Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN LIMFOMA BURKITT

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Limfoma adalah sejenis kanker yang tumbuh akibat mutasi sel limfosit (sejenis sel
darah putih) yang sebelumnya normal. Hal ini berakibat sel abnormal menjadi ganas.
Seperti halnya limfosit normal, limfosit ganas dapat tumbuh pada berbagai organ dalam
tubuh termasuk kelenjar getah bening, limpa, sum-sum tulang, darah maupun organ
lainnya. Terdapat dua macam kanker sistem limfatik yaitu: penyakit Hodgkin dan
Limfoma Non-Hodgkin (NHL). NHL adalah sekelompok penyakit keganasan yang saling
berkaitan yang mengenai sistem limfatik.
Limfoma non Hodgkin adalah suatu keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat
padat yang cukup sering dijumpai pada anak dengan frekuensi 3% dari seluruh kanker. Di
Indonesia frekuensi relatif Limfoma Non Hodgkin jauh lebih tinggi di bandingkan
dengan limfoma Hodgkin. Pada tahun 2000 di Amerika Serikat diperkirakan terdapat
54.900 kasus baru, dan 26.100 orang meninggal karena Limfoma Non Hodgkin (LNH).
Di Amerika Serikat, 5 % kasus LNH baru terjadi pada anak laki-laki, dan 4 % pada anak
perempuan per tahunnya.. Lebih dari 45.000 anak-anak didiagnosis sebagai Limfoma non
Hodgkin (LNH) setiap tahun di Amerika Serikat.
Limfoma Burkitt merupakan limfoma non-Hodgkin tingkat tinggi yang berasal dari
limfosit B dan menyebar ke daerah luar sistem getah bening, seperti darah, sumsum
tulang, cairan spinalis, susunan saraf pusat. Limfoma jenis ini bisa dialami semua usia,
namun paling sering terjadi pada anak-anak, orang dewasa muda, terutama pada pria.
Penyakit ini juga bisa terjadi pada penderita AIDS.
Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan II sering
dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara stadium III dan IV
dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.
a. Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu kelenjar
getah bening.
b. Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah
bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh dada atau perut.

c. Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar
getah bening, serta pada dada dan perut.
d. Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening setidaknya pada
satu organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru, atau otak.
2. Etiologi
a. Imunodefisiensi
25 % kelainan herediter langka yang berhubungan dengan terjadinya LNH antara
lain adalah : severe combined immunodeficiency, hypogamaglobulinemia, common
variable

immunodeficiency,

Wiskott-Aldrich

syndrome,

dan

ataxia-

telangiectasia. Limfoma yang berhubungan dengan kelainan-kelainan tersebut


seringkali dihubungkan pula dengan Epstein-Barr virus (EBV) dan jenisnya beragam,
b.

mulai dari hiperplasia poliklonal sel B hingga limfoma monoklonal.


Agen Infeksius
EBV (Epstein-Barr) DNA ditemukan pada 95 % limfoma Burkit endemik, dan
lebih jarang ditemukan pada limfoma Burkit sporadik. Karena tidak pada semua
kasus limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV terhadap
terjadinya limfoma Burkit belum diketahui. Sebuah hipotesis menyatakan bahwa
infeksi awal EBV dan faktor lingkungan dapat meningkatkan jumlah prekursor yang
terinfeksi EBV dan meningkatkan resiko terjadinya kerusakan genetik. EBV juga
dihubungkan dengan posttransplant lymphoproliferative dissorders (PTLDs) dan

AIDS-associated lymphomas.
c. Paparan Lingkungan dan Pekerjaan
Beberapa pekerjaan yang sering dihubungkan dengan resiko tinggi adalah
peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan
herbisida dan pelarut organik.
d. Diet dan Paparan Lainnya
Resiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak
hewani, merokok, dan yang terkena paparan unlraviolet.
3. Patofisiologi
Telah diketahui bahwa perjalan penyakit LNH terjadi secara limfogen dengan
melibatkan rantai kelenjar getah bening yang saling berhubungan dan merambat dari satu
tempat ketempat yang berdekatan. Meskipun demikian, hubungan antara kelenjar getah
bening pada leher kiri dan daerah aorta pada LNH jenis folikular tidak sejelas seperti apa
yang terlihat pada LNH jenis difus.

Walaupun pada LNH timbul gejala-gejala konstitusional (demam, penurunan berat


badan, berkeringat pada malam hari) : namun insidennya lebih rendah dari pada penyakit
Hodgkin. Ditemukan adanya limfadenopati difus tanpa rasa nyeri, Dapat menyerang satu
atau seluruh kelenjar limfe perifer. Beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein,
dimana suhu tubuh meninggi selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal
atau di bawah normal selama beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala lainnya timbul
berdasarkan lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma.
Biasanya adenopati hilus tidak ditemukan, tetapi sering ditemukan adanya efusi
pleura. Kira-kira 20% atau lebih penderita menunjukkan gejala-gejala yang berkaitan
dengan pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal atau mesentrium dan timbul bersama
nyeri abdomen atau defekasi yang tidak teratur. Sering didapatkan dapat menyerang
lambung dan usus halus yang ditandai dengan gejala yang mirip dengan gejala tukak
lambung, anoreksia, penurunan berat badan, nausea, hematemesis, dan melena. Penyakitpenyakit susunan saraf pusat walaupun jarang terjadi tetap dapat timbul pada limfoma
histisitik difus (imunoblastik sel besar).
5. Manifestasi Klinis
a. Pembesaran kelenjar getah bening
b. Dapat timbul komplikasi saluran cerna
c. Nyeri punggung dan leher
d. Kelelahan (keluhan anemia)
e. Demam (38C 1 minggu tanpa sebab)
f. Keringat malam yang membasahi pakaian tidur dan alas tidur
g. Penurunan berat badan (10% dalam waktu 6 bulan)
h. Dapat dijumpai hepato/splenomegali.
i. Gejala pada organ lain seperti kulit, otak, testis dan tiroid dapat dijumpai.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Radioterapi
1) Untuk penyakit yang terlokalisir (derajat I)
2) Untuk ajuvan pada bulky dissease
3) Untuk tujuan paliatif pada stadium lanjut
b. Pemeriksaan biopsy kelenjar atau massa tumor untuk mengetahui subtype LNH, bila
perlu sitologi jarum halus (FN HB) ditempat lain yang dicurigai.
c. Ct-Scan atau USG abdomen, untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar getah
bening pada aorta abdominal atau KGB lainnya, massa tumor abdomen, dan
metastase kebagian intraabdominal.

d. Pencitraan toraks (PA dan lateral) untuk mengetahui pembesaran kelenjar media
stinum, bila perlu CT scan toraks.
e. Pemeriksaan THT untuk melihat keterlibatan cincin waldeyer terlibat dilanjutkan
dengan tindakan gastroskopi
f. Jika diperlukan pemeriksaan bone scan atau bone survey untuk melihat keterlibatan
tulang.
7. Penatalaksanaan Medis
a. Kemoterapi dengan banyak obat (Siklofosfamid, Klorambusil, Rituximab,
b.
c.
d.
e.
f.

Fludarabin)
Antibiotik untuk mencegah infeksi
Transfusi untuk mengatasi anemia
Pencangkokan sumsum tulang dapat diusahakan untuk jenis-jenis leukemia tertentu
Terapi untuk leukemia kronik mungkin lebih konservatif
Terapi yang dijelaskan di atas dapat menimbulkan gejala yaitu peningkatan depresi
sumsum tulang lebih lanjut, mual dan muntah

Derajat keganasan rendah


a. Kemotreapi obat tunggal atau ganda, peroral
b. Radioterapi paliatif
Derajat keganasan menengah
a. Stadium I IIa : radioterapi atau kemoterapi parenteral kombinasi
b. Stadium IIb IV : kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan untuk
tujuan paliatif
Derajat keganasan tinggi
a. Selalu kemoterapi parenteral kombinasi (lebih agresif)

b. Radioterapi hanya berperan untuk tujuan paliatif


8. Komplikasi
a. Akibat langsung penyakitnya
1) Penekanan terhadap organ khususnya jalan nafas, usus dan saraf
2) Mudah terjadi infeksi, bisa fatal
b. Akibat efek samping pengobatan
1) Aplasia sumsum tulang
2) Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin
3) Gagal ginjal oleh obat sisplatinum
4) Neuritis oleh obat vinkristin
9. Prognosa
Pada limfoma Burkitt endemik dan sporadik, tumor ini sangat agresif, tetapi potensial
dapat disembuhkan. Pengobatan sebaiknya secepat mungkin, disebabkan karena waktu
penggandaan yang pendek dari tumor.
Limfoma Burkitt endemik sangat sensitif terhadap polikemoterapi. Dengan rejimen
kemoterapi kombinasi intensif angka kesembuhan diatas 90% pada pasien dengan
penyakit stadium dini dan 60-80% pada pasien lanjut. Hasil ini lebih baik pada anak-anak
dibandingkan orang dewasa. Walaupun pasien dengan stadium lanjut, termasuk dengan
keterlibatan sumsum tulang dan CNS, dapat disembuhkan dengan program pengobatan
dosis tinggi.
Kekambuhan, jika terjadi, biasanya dijumpai pada tahun pertama setelah diagnosa.
Pasien dengan tidak adanya kekambuhan setelah dua tahun dapat dianggap sembuh.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA LIMFOMA BURKITT
1. Pengkajian
a. Aktifitas /istirahat
Gejala : Kelelahan, kelemahan atau malaise umum.
Kehilangan produktifitas dan penurunan toleransi latihan.
Kebutuhan tidar dan istirahat lebih banyak.
Tanda : Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban dan tanda lain yang
menunjukkan kelelahan.
b. Sirkulasi
Gejala
: Palpitasi, angina/nyeri dada.
Tanda
: Takikardia, disritmia.
Sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena pembesaran nodus limfa
adalah kejadian yang jarang).
Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obtruksi
duktus empedu dan pembesaran nodus limfa(mungkin tanda lanjut).

Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.


c. Integritas ego
Gejala
: Faktor stress, misalnya sekolah, pekerjaan, keluarga.
Takut/ansietas sehubungan dengandiagnosis dan kemungkinan takut mati.
Takut sehubungan dengan tes diagnostik dan modalitas pengobatan (kemoterapi dan
terapi radiasi).
Masalah finansial biaya rumah sakit, pengobatan mahal, takut kehilangan pekerjaan
sehubungan dengan kehilangan waktu kerja.
Status hubungan : takut dan ansietas sehubungan menjadi orang yang tergantung pada
keluarga.
Tanda
: Berbagai perilaku, misalnya marah, menarik diri, pasif.
d. Eliminasi
Gejala
: Perubahan karakteristik urine dan atau feses.
Riwayat Obstruksi usus, contoh intususepsi, atau sindrom malabsorbsi (infiltrasi dari
nodus limfa retroperitoneal).
Tanda : Nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran pada palpasi
(hepatomegali)
Nyeri tekan pada kudran kiri atas dan pembesaran pada palpasi (splenomegali).
Penurunan haluaran urine urine gelap/pekat, anuria (obstruksi uretal/ gagal ginjal).
Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih lanjut).
e. Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia/kehilangna nafsu makan\
Disfagia (tekanan pada easofagus)
Adanya penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sama dengan 10% atau
lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet.
Tanda : Pembengkakan pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan (sekunder
terhadap kompresi venakava superior oleh pembesaran nodus limfa).
Ekstremitas : edema ekstremitas bawah sehubungan dengan obtruksi vena kava
inferior dari pembesaran nodus limfa intraabdominal (non-Hodgkin).
Asites (obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa
intraabdominal).
f. Neurosensori
Gejala : Nyeri saraf (neuralgia) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran
nodus limfa pada brakial, lumbar, dan pada pleksus sakral.
Kelemahan otot, parestesia.
Tanda : Status mental letargi, menarik diri, kurang minatumum terhadap sekitar.
Paraplegia (kompresi batang spinaldari tubuh vetrebal, keterlibatan diskus pada
kompresiegenerasi, atau kompresi suplai darah terhadap batng spinal).

g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan/nyeri pada nodus limfa yang terkena misalnya, pada sekitar
mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebra), nyeri tulang umum
(keterlibatan tulang limfomatus).
Nyeri segera pada area yang terkena setelah minum alkohol.
Tanda
:Fokus pada diri sendiri, perilaku berhati-hati.
h. Pernafasan
Gejala : Dispnea pada kerja atau istirahat; nyeri dada.
Tanda Dispnea, takikardia
Batuk kering non-produktif
Tanda
: Distres pernapasan, contoh peningkatan frekwensi pernapasan dan
kedaalaman penggunaan otot bantu, stridor, sianosis.
Parau/paralisis laringeal (tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laringeal).
i. Seksualitas
Gejala : Masalah tentang fertilitas/ kehamilan (sementara penyakit tidak
mempengaruhi, tetapi pengobatan mempengaruhi).
Penurunan libido.
j. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluargaa (lebih tinggi insiden diantara keluarga pasien
Hodgkin dari pada populasi umum).
Pekerjaan terpajan pada herbisida (pekerja kayu/kimia).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut b.d agen injuri biologi.
b. Hyperthermia b.d tidak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi.
c. Nutrisi Kurang dari kebutuhan Tubuh b.d penurunan nafsu makan
d. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d pembesaran nodus medinal / edema jalan nafas.

3. Intervensi dan Rasional


No.
1.

Diagnosa
Kriteria Hasil/ Tujuan Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Nyeri Akut b.dTujuan:
1. Kaji skala nyeri 1.
dengan
agen injuri biologi Setelah
Dilakukan
PQRST.
tindakan
keperawatan
Selidiki
dan
selama 3x 24 jam,
laporkan
perubahan
diharapkan nyeri dapat
nyeri dengan
berkurang, dengan KH:

Rasionalisasi
Untuk mengetahui
skala nyeri klien
dan
untuk
mempermudah
dalam menentukan
intervensi
selanjutnya.

1. Klien

dapat

memanagemen
pengetahuan tentang
penyakit akut
2. Klien
mengontrol

dapat
tingkat

gejala penyakitnya
3. Skala nyeri 0-3
4. Wajah klien tidak
meringis .
5. Klien
memegang
nyeri.
2 Hyperthermia b.d
tidak efektifnya
termoregulasi
sekunder terhadap
inflamasi

Tujuan:

tidak
daerah

tepat.
2. Teknik relaksasi dan
2. Ajarkan klien
distraksi
yang
teknik relaksasi
diajarkan
kepada
dan distraksi.
klien,
dapat
3. Kolaborasi
membantu
dalam
dalam
mengurangi
pemberian obat
persepsi
klien
analgetik.
terhadap nyeri yang
dideritanya.
3. Obat analgetik dapat
mengurangi
atau
menghilangkan
nyeri yang diderita
oleh klien

1. Observasi
suhu 1. Dengan memantau
tubuh klien.
suhu tubuh klien
Setelah
Dilakukan
dapat mengetahui
tindakan
keperawatan2. Berikan kompres
hangat pada dahi,
keadaan klien dan
selama 3x 24 jam,
aksila, perut dan
juga
dapat
diharapkan suhu tubuh
lipatan paha.
mengambil tindakan
klien turun / dalam
keadaan normal, dengan3. Anjurkan
dan
dengan tepat.
KH :
berikan
minum 2. Kompres
dapat
suhu tubuh dalam batas
yang
banyak
menurunkan suhu
normal
(35,9-37,5
kepada
klien
tubuh klien.
derajat celcius).
(sesuai
dengan 3. Dengan
banyak
kebutuhan cairan
minum diharapkan
tubuh klien).
dapat
membantu
4. Kolaborasi dalam
menjaga
pemberian
keseimbangan
antipiretik.
cairan dalam tubuh
klien.
4. Antipiretik
dapat
menurunkan suhu
tubuh.
Ketidakseimban Tujuan:
1. Kaji riwayat nutrisi, 1. Mengidentifikasi
gan nutrisi :
termasuk makanan
defisiensi
nutrisi
Setelah
Dilakukan
lebih sedikit dari
yang disukai.
dan juga untuk
tindakan
keperawatan

kebutuhan
selama 3x 24 jam, 2.
tubuh
b.d diharapkan
kebutuhan
anoreksia/
nutrisi
klien
dapat
penurunan nafsu terpenuhi dengan KH : 3.
makan .
1. Menunjukkan
peningkatan BB/ BB
stabil.
4.
2. Nafsu makan klien
meningkat.
3. Klien menunjukkan5.
perilaku perubahan
pola hidup untuk
mempertahankan
berat badan yang
sesuai.

Bersihan jalan
nafas
tidak
efektif
b.d
pembesaran
nodus medinal /
edema
jalan
nafas.

Observasi dan catat


masukan makanan
klien.
2.
Timbang
berat
badan klien tiap3.
hari.
Berikan
makan
sedikit
namun
frekuensinya sering.
Kolaborasi dalam4.
pemberian
suplemen nutrisi.

intervensi
selanjutnya.
Mengawasi
masukan kalori.
Mengawasi
penurunan
berat
badan
dan
efektivitas
intervensi nutrisi.
Meningkatkan
pemasukan kalori
secara total dan juga
untuk
mencegah
distensi gaster.
5. Meningkatkan
masukan
protein
dan kalori.
Tujuan:
1. Kaji
frekuensi1. Memudahkan dalam
melakukan prosedur
Setelah
Dilakukan pernafasan,
terapiutik
kepada
tindakan
keperawatan kedalaman, irama.
pasien klien.
selama 3x 24 jam,2. Tempatkan
diharapkan
bersihan pada posisi nyaman,2. Klien dan keluarga
dengan klien
dapat
jalan
nafas
klien biasanya
efektif/normal
dengan kepala tempat tidur mengetahui proses
tinggi/atau
duduk penyakit
yang
KH :
1. Klien dapat tegak ke depan kaki diderita oleh klien.
digantung.
bernafas
3. Bantu dengan teknik
dengan
nafas dalam dan atau
normal/efekti
pernafasan
bibir
f.
2. Klien bebas /diafragma.
bila
dari dispnea, Abdomen
diindikasikan.
sianosis.
respon
3. Tidak terjadi4. Kaji
tanda distress pernafasan terhadap
aktivitas.
pernafasan.

DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo,Aru W,dkk.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:Departemen Ilmu Penyakit


dalam FKUI.

Tarwanto & Wartonah. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.

Nanda Internasional. 2013. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta :
EGC

dr. Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan Penyakit Dalam.
Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai