Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Limfoma Maligna didefinisikan sebagai sebuah penyakit keganasan yang menyerang limfosit yang
berada pada jaringan-jaringan limfoid contohnya seperti nodus limfe. Penyakit ini pertama kali di
deskripsikan oleh Thomas Hodgkin pada tahun 1832 di London Inggris, Pada umumnya limfoma
maligna diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu limfoma Hodgkin (LH) dan limfoma Non-
Hodgkin (LNH). Dimana LH adalah suatu keganasan sel B yang ditandai dengan adanya sel Reed
Sternberg, dan LNH dapat berasal dari sel B atau sel T.

Limfoma Maligna terhitung sebesar 3,37% dari seluruh keganasan di dunia. Limfoma
maligna meningkat rata-rata 3-4% selama dekade terakhir. LNH pada laki-laki 6%
dan pada wanita 4,1% sedangkan LH 1,1% pada laki-laki dan 0,7% pada wanita.
Mengenai prevalensi limfoma di Amerika Serikat diketahui bahwa limfoma Hodgkin
memiliki prevalensi sebesar 8,2% sedangkan untuk prevalensi limfoma non-Hodgkin
jauh lebih tinggi yaitu sebesar 62,4 % (Longo, 2012).

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2013 di


Indonesia estimasi insidensi limfoma terhadap anak pada tahun
2005-2007 adalah 0,75 per 100.000 penduduk. Apabila dibandingkan dengan penyakit
kanker lainnya di Indonesia, limfoma maligna berada
pada urutan keenam kanker tersering. Sebagian besar pasien yang
terdiagnosis limfoma ditemukan dalam stadium lanjut sehingga banyak
mengalami komplikasi dan sulit disembuhkan.

Data lembaga kanker global (GLOBACAN) tahun 2012,


menunjukkan limfoma merupakan salah satu dari sepuluh jenis kanker
terbanyak di dunia. Kematian akibat limfoma masih sangat tinggi,
mencapai setengah dari kasus baru.

Limfoma maligna menempati 3,37% dari seluruh keganasan di


seluruh dunia. Insiden Limfoma maligna di dunia mengalami
peningkatan dengan rata-rata 3 4% dalam 4 dekade terakhir. Kenaikan
insiden Limfoma Non Hodgkin pada pria 6% dan wanita 4,1%. Limfoma
Hodgkin 1,1% pada pria dan 0,7% pada wanita. Data dari Kementrian
Kesehatan Indonesia pada tahun 2013, angka kejadian Limfoma di
Indonesia sebesar 0,06% dengan estimasi 14.905 pasien. VEB
memiliki peran pada perkembangan Neoplasma Limforetikuler sel B.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa ekspresi gen-gen laten
VEB menyumbangkan perubahan fenotipe ganas, terutama LMP-1.
Gen laten VEB ditemukan dapat merubah perkembangan sel, merubah
fenotip dari sel, menginduksi proliferasi dan mencegah apoptosis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya ekspresi gen laten
LMP-1 dari VEB pada Limfoma Maligna (Kemenkes, 2013).Dampak dari limfoma
dapat menyebabkan melemahnya system
kekebalan tubuh ketika sel limfosit ini diserang kanker. Jika tidak
segera ditangani, limfoma berpotensi menyebabkan komplikasi juga
muncul akibat prosedur perawatan limfoma seperti kemoterapi dan
radioterapi.

Pemilihan triase di lakukan dengan seleksi kepada penderita yang


datang ke IGD untuk mengetahui dalam keadaan gawat darurat atau
non emergency. Hasil seleksi penderita dikategorikan dalam lima
kelompok yang ditandai dengan label warna: label biru untuk kondisi
gawat darurat mengancam jiwa (resusitasi), label merah untuk kondisi
gawat darurat berat (emergency), label kuning untuk kondisi gawat
darurat ringan (urgent), label hijau untuk kondisi tidak gawat tapi darurat
(non urgent), label putih untuk kondisi tidak gawat darurat (false
emergency). Setelah dilakukan triase kemudia dilakukan primary
survey meliputi ABCDE dan dilanjutkan dengan pengkajian secondary
survey meliputi pengkajian head to toe. Kesimpulannya perawat
melakukan pengkajian ABCDE hanya sesuai kebutuhan pasien.di
karenakan akibat lingkungan IGD yang kompleks dengan beban kerja
tinggi.

Berdasarkan fenomena tersebut penulis tertarik untuk


menggambarkan dan mendokumentasikan asuhan keperawatan dalam
sebuah karya ilmiah akhir yang berjudul “Manajemen Asuhan
Keperawatan Kegawatdaruratan Pada Tn. E Dengan Diagnosa Medis Limfoma
Maligna Di Ruangan Inhalasi Gawat Darurat RSUP.
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar”.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk
memberikan gambaran asuhan keperawatan Gawat Darurat Tn “E”
dengan diagnosa medis Limfoma Maligna di IGD Non Bedah RSUP
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mendapatkan pengalaman nyata tentang pengkajian
keperawatan kegawatdaruratan pada Tn “E” dengan diagnosa
medis limfoma maligna di IGD Non Bedah RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar.
b. Untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam menetapkan
diagnosis keperawatan kegawatdaruratan pada Tn “E” dengan
diagnosa medis limfoma maligna di IGD Non Bedah RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar.
c. Untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam menyusun
rencana tindakan keperawatan kegawatdaruratan pada Tn “E”
dengan diagnosa medis limfoma maligna di IGD Non Bedah
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
d. Untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam melaksanakan
tindakan keperawatan kegawatdaruratan pada Tn “E” dengan diagnosa medis limfoma
maligna di IGD Non Bedah RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar.
e. Untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam melakukan
evaluasi asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada Tn “E”
dengan diagnosa medis limfoma maligna di IGD Non Bedah
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Manfaat Penulisan
1. Institusi Pendidikan
Sebagai bahan bacaan dan referensi dalam meningkatkan
pengetahuan peserta didik tentang asuhan keperawatan
kegawatdaruratan pada pasien dengan diagnosa medis limfoma
maligna di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
2. Institusi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan bagi instansi terkait dalam
mengambil keputusan dan kebijakan untuk meningkatkan mutu
asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien dengan
diagnosa medis limfima maligna di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar.
3. Bagi Pasien dan Keluarga
Menjadi acuan bagi Tn “E” dalam mengatasi masalah yang
dialami secara konstruktif dan kepada keluarga pasien dapat
menjadi bahan acuan dalam merawat pasien di rumah khususnya
yang mengalami diagnosa medis limfoma maligna.4. Penulis
Sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman penullis
dalam memberikan asuhan keperawatan kegawatdaruratan serta
mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama mengikuti
pendidikan.

Sistematika Penulisan
1. Tempat dan waktu pengambilan kasus
a. Tempat
Pengambilan laporan manajemen asuhan keperawatan
kegawatdaruratan di ruang Instalasi gawat darurat non bedah
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
b. Waktu Pelaksanaan Pengambilan kasus
Waktu pelaksanaan pengambilan kasus mulai dari tanggal 07-12
Oktober 2019.
2. Teknik pengambilan data
a. Manajemen asuhan keperawatan di ruang nstalasi gawat darurat
non bedah
Teknik pengumpulan data untuk manajemen asuhan
keperawatan di keperawatan di ruang instalasi gawat darurat non
bedah di lakukan observasi, wawancara baik terhadap pasien
maupun keluarga pasien, dan dokumentas. Menggunakan
pengkajian head to toe, serta pengumpulan data penunjang di
ambil dari buku status/buku rekam medik.
BAB II
TINJAUAN KASUS KELOLAAN
A. Tinjauan Teori
1. Konsep dasar Medis
a. Pengertian Limfoma
Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening)
merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel
limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga muncul
istilah limfoma maligna (maligna = ganas). Ironisnya, pada
orang sehat sistem limfatik tersebut justru merupakan
komponen sistem kekebalan tubuh. Ada dua jenis limfoma
maligna yaitu Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma
non-Hodgkin (LNH) (Vinjamaran, 2017).
b. Anatomi dan sistem limfatik tubuh
Sistem limfatik adalah sistem saluran limfe yang meliputi
seluruh tubuh yang dapat mengalirkan isinya ke jaringan dan
kembali sebagai transudat ke sirkulasi darah. Sistem limfatik
terdiri dari pembuluh limfe, organ dan jaringan limfoid (Scanlon
dalam Setiawati, 2013)
Gambar 2.1 Sistem vassa limfatika dan kelompok nodus
limfoid utama
Dikutip dari : Scanlon VC, Sanders T. The lymphatic system
and Immunity. In: Scanlon VC, Sanders T. Essential of
Anatomy and Physiology. 5thed. Philadelphia: FA Davis
Company,2007
Sistem limfatik adalah bagian dari sistem imun. Sistem
limfatik terdiri dari (Scanlon dalam Setiawati,2013):

1)Pembuluh limfe
Sistem limfatik memiliki jaringan terhadap pembuluh
pembuluh limfe. pembuluh-pembuluh limfe tersebut yang kemudian akan bercabang-
cabang ke semua jaringan
tubuh.
2)Limfe
Pembuluh-pembuluh limfe membawa cairan jernih
yang disebut limfe. Limfe terdiri dari sel-sel darah putih,
khususnya limfosit seperti sel B dan sel T.
3)Nodus Limfatikus
Pembuluh-pembuluh limfe terhubung ke sebuah
massa kecil dan bundar dari jaringan yang disebut nodus
limfatikus. Kumpulan dari nodus limfatikus ditemukan di
leher, bawah ketiak, dada, perut, dan lipat paha. Nodus
limfatikus dipenuhi sel-sel darah putih. Nodus limfatikus
menangkap dan membuang bakteri atau zat-zat
berbahaya yang berada di dalam limfe.
4)Bagian sistem limfe lainnya
Bagian sistem limfe lainnya terdiri dari tonsil, timus,
dan limpa. Sistem limfatik juga ditemukan di bagian lain
dari tubuh yaitu pada lambung, kulit, dan usus halus.
Nodus dan nodulus limfoid adalah massa dari
jaringan limfatik; mempunyai ukuran dan lokasi bervariasi.
Nodus biasanya lebih besar, panjangnya nodus berkisar
10 - 20 mm dan mempunyai kapsul; sedangkan nodulus panjangnya antara
sepersekian milimeter sampai
beberapa milimeter dan tidak mempunyai kapsul.
Nodus limfoid ditemukan berkelompok sepanjang
jalur vassa limfatika, dan limf mengalir melewati
nodus-nodus ini dalam perjalanannya menuju vena
subklavia. Limf memasuki suatu nodus melalui beberapa
vasa limfatika aferen dan meninggalkannya lewat satu
atau dua pembuluh eferen.

Gambar 2.2 Sistem vassa limfatika dan kelompok nodus


limfoid utama
Dikutip dari : Scanlon VC, Sanders T. The lymphatic system
and Immunity. In: Scanlon VC, Sanders T. Essential of
Anatomy and Physiology. 5thed. Philadelphia: FA Davis
Company,2007

Organ limfoid berupa kumpulan nodulus kecil yang


mengandung banyak limfosit merupakan tempat awal
terjadinya respon imun spesifik terhadap antigen protein yang
dibawa melalui sistem limfatik.
Organ limfoid terdiri atas:
a)Organ limfoid primer
Organ limfoid primer atau sentral yaitu kelenjar timus
dan bursa fabricius atau sejenisnya seperti sumsum
tulang, diperlukan untuk pematangan diferensiasi dan
proliferasi sel T dan sel B sehingga menjadi limfosit yang
dapat mengenal antigen.
b)Organ limfoid sekunder
Organ limfoid sekunder utama adalah sistem imun
kulit (Skin Associated Lymphoid Tissue/ SALT), Mucosal
Associated Lymphoid Tissue/ MALT), Gut Associated
Lymphoid Tissue/ GALT), kelenjar limfe dan lien. Organ
limfoid sekunder mempunyai fungsi untuk menangkap dan
mengumpulkan antigen yang efektif, proliferasi dan
diferensiasi limfosit yang disensitisasi oleh antigen spesifik
dan merupakan tempat utama produksi antibodi.
Sistim Limfatik Kepala dan Leher
Terdapat perbedaan yang signifikan dalam jumlah nodus
limfoid pada kepala dan leher menurut beberapa ahli. Bailey
dan Love melaporkan terdapat sekitar 800 nodus limfoid pada
manusia, 300 diantaranya terdapat di leher. Drinker dan Yoffey
menulis bahwa semua jaringan limfoid dari tubuh manusia
termasuk limfosit pada sumsum tulang kemungkinan berkisar 1
% dari berat badan total. Hal ini setara dengan setengah massa
berat hepar. Carlson dan Skandalakis mengemukakan bahwa
terdapat banyak nodus limfoid dengan drainase ke cavum oris
dan orofaring yang tidak pernah diangkat saat pembedahan,
sehingga diduga jumlah total dari nodus limfoid berkisar
150-300 (Scanlon dalam Setiawati, 2013).
Skandalakis dkk dalam (Zahra Abu, 2014)
mengemukakan pembagian nodus limfoid kepala dan leher
dalam 5 kelompok atau level, yang dikenal sebagai sistem
Healey (gambar 3), sebagai berikut:
a) Rantai horisontal superior, terdiri dari: nodus submental,
sub mandibular, preaurikular (parotis), post aurikular
(mastoid), occipital.
b) Rantai vertikal posterior atau posterior triangle, terdiri dari:
nodus superfisial pada sepanjang vena jugularis eksterna
dan nodus profunda pada sepanjang saraf spinalis
assesorius.c) Rantai vertikal intermediet atau jugularis. Terdiri dari: nodus
juguloparotis (subparotis), jugulodigastrik (subdigastrik),
jugulokarotis (bifurkasio), juguloomohioid (omohioid).
d) Rantai vertikal anterior (viseral), terdiri dari: nodus
parafaringeal, paralaringeal, prelaryngeal (Delphian),
pretracheal.
e) Rantai horisontal inferior, terdiri atas: nodus supraklavikular
dan scalenus

Gambar 2.3 Level nodus limfoid menurut klasifikasi Healey


Dikutip dari: Skandalakis JE.Neck: Lymphatic System. In:
Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, Foster KS,
Kingsworth AN, Skandalakis LJ,et al eds. Skandalakis
Surgical Anatomy. New York: McGraw-Hill Companies,2004

Fisiologi Sistem Limfatik TubuhFungsi sistim limfatik antara lain membantu


mempertahankan keseimbangan cairan pada jaringan;
menyerap lemak dari saluran cerna; sebagai bagian dari
sistem pertahanan tubuh terhadap penyakit, dimana
mengandung limfosit, sel epitel dan stroma yang tersusun
dalam organ dengan kapsul atau berupa kumpulan jaringan
limfoid yang difus.
Sistim vassa limfatika berawal di kapiler limfe yang
terdapat pada sebagian besar ruang jaringan. Kapiler limf
sangat permeabel dan mengumpulkan cairan jaringan dan
protein. Kapiler limf menyatu membentuk vassa limfatika yang
lebih besar dengan susunan menyerupai vena. Pada vassa
limfatika tidak terdapat pompa (sebagaimana pompa untuk
darah adalah jantung), namun limf tetap mengalir dalam
vassa limfatika dengan mekanisme yang sama, yang
mempercepat aliran balik vena. Limf mengalir kembali dalam
darah untuk kembali menjadi plasma.
Resirkulasi Limfosit
Vasa limfatika dari tubuh bagian bawah menyatu di
depan vertebra lumbalis untuk membentuk saluran yang
disebut sisterna cili, yang berlanjut ke atas di depan tulang
punggung sebagai duktus torasikus. Vassa limfatika dari
kuadran kiri atas tubuh bergabung ke dalam duktus torasikus, yang mengosongkan
limfnya ke dalam vena subklavia
sinistra. Vassa limfatika dari kuadran kanan atas tubuh
menyatu untuk membentuk duktus limfatikus dekstra, yang
mengosongkan limfnya ke dalam vena subklavia dekstra
(gambar 4).
Hal ini menyebabkan aliran limf kembali ke darah secara
konstan dan terjadi pembentukan terus-menerus limf oleh
gerakan cairan dari darah ke dalam jaringan. Demikian pula,
limfosit secara terus-menerus mengalami resirkulasi.
Gambar 2.4 Komponen sistem limfoid dan sirkulasi sel limfosit di dalam pembuluh
darah dan limfatik. Dikutip dari:
Chandrasoma P, Taylor CR. Sistim Limfoid: Limfoma maligna.
Alih bahasa. Dalam: Chandrasoma P, Taylor CR. Patologi
Anatomi. Edisi ke-2.Jakarta: EGC,1995:397.

a) Peran Penting dari Sel T dan Sel B


Ada dua jenis utama sel limfosit:
(1) Sel T
(2) Sel B
Seperti jenis sel darah lainnya, limfosit dibentuk
dalam sumsum tulang. Kehidupannya dimulai dari sel
imatur yang disebut sel induk. Pada awal masa
kanak-kanak, sebagian limfosit bermigrasi ke timus,
suatu organ di puncak dada, dimana mereka menjadi
matur menjadi sel T. Sisanya tetap tinggal di sumsum
tulang dan menjadi matur disana sebagai sel B. Sel T dan
sel B keduanya berperan penting dalam mengenali dan
menghancurkan organisme penyebab infeksi seperti
bakteri dan virus. Dalam keadaan normal, kebanyakan
limfosit yang bersirkulasi dalam tubuh adalah sel T.
Mereka berperan untuk mengenali dan menghancurkan
sel tubuh yang abnormal (sebagai contoh sel yang telah
diinfeksi oleh virus).
Sel B mengenali sel dan materi ‘asing’ (sebagai
contoh, bakteri yang telah menginvasi tubuh). Jika sel ini
bertemu dengan protein asing (sebagai contoh, di
permukaan bakteri), mereka memproduksi antibodi, yang
kemudian ‘melekat’ pada permukaan sel asing dan
menyebabkan perusakannya.
Limfoma adalah suatu penyakit limfosit. Ia seperti
kanker, dimana limfosit yang terserang berhenti
beregulasi secara normal. Dengan kata lain, limfosit
dapat membelah secara abnormal atau terlalu cepat, dan
atau tidak mati dengan cara sebagaimana biasanya.
Limfosit abnormal sering terkumpul di kelenjar getah
bening, sebagai akibatnya kelenjar getah bening ini akan
membengkak.
Karena limfosit bersirkulasi ke seluruh tubuh,
limfoma (kumpulan limfosit abnormal) juga dapat
terbentuk di bagian tubuh lainnya selain di kelenjar getah
bening. Limpa dan sumsum tulang adalah tempat
pembentukan limfoma di luar kelenjar getah bening yang
sering, tetapi pada beberapa orang limfoma terbentuk di
perut, hati atau yang jarang sekali di otak. Bahkan, suatu
limfoma dapat terbentuk di mana saja. Seringkali lebih
dari satu bagian tubuh terserang oleh penyakit ini.c. Etiologi
Penyebab dari penyakit limfoma maligna masih belum
diketahui dengan pasti..Empat kemungkinan penyebabnya
adalah: faktor keturunan, kelainan sistem kekebalan, infeksi
virus atau bak), Epstein-Barr virus (EBV), Helicobacter Sp)
dan toksin lingkungan (herbisida, pengawet dan pewarna
kimia) (Bakta dalam Karlina I, 2018). teria (HIV, virus human
T-cell leukemia/lymphoma (HTLV
Faktor Predisposisi
a)Usia
Penyakit limfoma maligna banyak ditemukan pada
usia dewasa muda yaitu antara 18-35 tahun dan pada
orang diatas 50 tahun.
b)Jenis kelamin
Penyakit limfoma maligna lebih banyak diderita
oleh pria dibandingkan wanita.
c) Gaya hidup yang tidak sehat
Risiko Limfoma Maligna meningkat pada orang
yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani,
merokok, dan yang terkena paparan UV.
d)Pekerjaan Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan
dengan resiko tinggi terkena limfoma maligna adalah
peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini
disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut
organik.
d. Patofisiologi
Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan
penekanan atau penyumbatan organ tubuh yang diserang.
Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening (nodal) atau diluar
kelenjar getah bening (ekstra nodal). Gejala pada Limfoma
secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah
digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha)
(Anonymous, 2012). Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai
dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat
malam. Hal ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma.
Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem limfatik
merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil
perlawanan kelenjar limfa dengan sejenis virus atau mungkin
tuberkulosis limfa. Beberapa penderita mengalami demam
Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh meninggi selama beberapa
hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal
selama beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala lainnya
timbul berdasarkan lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma.
Klasifikasi
a)Klasifikasi Penyakit
Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma
malignum yaitu penyakit Hodgkin (PH) dan limfoma non
Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala yang mirip.
Perbedaannya dibedakan berdasarkan pemeriksaan
patologi anatomi dimana pada PH ditemukan sel Reed
Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif.
b)Klasifikasi Patologi
Klasifikasi limfoma maligna telah mengalami
perubahan selama bertahun-tahun. Pada tahun 1956
klasifikasi Rappaport mulai diperkenalkan. Rappaport
membagi limfoma maligna menjadi tipe nodular dan difus
kemudian subtipe berdasarkan pemeriksaan sitologi.
Modifikasi klasifikasi ini terus berlanjut hingga pada tahun
1982 muncul klasifikasi Working Formulation yang
membagi limfoma maligna menjadi keganasan rendah,
menengah dan tinggi berdasarkan klinis dan patologis.
Seiring dengan kemajuan imunologi dan genetika maka
muncul klasifikasi terbaru pada tahun 1982 yang dikenal
dengan Revised European-American classification of
Lymphoid Neoplasms (REAL classification) (Hoffbrand
dalam Nurhuda Hendra S, 2016).Stadium Limfoma Maligna
Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4
stadium. Stadium I dan II sering dikelompokkan bersama
sebagai stadium awal penyakit, sementara stadium III dan IV
dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.
a)Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu
kelompok yaitu kelenjar getah bening.
b)Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau
lebih kelompok kelenjar getah bening, tetapi hanya pada
satu sisi diafragma, serta pada seluruh dada atau perut.
c) Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau
lebih kelompok kelenjar getah bening, serta pada dada
dan perut.
d)Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar
getah bening setidaknya pada satu organ lain juga seperti
sumsum tulang, hati, paru-paru, atau otak
Gejala Klinis
Gejala klinis dari penyakit limfoma maligna adalah sebagai
berikut:
a)Imfodenopati superficial. Sebagian besar pasien datang
dengan pembesaran kelenjar getah bening asimetris
yang tidak nyeri dan mudah digerakkan (pada leher,
ketiak atau pangkal paha)
b)Demam
c) Sering keringat malam
d)Penurunan nafsu makan
e)Kehilangan berat badan lebih dari 10 % selama 6 bulan
(anorexia)
f) Kelemahan, keletihan
g)Sesak nafas
h)Anemia, infeksi, dan pendarahan dapat dijumpai pada
kasus yang mengenai sumsum tulang secara difus .
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada daerah leher, ketiak dan pangkal
paha. Pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang
kenyal, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan (pada leher,
ketiak atau pangkal paha).
Inspeksi, tampak warna kencing campur darah,
pembesaran suprapubic bila tumor sudah besar. Palpasi,
teraba tumor masa suprapubic, pemeriksaan bimanual teraba
tumor pada dasar buli-buli dengan bantuan general anestesi
baik waktu VT atau RT.
Pemeriksaan Penunjang Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari
kelenjar getah bening yang terkena dan juga untuk
menemukan adanya sel Reed-Sternberg. Untuk mendeteksi
Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan,
PET scan, biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah.
Biopsi atau penentuan stadium adalah cara mendapatkan
contoh jaringan untuk membantu dokter mendiagnosis
Limfoma. Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi
limfoma maligna yaitu:
a)Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar
getah bening yang membesar.
b)Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar
getah bening dengan jarum suntik. Ini kadang-kadang
dilakukan untuk memantau respon terhadap pengobatan.
c) Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari
tulang panggul untuk melihat apakah Limfoma telah
melibatkan sumsum tulang.
Penatalaksanaan
a) Cara pengobatan bervariasi dengan jenis penyakit.
Beberapa pasien dengan tumor keganasan tingkat rendah,
khususnya golongan limfositik, tidak membutuhkan
pengobatan awal jika mereka tidak mempunyai gejala dan ukuran lokasi
limfadenopati yang bukan merupakan
ancaman.
b) Radioterapi
Walaupun beberapa pasien dengan stadium I yang
benar-benar terlokalisasi dapat disembuhkan dengan
radioterapi, terdapat angka yang relapse dini yang tinggi
pada pasien yang dklasifikasikan sebagai stadium II dan
III. Radiasi local untuk tempat utama yang besar harus
dipertimbangkan pada pasien yang menerima kemoterapi
dan ini dapat bermanfaat khusus jika penyakit
mengakibatkan sumbatan/obstruksi anatomis. Pada
pasien dengan limfoma keganasan tingkat rendah stadium
III dan IV, penyinaran seluruh tubuh dosis rendah dapat
membuat hasil yang sebanding dengan kemoterapi.
c) Kemoterapi
Terapi obat tunggal Khlorambusil atau siklofosfamid
kontinu atau intermiten yang dapat memberikan hasil baik
pada pasien dengan limfoma maligna keganasan tingkat
rendah yang membutuhkan terapi karena penyakit tingkat
lanjut.
d)Terapi kombinasi. (misalnya COP (cyclophosphamide,
oncovin, dan prednisolon)) juga dapat digunakan pada pasien dengan tingkat rendah
atau sedang berdasakan
stadiumnya.
Komplikasi
Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna
dihubungkan dengan penanganan dan berulangnya penyakit.
Efek-efek umum yang merugikan berkaitan dengan
kemoterapi meliputi: alopesia, mual, muntah, supresi sumsum
tulang, stomatitis dan gangguan gastrointestinal. Infeksi
adalah komplikasi potensial yang paling serius yang mungkin
dapat menyebabkan syok sepsis. Efek jangka panjang dari
kemoterapi meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis
pulmonal.
Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area
yang diobati. Bila pengobatan pada nodus limfa servikal atau
tenggorok maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut : mulut
kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan
produksi saliva.
Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen,
efek yang mungkin terjadi adalah muntah, diare, keletihan,
dan anoreksia.
Prognosis
Kebanyakan pasien dengan penyakit limfoma maligna
tingkat rendah bertahan hidup lebih dari 5-10 tahun sejak saat didiagnosis. (Amori,
2017) Banyak pasien dengan penyakit
limfoma maligna tingkat tinggi yang terlokalisasi disembuhkan
dengan radioterapi. Dengan khemoterapi intensif, pasien
limfoma maligna tingkat tinggi yang tersebar luas mempunyai
perpanjangan hidup lebih lama dan dapat disembuhkan.
2. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian Keperawatan
1) Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin,
tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama
orang tua, dan pekerjaan orang tua. Limfoma Maligna
sering dijumpai pada usia 18-35 tahundan pada usia di
atas 50 tahun (Manuaba, 2010).
2) Pengkajian primer
Menurut Jevon dan Ewens (2007), pengkajian Airway
(A), Breathing (B), Circulation (C), Disabillity (D),
Expossure (E) pada pengkajian gawat darurat Limfoma
Maligna adalah:
a) Airway:
Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Tanda-tanda
terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara
lain: adanya snoring atau gurgling, stridor atau suara
nafas tidak normal, agitasi (hipoksia), penggunaan otot bantu pernafasan. Look dan
listening bukti adanya
masalah pada saluran nafas bagian atas dan potensial
penyebab obstruksi: lendir/secret, muntahan,
perdarahan (Thygerson, 2011).
b) Breathing:
Menurut Wilkinson & Skinner, 2000 dikutip oleh
(Rani, 2013) pengkajian pada pernafasan dilakukan
untuk menilai kepatenan jalan nafas dan keadekuatan
pernafasan pada pasien. Pada pasien Limfoma
maligna pengkajian pada breating Look, listen dan
feel dilakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien. Sesak napas terjadi pada pasien
Limfoma Maligna.Tanda-tanda umum adanya distress
pernafasan adalah:
(a)Dispneu (sesak napas)
(b)Frekuensi napas cepat.
(c)Perut membesar/merasa adanya tekanan pada
diafragma.
c) Circulation:
Pada pengkajian ini khususnya pada pasien
dengan Limfoma Maligna dilakukan pengkajian warna
kulit dan capilary refill time. Pengkajian ini meliputi:
(a)warna kulit menjadi pucat (anemia ),
(b)CRT memanjang (> 2 detik )
(c)Sianosis pada wajah dan leher
(d)Diaforesi
(e)dan keringat malam.
d) Disability:
Pada pengkajian Disability dilakukan pengkajian
neurologi, untuk mengetahui kondisi umum dengan
pemeriksaan cepat status umum neurologis dengan
mengecek kesadaran, dan reaksi pupil. (Tutu, 2015).
Pada kasus Karsinoma maligna tanda dan gejala
yaitu:
(a)Nyeri syaraf atau neuralgia
(b)Kelemahan otot
(c)Parestesia
(d)Nyeri tekan, Nyeri mediastinum
(e)Nyeri dada, Nyeri punggung
(f) Nyeri tulang umum
e) Exposure:
Secara khusus, pemeriksaan harus dipusatkan
pada bagian tubuh yang paling berkonstribusi pada
status penyakit pasien. Pada kasus Limfoma Maligna
tanda dan gejala yaitu : terjadi peningkatan suhu
tubuh.b. Diagnosa Keperawatan
1) Pola napas tidak efektif
2) Nyeri b.d agen cedera biologi
3) Hyperthermia b.d tidak efektifnya termoregulasi sekunder
terhadap inflamasi
4) Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh
b.d mual, muntah

c. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)


KEPERAWATAN

Ketidakefektifan Setelah dilakukan ❖ 3350. Monitor


pola napas b/d tindakan keperawatan Pernapasan
hiperventilasi selama a. Monitor kecepatan,
(00032) 6 jam, pasien akan : irama,
Domain 4 : a. Menunjukkan kedalaman dan kesulitan
aktifitas/istirahat Status bernapas.
Kelas 4 Pernapasan : b. Monitor
: Ventilasi (0403) pergerakan dada,
respons tidak terganggu, ketidaksimetrisan,
kardiovakular/pulmo yang dibuktikan penggunaan
nal oleh indikator otot bantu pernapasan, dan
Kode : 00032 sebagai berikut : (5 retraksi pada otot
= tidak ada supraclaviculas dan
gangguan). interkosta.
b. Tanda – Tanda ❖ 0840. Pengaturan Posisi
Vital (0802), yang a. Berikan posisi
dibuktikan dengan semifowler
indicator sebagai untuk mengurangi
berikut: (5 = tidak dyspnea.
ada devisiasi dari ❖ 3320. Terapi Oksigen
kisaran normal) a. Berikan oksigen sesuai
Kriteria Hasil: kebutuhan pasien
a. Menunjukkan pola b. Monitor aliran oksigen
napas yang efektif
(irama
pernapasan,
frekuensi
pernapasan dalam
rentang normal)
b. Menunjukkan tidak
ada retraksi otot
dada dan
penggunaan otot
bantu pernapasan
c. Tanda – tanda vital
dalam rentang
normal (tekanan
darah, nadi,
pernapasan, suhu)
d. Tekanan Darah :
120/80 mmHg,
Nadi :
60-100x/menit,
Pernapasan :
16-24 x/menit
Suhu : 36 – 37,5oC

Nyeri akut b.d Setelah dilakukan asuhan Pain Management


agen injuri fisik keperawatan selama 1. Lakukan pengkajian
Domain 12 3x24 jam diharapkan nyeri
: nyeri pasien berkurang secara komprehensif
kenyamanan NOC : termasuk
Kelas 1 a. Pain Level, lokasi, karakteristik, durasi,
: b. Pain control, frekuensi, kualitas dan
kenyamanan fisik c. Comfort level faktor
Kriteria Hasil : presipitasi
a. Mampu mengontrol 2. Observasi reaksi
nyeri (tahu penyebab nonverbal dari
nyeri, mampu ketidaknyamanan
menggunakan tehnik 3. Gunakan teknik
nonfarmakologi untuk komunikasi
mengurangi nyeri, terapeutik untuk
mencari bantuan) mengetahui
b. Melaporkan bahwa pengalaman nyeri pasien
nyeri berkurang 4. Kaji kultur yang
dengan mempengaruhi
menggunakan respon nyeri
manajemen nyeri 5. Evaluasi pengalaman
c. Mampu mengenali nyeri
nyeri (skala, masa lampau
intensitas, frekuensi 6. Evaluasi bersama pasien
dan tanda nyeri) dan
d. Menyatakan rasa tim kesehatan lain tentang
nyaman setelah nyeri ketidakefektifan kontrol
berkurang nyeri
e. Tanda vital dalam masa lampau
rentang normal 7. Bantu pasien dan
keluarga
untuk mencari dan
menemukan
dukungan
8. Kontrol lingkungan yang
dapat
mempengaruhi nyeri
seperti
suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
9. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
10.Pilih dan lakukan
penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
11.Ajarkan tentang teknik
non
farmakologi
12.Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
13.Evaluasi keefektifan
kontrol
nyeri
14.Tingkatkan istirahat
15.Kolaborasikan dengan
dokter
jika ada keluhan dan
tindakan
nyeri tidak berhasil

Ketidakseimbanga Setelah dilakukan 1100. Manajemen Nutrisi


n nutrisi kurang tindakan keperawatan Aktivitas Keperawatan:
dari kebutuhan selama 3x24 jam, klien 1. Monitor ada alergi
tubuh akan : makanan
Domain 2 : nutrisi a. Menunjukkan Status 2. Anjurkan pasien untuk
Kelas 1 : makan Nutrisi : Asupan makan
Kode : 00002 Makanan dan Cairan sedikit tapi sering
(1008), 3. Kolaborasi dengan ahli
yang gizi
dibuktikan dengan untuk menentukan intake
indicator sebagai protein, karbohidrat dan
berikut (4-5: sebagian lemak
besar adekuat, yang berikan.
sepenuhnya adekuat). 1160 Monitor Nutrisi
b. Menunjukkan Status Aktivitas Keperawatan:
Nutrisi 1. Lakukan pengukuran
(1009) antropometrik pada
halaman 553, yang komposisi
dibuktikan dengan tubuh (Indeks massa tubuh)
indicator sebagai 2. Monitor adanya mual
berikut: (4-5 = dan
Sebagian besar muntah
adekuat – sepenuhnya 3. Monitor warna
adekuat) konjungtiva
Kriteria Hasil: 4. Monitor pemeriksaan
a. Adanya peningkatan laboratorium (BUN, Hb,
berat badan sesuai Ht)
dengan tujuan
b. Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
c. Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi
d. Menunjukkan
fungsi-fungsi
pengecapan dari
menelan
e. Tidak terjadi
penurunan berat
badan yang berarti.

Hipertermi Setelah dilakukan 3786: Perawatan


Domain 11 : tindakan keperawatan Hipertermi
keamanan/perlindu selama 2x45 menit, a. Hentikan aktifitas fisik
ngan pasien akan b. Monitor suhu tubuh
Kelas 6 : menunjukkan kriteria hasil c. Berikan metode
termoregulasi : pendingin
Kode : 00007 0800 Termoregulasi eksternal (misalnya
Domain12 : 080019 Hipertermia kompres
Keamanan/ dingin pada leher,
perlindungan abdomen,
Kelas 6 : kulit kepala, ketiak dan
Termoregulasi selangkangan serta selimut
Kode : dingin) sesuai kebutuhan
(00007) d. Kompres pasien pada
lipatan
paha, aksila dan leher
e. Kolaborasi pemberian
cairan
intravena
f. Kolaborasi pemberian
obat
antipiretik
g. Berikan pengobatan
untuk
mengatasi penyebab
demam
h. Berikan antipiretik
sesuai
kebutuhan

d. Implementasi keperawatan Implementasi keperawatan merupakan tahap keempat


proses keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun
rencana keperawatan (Potter & Perry, 2013). Pada tahap ini
perawat akan mengimplementasikan intervensi yang telah
direncanakan berdasarkan hasil pengkajian dan penegakkan
diagnosis yang diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil
sesuai yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan
status kesehatan klien.
Penerapan implementasi keperawatan yang dilakukan
perawat harus berdasarkan intervensi berbasis bukti atau
telah ada penelitian yang dilakukan terkait intervensi tersebut.
Hai ini dilakukan agar menjamin bahwa intervensi yang
diberikan aman dan efektif (Miller, 2012).
Dalam tahap implementasi perawat juga harus kritis
dalam menilai dan mengevaluasi respon pasien terhadap
pengimplementasian intervensi yang diberikan.
e. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan tahap kelima dari proses
keperawatan. Tahap ini sangat penting untuk menentukan
adanya perbaikan kondisi atau kesejahteraan klien (Perry &
Potter, 2013). Hal yang perlu diingat bahwa evaluasi
merupakan proses kontinu yang terjadi saat perawat
melakukan kontak dengan klien. Selama proses evaluasi

perawat membuat keputusan-keputusan klinis dan secara


terus-menerus mengarah kembali ke asuhan keperawatan.
Tujuan asuhan keperawatan adalah membantu klien
menyelesaikan masalah kesehatan actual, mencegah
terjadinya masalah risiko, dan mempertahankan status
kesehatan sejahtera. Proses evaluasi menentukan
keefektifan asuhan keperawatan yang diberikan.
Perawat dapat menggunakan format evaluasi SOAP
untuk mengevaluasi hasil intervensi yang dilakukan. Poin S
merujuk pada respon subjektif pasien setelah diberikan
intervensi. Poin O melihat pada respon objektif yang dapat
diukur pada pasien setelah dilakukannya intervensi. Poin A
adalah analisis perawat terhadap intervensi yang dilakukan.
Poin P adalah perencanaan terkait tindakan selanjutnya
sesuai analisis yang telah dilakukan sebelumnya.

B. Tinjauan Kasus
1. Identitas pasien
No. Rekam Medis : 897954
Nama
: Tn. “ E”
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tgl/ Umur
: 10-09-1985/ 34 Tahun
Rujukan dari
: RSUD Undata Palu
Diagnosa
: Limfoma Maligna
Nama keluarga yang bisa dihubungi :Ny“H”
Transfortasi waktu datang
: Mobil
Alasan masuk : Sesak Napas
Pasien mengeluh sesak nafas yang dialami sejak 2 bulan yang lalu,
memberat 2 minggu terakhir. Riwayat dirawat 2 minggu di RSUD
Undata Palu dengan keluhan yang sama. Pasiem mengatakan
sesaknya bertambah saat beraktivitas dan setelah beraktivitas Nafsu
makan menurun, mengalami penurunan berat badan yang tidak
diketahui jumlanhnya. Riwayat TB, riwayat hipertensi
a. Primary survey
1) Airway
a) Pengkajian jalan napas
√ Bebas Tersumbat
Trachea di tengah : √ Ya Tidak

b) Resusitasi : -
c) Re evaluasi: -
d) Masalah keperawatan : -
e) Intervensi/ Implementasi : -
f) Evaluasi
:-
2) Breathing
Fungsi pernapasan :
a) Dada simetris : √ Ya Tida
b) Sesak napas : √ Ya Tidak
c) Respirasi : 28 x/menit, dan terdapat penggunaan otot
bantu pernapasan.
d) Krepitasi : Ya √ Tidak
e) Suara napas : Teratur (vesicular),
f) Saturasi 02 : 98 %
Assesment :-
Resusitasi :-
Re evaluasi :-
Masalah keperawatan : Pola napas tidak efektif
3) Circulation
Keadaan sirkulasi :
a) Tensi : 150/102 mmHg
b) Nadi : 101 x/menit Kuat , Regular
c) Suhu axial : 36,5oCd) Temperatur kulit : Hangat
e) Gambaran kulit:
f) Warna sawo matang
g) Kulit elastis
h) Pengisian kapiler <2 detik
Assesment :
Resusitasi : -
Re evaluasi : -
Masalah keperawatan :
4) Disability
a) Penilaian fungsi neurologis : Kesadaran composmentis
dengan GCS 15 (E4V5M6)
b) Masalah keperawatan : -
c) Intervensi/Implementasi : -
d) Evaluasi : -
5) Exposure
a) Penilaian Hipotermia/hipertermia : Tidak ada
peningkatan dan penurunan suhu, dengan suhu :
36,5oC
b) Masalah keperawatan : -
c) Intervensi/Implementasi : -
d) Evaluasi : -Trauma Score
Frekuensi pernapasan
10 -25
4
√ 25 -35
3
> 35
2
< 10
1
0
0
Usaha napas
√ Normal 1
Dangkal 0
Tekanan darah

> 89mmHg 4
70 -89 3
50 -69 2
1- 49 1
00
Pengisian kapiler

< 2 dtk 2
> 2 dtk 1
00
Glasgow Coma Score (GCS)

14 -15 5
11- 13 48 – 10 3
5-72
3-41

Total trauma score : 15


Reaksi Pupil
Tabel 2.2 Reaksi Pupil
Penilaian Nyeri:
Pengkajian nyeri :
P : provokatif
Q : quality
R : Region
S : skala
T : Timeb. survey sekunder
1) Riwayat kesehatan
S : Sign/symptoms (tanda dan gejala)
(1) Pada saat pengkajian pasien mengeluh
sesak nafas
(2) Terdapat benjolan pada leher sebelah
kiri
(3) asien nampak lemas
A : Allergies (alergi)
Pasien tidak memiliki alergi obat maupun
makanan
M : Medications (pengobatan)
Riwayat pengobatan pasien pernah
mengkonsumsi obat 6 bulan
P : Past medical history (riwayat penyakit)
Benjolan pada leher sebelah kiri dirasakan
sejak 3 bulan yang lalu, sesak nafas sejak 2
bulan terakhir. Pasien memiliki riwayat
penyakit TB.
L : Last oral intake (makanan yang dikonsumsi
terakhir, sebelum sakit). Pasien terakhir makan nasi dan minum air
putih
E : Event prior to the illnesss or injury (kejadian
sebelum injuri/sakit)
Benjolan pada leher sebelah kirir dirasakan
sejak 3 bulan yang lalu dan pernah berobat ke
RSUD Undata Palu. Pasien merasa sesak
nafas.
2) Riwayat dan mekanisme trauma (dikembangkan
menurut OPQRST)
O :Onset (seberapa cepat efek dari suatu interaksi
terjadi) Tidak ada nyeri
P :Provokatif (penyebab)
Q :Quality (kualitas)
R :Radiation (paparan)
S :Severity ( tingkat keparahan)
T :Timing (waktu)
3) Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 150/102 mmHg
Frekunsi Nadi : 101x/ menit
Frekuensi Napas : 28 x/ menit
Suhu tubuh : 36.5ºC4) Pemeriksaan fisik (HEAD TO TOE)
a) Kepala
Inpeksi : Kulit kepala tampak bersih, rambut
tampak hitam dan penyebaran rambut rata, dan tidak
ada ketombe.
Palpasi : Tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan.
b) Mata
Inspeksi : Nampak simestris kiri dan kanan, sclera
tidak ikterik, pupil isokor dan tidak ada
edema maupun pereadangan pada
palpebral, konjungtiva tidak anemis.
Palpasi : Tidak teraba adanya massa, tidak ada nyeri
tekan.
c) Hidung
Inspeksi : Nampak bersih, tidak terdapat
pembengkakan pada septum, tidak terdapat sumbatan
pada lubang hidung, tidak terdapat secret, tidak
ditemukan adanya polip
Palpasi
: Tidak teraba adanya massa, tidak ada
nyeri tekand) Telinga
Inpeksi : pinna telinga simetris kiri dan kanan, nampak
daun telinga lentur, adanya serumen pada
telinga, telinga luar nampak bersih.
Palpasi : Tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan
e) Mulut dan gigi
Inspeksi : Tidak terdapat stomatitis,mukosa bibir
lembab, gigi lengkap, tidak terdapat peradangan pada
tonsil dan ukuran normal (T1) serta tidak ada dahak
f) Leher
Inspeksi : Terdapat benjolan pada leher bagian kiri
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
g) Dada dan paru-paru
Inspeksi : Ada pengembangan dada, simetris antar
kedua lapang paru, ada penggunaan otot
bantu nafas dada, Pasien nampak sesak
setelah beraktivitas
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada
Auskultasi: frekuensi nafas : 28 x/m
h) Jantung
Perkusi
: Suara pekak, batas atas interkostal 3 kiri,
batas kanan linea pasteral kanan, batas kiri linea mid clavicularis kiri, batas bawah
intercostals 6 kiri
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II murni reguler, bising
tidak ada.
i) Abdomen
Inspeksi : Tidak distensi abdomen
Auskultasi : Peristaltic usus 16x/menit
Palpasi
: Tidak ada benjolan pada abdomen
Perkusi
: Terdengar bunyi timpani
j) Pelvis
Inspeksi : Tidak terdapat cedera maupun luka
Palpasi
: Tidak ada nyeri pada pelvis
k) Genetalia : Tidak di kaji
l) Integumen : Kulit elastis, CRT <2 detik.
m) Ekstremitas:
Pengisian kapiler pada ektermitas atas dan bawah <2
detik. Terpasang infus pada ekstermitas kiri atas
dengan cairan NaCL 0,9%.
n) Neurologis
Fungsi sensorik
: Pasien dapat merasakan stimulus
berupa sentuhan ringan pada anggota tubuh.
Fungsi Motorik: Pasien dapat mengangkat kedua
kakinya dan tangannya.
5) Hasil laboratorium
a) Hasil laboratorium
Tanggal : 10/10/2019
Tabel 2.3 Hasil Laboratorium
b) Hasil pemeriksaan diagnostik
Hasil Foto Thoraks PA/AP (Tanggal 10/10/2019)
Kesan :
(1) Massa mediastinum
(2) Observasi lesi noduler suspek tumor metastase
paru
(3) Efusi pleura bilateral
(4) Dilatatio aortae
6) Pengobatan
a) Terpasang Natrium clorida 0,9%
b) Terpasang O2 4 liter/menit via nasal canul
c) Ceftriaxone 1 gr/IV

ANALISA DATA
Tabel 2.4 Analisa Data
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
3. Ansieta
INTERVENSI KEPERAWATAN
Tabel 2.5 Intervensi Keperawatan Pada Tn. E Dengan Diagnosa Medis Limfoma
Maligna
NO DIAGNOSA NOC NIC
1 Ketidakefektifan pola napas Setelah dilakukan ❖ 3350. Monitor
b/d hiperventilasi (00032) tindakan keperawatan Pernapasan
Domain 4 : aktifitas/istirahat selama 6 jam, pasien a. Monitor
Kelas 4 : respons akan : kecepatan, irama,
kardiovakular/pulmonal a. Menunjukkan kedalaman dan
Kode : 00032 Status kesulitan bernapas.
Pernapasan: b. Monitor
Ventilasi pergerakan dada,
(0403)tidak ketidaksimetrisan,
terganggu, yang penggunaan otot
dibuktikan oleh bantu pernapasan,
indikator sebagai dan retraksi pada
berikut : (5 = otot
tidak ada supraclaviculas dan
gangguan). interkosta..
b. Tanda – Tanda ❖ 0840.
Vital Pengaturan Posisi
(0802),yang Berikan posisi
dibuktikan semifowler untuk
dengan indicator mengurangi
sebagai berikut: dyspnea
(5 = tidak ada ❖ 3320. Terapi
devisiasi dariOksigen
kisaran normal) a.Berikan oksigen
sesuai kebutuhan
Kriteria Hasil: pasien
a. Menunjukkan pola b.Monitor aliran
napas yang efektif oksigen
(irama pernapasan,
frekuensi pernapasan
dalam rentang normal)
b. Menunjukkan tidak
ada retraksi otot dada
dan penggunaan otot
bantu pernapasan c.
Tanda – tanda vital
dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi,
pernapasan, suhu) d.
Tekanan Darah : 120/80
mmHg, Nadi : 60-
100x/menit,
Pernapasan : 16-24
x/menit Suhu : 36 –
37,5oC
2 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Energy
berhubungan dengan tindakan keperawatan Management
Ketidakseimbangan antara selama 6 jam, maka (0180)
suplai dan kebutuhan diharapkan pasien akan : a.Observasi
oksigen Domain 4 : a. Energy Conservation adanya pembatasan
Aktivitas/istirahat Kelas 4 : b. Self Care : ADL klien dalam
Respon melakukan
kardiovaskular/Pulmonal Kriteria Hasil : aktivitas
Kode : 00092 1. Berpartisipasi dalam b. Dorong pasien
aktivitas fisik tanpa untuk
disertai peningkatan mengungkapkan
tekanan darah, nadi dan perasaan terhadap
RR keterbatasan
2. Mampu melakukan c. Kaji adanya
aktivitas sehari hari factor yang
(ADL) secara mandiri menyebabkan
kelelahan
d. Monitor nutrisi
dan sumber energi
yang adekuat
e. Monitor pasien
akan adanya
kelelahan fisik dan
emosi secara
berlebihan
3 Ansietas Setelah dilakukan Anxiety Reduction
Domain 9 : Koping/Toleransi tindakan keperawatan (Penurunan
stress Kelas 2 : Respon selama 6 jam, cemas kecemasan)
Koping pasien dapat berkurang a. Identifikasi
Kode : 00146 kriteria hasil: tingkat kecemasan
a. Pasien mampu b. Dengarkan
membina hubungan dengan penuh
saling percaya dengan perhatian
perawat. c.Gunakan
b. Pasien mampu pendekatan yang
mengenal ansietas menenangkan
mampu mengontrol d. Jelaskan semua
kecemasan. prosedur dan apa
c. Pasien mampu yang dirasakan
menggunakan teknik selama prosedur
relaksasi untuk e. Pendekatan
mengurangi kecemasan. mental spiritual
d. Pasien mampu f. Instruksikan
menggunakan teknik pasien
relaksasi napas dalam menggunakan
secara mandiri. teknik relaksasi
e. Pasien mendapat
dukungan keluarga
dalammengatasi
ansietas.s
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Tabel 2.6 Implementasi dan Evaluasi Pada Tn. E Dengan Diagnosa Medis Limfoma
Maligna

Diagnosis Keperawatan Hari / jam Implementasi dan Evaluasi


Tanggal Hasil
Ketidakefektifan Kamis, 11.00 1. Memonitor Kamis, 10 Oktober
pola napas b/d 10 kecepatan, irama, 2019 jam 12.00
hiperventilasi Oktober kedalaman dan S:- Pasien mengatakan
(00032) 2019 kesulitan sesak berkurang
bernapas/TTV O:- Tanda-Tanda
Hasil: Vital : Respiration Rate
Tanda-Tanda Vital (RR) : 26 x/menit
: a. Setelah pemberian
a. Tekanan oksigen sesak yang
Darah : 150/102 dialami pasien
mmHg berkurang b. Setelah
b. Heart Rate (HR) diberikan posisi
: 101 x/menit semifowler Sesak
c. Suhu : 36,5oC pasien berkurang
d. Respiration A:Ketidakefektifan
Rate (RR) : 28 pola nafas
11.05 x/menit e. Pasien P: Lanjutkan intervensi
mengatakan sesak
❖ 3350. Monitor
2. Memonitor Pernapasan
pergerakan dada, a. Monitor kecepatan,
ketidaksimetrisan, irama, kedalaman dan
penggunaan otot kesulitan bernapas.
bantu pernapasan, b. Monitor pergerakan
dan retraksi pada dada,
otot ketidaksimetrisan,
supraclaviculas penggunaan otot bantu
dan interkosta.. pernapasan, dan
11.07 Hasil: Terdapat retraksi pada otot
retraksi pada otot supraclaviculas dan
supraclavikularis interkosta.
dan interkosta ❖0840. Pengaturan
Posisi Berikan posisi
3. Memberikan semifowler untuk
posisi semifowler mengurangi dyspnea.
untuk mengurangi ❖ 3320. Terapi
dyspnea. Oksigen
Hasil: Setelah a. Berikan oksigen
diberikan posisi, sesuai kebutuhan
semifowler Sesak pasien
pasien b. Monitor aliran
oksigen
4. Memberikan
11.15 oksigen sesuai
kebutuhan pasien
dengan
menggunakan
nasal kanul
sebanyak 4 liter
Hasil:
a. Setelah
pemberian oksigen
sesak napas yang
dialami oleh
pasien berkurang

5. Memonitor
11.17 aliran oksigen
Hasil: Oksigen
terpasang dengan
baik dengan
menggunakan
nasal kanul
sebanyak 4 liter
Intoleransi Kamis, 11.20 1. Mengkaji Kamis, 10 Oktober
aktivitas 10 adanya factor yang 2019 Jam 12.20
berhubungan Oktober menyebabkan S: - Pasien mengatakan
dengan 2019 kelelahan Hasil: sesak dan cepat merasa
Ketidakseimbanga a. Pasien lelah bila beraktivitas
n antara suplai mengatakan sesak O: - Pasien nampak
dan kebutuhan dan cepat merasa sesak saat beraktivitas -
oksigen lelah bila Semua kebutuhan
beraktivitas pasien mis: makan,
b. Pasien nampak minum, BAK dibantu
sesak saat oleh keluarga ditempat
beraktivitas tidur
11.22 2. Mengobservasi A: Semua kebutuhan
adanya pasien dibantu oleh
pembatasan klien keluarga
dalam melakukan P:Lanjutkan intervensi
aktivitas  Energy
Hasil: Semua Management
kebutuhan pasien (0180)
mis: makan, a. Observasi
minum, BAK adanya
dibantu oleh pembatasan
keluarga ditempat klien dalam
tidur melakukan
11.24 3. Memonitor aktivitas
nutrisi dan sumber b. Dorong
energi yang pasien untuk
adekuat mengungkapkan
Hasil: Pasien perasaan
mengatakan terhadap
makannya sedikit keterbatasan
karena sakit pada c. Kaji adanya
saat menelan factor yang
menyebabkan
kelelahan
d. Monitor
nutrisi dan
sumber energi
yang adekuat
e. Monitor
pasien akan
adanya
kelelahan fisik
dan emosi
secara
berlebihan
Ansietas Kamis, 11.30 1. Kamis,10 Oktober
10 Mengidentifikasi 2019 jam 12.25
Oktober tingkat kecemasan S: Pasien mengatakan
2019 Hasil: cemas dengan
a. Pasien keadaannya
mengatakan cemas O: a. Pasien tampak
dengan gelisah
keadaannya b. Pasien tampak
b. Pasien tampak cemas
gelisah A: Pasien masih
11.32 2. Mendengarkan merasa gelisah dan
dengan penuh cemas tentang
perhatian Hasil: keadaannya
Mendengarkankan P: Lanjutkan Intervensi
keluhan yang a. Identifikasi tingkat
disampaikan oleh kecemasan
pasien dan b. Dengarkan dengan
menunjukkan penuh perhatian
sikap yang empati c. Gunakan pendekatan
11.34 3. Menjelaskan yang menenangkan
semua prosedur d. Jelaskan semua
dan apa yang prosedur dan apa yang
dirasakan selama dirasakan selama
prosedur prosedur
Hasil: Sebelum e. Pendekatan mental
melakukan spiritual
tindakan
keperawatan,
perawat telah
11.36 4. Pendekatan
mental spiritual
Hasil :
Menganjurkan
kepada pasien dan
keluarga untuk
berdoa demi
kesembuhan
pasien

BAB III
PEMBAHASAN KASUS KELOLAAN
Ada beberapa kesenjangan antara teori dan kasus yang ditemukan penulis
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. “E” menggunakan primary survey
untuk memberikan penanganan meliputi pengkajian Airway, Breathing, Circulation,
Disability dan Exposure dimana gangguan-gangguan yang ada pada primary survey
akan ditangani segera apabila belum teratasi maka akan dil
akukan pengkajian secondary survey pendekatan proses asuhan keperawatan yang
meliputi pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Berikut ini akan
membahas tentang perbedaan yang terjadi antara teori dan kasus yang didapat dari
asuhan keperawatan teori dan kasus yang didapat dari asuhan keperawatan pada
pasien Tn. "E”.

A. Pengkajian
1. Pengkajian primer
a. Airway
Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas
pada pasien antara lain: adanya snoring atau gurgling, stridor atau suara nafas tidak
normal, agitasi (hipoksia), penggunaan otot bantu pernafasan. Look dan listening
bukti adanya masalah pada saluran nafas bagian atas dan potensial penyebab
obstruksi: lendir/secret, muntahan, perdarahan (Thygerson, 2011).
Pada kasus yang di temukan yaitu pernapasan klien paten dan tidak ada
obstriksi jalan nafas, terdapat penggunaan otot bantu, klien nampak tidak batuk, serta
tidak ada tanda-tanda sianosis. Analisis : Terdapat kesenjangan antara teori dan kasus,
di karenakan saat inspirasi kedua dinding dada dan perut Tn. “E” sama antara kiri dan
kanan. dan di kasus tidak di temukan obstruksi jalan nafas.
b. Breathing
Pada teori dapat di lihat tanda-tanda umum distress pernapasan: dispneu,
berkeringa, penggunaan otot bantu pernapasan aksesorius, pernapasan abdomen.
Pada teori, dengar (listen) suara napas abnormal pada jarak dekat dari wajah pasien
dan secara auskultasi seperti ronchi, stridor, dan wheezing.
Menurut teori Dialife (2012) Sesak napas dengan irama pernapasan kussmaul
terjadi karena adanya penumpukan cairan didalam jaringan paru atau dalam rongga
dada. Hal ini didukung oleh hasil pemeriksaan foto thorax AP dengan kesan massa
mediastinum, suspek tumor metastase paru, serta efusi pleura bilateral.
Pada kasus yang ditemukan pada Tn.”E” pada saat melakukan inspeksi
tampak sesak napas dengan frekuensi pernapasan 28 kali/menit, Terdengar suara
nafas vesicular. Pergerakan dinding dada simestris kiri dan kanan, serta Tn.”E”
menggunakan otot bantu napas. Hal ini disebabkan karena adanya cairan atapun
massa dibagian paru. Hal ini didukung oleh hasil foto thoraks Tn.”E” dengan kesan
massa mediastinum dan efusi pleura bilateral sehingga menyebabkan Tn.”E” sesak
napas.
Analisis : Berdasarkan teori dan kasus yang dianalisis bahwa tidak terdapat
kesenjangan antara teori dan kasus nyata karena pada kasus dan teori terdapat
persamaan antara penggunaan otot bantu pernafasan.
c. Circulation
Pada teori dapat dinilai dengan warna tangan dan jari-jari. Tanda-tanda
gangguan kardiovaskuler termasuk akral perifer yang dingin dan pucat. Selain itu
mengecek waktu pengisian kapiler (Capillary refill time, CRT), CRT yang
memanjang > 2 detik dapat menunjukkan perfusi perifer yang buruk.
Pada teori dilakukan pengukuran tekanan darah. tekanan darah sistolik yang
rendah menunjukkan syok. Namun demikian, bahkan pada keadaan syok, tekanan
darah tetap normal sebagai mekanisme kompensasi untuk meningkatkan resistensi
perifer sebagai respon terhadap penurunan curah jantung
Pada kasus yang ditemukan yaitu Tn.”E” capillary refill time (CRT) normal
yaitu < 2 detik, dan didapatkan temperatur kulit hangat dan akral perifer dingin dan
Nadi 101x/menit. Pada kasus yang ditemukan yaitu Tn.”E” dengan melakukan
pengukuran tekanan darah yaitu 150/102 mmHg. Hal ini berbeda dengan teori
yang menyatakan adanya tekanan sistolik rendah menunjukan syok.
Analisis : Berdasarkan teori dan kasus dianalisis bahwa ada kesenjangan
antara teori dan kasus karena pada pengkajian di temukan CRT < 2 detik yaitu
dalam batas normal dan Tn.”E” tidak mengalami pucat.
d. Disability
Penilaian disabilitas melibatkan evaluasi fungsi sistem saraf pusat. Pada
pengkajian primery survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU : A
- alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan, V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak
bisa dimengerti, P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai
jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon), U -
unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun
stimulus verbal. Selain menggunakan skala AVPU pada pengkajian disability,
dapat pula menggunakan skala Glasgow Coma Scale (GCS) untuk menilai
berbagai penyebab perubahan tingkat kesadaran.
Pada kasus Tn.”E” pengkajian disability menggunakan skala GCS didapatkan
tingkat kesadaran composmentis dengan hasil GCS 15 yaitu respon membuka mata
spontan 4, respon verbal 5, dan respon motorik 6.
Analisis : Menunjukkan tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus
karena pada teori dan kasus di dapatkan tingkat kesadaran yang sama yaitu
kesadaran Composmentis GCS 15 (E4 V5 M6)
e. Exposure
Secara khusus pengkajian exposure meliputi pengkajian suhu tubuh berupa
adanya hipertermia dan hipotermia. Berdasarkan kasus didapatkan suhu tubuh
Tn.”E” tidak terjadi peningkatan suhu tubuh yaitu 36,5ºC.
Analisis : Menunjukkan tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus
karena pada teori dan kasus tidak terdapat peningkatan suhu tubuh.

2. Pengkajian Sekunder
a. Keluhan utama
Biasanya di dapatkan keluhan berupa : sesak napas, lelah setelah beraktivitas,
sering berkeringat,penurunan nafsu makan.
Berdasarkan kasus di dapatkan keluhan utama yang di rasakan Tn.”E” yaitu
sesak nafas
Analisis : Menunjukkan tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus karena
pada teori dan kasus keluhan utamanya yaitu sesak nafas
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien limfoma maligna biasanya terjadi sesak nafas, ada
pembesaran kelenjar getah baning, sering berkeringat, penurunan nafsu
makan, kelemahan/keletihan, anemia dan infeksi.
Berdasarkan kasus Tn.”E” di dapatkan data bahwa Tn.”E” masuk
Rumah Sakit dengan keluhan sesak nafas dan adanya pembesaran kelenjar
getah bening.
Analisis : Menunjukkan tidak terdapat kesenjangan antara teori dan
kasus karena sama-sama mengeluh sesak nafas dan kesulitan bernafas.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kesehatan terdahulu pada pasien dengan limfoma maligna
antara lain: gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, terinfeksi virus atau
bakteri, terkena paparan UV, toksin lingkungan. Penting untuk dikaji
mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
Berdasarkan kasus Tn.”E” pengkajian riwayat kesehatan dahulu dikaji
dengan mewawancarai pasien dan keluarga pasien didapatkan data bahwa Tn.
“E” perokok dan riwayat penyakit TBC.
Analisis : Menunjukkan tidak terdapat kesenjangan antara teori dan
kasus karena sama-sama memiliki riwayat terdahulu yaitu merokok dan
terinfeksi virus.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit
yang sama (limfoma maligna).
Berdasarkan kasus Tn.”E” penulis melakukan pengkajian riwayat
kesehatan keluarga pada Tn.”E” dengan mewawancarai pasien dan didapatkan
data bahwa Tn.”E” tidak memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit
limfoma maligna.
Analisis : Menunjukkan tidak terdapat kesenjangan antara teori dan
kasus.

B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Limfoma Maligna
pada Tn. “E”, setelah melakukan pengkajian yaitu ketidakefektifan pola nafas,
intoleransi aktivitas, ansietas. Sedangkan menurut teori, diagnosa yang bisa
muncul pada kasus Limfoma Maligna yaitu pola nafas tidak efektif, nyeri,
hipotermia, dan ketidakseimbangan nutrisi.
Penulis mengangkat diagnosa ketidakefikfan pola nafas karena pada
pasien ditemukan adanya tanda dan gejala yang mengarah untuk diagnosa
tersebut yaitu Pasien mengatakan sesak nafas ± 2 bulan yang lalu dimana
frekuensi pernapasan 28 kali/menit saat pengkajian.
Didapatkan kesenjangan antara kasus dan teori dimana pada kasus
tidak didapatkan diagnosa nyeri, hipotermia dan ketidakseimbangan nutrisi.
Hal ini disebabkan oleh respon tubuh setiap orang berbeda-beda sesuai dengan
gejala dan tanda yang dialami oleh pasien serta tidak ada diagnosa yang
mendukung untuk diangkat diagnosa pada kegawatdaruratan jadi penulis
hanya mengangkat diagnosa sesuai dengan kegawatdaruratan yang dialami
pasien.

C. Perencanaan
Perencanaan dalam proses keperawatan dimulai setelah tahap
pengumpulan data, pengkajian, dan menentukan diagnosa yang sesuai dengan
tanda dan gejala yang muncul. Perencanaan atau intervensi merupakan
kumpulan rencana-rencana keperawatan yang akan diberikan kepada pasien.
Perencanaan disusun berdasarkan prioritas masalah yang disesuaikan dengan
manifestasi klinis. Setelah masalah ditetapkan, maka ditentukan tujuan
keperawatan. Tujuan bisa ditetapkan dalam jangka panjang maupun pendek,
harus jelas, dapat diukur, dan realitas.
Setelah itu mendapat kriteria hasil yang menjadi acuan intervensi
berhasil atau tidak. Waktu perencanaan yang dibuat harus disesuaikan dengan
pencapaian kriteria hasil misalnya 1x8 jam. Setelah rencana dibuat,
selanjutnya dilakukan implementasi keperawatan, yang mengacu pada rencana
tindakan yang telah dibuat.
Perencanaan yang dibuat sesuai dengan NANDA sehingga
kesenjangan perencanaan antara kasus dan teori disesuaikan dengan keluhan
yang dirasakan pasien.

D. Implementasi
Implementasi yang dilakukan berdasarkan perencanaan sebelumnya,
semua yang telah direncanakan harus dilakukan diimplmentasi. Setelah
dilakukan tindakan tersebut jangan lupa melihat respon pasien baik dari data
subyektif maupun data objektif. Tindakan semua telah dilakukan dan melihat
respon atau kondisi pasien secara umum atau biasa disebut evaluasi. Apabila
masalah hanya teratasi sebagian, intervensi bisa dilanjutkan atau dimodifikasi.
Apabila masalah sudah teratasi, intervensi dipertahankan atau dihentikan.
Implementasi ketidakefektifan pola nafas yaitu, memonitor kecepatan,
irama, kedalaman dan kesulitan bernapas/TTV, memonitor pergerakan dada,
ketidaksimetrisan, penggunaan otot bantu pernapasan, dan retraksi pada otot
supraclaviculas dan interkosta, Memberikan posisi semifowler untuk
mengurangi dyspnea, memberikan oksigen sesuai kebutuhan pasien dengan
menggunakan nasal kanul sebanyak 4 liter, memonitor aliran oksigen.
Implementasi intoleransi aktivitas yaitu, mengkaji adanya factor yang
menyebabkan kelelahan, mengobservasi adanya pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas, memonitor nutrisi dan sumber energy yang adekuat.
Implementasi ansietas yaitu, mengidentifikasi tingkat kecemasan,
mendengarkan dengan penuh perhatian, menjelaskan semua prosedur dan apa
yang dirasakan selama prosedur, pendekatan mental spiritual.

E. Evaluasi
Majid & Prayogi (2013), evaluasi adalah penilaian keberhasilan rencana
keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Pada pasien Limfoma Maligna
dapat dinilai hasil pelaksanaan perawatan dengan melihat catatan
perkembangan, hasil pemeriksaan pasien, melihat langsung keadaan dari
keluhan pasien, yang timbul sebagai masalah.
Evaluasi yang dilakukan pada Tn “E” semua diagnosa belum teratasi.
Hal ini dibuktikan dengan hasil evaluasi pada tangga 10 Oktober 2019
didapatkan bahwa masalah ketidakefektifan pola nafas dengan hasil sesak nafas
berkurang. Intoleransi aktivitas dengan hasil pasien mengatakan masih sesak
dan cepat merasa lelah bila beraktivitas. Ansietas dengan hasil pasien
mengatakan cemas dengan keadaannya.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk
keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel
T dan histiosit sehingga muncul istilah limfoma maligna (maligna = ganas).
Ironisnya, pada orang sehat sistem limfatik tersebut justru merupakan
komponen sistem kekebalan tubuh. Ada dua jenis limfoma maligna yaitu
Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-Hodgkin (LNH) (Vinjamaran,
2017).
Dari hasil pembahasan bahwa di dapatkan kesenjangan antara teori dan
kasus yang ditemukan penulis dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada
Tn “E” menggunakan primary survey untuk memberikan penanganan
meliputi pengkajian Airway : terdapat kesenjangan kerena dari pengkajian
tidak di dapatkan hasil suara nafas tambahan yaitu Ronchi, Breathing :
Tidak terdapat kesenjangan karean dalam teori dan kasus sama-sama pasien
mengalami sesak nafas, Circulation : Terdapat kesenjangan karena dari hasil
pengkajian di dapatkan Tanda-tanda vital pasien dalam batas normal dan
CRT < 2 detik, Disability : Tidak terdapat kesenjangan karena dari hasil
pengkajian tingkat kesadaran Tn. “E” yaitu GCS 15 dan Exposure : tidak
terdapat kesenjangan karena dari hasil pengkajian tidak terdapat
peningkatan suhu tubuh. Dan untuk pengangkatan diagnosa terdapat
kesenjangan yaitu diagnosa nyeri, hipertimia, dan ketidakseimbangan
nutrisi. Hal ini disebabkan oleh respon tubuh setiap orang yang berbeda-
beda sesuai dengan tanda dan gejala yang dialami oleh pasien.
B. Saran
Berdasarkan manfaat penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya,
penulis memberikan beberapa saran terkait hasil asuhan keperawatan pada
pasien Limfoma Maligna :
1. Bagi Rumah Sakit
Di harapkan dari pihak Rumah Sakit memberikan pendidikan dan
pelatihan secara berkala, khususnya mengenai metode pelayanan
terkini pada pasien dengan kasus-kasus keperawatan gawat darurat,
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dari tenaga
keperawatan, khususnya yang berada di raung IGD Non Bedah
RSUP Dr Wahidin Sudirihusodo Makassar.
2. Bagi Bidang Akademik
Penyediaan kualitas tenaga dosen yang professional serta fasilitas
belajar mengajar perlu untuk ditingkatkan agar menghasilkan
lulusan yang berkualitas.
3. Pasien dan keluarga
Pasien dan keluarga dapat bersikap lebih kooperatif dan mampu
bekerjasama dengan tim kesehatan dalam penanganan dan proses.
4. Bagi penulis selanjutnya Diharapkan dimasa yang akan datang
dapat digunakan sebagai salah satu sumber data untuk penulisan
karya ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA
Amori. 2017. Jurnal Nasional : Pengobatan tepat untuk Limfoma.
www.jurnalnasional/limfoma/44356.com. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2013.

Anonymous. 2012. Limfoma Maligna. www.wordpress.com. Diakses pada tanggal 15


Oktober 2013.

Asdie, Ahmad H. 2012. Horison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC

Bakta IM. Limfoma Non Hodgkin. Hematologi Klinik Ringkas. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2006. h: 202-19.

Chandrasoma P, Taylor CR. Sistim Limfoid: Limfoma maligna. Alih bahasa. Dalam:
Chandrasoma P, Taylor CR. Patologi Anatomi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC,1995:406-21

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta. : EGC

Doenges, Marilyn E, et all. 1993. Nursing Care Plans : Guidelines for Planning and
Documenting Patient Care, Edition 3, F.A. Davis Company, Philadelphia.

Goljan EF. Rapid Review Pathology. Edisi 4. Philadelphia.W. B. Saunders


Company.2014.

Hoffbrand, A.V, et all. 2002. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC

Karlina Isabella. 2018. Ki-67 sebagai parameter prognosis pada limfoma non
Hodgkin.

Potter & Perry AG. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,Proses, dan
Praktik. 4th ed. EGC: Jakarta.2013.

Vinjamaran. 2017. Lymphoma, Non-Hodgkin. www.emedicine.com. Diakses pada


tanggal 15 Oktober 2013.

Inas Susanti, Agustina H, et all.2014. Korelasi antara Imunoekspresi LMP-1 Virus


Epstein-Barr dengan Respon Kemoterapi CHOP pada Limfoma Maligna Non-
Hodgkin Tipe Diffuse Large B Cell

Heri Sutrisno. 2013. Gambaran Kualitas Hidup Pasien Kanker Limfoma Non Hodgkin
yang Dirawat di RSUP Sanglah Denpasar.

Naz E, et all. Correlation of Ki-67Proliferative Index with Clinical and Pathological


Features on Tissue Sections of Non Hodgkins Lymphoma by Immunostaining.Journal
Pak Medical Association. 2014; 6(8) 124-29

Rosernberg, Martha Craft & Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan.
Yogyakarta: Digna Pustaka.

Scanlon VC, Sanders T. The lymphatic system and Immunity. In: Scanlon VC,
Sanders T. Essential of Anatomy and Physiology. 5thed. Philadelphia: FA Davis
Company,2007:319-26
Setiawati.2013.http://setiawatisalb.blogspot.co.id/.diakses tanggal 22 Maret 2016 jam
08.30

Skandalakis JE.Neck: Lymphatic System. In: Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman
TA, Foster KS, Kingsworth AN, Skandalakis LJ,et al eds. Skandalakis Surgical
Anatomy. New York: McGraw-Hill Companies,2004:32-3

Zahra,Abu.2014.lp dan askep klien limfoma


non.http://abuzzahra1980.blogspot.co.id/2013/06/lp-dan-askep-kliendengan-limfoma-
non.html.diakses tanggal 27 Maret 2016 jam 14.00 p.m.

Anda mungkin juga menyukai