Pendahuluan
Seorang laki-laki 60 tahun datang ke poliklinik RS ukrida dengan keluhan utama benjolan
pada leher sejak bulan SMRS. Pasien mengaku benjolan ini tidak nyeri dan kelainan ini
disertai demam dan keringat dingin terutama pada malam hari, adanya batuk disangkal.
Pasien mengaku hanya mengkonsumsi makanan alami tanpa adanya pengawet. Dikeluarga
segitiga leher dorsal dan supra-(retro)klavikular. Biasanya tumor ganas bermetastasis dahulu
ke kelenjar superfisial baru ke kelenjar dalam, kecuali tumor yang letaknya di hipofaring
Pembesaran kelenjar getah bening dapat disebabkan oleh banyak sebab, seperti halnya
infeksi sistemik, peradangan, bakteri maupun virus. Manifestasi klinis tersebut pun berbeda-
beda dari etiologi penyakit tersebut. Virus yang biasanya menginfeksi kelenjar getah bening
dan menimbulkan manifestasi yang berbahaya ada virus EBV (Epstein-Barr Virus).
1
Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian
pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung. Tujuan dari
anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan.
Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan
pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien
yuang profesional dan optimal.1
Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting yang meliputi identitas
pasien, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga,
riwayat pribadi, sosial-ekonomi-budaya. Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
suku, agama, status perkawinan, pekerjaan, dan alamat rumah. Data ini sangat penting karena
data tersebut sering berkaiatan dengan masalah klinik maupun gangguang sistem organ
tertentu. Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang membawa pasien minta pertolongan
dokter atau petugas kesehatan lainnya.1
Pembesaran KGB sering ditemukan menyertai infeksi virus yang sembuh sendiri,
tetapi bisa juga timbul akibat kondisi serius seperti keganasan atau TB. Penting untuk
mempertimbangkan patologi pada daerah yang dialiri oleh KGB yang membesar.2
Riwayat penyakit sekarang 2
Kelenjar getah bening mana yang diperhatikan membesar dan sudah berapa lama?
Apakah masih bertambah besar? Apakah nyeri?
Adakah gejala penyerta (misalnya penurunan berat badan, demam, keringat malam,
pruritus, nyeri akibat alkohol, batuk, nyeri tenggorokan, dan ruam)? (Penurunan berat
badan, demam, keringat malam adalah gejala 'B' dari limfoma.)
Adakah kontak dengan demam kelenjar, TB? Infeksi lain?
Riwayat penyakit dahulu 2
Adakah riwayat penyakit serius lain? Adakah riwayat keganasan. TB, bepergian, atau
memelihara hewan?
Obat-obatan 2
Riwayat pemakaian obat jangka panjang atau alergi terhadap suatu obat?
Pemakaian obat epilepsi seperti fenitoin?
Pemeriksaan Fisik
Palpasi pembesaran kelenjar getah bening di leher terutama supraklavikular, aksiler dan
inguinal. Perbesaran / kelainan organ, seperti lien dan hati yang teraba membesar. Perlu
diperhatikan pula penyakit gastrointestinal, pulmonalis, dan gigi.1,3,4,5,
Inspeksi:
Kesimetrisan, massa, dan jaringan parut pada regio servikal
Pembesaran kelenjar ludah parotis atau submandibular
Nodus limfatikus regio servikal
Palpasi: raba nodus limfatikus secara berurutan, preaurikuler, aurikular posterior,
oksipital, tonsilar, submandibular, submental, servikal superfisial, servikal posterior, servikal
profunda, supraklavikular.
Perhatikan ukuran, bentuk, batas (dsikrit atau menyatu), mobilitas, konsistensi, dan
setiap nyeri tekan pada nodus limfatikus. N = shotty kecil, mobile, diskrit, tidak nyeri. 1,3,4,5,
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin (DPL dan GDT), uji fungsi hati dan uji fungsi ginjal merupakan
bagian penting dalam pemeriksaan medis, tetapi tidak memberi keterangan tentang luas
penyakit dan keterlibatan oragan bersangkutan. Aspirasi sumsum tulang (BMP) pada spina
iliaca juga dapat dilakukan untuk menunjang pemeriksaan dan untuk keperluan staging.
Pada pasien penyakit hodgkin, non-hodgkin, penyakit neoplastik atau kronik lainnya
mungkin ditemukan anemia normokromik normositik derajat sedang yang berkaitan dengan
penurunan kadar besi dan kapasitas ikat besi, tetapi dengan simpanan besi yang normal atau
meningkat di sumsum tulang. Eosinofilia, dan trombositosis, LED meningkat, hiperkalsemi
(karena osteoklas) dan hiperurikemia.3
Pemeriksaan PA
Kelenjar limfe merupakan bagian utama system imun perifer dan menjadi bengkak
akibat spectrum luas penyakit-penyakit infeksi, keganasan, autoimun, dan penyakit
metabolic. Pembengkaakn kelenjar limfe merupakan temuan klinis yang dapat menyebabkan
sejumlah tindakan diagnostic dan terapeutik.6
Kelenjar limfe adalah organ limfoid perifer yang berhubungan dengan sirkulasi
pembuluh limfatik aferen dan eferen. Fibroblast adalah tipe sel dominan pada kapsul dan
trabekula kelenjar limfe. Sel retikula yang berasal dari fibroblast adalah sel oentokong yang
sering ditemukan dalam folikel dan pusat germinativum, misalnya sel B pada kelenjar limfe.
Makrofag jaringan berasal dari monosit sirkulasi berada di seluruh kelenjar yang sehat.
Pada perbesaran kelenjar limfe, dibutuhkan biopsi untuk menegakkan diagnosis. Salah satu
diagnosis banding limfadenopati servikal adalah limfoma Hodgkin, yang ditemukan
gambaran khas yaitu sel Reed-Stenberg. Sel ini menghasilkan faktor yang menginduksi
akumulasi dari reaksi limfosit, makrofag, dan granulosit. Pada kebanyakan LH, sel neoplastik
Reed Sternberg dibentuk dari sel germinal atau pusat sel B post-germinal. Pembahasan lebih
lanjut mengenai gambaran PA limfoma Hodgkin ada di bagian diagnosis banding. 6
Etiologi
Faktor penyebab limfadenopati secara umum dapat berupa infeksi, penyakit autoimun,
malignansi, histiosit, storage disease, hyperplasia jinak, dan reaksi obat.5
Infeksi
Infeksi yang dapat menyebabkan antara lain infeksi mononucleosis, Roseola infantum
(human herpes virus 6), cytomegalovirus (CMV), varicella, and adenovirus all cause
generalized lymphadenopathy. Infeksi bakteri seperti Salmonella typhi, syphilis, plague,
and tuberculosis.
Malignansi
Limfadenopati sistemik muncul pada 2/3 kasus anak acute lymphoblastic leukemia
(ALL) dan 1/3 kasus anak acute myeloblastic leukemia (AML). Nodul pada malignansi
biasanya lebih keras dan susah digerakan, tetapi hal ini mungkin saja salah karena nodul
jinak biasa dihubungkan dengan reaksi fibrotic sehingga jadi lebih keras.
Storage diseases
Limfadenopati timbul pada penyakit penyimpanan lipid. Pada Niemann-Pick disease,
sphingomyelin lipid lainnya terakumulasi di limpa, hati, KGB, dan SSP. Pada penyakit
Gaucher terjaid akumulasi glukoseramid di limpa, KGB dan sumsum tulang.
Drug reactions:
Fenitoin, mefenitoin, pirimeta,im, fenilbutazon, alopurinol, dan isoniazid.
Sementara untuk limfadenopati servikal penyebabnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu infeksi
dan noninfeksi.
Penyebab Infeksi5
Epidemiologi
Kebanyakan menyerang pada usia 15-34 tahun, kemudian pada usia > 50 tahun. Lebih
sering pada laki-laki (pada masa kanak-kanak, >80% kejadian pada laki laki), orang kulit
putih dan orang orang dengan social ekonomi yang tinggi. Angka kejadian dari Hodgkins
lymphoma di Amerika Serikat adalah 4 dari 100,000 orang. Disana terdapat >8000 kasus baru
dari Hodgkins lymphoma yang di diagnonsa setiap tahunnya di AS.
Patofisiologi
Limfadenopati atau perbesaran kelenjar limfoid adalah perbesaran limfe sebagai
respon terhadap proliferasi limfosit B atau limfosit T. Penyebab yang mungkin adalah respon
terhadap peradangan di nodul (limfadenitis), limfosit atau makrofag neoplastik (limfoma)
atau makrofag metabolite-laden di penyakit Graucher. Limfadenopati regional biasanya
menandakan adanya infeksi local, sementara limfadenopati generalisata menandakan adanya
penyakit sistemik.
Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem vaskular
darah. Biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran limfe jaringan,
dan limfe yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan akhirnya bergabung kembali
kedarah vena. Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi kenaikan yang menyolok pada
aliran limfe dari daerah itu. Dalam perjalanan peradangan akut, lapisan pembatas pembuluh
limfe yang terkecil agak meregang, sama seperti yang terjadi pada venula, dengan demikian
memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang masuk kedalam pembuluh limfe.
Bagaimanapun juga, selama peradangan akut tidak hanya aliran limfe yang bertambah, tetapi
kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang sama.
Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe
menguntungkan karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang
dengan mengosongkan sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang dapat
menimbulkan cedera dapat dibawa oleh pembuluh limfe dari tempat peradangan primer
ketempat yang jauh dalam tubuh. Dengan cara ini, misalnya, agen-agen yang menular dapat
menyebar. Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan oleh kelenjar limfe
regional yang dilalui oleh cairan limfe yang bergerak menuju kedalam tubuh, tetapi agen atau
bahan yang terbawa oleh cairan limfe mungkin masih dapat melewati kelenjar dan akhirnya
mencapai aliran darah. Nodul servikal ada di lidah, telinga luar, glandula arotis, dan struktur
leher bagian dalam termasuk laring, tiroid, trakea. Proses peradangan yang terjadi di daerah
tersebut dapat menyebabkan hyperplasia kelenjar yang bersangkutan sehingga menyebabkan
limfadenopati servikal.
Kelenjar limfe berfungsi sebagai tempat sel yang memperkenalkan antigen, sel T dan
sel B berkontak dengan antigen, yang dengan struktur tertentu meningkatkan interaksi sel T,
sel B, dan sel yang mempresentasikan antigen secara optimum. Dalam keadaan normal,
interaksi seperi itu menyebabkan efisiensi pengenalan antigen, aktivasi dengan reaksi imun
seluler dan humoral, dan berakhir dengan pembasmian antigen. Dalam respon imun normal,
stimulasi antigen dan makrofag dan limfosit di kelenjar limfe sangat mempengaruhi
peredaran limfosit. 4
Salah satu efek paling awal dari antigen adalah meningkatkan aliran darah melalui
daerah yang terkena, yang dalam selama stimulasi antigen dapat mencapai 10-25 kali nilai
normal. Limfosit mengelompok di nodus yang terstimulasi antigen dengan meingkatkan
peredaran melalui nodus, menurunkan keluarnya limfosit dari nodus yang terstimulasi
antigen, dan proliferasi dari sel T dan B yang berespon. Kelenjar limfe membesar mencapai
15 kali normal dalam 5 sampai 10 hari setelah stimulasi antigen.4
Diagnosis Kerja
Limfoma maligna
Limfoma maligna terbagi menjadi Hodgkins limfoma dan Non-Hodgkins limfoma.
Limfoma hodgkin dan non-hodgkin dibedakan dengan keberadaan reed-sternberg sel dan T
atau B-cell associated antigens. Sel RS mempunyai ekspresi CD15 (antigen golongan darah
lewis x yang berfungsi sebagai reseptor adhesi) dan CD30.3
Limfoma Hodgkin
Limfoma ini memiliki distribusi himodal dengan puncaknya pada dewasa muda dan
puncak yang lain pada manula. Tanda khas pada penyakit ini adalah sel Reed-Stcrnhcrg.
Penyebabnya tidak diketahui. Pemeriksaan epidemiologis/serologis menemukan
kemungkinan adanya kaitan dengan EBV. Genom virus EBV ditemukan pada 80% spesimen
biopsi. Terdapat sedikit peningkatan risiko pada anggota keluarga penderita. Sebagian besar
pasien dalang dengan limfadenopati pada leher dan di tempat lain (lebih jarang). Gejala B
dapat terjadi. Terkadang pasien dalang dengan keluhan akibat limpadenopati masif seperti
obstruksi vena kava superior. Diagnosis ditegakkan dengan melakukan biopsi pada nodus
limfatikus yang terkena.8
Diagnosis Banding
Limfadenitis6,10
Limfadenitis akut nonspesifik
Dapat bersifat lokal maupun umum, yang disebabkan oleh infeks virus maupun bakteri.
Kelenjar membengkak, merah abu-abu, dengna gambaran histologik: Large germinal centers
(mitotik), jika infeksi oelh kuman piogenik akan banyak ditemukan infltrat netrofil. Pada
infeksi berat, dapat ditemukan nekrosis hingga abses.
Limfadenitis Tuberkulosis11
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet
yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam.
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama
kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran
linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka
penderita tersebut dianggap tidak menular.
Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara
dan lamanya menghirup udara tersebut. Manifestasi klinis: Batuk terus menerus dan berdahak
selama 3 (tiga) minggu atau lebih. Gejala Lain Yang Sering Dijumpai : Dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak napas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun,
berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa
kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan; terdapat limfadenitis. Limfadenitis disini tidak
menimbulkan gejala yang spesifik yang menunjukan bahwa seseorang terkena TBC.
Pemeriksaan fisik terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva
mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat
badan menurun. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisis, TB paru sulit dibedakan dengan
pneumonia biasa. Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimptomatik dan penyakit baru
dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji
tuberkulin yang positif.
Pada pemeriksaan radiologis, awal penyakit, lesi masih merupakan sarang-sarang
pneumonia, gambaran berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas yang tidak tegas. Bila
lesi sudah diliputi jaringan ikat, bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas tegas
(tuberkuloma). Pada cavitas, bayangan berupa cincin, mula-mula berdinding tipis, lama-lama
dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Pada kalsifikasi, bayangan tampak bercak-bercak
padat dengan densitas tinggi. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai adalah
penebalan pleura, efusi pleura (empiema), pneumotoraks. Pemeriksaan radiologis lain adalah
bronkografi, CT scan, dan MRI.
Manifestasi Klinis
Tabel 3. Gambaran Klinis limfoma hodgkin dan limfoma non Hodgkin. 3
Limfoma hodgkin Limfoma non-hodgkin
Limfadenopati (konsistensi rubbery dan tidak
Limfadenopati
nyeri)
Malaise umum: BB turun, demam 38C 1
Demam
minggu, keringat malam
Hepatosplenomegali Pembesaran organ
Keluhan organ: lambung, nasofaring, kuliK
Neuropati
gatal
Tanda-tanda obstruksi: edema ekstremitas sindrom
Anemia
vena cava, kompresi medula spinalis
Limfoma Hodgkins
Penyakit dapat muncul pada semua usia tetapi jarang pada anak dan memiliki insidens
puncak pada dewasa muda. Predominansi pria terhadap wanita mendekati 2:1. Gejala-gejala
berikut sering ditemukan.9
1. Kebanyakan pasien datang dengan pembesaran kelenjar limfe superfisial yang tak
nyeri (nyeri spontan atau tekan), asimetris, padat, diskret, dan kenyal. Kelenjar
limfe servikal terlibat pada 60-70% pasien, kelenjar limfe aksila pada sekitar 10-
15% dan kelenjar inguinal pada 6-12%. Pada sebagian kasus ukuran kelenjar limfe
berkurang secara spontan. Kelenjar-kelenjar limfe tersebut dapat menyatu.
Penyakit biasanya bersifat lokal, mula-mula di satu region kelenjar getah bening
perifer lalu menyebar secara kontinuitatum di dalam sistem limfe. Kelenjar limfe
retroperitoneum juga sering terkena tetapi biasanya terdiagnosis hanya dengan
bantuan computerized tomograph (CT) scan.
2. Splenomegaly ringan terjadi selama perjalanan penyakit pada 50% pasien. Hati
juga mungkin membesar akibat terkena penyakit ini.
3. Keterlibatan mediastinum ditemukan pada hampir 10% pasien saat diagnosis. Ini
adalah gambaran pada tipe sklerotikans nodular, terutama pada wanita muda.
Mungkin terjadi efusi pleura atau obstruksi vena kava superior
4. Limfoma Hodgkin pada kulit terjadi sebagai komplikasi tahap lanjut pada sekitar
10% pasien. Organ lain (mis. sumsum tulang, saluran cerna, tulang, paru,
kordaspinalis, atau otak) juga mungkin terkena, bahkan saat pasien pertama kali
datang, tetapi hal ini tidak lazim,
5. Gejala konstitusi menonjol pada pasien dengan penyakit yang luas. Dapat dijumpai
hal-hal berikut:
Demam terjadi pada sekitar 30% pasien dan bersifat kontinyu
atau siklik;
Pruritus, yang sering parah, terjadi pada sekitar 25% pasien;
Nyeri diinduksi oleh alcohol di bagian yang terkena penyakit
terjadi pada sebagian pasien;
Gejala konstitusi lain mencakup penurunan berat, keringat
berlebihan (khususnya malam hari), malese, kelemahan otot, anoreksia, dan
kakeksia. Komplikasi hematologis dan infeksi dibahas di bawah
Temuan hematologis dan biokimia9
1. Anemia normokromik normositik adalah yang tersering. Keterlibatan sumsum tulang
jarang pada awak penyakit terapi tetapi jika terjadi maka dapat timbul gagal sumsum
tulang disertai anemia leukoeritroblastik.
2. Sepertiga pasien mengalami neutrofilia; sering terjadi eosinophilia
3. Penyakit tahap lanjut berkaitan dengan limfopenia dan turunnya imunitas selular.
4. Jumlah tromnosit normal atau meningkat selama awal penyakit, dan berkurang pada
tahap-tahap lanjut.
5. Laju endap darah dan protein C-reaktif biasanya meningkat dan bermanfaat untuk
memantau perkembangan penyakit.
6. Laktat dehydrogenase serum meningkat pada awal penyakit pada 30-40% kasus.
Penatalaksanaan
Terapi radiasi hanya digunakan sebagai penatalaksanaan awal untuk pasien dengan
stage IA dengan keterlibatan KGB leher dan LED yang rendah. Kebanyakan pasien dengan
stage I dan II mendapatkan terapi kombinasi dari kemoterapi jangka pendek ABVD
(adriamisin, bleomicin, vinblastine, dacarbazine) atau Stanford V (doxorubicin, vinblastine,
bleomycin, vincristine, nitrogen mustard, prednisone, etoposide) dengan radioterapi jaringan
yang bersangkutan. Pasien dengan stage III dan IV mendapat kemoterapi penuh ABVD atau
Stanford V. pasien dengan stage II dan massa mediastinal besar membutuhkan kemoterapi
penuh dari ABVD dan Stanford V ditambah dengan radioterapi mediastinal.9
Komplikasi
Timbulnya keganasan kedua atau sekunder
Disfungsi endokrin yang kebanyakan adalah tiroid dan gonadal
Penyakit cvs terutama mereka yang mendapat kombinasi radiasi dan pemberian
antrasiklin terutama yang dosisnya banyak (dose related)
Penyakit pada paru pada mereka yang mendapat radiasi dan bleomisin yang juga dose
related
Pada anak-anak dapat terjadi gangguan pertumbuhan
Prognosis
Prognosis bergantung pada usia, stadium, dan histologi. International Prognostic Score
(Skor Prognostik Internasional, Indeks Hansclever) bermanfaat untuk pasien dengan penyakit
tahap lanjut. Skor ini mencakup tujuh faktor dan masing-masing dari faktor tersebut berkaitan
dengan penurunan 8% angka bebas penyakit 5 tahun. Secara keseluruhan, 85% pasien dapat
disembuhkan.9
Pemantauan jangka panjang pasien mengungkapkan adanya beban besar penyakit yang
timbul belakangan setelah pengobatan. Kanker sekunder misalnya kanker paru dan kanker
payudara tampaknya berkaiatan dengan radioterapi sementara mielodisplasia atau leukemia
myeloid akut lebih berkaitan dengan pemakaian obat-obat pengalkil. Limfoma non-hodgkin
dan kanker lain juga meningkat frekuensinya dibandingkan dengan control. Komplikasi
limfoma Hodgkin yang tidak maligna adalah sterilitas, komplikasi usus, penyakit arteri
koronaria, dan komplikasi jantung dan paru lainnya akibat raidasi mediastinum atau
kemoterapi. Hal-hal ini menjadi alasan utama mengapa kini sedang diteliti rejimen-rejimen
pengobatan yang kurang intensif.9
Kesimpulan
Laki laki berusia 60 tahun yang datang dengan keluhan adanya benjolan pada leher
sejak 2 bulan yang lalu, dengan benjolan yang tidak nyeri, adanya demam dan keringat dingin
terutama pada malam hari dan pada pemeriksaan fisik di dapatkan pembersaran getah bening
cervical anterior dextra dan subclavicula yang multiple, tidak kemerahan dan tidak nyeri.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan: Hb: 11, Ht: 53, leukosit : 8000, trombosit: 240,000,
FNAB: ditemukan sel radang kronis. Di duga menderita Hodgkins lymphoma, stadium IIB.
Daftar Pustaka
1. Bickley LS, Szilagyi PG. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesahatan; Alih
bahasa: Hartono A; Editor: Dwijayanthi L, Novrianti A, Karolina S. Ed.8.
Jakarta,EGC;2009.h.166-8; 238-9
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga.
2006. h.86
3. Reksodiputro AH, Irawan C. Limfoma non-hodgkin. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid 2 edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.1251-60
4. Sumantri R, Penyakit hodgkin. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2 edisi
ke 5. Jakart: Interna Publishing; 2009.h.1262-5
5. Sabiston DC. Buku Ajar Bedah, Essential of Surgery; Alih bahasa: Andrianto
P; Editor: Ronardy DH. Jakarta, EGC; 1994.h.322-9
6. Kumar V, Abbas A.K, Fausto,N, Aster,J.C. Robbin and cotran pathologic basic
of disease. 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010. P.616-21.
7. Sutton D. ed. Textbook of radiology and imaging. 7 th ed. Vol-1. Philadelphia:
Elsevier; 2003. p.513-5
8. Davey P .At the glance medicine. Jakarta: EMS. 2011.h. 161-2
9. Hoffbrand AV, Moss PAH. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 6. Jakarta: EGC.
2013. h.230-3.
10. Underwood JCE. General and Systematic Pathology. Ed 4, Brtitish:Elsevier
Limited;2004.h.597-608
11. Amin Z dan Bahar A. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid 2, Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia,2006.h.1803-08