Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN LIMFOMA BURKITT PADA ANAK

Oleh :
dr. Ibnu Mukafa
S91107005
Pembimbing:
dr. Made Setiamika, Sp. THT-KL (K)
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN
TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2015

Lembar Pengesahan

DAFTAR ISI
Daftar Isi............................................................................................................
Daftar Gambar....................................................................................................
Daftar Singkatan..................................................................................................
Abstrak...............................................................................................................
Abstract.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................
A. Latar Belakang................................................................................................
B. Tujuan Penulisan Laporan Kasus....................................................................
C. Manfaat Penulisan..........................................................................................
BAB II INJAUAN PUSTAKA............................................................................
A. Definisi Limfoma Burkitt...............................................................................
B. Sistem Limfatik..............................................................................................
C. Limfoma Burkitt.............................................................................................
1. Etiologi dan Patofisiologi...........................................................................
2. Gambaran Klinis........................................................................................
3. Diagnosa.....................................................................................................
4. Diagnosis Banding...................................................................................
5. Penatalaksanaan.......................................................................................
6. Prognosis..................................................................................................
BAB III LAPORAN KASUS............................................................................
BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................
BAB V IMPULAN............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................

Daftar Gambar
Gambar 2.1 Letak Neoplasia pada Berbagai Macam Jaringan Tubuh

Gambar 2.2 Massa pada Limfoma Burkitt pada Rahang (kiri) dan

Abdomen (kanan)
Gambar 2.4 Penampakan Histologis Limfoma Burkitt
Gambar 3.1 An. RA dengan Limfoma Burkitt

14

Daftar Singkatan
LB

: Limfoma Burkitt

MYC

: Myelocyomatosis

EBV

: Epstein-Bar Virus

HIV

: Human Immunodeficiency Virus

RNA

: Ribonucleic Acid

HLA

: Human Leucocyte Antigen

PDGFR

: Platelet-Derived Growth Factor Receptors

DAP

: Death-Associated Protein

ALL

: Acute Lymphocytic Leukemia

DLBCL

: Diffuse Large B-Cell Lymphoma

MCL

: Mantle Cell Lymphoma

LDH

: Lactic Acid Dehydrogenase

SSP

: Susunan Saraf Pusat

CODOX-M/IVAC
: Cyclophosphamide, Doxorubicin, High-Dose
Methotrexate/Ifosfamide, Etoposide, and High-Dose Cytarabine
CALGB

: Cancer and Leukemia Group B

CVAD
Dexamethasone

: Cyclophosphamide, Vincristine, Doxorubicin and

PENATALAKSANAAN LIMFOMA BURKITT PADA ANAK


Ibnu Mukafa, Made Setiamika
Bagian /SMF THT-KL Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret/ RSUD Moewardi
Abstrak
Latar belakang: Limfoma Burkitt adalah salah satu jenis limfoma nonHodgkin agresif yang jarang ditemui dan memiliki angka kematian tinggi.
Sehingga memerlukan diagnosis dini dan penatalaksanaan yang cepat dan
memadai.
Tujuan: Kasus ini diajukan untuk menyampaikan pengetahuan tentang
penatalaksanaan Limfoma Burkitt pada anak.
Kasus: Dilaporkan seorang anak laki-laki 8 tahun dengan diagnosis Limfoma
Burkitt.
Penatalaksanaan: Pasien diberikan tatalaksana kemoterapi menggunakan
Protokol Malawi 2002
Simpulan: Limfoma Burkitt pada anak mempunyai angka kesembuhan tinggi
dengan pemberian kemoterapi.
Kata kunci: Limfoma Burkitt, anak, Protokol Malawi 2002

BURKITT LYMPHOMA TREATMENT IN CHILDREN


Ibnu Mukafa, Made Setiamika
ENT Head and Neck Surgery
Medicine Faculty of SebelasMaret University
Moewardi Hospital, Surakarta
Abstract
Background: Burkitt Lymphoma is one of the aggressive Non-Hodgkin
Lymphoma which rare but has high mortality rate. Thus needs early diagnosis
and prompt treatment.
Objective: This case was brought to convey knowledge about the treatment of
Burkitt Lymphoma in children.
Case: Reported a six years old boy with a diagnosis of Burkitt Lymphoma.
Management: Patient was treated by chemotheraphy procedure which was
deducted from Protocol Malawi 2002
Conclusion: Burkitt Lymphoma has high cure rate while being treated by
chemotherapic agent.

Keywords: Burkitt Lymphoma, children, Protocol Malawi 2002

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Limfoma Burkitt (LB) adalah neoplasma yang termasuk ke dalam
subgrup limfoma non-Hodgkin agresif. Limfoma Burkitt ditemukan oleh
Denis Parsons Burkitt, yang memetakan distribusi geografis penyakit ini
di Afrika (Burkitt 1958). Penyakit ini merupakan neoplasma sel limfosit B
dengan laju pertumbuhan tinggi. Limfoma Burkitt dibagi menjadi tiga
jenis yaitu endemik (Afrika), nonendemik (sporadik) dan terkait
imunodefisiensi (Orem et al. 2007).
Limfoma Burkitt merupakan bentuk keganasan pada anak yang
jarang ditemukan. Di Amerika Serikat, dilaporkan 100 kasus baru per
tahun, sedangkan insidens di Afrika berada di sekitar 100 per satu juta
anak. Insidens pada anak laki-laki dibanding perempuan 2-3:1, Limfoma
Burkitt lebih sering pada anak-anak usia 7 tahun, sementara di luar Afrika
usia rata-rata penderita 11 tahun. Angka kematian Limfoma Burkitt sangat
tinggi dan biasanya pasien meninggal sangat cepat (Nafianti et al. 2008).
Penyakit ini dapat menjangkit organ di daerah abdomen, wajah,
paraspinal, sumsum tulang dan sistem saraf pusat. Limfonodus, tulang,
mammae dan testis juga menjadi organ target penyakit ini. Tumor dapat
berkembang dua kali lipat lebih besar dalam 48 jam, sehingga penyakit ini
membutuhkan diagnosis dini dan penatalaksanaan tepat (Magrath 2012).
Dalam

penelitian

jangka

panjang

di

Afrika

penggunaan

kemoterapi tunggal atau kombinasi kemoterapi dosis rendah (<35%)


memiliki tingkat kesembuhan lebih kecil daripada kemoterapi dosis tinggi
intensif dan perawatan suportif di fasilitas pelayanan kesehatan yang
memadai (>90%) (Todeschini et al. 2012).
Rumah Sakit Umum Dr. Moewardi menangani empat kasus
Limfoma Burkitt pada tahun 2013-2015. Pada tahun 2013 ditangi dua

kasus, pada tahun 2014 ditangani satu kasus dan pada tahun 2015
ditangani satu kasus (RSUD Dr. Moewardi, 2015). Berdasarkan uraian di
atas Limfoma Burkitt memiliki angka kematian yang tinggi, namun
dengan

penatalaksanaan

yang

tepat

akan

menghasilkan

tingkat

kesembuhan yang tinggi sehingga penulis terdorong untuk melakukan


pengkajian mengenai kasus tersebut untuk mengetahui pengelolaan kasus
yang tepat dan sesuai dengan kondisi pasien.
B. Tujuan Penulisan Laporan Kasus
1.

Mengetahui gambaran klinis kasus Limfoma Burkitt pada anak.

2.

Mengkaji penatalaksanaan Limfoma Burkitt pada anak.

C. Manfaat Penulisan
Dengan diketahuinya gambaran klinis kasus Limfoma Burkitt
pada anak dan pengkajian penatalaksanaan kasus sehingga dapat menjadi
referensi dalam pengelolaan kasus yang tepat dan sesuai dengan kondisi
pasien.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Limfoma Burkitt
Limfoma Burkitt termasuk ke dalam subgrup limfoma nonHodgkin agresif, mempunyai daya gradasi tinggi dan terbentuk dari sel
kecil, tidak membelah (noncleaved), tidak berdiferensiasi, difus dan
berasal dari limfosit B. Limfoma non-Hodgkin adalah neoplasma yang
berasal dari jaringan limfatik terutama dari limfonodus (Burkitt 1958;
Magrath 2012; Orem et al. 2007).
B. Sistem Limfatik
Sistem limfatik adalah suatu jalur tambahan dimana cairan dapat
mengalir dari ruang interstisial kembali ke aliran darah. Melalui sistem
ini, zat-zat dengan molekul besar seperti protein dan lemak yang tidak
dapat diserap secara langsung dari saluran cerna dapat diangkut (Hall
2010). Saluran limfe dari sistem limfatik ini juga sangat permeabel
terhadap pathogen-patogen seperti bakteri, virus, parasit dan sel kanker
sehingga melalui jalur ini pathogen tersebut akan di keluarkan dalam
bentuk yang lebih sederhana karena salah satu fungsi dari sistem ini
adalah sebagai sistem pertahanan tubuh (Rusznyk et al. 2013).
Yang termasuk dalam sistem lifatik adalah pembuluh limfatik serta
jaringan dan organ limfatik.
1.

Pembuluh limfe
Pembuluh limfe mulai dari yang kecil yaitu kapiler limfe, yang
ada pada semua jaringan kecuali sistem saraf pusat, sumsum
tulang dan jaringan yang tidak ada pembuluh darahnya seperti
kartilago, epidermis, dan kornea. Kelompok pembuluh limfe
superfisial ada di dalam dermis dan hipodermis, sedangkan yang

profunda ada di saluran tulang, otot, visera, dan struktur dalam


lainnya.
Pembuluh limfatik meliputi
a. Kapiler limfatik
Kapiler limfatik adalah pembuluh limfatik terkecil yang
berfungsi sebagai penerima cairan limfe untuk pertam kalinya.
Didalam tubuh, ada suatu pemuluh kapiler limfatik yang
berfungsi untuk penyerapan lemak, pembuluh kapiler ini
disebut lacteal
b. Pembuluh limfatik pengumpul
Pembuluh limfatik pengumpul berfungsi sebagai penerima
cairan limfe yang berasal dari kapiler limfatik.
c. Limphonodus
Limphonodus ini berbentuk bulat-oval, bean-shaped dan
berada di sepanjang pembuluh limfe yang berfungsi untuk
menerima

cairan

limfe

untuk

kemudian

disaring,menghancurkan bakteri, parasit dan mikroorganisme


yang berbahaya bagi tubuh.
d. Trunkus limfatikus
Ada lima trunkus imfatikus besar yang ada di tubuh
i. Lumbar trunk, berfungsi sebagai saluran dari cairan limfe
yang berasal dari organ pelvis, ovarium, testis, ginjal,
kelenjar adrenal, ekstremitas bawah, pelvis dan dinding
abdominal.
ii. Intestinal trunk,sebagai saluran limfe yang berasal dari
organ-organ pencernaan yaitu lambung, pancreas, limpa
dan hati

iii. Bronchomediastinal trunk, mengumpulkan cairan limfe


yang berasal dari organ-organ yang berada di toraks dan
dinding toraks
iv. Jugular trunk, saluran drainase untuk kepala dan leher
v. Subclavian trunk, saluran limfe dari ekstremitas atas,
dinding toraks yang superpisial, dan kelenjar mamae
e. Duktus limfatikus, trunkus-trunkus yang ada kemudian
terhubung dengan vena besar yang berada di daerah thoraks
atau bergabung pada pembuluh limfatik yang lebih besar yang
disebut duktus limfatikus
f. Sisterna chyle suatu ductus yang terletak di bagian union dari
lumbar trunk dan mediastinal trunk berbentuk gelembung
yang kaya akan lemak
g. Duktus toraksikus. Duktus ini berjalan naik disepanjang
vertebra dan berfungsi untuk mengosongkan cairan limfe ke
pembuluh vena. Duktus ini mendrainase sekitar tiga perempat
dari sistem limfaik tubuh. Trunkus yang aliran limfenya
menuju ductus ini adalah trunkus jugularis kiri dan trunkus
subclavian kiri
h. Ductus limfatikus dextra. Truncus jugularis kanan, subclavia,
bronchomediastinal membentuk ductus limfatikus dextra yang
bergabung dengan vena toraksika yang menyuplai kepala
kanan, ekstramitas atas bagian kanan, dan toraks kanan
2. Organ limfatik
Organ limfatik dibagi dibagi menjadi dua yaitu organ limfatik
primer dan sekunder. Organ limfatik ini saling bekerjasama untuk
membentuk suatu pertahanan tubuh
a. Organ limfatik primer, yang termasuk dalam kelomok ini
adalah sumsum tulang dan timus. Sumsum tulang adalah

tempat hematopoeisis, terutama yang terkait dengan sisem


limfatik adalah limfosit B dan limfosit T. Limfosit B
diproduksi dan dimatangkan di sumsum tulang, sedangkan
limfosit T diproduksi di sumsum tulang dan dimatangkan di
tymus.
b. Organ limfatik sekunder, yang termasuk disini adalah limpa,
kelenjar getah bening, tonsil dan adenoids, apendiks dan
peyers patches (Hall 2010; Rusznyk et al. 2013).
C. Limfoma Burkitt
1.

Etiologi dan Patofisiologi


Penyebab pasti perkembangan Limfoma Burkitt belum
diketahui. Namun beberapa teori menyebutkan bahwa deregulasi
c-MYC oncogene, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan infeksi
malaria serta status imunokompromis pada pasien HIV
berhubungan erat dengan kejadian Limfoma Burkitt (Orem et al.
2007).

Epstein-Barr

Virus

adalah

anggota

dari

famili

herpesvirus yang sangat berpengaruh pada Limfoma Burkitt tipe


endemik. Seluruh pasien Limfoma Burkitt tipe endemik
memiliki

hasil

pemeriksaan

Epstein-Barr

Virus

positif,

sedangkan hanya 20% Limfoma Burkitt tipe sporadik yang


berhubungan dengan Epstein-Barr Virus. Epstein-Barr Virus
memiliki kecenderungan untuk menyebabkan infeksi laten
limfosit B, beberapa mempengaruhi respon imun T-cellmediated dan masuk ke pusat germinal. Selanjutnya hal ini dapat
menyebabkan proliferasi sel B yang berlebihan (Orem et al.
2007; Magrath 2012; Nafianti et al. 2008).
Infeksi malaria mungkin mempunyai peran dalam
patogenesis Limfoma Burkitt tipe endemik karena infeksi ini
dapat menghambat respon imun spesifik terhadap Epstein-Barr

Virus. Mekanisme pasti limfomagenesis karena Epstein-Barr


Virus belum diketahui dengan baik, namun bukti-bukti yang
signifikan mengenai interaksi microRNA viral dan seluler dapat
mengganggu ekspresi dan translasi gen normal. Epstein-Barr
Virus dapat dideteksi pada 25-40% Limfoma Burkitt yang terkait
dengan imunodefisiensi. Infeksi malaria juga berperan dalam
hiperplasia

limfosit

yang

dapat

berpotensi

memicu

perkembangan Limfoma Burkitt (Orem et al. 2007; Magrath


2012).
Translokasi t (8;14) adalah gangguan yang paling sering
muncul pada 80% Limfoma Burkitt yang dapat mengakibatkan
aktivasi berlebih c-myc gene. Produksi berlebihan c-myc dapat
mengubah limfosit menjadi sel kanker didukung dengan
abnormalitas gen p53 dan death-associated protein kinase
(DAP-kinase) yang menurunkan apoptosis dan membantu
perkembangan kanker. Ekspresi berlebih dari c-myc dapat
menginduksi gen seperti cyclin D2, TRAP1 dan HLA-DRB1
sedangkan gen p21 and platelet-derived growth factor receptoralpha

(PDGFR-alpha)

akan

terhambat,

sehingga

dapat

menimbulkan Limfoma Burkitt (Blum et al. 2004).


2.

Gambaran Klinis
Semua gejala yang muncul pada Limfoma Burkitt
disebabkan oleh regenerasi limfosit B yang terlalu cepat dan
terlibatnya

daerah

ekstranodal

serta

invasi

organ

yang

berdekatan(Magrath 2012). Massa epidural, nodul kulit,


gangguan sistem saraf pusat dan gangguan yang melibatkan
sumsum tulang termasuk dalam gejala Limfoma Burkitt.
Limfoma Burkitt juga dapat menimbulkan gejala yang mirip

dengan leukemia akut limfositik (L3-ALL), dengan demam,


anemia, pendarahan, dan adenopati(Robertson et al. 2013).
Limfoma Burkitt endemik paling sering terlihat pada
pasien di Afrika daerah ekuatorial dengan manifestasi yang
melibatkan rahang dan tulang wajah (daerah orbita) pada lebih
dari 50% kasus. Pasien sering mengeluh tentang pembengkakan
rahang atau tulang wajah lainnya, melonggarnya gigi dan
pembengkakan kelenjar getah bening yang tidak nyeri tekan dan
berkembang pesat di daerah leher atau di bawah rahang.
Manifestasi klinis lainnya dapat berupa massa perut (ileum,
cecal, dll), serta ovarium, gonad, tulang, dan payudara (Magrath
2012; Orem et al. 2007).
Gejala Limfoma Burkitt sporadis yang paling sering
muncul adalah tumor abdomen dan gangguan yang melinbatkan
sumsum tulang. Pasien sering mengeluh perutnya bengkak dan
nyeri pada daerah yang terkena. pembengkakan dan nyeri di
daerah yang terkena. Sebagian mengeluh karena gejala obstruksi
usus sekunder ke intususepsi ileum-cecal karena desakan tumor.
Jarang ditemukan limfadenopati generalisata. Tumor pada
daerah rahang jarang ditemukan pada Limfoma Burkitt sporadis,
namun gejala pada ovarium, ginjal, dan payudara memiliki
kemiripan dengan Limfoma Burkitt endemik (Magrath 2012;
Orem et al. 2007).
Pada Limfoma Burkitt terkait immunodefisiensi biasanya
muncul dengan nodul dan gangguan yang melibatkan sumsum
tulang. Cincin waldeyer dan mediastinum jarang terlibat
(Magrath 2012; Orem et al. 2007).

Gambar 2.1. Letak Neoplasia pada Berbagai Macam Jaringan


Tubuh
Gejala mayor Limfoma Burkitt meliputi munculnya
jaringan lunak yang berhubungan dengan rahang atau tulang
fasial lain, benjolan limfonodi leher yang cepat membesar, masa
abdominal dan asites (Orem et al. 2007; Magrath 2012).

10

Gambar 2.2. Massa pada Limfoma Burkitt pada Rahang (kiri)


dan Abdomen (kanan)
3.

Diagnosa
Pemeriksaan biopsi pada jaringan yang terlibat dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis. Secara histologis,
Limfoma Burkitt ditandai proliferasi monoklonal sel B yang
berukuran sedang dan tidak membelah yang seragam dan yang
menghasilkan pola difus. Sel-sel ini biasanya memiliki sedikit
sitoplasma basofilik ditandai dengan banyak vakuola lipid, inti
sel yang bulat dengan kromatin berbintik dan beberapa
nukleolus kecil (Nafianti et al. 2008; Magrath 2012).

Gambar 2.3. Penampakan histologis Limfoma Burkitt


Pada penampang mikroskopis Limfoma Burkitt memiliki
gambaran "starry sky" walaupun tidak patognomonik untuk
Limfoma Burkitt dan dapat diamati pada limfoma yang sangat

10

11

proliferatif lainnya. Imunofenotip dan studi sitogenetik dapat


membantu penegakkan diagnosis Limfoma Burkitt (Magrath
2012; Nafianti et al. 2008). Dengan variasi gejala munculnya
pembesaran pada nodus dan ekstranodus terdapat penyakit ini
digolongkan dengan sistem The Ann Arbor atau St. Jude/Murphy
menggunakan rumusan empat tingkat. Pembagian dapat dilihat
pada Tabel 1 (Carbone et al. 1971).
4.

Diagnosis Banding
Limfoma Burkitt harus dibedakan dari tumor abdomen
primer lainnya yang sering muncul pada masa kanak-kanak,
seperti

tumor

Wilms,

neuroblastoma,

dan

tumor

neuroektodermal perifer. Di sumsum tulang, Limfoma Burkitt


harus dibedakan dari B dan prekursor-T serta leukemia myeloid.
Di antara limfoma sel-B perifer, kesulitan utama adalah untuk
membedakan Limfoma Burkitt dari Diffuse Large B-Cell
Lymphoma (DLBCL), limfoma limfoblastik dan Mantle Cell
Lymphoma (MCL) (Ferry 2006).
5.

Penatalaksanaan
Kemoterapi intensif sistemik adalah pilihan terapi utama
untuk Limfoma Burkitt pada semua stadium. Radioterapi belum
bisa digunakan untuk penatalaksanaan Limfoma Burkitt. Penting
untuk memantau kondisi kimiawi tubuh pasien karena selama
kemoterapi perlu dipertimbangkan risiko sindrom lisis tumor.
dan nefropati asam urat. Profilaksi allopurinol dan hidrasi agresif
perlu dilakukan. Transfusi darah dapat diberikan dengan indikasi
anemia atau trombositopenia (Moormann et al. 2014; Nafianti et
al. 2008).

11

12

Tabel 1. Klasifikasi Staging Limfoma Burkitt berdasarkan Sistem The Ann


Arbor dan St. Jude/Murphy (Carbone et al. 1971)
Stage
Gejal

I
Massa

II
Massa

nodal atau ekstranodal

IIR
Massa

III
Limfoma

IV
Memiliki

intraabdo

yang

seluruh

ekstranoda

tunggal yang minal

melibatkan

gejala

l tunggal

melibatkan

yang

bagian

tingkat

limfonodi

terpisah

yang

sbeelumnya

sekitar

dengan

berlawanan

dan muncul

Massa

organ lain

dengan

keterlibatan

gasrointestina

diafragma

SSP

l primer

Massa

sumsum

Limfoma

intratorasik

tulang

yang

primer

(<25%).

melibatkan

Massa

limfonodi

paraspinal

sekitar daerah

dan

yang

epidural

sama

dengan

Extensive

diafragma.

intra-

dan

abdominal
disease
Pemberian cairan untuk rehidrasi yang adekuat dapat
diberikan paling tidak 24 jam sebelum kemoterapi. Pemantauan
ketat hitung darah rutin, koagulasi, dan paling sedikit dua kali
sehari analisisserum asam urat, kalium, kalsium, fosfor,
magnesium, dan kreatinin penting dilakukan untuk beberapa hari

12

13

awal terapi. Pemasangan monitor jantung dan pemantauan


fungsi hepar dapat dipertimbangakan, serta penyediaan alat
hemodialisis juga penting terutama penatalaksanaan pasien
dengan stadium lanjut (Moormann et al. 2014).
Walaupun belum ada regimen standard yang ditetapkan,
terdapat tiga pilihan terapi yang digunakan yaitu jenis intensif
(regimen durasi pendek CODOX-M/IVAC (Magrath regimen)
dan Protokol CALGB 9251), kemoterapi jangka panjang (hyperCVAD dan Protokol CALGB 8811) dan jenis kombinasi yang
disusul dengan autologous-Stem Cell Transplantation (SCT).
Dewasa ini mulai diberikan tambahan rituximab pada seluruh
regimen. Walaupun belum ada penelitian yang membandingkan
ketiga jenis pengobatan tersebut, jenis yang paling banyak
digunakan di Amerika Serikat adalah jenis intensive. Jenis ini
membutuhkan pemberian yang relatif cepat dan komplikasi yang
lebih ringan dibandingkan dengan jenis yang lain. Regimen yang
paling sering dipakai adalah CODOX-M/IVAC (Okebe et al.
2011).
Setelah selesai kemoterapi respon pasien terhadap terapi
harus diperiksa. Mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium darah rutin, profil hepar dan ginjal
dan kadar LDH, pemeriksaan radiologi atau dengan CT-scan dan
pemeriksaan sumsum tulang belakang. Pasien harus diperiksa
dua bulan sekali pada tahun pertama, tiga bulan sekali pada
tahun kedua dan enam bulan sekali pada tahun selanjutnya untuk
memantau kondisi umum dan menilai kemungkinan kambuh
(Moormann et al. 2014; Okebe et al. 2011).

13

14

6.

Prognosis
Sekitar 90% pasien anak-anak yang diobati dengan
kemoterapi intensif saat ini memiliki kelangsungan hidup bebas
penyakit dengan jangka panjang(Todeschini et al. 2012).
Sebelum munculnya program terapi agresif, anak-anak dengan
Limfoma Burkitt cepat meninggal. Dengan manajemen yang
tepat dari konsekuensi metabolik pergantian sel yang cepat dan
dengan kombinasi kemoterapi dan profilaksis sistem saraf pusat
(SSP), survival rate telah meningkat secara signifikan ( 60%)
(Ngoma et al. 2012; Magrath 2012). Pasien dengan penyakit
stadium awal (A, AR, stadium I dan II) memiliki prognosis yang
sangat baik, dengan survival rate yang lebih besar dari 90%.
Pasien dengan stadium penyakit lebih tinggi (stadium III dan
IV), terutama yang melibatkan sumsum tulang dan SSP,
memiliki prognosis yang lebih buruk, namun survival rate-nya
mencapai 50-90% dengan rejimen kemoterapi yang lebih
agresif. Pasien dengan Limfoma Burkitt kambuh memiliki
survival rate dari 20-50%. Hingga 25% pasien anak-anak yang
memiliki Limfoma Burkitt kambuh dapat memiliki survival rate
jangka panjang melalui terapi dosis tinggi dengan transplantasi
sel induk hematopoietik autologus (Moormann et al. 2014;
Magrath 2012; Ngoma et al. 2012; Okebe et al. 2011; Nafianti et
al. 2008).

14

15

BAB III
LAPORAN KASUS
Seorang anak laki-laki, An. RA, 8 tahun, nomor RM 01 28 60 94,
dengan alamat Berjo, Ngargoyoso, Karanganyar, datang ke Poli THT RSUD
Dr. Moewardi Surakarta pada tanggal 12 Januari 2015 dengan keluhan utama
benjolan di leher dan telinga sejak enam bulan yang lalu.

Gambar 3.1. An. RA dengan Limfoma Burkitt


Riwayat Penyakit Sekarang : pasien datang dengan keluhan benjolan di
leher dan telinga yang muncul sejak enam bulan yang lalu secara mendadak dan
makin besar. Pasien mengaku merasa nyeri pada daerah benjolan. Pernah
dilakukan operasi empat bulan yang lalu namun kemudian muncul lagi dan
dilakukan pemeriksaan patologi anatomi pada tanggal 27 Desember 2014.
Pasien merupakan rujukan dari RSUD Karanganyar dengan Limfoma Burkitt
berdasarkan hasil pemeriksaan patologi anatomi.
Planning: Konsul sub onkologi dan TS anak. Pada tanggal 13 Januari
2015 TS anak mengusulkan pemeriksaan laboratorium dan foto rontgen toraks.
Penatalaksanaan: Pasien selama menjalani rawat inap sejak tanggal 14
Januari 2015 untuk persiapan kemoterapi.
Pada tanggal 19 Januari 2015 protokol dimulai dengan dengan
pemberian injeksi intravena cefotaxime 50 mg/ kgBB/ 8 jam (1 gr/8 jam),
injeksi intravena gentamycine 5 mg/ kgBB/ 24 jam (150 mg/24 jam), injeksi

15

16

intravena vincristine 1 mg, injeksi intratekal metotrexat 12 mg dan tablet


prednisone 5 mg (1-0-0) serta paracetamol 250 mg jika perlu.
Pada tanggal 20 Januari 2015 protokol dilanjutkan dengan dengan
pemberian injeksi intravena cefotaxime 50 mg/ kgBB/ 8 jam (1 gr/8 jam),
injeksi intravena gentamycine 5 mg/ kgBB/ 24 jam (150 mg/24 jam) dan tablet
prednisone 5 mg (2-1-1) serta paracetamol 250 mg jika perlu.
Pada tanggal 21 Januari 2015 protokol dilanjutkan dengan dengan
pemberian injeksi intravena cefotaxime 50 mg/ kgBB/ 8 jam (1 gr/8 jam),
injeksi intravena gentamycine 5 mg/ kgBB/ 24 jam (150 mg/24 jam) dan tablet
prednisone 5 mg (3-2-1) serta paracetamol 250 mg jika perlu lalu pasien
dipulangkan dan kontrol pada tanggal 27 Januari 2015 untuk injeksi intratekal
metotrexat.
Pada tanggal 22 Januari 2015 protokol dilanjutkan dengan pemberian
tablet prednisone 5 mg (4-3-2) dan pada tanggal 23 Januari 2015 protokol
dilanjutkan dengan pemberian tablet prednisone 5 mg (5-4-3) sampai tanggal
27 Januari 2015.
Pada tanggal 27 Januari 2015 protokol dilanjutkan dengan dengan
pemberian injeksi intravena cyclophosphamide 300 mg, injeksi intravena mesna
100 mg dan tablet prednisone 5 mg (5-4-3). Pada tanggal 28 Januari 2015
protokol dilanjutkan dengan dengan pemberian tablet prednisone 5 mg (5-4-1)
setiap hari.
Pada tanggal 2 Februari 2015 pasien datang untuk kontrol lalu diberikan
tablet prednisone 5 mg (5-4-1) setiap hari sampai tanggal 16 Ferburari 2015.
Pada tanggal 16 Februari 2015 protokol dilanjutkan dengan pemberian injeksi
intravena vincristine 1 mg diencerkan hingga 5 cc, injeksi intratekal metotrexat
12 mg dan tablet prednisone 5 mg (5-4-3).
Pada tanggal 26 Februari 2015 protokol dilanjutkan dengan pemberian
cyclophosphamide 3 cc dan mesna 1 cc dalam 500 Nacl 83 ml/jam, hidrasi

16

17

D1/4 150 ml/ jam dan prednisone 60 mg (5-4-3). Protokol akan dilanjutkan
hingga seluruh regimen selesai diberikan.

17

18

BAB IV
PEMBAHASAN
Keluhan benjolan solid di leher pada trigonum posterior merupakan
salah satu bentuk keganasan pada jaringan di daerah leher. Keganasan pada
daerah tersebut dapat berasal dari jaringan otot, limfe, tulang maupun metastase
(Thandar & Jonas 2004). Maka dari itu perlu dilakukan pemeriksaan langsung
patologi anatomi. Penegakan diagnosis Limfoma Burktitt ini didasarkan pada
hasil pemeriksaan laboratorium patologi anatomi yang menunjukkan hasil
Limfoma Burkitt (Gopal et al. 2013). Dengan kondisi masa tumor tunggal
ekstranodal pasien ini masuk ke dalam Limfoma Burkitt stage I sesuai dengan
kriteria St. Jude/Murphy (Carbone et al. 1971).
Tidak didapatkan riwayat pembedahan yang dilakukan pada penanganan
kasus sebelumnya. Namun setelah ditemukannya regimen kemoterapi untuk
penatalaksanaan Limfoma Burkitt, tindakan pembedahan sudah jarang
digunakan, karena Limfoma Burkitt merupakan keganasan yang kemosensitif
(Magrath 2012).
Penatalaksanaan kasus tersebut dilakukan dengan pemberian kemoterapi
berdasarkan Protokol Malawi 2002. Agen kemoterapi yang digunakan adalah
metothrexat, vincristine dan cyclophosphamide dengan ajuvan cefotaxime,
gentamycine, mesna dan prednisone (Israls 2010). Pada penggunaan protokol
ini perlu diperhatikan adalah pencegahan lisis tumor dengan hidrasi,
pemantauan profil darah rutin untuk memantau myelosupresi, fungsi hepar dan
fungsi ginjal. Pada pasien ini dapat direkomendasikan untuk menggunakan
monoterapi cyclophosphamide karena memiliki cost-benefit ratio yang lebih
optimal (Traore et al. 2011).
Pemantauan ketat keadaan umum perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya perburukan keadaan umum karena kemoterapi. Pasien mengalami
gejala myelosupresi dan gangguan fungsi ginjal.
Penggunaan mesna pada kasus ini digunakan untuk sitoprotektif.
Penggunaan cyclophosphamide dapat menimbulkan risiko hematuria dan

18

19

gangguan ginjal lain. Penggunaan mesna dapat menurunkan risiko ini yang
muncul karena sifat urotoksik dari metabolit derivat oxazaphosphorine yaitu
cyclophosphamide dengan berikatan dengan donor sulfhidril saat berada dalam
urin (McEvoy 2007).

19

20

BAB V
KESIMPULAN
Limfoma Burkitt pada anak merupakan kasus yang jarang terjadi namun
memiliki angka mortalitas yang tinggi. Penting untuk melakukan diagnosis dini
dan penatalaksanaan yang memadai. Penatalaksanaan dengan Protokol Malawi
2002 memiliki angka kesembuhan tinggi karena Limfoma Burkitt merupakan
neoplasma yang kemosensitif. Perlu pemantauan ketat pada penggunaan
protokol tersebut terutama pada anak untuk mempertahankan quality of life
setelah kemoterapi.

20

21

DAFTAR PUSTAKA
Blum, W. et al., 2004. Adult de novo acute myeloid leukemia with t(6;11)
(q27;q23): Results from cancer and leukemia group B study 8461 and
review of the literature. Cancer, 101(July), pp.14201427.
Burkitt, D., 1958. A sarcoma involving the jaws in African children. The British
journal of surgery, 46(46), pp.218223.
Carbone, P., Kaplan, H. & Musshoff, K., 1971. Report of the committee on
Hodgkins disease staging classification. Cancer Res, (31), pp.18601861.
Ferry, J.A., 2006. Burkitts Lymphoma: Clinicopathologic Features and
Differential Diagnosis. The Oncologist, (11), pp.375383.
Gopal, S. et al., 2013. Early Experience after Developing a Pathology
Laboratory in Malawi, with Emphasis on Cancer Diagnoses. PLoS ONE,
8(8), pp.613.
Hall, J.E., 2010. Guyton and Hall textbook of medical physiology.
Israls, T., 2010. Aspects of the management of children with cancer in Malawi.
Magrath, I., 2012. Epidemiology: Clues to the pathogenesis of Burkitt
lymphoma. British Journal of Haematology, 156, pp.744756.
Magrath, I., 2012. Towards curative therapy in burkitt lymphoma: The role of
early African studies in demonstrating the value of combination therapy
and CNS prophylaxis. Advances in Hematology, 2012.
McEvoy, G., 2007. AHFS 2007 Drug Information. American Society of HealthSystem Pharmacists, Inc., pp.37853788.
Moormann, A.M. et al., 2014. Optimal management of endemic Burkitt
lymphoma: a holistic approach mindful of limited resources. , pp.9199.
Nafianti, S., Windiastuti, E. dan Gatot, D., 2008. Gambaran Limfoma Burkitt di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Sari Pediatri, 10(1), pp.4752.

21

22

Ngoma, T. et al., 2012. Treatment of Burkitt lymphoma in equatorial Africa


using a simple three-drug combination followed by a salvage regimen for
patients with persistent or recurrent disease. Br J Haematol, 29(6),
pp.9971003.
Okebe, J.U. et al., 2011. Therapeutic interventions for Burkitt lymphoma in
children. Cochrane database of systematic reviews (Online), (7),
p.CD005198.
Orem, J. et al., 2007. Burkitts lymphoma in Africa, a review of the
epidemiology and etiology. African health sciences, 7(3), pp.166175.
Robertson, E. et al., 2013. Burkitts Lymphoma: Current Cancer Research,
Rusznyk, I., Fldi, M. & Szab, G., 2013. Lymphatics and lymph circulation:
Physiology and pathology, Elsevier Inc.
Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Moewardi (RSUD Dr. Moewardi). 2015.
Laporan Rekapitulasi Penyakit. RSDM: Surakarta.
Thandar, M. & Jonas, N., 2004. An Approach to The Neck Mass. , 22(5),
pp.266272.
Todeschini, G. et al., 2012. Intensive short-term chemotherapy regimen induces
high remission rate (over 90%) and event-free survival both in children
and adult patients with advanced sporadic Burkitt lymphoma/leukemia.
American Journal of Hematology, 87, pp.2225.
Traore, J., Coze, C. dan Atteby, J., 2011. Cyclophosphamide monotherapy in
children with Burkitt lymphoma: a study from the French- African
Pediatric Oncology Group (GFAOP). Pediatr Blood Cancer, (56), pp.50
76.

22

Anda mungkin juga menyukai