Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH HEMATOLOGI (HEM 304)

PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN


LYMFOMA MALIGNA
DOSEN PEMBIMBING :
FAHRUDIN KURDI, S. KEP, NS

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Daniel tanaem
(151001007)
Nur aini
(151001033)
Nuratri Harmiani
(151001034)
Novaliano Rabbani S (151001031)
Puji Rahayu . N
(151001036)
Vina Ismawati
(151001044)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANPEMKAB JOMBANG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2015 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat
kahadiratNyalah sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah
mengenai Pengkajian Asuhan Keperawatan dengan baik dan tepat waktu.
Dalam pembuatan pengkajian ini tentunya tidak mungkin dapat
terselesaikan dengan sempurna tanpa bantuan berbagai pihak, oleh Karena itu
penyusun mengucapkan terimakasih.
Penyusun berharap kepada pembaca yang budiman untuk memberikan
kritikan dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penyusun maupun pihak lain yang membacanya.

Jombang, 01 April 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi

ii

BAB I . Pendahuluan
1.1 Definisi

1.2 Etiologi

1.3 Gejala

1.4 Patofisiologi 3
1.5 Penatalaksanaan

1.6 Pemeriksaan Penunjang

BAB II. Tinjauan Teori


2.1 Epidemiologi 9
2.2 Klasifikasi

2.3 Anatomi Sistem Limfotik


2.4 Tingkat Penyakit
2.5 Diagnosis

14

2.6 Komplikasi

14

12

14

BAB III. Asuhan Keperawatan


3.1 Pengkajian

16

3.2 Perencanaan 19
3.3 Penatalaksanaan
3.4 Evaluasi

19

19

BAB IV. Studi Kasus


4.1 Pengkajian

20

4.2 Riwayat

21

4.3 Pola Aktivitas Sehari-hari


4.4 Data Psikologi
4.5 Data Sosial

22

24

25

4.6 Data Spiritual

26

4.7 Pemeriksaan Fisik

26

4.8 Data Penunjang

28

4.9 Diagnosis Keperawatan

30
3

4.10 Tindakan Intervensi 31


4.11 Implementasi
4.12 Evaluasi

32

39

BAB V. Penutup
5.1 Kesimpulan 40
5.2 Saran 40
Daftar Pustaka

41

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup
system limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heteroantigen ditandai
dengan kelainan umum, yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti spenomegali,
hepamotomogali dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai
ekstra nodul, yaitu di luar system limfatik dan imunitas antara lain pada
traktus digestivus, paru, kulit dan organ lain.
Di Indonesia sendiri, LNH bersama dengan LH dan leukemia menduduki
urutan keenam tersering, sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya
mengapa angka kejadian penyakit ini terus meningkat. Adanya huungan yang
erat antara penyakit AIDS dan penyakit ini memperkuat dugaan adanya
hubungan antara kejadian limfoma dengan kejadian infeksi sebelumnya.
Secara umum, limfoma diklasifikasikan menjadi dua, yaitu limfoma
Hodgkin dan limfoma non Hodgkin. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan
perbedaan histopatologis dari kedua penyakit di atas, dimana pada limfoma
Hodgkin terdapat suatu gambaran yang khas yaitu adanya sel Read-Stenberg.
Sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan
penyakit dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal masih
merupakan factor penting dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai
jenis kemoterapi dan radioterapi. Akhir akhir ini angka harapan hidup 5
tahun meningkat dan bahkan sembuh berkat manajemen tumor yang tepat dan
tersedianya kemoterapi dan radioterapi.
1.2 Etiologi
Seperti halnya keganasan yang lain, penyebab penyakit Hodgkin. Ada
banyak faktor penyebab salah satu yang dicurigai adalah virus Epstein- Barr.
Biasanya di mulai pada satu kelenjar getah bening dan menyebar ke
sekitarnya per kontinuitatum atau melalui system saluran kelenjar getah
bening ke kelenjar- kelenjar sekitarnya. Meskipun jarang, sekali-sekali
menyerang juga organ organ ekstra nodal seperti lambung, testis dan
tiroid.
Pada beberapa penelitian, penderita dengan Monoklueus infeksiosa
yaitu suatu penyakit yang dapat disebabkan oleh EBF dilaporkan terjadi
1

peningkatan insiden limfoma dalam pengamatan jangka lama disbanding


dengan kontrol yang bukan menderita Mononukleus Infeksiosa. Virus tipe
C- virus yang bentuk morfologinya hamper sama dengan RNA virus. ,
didapatkan secara kultur pada penderita Cutaneus T-cell lymphoma. Bentuk
infeksi lain seperti malaria, lepra, toxoplasmosis gondii dan schistosomiasis
didug meningkatkan kejadian limfoma maligna. Meningkatnya jumlah
penderita yang mendapat pengobatan imunosupresif sama dengan penderita
yang mendapat radiasi.
Hal ini mungkin disebabkan oleh karena :
a. Pelepasan / aktifasi masa laten dari virus
b. Atropi jarinan limfe diikuti kompensasi dan hiperplasi tymposit,
postulasi ini lebih spesifik pada transformasi saat poliferasi
c. Kerusakan pada sumsum tulang dan timus dengan akibat
melemahnya

regenarasi

dari timus dan menyebabkan timus

menjadi ganas.
Beberapa kelainan kognital pada manusia digabungkan engan
meningkatnyab insiden limfoma maligna seperti : Ataxia- telangiectasia,
Wiskott-Aldrich Syndrome, Congenital sex- linked gamma globulineia
chediak hagashi

syndrome. Dari sini dapat disimpulkan bahwa

mekanisme imunitas memegang peranan penting seperti dilaporkan adanya


peningkatan insiden neoplasma limforetikuler yang mendapat pengobatan
imunosupresif terutama pada penderita yang menjalani transplantasi ginjal.
Demikian pula pada penderita yang mendapat pengobatan imunosupresif
beberapa di antara penderita LH dapat berubah menjadi LNH.
Obat obatan yang diduga ada hubungan dengan meingkatnya kejadian
LM yaitu phenytoin yang dapat menyebabkan pseudo limfoma (limfoma
like syndrome) yang dapat membaik dengan menghentikan pengobatan
tesebut.
1.3 Gejala
Gejala Klinis meliputi keluhan keluhan penderita dan gejala sistemik,
pembesaran kelenjar dan penyebaran ekstranodal. Pembesaran kelenjar
getah bening merupakan keluhan utama sebagian besar penderita limfoma
maligna yaitu 56,1%. Ultman (1983) menyebutkan urutan kelenjar getah
bening yang paling sering terkena adalah kelenjar servikal (78,1%), kelenjar
inguinal (65,6%) , kelenjar axiler (46,6%), kelenjar mediastinal (21,8%),
2

kelenjar mesenterial (6,2%). Penyebaran ektranodal yang

yang paling

sering dijumpai adalah ke hepar, pleura, paru- paru, dan sumsum tulang.
Penyebaran yang ekstranodal yang jarang tetapi pernah dilaporkan adalah ke
kulit, kelenjar prostat, mammae, ginjal, kandung kencing, ovarium, testis,
medulla, spinalis serta traktus digestivus.
Ukurannya bervariasi, mungkin akan berikatan dengan jaringan ikat
tapi mudah digerakkan dibaah kulit. Pada jenis yang ganas (prognosis jelek)
dan pada penyakit yang sudah dalam stadium lanjut sering dijumpai gejala
sistemik (B) yaitu :
a. Panas badan yang tidak jelas sebabnya, kumat- kumatan dengan
suhu diatas 38 C
b. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam kurun waktu 6 bulan
c. Keringat malam dan gatal gatal
Gejala sistemik yang tidak spesifik lainnya termasuk asthenia,
anoreksia, kelenjar terasa nyeri bila penderita minum alkhol.
1.4 Patofisiologi
Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau
penymbatan organ tubuh yang diserrang dengan gejala yang bervariasi luas.
Sering ada panas yang tak jelas sebabnya, penurunan berat badan.
Limfoma maligna ini berasal dari sel limfosit. Tumor ini biasanya
bermula dari nodus limfe, tetapi dapat melibatkan jaringan limfoid dalam
limpa, truktus gastrointestinal (misalnya dinding lembung) hati, atau
sumsum tulang. Sel limfoid dalam kelenjar limfe juga berasal dari sel sel
induk multipotensial di dalam susmsum tulang.
Sel induk multipotensial pada tahap awal bertransformasi menjadi sel
progenato limfosit yang kemudian berdiferensiasi melaui dua jalur, sebagian
mengalami pematangan dalam kelenjar thymus untuk menjadi limfosit T,
dan sebagian lagi menuju kelenjar limfe atau tetap berada dalam susmsum
tulang dan berdiferensiasi menjadi sel limfosit B, apabila ada rangsangan
oleh antigen yang sesuai maka limfosit T maupun B akan bertransformasi
menjadi bentuk aktif menjalankan fungsi respon imunita seluler, sedangkan
limfosit B aktif menjadi imunoblas yang membentuk immunoglobulin.
Perubahan limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat
terjadinya mutasi gen pada salah satu sel dari kelompok. Sel limfosit tua
3

yang tengah berada dalam proses transformasimenjadi imunobls terjadi


akibat adanya rangsangan imunogen. Hal ini terjadi di dalam kelenjar getah
bening dimana sel limfosit tua berada di luar centrum germinativum
sedangkan imunoblast berada di bagian paling sentral genitivum
gramaticum. Apabila membesar maka dapat menimbulkan tumor dan
apabila tidak ditangani secara diri maka menyebabkan limfoma maligna.
1.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan limfoma maligna dapat dilakukan melalui berbagai
cara, yaitu:
a. Pembedahan
Tata laksana dengan pembedahan atau operasi memiliki peranan yang
terbatas dalam pengobatan limfoma. Untuk beberapa jenis limfoma,
seperti limfoma gaster yang terbatas pada bagian perut saja atau jika ada
resiko perforasi, obstruksi, dan perdarahan masif, pembedahan masih
menjadi pilihan utama. Namun, sejauh ini pembedahan hanya dilakukan
untuk mendukung proses penegakan diagnosis melalui surgical biopsy.
b. Radioterapi
Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam pengobatan
limfoma, terutama limfoma hodgkin di mana penyebaran penyakit ini
lebih sulit untuk diprediksi. Beberapa jenis radioterapi yang tersedia telah
banyak

digunakan

untuk

mengobati

limfoma

hodgkin

seperti

radioimunoterapi dan radioisotope. Radioimunoterapi menggunakan


antibodi monoclonal seperti CD20 dan CD22 untuk melawan antigen
spesifik

dari

menggunakan

limfoma

secara

langsung,

sedangkan

radioisotope

131

Iodine atau 90Yttrium untuk irradiasi sel-sel tumor secara

selektif7. Teknik radiasi yang digunakan didasarkan pada stadium limfoma


itu sendiri1, yaitu:
Untuk stadium I dan II secara mantel radikal
Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi
Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation
Untuk stadium IV secara total body irradiation

Gambar 3. Berbagai macam teknik radiasi


c. Kemoterapi
Merupakan teknik pengobatan keganasan yang telah lama digunakan dan
banyak obat-obatan kemoterapi telah menunjukkan efeknya terhadap
limfoma.
Pengobatan Awal:
1. MOPP regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus atau lebih.
o

Mechlorethamine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 8

Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2 hari ke 1 dan 8

Procarbazine: 100 mg/m2, hari 1-14

Prednisone: 40 mg/m2, hari 1-14, hanya pada siklus 1 dan 4


2. ABVD regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus

Adriamycin: 25 mg/m2, hari ke 1 dan 15

Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke 1 dan 15

Vinblastine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 15

Dacarbazine: 375 mg/m2, hari ke 1 dan 15


3. Stanford V regimen: selama 2-4 minggu pada akhir siklus
o Vinblastine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 7, 9, 11
o Doxorubicin: 25 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 9, 11
5

o Vincristine: 1,4 mg/m2, minggu ke 2, 4, 6, 8, 10, 12


o Bleomycin: 5 units/m2, minggu ke 2, 4, 8, 10, 12
o Mechlorethamine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 5, 9
o Etoposide: 60 mg/m2 dua kali sehari, minggu ke 3, 7, 11
o Prednisone: 40 mg/m2, setiap hari, pada minggu ke 1-10,
tapering of pada minggu ke 11,12
4. BEACOPP regimen: setiap 3 minggu untuk 8 siklus
o

Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke- 8

Etoposide: 200 mg/m2, hari ke 1-3

Doxorubicin (Adriamycine): 35 mg/m2, hari ke-1

Cyclophosphamide: 1250 mg/m2, hari ke-1

Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2, hari ke-8

Procarbazine: 100 mg/m2, hari ke 1-7

Prednisone: 40 mg/m2, hari ke 1-14


Jika pengobatan awal gagal atau penyakit relaps:
1. ICE regimen
a. Ifosfamide: 5 g/m2, hari ke-2
b. Mesna: 5 g/m2, hari ke-2
c. Carboplatin: AUC 5, hari ke-2
d. Etoposide: 100 mg/m2, hari ke 1-3
2. DHAP regimen
a. Cisplatin: 100 mg/m2, hari pertama
b. Cytarabine: 2 g/m2, 2 kali sehari pada hari ke-2
6

c. Dexamethasone: 40 mg, hari ke 1-4


3. EPOCH regimen Pada kombinasi ini, etoposide, vincristine,
dan doxorubicin diberikan secara bersamaan selama 96 jam IV
secara berkesinambungan.
a. Etoposide: 50 mg/m2, hari ke 1-4
b. Vincristine: 0.4 mg/m2, hari ke 1-4
c. Doxorubicin: 10 mg/m2, hari ke 1-4
d. Cyclophosphamide: 750 mg/m2, hari ke- 5
e. Prednisone: 60 mg/m2, hari ke 1-6
d. Imunoterapi
Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-, di mana
interferon- berperan untuk menstimulasi sistem imun yang menurun
akibat pemberian kemoterapi.
e. Transplantasi sumsum tulang
Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi pilihan apabila
limfoma tidak membaik dengan pengobatan konvensional atau jika pasien
mengalami pajanan ulang (relaps). Ada dua cara dalam melakukan
transplantasi sumsum tulang, yaitu secara alogenik dan secara autologus.
Transplantasi secara alogenik membutuhkan donor sumsum yang sesuai
dengan sumsum penderita. Donor tersebut bisa berasal dari saudara
kembar, saudara kandung, atau siapapun asalkan sumsum tulangnya sesuai
dengan sumsum tulang penderita. Sedangkan transplantasi secara
autologus, donor sumsum tulang berasal dari sumsum tulang penderita
yang masih bagus diambil kemudian dibersihkan dan dibekukan untuk
selanjutnya ditanamkan kembali dalam tubuh penderita agar dapat
menggantikan sumsum tulang yang telah rusak.
1.6 Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah
bening yang terkena dan juga untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg.
7

Untuk mendeteksi Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT


scan, PET scan, biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau
penentuan stadium adalah cara mendapatkan contoh jaringan untuk
membantu dokter mendiagnosis Limfoma. Ada beberapa jenis biopsy untuk
mendeteksi limfoma maligna yaitu :
1. Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening
yang membesar.
2. Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening
dengan jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau
respon terhadap pengobatan.
3. Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul
untuk melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang.

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Epidemiologi
Limfoma Maligna ditemukan diseluruh bagian dunia dan pada semua
suku bangsa dengan frekuensi yang berbeda- beda. Insiden LM diberbagai
Negara bervariasi antara 2-6 penderita pe 100.000 penduduk.
Kejadian LH dengan pola umur tertentu terbentuk dimodal yang
spesifik, dengan puncak pertama pada usia 15-35 tahun dan puncak kedua di
atas 50 tahun. Di Jepang puncak pertama tidak didapatkan, sedangkan di
Negara berkembang LH lebih sering terjadi pada anak dibawah 10 tahun.
Anak laki laki 8 sampai 10 kali lebih banyak dari pada anak perempuan.
LH juga lebih sering terdapat pada seseorang dengan sedikit saudara
disbanding mereka yang mempunyai saudaa
mempunyai

pola

epidemologi

yang

banyak. Beberapa LNH

karakteristik

limfoma

burkitt

karakteristik terjadi pada anak anak Afrika Tengan walaupun beberapa


kasus dalam jumlah yang kecil dengan klinis yang berbeda beda pernah
dilaporkan di Amerika Serikat.
Limfoma Abdominal yang memproduksi yang mmproduksi fragmen
Heavy chain of immunoglobulin terjadi di daerah Laut Tengah, sedangkan di
daerah lain hamper tidak ditemukan. Walaupun angka kejadian LM
meningkat setiap tahun namun angka kematiannya menurun karena adanya
perbaikan dalam pengobatan.
Angka angka kejadian penyakit Hodgkin yang berdasarkan populasi
di Indonesia belum ada. Pada KOPAPDI II di Surabaya dilaporkan bahwa di
Bag. Penyakit dalam RS Dr. Soetomo Surabaya antara 1963-1972 (9 tahun)
telah dirawat
2.2 Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasinya Limfoma Maligna dibagi menjadi 2 , yaitu
Limfoma Hodgkin (LH) dan Limfoma nonhodgkin (LNH).
1. Limfoma Hodgkin (LH)

Untuk menentukan prognosis dan respons terhadap pengobatan


penderita LM selain menentukan stadium klinis

juga harus

ditentukan klasifikasi histopatologinya. Pada symposium di Ann


Arbor pada tahun 1971 telah mengukuhkan klasifikasi Rye yang
dipakai untuk LH dan sampai sekarang masih dipakai oleh sebagian
besar

ahli

didunia.

Klasifikasi

LH

sebenarnya

mengalami

perkembangan darii tahun ke tahun sejak Rosenthal (1936) yang


kemudian disempurnakan oleh Jackson dan Parker (1944) yang
membagi LH menjadi 3 jenis. Selanjutnya Lukes dan Butler
menggunakan 6 jenis LH dalam klasifikasinya berdasarkan atas
perbandingan imfosit dengan sel Reed-Sternberg, dan dipakai sampai
tahun 1966.
Aktivitas kelenjar biasanya sudah rusak pada semua tipe dan
menurut klasifikasi terakhir dibagi menjadi 4 tipe :
a. Lymphocyte Predominance (LP)
Secara histologis stroma terdiri dari limfosit matur dan atau histriosit,
tidak ada nekrosis sel dan sel Reed Sterenberg mungkin tersebar,
sifatnya lokal dan umumnya pada stadium I-IIa dan sering tanpa
keluhan. Biasanya terdapat 20- 40 tahun dengan ketahanan 5 tahun
sebesar 95% dan angka kejadian 5-10%.
b. Noduler Sclerosis (NS)
Nodul nodul jaringan limfoid sebagian atau seluruhnya dipisahkan
oleh serat kolagen. Di dalam nodul limfoid ini didapatkan sel ReedSternberg, biasanya pada usia 15-40 tahun, lokasi dimediastinum IIIIA atau B dengan angka kejadian sekitar 30 70%.
c. Mixed Cellurarity (MC)
Terdapat banyak sel Reed-Sternberg dari sel mononuclear yang atipik
disertai

campuran

berbagai

macam

sel

seperti

sel

plasma,eosinophil,nekrosis dan seiring padabusia 30-50 tahun,lokasi


retroperitoneal dan terlokalisasi. Terdapat pada stadium II-IV atau B
dengan angka kejadian 20-35%
d. Lymphocyte Depletion (LD)
Sel Reed Sternberg dan sel mononuclear seiring didapatkan dalam
jumlah yang banyak, juga sejumlah limfosit fibroblast yang difus dan
nekrosis dapat dijumpai pada tipe ini. Seiring mengenai usia 40-80
10

tahun disertai panas dan berkeringat serta siring mengenai sumsum


tulang dan hati. Terjadi pada stadium II-IVB dengan angka kejadian
sekitar 2-5%.
2. Limfoma Nonhodgkin (LNH)
Pada LNH didaptkan banyak klasifikasi histologis. Pada
perkembangan klasifikasi LNH ini banyak seperti LH, yang
digunakan ada 3 bentuk dasar perubahan penggolnganny yaitu :
a. Masa periode sebelum Rappaport (sebelum 1956) dipakai
klasifikasi dari Gall dan Mallory (1942) Jackson dan Parker
(1947), Custer dan Bernhard (1948). Dalam klasifikasi seelum
Rappaport itu dipaki istilah Lymphosarcoma, Reticulum cell
sarcoma, Folliculer lymphoma dan timbul anggapan bahwa
LNH dapat berubah ubah dari satu bentk kebentuk lain.
b. Masa Rappaport (1956) yang kemudian dimodifikasi tahun
1966 dan tahuun 1972. Pada masa itu dikatakan bahwa LNH
merupakan satu kesatuan yang tetap dan tidak berubah, dapat
dipsisahkan dengan kelainan yang lain dan asalnya dari
histosit dan limfosit atau campuran keduanya
c. Masa sesudah Rappaport dimulai sekitar tahun tujuh puluhan,
di

mana

perkembangan

imunologi

masuk

ke

dalam

lingkungan LM. Pada saat ini fungs system retikuloendotelial


mulai dikenal dengan baik. Pada masa ini pendapat tentang
adanya sel retikulum sebagai sel induk pusat sudah
ditinggalkan. LNH menurut pendapat saat ini tidak lain
daripada transformasi limfosit saja sebagai pusatnya.

(a)

(b)

11

Gambar 1. Gambaran histopatologis (a) Limfoma Hodgkin dengan Sel Reed Sternberg
dan (b) Limfoma Non Hodgkin

2.3 Anatomi system limfatik


Sistem limfatik adalah suatu jalur tambahan dimana cairan dapat
mengalir dari ruanginterstisial kembali ke aliran darah (guyton,1997).
Melalui sistem ini, zat-zat dengan molekul besar seperti protein dan lemak
yang tidak dapat diserap secara langsung dari slauran cerna dapatdiangkut.
Saluran limfe dari sistem limfatik ini juga sangat permeable terhadap
pathogen- patogen seperti bakteri, virus, parasit dan sel kanker sehingga
melalui jalur ini pathogen tersebut.
System limfatik terdapat diseluruh bagian tubuh manusia, kecuali
system saraf pusat. Bagian terbesarnya terdapat di sumsum tulang, lien,
kelenjar imus, limfonodi dan tonsil. Organ organ lain termasuk hepar, paru
paru, usus, jantung dan kulit juga mengandung jaringan limfatik.
Limfonodi berbentuk seperti ginjal atau bulat dengan diameter sangat
kecil sampai dengan 1 inchi. Limfonodi biasanya membentuk suatu
kumpuan (yang terdiri dari beberapa kelenjar) di beberapa bagian tubuh
yang berbeda termasuk leher, aksila, thorax abdomen, pelvin dan inguinal,
kurang lebih dua pertiga dari seluruh kelenjar limfe dan jaringan limfatik
berada di sekitar dan di dalam tructus gastrointestinal.
Pembuluh besar limfe adalah duktus thoracius, yang berasal dari sekitar
bagian terendah, vertebrae dan mengumpulkan cairan limfe dan ekstermitas
inferior, pelvis, abdomen dan thorax bagian inferior. Pembuluh limfe ini
berjalan melewati thorax dan bersatu dengan vena besar di leher kiri. Ductus
limfatikus dextra mengumpulkan cairan limfe dari leher sebelah kanan ,
thorax, dan ekstermitas bagian superior kemudian menyatu dengan vena
besar pada leher kanan.
Limpa berada dari kuadran kiri atas abdomen tidak seperti jaringan
limfoid lainnya, darah juga mengalir melewati limpa. Hal ini dapat
membentuk untuk mengontrol volume darah dan jumlah sel darah
bersirkulasi dalam tubuh serta dapat membantu menghantarkan sel darah
yang telah rusak.
12

Gambar 2 : anatomi system limfatik


2.4 Tingkatan Penyakit
Pengobatan penyakit ini sangat tergantung pada stadia (tingkat
penyakit), yaitu berapa luasnya penyakit tersebut. Untuk menentukan
luasnya penyakit dan daerah daerah mana yang terserang penyakit
diperlukan staging procedures tertentu.
Staging yang dianut sekarang adalah staging menurut symposium
penyakit Hodgkin di Ann Arbor yaitu Rye staging yang disempurnakan oleh
kelompok dari Stanford University yang ditetapkan pada symposium
tersebut.
2.5 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis Limfoma Maligna diperlukan berbagai
macam pemeriksaan, disamping untuk mematikan penyakitnya juga untuk
menentukan jenis histopatologinya maupun staging penderita.
Pemeriksaan minimal :
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik : ada tumor sistem limfoid, febris
keringhat malam, penurunan berat badan, limfa denopati dann
hepatosplenomegali
b. Pemeriksaan laboratorium : Hb, leukosit, LED, hapusan darah, faal
hepar, faal ginjal, LDH. Pemeriksaan Ideal
c. Limfografi, IVP, Arteriografi. Foto organ yang diserang, bone
scan, CT scan, biopsi sunsum tulang, biopsi hepar, USG,
endoskopi
13

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan


histopatologi. Untuk LH memakai krioteria lukes dan butler (4 jenis). Untuk
LNH memakai kriteria internasional working formulation (IWF) menjadi
derajat keganasan rendah, sedang dan tinggi.
Penentuan tingkat/stadium penyakit (staging). Stadium ditentukan
menurut kriteria Ann Arbor (I, II, III, IV, A, B, E). Ada 2 macam stage :
Clinical stage dan Pathological stage. Diagnosa Banding Limfoma
maligna Limfadenitis Tuberculosa : Histopatologi, kultur, gejala klinik
Karsinoma metastatik ada tumor primernya, jenis PA adalah karsinoma]
Leukemia, mononukleus Infeksiosa.
2.6 Komplikasi
Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma
maligna, yaitu komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan
komplikasi

karena

penggunaan

kemoterapi.

Komplikasi

karena

pertumbuhan kanker itu sendiri dapat berupa pansitopenia, perdarahan,


infeksi, kelainan pada jantung, kelainan pada paru-paru, sindrom vena cava
superior, kompresi pada spinal cord, kelainan neurologis, obstruksi hingga
perdarahan pada traktus gastrointestinal, nyeri, dan leukositosis jika
penyakit sudah memasuki tahap leukemia. Sedangkan komplikasi akibat
penggunaan kemoterapi dapat berupa pansitopenia, mual dan muntah,
infeksi, kelelahan, neuropati, dehidrasi setelah diare atau muntah, toksisitas
jantung akibat penggunaan doksorubisin, kanker sekunder, dan sindrom lisis
tumor.

14

BAB III
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
A. Pengumpulan data
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama , suku dana kebangsaan,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor regester, tanggal Masuk
Rumah Sakit , diagnosa medis
b. Keluhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan adalah nyeri telan
c. Riwayat penyakit sekarang
Alasan MRS
Menjelaskan riwayat penyakit yang dialami adalah pasien
mengeluh nyeri telan dan sebelum MRS mengalami
kesulitan bernafas, penurunan berat badan, keringaty
15

dimalam hari yang terlalu banyak, nafsu makan menurun


nyeri telamn pada daerah lymfoma
Keluhan waktu didata
Dilakukan pada waktu melakukan pengkajian yaitu keluhan
kesulitan

bernafas,

dan

cemas

atas

penyakit

yang

dideritanya
d. Riwayat kesehatan Dahulu
Riwayat Hypertensi dan Diabetes mielitus perlu dikaji dan
riwayat pernah masuk RS dan penyakit yang pernah diderita oleh
pasien
e. Riwayat kesehatan keluarga
Terdapat riwayat pada keluarga dengan penyekit vaskuler :
HT, penyakit metabolik :DM atau penyakit lain yang pernah
diderita oleh keluarga pasien
f. ADL
Nutrisi : Perlu dikaji keadaan makan dan minum pasien
meliputi : porsi yang dihabiskan susunan menu, keluhan mual
dan muntah, sebelum atau pada waktu MRS, dan yang
terpenting adalah perubahan pola makan setelah sakit,
terutama menyangkut dengan keluhan utama pasien yaitu
kesulitan menelan
Istirahat tidur : dikaji kebiasaan tidur siang dan malam,
berapa jam sehari dan apakan ada kesulitan waktu tidur dan
bagaimana perunbahannya setelah sakit klien dengan LNH
Aktifitas : Aktifitas dirumah ataua dirumah sakit apakah ada
kesenjangan yang berarti misalnya pembatasan aktifitas, pada
klien ini biasanya terjadi perubahan aktifitas karena adanya
limfoma dan penuruna aktifitas sosial karena perubahan
konsep diri
Eliminasi : Mengkaji kebiasaan eliminasi alvi dan uri
meliputi jumlah, warna, apakah ada gangguan.
Personal Hygiene : mengkaji kebersihan

personal

Hygienemeliputi mandi, kebersihan badan, gigi dan mulut,


rambut, kuku dan pakaian dan kemampuan serta kemandirian
dalam melakukan kebersihan diri
g. Data Psikologi
16

Perlu dikaji konsep diri apakah ada gangguan dan bagaimana


persepsi klien akan penyakitnya terhadap konsep dirinya
Perlu dikaji karena pasien sering mengalami kecemasan
terhadfap penyakit dan prosedur perawatan
h. Data Sosial
Bagaimana hubungan klien dengan keluarga dan bagaiman
peran klien dirumah dan dirumah sakit. Pada klien dengan LNH
mungkin terjadi gangguan interaksi sosial karena perubahan body
image sehingga pasien mungkin menarik diri
i. Data Spiritual
Bagaimana persepsi klien terhadap penyakit dan hubungan
dengan agama yang dianut
j. Pemeriksaan Fisik
Secara umum
Meliputi keadaan pasien
Kesadaran pasien
Observasi tanda tanda vital : tensi, nadi, suhu dan
respirasi
TB dan BB untuk mengetahui keadaan nutrisi
Secara khusus :
Dilakukan secara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
yamh meliputi dari chepalo kearah kauda terhadap semua organ
tubuh antara lain

Rambut
Mata telinga
Hidung mulut
Tenggorokan
Telinga
Leher sangat penting untuk dikaji secara mendetail karena
LNH berawal pada serangan di kelenjar lymfe di leher
mel;iputi diameter (besar), konsistensi dan adanya nyeri

tekan atau terjadi pembesaran


Dada Abdomen
Genetalia
Muskuloskeletal
Dan integumen
k. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium. EKG, Rontgen

thoraks

serta

therapy

yang diperoleh klien dari dokter


17

B. Analisa Data
Data yang dikumpulkan dikelompokkan meliputi : data subyektif
dan data obyektif kemudian dari data yang teridentifikasi masalah dan
kemungkinan penyebab dapat ditentukan yang menjadi acuan untuk
menentukan diagnosa keperawatan.
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah tahap dari perumusan masalah yang
menentukan masalah prioritas dari klien yang dirawat yang sekaligus
menunjukkan tindakan prioritas sebagai perawat dalam mengahadapi
kasus
3.2 Perencanaan
Membuat rencana keperawatan dan menentukan pendekatan yang
dugunakan untuk memecahkan masalah klien. Ada 3 tahap dalam fase
perancanaan yaitu menetukan prioritas, menulis tujuan dan perencanan
tindakan keperawatan.
3.3 Pelaksanaan.
Pelaksanaan merupakan realisasi dari rencana keperawatan yang
merupakan bentuk riil yang dinamakan implementasi, dalam implementasi
ini haruslah dicatat semua tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap
klien dan setiap melakukan tindakan harus didokumentasikan sebagai data
yang menentukan saat evaluasi.
3.4 Evaluasi
Evaluasi adalaha merupakan tahapa akhir dari pelaksaan proses
keperawatan dan asuhan keperawatan evaluasi ini dicatatat dalam kolom
evaluasi dengana membandingkan data aterakhir dengan dengan data awal
yang juga kita harus mencatat perkembangan pasien dalam kolom catatan
perkembangan.

18

BAB IV
STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA NY S DENGAN LYMFOMA HODGKIN
No Register Medik : 0165810
Ruang

: Kelas III

Tanggal MRS

: 13-03-2015 Jam 15.00

Diagnosa Medis

: Lymfoma Hodgkin (LH)

4.1 Pengkajian

Biodata Pasien
Nama
: Ny S
Umur
: 65 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Suku / Bangsa
: Jawa / Indonesia
Status Perkawinan : Kawin
Pendidikan
: SD tamat
Alamat
: Ngrimbi , Bareng, Jombang

Biodata Penanggung Jawab


Nama
: Ny S
Umur
: 39 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Suku / Bangsa
: Jawa / Indonesia
Status Perkawinan
: Kawin
Pendidikan
: SD Tamat
Pekerjaan
: Pedagang
Hubunngan dengan Pasien : Ibu
Alamat
: Ngrimbi, Bareng, Jombang
Pada saat pasien menderita lyfoma non Hodgkin (LNH) di pipi sebelah

kiri pasien tidak mengatakan adanya nyeri, karena pada saat itu benjolan

19

yang ada di pipi berukuran seperti kelereng. Saat pasien terkena lymphoma
Hodgkin (LH) pasien merasakan adanya nyeri, panas pada daerah inguinal.
4.2 Riwayat
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Alasan Masuk Rumah sakit
Sejak kurang lebih 3 bulan yang lau sebelum masuk RS pertama
kali disadari ada benjolan kecil berukuran 3x3x2 cm, padat,
kenyal, putih abu abu dan berbatas. Kemudian pasien di rujuk
ke Rumah Sakit NU , Ceweng, Jombang untuk menjalankan
operasi pengambilan benjolan pada daerah pipi. Jarak antara
sekitar 7 bulan pertama terdapat lymphoma Hodgkin pada
daerah inguinal, makin lama benjolan semakin membesar, mula
mula benjolan tidak nyeri pada saat di tekan , tetapi sekitar 2
bulan pada benjolan luka timbul luka dan kemerahan dan bila
ditekan terasa nyeri. Setelah itu pasien di rujuk kembali ke
Rumah Sakit Dr. Moedjito untuk operasi pengangkatan benjolan
pada daerah inguinal.
Keluhan waktu didata
Pnyeri pada daerah selangkangan, nyeri tekan pada daerah
benjolan
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan pernah sakit seperti ini sebelumnya, tapi
dengan lymphoma non Hodgkin di pipi sebelah kiri
Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit darah tinggi
Pasien mengatakan tidak mempunyai penyakit kencing manis,
atau penyakit menular seperti biasanya.
Penyakit yang diderita biasanya hanya batuk, pilek dan dengan
berobat atau membeli obat kemudian sembuh
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Dari pihak keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang
sama dengan dirinya
Dari pihak keluarga tidak ada yang menderita tekanan darah
tinggi
Pasien mengatakan bahwa ada dari pihak keluarga yang
menderita penyakit kencing manis atau diabetes.
4.3 Pola Aktivitas sehari hari
20

AKTIFITAS

DI R U M A H

SEHAT

Pola Nutrisi

DI RUMAH
SAKIT

SAKIT

Makan 3 kali sehari, porsi Makan 3 kali sehari

Saat di rumah

tidak sampai satu piring, porsi 4 5 sendok

sakit , pasien

habis sakali makan habis, makan, sedikit sayur

makan

komposisi makan terdiri dan lauk, komposisi

menggunakan

dari nasi, lauk seperti makanan

alat bantu ,

tahu, tempe, ikan, telur lunak/bubur dan

karena pasien

dan

sama sekali

daging,

memakai memakai sayur

sayur seperti bayam dan Terkadang makan

tidak bisa,

sawi,

begitu juga

kadang

kubis, bubur

pasien tidak berpantang Minum 5 6

dengan minum

terhadap jenis makanan gelas/hari air putih


tertentu,

kadang

Minum 6 7 gelas /hari kemudian setelah itu


air putih kadang kadang pasien tidak bisa
2

Pola

teh.
Bab 1 2 kali/hari, Bab

makan sama sekali ,


BAB sejak 2 hari

Bab 2 hari

Eliminasi

di WC,

yang lalu baru 1

sekali di KM ,

kali,

Kemudian
setelah itu
pasien sudah
tidak bisa
berjalan lagi ke
kamar mandi ,
bahkan pasien
BAK dengan ;
menggunakan
pispot atau
bahkan sesekali
menggunakan

Pola

Tidur sehari semalam 7

Klien tidur malam 7

pampers
Tidur malam
21

Istirahat/tidur

8 jam

8 jam mulai jam

kurang lebih 8

Malam hari mulai tidur

21.00 WIB dan

9 jam antara

jam 21.00 WIB dan

bangun pad pukul

jam 21.00 jam

bangun kurang lebih jam

05.00 WIB

05.00 WIB

04.00 WIB

Tidur siang kurang

Siang hari tidur

Siang hari tidur 1 2 jam

lebih 2 jam mulai

antara jam

mulai jam 13.00 14.30

jam 13.00 WIB

13.00 WIB

WIB tidak ada gangguan

sampai dengan

sampai dengan

tidur

bangun jam 15.00

jam 15.-00 WIB

Tidur memakai bantal

WIB tidur memakai

tidur memakai

bantal dan selimut di bantal, selimut


dlam kamar dengan

dan dengan

penerangan lampu

penerangan
lampu TL
(lampu yang
ada di Rumah
Sakit)

Pola Personal

Mandi 2 kali sehari

Saat sakit pasien

Saat di rumah

Hygie

dikamar mandi, memakai

hanya di basuh

sakit pun sama ,

Ne

sabun mandi dan selesai

dengan air hangat

pasien hanya di

memakai handuk.

dan sabun

basuh dengan

Gosok gigi 2 kali sehari,

menggunakan sapu

air hangan dan

bersamaan dengan mandi

tangan

menggunakan

5. Pola Aktifitas

Keramas 1 kali seminggu Gosok gigi 2 kali

sabun, dan ganti

atau bila pasien merasa

sehari

baju

kotor keramas memakai

Dan ganti baju

shmphoo dan ganti baju

sehari sekali, kuku

sehari sekali, kuku

panjang bila

panjang bila dipotong

dipotong

Pasien tidak mempunyai

Pasien tidak bekerja

Pasien lebih
22

pekerjaan tetap biasanya

hanya beraktifitas di

banyak di

bekerja sebagai buruh

rumah dan

tempat tidur dan

tani. Bekerja mulai pukul

membantu pekerjaan kadang ke KM

06.00 WIB sampai sore

rumah seperti

atau kadang ke

hari kurang lebih 14.30

menyapu dan lain

WC dn jika

dan waktu senggang

sebagainya.

tidak ada

diguanakan untuk nonton

Waktu yang lain

kegiatan

TV atau ngobrol bersama

untuk nonton TV

keluarga

atau ngobrol dengan


anggota keluarga

4.4 Data Psikologi


a. Status Emosi
Kurang stabil, pasien tampak sulit untuk untuk mengendalikam
emosinya. Pasien mengatakan apakah saya ini bisa cepat sembuh
b. Konsep Diri
Body Image
Pasien merasa bergaul dengan banyak orang, karena sakit
yang dialaminya dan pasien menyadari karena sekarang
sedang sakit dan butuh perawat dan pengobatan dari pihak
RS maupun keluarga.
Self Ideal
Pasien dan pihak kelurag merasa tidak terganggu dengan
aturan yang diterapkan oleh pihak RS karena menurutnya
hal ini adalah untuk kesembuhannya.
Self Sistem
Pasien merasa diperlakukan dengan baik, ramah , sopan ,
dan baik oleh pihak keluarga maupun di Rumah Sakit
Role
Pasien mematuhi ketentuan tentang hal yang harus
dilakukan mapun yang dilarang, pasien lebih banyak diam.
Saat masih sehat pasien hanya mengerjakan pekerjaan
rumah tangga terkadang pasien merawat sawahnya. Saat
sakit pasien tidak bisa menjalankan aktivitas seperti
biasanya.
Identitas
23

Pasien menyadari saat ini sedang sakit dan lemah bukan


individu

yang

sehat

dan

mandiri

seperi

dahulu.

Membutuhkan bantuan dan dukungan penuh dari keluarga


untuk memenuhi segala kebutuhannya.
4.5 Data Sosial
a. Pendidikan
: Tamat SD
b. Sumber Penghasilan : Pasien terkadang bekerja sebagai buruh tani,
terkadang pasien juga hanya merawat sawahnya sendiri.
c. Pola komunikasi
: Pasien berkomunikai dengan bahasa jawa
dengn nada suara lemah.
d. Pola Interaksi : Pasien tinggal serumah dengan putra putrinya
e. Perilaku
: Pasien lebih banyak menghabiskan waktu di
tempat tidur dan waktu lain pasien bisa beraktifitas seperti makan,

dan ke kamar mandi.


4.6 Data Spiritual
Pasien beragama islam
Pasien mengatakan dirumah juga menjalankan ibadah
4.7 Pemeriksaaan Fisik
Secara umum : tidak begitu baik karena pasien tidak bisa melaksanan
aktifitas sehari hari tanpa bantuan dari pihak keluarga maupun RS
Secara khusus (Chepalo- Cauda) :
a. Kepala dan leher
Ekspresi wajah tampak sedikit gelisah, bentuk oval tampak
bersih tidak ditemukan adanya bekas luka ekspresi wajah
tampak sedikit gelisah/cemas,.
Rambut : panjang, warna hitam, bersih, saat disir rambut
rontok ,bentuk kepala oval dan tidak ada nyeri tekan, tidak
ada ketombe, tidak ditemukan adanya kutu
Kulit kepala : bersih, tidak didapatkan adanya bekas luka,
ataupun benjolan abnormal
Mata : Simetris, konjungtiva tarsal warna merah muda, sclera
tidak ikterus, pupil isokor, fungsi penglihatan baik, kornea
jernih
Hidung : Mucosa hidung warna merah muda, simetris, septum
nasi tegak berada di tengah, tidak terdapat adanya polip,
bersih dan fungsi penciuman baik
Telinga : Simetris, auricula tidak ada infeksi, liang telinga
warna merah muda, bersih tidak didapatkan adanya cerumen
24

yang mengeras ataua menggumpal, fungsi pendengaran baik


ditandai dengan pasien bisa menjawab pertanyaan dengan
spontan
Mulut : Mucosa merah muda, bibir kering, lidah bersih, gigi
bersih tidak ada caries, tidak ada radang pada tonsil,tidak
terdapat stomatitis, fungsi mengunyah, pengecapan baik.
b. Leher
Simetris
Tidak terdapat benjolan hanya ada bekas luka jahit saat operasi
dulu.
c. Pemeriksaan Thorak
a. Pulmonum
inspeksi : bentuk thorak simetris, bersih, tak tampak adanya
tarikan

intercostae

yang

berlebihan, pernafasan

dan

iramareguler teratur,terdapat pembesaran kelenjar lymfe


axila kanan dan kiri, nafas spontan.
Palpasi : Tidak ada benjolan abnormal, tidak ada nyeri
tekan, gerak nafasreguler, tidak ada pernafasan tertinggal,
tidak ada krepitasio Perkusi : sonor pada paru kanan dan
kiri
Auskiulatsi : suara nafas vesikuler, Tidak ada suara ronkhi
ataupun wheezing pada paru kanan dan kiri.
b. Cor
Inspeksi : Tidak terlihat adanya ictus cordis, pulsasi
jantung tidak tampak
Palpasi : Teraba Ictus Cordis pada ICS IV V sinestra
MCL, pulsasi jantung teraba pada apek, Thrill tidak ada
Perkusi : suara redup (pekak/dullness) pada daerah
Batas kanan : pada sternal line kanan
Batas kiri
: ICS V midklavikuler line kiri
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, tidak ada suara
c.

tambahan dari jantung


Abdoment
Inspeksi : Simetris, bersih, tidak didapatkan
adanya benjolan atau bekas luka, supel, perut
datar dan tidak membuncit.
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan, tidak teraba
masssa abnormal
25

Perkusi : Suara tympani perut


Auscultasi : Peristaltik usus 14 16 x/menit
d. Inguinal genetalia dan anus
Pembesaran kelenjar limfe inguinalis kanan dan kiri
kurang lebih 2 cm padat dan kenyal
Jenis kelamin perempuan, bersih, tidak didapatkan
adanya jamur dan infeksi
Fungsi eliminasi kurang lancar
e. Ekstremitas atas
Lengkap, jari tangan lengkap, akral hangat, tidak ada cacat,
simetris gerakan maksimal, kekuatan otot baik, agak anemis
pada

jari

kaki,

turgor

kulit

cukup,

skala

kekuatan

otot
3
Bawah Lengkap, jari tangan lengkap
Bersih tidak ada bekas luka, simetris, movement maksimal,
tidak ad luka, tidak ada nyeri, kekuatan otot baik Skala
kekuatan otot 2
2
f. Integument
Turgor cukup, warna kulit sawo matang, tidak ada
alergi
Tidak ada alergi atau iritasi kulit, tidak ada kelainan
postur tubuh, pergerakan maksimal
Terdapat bekas luka operasi pada pipi kiri
Kuku warna putih
4.8 Data Penunjang
a. Laboratorium tanggal 25-01-2016
Gula darah
Nama Pemeriksaan
Gula Darah Sewaktu
Hematologi

Detail Pemeriksaan
Gula Darah Sewaktu

Hasil
227

Normal
<140 mg/dl

Nama Pemeriksaan

Detail

Hasil

Normal

Darah Lengkap

Pemeriksaan
Hemoglobin

12,3

Leukosit
Trombosit
Hematokrit

2500
283.000
36,5

Eritrosit
Hitung Jenis

4.130.000
-/-/-/44/44/12

P : 11,4-15g/dl
L : 13,4-17,7
4700-10300/cmm
150.000-450.000/cmm
L : 40-48%
P : 37-43%
3,8-6,0 juta/cmm
1-3/0-1/3-5/50-65/2540/4-10
26

Waktu Pembekuan

MCV
MCH
MCHC
Waktu

88,6
29,7
33,6
10 menit 10

80-97 fl
27-31 pg
32-36 g %
5-11 menit

Waktu Pendarahan

Pembekuan (CT)
Waktu

detik
3 menit 0

1-5 menit

Pendarahan (BT)

detik

b. Laboratorium 26-02-2016
Hematologi
Nama Pemeriksaan

Detail

Hasil

Normal

Pemeriksaan
Hemoglobin

Darah Lengkap

8,8

Leukosit
Trombosit
Hematokrit

5200
259.000
29,0

Eritrosit
Hitung Jenis

259.000
-/-/-/59/22/19

P : 11,4-15g/dl
L : 13,4-17,7
4700-10300/cmm
150.000-450.000/cmm
L : 40-48%
P : 37-43%
3,8-6,0 juta/cmm
1-3/0-1/3-5/50-65/25-

MCV
MCH
MCHC
c. Laboratorium tanggal 01 03-2016

90,1
27,3
30,3

40/4-10
80-97 fl
27-31 pg
32.36 %

Gula darah
Nama Pemeriksaan
Detail Pemeriksaan
Hasil
Normal
Gula Darah Sewaktu Gula Darah Sewaktu
118
<140 mg/dl
d. Pemeriksaan Histopatologi 17-03-2015
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum pasien terkena lymphoma
Hodgkin.
Ini termasuk pemeriksaan yang pertama.
Bahan : Biopsi tumor leher
Kesimpulan : operasi neoplasma connective tissue of face , suatu :
Malignant Round Cell Tumor, Suspect Non Hodgkins
Lymphoma Small Cell, Low Grade
4.9 Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif , resiko tinggi terhadap obstruksi trakeobronkial ;
pembesaran nodus mediastinal dan/atau edema jalan nafas (Hodgkin dan
non-Hodgkin); sindrom vena kava superior (non Hodgkin).

27

b.

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia/

c.
d.

absorpsi nutrient yang diperlukan.


Nyeri (akut) berhubungan dengan pembesaran organ nodus limfe.
Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan; penurunan

e.

konsentrasi Hb dalam darah,


Konstipasi berhubungan dengan; kelemahan otot abdomen, depresi, stres
emosional, Tumor/limfoma

4.10

a.

Tindakan interverensi
INTERVENSI
Lakukan tindakan untuk mencegah a.

RASIONAL
Kewaspadaan meminimalkan

pemajanan pada sumber yang

pemajanan klien terhadap bakteri, virus,

diketahui atau potensial terhadap

dan patogen jamur baik endogen

infeksi.

maupun eksogen.

b. Laporkan bila ada perubahan tanda

b.

vital.

Perubahan tanda-tanda vital merupakan


tanda din terjadinya sepsis, utamanya
bila terjadi peningkatan suhu tubuh.

c.
c.

Dapatkan kultur sputum, urine, diare,

Kultur dapat mengkonfirmasikan


infeksi dan mengidentifikasi organisme

darah dan sekresi tubuh abnormal

penyebab.

sesuai anjuran.
d. Pengertian klien dapat memperbaiki
d. Jelaskan alasan kewaspadaan dan

kepatuhan dan mengurangi faktor

pantangan.

e.

Yakinkan klien dan keluarganya

resiko.
e.

Granulositopeniaa dapat menetap 6-12


minggu. Pengetian tentang sifat

bahwa peningkatan kerentanan pada

sementara granulositopenia dapat

infeksi hanya sementara.

membantu mencegah kecemasan klien


dan keluarganya.

f.

Minimalkan prosedur invasive.

f.

Prosedur tertentu dapat menyebabkan


trauma jaringan, menngkatkan
28

kerentanan infeksi.
4.11

Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan

keperawatan yang telah dibuat untuk mencapai hasil yang efektif. Dalam
pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan keterampilan dan
pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang
diberikan baik mutunya. Dengan demikian tujuan dari rencana yang telah
ditentukan dapat tercapai (Wong. D.L.2004:hal.331).
Rencana Tindakan/Implementasi
Perencanaan tindakan

Diagnosa

Tujuan dan kriteria

Intervensi

keperawatan

hasil
Pola nafas tidak Mempertahankan
efektif ,
tinggi

resiko pola

Tempatkan pasien - Memaksimalkan

pernapasan pada posisi nyaman, ekspansi paru,

terhadap normal/efektif, bebas biasanya

obstruksi

dispnea,

trakeobronkial ; atau
pembesaran

Rasional

dengan menurunkan kerja

sianosis, kepala tempat tidur pernapasan, dan


tanda

lain tinggi

distres pernapasan

atau

duduk menurunkan risiko

tegak ke depan kaki aspirasi

nodus

digantung

mediastinal

FOWLER/ FOWLER

dan/atau edema

jalan nafas

bantu

Beri

SEMI
posisi

ubah

- Meningkatkan

dan aerasi semua segmen


posisi paru dan mobilisasi

secara periodic

sekresi

- Memenuhi

Lakukan

pemberian O2

Kebutuhan O2

- Membantu

Anjurkan/bantu

dengan tekhnik nafas meningkatkan difusi


gas dan ekspansi
dalam dan/atau
pernapasan bibir atau jalan napas kecil,
memberikan pasien
pernapasan
29

diafragmatik

beberapa kontrol

abdomen

bila terhadap pernapasan,

diindikasikan

membantu
menurunkan ansietas

Awasi/evaluasi
- Proliferasi SDP

warna kulit,
perhatikan
terjadinya

pucat, dapat menurunkan


sianoosis kapasitas pembawa

(khususnya pada

oksigen darah

daun menimbulkan
hipoksemia
telinga dan bibir)
dasar

kulit,

Identifikasi/doron

- Membantu

g teknik penghematan menurunkan


kelelahan dan
energi misalnya
Menunjukkan

periode istirahat

dispnea dan

menyimpan energi
berat sebelum dan setelah
untuk generasi
badan atau berat makan, gunakan
Nutrisi kurang
seluler dan fungsi
badan atau berat mandi dengan kursi,
dari kebutuhan
pernapasan
badan stabil dengan duduk sebelum
tubuh
nilai lab normal, perawatan
berhubungan
- Tingkatkan tirah
menunjukkan
- Memburuknya
dengan
baring
dan
berikan
perilaku perubahan
keterlibatan
kegagalan untuk
perawatan
sesuai
pola hidup untuk
pernapsan/hipoksia
mencerna atau
meningkatkan dan/ indikasi selama
dapat
ketidakmampua
eksaserbasi
atau
mengindikasikan
n
mencerna
akut/panjang.
mempertahankan
penghentian aktivitas
makanan/
berat badan yang
untuk mencegah
absorpsi nutrient
- Dorong ekspresi
sesuai
pengaruh pernapasan
yang diperlukan
perasaan. Terima
lebih serius
untuk
kenyataan situasi dan
pembentukan
pernapasan normal
- Ansietas
SDM normal
peningkatan

30

Berikan

meningkatkan

lingkungan tenang

kebutuhan oksigen
dan hipoksemia

Timbang

berat mempotensialkan

badan tiap hari

distres

pernapasan/gejala
Berikan
makan
Melaporkan
nyeri
jantung yang
sedikit
dan
frekuensi
hilang/
terkontrol;
meningkatkan
sering
dan/
atau
menunjukkan
ansietas
di
antara
perilaku penanganan makan
Nyeri
(akut)
nyeri; tampak rileks waktu malam
- Meningkatkan
berhubungan
dan mampu tidur/
relaksasi
dengan
- Observasi
dan
istirahat dengan tepat
penyimpanan energi
pembesaran
catat kejadian mual/
dan menurunkan
nodus limfe
muntah, flatus, dan
kebutuhan O2
gejala
lain
yang
berhubungan

- Mengawasi
penurunan berat

Berikan dan bantu

hygiene mulut yang


baik;

sebelum

sesudah
gunakan

badan atau efektifitas


intervensi nutrisi

dan

makan, - Makan sedikit


sikat gigi dapat menurunkan

halus untuk

kelemahan dan

penyikatan yang

meningkatkan

lembut. Berikan

pemasukan juga

pencuci mulut yang mencegah distenis


diencerkan bila
gaster
mukosa oral luka.
- Gejala gastro
-

Selidiki

keluhan intestinal dapat


nyeri; perhatikan
menunjukkan efek
perubahan pada

anemia (hipoksia)
31

derajat dan

pada organ

sisi (gunakan skala 1- Meningkatkan

10)

nafsu makan dan


-

Awasi tanda vital, pemasukan oral;

perhatikan

petunjuk menurunkan

non verbal misalnya pertumbuhan bakteri,


tegangan otot, gelisah

meminimalkan
kemungkinan

Mengidentifikasi
tindakan untuk
PK Sepsis

mencegah /
menurunkan PK
Sepsis

Berikan obat jenis infeksi. Teknik


Analgetik
sesuai perawatan mulut
indikasi

stadium khusus mungkin

penyakit

diperlukan bila
jaringan rapuh/ luka/

Berikan

lingkungan tenang

- Membantu

dan kurangi

mengkaji kebutuhan

rangsangan penuh

untuk intervensi;

stress

dapat mengindikasi
terjadinya

Tempatkan

posisi

nyaman

pada

komplikasi

dan

sokong sendi

- Dapat membantu

ekstremitas

dengan mengevaluasi
bantal/ bantalan
pernyataan verbal
dan keefektifan
-

Ubah posisi secara

intervensi

periodik dan berikan/


bantu latihan rentang - Mengurangi nyeri
gerak lembut
- Meningkatkan
-

Berikan

tindakan istirahat dan


kenyamanan dan
meningkatkan
32

dukungan psikologis

kemampuan koping

- Meningkatkan

Kaji ulang/

tingkatan

intervensi istirahat dan

kenyamanan

pasien meningkatkan

sendiri, posisi,

kemampuan koping

aktivitas fisik/ nonaktif dan sebagainya

- Memperbaiki
sirkulasi jarinagn

Evaluasi dan

dan mobilitas sendi

dukung mekanisme
- Meminimalkan

koping pasien

kebutuhan atau
-

Dorong

meningkatkan efek

menggunakan teknik obat


manajemen nyeri,
contoh latihan

- Penanganan

relaksasi/ nafas

sukses terhadap

dalam, bimbingan

nyeri memerlukan

imajinasi, visualisasi

keterlibatan pasien.

sentuh terapeutik

Penggunaan teknik
efektif, memberikan
penguatan positif

Gunakan

steril

tehnik meningkatkan rasa

pada

pergantian

waktu control, dan


balutan menyiapkan pasien

/penghisapan/

untuk intervensi

berikan lokasi

yang biasa

perawatan.

digunakan setelah
pulang

Berikan obat

antibiotik

- Penggunaan
persepsi sendiri/
33

Lakukan

perilaku untuk

pemeriksaan kultur

menghilangkan nyeri

jaringan

dapat membantu
pasien mengatasinya

Lakukan terapi

lebih efektif

Cairan
- Memudahkan
-

Bantu/

berikan relaksasi, terapi


aktivitas teraupetik
farmakologis
teknik relaksasi

tambahan dan
meningkatkan

Tempatkan

pada

kemampuan koping

ruangan khusus.
Batasi penggunjung
sesuai indikasi,
hindarkan

- Mencegah

menggunakan

masuknya bakteri,

tanaman

mengurangi resiko

hidup/bungga

infeksi nasokomial.

potong.Batasi

buah

segar dan sayuran.

- Dapat diberikan
secara profilaktik

Awasi suhu.

atau mengobati

Perhatikan hubungan infeksi khusus.


antara peninkatan
suhu dan

- Mengetahui ada

kemotrapi. Observasi

tidaknya sel-sel

deman sehubungan

limfoma

dengan takikardia,

- Memenuhi asupan

hipotensi, perubahan cairan sehingga


homeostasis
mental samar.
-

Awasi

- Membantu
34

pemeriksaan

manajemen nyeri

laboratorium missal: dengan perhatian


hitung darah lengkap, langsung
perhatikan apakah
SDP, Trombosit,

- Melindungi dari

Eritrosit mengalami

sumber

penurunan.

pootensial pathogen/
infeksi: catatan:

Berikan

protocol supresi sumsum

untuk mencuci tangan tulang berat,


yang baik untuk

neutropenia, dan

semua petugas dan

kemoterapi

pengunjung

menempatkan pasien
pada resiko besar
untuk infeksi
- Hipertermia lanjut
terjadi pada beberapa
tipe infeksi, demam
(tak berhubungan
dengan obat atau
produk darah) terjadi
pada kebanyakan
pasien leukemia
- Penurunan jumlah
SDP normal / matur
diakibatkan oleh
proses penyakit atau
kemoterapi,
melibatkan respon
imun dan
peningkatan resiko
35

infeksi.
- Mencegah
kontaminasi silang /
menurunkan resiko
infeksi.
4.12

Evaluasi
Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan rencana

keperawatan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien. Menurut Wong.


D.L, (2004 hal 596-610) hasil yang diharapkan pada klien dengan Limfoma
Hodgkin adalah
a. Klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
b. Berpartisipasi dalam aktifitas sehari-sehari

sesuai

tingkat

kemampuan, adanya laporan peningkatan toleransi aktifitas.


c. Klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan.
d. klien menyerap makanan dan cairan, klien tidak mengalami mual
dan muntah
e. Membran mukosa tetap utuh, ulkus menunjukkan tidak adanya rasa
tidak nyaman
f. Masukan nutrisi adekuat

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas tim penulis menarik kesimpulan bahwa
Lymfoma Maligna (kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan
36

dari system limfatik yaitu sel sel limforetikuler seperti sel B , sel T.
Berdasarkan klasifikasi histologinya lymphoma dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu lymphoma Hodgkin (LH) dan lymphoma non Hodgkin (LNH).
Ada 3 (empat) kemungkinan penyebab dari lymphoma yaitu :
a. Pelepasan / aktifasi masa laten dari virus
b. Atropi jaringan limfe diikuti kompensasi dan hiperplasi
tymosit, postulasi ini lebih spesifik pada transformasi saat
poliferasi
c. Kerusakan pada sumsum tulang dan timus dengan akibat
melemahnya regenarasi dari timus dan menyebabkan timus
menjadi ganas.
Penatalaksanaan limfoma maligna dapat dilakukan dengan berbagai cara
salah satunya kemoterapi.
5.2 Saran
Melalui kesimpulan diatas, adapun saran yang diajukan oleh tim penulis
adalah, mahasiswa dapat mengintrepestasikan dengan hak dalam melakukan
tindakan keperawatan dalam praktik khusunya pada pasien yang
mengalamami penyakit Limfoma Maligna.

DAFTAR PUSTAKA
1. Waspadji, Sarwono dan Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2. Boediwarsono dan Soebandri. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya :
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dan Rumah Sakit Pendidikan
Dr. Soetomo Surabaya
3. Abror, Imam. 2010. Stuktur Anantomi dan Fisiologi Sistem Limfatik dan
Cairan Limfe.https://imamabror.wordpress.com/2010/03/24/strukturanatomi-dan-fisiologi-sistem-lifatik-dan-cairan-limfe/. [25 Maret 2016]
37

4. Sari, Sinta. 2014. Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna.

http://www.slideshare.net/Sifatmasari/asuhan-keperawatan-limfomamaligna [24 Maret 2016 ]

38

Anda mungkin juga menyukai