfologi bakteri
telah ditentukan menggunakan pertumbuhan organism pada agar.
Tetapi, bakteri dalam cairan tubuh atau jaringan dapat mempunyai
morfologi yang sangat bervariasi.

 Pengecatan Tahan Asam


Spesimen yang diserahkan untuk pemeriksaan mycobacterium
sebaiknya dicat untuk organism tahan asam, baik menggunakan
pengecatan Ziehl Nielsen atau pengecatan Kinyoun. Suatu
penggecatan fluoresens alternative untuk mycobacteria, yaitu
pengecatan auramin-rhodamin, lebih peka daripada pengecatan
lainnya untuk organism tahan asam, tetapi membutuhkan mikroskop
fluoresen dan jika hasilnya positif, konfirmasi morfologinya adalah
dengan pengecatan tahan asam.
 Pengecatan Antibodi Imunofluoresen (IF)
Berguna dalam identifikasi banyak organism. Prosedur seperti itu
lebih spesifik daripada teknik pengecatan lainnya tetapi lebih sulit
dikerjakan. Antibodi yang berlabel fluoresen dalam pemakaian
umum dibuat dari antisera yang dihasilkan dengan menginjeksi

47
hewan dengan organism utuh atau campuran antigen komplek.
Paduan antibody poliklonal bisa bereaksi dengan antigen multiple
pada organism yang diinjeksi dan bisa juga bereaksi silang dengan
antigen-antigen dari mikroorganisme lain atau mungkin dengan sel-
sel manusia dalam spesimen. Kendali mutu penting untuk
meminimalkan pengecatan IF yang tidak spesifik. Penggunaan
antibody monoclonal bisa mengatasi masalah pengecatan
nonspesifik. Pengecatan IF adalah yang paling berguna dalam
mengkonfirmasi keberadaan organism spesifik seperti Bordetella
pertusis atau Legionella pneumophila dalam koloni-koloni yang
diisolasi pada media biakan. Pemakaian pengecatan IF direk pada
spesimen-spesimen dari pasien lebih sulit dan kurang spesifik.
 Pengecatan untuk Jamur
Pengecatan seperti Calcufluor white, methenamine silver, kadang-
kadang Priodic-acid Schiff (PAS) atau yang lainnya dipakai untuk
jaringan dan spesimen lain dimana terdapat jamur atau parasit.
Pengecatan seperti itu tidak spesifik untuk mikroorganisme tertentu,
tetapi mereka bisa menentukan struktur sehingga criteria morfologis
dapat digunakan untuk identifikasi. Calcufluor white berikatan
dengan selulosa dan chitin dalam dinding sel jamur dan berpendar
di bawah sinar ultraviolet dengan panjang gelombang yang panjang.
Ini bisa menunjukkan morfologi yang bersifat diagnostic untuk
spesies (misalnya spherule dengan endospora pada infeksi
Coccidioides immitis). Kista Pneumocystis carinii teridentifikasi
secara morfologis dalam spesimen yang dicat perak. PAS digunakan
untuk mewarnai irisan jaringan bila dicurigai terdapat infeksi jamur.
Setelah isolasi primer jamur, pengecatan seperti lactophenol cotton
blue dipakai untuk membedakan pertumbuhan jamur dan untuk
mengidentifikasi organism dan morfologinya.

Spesimen yang diperiksa untuk jamur dapat diperiksa tanpa


pengecatan setelah diberi larutan KOH 10%, yang dapat merusak

48
jaringan di sekitar miselium jamur untuk memungkinkan lapang
pandang yang lebih baik terhadap bentuk hifa. Mikroskop fase
kontras kadang-kadang berguna untuk spesimen yang tidak dicat.
Mikroskop medan gelap dipakai untuk mendeteksi Treponema
paliidum dalam material dan lesi sifilis primer ataupun sekunder.
Sistem Biakan
Untuk bakteriologi diagnostic, adalah penting untuk menggunakan
beberapa jenis media untuk biakan rutin, terutama bila organism yang
dicurigai meliputi bakteri aerob, anaerob fakultatif, dan anaerob obligat.
Medium standar untuk spesimen adalah agar darah, biasanya dibuat dari
darah domba 5%. Kebanyakan organism anaerob fakultatif dan aerb akan
tumbuh pada agar darah. Agar coklat, medium yang mengandung darah
yang dipanaskan dengan ataut tanpa suplemen, adalah medium penting
kedua; beberapa organism yang tidak tumbuh pada agar darah, termasuk
neisseria dan haemofilus pathogen, akan tumbuh pada agar coklat. Medium
selektif untuk gram negative usus (agar Mac Conkey atau agar eosin-
methylene biru (EMB) adalah jenis medium ketiga yang digunakan secara
rutin. Spesimen yang dibiakkan untuk anaerob obligat harus ditempatkan
pada cawan setidaknya dengan 2 jenis media tambahan, meliputi agar yang
bersuplemen tinggi seperti brucella dengan hemin dan vitamin K serta
suatu medium selektif yang mengandung substansi-substansi yang
menghambat pertumbuhan batang gram negative usus dan bakteri anaerob
fakultatif atau kokkus anaerob gram positif. Untuk biakan mycobacterium,
biasanya digunakan media cair dan padat khusus. Media ini bisa
mengandung penghambat bakteri lain. Karena banyak mycobacterium yang
tumbuh lambat, biakan harus diinkubasi dan diperiksa secara periodic
selama berminggu-minggu.

Biakan kaldu dalam media yang diperkaya penting untuk biakan penunjang
bagi jaringan biopsy dan cairan tubuh seperti cairan serebrospinal. Biakan
kaldu biasanya memberi hasil positif bila tidak ada pertumbuhan pada
media padat karena jumlah bakteri yang ada dalam inokulum sedikit.

49
Banyak ragi akan tumbuh pada agar darah. Jamur fase miselial dan jamur
bifasik tumbuh lebih baik pada media yang dirancang khusus untuk jamur.
Agar dari infuse jantung-otak, dengan atau tanpa antibiotika dan agar
penghambat mold telah banyak menggantikan pemakaian agar dekstrosa.
Biakan untuk jamur umumnya dilakukan dalam set berpasangan, satu set
diinkubasi pada suhu 25-30°C dan yang lainnya pada suhu 35-37°C.

Pemeriksaan Infeksi Virus

1. Mikroskop elektron untuk melihat morfologi

2. Cahaya mikroskop untuk melihat pewarnaan khusus

~ Jenis virus

 virus variola badan inklusi

Gispen pewarnaan: BADAN Paschen

 Rabies spesimen virus: otak

Penjual pewarnaan: badan inklusi pada sel saraf Negri BADAN

 Molluscum contagiosum virus nodul kulit

Lugol pewarnaan: badan inklusi dalam sitoplasma sel epitel

Moluskum BADAN

3. Kultur

spesimen: tergantung pada penyakit

in vitro, in ovo, atau in vivo

4. Serologi

➢ Angkat dari titer antibodi

➢ deteksi antigen dari spesimen

50
➢ Jenis Viral identifikasi:

aglutinasi, presipitasi, fiksasi komplemen tes, netralisasi, penghambatan hemaglutinin,


FAT, ELISA, RIA, RIA

Jamur

Pengumpulan spesimen:

1. Kerokan kulit:

 membersihkan lesi kotoran atau obat-obatan topikal


 mengikis tepi luar lesi dengan scalple sebuah
 mengumpulkan kerokan dalam wadah bersih

2. Rambut:

 menghilangkan rambut dari situs yang terinfeksi dengan tang bersih


 mengumpulkan dalam wadah bersih

3. Jaringan dibiopsi:

 ditempatkan dalam wadah steril;


 tambahkan air steril atau larutan garam untuk menjaga jaringan lembab
 tidak membeku jaringan

4. Eksudat atau nanah:

 harus disedot dari abses belum dibuka


 ditempatkan dalam tabung steril dan dibawa langsung ke laboratorium
 pernah membiarkan spesimen kering

5. Dahak:

 mengumpulkan dahak pagi secepat pasien terbangun

51
 sebelum mengumpulkan dahak, pasien harus menyikat gigi atau menghapus gigi
palsu, lalu bilas mulutnya
 meminta pasien untuk mengambil batuk dalam dan meningkatkan dahak dari paru-
paru
 mengumpulkan dahak dalam bermulut lebar, kontainer steril yang dapat tertutup
rapat untuk mencegah kebocoran
 mengirimkan spesimen langsung ke laboratorium

6.Darah:
 harus dikumpulkan aseptik
 ditempatkan dalam media kultur di samping tempat tidur pasien

7.Cairan tulang belakang:

 mengumpulkan aseptik dan tempat ke dalam tabung steril


 tidak mendinginkan cairan tulang belakang

8. Urin:
 mengumpulkan dalam wadah asterile
 mengambil langsung ke laboratorium

Pengolahan spesimen:

Spesimen harus diproses sesegera mungkin:

 untuk memastikan bahwa jamur yang menginfeksi tidak mati


 untuk mengendalikan kontaminasi organisme
Jika spesimen tidak dapat promtly diproses, itu harus didinginkan (kecuali cairan
tulang belakang).

1. Dahak dan pencucian bronkial:

 memeriksa spesimen terlalu untuk bahan purulen atau caseous atau partikel
 mempersiapkan smear dan gunung basah dan menyuntik bahan ini ke media kultur
yang tepat

52
2. Cairan tulang belakang, urine dan cairan pleura:

 berkonsentrasi spesimen dengan sentrifugasi


 membuat persiapan yang basah sedimen dan menyuntik media yang sesuai dengan
sedimen yang tersisa

3. Jaringan yang diambil oleh prosedur bedah:

 menghapus materi caseous atau purulen dan tempat ke media yang tepat &
mempersiapkan persiapan basah & smear
 memotong jaringan menjadi potongan-potongan kecil dengan gunting steril dan
menggiling jaringan
Pengolahan spesimen:

Pemeriksaan mikroskopis langsung: adalah suatu langkah penting dalam


mendiagnosa penyakit jamursering memberikan yang cepat, diagnosis tentatif
(tanpa harus menunggu kultur untuk tumbuh)

 Kultur harus selalu dilakukan dengan benar mengidentifikasi jamur

 spesimen yang paling mikologi diperiksa dalam keadaan cairan (preparat basah),
termasuk KOH (atau NaOH) persiapan, tinta India. lactophenol katun biru dengan
lesung dan alu steril
 mentransfer jaringan homogen ke media yang tepat
Media kultur untuk isolasi dan identifikasi:

Pilihan yang tepat media isolasi sangat penting untuk mendapatkan diagnosis
laboratorium penyakit jamur.Jika media yang salah digunakan, jamur yang
menyebabkan penyakit mungkin tidak tumbuh.

Media kultur rutin digunakan dapat dibagi menjadi dua utama

 media isolasi primer (non-selektif atau selektif ---> mungkin mengandung


antibiotik untuk menghambat berkembang pesat jamur)
 diferensial Media, digunakan untuk mengidentifikasi genera dipilih atau atau
spesies (oleh stimulasi pertumbuhan karakteristik / sporulasi, atau oleh produksi
reaksi fisiologis pada media ini)
Media kultur untuk isolasi dan identifikasi:

53
 pemilihan media isolasi tergantung pada:
 jenis spesimen (sangat terkontaminasi, atau steril)
 agen etiologi yang dicurigai
 Sebuah media non selektif seperti Sabouraud dekstrosa agar (SDA) harus secara
rutin digunakan karena akan mendukung pertumbuhan hampir semua jamur medis
penting.Namun, tanpa penambahan agen selektif (seperti kloramfenikol dan
cycloheximide) media ini praktis tidak berguna.

4. Pemanfaatan sinar x dalam bidang kedokteran salah satunya adalah sebagai


foto rontgen. Foto rontgen merupakan gambaran atau pencitraan yang
dihasilkan oleh Sinar X yang ditembakkan ke tubuh pasien.

Gambar 3. Skema penggunaan Sinar X dalam dunia kedokteran

Pasien diposisikan diantara transmiter dan receiver dimana transmiter


merupakan sumber dari radiasi Sinar X yang akan memancarkan
gelombang Sinar X pada bagian tubuh pasien yang akan diamati.Hasil dari
pencitraan Sinar X  berupa sketsa susunan tulang-tulang pada pasien yang
diamati pada sebuah film.

Pada Foto Rongten dikenal dengan istilah densitas. Densitas


merupakan kerapat dari objek yang disinari dengan Sinar X, semakin padat

54
konsistensi dan volume suatu benda semakin tinggi pula densitasnya.
Benda-benda dengan  konsistensi padat atau cair akan berwarna putih pada
hasil Foto Rontgen (Radioopesitas). Semakin rendah konsistensi, semakin
hitam gambaran benda tersebut pada Foto Rontgen (Radiolusensi).

Gambar 4. Hasil pencitraan dari Foto Rontgen


Contoh benda berdensitas tinggi adalah,  jaringan padat seperti
tulang, organ tubuh, dan jaringan lunak (soft tissue), sementara contoh
benda berdensitas rendah adalah gas. Jaringan-jaringan tubuh dengan
volume yang lebih tebal akan mengabsorbsi sinar X lebih baik. Tulang
akan memberikan gambaran densitas yang lebih tinggi, sehingga tampak
lebih putih daripada otot atau jaringan lemak.

Metode untuk melakukan Foto Rontgen ada 2 yaitu metode proyeksi


PA (Postero Arterior) dan proyeksi AP (Artero Posterior). Proyeksi A.P
merupakan posisi pasien pada saat pemeriksaan Foto Rontgen dimana arah
Sinar X datang dari bagian depan tubuh penderita ke belakang, sedangkan
proyeksi P.A memposisikan pasien didepan arah datangnya Sinar X. Sinar
X datang dari bagian belakang tubuh penderita ke depan.

55
Perkembangan Foto Rontgen
Teknologi Rontgen sudah lama digunakan dalam dunia kedokteran,
terhitung saat fisikawan asal Jerman Wilhelm Conrad Rontgen menemukan
sinar aneh yang kemudian diberi nama Sinar X. Sinar yang ditemukan oleh
Rontgen ini mampu menembus bagian tubuh manusia sehingga sinar ini
digunakan untuk pencitraan bagian – bagian dalam tubuh.
     Dengan prinsip Fisika bahwa sinar dapat menembus bagian –
bagian tubuh, dikembangkan teknik pencitraan yang lebih baik. Teknik
pencitraan pada saat ini mengembangkan teknik pencitraan konvensional
(dua dimensi) menjadi pencitraan modern (tiga dimensi dan empat
dimensi).
     Penggunaan sinar x sebagai foto rontgen sangat bermanfaat dalam
segi pendiagnosaan penyakit, seperti yang telah di bahas sebelumnya
bahwa sinar x dapat menembus benda-benda lunak karena frekuensinya
yang tinggi. Foto rontgen generasi pertama hanya dapat menghasilkan
pencitraan 2 dimensi atau masih biasa disebut dengan foto rontgen, namun
lama kelamaan penggunaan sinar x tidak hanya digunakan sebagai foto
rontgen saja, tapi diugunakan dalam CT ( Computerized Tomografy ) dan
kemudian berkembang pula fluoroskopi.
     CT mulai digunakan oleh rumah sakit-rumah sakit sejak 1970an,
yaitu sebuah alat yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit dengan
menggunakan sinar-x yang menggunakan metode tomografy ( 3 dimensi ).
Alat ini akan menghasilkan keluaran berupa gambar 3 dimensi yang
dihasilkan oleh penyinaran yang dilakukan secara memutar.

56
Gambar 5. Hasil CT scan

Bentukan lain dari foto rontgen adalah fluoroskopi. Fluoroskopi adalah cara
pemeriksaan yang mempergunakan sifat tembus sinar Roentgen dan suatu
tabir yang bersifat fluo resensi bila terkena sinar tersebut. Fluoroskopi
terutama diperlukan untuk menyelidiki pergerakan suatu organ/sistem
tubuh seperti dinamika alat-alat peredaran darah, misalnya jantung dan
pembuluh darah besar; serta pernapasan berupa pergerakan diafragma dan
aerasi paru-paru. Karena pada fluoroskopi, baik penderita maupun
pemeriksa mungkin terpapar sinar Roentgen sehingga dapat menyebabkan
bahaya radiasi, maka perlu diperhatikan beberapa petunjuk agar bahaya
sinar dibatasi pada tingkat minimum yang masih praktis. Output alat
Roentgen harus diukur secara berkala dan tidak boleh melebihi 10 Rad per
menit disebelah atas meja pemeriksaan.

Radiologi adalah cabang atau spesialisasi kedokteran yang berhubungan


dengan studi dan penerapan teknologi pencitraan seperti x-ray dan radiasi
untuk mendiagnosa dan mengobati penyakit.

Ahli radiologi langsung sebuah array dari teknologi pencitraan (seperti


USG, computed tomography (CT), kedokteran nuklir, tomografi emisi
positron (PET) dan pencitraan resonansi magnetik (MRI)) untuk
mendiagnosa atau mengobati penyakit. Radiologi intervensi adalah kinerja

57
(biasanya minimal invasif) prosedur medis dengan bimbingan teknologi
pencitraan. Akuisisi pencitraan medis biasanya dilakukan oleh ahli
radiografi atau teknolog radiologis.

Modalitas pencitraan berikut digunakan dalam bidang radiologi diagnostik:

Proyeksi (polos) radiografi

Radiografi (atau Roentgenographs, dinamai penemu sinar-X, Wilhelm


Conrad Röntgen) yang diproduksi oleh transmisi X-Rays melalui pasien ke
perangkat menangkap kemudian diubah menjadi gambar untuk diagnosis.
Pencitraan asli dan masih sering memproduksi film diresapi perak. Dalam
Film - Layar radiografi tabung x-ray menghasilkan sinar x-ray yang
bertujuan untuk pasien. X-sinar yang melewati pasien disaring untuk
mengurangi tersebar dan kebisingan dan kemudian menyerang sebuah film
yang belum dikembangkan, memegang erat-erat ke layar fosfor
memancarkan cahaya dalam sebuah kaset cahaya-ketat. Film ini kemudian
dikembangkan kimia dan gambar muncul di film. Sekarang menggantikan
Film radiografi-Screen Digital Radiografi, DR, di mana x-ray mogok
sepiring sensor yang kemudian mengubah sinyal yang dihasilkan menjadi
informasi digital dan sebuah gambar pada layar komputer.

Radiografi polos adalah modalitas pencitraan hanya tersedia selama 50


tahun pertama radiologi. Hal ini masih studi pertama memerintahkan dalam
evaluasi paru-paru, jantung dan tulang karena lebar kecepatan, ketersediaan
dan biaya relatif rendah.

Fluoroskopi

Fluoroskopi dan angiografi adalah aplikasi khusus pencitraan X-ray, di


mana layar fluorescent dan intensifier gambar tabung dihubungkan ke
sistem televisi sirkuit tertutup. Hal ini memungkinkan real-time pencitraan
struktur dalam gerakan atau ditambah dengan agen radiocontrast. Agen
radiocontrast yang diberikan, sering ditelan atau disuntikkan ke tubuh

58
pasien, untuk menggambarkan anatomi dan fungsi pembuluh darah, sistem
Genitourinary atau saluran pencernaan. Dua radiocontrasts saat ini
digunakan. Barium (sebagai Baso 4) dapat diberikan secara lisan atau dubur
untuk evaluasi dari saluran GI. Yodium, dalam bentuk kepemilikan
beberapa, dapat diberikan melalui oral, rektal, rute intraarterial atau
intravena. Para agen radiocontrast kuat menyerap atau menyebarkan radiasi
sinar-X, dan dalam hubungannya dengan pencitraan real-time
memungkinkan demonstrasi proses dinamis, seperti peristaltik di saluran
pencernaan atau aliran darah dalam arteri dan vena. Yodium kontras
mungkin juga terkonsentrasi di daerah abnormal lebih atau kurang dari
pada jaringan normal dan membuat kelainan (tumor, kista, radang) lebih
mencolok. Selain itu, dalam keadaan tertentu udara dapat digunakan
sebagai agen kontras untuk sistem pencernaan dan karbon dioksida dapat
digunakan sebagai agen kontras dalam sistem vena, dalam kasus ini, agen
kontras melemahkan radiasi sinar-X kurang dari jaringan sekitarnya .

CT scan

Pencitraan CT menggunakan X-ray dalam hubungannya dengan algoritma


komputasi untuk citra tubuh. Dalam CT, sebuah tabung sinar-X
menghasilkan berlawanan detektor sinar-X (atau detektor) dalam alat
berbentuk cincin berputar di sekitar pasien menghasilkan sebuah komputer
yang dihasilkan penampang gambar (tomogram). CT diperoleh pada bidang
aksial, sedangkan gambar koronal dan sagital dapat diberikan oleh
rekonstruksi komputer. Agen radiocontrast sering digunakan dengan CT
untuk deliniasi ditingkatkan anatomi. Meskipun radiografi memberikan
resolusi spasial lebih tinggi, CT dapat mendeteksi variasi lebih halus dalam
redaman sinar-X. CT menghadapkan pasien untuk radiasi pengion lebih
dari sebuah radiograf. Spiral Multi-detektor CT menggunakan detektor 8,16
atau 64 selama terus bergerak pasien melalui berkas radiasi untuk
mendapatkan gambar yang lebih halus banyak detail dalam waktu yang
lebih pendek ujian. Dengan administrasi yang cepat kontras IV selama CT
scan gambar-gambar detail halus dapat direkonstruksi menjadi gambar 3D

59
arteri karotis, otak dan koroner, CTA, CT angiografi. CT scan telah
menjadi uji pilihan dalam mendiagnosis beberapa kondisi mendesak dan
muncul seperti pendarahan otak, emboli paru (penyumbatan dalam arteri
paru-paru), diseksi aorta (robeknya dinding aorta), radang usus buntu,
divertikulitis, dan batu ginjal menghalangi . Melanjutkan perbaikan dalam
teknologi CT termasuk kali pemindaian lebih cepat dan resolusi
ditingkatkan telah secara dramatis meningkatkan keakuratan dan kegunaan
CT scan dan akibatnya meningkatkan pemanfaatan dalam diagnosis medis.

Yang komersial pertama CT scanner ditemukan oleh Sir Godfrey


Hounsfield di EMI Pusat Penelitian Labs, Inggris pada tahun 1972. EMI
memiliki hak distribusi ke The Beatles musik dan itu keuntungan mereka
yang mendanai penelitian. Sir Hounsfield dan Alan McLeod McCormick
berbagi Penghargaan Nobel untuk Kedokteran pada tahun 1979 untuk
penemuan CT scan. CT scanner yang pertama di Amerika Utara dipasang
di Klinik Mayo di Rochester, MN pada tahun 1972.

USG

Medis ultrasonografi menggunakan USG (frekuensi tinggi gelombang


suara) untuk memvisualisasikan struktur jaringan lunak dalam tubuh secara
real time. Tidak ada radiasi pengion yang terlibat, tetapi kualitas gambar
yang diperoleh dengan menggunakan USG sangat tergantung pada
keterampilan orang (ultrasonographer) melakukan ujian. USG juga dibatasi
oleh ketidakmampuan untuk foto melalui udara (paru-paru, usus loop) atau
tulang. Penggunaan USG dalam pencitraan medis telah mengembangkan
sebagian besar dalam 30 tahun terakhir. Gambar USG pertama statis dan
dua dimensi (2D), tapi dengan zaman modern rekonstruksi 3D
ultrasonografi dapat diamati secara real-time; efektif menjadi 4D.

Karena USG tidak menggunakan radiasi pengion, tidak seperti radiografi,


CT scan, dan teknik kedokteran nuklir imaging, umumnya dianggap lebih
aman. Untuk alasan ini, modalitas ini memainkan peran penting dalam

60
pencitraan kandungan. Anatomi perkembangan janin dapat dievaluasi
secara menyeluruh memungkinkan diagnosis dini banyak anomali janin.
Pertumbuhan dapat dinilai dari waktu ke waktu, penting pada pasien
dengan penyakit kronis atau kehamilan akibat penyakit, dan pada
kehamilan multipel (kembar, kembar tiga dll). Warna-Flow Doppler USG
mengukur keparahan penyakit pembuluh darah perifer dan digunakan oleh
Kardiologi untuk evaluasi dinamis jantung, katup jantung dan pembuluh
besar. Stenosis dari arteri karotid bisa pertanda infark otak (stroke). DVT
pada kaki dapat ditemukan melalui USG sebelum terhalau dan perjalanan
ke paru-paru (emboli paru), yang bisa berakibat fatal jika tidak diobati.
USG berguna untuk gambar-dipandu intervensi seperti biopsi dan drainase
seperti Thoracentesis). Kecil perangkat ultrasound portabel sekarang ganti
peritoneal lavage di triage korban trauma dengan langsung menilai
keberadaan perdarahan di peritoneum dan integritas jeroan utama termasuk
limpa, hati dan ginjal. Hemoperitoneum ekstensif (perdarahan di dalam
rongga tubuh) atau cedera pada organ utama mungkin memerlukan
eksplorasi bedah muncul dan perbaikan.

MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI menggunakan medan magnet yang kuat untuk menyelaraskan inti


atom (biasanya proton hidrogen) di dalam jaringan tubuh, kemudian
menggunakan sinyal radio untuk mengganggu sumbu rotasi inti ini dan
mengamati sinyal frekuensi radio yang dihasilkan sebagai inti kembali ke
negara awal mereka ditambah semua sekitarnya daerah. Sinyal radio yang
dikumpulkan oleh antena kecil, yang disebut gulungan, ditempatkan di
dekat daerah tertentu. Keuntungan dari MRI adalah kemampuannya untuk
menghasilkan gambar di aksial, koronal, sagital pesawat miring dan
beberapa dengan mudah sama. MRI scan memberikan kontras jaringan
lunak terbaik dari semua modalitas pencitraan. Dengan kemajuan dalam
pemindaian kecepatan dan resolusi spasial, dan perbaikan dalam algoritma
3D komputer dan perangkat keras, MRI telah menjadi alat dalam radiologi
muskuloskeletal dan neuroradiology.

61
Salah satu kelemahan adalah bahwa pasien harus terus diam selama jangka
waktu yang lama dalam ruang, bising sempit sedangkan imaging dilakukan.
Claustrophobia cukup parah untuk mengakhiri ujian MRI dilaporkan dalam
sampai 5% pasien. Perbaikan terbaru dalam desain magnet, termasuk
bidang magnet yang lebih kuat (3 teslas), ujian kali memperpendek, lebih
luas, membosankan magnet lebih pendek dan desain magnet lebih terbuka,
telah membawa beberapa bantuan untuk pasien sesak napas. Namun, dalam
kekuatan medan magnet yang sama sering ada trade-off antara kualitas
gambar dan desain terbuka. MRI memiliki manfaat besar dalam pencitraan
otak, tulang belakang, dan sistem muskuloskeletal. Modalitas saat ini
kontraindikasi untuk pasien dengan alat pacu jantung, implan koklea,
beberapa pompa obat berdiamnya, jenis tertentu dari klip aneurisma
serebral, fragmen logam di mata dan beberapa perangkat keras metalik
karena medan magnet kuat dan kuat sinyal radio berfluktuasi tubuh
terkena . Wilayah kemajuan potensial termasuk pencitraan fungsional, MRI
jantung, serta MR terapi gambar dipandu.

Kedokteran Nuklir

Pencitraan kedokteran nuklir melibatkan administrasi ke pasien


radiofarmasi terdiri dari zat dengan afinitas untuk jaringan tubuh tertentu
diberi label dengan perunut radioaktif. Para pelacak yang paling umum
digunakan adalah Technetium-99m, Yodium-123, Iodine-131, Gallium-67
dan Thallium-201. Jantung, paru-paru, tiroid, hati, kandung empedu, dan
tulang umumnya dievaluasi untuk kondisi tertentu menggunakan teknik ini.
Sementara detail anatomi terbatas dalam studi ini, kedokteran nuklir ini
berguna dalam menampilkan fungsi fisiologis. Fungsi ekskretoris pada
ginjal, kemampuan berkonsentrasi yodium dari aliran, tiroid darah ke otot
jantung, dll dapat diukur. Perangkat pencitraan utama adalah kamera
gamma yang mendeteksi radiasi yang dipancarkan oleh pelacak dalam
tubuh dan menampilkannya sebagai gambar. Dengan pemrosesan
komputer, informasi yang dapat ditampilkan sebagai aksial, gambar
koronal dan sagital (SPECT gambar, tunggal emisi photon computed

62
tomography). Dalam perangkat yang paling modern Kedokteran Nuklir
gambar dapat menyatu dengan CT scan diambil kuasi-secara bersamaan
sehingga informasi fisiologis dapat dilakukan overlay atau co-terdaftar
dengan struktur anatomis untuk meningkatkan akurasi diagnostik.

PET, (positron emission tomography), pemindaian juga berada di bawah


"kedokteran nuklir." Dalam PET scan, zat biologis aktif radioaktif, paling
sering Fluorin-18 fluorodeoxyglucose, disuntikkan ke pasien dan radiasi
yang dipancarkan oleh pasien terdeteksi untuk menghasilkan multi-planar
gambar tubuh. Jaringan lebih aktif metabolisme, seperti kanker, zat aktif
berkonsentrasi lebih dari jaringan normal. PET gambar dapat
dikombinasikan dengan gambar CT untuk meningkatkan akurasi
diagnostik.

Aplikasi kedokteran nuklir dapat mencakup pemindaian tulang yang secara


tradisional memiliki peran yang kuat dalam work-up/staging kanker.
Pencitraan perfusi miokard adalah ujian penyaringan sensitif dan spesifik
untuk iskemia miokard reversibel. Molekuler Imaging adalah perbatasan
yang baru dan menarik dalam bidang ini.

5. Pemeriksaan Kimia Klinik

Pemeriksaan laboratorium yang berdasarkan pada reaksi kimia dapat


digunakan darah, urin atau cairan tubuh lain. Terdapat banyak pemeriksaan
kimia darah di dalam laboratorium klinik antara lain uji fungsi hati, otot
jantung, ginjal, lemak darah, gula darah, fungsi pankreas, elektrolit dan
dapat pula dipakai beberapa uji kimia yang digunakan untuk membantu
menegakkan diagnosis anemi.

Uji fungsi hati meliputi pemeriksaan kadar protein total & albumin,
bilirubin total & bilirubin direk, serum glutamic oxaloacetate transaminase
(SGOT/AST) & serum glutamic pyruvate transaminase (SGPT/ALT),
gamma glutamyl transferase (γ-GT), alkaline phosphatase (ALP) dan

63
cholinesterase (CHE). Pemeriksaan protein total dan albumin sebaiknya
dilengkapi dengan pemeriksaan fraksi protein serum dengan teknik
elektroforesis. Dengan pemeriksaan elektroforesis protein serum dapat
diketahui perubahan fraksi protein di dalam serum. Pemeriksaan
elektroforesis protein serum ini menunjukkan perubahan fraksi protein
lebih teliti dari hanya memeriksa kadar protein total dan albumin serum.

Uji fungsi jantung dapat dipakai pemeriksaan creatine kinase (CK),


isoenzim creatine kinase yaitu CKMB, N-terminal pro brain natriuretic
peptide (NT pro-BNP) dan Troponin-T. Kerusakan dari otot jantung dapat
diketahui dengan memeriksa aktifitas CKMB, NT pro-BNP, Troponin-T
dan hsCRP. Pemeriksaan LDH tidak spesifik untuk kelainan otot jantung,
karena hasil yang meningkat dapat dijumpai pada beberapa kerusakan
jaringan tubuh seperti hati, pankreas, keganasan terutama dengan
metastasis, anemia hemolitik dan leukemia.

Uji fungsi ginjal terutama adalah pemeriksaan ureum dan kreatinin. Ureum
adalah produk akhir dari metabolisme protein di dalam tubuh yang
diproduksi oleh hati dan dikeluarkan lewat urin. Pada gangguan ekskresi
ginjal, pengeluaran ureum ke dalam urin terhambat sehingga kadar ureum
akan meningkat di dalam darah. Kreatinin merupakan zat yang dihasilkan
oleh otot dan dikeluarkan dari tubuh melalui urin. Oleh karena itu kadar
kreatinin dalam serum dipengaruhi oleh besar otot, jenis kelamin dan fungsi
ginjal. Di Laboratorium Klinik Utama Bio Medika pemeriksaan kadar
kreatinin dilaporkan dalam mg/dl dan estimated GFR (eGFR) yaitu nilai
yang dipakai untuk mengetahui perkiraan laju filtrasi glomerulus yang
dapat memperkirakan beratnya kelainan fungsi ginjal.

Beratnya kelainan ginjal diketahui dengan mengukur uji bersihan kreatinin


(creatinine clearance test/CCT). Creatinine clearance test/CCT
memerlukan urin kumpulan 24 jam, sehingga bila pengumpulan urin tidak
berlangsung dengan baik hasil pengukuran akan mempengaruhi nilai CCT.

64
Akhir-akhir ini, penilaian fungsi ginjal dilakukan dengan pemeriksaan
cystatin-C dalam darah yang tidak dipengaruhi oleh kesalahan dalam
pengumpulan urin. Cystatin adalah zat dengan berat molekul rendah,
dihasilkan oleh semua sel berinti di dalam tubuh yang tidak dipengaruhi
oleh proses radang atau kerusakan jaringan. Zat tersebut akan dikeluarkan
melalui ginjal. Oleh karena itu kadar Cystatin dipakai sebagai indikator
yang sensitif untuk mengetahui kemunduran fungsi ginjal.

Pemeriksaan lemak darah meliputi pemeriksaan kadar kolesterol total,


trigliserida, HDL dan LDL kolesterol. Pemeriksaan tersebut terutama
dilakukan pada pasien yang memiliki kelainan pada pembuluh darah seperti
pasien dengan kelainan pembuluh darah otak, penyumbatan pembuluh
darah jantung, pasien dengan diabetes melitus (DM) dan hipertensi serta
pasien dengan keluarga yang menunjukkan peningkatan kadar lemak darah.
Untuk pemeriksaan lemak darah ini, sebaiknya berpuasa selama 12 - 14
jam. Bila pada pemeriksaan kimia darah, serum yang diperoleh sangat
keruh karena peningkatan kadar trigliserida sebaiknya pemeriksaan diulang
setelah berpuasa > 14 jam untuk mengurangi kekeruhan yang ada. Untuk
pemeriksaan kolesterol total, kolesterol HDL dan kolesterol LDL tidak
perlu berpuasa. Selain itu dikenal pemeriksaan lipoprotein (a) bila
meningkat dapat merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung
koroner.

Pemeriksaan kadar gula darah dipakai untuk mengetahui adanya


peningkatan atau penurunan kadar gula darah serta untuk monitoring hasil
pengobatan pasien dengan Diabetes Melitus (DM). Peningkatan kadar gula
darah biasanya disebabkan oleh  Diabetes Melitus atau kelainan hormonal
di dalam tubuh. Kadar gula yang tinggi akan dikeluarkan lewat urin yang
disebut glukosuria. Terdapat beberapa macam pemeriksaan untuk menilai
kadar gula darah yaitu pemeriksaan gula darah sewaktu, kadar gula puasa,
kadar gula darah 2 jam setelah makan, test toleransi glukosa oral, HbA 1c,
insulin dan C-peptide. Kadar gula darah sewaktu adalah pemeriksaan kadar

65
gula pada waktu yang tidak ditentukan. Kadar gula darah puasa bila
pemeriksaan dilakukan setelah pasien berpuasa 10 - 12 jam sebelum
pengambilan darah atau sesudah makan 2 jam yang dikenal dengan gula
darah 2 jam post-prandial. Pasien DM dalam pengobatan, tidak perlu
menghentikan obat pada saat pemeriksaan gula darah puasa dan tetap
menggunakan obat untuk pemeriksaan gula darah post-prandial.
Pemeriksaan kadar gula darah puasa dipakai untuk menyaring adanya DM,
memonitor penderita DM yang menggunakan obat anti-diabetes; sedangkan
glukosa 2 jam post-prandial berguna untuk mengetahui respon pasien
terhadap makanan setelah 2 jam makan pagi atau 2 jam setelah makan
siang. Kadar gula darah sewaktu digunakan untuk evaluasi penderita DM
dan membantu menegakkan diagnosis DM.  Selain itu dikenal pemeriksaan
kurva harian glukosa darah yaitu gula darah yang diperiksa pada jam 7
pagi, 11 siang dan 4 sore, yang bertujuan untuk mengetahui kontrol gula
darah selama 1 hari dengan diet dan obat yang dipakai. Pada pasien dengan
kadar gula darah yang meragukan, dilakukan uji toleransi glukosa oral
(TTGO). Pada keadaan ini pemeriksaan harus memenuhi persyaratan:

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien harus makan karbohidrat yang


cukup.
2. Tidak boleh minum alkohol.
3. Pasien harus puasa 10 – 12 jam tanpa minum obat, merokok dan olahraga
sebelum pemeriksaan dilakukan.
4. Di laboratorium pasien diberikan gula 75 g glukosa dilarutkan dalam 1
gelas air yang harus dihabiskan dalam waktu 10 – 15 menit atau 1.75 g per
kg berat badan untuk anak.
5. Gula darah diambil pada saat puasa dan 2 jam setelah minum glukosa.

Insulin adalah merupakan hormon yang dihasilkan oleh pankreas pada sel
beta pulau Langerhans. Berkurangnya aktifitas insulin akan menyebabkan
terjadinya Diabetes Melitus. Pemeriksaan aktifitas insulin bila diduga
terdapat insufisiensi insulin, peningkatan kadar insulin pada pasien dengan
hipoglikemia. Pengukuran aktifitas insulin ini tidak dipengaruhi oleh

66
insulin eksogen. Insulin berasal dari pro insulin yang mengalami proteolisis
menjadi C-peptide. C-peptide dipakai untuk mengetahui sekresi insulin
basal.

Untuk pemantauan DM dilakukan uji HbA1c. Pemeriksaan ini


menunjukkan kadar gula darah rerata selama 1 – 3 bulan. Dalam keadaan
normal, kadar HbA1c berkisar antara 4 – 6% dan bila gula darah tidak
terkontrol, kadar HbA1c akan meningkat. Oleh karena itu, penderita dengan
kadar gula darah yang normal bukan merupakan petanda DM terkontrol.
DM terkontrol bila kadar HbA1c normal. Hasil pemeriksaan HbA1c akan
lebih rendah dari sebenarnya bila didapatkan hemoglobinopati seperti
thalassemia. Oleh karena itu, penderita DM sebaiknya melakukan
pemeriksaan analisa hemoglobin untuk mengetahui kelainan tersebut dalam
menilai hasil pemeriksaan HbA1c . Akhir – akhir ini uji HbA1c selain untuk
monitoring pengobatan, dipakai untuk diagnosis DM.

Pankreas menghasilkan enzim amilase dan lipase. Amilase selain


dihasilkan oleh pankreas juga dihasilkan oleh kelenjar ludah dan hati yang
berfungsi mencerna amilum/karbohidrat. Kadar amilase di dalam serum
meningkat pada radang pankreas akut. Pada keadaan tersebut, keadaan
amilase meningkat setelah 2 – 12 jam dan mencapai puncak 20 – 30 jam
dan menjadi normal kembali setelah 2 – 4 hari. Gejala yang timbul berupa
nyeri hebat pada perut. Kadar amilase ini dapat pula meningkat pada
penderita batu empedu dan pasca bedah lambung.

Lipase adalah enzim yang dihasilkan oleh pankreas yang berfungsi


mencerna lemak. Lipase akan meningkat di dalam darah apabila ada
kerusakan pada pankreas. Peningkatan kadar lipase dan amilase terjadi
pada permulaan penyakit pankreatitis, tetapi lipase serum meningkat
sampai 14 hari, sehingga pemeriksaan lipase bermanfaat pada radang
pankreas yang akut stadium lanjut.

67
Untuk pembentukan hemoglobin dibutuhkan antara lain besi, asam folat
dan vit. B12. Besi merupakan unsur yang terbanyak didapatkan di darah
dalam bentuk hemoglobin, serum iron (SI), total iron binding capacity
(TIBC) dan ferritin. Pemeriksaan SI bertujuan mengetahui banyaknya besi
yang ada di dalam serum yang terikat dengan transferin, berfungsi
mengangkut besi ke sumsum tulang. Serum iron diangkut oleh protein yang
disebut transferin, banyaknya besi yang dapat diangkut oleh transferin
disebut total iron binding capacity (TIBC). Saturasi transferin mengukur
rasio antara kadar SI terhadap kadar TIBC yang dinyatakan dalam persen.
Ferritin adalah cadangan besi tubuh yang sensitif, kadarnya menurun
sebelum terjadi anemia. Pada anemia tidak selalu terjadi perubahan pada
SI, TIBC dan ferritin tergantung pada penyebab anemia. Pada anemia
defisiensi besi, kadar SI dan saturasi transferin menurun sedangkan TIBC
akan meningkat/normal dan cadangan besi tubuh menurun. Pengukuran
asam folat dan vitamin B12 bertujuan untuk mengetahui penyebab anemia.

Natrium (Na) merupakan kation ekstraseluler terbanyak, yang fungsinya


menahan air di dalam tubuh. Na mempunyai banyak fungsi seperti pada
otot, saraf, mengatur keseimbangan asam-basa bersama dengan klorida (Cl)
dan ion bikarbonat. Kalium (K) merupakan kation intraseluler terbanyak.
Delapan puluh – sembilan puluh persen K dikeluarkan oleh urin melalui
ginjal. Oleh karena itu, pada kelainan ginjal didapatkan perubahan kadar K.
Klorida (Cl) merupakan anion utama didalam cairan ekstraseluler. Unsur
tersebut mempunyai fungsi mempertahankan keseimbangan cairan dalam
tubuh dan mengatur keseimbangan asam-basa.

Kalsium (Ca) terutama terdapat di dalam tulang. Lima puluh persen ada
dalam bentuk ion kalsium (Ca), ion Ca inilah yang dapat dipergunakan oleh
tubuh. Protein dan albumin akan mengikat Ca di dalam serum yang
mengakibatkan penurunan kadar ion Ca yang berfungsi di dalam tubuh.
Oleh karena itu untuk penilaian kadar Ca dalam tubuh perlu diperiksa kadar
Ca total, protein total, albumin dan ion Ca.

68
Fosfor (P) adalah anion yang terdapat di dalam sel. Fosfor berada di dalam
serum dalam bentuk fosfat. Delapan puluh sampai delapan puluh lima
persen kadar fosfat di dalam badan terikat dengan Ca yang terdapat pada
gigi dan tulang sehingga metabolism fosfat mempunyai kaitan dengan
metabolisme Ca. Kadar P yang tinggi dikaitkan dengan gangguan fungsi
ginjal, sedangkan kadar P yang rendah mungkin disebabkan oleh kurang
gizi, gangguan pencernaan, kadar Ca yang tinggi, peminum alkohol,
kekurangan vitamin D, menggunakan antasid yang banyak pada nyeri
lambung.

Di Laboratorium Klinik Utama Bio Medika, pemeriksaan tersebut di atas


dilakukan dengan menggunakan alat pemeriksaan kimia otomatis
(chemistry analyzer) dengan menjamin mutu hasil pemeriksaan dengan
pemantapan kualitas yang memadai.

PERBEDAAN TRANSUDAT EXUDAT


TRANSUDAT EXUDAT
- Bukan proses radang - Proses radang
- Bakteri (-) - Bakteri (+)
- Steril - Tidak steril
- Warna kuning muda - Warna bermacam-
- Jernih dan encer macam
- Bj 1006—1015 ( < 1018) tergantung penyebabnya
- Tidak menyusun bekun - Kental dan keruh
- Fibrinogen (-)
- Jumlah lekosit < 500 sel/ul - Bj 1018—1030 ( >1018 )
- Kadar protein < 2,5 g/dl - Menyusun bekuan
- Kadar glukosa sama dengan - Fibrinogen (+)
plasma darah - Jumlah lekosit > 500
- Zat lemak(-) sel/ul
- LDH 60% - Kadar protein > 4 g/dl
- Fibrinigen 300 - 400 mg/dl - Kadar glukosa lebih

69
kecil dan
plasma darah
- Zat lemak (+)
- LDH 60%
- Fibrinogen 4—6 g/l

70

Anda mungkin juga menyukai