Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hidrosefalus merupakan kerusakan jaringan saraf otak karena adanya

peningkatan tekanan yang disebabkan kelebihan jumlah cairan serebrospinal (CSS)

dalam rongga serebrospinalis (Muttaqin, 2008:238). Hydrocephalus Association

(2017) menyatakan bahwa untuk setiap 1.000 kelahiran di Amerika Serikat, 1 Hingga

2 bayi menderita hidrosefalus. Selain itu, Hydrocephalus Association (2017) juga

menyatakan bahwa hidrosefalus adalah alasan paling umum untuk operasi pada anak-

anak. Sementara itu, Hani Yahya Assegaf sebagai penggagas Azizah Foundation yang

merupakan lembaga informal yang secara khusus memberi perhatian kepada penderita

hidrosefalus, menyatakan bahwa di Indonesia hidrosefalus memiliki potensi ratio 1

dari 1.500 kelahiran bayi.

Hidrosefalus adalah suatu keadaan dimana terjadi penambahan volume dari

cairan serebrospinal (CSS) didalam ruangan ventrikel dan ruang subarakhnoid.

Keadaan ini disebabkan oleh karena terdapat ketidakseimbangan antara produksi dan

absorbsi dari cairan serebrospinal. Sedangkan insiden hidrosefalus congenital

bervariasi untuk tiap-tiap populasi yang ada. Hershey BL mengatakan kebanyakan

hidrosefalus pada anak-anak adalah congenital yang biasanya sudah tampak pada masa

bayi. Jika hidrosefalus mulai tampak setelah umur 6 bulan biasanya bukan karena

congenital. Mujahid Anwar, dkk mendapatkan 40-50 % bayi dengan perdarahan intra

ventrikuler derajat 3 dan 4 mengalami hidrosefalus.

Hidrosefalus yang terjadi sebagai komplikasi meningitis bakteri dapat dijumpai

pada semua usia termasuk orang dewasa, tetapi lebih banyak diderita oleh anak-anak.

Berdasarkan hasil rekapan dari 20 penyakit terbesar di RSUD Arifin Achmad pada

1
tahun 2006, hidrosefalus menempati urutan ke 20 dengan jumlah penderita yang

dirawat sebanyak 53 orang.

Atas dasar masalah diatas masalah kelompok tertarik untuk mengangkat

masalah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Ny.Y dengan Hidrosefalus di

Ruang GBST Lantai II RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau”.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mendapatkan gambaran umum tentang Hidrosefalus dan mampu

memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan Hidrocefalus.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian terhadap Ny.Y dengan Hidrosefalus.

b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan terhadap Ny.Y dengan

Hidrosefalus.

c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan terhadap Ny.Y dengan

Hidrosefalus.

d. Mampu melakukan tindakan keperawatan terhadap Ny.Y dengan Hidrosefalus.

e. Mampu mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan terhadap Ny.Y dengan

Hidrosefalus.

C. Manfaat

1. Bagi Masyarakat

Makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai penyakit

Hidrosefalus

2. Bagi tenaga kesehatan

Makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk

memberikan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien dengan Hidrosefalus

2
3. Bagi penulis

Penulis berharap dapat menambah wawasan pada pasien dengan penyakit

Hidrosefelus

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Hidrosefalus

1. Pengertian Hidrosefalus

Menurut Suriadi, (2016) hidrocepalus adalah akumulasi cairan serebrospinal

dalam ventrikel cerebral, ruang subarachnoid, atau ruang subdural. Sedangkan

menurut. Darto Suharso, (2009) Hidrosepalus adalah kelainan patologis otak yang

mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan

tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel. Menurut

Dwita (2017) Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon

yang berarti kepala. Hidrosefalus merupakan penumpukan CSS yang secara aktif

dan berlebihan pada satu atau lebih ventrikel otak atau ruang subarachnoid yang

dapat menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak. Menurut Suriadi, (2010)

Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan

bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang

berlebihan maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan

intrakanial yang meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan- ruangan tempat

aliran cairan serebrospinalis.

Menurut pendapat lain Suharso D, (2009) Hidrosefalus adalah kelainan

patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau

pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran

ventrikel. Menurut pendapat Nining, (2008) Hidrocephalus adalah sebuah kondisi

yang disebabkan oleh produksi yang tidak seimbang dan penyerapan dari cairan

cerebrospinal (CSS) di dalam sistem Ventricular. Ketika produksi CSS lebih besar

dari penyerapan, cairan cerebrospinal mengakumulasi di dalam sistem Ventricular.

4
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hidrosefalus merupakan

penumpukan CSS yang secara aktif dan berlebihan pada satu atau lebih ventrikel

otak atau ruang subrachnoid yang dapat menyebakan dilatasi sistem ventrikel otak

dimana keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan

serebrospinal, disebabkan baik oleh produksi yang berlebihan maupun

gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan intracranial yang

meninggi sehingga terjadi pelebaran di ruangan-ruangan tempat aliran cairan

serebrospinal.

2. Anatomi dan Fisiologi

a. Anatomi

Darsono, (2005) mengatakan bahwa cairan serebrospinal (CSS)

dibentuk di dalam sistem ventrikel serebrum, terutama oleh pleksus koroideus.

Masing-masing dari keempat ventrikel mempunyai jaringan pleksus koroideus

yang terdiri atas lipatan vilosa dilapisi oleh epitel dan bagian tengahnya yang

mengandung jaringan ikat dengan banyak pembuluh darah. Cairan dibentuk

melalui sekresi dan difusi aktif. Terdapat sumber CSS nonkonroid tetapi aspek

pembentukan cairan ini masih belum diketahui sebelumnya. Sistem ventrikel

terdiri atas sepasang ventrikel lateral, masing- masing dihubungkan oleh

akuaduktus Sylvii ke ventrikel keempat tunggal yang terletak di garis tengah

dan memiliki tiga lubang keluar, sepasang foramen Luschka di sebelah lateral

dan sebuah foramen magendie di tengah. Lubang- lubang ini berjalan menuju

ke sebuah sistem yang saling berhubungan dan ruang subaraknoid yang

mengalami pembesaran fokal dan disebut sisterna. Sisterna pada fosa posterior

berhubungan dengan ruang subaraknoid diatas konveksitas serebrum melalui

jalur yang melintasi tentorium. Ruang subaraknoid spinalis berhubungan

5
dengan ruang subaraknoid intrakranium melalui sisterna basalis. Sementara itu,

aliran CSS netto adalah dari ventrikel lateral menuju ventrikel ketiga kemudian

ke ventrikel keempat lalu ke sisterna basalis, tentorium, dan ruang subaraknoid

di atas konveksitas serebrum ke daerah sinus sagitalis, tempat terjadinya

penyerapan ke dalam sirkulasi sistemik.

Sebagian besar penyerapan CSS terjadi melalui vilus araknoidalis dan

masuk kedalam saluran vena sinus sagitalis, tetapi cairan juga diserap melintasi

lapisan ependim system ventrikel dan di ruang subaraknoid spinalis. Prasetio

(2004) mengatakan bahwa pada orang dewasa normal, volume total CSS adalah

sekitar 150 mL, yang 25% nya terdapat di da lam sistem ventrikel. CSS

terbentuk dengan kecepatan sekitar 20 mL/jam, yang mengisyaratkan bahwa

perputaran CSS terjadi tiga sampai empat kali sehari.

b. Fisiologi

Pembentukan CSF Normal CSF diproduksi + 0,35 ml / menit atau

500 ml / hari dengan demikian CSF di perbaharui setiap 8 jam. Pada anak

dengan hidrosefalus, produksi CSF ternyata berkurang + 0, 30 / menit. CSF

di bentuk oleh:

1) Plexus choroideus (yang merupakan bagian terbesar).

2) Parenchym otak.

3) Arachnoid

Sirkulasi CSF Melalui pemeriksaan radio isotop, ternyata CSF

mengalir dari tempat pembentuknya ke tempat ke tempat absorpsinya.

CSF mengalir dari II ventrikel lateralis melaluisepasang foramen Monro

ke dalam ventrikel III, dari sini melalui aquaductus Sylvius menuju

ventrikel IV. Melalui satu pasang foramen Lusckha CSF mengalir

6
cerebello pontine dan cisterna prepontis. Cairan yang keluar dari

foramen Magindie menuju cisterna magna. Dari sini mengalir

kesuperior dalam rongga subarachnoid spinalis dan ke cranial menuju

cisterna infra tentorial. Melalui c isterna di supratentorial dan kedua

hemisfere cortex cerebri. Sirkulasi berakhir di sinus Doramatis di mana

terjadi absorbsi melalui villi arachnoid (Allan H. Ropper, 2011).

3. Etiologi

Menurut Darsono,(2012 ) Cairan Serebrospinal merupakan cairan jernih

yang diproduksi dalam ventrikulus otak oleh pleksus koroideus, Cairan ini

mengalir dalam ruang subaraknoid yang membungkus otak dan medula spinalis

untuk memberikan perlindungan serta nutrisi (Cristine Brooker:The Nurse’s

Pocket Dictionary). CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus

khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater

dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor

serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem

eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90- 150 ml, anak umur 8- 10

tahun 100- 140 ml, bayi 40- 60 ml, neonatus 20- 30 ml dan prematur kecil 10- 20

ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500- 1500 ml .DeVito EE et al,

(2007:32) Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen

monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus

Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam

ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis

menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler (Allan H.

Ropper, 2011). Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan

serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam

7
sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid, akibat

penyumbatan terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2011).

Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan

absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun

dalam klinik sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang

sering terdapat pada bayi dan anak ialah :

a. Kelainan Bawaan (Kongenital)

1) Stenosis akuaduktus Sylvii

Merupakan penyebab terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak

(60- 90%). Aqueduktus dapat merupakan saluran yang buntu sama

sekali atau abnormal, yaitu lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala

hidrosefalus terlihat sejak lahit atau progresif dengan cepat pada bulan -

bulan pertama setelah kelahiran.

2) Spina bifida dan kranium bifida

Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan

dengan sindrom Arnould- Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis

dengan medulla oblongata dan cerebellum letaknya lebih rendah dan

menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau

total.

3) Sindrom Dandy- Walker

Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendie yang

menyebabkan hidrosefalus obtruktif dengan pelebaran system ventrikel

terutama ventrikel IV, yang dapat sedemikian besarnya sehingga

merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa pascaerior.

8
4) Kista araknoid dan anomali pembuluh darah

Dapat terjadi congenital tapi dapat juga timbul akibat trauma

sekunder suatu hematoma.

b. Infeksi

Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat

terjadi obliterasi ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut

meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi

mekanik eksudat pirulen di aqueduktus sylviin atau system basalis.

Hidrosefalus banyak terjadi pada klien pasca meningitis. Pembesaran

kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah

sembuh dari meningitis. Secara patologis terlihat pelebaran jaringan

piamater dan arahnoid sekitar system basalis dan daerah lain. Pada

meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen teru tama terdapat di

daerah basal sekitar sistem kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan

pada meningitis purunlenta lokasisasinya lebih tersebar.

c. Neoplasma

Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap

tempat aliran CSS. Pengobatannya d alam hal ini di tujukan kepada

penyebabnya dan apabila tumor tidak di angkat, maka dapat di lakukan

tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS melalui saluran buatan atau

pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii

biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian

depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.

d. Perdarahan

9
Menurut Allan H. Ropper, 2011:360 Perdarahan sebelum dan

sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen

terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat

organisasi dari darah itu sendiri.

4. Manifestasi Klinis

Darsono, (2005) mengatakan bahawa Tanda awal dan gejala hidrosefalus

tergantung pada derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi

CSS Gejala- gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi

intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi

dua golongan, yaitu :

a. Hidrosefalus terjadi pada masa neonates

Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus

kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya

adalah 35- 40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah

selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi

terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa.

Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang- tulang

kepala menjadi sangat tipis. Vena- vena di sisi samping kepala tampak

melebar dan berkelok.

b. Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak- kanak

Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai

manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat

disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan

visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien – pasien

hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang

10
progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu

tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di

atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi

intrakranial lainnya yaitu: Fontanel anterior yang sangat tegang, Sutura

kranium tampak atau teraba melebar, Kulit kepala licin mengkilap dan

tampak vena- vena superfisial menonjol, Fenomena ‘mata hari tenggelam’

(sunset phenomenon).

5. Patofisiologi

Menurut pendapat Harsono (2015). Pembentukan cairan serebrospinal

terutama dibentuk di dalam sistem ventrikel. Kebanyakan cairan tersebut

dibentuk oleh pleksus koroidalis di ventrikel lateral, yaitu kurang lebih sebanyak

80% dari total cairan serebrospinalis. Kecepatan pembentukan cairan

serebrospinalis lebih kurang 0,35- 0,40 ml/menit atau 500 ml/hari, kecepatan

pembentukan cairan tersebut sama pada orang dewasa maupun anak- anak.

Dengan jalur aliran yang dimulai dari ventrikel lateral menuju ke foramen

monro kemudian ke ventrikel 3, selanjutnya mengalir ke akuaduktus sylvii,

lalu ke ventrikel 4 dan menuju ke foramen luska dan magendi, hingga

akhirnya ke ruang subarakhnoid dan kanalis spinalis. Secara teoritis, terdapat

tiga penyebab terjadinya hidrosefalus, yaitu:

a. Produksi likuor yang berlebihan. Kondisi ini merupakan penyebab paling

jarang dari kasus hidrosefalus, hampir semua keadaan ini disebabkan oleh

adanya tumor pleksus koroid (papiloma atau karsinoma), namun ada pula

yang terjadi akibat dari hipervitaminosis vitamin A.

b. Gangguan aliran likuor yang merupakan awal kebanyakan kasus

hidrosefalus. Kondisi ini merupakan akibat dari obstruksi atau tersumbatnya

11
sirkulasi cairan serebrospinalis yang dapat terjadi di ventrikel maupun vili

arakhnoid. Secara umum terdapat tiga penyebab terjadinya keadaan

patologis ini, yaitu:

1) Malformasi yang menyebabkan penyempitan saluran likuor, misalnya

stenosis akuaduktus sylvii danmalformasi Arnold Chiari.

2) Lesi massa yang menyebabkan kompresi intrnsik maupun ekstrinsik

saluran likuor, misalnya tumor intraventrikel, tumor para ventrikel, kista

arakhnoid, dan hematom.

3) Proses inflamasi dan gangguan lainnya seperti mukopolisakaridosis,

termasuk reaksi ependimal, fibrosis lepto meningeal, dan obliterasi vili

arakhnoid.

c. Gangguan penyerapan cairan serebrospinal. Suatu kondisi seperti sindrom

vena cava dan trombosis sinus dapat mempengaruhi penyerapan cairan

serebrospinal. Kondisi jenis ini termasuk hidrosefalus tekanan normal atau

pseudotumor serebri.

Dari penjelasan di atas maka hidrosefalus dapat diklasifikasikan dalam

beberapa sebutan diagnosis. Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi

ventrikel, sedangkan hidrosefalus eksterna menunjukkan adanya pelebaran

rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus komunikans

adalah keadaan di mana ada hubungan antara sistem ventrikel dengan rongga

subarakhnoid otak dan spinal, sedangkan hidrosefalus nonkomunikans yaitu

suatu keadaan dimana terdapat blok dalam sistem ventrikel atau salurannya ke

rongga subarakhnoid. Hidrosefalus obstruktif adalah jenis yang paling banyak

ditemui dimana aliran likuor mengalami obstruksi. Terdapat pula beberapa

klasifikasi lain yang dilihat berdasarkan waktuonsetnya, yaitu akut (beberapa hari),

12
subakut (meninggi), dan kronis (berbulan - bulan). Terdapat dua pembagian

hidrosefalus berdasarkan gejalanya yaitu hidrosefalus simtomatik dan

hidrosefalus asimtomatik.

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Rontgen foto kepala, dengan prosedur ini dapat diketahui :

1) Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya

pelebaran sutura, tanda- tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik

berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.

2) Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka

dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan

intrakranial.

b. Transimulasi

Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan

ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama

3 menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber

adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar

1- 2 cm.

c. Lingkaran kepala

Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan

lingkar kepala melampaui satu atau lebih garisgaris kisi pada chart (jarak antara

dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2- 4 minggu. Pada anak yang besar

lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus

terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional. Tetapi jika hidrosefalus

telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan sutura

tidak akan terjadi secara menyeluruh.

13
d. Ventrikulografi

Yaitu dengan memasukkan kontras berupa O2 murni atau kontras

lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung

masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka

akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak

yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras

dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis.

Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di

rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah

ditinggalkan.

e. Ultrasonografi

Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan

USG diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar.

Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrose falus

ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem

ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan

anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT

Scan.

f. CT Scan kepala

Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya

pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas

ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV

sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas ole h karena

terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada hidrosefalus komunikans

14
gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel

termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.

g. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis

dengan menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk

membuat bayangan struktur tubuh.

7. Penatalaksanaan

a. Keperawatan

Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live

sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang

dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan

menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan

hidrocefalus harus dipenuhi yakni :

1) Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus

koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat

azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan

serebrospinal.

2) Memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal

dengan tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan

subarachnoid.

3) Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:

a) Drainase ventrikule- peritoneal .

b) Drainase Lombo- Peritoneal .

c) Drainase ventrikulo- Pleural .

d) Drainase ventrikule- Uretrostomi .

15
e) Drainase ke dalam anterium mastoid.

b. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung

melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang

memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini

merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai

dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder

dan sepsis.

c. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan

setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total . Dibuat sayatan kecil

di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput

otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di

daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara

ujung selang di kepala dan perut dihubungakan dengan selang yang ditanam

di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.

d. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau

pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus. Ada 2 macam

terapi pintas / “ shunting “:

1) Eksternal

CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara.

Misalnya: pungsi lumbal yang berulang - ulang untuk terapi hidrosefalus

tekanan normal.

2) Internal

a) CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain Ventrikulo-

Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna(Thor- Kjeldsen).

b) Ventrikulo- Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior.

16
c) Ventrikulo- Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.

d) Ventrikulo- Mediastinal,CSS dialirkan ke mediastinum.

e) Ventrikulo- Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.

3) “Lumbo Peritoneal Shunt”

CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum

dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.

Teknik Shunting:

a) Sebuah kateter ventrikular dimasukkan me lalui kornu oksipitalis atau

kornu frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe.

b) Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk

dilakukan analisis.

c) Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang

terletak proksimal d engan tipe bola atau diafragma (Hakim,

Pudenz, Pitz, Holter) maupun yang terletak di distal dengan katup

berbentuk celah (Pudenz). Katup akan membuka pada tekanan yang

berkisar antara 5- 150 mm, H2O.

d) Ventriculo- Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam

atrium kanan jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x- ray

ujung distal setinggi 6/7).

e) Ventriculo- Peritneal Shunt .

f) Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan.

g) Ujung distal kateter dite mpatkan dalam ruang peritoneum. Pada

anak- anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan

tidak diperlukan adanya revisi walaupun badan anak tumbuh

memanjang.

17
8. Komplikasi

a. Infeksi

Infeksi dapat menyebabkan meningitis (peradangan pada selaput otak),

peritonitis (peradangan pada selaput rongga perut), dan peradangan

sepanjang selang Penggunaan antibiotik dapat meminimalkan risiko

terjadinya infeksi dan terkadang diperlukan tindakan pencabutan selang shunt .

b. Perdarahan subdural (lokasi yang berada di bawah lapisan pelindung otak

duramater)

Perdarahan subdural terjadi karena robekan pada pembuluh darah balik

(vena). Risiko komplikasi ini dapat diturunkan dengan penggunaan shunt

yang baik.

c. Obstruksi atau penyumbatan selang shunt

Yang terjadi pada selang shunt mengakibatkan gejala yang terus menerus

ada atau timbulnya kembali gejala yang sudah mereda. Sekitar sepertiga kasus

hidrosefalus dengan pemasangan shunt memerlukan penggantian dalam

waktu 1 tahun. Sebagian besar kasus (80%) memerlukan revisi dalam 10 tahun.

d. Keadaan tekanan rendah (low pressure)

Bila cairan yang dialirkan terlalu berlebihan, maka dapat menjadi keadaan

dengan tekanan rendah. Gejala yang timbul berupa sakit kepala dan muntah saat

duduk atau berdiri. Gejala ini dapat membaik dengan asupan cairan yang tinggi

dan perubahan posisi tub uh secara perlahan. Komplikasi sering terjadi karena

pemasangan VP shunt adalah infeksi dan malfungsi. Malfungsi disebakan

oleh obstruksi mekanik atau perpindahan didalam ventrikel dari bahan –

bahan khusus (jaringan /eksudat) atau ujung distal dari thrombosis sebagai

akibat dari pertumbuhan. Obstruksi VP shunt sering menunjukan

18
kegawatan dengan manifestasi klinis peningkatan TIK yang lebih sering

diikuti dengan status neurologis buruk. Komplikasi yang sering terjadi

adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya akibat dari infeksi pada saat

pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik, Endokarditis bacterial,

infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis. Komplikasi VP

shunt yang serius lainnya adalah subdural hematoma yang di sebabkan

oleh reduksi yang cepat pada tekanan intrakranial dan ukurannya.

Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses abdominal, perforasi

organ- organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula

hernia, dan ilius.

B. Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian

a. Identitas Pasien

Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, umur,jenis kelamin,anak- ke, BB/TB,

alamat.

b. Keluhan Utama

Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan

kesehatan bergantung seberapa jauh dampak dari hidrosefalus pada

peningkatan tekanan intracranial, meliputi muntah, gelisah nyeri kepala,

letargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, dan kontriksi

penglihatan perifer.

c. Riwayat kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Adanya riwayat infeksi (biasa nya riwayat infeksi pada selaput otak

dan meningens) sebelumnya. Pengkajian yang didapat meliputi seorang

19
anak mengalami pembesaran kepala.Tingkat kesadaran menurun (GCS

<15), kejang, muntah, sakit kepala, wajahnya tanpak kecil

cecaradisproposional, anak menjadi lemah, kelemahan fisik umum,

akumulasi secret pada saluran nafas, dan adanya liquor dari hidung.

Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran akibat adanya

perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan prilaku juga umum

terjadi.

2) Riwayat Penyakit Dahulu

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hidrosefalus

sebelumnya, riwayat adanyanya neoplasma otak, kelaian bawaan pada

otak dan riwayat infeksi.

d. Pengkajian psikososiospritual

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan keluarga

untuk menilai respon terhadap penyakit yang diderita dan perubahan peran

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam

kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Apakah ada

dampak yang timbul pada klien dan keluarga, yaitu timbul seperti ketakutan

akan kecatatan, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan

aktivitas secara optimal. Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap

fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada

gaya hidup individu. Perspektif perawatan dalam mengkaji terdiri atas dua

masalah: keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam

hubungan dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan

mendukung adaptasi pada gangguan neurologis didalam system dukungan

individu.

20
e. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik mengunakan pemeriksaan fisik secara head to- toe.

f. Pengkajian tingkat kesadaran

Gejala khas pada hidrosefalus tahap lanjut adalah adanya dimensia. Pada

keadaan lanjut tingkat kesadaran klien hidrosefalus biasanya berkisar pada

tingkat latergi, stupor, semikomatosa sampai koma.

g. Pengkajian fungs i serebral, meliputi:

1) Status mental

Obresvasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah

dan aktivitas motorik k lien. Pada klien hidrosefalus tahap lanjut

biasanya status mental klien mengalami perubahan. Pada bayi dan

anak- anak pemeriksaan status mental tidak dilakukan. Fungsi

intelektual. Pada beberapa kedaan klien hidrosefalus didapatkan.

Penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun

jangka panjang.

2) Pengkajin saraf cranial, meliputi

a) Saraf I (Olfaktori)

Pada beberapa keaaan hidrosefalus menekan anatomi dan fisiologis

saraf ini klien akan mengalami kelainan pada fungsi penciuman/

anosmia lateral atau bilateral.

b) Saraf II (Optikus)

Pada anak yang agak besar mungkin terdapat edema pupil saraf otak II

pada pemeriksaan funduskopi.

c) Saraf III, IV dan VI (Okulomotoris, Troklearis, Abducens)

21
Tanda dini herniasi tertonium adalah midriasis yang tidak bereaksi

pada penyinaran . paralisis otot- otot ocular akan menyusul pada

tahap berikutnya. Konvergensi sedangkan alis mata atau bulu mata

keatas, tidak bisa melihat keatas,. Strabismus, nistagmus, atrofi optic

sering di dapatkan pada anak dengan hidrosefalus.

d) Saraf V (Trigeminius)

Karena terjadinya paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan

kemampuan koordinasi gerakan mengunyah atau menetek.

e) Saraf VII(facialis)

Persepsi pengecapan mengalami perubahan.

f) Saraf VIII (Akustikus)

Biasanya tidak didapatkan gangguan fungsi pendengaran.

g) Saraf IX dan X( Glosofaringeus dan Vagus).

h) Saraf XI (Aksesorius)

i) Saraf XII (Hipoglosus)

Indra pengecapan mengalami perubahan.

j) Mobilitas

Kurang baik karena besarnya kepala menghambat mobilitas leher klien.

h. Pengkajian system motorik.

Pada infeksi umum, didapatkan kelemahan umum karena kerusakan

pusat pengatur motorik.

1) Tonus ototDidapatkan menurun sampai hilang

2) Kekuatan otot. Pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan

otot didapatkan penurunan kekuatan otot- otot ekstermitas.

22
3) Keseimbangan dan koordinasi didapatkan mengalami gangguan karena

kelemahan fisik umum dan kesulitan dalam berjalan.

i. Pengkajian Refleks.

Pemeriksaan reflex profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau

periosteum derajat reflex pada rrespon normal. Pada tahap lanjut,

hidrosefalus yang mengganggu pusat refleks, maka akan didapatkan

perubahan dari derajat refleks. Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut

refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa

hari refleks

j. Pengkajian sistem sensorik.

Kehilangan sensori karena hidrosefalus dapat berupa kerusakan sentuhan

ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi

(kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta

kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.

2. Diagnosa Keperawatan

a. ketidakefektifan perfusi jaringan serbral b.d peningkatan TIK.

b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d perubahan

kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolisme.

c. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular.

d. Ansietas b.d keadaan yang kritis pada keluarga.

e. Resiko kerusakan integritas kulit b.d imobilisas, tidak adekuatnya.

f. Resiko infeksi b.d penumpukan cairan di otak (serebral).

23
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1 Ketidakefektifan perfusi Setelah di lakukan tindakan 1. Monitor tanda - tada vital.

jaringan otak (serebral) b.d keperawatan selama 3 x 24 jam di 2. Monitor adanya kebingungan,

Gangguan aliran darah ke harapkan tidak terjadi peningkatan perubahan pikiran pusing, pingsan.

otak akibat peningkatan TIK TIK dengan kriteria hasil: 3. Monitor status neurologis dengan ketat

1. Tidak ada tanda peningkatan dan bandingkan dengan nilai normal.

tekanan Intracranial. 4. Monitor status pernapasan: frekuensi,

2. Tidak ada sakit kepala. irama, kedalaman pernapaan, PaO2,

3. Tidak ada kelesuan. PCO2, pH.

4. Tidak ada muntah. 5. Kurangi stimulus dalam lingkungan

5. Tingkat kesadaran membaik pasien.

6. Sering percakapan dalam pendengaran

pasien.

7. Posisikan tinggi kepala tempat tidur 30

atau lebih.

24
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

8. Batasi cairan

9. Dorong keluarga untuk bicara pada

pasien.

10. Lakukan latihan rom pasif.

11. Pertahankan suhu normal

2 Nyeri akut berhubungan Setelah di lakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara

dengan peningkatan TIK keperawatan selama 3 x 24 jam di komprehensif termasuk lokasi,

harapkan nyeri berkurang atau hilang karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas

dengan kriteria hasil: dan faktor presipitasi

1. Mampu mengontrol nyeri (tahu 2. Observasi reaksi nonverbal dari

penyebab nyeri, mampu ketidaknyamanan

menggunakan teknik 3. Gunakan teknik komunikasi

nonfarmakologi untuk terapieutikuntuk mengetahui pengalaman

mengurangi nyeri nyeri pasien

25
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

2. Melaporkan bahwa nyeri 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon

berkurang dengan menggunakan nyeri

manajemen nyeri 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

3. Mampu mengenali nyeri (skala, 6. Evaluasi bersama pasien dan keluarga

intensitas, frekuensi dan tanda untuk ketidakefektifan kontrol nyeri masa

nyeri) lampau

4. Menyatakan rasa nyaman setelah 7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari

nyeri berkurang dan menemukan dukungan

8. Kontrol lingkungan yang dapat

mempengaruhi nyeri

9. Kurangi faktor presipitasi nyeri

10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri

(farmakologi, non farmakologi dan

interpersonal)

26
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk

menentukan intervensi

12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi

13. Berikan analgetik untuk mengurangi

nyeri

14. Evaluasi kefektifan kontrol nyeri

Tingkatkan istirahat

3 Ketidakseimbangan nutrisi Setelah di lakukan tindakan 1. Kaji adanya alergi makanan

kurang dari kebutuhan tubuh keperawatan selama 3 x 24 jam di 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

yang berhubungan dengan harapkan Ketidak seimbangan menentukan jumlah kalori dan nutrisi

muntah sekunder akibar nutrisidapat teratasi dengan Kriteria yang dibutuhkan pasien

kompresi serebral dan hasil: 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan

iritabilitas 1. Adanya peningkatan berat badan intake

sesuai dengan tujuan 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan

27
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

2. Berat badan ideal sesuai dengan protein dan vitamin c

tinggi badan 5. Berikan substansi gula

3. Mampu mengidentifikasi 6. Yakinkan diet yang dimakan

kebutuhan nutrisi mengandung tinggi serat untuk mencegah

4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi kontipasi

5. Menunjukkan peningkatan fungsi 7. Berikan makanan yang terpilih (suda

pengecapan dari menelan dikonsulkan dengan ahli gizi)

6. Tidak terjadi penurunan berat 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat

badan yang berarti catatan makanan harian

9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan

kalori

10. Berikan informasi tentang kebutuhan

nutrisi

11. Kaji kemampuan pasien untuk

28
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

mendapatkan nutrsi yang dibutuhkan

4 Ansietas (cemas) b.d Setelah di lakukan tindakan 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan

Perubahan besar/ perubahan keperawatan selama 3 x 24 jam 2. meyakinkan.

status kesehatan anak di harapkan ansietas dapat 3. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap

(hidrosefalus) teratasi dengan kriteria hasil perilaku

1. Keluarga mampu 4. pasien.

mengidentifikasi dan 5. Dorong keluarga untuk menemani anak.

mengungkapkan gejala cemas. 6. Jelaskan semua prosedur dan apa yang

2. Mengungkapkan dan dirasakan

menunjukkan teknik ntuk 7. selama prosedur.

mengontrol cemas. 1. Dengarkan dengan penuh perhatian.

3. Ekspresi wajah Menunjukkan 2. Bantu pasien untuk mengenal situasi

berkurangnya kecemasan. yang

8. menimbulkan kecemasan.

29
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

9. Dorong keluarga untuk mengungkapkan

perasaan,

10. ketakutan, persepsi.

11. Instruksikan keluarga untuk

menggunakan teknik

12. Relaksasi.

5 Resiko kerusakan integritas Setelah di lakukan tindakan 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan

kulit keperawatan selama 3 x 24 jam pakaian yang

di harapkan masalah resiko 2. longgar.

kerusakan integritas kulit 3. Hindari kerutan pada tempat tidur.

dengan 4. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih

Kriteria Hasil : dan kering.

1. Integritas kulit yang baik bisa 5. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)

dipertahankan (sensasi,elastisitas, setiap dua jam sekali.

30
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

temperatur, hidrasi, pigmentasi). 6. Monitor kulit akan adanya kemerahan.

2. Tidak ada luka/lesi pada kulit. 7. Oleskan lotion atau minyak/baby oil

3. Perfusi jaringan baik. pada derah yang

4. Menunjukkan pemahaman dalam 8. tertekan.

proses perbaikan kulit dan 9. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.

mencegah.

6 Resiko infeksi b.d Setelah di lakukan tindakan 1. Batasi pengunjung.

penumpukan cairan di otak keperawatan selama 3 x 24 jam 2. Instruksikan pada

( serebral ) di harapkan masalah resiko 2. pengunjung untuk mencuci

infeksi dapat teratasi dengan 3. tangan saat kunjungan dan

kriteria hasil 4. setelah kunjungan.

1. Pasien bebas dari tanda 5. Gunakan sabun antimikroba untuk

2. dan gejala infeksi. mencuci tangan.

3. Menunjukkan 6. Cuci tangan setiap sebelum dan

31
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

4. kemampuan untuk sesudah tindakan keperawatan.

5. mencegah timbulnya 7. Monitor hitungan WBC.

6. infeksi. 8. Anjurkan masukan nutrisi yang cukup.

7. Jumlah leukosit dalam 9. Ajarkan pada keluarga tanda dan gejala

8. batas normal infeksi.Ajarkan cara menghindari infeksi.

10. Kolaborasi terapi

32
3.Implementasi

Setelah renacana keperawatan disusun, selanjutnya menerapkan rencana

keperawatan dalam suatu tindakan keperawatan dalam bentuk nyata agar hasil

yang diharapkan dapat tercapai, sehingga terjalin interaksi yang baik antara

perawat, klien dan keluarga. Implementasi merupakan tahap keempat dari proses

keperawatan dimana rencana keperawatan dilaksanakan, melaksanakan

intervensi/aktivitas yang telah ditentukan. Pada tahap ini perawat siap untuk

melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana

perawatan klien.

Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif

terhadap biaya, pertama- tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan

klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatan

respons pasien terhadap setiap inervensi dan mengkomunikasikan informasi

ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan

menggunakan data, dapat mengevaluasi dan revisi rencana perawatan dalam

tahap proses keperawatan berikutnya (Nursalam, 2009).

4. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yaitu menilai

efektifitas rencana yang telah dibuat, strategi dan pelaksanaan dalam asuhan

keperawatan serta menentukan perkembangan dan kemampuan pasien

mencapai sasaran yang telah diharapkan. Tahapan evaluasi menentukan

kemajuan pasien tehadap pencapaian hasil yang diinginkan dan respons

pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan kemudian mengganti

rencana perawatan jika diperlukan. Tahap akhir dari proses keperawatan

33
perawat mengevaluasi kemampuan pasien ke arah pencapaian hasil (Nursalam,

2009).

34
BAB III

GAMBARAN KASUS

1. PENGKAJIAN PRE OPERASI

A. Informasi umum

Nama : Ny. Y Umur : 36 tahun

Tanggal lahir : 08-08-1983 Jenis kelamin : perempuan

Suku bangsa : Melayu Dari/rujukan : Edelweis

Tanggal pengkajian : 10-09-2019 No. RM : 00980483

Diagnosa medik : Hydrocephalus Akut

Jenis tindakan : Vp Shunt

B. Keluhan utama

Pasien datang dari ruang Edelweis pada pukul 10.00 WIB. Pasien mengatakan sering

sakit kepala skala nyeri 7, mual-mual, muntah, dan mudah merasa lelah.

 Pengkajian primer

Airway : jalan nafas paten, tidak ada gangguan pernafasan

Breathing : bernafas spontan, tidak menggunakan otot bantu pernafasan,

tidak ada pernafasan cuping hidung RR 20 x/menit

Circulation : akral teraba hangat, CRT <2 detik, nadi 82 x/menit TD:140/80

Disability : kesadaran kompos mentis, GCS 15 (E4V5M6)

Eksposure : terpasang infus di tangan sebelah kiri

Foley kateter : tidak terpasang kateter

Gastric tube : tidak terpasang NGT

Heart monitor : TD : 93/47 mMhg, T: 37,6 HR : 1009 x/i, RR:20x/i

35
 Pengkajian sekunder

C. Riwayat kesehatan sebelumnya

Pasien mengatakan sering sakit kepala hebat, mual-mual dan muntah, serta mudah

kelelahan. Pasien juga memiliki riwayat Ca. Mamae di payudara sebelah kiri dan

sudah dilakukan operasi pengangkatan Ca. Mamae pada tanggal 29 Juli 2019.

D. Riwayat kesehatan keluarga

Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengeluh keluhan yang sama

atau menderita penyakit yang sama.

E. Pemeriksaan tanda-tanda vital

TD : 93/47 mm Hg suhu : 37,6⁰C

Nadi : 109 x/menit RR : 20 x/menit

F. Pemeriksaan penunjang

Darah lengkap : hemoglobin 12,2 g/dl, leukosit 11,72 10̂3/μl, trombosit 359 10̂3/μl,

eritrosit 4,95 10̂6/μl, hematokrit 39,4 %, albumin 3,5 g/dl, globulin 4,1 g/dl, total

protein 7,60 g/dl, glukosa puasa 111 mg/dl.

G. Medikasi/obat-obatan

- Propofol 100 mg iv

- Oxyneran 10 mg iv

- Atrokalsium 25 mg iv

- Ondansentron iv

- Ketorolak drip

- Dexametason drip

- Epedrin iv

- Mestigmin iv

- Tramadol drip

36
- Nokoba iv

- Paracetamol drip

Analisa data pre op

Data Analisa data Masalah keperawatan

DS : Hidrosefalus Penurunan Kapasitas

- pasien mengeluh Adaptif Intrakranial b.d

nyeri kepala Obstruksi tempat obstruksi aliran cairan

- pasien mengatakan pembentukan/penyerapan serebrospinalis

lemah dan lesu CSS

- Pasien mengatakan

kadang mual dan Peningkatan jumlah cairan

muntah serebrospinal

- keluarga

mengatakan pasien intrakranial melakukan

selalu mengeluhkan kompensasi

sakit kepala terus

menerus dan sering menurunnya kapasitas

muntah tiba-tiba Intrakranial

DO :

- skala nyeri 7

- pasien terlihat

meringis

- pasien tampak

gelisah

37
- pasien tampak

lemah dan lesu

- pasien tampak

memegangi kepala

- TTV :

TD 93/47 mmHg

Nadi 109 x/mnt

Suhu 37,6⁰C

RR 20 x/mnit

- Hasil CT-Scan

kepala diperoleh

hasil hidrochephalus

obstruktif dan

oedema cerebri

DS Hidrosefalus Nyeri

- pasien mengeluh

nyeri kepala tertama Obstruksi tempat

ketika bera pembentukan/penyerapan

- pasien mengatakan CSS

nyeri seperti ditusuk

tusuk Peningkatan jumlah cairan

- pasien mengeluh serebrospinal

nyeri pada bagian

kepala Saraf pusat semakin

- tertekan

38
- pasien mengatakan

skala nyeri 7 Sakit kepala

- keluarga

mengatakan pasien Nyeri

selalu mengeluhkan

sakit kepala terus

menerus

DO:

- pasien terlihat

meringis

- pasien tampak

gelisah

- pasien tampak

memegangi kepala

- TTV :

TD 93/47 mmHg

Nadi 109 x/mnt

Suhu 37,6⁰C

RR 20 x/mnt

39
Intervensi keperawatan pre op

Diagnosa keperawatan Tujuan & kriteria hasil Intervensi

40
Penurunan Kapasitas Setelah dilakukan asuhan - Kaji faktor penyebab

Adaptif Intrakranial b.d keperawatan selama 2x24 peningkatan TIK

obstruksi aliran cairan jam klien tidak - Monitor tanda atau gejala

serebrospinalis mengalami penurunan peningkatan TIK

kapasitas adaptif - Monitor MAP

Intrakranial dengan - Berikan pasien posisi

Kriteria hasil : semifowler

- Klien tidak mengeluh - Cegah terjadinya kejang

nyeri kepala - Cegah atau hindari

- Tingkat kesadaran terjadinya valsava

baik maneuver

- Fungsi kognitif - Bantu pasien jika batuk,

meningkat muntah

- Klien tidak gelisah - Pertahankan suhu tubuh

dan muntah normal

- Tanda vital dalam

rentang normal,

- Tidak ada pupiledema

- Reflek neurologis baik

- Tekanan intrakranial

baik

41
Nyeri akut b.d Setelah dilakukan asuhan - Identifikasi lokasi

peningkatan cairan keperawatan selama 2x24 karakteritik, durasi,

serebropinalis jam tingkat nyeri klien frekuensi, kualitas dan

menurun dengan intensitas nyeri

Kriteria hasil : - Identifikasi skala nyeri

- Kemampuan - Identivikasi respon nyeri

menuntaskan aktivitas nonverbal

meningkat - Identifikasi faktor yang

- Keluhan nyeri memperberat dan

menurun memperingan nyeri

- Klien tidak meringis - Identifikasi keyakinan dan

- Klien tidak gelisah pengetahuan tentang nyeri

- Tanda-tanda vital - Berikan pasien terapi

dalam rentang normal nonfarmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri

- Kontrol lingkungan

- Fasilitasi istirahat dan tidur

- Pertimbangan jenis dan

sumber nyeri dalam

pemilihan strategi

meredakan nyeri

42
Implementasi keperawatan pre op

No Diagnosa jam Implementasi Evaluasi PARAF

keperawatan (SOAP)

Penurunan 10.00 - mengkaji faktor S:

Kapasitas Adaptif WIB penyebab peningkatan - Klien masih

Intrakranial TIK mengeluh

- Memonitor tanda atau nyeri kepala

gejala peningkatan - Klien masih

TIK merasa

- Memonitor tekanan lemah

MAP O:

- memberikan pasien - Klien masih

posisi semifowler gelisah

- mempertahankan suhu - Klien tampak

tubuh normal lemah

- TTV :

TD 93/47 mmHg

Nadi 109 x/mnt

Suhu 37,6⁰C

RR 20 x/mnt

A: masalah belum

teratasi

P: intervensi

dilanjutkan

rencana operasi

43
pemasangan VP

Shunt

Nyeri Akut - mengidentifikasi S:

lokasi karakteritik, - Klien masih

durasi, frekuensi, mengeluh

kualitas dan nyeri kepala

intensitas nyeri - Klien skala

- mengdentifikasi nyeri adalah

skala nyeri 6

- imengdentifikasi O:

respon nyeri non- - Skala nyeri

verbal klien 6

- mengidentifikasi - Klien masih

faktor yang dapat gelisah

memperberat dan - Klien tampak

memperingan nyeri meringis

- memberikan pasien - Klien mampu

terapi menggunakan

nonfarmakologis teknik napas

untuk mengurangi dalam

rasa nyeri dengan A: masalah belum

teknik napas dalam teratasi

- memberikan P: intervensi

44
lingkungan yaag dilanjutkan

tenang dan nyaman rencana operasi

pemasangan VP

Shunt

2. INTRA OPERASI

Pasien masuk ke ruang operasi pada pukul 10.15 WIB dengan tanda-tanda vital TD 93/47

mmHg, HR 109 x/mnt dan SPO2 99 %. Infus terpasang di tangan kiri klien dengan cairan

RL. Posisi pasien supine dan pasien dipasang ETT. Anestesi dimulai pada pukul 10.20

WIB dengan General Anastesi melalui ETT. Pada pukul 10.33 WIB diberikan oksigen

NRM 10 l/menit, lidokain 20 mg+epinefrin 20 mg diinjeksikan 10 ml.

Pengkajian Primary Survey:

Airway : pasien terpasang ETT terhubung ke ventilator

Breathing : usaha napas dibantu dengan ventilator 18x/menit

Circulation : Iufd terpasang RL, tidak terjadi perdarahan saat operasi,

HR:110 x/i TD:100/60 mmHg, RR: 18x/i SPO2 100%

Disability : pasien tidak sadar karena masih dalam pengaruh anatesi

Eksposure : luka operasi pemasangan VP Shunt pada bagian kepala

sebelah kanan dan abdomen sebelah kanan

Foley kateter : tidak terpasang kateter

Gastric tube : tidak terpasang NGT

Heart monitor :

10.15 WIB : TD : 93/47 mmHg, T: 37,6 HR : 1009 x/i, RR:20x/i

10.35 WIB : TD : 100/62 mmHg, HR : 110 x/i, SPO2 100%

11.05 WIB : TD : 130/82 mmHg, HR : 122 x/i, SPO2 100%

45
11.20 WIB: TD : 130/87 mmHg, HR : 127 x/i, SPO2 100%

11.35 WIB: TD : 139/89 mmHg, HR : 130 x/i, SPO2 100%

Pukul 10.49 WIB dimasukkan paracetamol drip

Pukul 10.55 mulai dilakukan tindakan Vp Shunt

Medikasi yang diberikan

- Propofol 100 mg iv

- Oxyneran 10 mg iv pada pukul 11.35 WIB

- Atrokalsium 25 mg iv

- Ondansentron iv pada pukul 11.15 WIB

- Ketorolak drip pada pukul 11.15 WIB

- Dexametason drip pada pukul 11.15 WIB

- Epedrin iv pada pukul 11.15 WIB

- Mestigmin iv pada pukul 11.15 WIB dan pada pukul 11.35 WIB

- Tramadol drip pada pukul 11.35 WIB

- Nokoba iv pada pukul 11.35 WIB

FORMAT ANALISA DATA

NO. DATA ANALISIS MASALAH KEPERAWATAN

1. DS : pasien dalam Tindakan operasi Resiko tinggi cidera b.d posisi

pengaruh anastesi yang tidak tepat pada saat

DO : pasien tampak Anastesi operasi

berbaring di meja

operasi

Resiko jatuh

46
FORMAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO. DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

KEPERAWATAN

1. Resiko tinggi Setelah dilakukan- Pastikan posisi pasien Tidak terjadi

cidera b.d posisi tindakan tidak ada sesuai dengan resiko jatuh

yang tidak tepat masalah resiko tindakan operasi Aman dalam

pada saat operasi jatuh dan pasien - Letakkan patient tindkan operasi

aman dalam plent sesuai dengan

tindakan operasi prosedur

- Cek daerah-daerak

penekanan selama

prosedur

CATATAN PERKEMBANGAN

NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN SOAP

1. Resiko tinggi cidera b.d posisi yang tidak S : pasien dalam pengaruh anastesi

tepat pada saat operasi O : tekanan darah 93/47 mmHg, nadi

109x/menit, spO2 99%, pasien tampak

aman tidak ada tanda-tanda resiko jatuh.

A : masalah teratasi

- P : Monitoring posisi pasien

- Monitoring ttv, pasien dipindahkan ke

recoverry room

47
3. PENGKAJIAN POST OPERASI

Operasi berakhir pada pukul 11.25 WIB dan anastesi berakhir pada pukul 11.35 WIB.

Kemudian ETT dilepas, terpasang OPA. Setelah itu pasien dibawa keruang recovery

room pada pukul 11:35 wib.

Pengkajian Primary Survey

1. Airway : pasien bernapas spontan OPA terpasang

2. Breathing : ada usaha napas, terpasang O2 terpasang NRM 10 L/menit pasien

RR:20x/i suara napas stridor

3. Circulation : CRT < 3 detik, akral teraba dingin, sianosis tidak ada, tekanan darah

160/105 mmHg, nadi 112 x/menit, SPO2 90%.

4. dissability : Pasien masih belum sadar, Keadaan umum lemah

5. Eposure : tangan kiri terpasang IV line RL 20 tetes/menit, terdapat luka insisi

tertutup pada kepala dan abdomen serta terpasang selang yang

terhubung antara kepala dan abdomen.

6. Foley kateter : pasien tidak terpasang foley kateter

7. Gastric tube : pasien tidak terpasang gastric tube

8. Heart monitor : tekanan darah 160/105 mmHg, nadi 112 x/menit, SPO2 90%.

Pengkajian Alserete Score dari RR ke ruangan

1. Aktivitas : Dapat menggerakkan ekstremitas (2)

2. Respirasi : dapat bernapas dalam (2)

3. Circulation: TD 20 mmHg dari sebelum anastesi

4. Kesadaran : sadar penuh (2)

5. Saturasi : SPO2 > 92 % dengan udara ruangan

Pengkajian sebelum pasien pindah ke ruangan

48
1. Airway : OPA sudah di lepas tidak ada sumbatan klien mampu berbicara

2. Breathing : terpasang O2 terpasang nasal kanul 3 L/menit pasien RR:20x/i klien

dapat bernapas spontan

3. Circulation : CRT < 3 detik, akral teraba dingin, sianosis tidak ada, tekanan darah

130/100 mmHg, nadi 112 x/menit, SPO2 90%.

4. dissability : kesadaran composmentis GCS 15

Pasien dapat dipindahkan keruang rawat inap.

FORMAT ANALISA DATA

NO. DATA ANALISIS MASALAH KEPERAWATAN

1. DS : pasien meringis Tindakan vp shunt Nyeri b.d proses tindakan

dan meminta tolong pembedahan vp shunt

kesakitan Adanya perlukaan

DO : pasien menarik

tubuh nyasambil

meringis. tekanan Nyeri

darah 135/70 mmHg,

nadi

86x/menit, spO2 90%.

2. DS : pasien menggigil Tindakan pembedahan Resiko tinggi perubahan suhu

kedinginan tubuh b.d pemajaman suhu

DO : pasien tampak Pengaruh anastesi yang tidak baik

49
NO. DATA ANALISIS MASALAH KEPERAWATAN

menggigil kedinginan.

tekanan darah 135/70 Suhu ruangan

mmHg, nadi
Hipotermi
86x/menit, spO2 90%.

3. DS : pasien batuk Tindakan pembedahan Resiko tidak efektif jalan nafas

DO : terdapat sekret, b.d efek anastesi

pasien batuk-batuk. Pemberian anastesi

tekanan darah 135/70

mmHg, nadi Penumpukan sekret

86x/menit, spO2 90%,

RR 20x/menit. Resiko jalan nafas tidak

efektif

FORMAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO. DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

KEPERAWATAN

1. Nyeri b.d proes Setelah dilakukan- Monitoring dan kaji Nyeri teratasi

tindakan tindakandirumah nyeri secara pasien merasa

pembedahan vp sakit nyeri komperhensif nyaman

shunt berkurang - Monitoring ttv

50
NO. DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

KEPERAWATAN

- Kaji nyeri secara non

verbal

- ReposisI

- Kolaborasi anti nyeri

2. Resiko tinggi Setelah dilakukan- Monitoring suhu Memberikan

perubahan suhu perawatan di pasien kehangatan

tubuh b.d rumah sakit - Monitoring ttv Memberikan

pemajaman suhu pasien tidak - Berikan selimut kehangatan

yang tidak baik kedinginan, suhu penghangat bagi pasien

kembali normal - Berikan alat

penghangat suhu

tubuh

3. Resiko tidak efektif Setelah dilakukan- Monitoring ttv Memudahkan

jalan nafas b.d efek tindakan di rs - Berikan posisi sirkulasi udara

anastesi jalan nafas semifowler lancar

efektif/paten - Ajarkan batuk efektif Mengeluarkan

- Berikan O² 3 l/menit sekret

- Pemenuhan

udara

CATATAN PERKEMBANGAN

NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN SOAP

1. Nyeri b.d proes tindakan pembedahan vp S : pasien meringis dan meminta tolong

51
NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN SOAP

shunt kesakitan

O : tekanan darah 135/70 mmHg, nadi

86x/menit, spO2 90%.

A : masalah teratasi

- P : Monitoring dan kaji nyeri secara

komperhensif

- Monitoring ttv

- Kaji nyeri secara non verbal

- Reposisi

-Kolaborasianti nyeri

2. Resiko tinggi perubahan suhu tubuh b.d S : pasien menggigil kedinginan

pemajaman suhu yang tidak baik O : tekanan darah 135/70 mmHg, nadi

86x/menit, spO2 90%, pasien tampak

menggigil.

A : masalah teratasi

P : - observasi suhu tubuh

- Pantau ttv

3. Resiko tidak efektif jalan nafas b.d efek S : pasien tidak sesak

anastesi O : tekanan darah 135/70 mmHg, nadi

86x/menit, spO2 90%, RR 22x/menit.

A : masalah teratasi

- P : Tidak terdapat sekret

- Ttv dalam rentang normal

52
NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN SOAP

53
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bagian ini penulis akan membahas beberapa hal yang mendukung maupun

menghambat kelancaran proses keperawatan serta mencari alternatif pemecahan masalah agar

tindakan keperawatan lebih terarah dan mencapai tujuan semaksimal mungkin. Penerapan

asuhan keperawatan pada pasien dilakukan secara menyeluruh dan memiliki rangkaian yang

tidak dapat dipisahkan. Penulis akan membahas sesuai dengan proses keperawatan yang

dimulai dari tahap pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan, merumuskan proses

perencanaan atau intervensi, pelaksanaan atau implementasi, dan evaluasi keperawatan.

A. Pengkajian

Pengkajian telah dilakukan pada ny. Y. Pasien didiagnosa menderita penyakit

hidrosefalus akut dengan rencana tindakan vp shunt. Hasil pengkajian tentang riwayat

kesehatan didapatkan bahwa sering sakit kepala hebat, mual muntah, mudah lelah dan

pasien juga mempunyai riwayat ca mamae dan sudah dilakukan pengangkatan

payudara 3 bulan yang lalu. Keluhan utama pasien sering mengeluhkan nyeri kepala,

muntah, dan cepat lelah. Keluhan nyeri kepala yang dirasakan ny. Y karena terjadi

penekanan intrakranial pada otak, sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Suriadi,

(2010) Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan

bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang berlebihan

maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan intrakanial yang

meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan- ruangan tempat aliran cairan

serebrospinalis.

Keluhan utama pasien sering mengeluhkan nyeri kepala sangat hebat, muntah,

dan cepat lelah. Dimana nyeri terjadi karena penumpukan CSS yang secara aktif dan

berlebihan pada satu atau lebih ventrikel otak atau ruang subrachnoid yang dapat

54
menyebakan dilatasi sistem ventrikel otak dimana keadaan patologis otak yang

mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal, disebabkan baik oleh produksi

yang berlebihan maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan

intracranial yang meninggi sehingga terjadi pelebaran di ruangan-ruangan tempat

aliran cairan serebrospinal (Nining, 2008). Skala nyeri yang dirasakan pasien adalah

skala 8 dan sangat sering terjadi. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD:

140/80 mmHg, HR: 82 x/menit, suhu: 36,0 0c, RR: 20 x/menit. Pemeriksaan darah

lengkap juga didapatkan hemoglobin 12,2 g/dl, leukosit 11,72 10^3/Ml, trombosit 359

10^3 Ml, eritrosit 4,95 10^6/Ml, hematokrit 39,4 %, albumin 3,5 g/dl, globulin 4, g/dl,

total protein 7,60 g/dl, glukosa puasa 111 mg/dl.

Pada saat post operasi ny Y terpasang heart monitor dengan tekanan darah

135/70 mmHg, nadi 86x/menit, spO2 90%, Respiratori 20x/m, pasien terpasang nassal

kanul, dan iv line RL 20 tetes/menit. Suhu tubuh ny Y 35,3 diklasifikasikan sebagai

hipotermi ringan. Hal ini disebabkan karena suhu lingkungan kamar operasi dan

pengaruh anastesi, dimana suhu lingkungan operasi dipertahankan dingin (20-240C)

dikarenakan untuk meminimalkan pertumbuhan bakteri. Selain itu, pemberian cairan

infus dan irigasi yang dingin akan menambah penurunan temperatur tubuh.

(Mubaroqah, 2017).

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien

masalah kesehatan. Proses penegakan diagnosis dan mendiagnosis merupakan proses

yang sistematis yang terdiri dari tahap analisa data, identifikasi masalah, dan perumusan

diagnosis (PPNI, 2016). Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan analisa data

dan identifikasi masalah, didapatkan 3 diagnosa keperawatan pre operasi dan post

operasi:

55
1. Nyeri berhubungan dengan proses tindakan pembedahan vp shunt

2. Peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan pemasangan vp shunt dan

peningkatan akumulasi cairan serebrospinal

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan vp shunt

C. Intervensi Keperawatan

Ada tiga tahap dalam fase perencanaan yaitu: menentukan prioritas, menetapkan

tujuan keperawatan dan merencanakan tindakan keperawatan. Penyusunan intervensi

keperawatan dilakukan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan.

Adapun acuan dalam penyusunan intervensi keperawatan, kelompok menggunakan

materi yang ada dan buku ajar seperti buku Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

Medis dan NANDA (NIC-NOC) dan buku asuhan keperawatan lainnya yang sesuai

dengan keadaan pasien dan situasi serta kondisi yang ada diruang operasi RSUD Arifin

Achmad Pekanbaru.

NO DIAGNOSA NOC NIC

1 Nyeri b.d proes Setelah dilakukan tindakan  Monitoring dan kaji

tindakan keperawatan selama 1x40 nyeri secara

pembedahan vp menit, kriteria hasil setelah komperhensif

shunt dilakukan tindakan  Monitoring ttv

dirumah sakit nyeri  Kaji nyeri secara non

berkurang verbal

 Reposisi

 Kolaborasianti nyeri

2 Peningkatan Setelah dilakukan tindakan  Observasi peningkatan

tekanan keperawatan selama 1x40 TIK

intrakranial b.d menitdiharapkan kriteria

56
pemasangan vp hasil: TIK berkurang  Monitoring kesadaran

shunt an  Reposisi

peningkatan  Pantau ttv

akumulasi cairan

serebrospinal

3 Resiko infeki b.d Setelah dilakukan tindakan  Tidak terapat

pemasangan vp di 1x40 menit diharapkan perdarahan

shunt meminimalkan infeksi  Ttv dalam rentang

normal

 Tidak adanya mual

munta

 Tidak terdapat tanda

infeksi

D. Implementasi

Implementasi merupakan tindakan nyata yang dilakukan perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan kepada pasien untuk mengurangi permasalahan yang

dialami pasien, yaitu nyeri, penekanan tekanan intrakranial, dan resiko infeksi. Untuk

mencapai tujuan dengankriteria yang ditetapkan, maka perlu dilakukan kegiatan

implementasi, sehingga tujuan keperawatan nantinya tercapai. Dalam melakukan

implementasi penulis berusaha semaksimal mungin untuk memberikan asuhan

keperawatan dengan cara menyesuaikan antara teori dan kebutuhan pasien.

Pada tahap implementasi penulis melakukan tindakan keperawatan berdasarkan

prioritas masalah agar kebutuhan pasien terpenuhi. Adapun tindakan yang dilakukan

adalah:

57
1. Diagnosa 1: Nyeri b.d proes tindakan pembedahan vp shunt

 Monitoring dan kaji nyeri secara komperhensif

 Monitoring ttv

 Kaji nyeri secara non verbal

 Reposisi

 Kolaborasianti nyeri

2. Diagnosa 2: Peningkatan tekanan intrakranial

 Observasi peningkatan TIK

 Monitoring kesadaran

 Reposisi

 Pantau ttv

3. Diagnosa 3: Resiko infeki

 Tidak terapat perdarahan

 Ttv dalam rentang normal

 Tidak adanya mual muntah

 Tidak terdapat tanda infeksi

E. Evaluasi

Tahap evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan yang bertujuan

untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak. Adapun

hasil yangdiperoleh dari evaluasi berdasarkan setiap diagnosa sebagai berikut:

Diagnosa 1: Nyeri b.d proes tindakan pembedahan vp shunt

2: Peningkatan tekanan intrakranial b.d pemasangan vp shunt an peningkatan

akumulasi cairan serebrospinal

3. Resiko infeki b.d pemasangan vp shunt

58
Diagnosa Keperawatan Tanggal dan Evaluasi

Waktu

Nyeri b.d proes tindakan 10 september S : pasien meringis dan meminta

pembedahan vp shunt 2019 tolong kesakitan

O : tekanan darah 135/70 mmHg,

nadi86x/menit, spO2 90%.

A : masalah teratasi

P : Monitoring dan kaji nyeri secara

komperhensif

 Monitoring ttv

 Kaji nyeri secara non verbal

 Reposisi

 Kolaborasianti nyeri

Peningkatan tekanan 10 september S : pasien meringis dan meminta

intrakranial b.d pemasangan vp 2019 tolong kesakitan

shunt an peningkatan O : tekanan darah 135/70 mmHg, nadi

akumulasi cairan serebrospinal 86x/menit, spO2 90%.

A : masalah teratasi

P : Observasi peningkatan TIK

 Monitoring kesadaran

 Reposisi

 Pantau ttv

Resiko infeki b.d pemasangan 10 september S : pasien meringis dan meminta

59
Diagnosa Keperawatan Tanggal dan Evaluasi

Waktu

vp shunt 2019 tolong kesakitan

O : tekanan darah 135/70 mmHg, nadi

86x/menit, spO2 90%.

A : masalah teratasi

- P : Tidak terapat perdarahan

- Ttv dalam rentang normal

- Tidak adanya mual munta

Tidak terdapat tanda infeksi

60
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan masalah yang kelompok dapatkan khususs dan pembahasan pada asuhan

keperawatan kegawatdaruratan Ny. Y dengan hidrosefalus akut di ruang GBST LTII

RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, maka kelompok mengambil kesimpulan bahwa:

1. Mahasiswa mampu menguasai konsep hidrosefalus dengan mempelajari dalam

memberikan asuhan keperawatan kegawatdaruratan dengan hidrosefalus

2. Mahasiswa mampu berkomunikasi secara terapeutik kepada klien dan keluarga klien

sehingga mahasiswa mendapat data selengkapnya dan melakukan implementasi.

3. Mahasiswa dapat menjalani kerjasama dengan perawat ruangan, untuk dapat

melaksanakan asuhan keperawatan secara operasional.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka kelompok menyampaikan beberapa saran antara lain:

1. Bagi pasien

Klien dan keluarga agar mampu mengetahui tentang hidrosefalus dan tanda gejala.

2. Bagi rumah sakit

Diharapkan pada tugas kesehatan agar memberikan pelayanan kesehatan yang

berkualitas dalam menangani hidrosefalus terutama penanganan post pembedahan.

3. Bagi institusi pendidikan

Agar dapat dijadikan referensi dalam mengetahui hidrosefalus tersebut.

61

Anda mungkin juga menyukai