Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, alat-alat teknologi
yang semakin canggih, dan perkembangan penduduk semakin tinggi, kesehatan pun
semakin maju banyak pengobatan-pengobatan yang mulai ditemukan untuk
mendeteksi maupun untuk menyembuhkan penyakit. Namun seiring dengan hal ini
penyakit barupun banyak ditemukan. Banyak orang yang bermunculan dengan
penyakit berbagai macam namun kasus yang tersering adalah penyakit karena infeksi
baik itu infeksi saluran nafas, infeksi nosocomial maupun penyakit yang lainnya . Dan
banyak juga penyakit-penyakit yang muncul karena adanya keabnormalan suatu
system tubuh. Diantaranya adalah penyakit Limfoma non hodgin.
Limfoma non-Hodgkin adalah suatu kelompok penyakit heterogen yang dapat
didefinisikan sebagai keganasan jaringan limfoid selain penyakit Hodgkin.
Manifestasinya sama dengan penyakit Hodgkin, namun penyakit ini biasanya sudah
menyebar keseluruh system limfatik sebelum pertama kali terdiagnosis. Apabila
penyakitnya masih terlokalisasi, radiasi merupakan penanganan pilihan. Jika terdapat
keterlibatan umum, digunakan kombinasi kemoterapi. Pemberian dosis rendah pada
penderita HIV-positif dianjurkan untuk mencegah terjadinya infeksi berat yang
potensial mematikan. Seperti pada penyakit Hodgkin, infeksi merupakan masalah
utama. Keterlibatan system saraf pusat juga sering terjadi.
Berbagai permasalahan dapat timbul karena kasus ini yang mana permsalahan
tersebut dapat menyangkut seluruh aspek kehidupan dari manusia baik secara fisik,
psikis, sosial maupun spiritual. Secara fisik dapat menimbulkan tergangguanya pola
nafas karena ada penekanan atau kesulitan dalam menelan makana sehingga
mengakibatkan kurangnya asupan nutrisi. Secara psikis penyakit ini dapat
menimbulkan gangguan konsep diri terutama mengenai body image, ataupun bahkan
bisa mengakibatkan perilaku menarik diri, secara sosial bisa mengakibatkan
kerusakan interaksi sosial karena perilaku menarik diri atau kurang percaya diri dan
secara spiritual bisa menyalahkan Tuhan atas penyakit yang diberikan atau mungkin
sebaliknya justru lebih tekun beribadah karena ingin cepat sembuh.Melihat hal dan
permasalahan diatas penyusun mencoba mengangkat permasalahan tersebut dalam

1
bentuk makalah Asuhan Keperawatan Pada Gangguan System Imun : Limfoma
Non-Hodgin .

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi limpa?
2. Apa pengertian dari Limfoma non-Hodgkin?
3. Apa etiologi dari Limfoma non-Hodgkin?
4. Apa saja yang termaksuk kedalam klasifikasi dari Limfoma non-Hodgkin?
5. Bagaimana patofisiologi dan WOC dari Limfoma non-Hodgkin?
6. Apa saja gejala klinis pada pasien yang mengalami Limfoma non-Hodgkin?
7. Apa saja tahapan penyakit dari Limfoma non-Hodgkin?
8. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari Limfoma non-Hodgkin?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari Limfoma non-Hodgkin?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami Limfoma non-
Hodgkin?

C. Tujuan
Dengan dibuatnya makalah ini peserta/mahasiswa dapat belajar dan memahami dan
menjelaskan ataupun mnyebutkan :
anatomi dan fisiologi limpa.
1. Definisi Limfoma non-Hodgkin
2. Etiologi Limfoma non-Hodgkin
3. Klasifikasi Limfoma non-Hodgkin
4. Patofisiologi dan WOC dari Limfoma non-Hodgkin
5. Manifestasi klinis pada pasien Limfoma non-Hodgkin
6. Tahapan penyakit Limfoma non-Hodgkin
7. Pemeriksaan diagnostik pada Limfoma non-Hodgkin
8. Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien yang mengalami Limfoma non-
Hodgkin
9. Asuhan keperawataan pada pasien yang mengalami Limfoma non-Hodgkin.

2
BAB
PEMBAHASAN

A. Anatomi dan fisiologi.


Sistem limfatik adalah bagian penting sistem kekebalan tubuh yang memainkan
peran kunci dalam pertahanan alamiah tubuh melawan infeksi dan kanker. Cairan
limfatik adalah cairan putih mirip susu yang mengandung protein, lemak dan limfosit
(sel darah putih) yang semuanya mengalir ke seluruh tubuh melalui pembuluh
limfatik.
Yang membentuk sistem limfatik dan cairan yang mengisis pembuluh ini
disebut limfe. Komponen Sistem Limfatik antara lain : pembuluh limfe, kelenjar
Limfe (nodus limfe), limpa, tymus, dan sumsum tulang.
1. Anatomi fisiologi sistem limfatik.
a. Pembuluh limfe.
Pembuluh limfe merupakan jalinan halus kapiler yang sangat kecil atau
sebagai rongga limfe di dalam jaringan berbagai organ dalam vili usus terdapat
pembuluh limfe khusus yang disebut lakteal yang dijumpai dalam vili usus.
Fisiologi kelenjar limfe hampir sama dengan komposisi kimia plasma darah
dan mengandung sejumlah besar limfosit yang mengalir sepanjang pembuluh
limfe untuk masuk ke dalam pembuluh darah. Pembuluh limfe yang mengaliri
usus disebut lakteal karena bila lemak diabsorpsi dari usus sebagian besar lemak
melewati pembuluh limfe. Sepanjang pergerakan limfe sebagian mengalami
tarikan oleh tekanan negatif di dalam dada, sebagian lagi didorong oleh kontraksi
otot.
Fungsi pembuluh limfe mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke
dalam sirkulasi darah, mengankut limfosit dari kelenjar limfe ke sirkulasi darah,
membawa lemak yang sudah dibuat emulasi dari usus ke sirkulasi darah. Susunan
limfe yang melaksanakan ini ialah saluran lakteal, menyaring dan
menghancurkan mikroorganisme, menghasilkan zat antibodi untuk melindungi
terhadap kelanjutan infeksi.
b. Kelenjar limfe (nodus limfe)
Kelenjar ini berbentuk bulat lonjong dengan ukuran kira-kira 10 25 mm.
Limfe disebut juga getah bening, merupakan cairan yang susunan isinya hampir

3
sama dengan plasma darah dan cairan jaringan. Bedanya ialah dalam cairan
limfe banyak mengandung sel darah limfosit, tidak terdapat karbondioksida, dan
mengandung sedikit oksigen. Cairan limfe yang berasal dari usus banyak
mengandung zat lemak. Cairan limfe ini dibentuk atau berasal dari cairan
jaringan melalui difusi atau filtrasi ke dalam kapiler kapiler limfe dan
seterusnya akan masuk ke dalam peredaran darah melalui vena.
Fungsinya yaitu menyaring cairan limfe dari benda asing, pembentukan
limfosit, membentuk antibodi, pembuangan bakteri, membantu reasoprbsi
lemak.
c. Limpa.
Limpa merupakan sebuah organ yang terletak di sebelah kiri abdomen di
daerah hipogastrium kiri bawah iga ke-9,-10,-11. Limpa berdekatan pada
fundus dan permukaan luarnya menyentuh diafragma. Jalinan struktur jaringan
ikat di antara jalinan itu membentuk isi limpa/ pulpa yang terdiri dari jaringan
limpa dan sejumlah besar sel sel darah.
Fungsi limpa sebagai gudang darah seperti hati, limpa banyak
mengandung kapiler kapiler darah, dengan demikian banyak arah yang
mengalir dalam limpa, sebagai pabrik sel darah, limfa dapat memproduksi
leukosit dan eritrosit terutama limfosit, sebagai tempat pengahancur eritrosit,
karena di dalam limpa terdapat jaringan retikulum endotel maka limpa tersebut
dapat mengancurkan eritrosit sehingga hemoglobin dapat dipisahkan dari zat
besinya, mengasilkan zat antibodi.
Limpa menerima darah dari arteri lienalis dan keluar melalui vena lienalis
pada vena porta. Darah dari limpa tidak langsung menuju jantung tetapi
terlebih dahulu ke hati. Pembuluh darah masuk kedalam dan keluar melalui
hilus yang berbeda di permukaan dalam. Pembuluh darah itu memperdarahi
pulpa sehingga dapat bercampur dengan unsur limpa.
d. Thymus.
Kelenjar timus terletak di dalam torax, kira kira pada ketinggian
bifurkasi trakea. Warnanya kemerah merahan dan terdiri dari 2 lobus. Pada
bayi baru lahir sangat kecil dan beratnya kira kira 10 gram atau lebih sedikit;
ukurannya bertambah pada masa remaja beratnya dari 30 40 gram dan
kemudian mengkerut lagi. Fungsinya diperkirakan ada sangkutnya dengan
produksi antibody dan sebagai tempat berkembangnya sel darah putih.

4
e. Bone marrow / sumsum tulang.
Sumsum tulang (Bahasa Inggris: bone marrow atau medulla ossea)
adalah jaringan lunak yang ditemukan pada rongga interior tulang yang
merupakan tempat produksi sebagian besar sel darah baru. Ada dua jenis
sumsum tulang: sumsum merah (dikenal juga sebagai jaringan myeloid)
dan sumsum kuning. Sel darah merah, keping darah, dan sebagian besar sel
darah putih dihasilkan dari sumsum merah. Sumsum kuning menghasilkan sel
darah putih dan warnanya ditimbulkan oleh sel-sel lemak yang banyak
dikandungnya. Kedua tipe sumsum tulang tersebut mengandung
banyak pembuluh dan kapiler darah. Sewaktu lahir, semua sumsum tulang
adalah sumsum merah. Seiring dengan pertumbuhan, semakin banyak yang
berubah menjadi sumsum kuning. Orang dewasa memiliki rata-rata 2,6 kg
sumsum tulang yang sekitar setengahnya adalah sumsum merah. Sumsum
merah ditemukan terutama pada tulang pipih seperti tulang pinggul, tulang
dada, tengkorak, tulang rusuk, tulang punggung, tulang belikat, dan pada
bagian lunak di ujung tulang panjang femur dan humerus.
Sumsum kuning ditemukan pada rongga interior bagian tengah tulang
panjang. Pada keadaan sewaktu tubuh kehilangan darah yang sangat banyak,
sumsum kuning dapat diubah kembali menjadi sumsum merah untuk
meningkatkan produksi sel darah.
2. Lokasi-lokasi nodus limfe.
Daerah khusus, tempat terdapat banyak jaringan limfatik adalah palatin (langit
mulut) dan tosil faringeal, kelenjar timus, agregat folikel limfatik di usus halus,
apendiks dan limfa.
3. Fisiologi sistem limfatik
Fungsi Sistem limfatik sebagai berikut :
a. Pembuluh limfatik mengumpulkan cairan berlebih atau cairan limfe dari
jaringan sehingga memungkinkan aliran cairan segar selalu bersirkulasi dalam
jaringan tubuh.
b. Merupakan pembuluh untuk membawa kembali kelebihan protein didalam
cairan jaringan ke dalam aliran darah.
c. Nodus menyaring cairan limfe dari infeksi bakteri dan bahan-bahan berbahaya.
d. Nodus memproduksi limfosit baru untuk sirkulasi.

5
e. Pembuluh limfatik pada organ abdomen membantu absorpsi nutrisi yang telah
dicerna, terutama lemak.
4. Mekanisme Sirkulasi Limfatik.
Pembuluh limfatik bermuara kedalam vena-vena besar yang mendekati jantung
dan disini terdapat tekanan negatif akibat gaya isap ketika jantung mengembang
dan juga gaya isap torak pada gerakan inspirasi.
Tekanan timbul pada pembuluh limfatik, seperti halnya pada vena, akibat
kontraksi otot-otot, dan tekanan luar ini akan mendorong cairan limfe ke depan
karena adanya katup yang mencegah aliran balik ke belakang. Juga terdapat
tekanan ringan dari cairan jaringan akibat ada rembesan konstan cairan segar dari
kapiler-kapiler darah. Apabila terdapat hambatan pada aliran cairan limfe yang
melalui sistem limfatik, terjadilah edema, yaitu pembengkakan jaringan akibat
adanya kelebihan caiaran yang terkumpul didalamnya. Edema juga bisa terjadi
akibat obstruksi vena, karena vena juga berfungsi mengalirkan sebagian cairan
jaringan.

B. Definisi
Limfoma maligna (LM) adalah proliferasi abnormal sistem limfoid dan struktur
yang membentuknya, terutama menyerang kelenjar getah bening.
Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal dari
sistem kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh. Beberapa dari
limfoma ini berkembang sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang
lainnya menyebar dengan cepat (dalam beberapa bulan). Penyakit ini lebih sering
terjadi dibandingkan dengan penyakit Hodgkin.
Limfoma non-Hodgkin adalah suatu kelompok penyakit heterogen yang dapat
didefinisikan sebagai keganasan jaringan limfoid selain penyakit Hodgkin.
Manifestasinya sama dengan penyakit Hodgkin, namun penyakit ini biasanya sudah
menyebar keseluruh system limfatik sebelum pertama kali terdiagnosis. Apabila
penyakitnya masih terlokalisasi, radiasi merupakan penanganan pilihan. Jika terdapat
keterlibatan umum, digunakan kombinasi kemoterapi. Pemberian dosis rendah pada
penderita HIV-positif dianjurkan untuk mencegah terjadinya infeksi berat yang
potensial mematikan. Seperti pada penyakit Hodgkin, infeksi merupakan masalah
utama. Keterlibatan system saraf pusat juga sering terjadi.

6
Limfoma malignum non-Hodgkin atau Limfoma non-Hodgkin adalah suatu
keganasan kelenjar limfoid yang bersifat padat. Limfoma non-hodgkin hanya dikenal
sebagai suatu limfadenopati lokal atau generalisata yang tidak nyeri. Namun sekitar
sepertiga dari kasus yang berasal dari tempat lain yang mengandung jaringan limfoid (
misalnya daerah orofaring, usus, sumsum tulang, dan kulit. Meskipun bervariasi
semua bentuk limfoma mempunyai potensi untuk menyebar dari asalnya sebagai
penyebaran dari satu kelenjar ke kelenjar lain yang akhirnya menyebar ke limfa, hati,
dan sumsum tulang.
Limfoma Non Hodgkin adalah keganasan primer berupa gangguan proliferatif
tidak terkendali dari jaringan limfoid (limfosit B dan sistem sel limfosit T). Limfoma
atau Kanker Getah Bening adalah tipe kanker yang menyerang sel darah putih dan
terkumpul dalam kelenjar getah bening. Sel tersebut cepat menggandakan diri dan
tumbuh secara tidak terkontrol. Limfoma Non Hodgkin sering disingkat jadi LNH.
Karena limfosit bersirkulasi ke seluruh tubuh, maka selain di kelenjar getah
bening tempat yang paling sering terkena Limfoma adalah limpa dan sumsum tulang.
Selain itu bisa terbentuk di perut, hati atau yang jarang sekali di otak. Seringkali lebih
dari satu bagian tubuh terserang oleh penyakit ini. Limfoma pada otak atau urat saraf
tulang belakang disebut limfoma susunan saraf pusat (SSP). Penyakit Limfoma dapat
menyerang disegala usia, namun lebih sering menyerang usia tua 65 tahun.

C. Etiologi
Penyebab LNH belum jelas diketahui. Para pakar cenderung berpendapat bahwa
terjadinya LNH disebabkan oleh pengaruh rangsangan imunologis persisten yang
menimbulkan proliferasi jaringan limfoid tidak terkendali. Diduga ada hubungan
dengan virus Epstein Barr LNH kemungkinan ada kaitannya dengan faktor keturunan
karena ditemukan fakta bila salah satu anggota keluarga menderita LNH maka risiko
anggota keluarga lainnya terjangkit tumor ini lebih besar dibanding dengan orang lain
yang tidak termasuk keluarga itu. Pada penderita AIDS : semakin lama hidup semakin
besar risikonya menderita limfoma.
Terdapat beberapa faktor resiko terjadinya LNH, antara lain :
a. Imunodefisiensi : 25% kelainan heredier langka yang berhubungan dengan
terjadinya LNH antara lain adalah : severe combined immunodeficiency,
hypogammaglobulinemia, common variable immunodeficiency, Wiskott Aldrich
syndrome dan ataxia-telangiectasia. Limfoma yang berhubungan dengan kelainan-

7
kelainan tersebut seringkali dihubugkan pula dengan Epstein Barr Virus (EBV) dan
jenisnya beragam.
b.Agen infeksius : EBV DNA ditemukan pada limfoma Burkit sporadic. Karena tidak
pada semua kasus limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV
terhadap terjadinya limfoma Burkit belum diketahui.
c. Paparan lingkungan dan pekerjaan : Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan
dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini
disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik.
d.Diet dan Paparan lsinya : Risiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi
makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV4,5.

Lymfoma Non-Hodgin ini belum ditemukan penyebab yang pasti, namun terdapat
beberapa faktor risiko yang mempengaruhi tejadinya penyakit ini yaitu :

1. Umur : sebagian besar Limfoma Non-Hodkin ditemukan pada orang dengan


usia 60 tahun atau lebih. Namun pada beberapa tipe ditemukan juga meyerang
orang yang berusia muda.
2. Gender : sebagian besar risiko terjadinya Limfoma Non-Hodkin umumnya
terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Namun pada beberapa tipe lebih
banyak terjadi pada wanita dan tidak diketahui penyebapnya.
3. Ras : di AS orang Amerika kulit putih lebih rentan terkena Limfoma Non-
Hodkin dari pada orang amerika kulit hitam, maupun orang Amerika keturunan
Asia.
4. Paparan Zat Kimia : beberapa penelitian mengatakan bahwa bahan kimia
seperti benzena dan insektisida berhubungan dalam meningkatkan risiko terkena
Limfoma Non-Hodkin. Beberapa juga mengatakan obat-obatan yang digunakan
untuk terapi kanker juga dapat meningkatkan risiko terkena Limfoma Non-
Hodkin beberapa tahun kemudian.
5. Paparan Radiasi : Orang yang dapat bertahan hidup pada daerah yang pernah
mengalami ledakan bom nuklir memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena kanker,
salah satunya Limfoma Non-Hodkin. Orang yang menjalani pengobatan
menggunakan radiasi, juga dapat meningkatkan risiko terkena Limfoma Non-
Hodkin di kemudian hari.

8
6. Sistem imun yang lemah : Seseorang dengan sistem imun yang lemah dapat
meningkatkan risiko terkena Limfoma Non-Hodkin. Selain itu seseorang yang
terinfeksi virus HIV juga berisiko terkena Limfoma Non-Hodkin.
7. Penyakit Autoimun : penyakit auto imun adalah suatu penyakit dimana
sistem imun menyerang jaringan/sel tubuh maupun sel asing yang masuk. Contoh
penyakit Autoimun adalah Rheumatoid Arthritis dan Systemic Lupus
Erythematosus dapat meningkatkan risiko terkena Limfoma Non-Hodkin.
8. Infeksi virus : infeksi virus yang menyerang DNA maupun Limfosit dapat
mengubah DNA dan Limfosit menjadi sel-sel kanker. Virus tersebut diantaranya
Epstein-Barr Virus (EBV) dan HTLV-1 virus.

D. Klasifikasi limfoma non-Hodgkin.


Ada dua klasifikasi besar penyakit ini yaitu:
1. Limfoma non Hodgkin agresif.
Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai limfoma non
Hodgkin tumbuh cepat atau level tinggi. Karena sesuai dengan namanya, limfoma
non Hodgkin agresif ini tumbuh dengan cepat. Meskipun nama agresif
kedengarannya sangat menakutkan, limfoma ini sering memberikan respon sangat
baik terhadap pengobatan. Meskipun pasien yang penyakitnya tidak berespon baik
terhadap standar pengobatan lini pertama, sering berhasil baik
dengan kemoterapi dan transplantasi sel induk. Pada kenyataannya, limfoma non-
Hodgkin agresif lebih mungkin mengalami kesembuhan total dari pada limfoma
non Hodgkin indolen.
2. Limfoma non Hodgkin indolen.
Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma non
Hodgkin tumbuh lambat atau level rendah. Sesuai dengan namanya, limfoma non
Hodgkin indolen tumbuh hanya sangat lambat. Secara tipikal ia pada awalnya tidak
menimbulkan gejala, dan mereka sering tetap tidak terditeksi untuk beberapa saat.
Tentunya, mereka sering ditemukan secara kebetulan, seperti ketika pasien
mengunjungi dokter untuk sebab lainnya. Dalam hal ini, dokter mungkin
menemukan pembesaran kelenjar getah bening pada pemeriksaan fisik rutin.
Kadangkala, suatu pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah, atau suatu sinar-X,
dada, mungkin menunjukkan sesuatu yang abnormal, kemudian diperiksa lebih
lanjut dan ditemukan terjadi akibat limfoma non Hodgkin. Gejala yang paling

9
sering adalah pembesaran kelenjar getah bening, yang kelihatan sebagai benjolan,
biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat diagnosis pasien juga mungkin
mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin. Karena limfoma non Hodgkin
indolen tumbuh lambat dan sering tanpa menyebabkan stadium banyak diantaranya
sudah dalam stadium lanjut saat pertama terdiagnosis.

E. Patofisiologi
Usia, gender, ras, paparan zat kimia dan radiasi, infeksi virus, penyakit
autoimun dan sistem imun yang lemah dapat menyebabkan terjadinya pembesaran
kelenjar getah bening. Poliferasi jaringan limfoid yang tidak terkendali karena
faktor-faktor risiko diatas menyebabkan terjadinya perubahan rangsangan
imunologik yang nantinya akan menimbulkan masalah yaitu adanya ancaman
status kesehatan, proses penyakit yang akan mengakibatkan destruksi gangguan
saraf serta menimbulkan gangguan metabolisme tubuh.
Masalah ancaman perubahan status kesehatan akan mengakibatkan fungsi
peran pasien berkurang sehingga pola interaksi juga menurun. Penurunan pola
interaksi menyebabkan terjadinya perolehan informasi yang kurang mengenai
penyakitnya sehingga biasanya pasien akan cemas.
Proses penyakit yaitu pembesaran kelenjar limfoid akan menyebabkan terjadi
gangguan pada saraf yaitu adanya tekanan pada saraf oleh kelenjar yang
membesar/tumor sehingga akan memunculkan rasa nyeri. Perubahan rangsangan
imunologik secara tidak langsung akan mempengaruhi metabolisme tubuh,
sehingga ketika rangsangan imunologik berubah menjadi tidak baik, maka akan
terjadi gangguan pada metabolisme tubuh.
Gangguan metabolisme ini akan menimbulkan perasaan mual, kurang nafsu
makan, maupun iritasi lambung karena proses metabolisme yang terganggu. Semua
hal tersebut mengakibatkan pemasukan nutrisi untuk tubuh menjadi terganggu
yang akan mengakibatkan penurunan berat badan, sehingga memunculkan masalah
gangguan nutrisi.
Telah diketahui bahwa perjalan penyakit LNH terjadi secara limfogen dengan
melibatkan rantai kelenjar getah bening yang saling berhubungan dan merambat
dari satu tempat ketempat yang berdekatan. Meskipun demikian, hubungan antara
kelenjar getah bening pada leher kiri dan daerah aorta pada LNH jenis folikular
tidak sejelas seperti apa yang terlihat pada LNH jenis difus.

10
Walaupun pada LNH timbul gejala-gejala konstitusional (demam, penurunan
berat badan, berkeringat pada malam hari) : namun insidennya lebih rendah dari
pada penyakit Hodgkin. Ditemukan adanya limfadenopati difus tanpa rasa nyeri,
dapat menyerang satu atau seluruh kelenjar limfe perifer.
Biasanya adenopati hilus tidak ditemukan, tetapi sering ditemukan adanya
efusi pleura. Kira-kira 20% atau lebih penderita menunjukkan gejala-gejala yang
berkaitan dengan pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal atau mesentrium dan
timbul bersama nyeri abdomen atau defekasi yang tidak teratur. Sering didapatkan
dapat menyerang lambung dan usus halus yang ditandai dengan gejala yang mirip
dengan gejala tukak lambung, anoreksia, penurunan berat badan, nausea,
hematemesis, dan melena. Penyakit-penyakit susunan saraf pusat walaupun jarang
terjadi tetap dapat timbul pada limfoma histisitik difus (imunoblastik sel besar).
Kriteria diagnosis medik LNH adalah sebagai berikut:
1. Riwayat pembesaran kelenjar getah bening atau timbulnya massa tumor
ditempat lain.
2. Riwayat demam yang tidak jelas
3. Penurunan berat badan 10% dalam waktu enam bulan
4. Keringat malam yang banyak tanpa sebab yang sesuai
5. Pemeriksaan histopatologis tumor sesuai dengan LNH

b.

11
c.

d.

12
e.
F. Manifestasi klinis.
Gejala umum penderita limfoma non-Hodgkin yaitu :
1. Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit.
2. Demam.
3. Keringat malam.
4. Rasa lelah yang dirasakan terus menerus.
5. Gangguan pencernaan dan nyeri perut.
6. Hilangnya nafsu makan.
7. Nyeri tulang.
8. Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang terkena.
9. Limphadenopaty.
Gejala Penyebab Kemungkinan timbulnya gejala
Gangguan pernafasan Pembesaran kelenjar 20-30%
Pembengkakan wajah getah bening di dada
Hilang nafsu makan Pembesaran kelenjar 30-40%
Sembelit berat getah bening di perut
Nyeri perut atau perut
kembung

13
Pembengkakan Penyumbatan pembuluh 10%
tungkai getah bening di
selangkangan atau perut
Penurunan berat badan Penyebaran limfoma ke 10%>
Diare usus halus
Malabsorbsi
Pengumpulan cairan di Penyumbatan pembuluh 20-30%
sekitar paru-paru getah bening di dalam
(efusi pleura) dada
Daerah kehitaman dan Penyebaran limfoma ke 10-20%
menebal di kulit yang kulit
terasa gatal
Penurunan berat badan Penyebaran limfoma ke 50-60%
Demam seluruh tubuh
Keringat di malam hari
Anemia Perdarahan ke dalam 30%, pada akhirnya bisa
(berkurangnya jumlah saluran pencernaan mencapai 100%
sel darah merah) Penghancuran sel darah
merah oleh limpa yang
membesar & terlalu aktif
Penghancuran sel darah
merah oleh antibodi
abnormal (anemia
hemolitik)
Penghancuran sumsum
tulang karena penyebaran
limfoma
Ketidakmampuan
sumsum tulang untuk
menghasilkan sejumlah
sel darah merah karena
obat atau terapi
penyinaran

14
Mudah terinfeksi oleh Penyebaran ke sumsum 20-30%
bakteri tulang dan kelenjar getah
bening, menyebabkan
berkurangnya
pembentukan antibody

a. Limfadenopati superficial. Sebagian besar pasien datang dengan pembesaran


kelenjar getah bening asimetris yang tidak nyeri pada satu atau lebih region
kelenjar getah bening perifer.
b. Gejala konstitusional. Demam, keringat pada malam hari dan penurunan berat
badan lebih jarang terjadi dibandingkan pada penyakit Hodgkin. Adanya gejala
tersebut biasanya menyertai penyakit diseminata. Dapat terjadi anemia dan
infeksi dengan jenis yang ditemukan pada penyakit Hodgkin.
c. Gangguan orofaring. Pada 5-10% pasien, terdapat penyakit distruktur limfoid
orofaringeal (cincin waldeyer) yang dapat menyebabkan timbulnya keluhan
sakit tenggorok atau napas berbunyi atau tersumbat.
d. Anemia, netropenia dengan infeksi, atau trombositopenia dengan purpura
mungkin merupakan gambaran pada penderita penyakit sumsum tulang difus.
Sitopenia juga dapat disebabkan oleh autoimun.
e. Penyakit abdomen. Hati dan limpa sering kali membesar dan kelenjar getah
bening retroperitoneal atau mesenterika sering terkena. Saluran gastrointestinal
adalah lokasi ekstranodal yang paling sering terkena setelah sumsum tulang dan
pasien dapat datang dengan gejala abdomen akut.
f. Organ lain. Kulit, otak, testis dan tiroid sering terkena. Kulit juga secara primer
terkena pada dua jenis limfoma sel T yang tidak umum dan sindrom sezary.

G. Tahapan penyakit
Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I
dan II sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara
stadium III dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.

1. Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu


kelenjar getah bening.

15
2. Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok
kelenjar getah bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh
dada atau perut.
3. Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok
kelenjar getah bening, serta pada dada dan perut.
4. Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening
setidaknya pada satu organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru,
atau otak.

Penentuan stadium merupakan salah satu pola penting dalam manajemen


LNH yang bertujuan untuk mengetahui status penyakit dan memilih pengobatan
yang relevan serta memudahkan evaluasi hasil terapi. Klasifikasi yang populer
digunakan adalah klasifikasi menurut Arnn Arborr (1971) sebagai berikut:

STADIUM INTERPRETASI
Stadium I Terserang satu kelenjar limfe pada daerah tertentu atau
ekstra limfatik
Stadium II Terserang lebih dari satu kelenjar limfe di daerah di atas
diafragma dengan atau tanpa ekstra limfatik
Stadium III Terserang kelenjar limfe diatas dan di bawah diafragma
atau disertai limfoma ekstra limfatik, limpa atau keduanya.
Stadium IV Tersebar menyeluruh pada organ ekstra limfatik dengan
atau tanpa melibatkan kelenjar limfe.

H. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium lengkap, meliputi hal berikut.
2. Darah tepi lengkap termasuk retikulosit dab LED
3. Gula darah
4. Fungsi hati termasuk y-GT, albumin, dan LDH
5. Fungsi ginjal
6. Immunoglobulin.
7. Pemeriksaan biopsy kelenjar atau massa tumor untuk mengetahui subtype
LNH, bila perlu sitologi jarum halus (FN HB) ditempat lain yang dicurigai.
8. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang

16
9. Ct-Scan atau USG abdomen, untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar
getah bening pada aorta abdominal atau KGB lainnya, massa tumor abdomen,
dan metastase kebagian intraabdominal.
10. Pencitraan toraks (PA dan lateral) untuk mengetahui pembesaran kelenjar
media stinum, bila perlu CT scan toraks.
11. Pemeriksaan THT untuk melihat keterlibatan cincin waldeyer terlibat
dilanjutkan dengan tindakan gastroskopi
12. Jika diperlukan pemeriksaan bone scan atau bone survey untuk melihat
keterlibatan tulang.
13. Jika diperlukan biopsy hati (terbimbing)
14. Catat performance status
15. Stadium berdasarkan aun amor
16. Untuk ekstra nodal stadium berdasarkan kriteria yang ada.
Tabel tes diagnostik dan interpretasi pada klien LNH
Jenis pemeriksaan Interpretasi hasil
Hitung darah lengkap:
a) Sel darah putih (SDP) Variasi normal, menurun atau meningkat
secara nyata.
b) Diferensial SDP Neutofilia, monosit, basofilia, dan
eosinofilia mungkin ditemukan. Limfofenia
sebagai gejala lanjut.
c) Sel darah merah dan Menurun
Hb/Ht
Eritrosit
d) Morfologi SDM Normositik, hipokromik ringan sampai
sedang
e) Kerapuhan eritrosit Meningkat
osmotik
Laju endap darah (LED) Meningkat selam tahap aktif (inflamasi,
malignansi)
Trombosit Menurun (sumsum tulang digantikan oleh
limfomi atau hipersplenisme)
Test comb Reaksi positif (anemia hemolitik), reaksi

17
negative pada tahap lanjut.
Alkalin fosfatase Mungkin meningkat bila tulang terkena
Kalsium serum Meningkat pada eksaserbasi
BUN Mungkin meningkat bila ginjal terlibat
Globulkin Hipogammaglobulinemia umum dapat
terjadi pada penyakit lanjut
Foto toraks, vertebra, Dilakukan untuk area yang terkena dan
ekstremitas proksimal membantu penetapan stadium penyakit
serta nyeri tekan pada
area pelvis
CT scan dada, abdominal, Dilakukan bila terjadi adenopati hilus dan
tulang memastikan keterlibatan nodus limfe
mediatinum, abdominal, dan keterlibatan
tulang.
USG abdominal Mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus
limferetroperitoneal
Biopsy sumsum tulang Menentukan keterlibatan sumsum tulang,
invasi sumsum tulang terlihat pada tahap
luas.
Biopsy nodus limfe Memastikan klasifikasi diagnosis limfoma

I. Penatalaksanaan
1. Terapi Medik.
Konsultasi dengan ahli onkology medik ( di RS type A dan B).
a. Limfoma non hodkin derajat keganasan rendah (IWF)
1) Tanpa keluhan : tidak perlu therapy.Bila ada keluhan dapat diberi obat
tunggal siklofosfamide dengan dosis permulaan po tiap hari atau 1000
mg/m 2 iv selang 3 4 minggu.
2) Bila resisten dapat diberi kombinasi obat COP, dengan cara pemberian
seperti pada LH diatas
3) Limfona non hodgkin derajat keganasan sedang (IWF)
4) Untuk stadium I B, IIB, IIIA dan B, IIE A da B, terapi medik adalah
sebagai terapy utama

18
5) Untuk stadium I A, IE, IIA diberi therapy medik sebagai therapy anjuran
6) Minimal : seperti therapy LH
7) Ideal : Obat kombinasi cyclophospamide, hydrokso epirubicin, oncovin,
prednison (CHOP) dengan dosis :
8) C : Cyclofosfamide 800 mg/m 2 iv hari I
9) H : hydroxo epirubicin 50 mg/ m 2 iv hari I
10) O : Oncovin 1,4 mg/ m 2 iv hari I
11) P : Prednison 60 mg/m 2 po hari ke 1 5
12) Perkiraan selang waktu pemberian adalah 3 4 minggu
13) Lymfoma non hodgkin derajat keganasan tinggi (IWF)
14) Stadium IA : kemotherapy diberikan sebagai therapy adjuvant
15) Untuk stadium lain : kemotherapy diberikan sebagai therapy utama
16) Minimal : kemotherapynya seperti pada LNH derajat keganasan sedang
(CHOP)
17) Ideal : diberi Pro MACE MOPP atau MACOP B.
2. Terapi radiasi dan bedah.
Penatalaksanaan penderita LNH bergantung pada golongan histologisnya.
Karena pengobatannya bersifat simptomatis maka penderita LNH derajat
keganasan rendah tidak perlu ditentukan tingkat penyakitnya. Pengobatan hanya
diberikan untuk menghilangkan gejala klinis akibat tumornya.
Penderita LNH derajat keganasan tinggi harus diobati dengan kemoterapi
apabila penyakitnya telah mencapai stadium 2 atau lebih, karena itu prosedur
diagnostik hanya dilakukan pada mereka yang setelah pemeriksaan fisik dan
laboratorium memberi kesan masih mungkin berada pada stadium 1. Prosedur
diagnostik lengkap dilakukan.
Pada penderita LNH derajat keganasan menengah yang setelah
pemeriksaan fisik dan laboratorium memberi kesan masih mungkin berada pada
stadium 2.

J.Komplikasi
Akibat langsung penyakitnya :
1. Penekanan terhadap organ, khususnya jalan nafas, usus dan saraf
2. Mudah terjadi infeksi
3. Akibat efek samping pengobatan

19
4. Aplasi sunsum tulang
5. Gagal jantung akibat golongan obat antrasiklin
6. Gagal ginjal akibat sisplatinum
7. Kluenitis akibat obat vinkristin

20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengumpulan data
1. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama , suku dana kebangsaan, pendidikan,
pekerjaan, alamat, nomor regester, tanggal Masuk Rumah Sakit , diagnosa
medis
2. Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh tidak nyaman karena adannya benjolan.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya pasien dengan limfoma didapat keluhan benjolan terasa nyeri
bila ditelan kadang-kadang disertai dengan kesulitan bernafas, gangguan
penelanan, berkeringat di malam hari. Pasien biasanya mengalami demam dan
disertai dengan penurunan BB.
4. Riwayat kesehatan Dahulu
Pada Limfoma biasanya diperoleh riwayat penyakit seperti pembesaran pada
area leher , ketiak dan lain-lain. Pasien dengan transplantasi ginjal atau
jantung.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Melihat apakah terdapat riwayat pada keluarga dengan penyekit vaskuler : HT,
penyakit metabolik : DM atau penyakit lain yang pernah diderita oleh keluarga
pasien.
Pemeriksaan fisik :
1. Pernapasan
Gejala : dipnea pada saat aktivitas, nyeri dada
Tanda :
a. Dipnea, takipnea
b. Batuk non produktif
c. Tanda-tanda distress pernapasan (frekuensi dan kedalaman pernapasan
meningkat, penggunaan otot bantu pernapasan, stridor, sianosis)
d. Parau (paralisis paringeal akibat tekanan pembesaran kelenjar limfe
terhadap saraf laringeal)

21
2. Sirkulasi
Gejala : palpitasi, nyeri dada
Tanda :
a. Takikardia, disritmia
b. Sianosis wajah akibat obstruksi drainase vena karena pembesaran kelenjar
limfe (jarang terjadi)
c. Ikterus sclera/umum akibat kerusakan hati dan obstruksi duktus empedu
(tanda lanjut)
d. Pucat (anemia), diaphoresis, dan keringat malam
3. Neurosensori
Gejala :
a. Nyeri saraf (neuralgia) yang menunjukkan terjadinya kompresi akar saraf
oleh pembesaran kelenjar limfe pada brakial, lumbal dan pleksus sacral
b. Kelemahan otot, parastesi
Tanda :
a. Status mental letargi, menarik diri, kurang minat/perhatian terhadap
keadaan sekitar
b. Paraplegia (kompresi batang spinal, keterlibatan diskus intervertebralis,
kompresi suplai darah terhadap batang spinal)
4. Nyeri dan kenyamanan
Gejala :
Nyeri tekan pada nodus yang terkena, misalnya: pada sekitar mediastinum,
nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebral), nyeri tulang (keterlibatan
tulang limfomatus)
Tanda : focus pada diri sendiri, perilaku hati-hati
5. Integritas ego
Gejala :
Gejala-gejala stress yang berhubungan dengan ancaman kehilangan pekerjaan,
perubahan peran dalam keluarga, prosedur diagnostic dan terapi, serta masalah
financial (biaya pemeriksaan dan pengobatan, kehilangan pekerjaan)
Tanda : perilaku menarik diri, marah dan pasif agresif
6. Keamanan
Gejala :

22
a. Riwayat infeksi (sering terjadi) karena abnormalitas system imun seperti
infeksi herpes sistemik, TB, toksoplasmosis, atau infeksi bacterial.
b. Riwayat ulkus/perforasi/perdarahan gaster
c. Demam pel ebstein (peningkatan suhu malam hari sampai beberapa
minggu), diikuti demam menetap dan keringat malam tanpa menggigil
d. Integritas kulit: kemerahan, pruritus umum, vitiligo (hipopigmentasi)
Tanda :
a. Demam (suhu tubuh > 3800C) menetap dengan etiologi yang tidak dapat
dijelaskan, tanpa gejala infeksi
b. Kelenjar limfe asimetris, tidak ada nyeri, membengkak/membesar
terutama kelenjar limfe servikal (kiri>kanan), nodus aksila dan
mediastinum
c. Pembesaran tonsil
d. Pruritus umum
e. Sebagian area kehilangan melanin (vitiligo)
7. Eliminasi
Gejala :
a. Perubahan karakteristik urine dan/atau feses
b. Riwayat obstruksi usus, sindrom malabsopsi (infiltrasi kelenjar limfe
retroperitoneal)
Tanda :
a. Nyeri tekan kuadran kanan atas, hepatomegali
b. Nyeri tekan kuadran kiri atas, splenomegali
c. Penurunan keluaran urin, warna lebih gelap/pekat, anuria (obstruksi
uretral, gagal ginjal)
d. Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi spinal cord pada gejala
lanjut)
8. Makanan dan cairan
Gejala :
a. Anoreksia
b. Disfagia (tekanan pada esophagus)
c. Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan 10% dalam 6 bulan
tanpa upaya diet pembatasan

23
Tanda :
a. Pembengkakan pada wajah, leher, rahang, atau ekstremitas atas (kompresi
vena cava superior)
b. Edema ekstremitas bawah, asites(kompresi vena cava inferior oleh
pembesaran kelenjar limfe intradominal)
9. Aktivitas/istirahat
Gejala :
a. Kelelahan, kelemahan, atau malaise umum
b. Kehilangan produktivitas dan penurunan toleransi aktivitas
c. Kebutuhan tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda :
Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban, dan tanda-tanda lain yang
menunjukkan kelelahan.
10. Seksualitas
Gejala : masalah fertilitas, kehamilan, dan penurunan libido akibat efek terapi
a. Pengetahuan tentang faktor resiko dalam keluarga
b. Pengetahuan tentang factor risiko lingkungan (pemajanan agen
karsinogenik kimiawi)
B. Diagnosa keperawatan
1. Bersihan Jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan peningkatan
secret pada jalan napas sekunder dan obstruksi trakeobronkhial akibat
pembesaran kelenjar limfe servikal, mediastinum.
2. Nyeri akut yang berhubungan dengan kompresi saraf perifer, pembesaran
kelenjar limfe, efek sekunder pemberian agen antileukimia, peningkat produksi
asam laktat jaringan local.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan ketidakadekuatan
system imunitas tubuh dan terapi imunosupresif (supresi tulang belakang).
4. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolic (proses keganasan) dan perubahan kimiawi tubuh sebagai efek
kemoterapi.
5. Koping individu atau keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan
prognosis penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran.
6. Kecemasan individu dan keluarga yang berhubungan dengan prognosis sakit.

24
C. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan Jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan
peningkatan secret pada jalan napas sekunder dan obstruksi
trakeobronkhial akibat pembesaran kelenjar limfe servikal,
mediastinum.
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam jalan napas klien kembali efektif
Kriteria : secara subjektif pernyataan sesak berkurang , RR 26-24
kali/menit, tidak ada penggunaan ototaksesori, tidak terdengar bunyi
napas tambahan.
Intervensi Rasional
Kaji/awasi frekuensi pernapasan, Perubahan seperti takipnea, dipsnea,
kedalaman, irama, adanya dispnea, penggunaan otot aksesori dapat
penggunaan otot bantu pernapasan mengindikasikan berlanjutnya
dan gangguan ekspansi dada. keterlibatan kelenjar limfe
mediastinal yang membutuhkan
intervensi lebih lanjut.
Bantu perubahan posisi secara Meningkatkan aerasi semua segmen
periodic paru dan membantu mobilisasi
sekresi.
Ajarkan teknik napas dalam Meningkatkan aerasi semua segmen
(bibir, diafragma, abdomen) paru dan membantu mobilisasi
sekresi.
Kaji/awasi warna kulit, perhatikan Proliferasi sel darah putih dapat
adanya tanda pucat/sianosis menurunkan kapasitas pembawa
oksigen darah dan menimbulkan
hipoksemia.
Kaji respon pernapasan terhadap Penurunan oksigenasi seluler
aktivitas menurunkan toleransi aktivitas,
istirahat menurunkan kebutuhan
oksigen serta mencegah kelelahan
dan dispnea.
Observasi distensi vena leher, Klien LNH dengan sindrom vena
nyeri kepala, pusing, edema cava superior dan obstruksi jalan

25
preorbital, dispnea, stridor napas menunjukkan kedaruratan
onkologis.

2. Nyeri akut yang berhungan dengan kompresi saraf perifer, pembesaran


kelenjar limfe, efek sekunder pemberian agen antileukimia, peningkat
produksi asam laktat jaringan lokal.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam terdapat penurunan respon nyeri
Kriteria: secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri,
secara objektif didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, wajah
rileks, tidak terjadi penurunan perfusi perifer.
Intervensi Rasional
Catat karakteristik nyeri, Variasi penampilan dan perilaku klien
lokasi, intensitas, serta lama karena nyeri terjadi sebagai temuan
dan penyebarannya pengkajian
Lakukan manejemen nyeri Posisi fisiologis akan meningkatkan
keperawatan: asupan O2 ke jaringan yang mengalami
a. Atur posisi fisiologis nyeri sekunder dari iskemia
b. Istirahatkan klien Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2
jaringan perifer, sehingga akan
menurunkan kebutuhan oksigen jaringan
c. Manajemen lingkungan: Lingkungan tenang akan menurunkan
lingkungan tenang dan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan
batasi pengunjung pengunjung akan membantu
meningkatkan kondisi O2 ruangan yang
akan berkurang apabila banyak
pengunjung yang berada diruangan
d. Ajarkan teknik relaksasi Meningkatkan asupan O2 sehingga akan
pernapasan dalam menurunkan nyeri sekunder dari iskemia
jaringan
e. Ajarkan teknik distraksi Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
pada saat nyeri menurunkan stimulus internal dengan
mekanisme peningkatan produksi
endorvin dan enkefalin yang dapat

26
memblok reseptor nyeri untuk tidak
dikirimkan kekorteks serebri sehingga
menurunkan persepsi nyeri
f. Lakukan manajemen Manajemen sentuhan pada saat nyeri
sentuhan berupa sentuhan dukungan psikologis
dapat membantu menurunkan nyeri.
Masase ringan dapat meningkatkan aliran
darah dan dengan otomatis membantu
suplai darah dan oksigen kearea nyeri dan
menurunkan sensasi nyeri
Kolaborasi pemberian
terapi. Digunakan untuk mengurangi nyeri
a) Analgetik sehubungan dengan hematoma otot yang
besar dan perdarahan sendi
Analgetika oral non oploid diberikan
menghindari ketergantungan terhadap
narkotika pada nyeri kronis.
b) Kemoterapi Pemberian disesuaikan dengan derajat
penyakit
c) Radiasi Terapi terpilih untuk penderita dengan
penyakit ekstranodal yang terbatas adalah
radiasi, radioterapi local, atau radioterapi
dengan lapangan yang luas, terutama pada
kasus limfoma histiositik difus.
Penderita

3. Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan


ketidakadekuatan system imunitas tubuh dan terapi imunosupresif
(supresi tulang belakang).
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi infeksi
Criteria: kien dan keluarga mampu mengidentifikasi factor risiko yang
dapat dikurangi serta menyebutkan tanda dan gejaladini infeksi
Intervensi Rasional

27
Monitor TTV Adanya infeksi akan bermanifestasi pada
perubahan TTV.
Demam atau hipotermia mungkin
mengindikasikan munculnya infeksi pada
klien granulositopenik.
Kaji dan catat faktor yang Menjadi data dasar dan meminimalkan
meningkatkan resiko resiko infeksi
infeksi
Lakukan tindakan untuk Kewaspadaan meminimalkan pemajanan
mencegah pemajanan pada klien terhadap bakteri, virus, dan pathogen
sumber yang diketahui atau jamur, baik eksogen , maupun endogen
potensial terhadap infeksi.
a. Pertahankan isolasi
protektif sesuai
kebijakan institusional
b. Pertahankan teknik
mencuci tangan dengan
cermat
c. Beri hygiene yang baik
d. Batasi pengunjung yang
sedang demam, flu, atau
infeksi
e. Berikan hygiene parianal
2 kali sehari setiap BAB
f. Batasi bunga segar dan
sayur segar
g. Gunakan protocol
perawatan mulut
Laporkan bila ada Perubahan tanda-tanda vital merupakan
perubahan tanda vital tanda terjadinya sepsis, terutama bila
terjadi peningkatan suhu tubuh
Jelaskan alasan Pengertian klien dapat memperbaiki
kewaspadaan dan pantangan kepatuhan dan mengurangi factor risiko

28
Yakinkan klien dan Granulositopenia dapat menetap 6-12
keluarganya bahwa minggu. Pengertian tentang sifat
peningkatan kerentanan sementaragranulositopenia dapat
pada infeksi hanya membantu mencegah kecemasan klien dan
sementara keluarganya
Minimalkan prosedur Prosedur tertentu dapat menyebabkan
invasive trauma jaringan, meningkatkan kerentanan
infeksi
Kolaborasi pemberian Menurunkan kehadiran organism endogen
antibiotika
Pantau laboratorium sel Mengonfirmasikan keterlibatan sel darah
darah putih putih terhadap infeksi

4. Koping individu atau keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan


prognosis penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran.
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam klien atau keluarga mampu
mengembangkan koping yang positif
Kriteria evaluasi: klien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan,
mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat
tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi, mampu
menyatakan penerimaan diri terhadap situasi, mengakui dan
menggabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan cara yang
akurat tanpa harga diri yang negative.
Intervensi Rasional
Kaji perubahan dari Menentukan bantuan individual dalam
gangguan persepsi dan menyusun rencana perawatan atau
hubungan dengan derajat pemilihan intervensi.
ketidakmampuan.
Identifikasi arti kehilangan Beberapa klien dapat menerima dan
atau disfungsi pada klien mengatur perubahan fungsi secara efektif
dengan sedikit penyesuaian diri.
Sedangkan yang lain mempunyai kesulitan
membandingkan mengenal dan mengatur

29
kekurangan.
Anjurkan klien untuk Menunjukkan penerimaan, membantu
mengekspresikan perasaan klien untuk mengenal dan mulai
termasuk permusuhan dan menyesuaikan dengan perasaan tersebut.
kemarahan
Catat ketika klien Mendukung penolakan terhadap bagian
menyatakan terpengaruh tubuh atau perasaan negative terhadap
seperti sekarat atau gambaran tubuh dan kemampuan yang
mengingkari dan menunjukkan kebutuhan dan intervensi
menyatakan inilah kematian serta dukungan emosional.
Berikan informasi status Klien dengan hemophilia sering
kesehatan pada klien dan memerlukan bantuan dalam menghadapi
keluarga kondisi kronis, keterbatasan ruang
kehidupan, dan kenyataan bahwa kondisi
tersebut merupakan penyakit yang akan
diturunkan kegenerasi berikutnya.
Dukung mekanisme koping Sejak masa kanak-kanak, klien dibantu
efektif untuk menerima dirinya sendiri dan
penyakitnya serta mengidentifikasi aspek
positif dari kehidupan mereka. Mereka
harus didorong untuk merasa berarti dan
tetap mandiri dengan mencegah trauma
yang dapat menyebabkan episode
perdarahan akut dan mengganggu kegiatan
normal.
Hindari factor peningkatan Perawat harus mengetahui pengaruh stress
stress emosional tersebut secara professional dan personal
serta menggali semua sumber dukungan
untuk mereka sendiri, begitu juga untuk
klien dan keluarganya.
Bantu dan anjurkan Membantu meningkatkan perasaan harga
perawatan yang baik dan diri dan mengontrol lebih dari satu area
memperbaiki kebiasaan kehidupan.

30
Anjurkan orang terdekat Menghidupkan kembali perasaan
untuk mengizinkan klien kemandirian dan membantu perkembangan
melakukan sebanyak- harga diri serta mempengaruhi proses
banyaknya hal-hal untuk rehabilitasi.
dirinya
Dukung perilaku atau usaha Klien dapat beradaptasi terhadap
seperti peningkatan minat perubahan dan pengertian tentang peran
dan partisipasi dalam individu dimasa mendatang.
aktivitas rehabilitasi
Dukung penggunaan alat- Meningkatkan kemandirian untuk
alat yang dapat membantu pemenuhan kebutuhan fisik dan
mengadaptasikan klien, menunjukkan posisi untuk lebih aktif
tongkat, alat bantu jalan, tas dalam kegiatan sosial.
panjang untuk kateter.
Monitor gangguan tidur Dapat mengindikasikan terjadinya depresi
peningkatan kesulitan umumnya terjadi sebagai pengaruh dari
konsentrasi, lethargi, dan stroke dimana memerlukan intervensi dan
rendah diri. evaluasi lebih lanjut.
Kolaborasi: rujuk pada ahli Dapat memfasilitasi perubahan peran yang
neuro psikologi dan penting untuk perkembangan perasaan.
konseling bila ada indikasi.

5. Kecemasan individu dan keluarga yang berhubungan dengan


prognosis sakit.
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam kecemasan klien berkurang
Kriteria: klien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal
perasaannya, dan mengidentifikasi penyebab atau faktor yang
mempengaruhinya, kooperatif terhadap tindakan, wajah rileks.
Intervensi Rasional
Kaji tanda verbal dan non Reaksi verbal/nonverbal dapat
verbal kecemasan, damping menunjukkan rasa agitasi, marah dan
klien dan lakukan tindakan gelisah.
bila menunjukkan perilaku

31
merusak.
Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa
marah, menurunkan kerja sama, dan
mungkin memperlambat penyebabkan.
Mulai melakukan tindakan Mengurangi ragsangan eksternal yang
untuk mengurangi tidak perlu.
kecemasan. Beri lingkungan
yang tenang dan suasana
penuh istirahat.
Tingkatkan control sensasi Control sensasi klien (dan dalam
klien menurunkan ketakutan) dengan cara
memberikan informasi tentang keadaan
klien, menekankan pada penghargaan
terhadap sumber-sumber koping
(pertahankan diri) yang positif, serta
membantu latihan relaksasi dan teknik-
teknik pengalihan dan memberikan respons
balik yang positif.
Orientasikan klien terhadap Orientasi dapat menurunkan kecemasan
prosedurrutin dan aktivitas
yang diharapkan.
Beri kesempatan kepada Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
klien untuk mengungkapkan kekhawatiran yang tidak dapat
ansietasnya. diekspresikan.
Berikan privasi untuk klien Memberi waktu untuk mengekspresikan
dan orang terdekat. perasaan, menghilangkan cemas dan
perilaku adaptasi.
Adanya keluarga dan teman-teman yang
dipilih klien melayani aktivitas dan
pengalihan (misalnya: membaca) akan
menurunkan perasaan terisolasi.
Kolaborasi: berikan Meningkatkan relaksasi dan menurunkan
anticemas ( diazepam ) kecemasan.

32
BAB V
PENUTUP

A.Kesimpulan
Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal
dari sistem kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh.
Beberapa dari limfoma ini berkembang sangat lambat (dalam beberapa tahun),
sedangkan yang lainnya menyebar dengan cepat (dalam beberapa bulan). Penyakit
ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan penyakit Hodgkin.
Ada dua klasifikasi besar penyakit ini yaitu. Limfoma non Hodgkin
agresif, Limfoma non Hodgkin indolen. Gejala umum penderita limfoma non-
Hodgkin yaitu, Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit, demam,
keringat malam, rasa lelah yang dirasakan terus menerus, gangguan pencernaan
dan nyeri perut, hilangnya nafsu makan, nyeri tulang, bengkak pada wajah dan
leher dan daerah-daerah nodus limfe yang terkena, limphadenopaty. Untuk
pemeriksaan diagnostik meliputi pemeriksaan darah lengkap, USG abdomen, CT-
Scan, dan lain sebagainya. Untuk penataksanaan dibagi menjadi dua yaitu Medik
dan terapi radiasi.

B.Saran
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat
menjadi referensi bagi para mahasiswa keperawatan maupun pembacanya dalam
pembuatan Asuhan Keperawatan tentang penyakit Limfhoma Non Hodgkin.
Kami sebagai penyusun menyadari adanya kekurangan yang terdapat dalam
makalah ini, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembacanya bagi kami sebagai penyusun makalah ini.

33

Anda mungkin juga menyukai