Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

KANKER KELENJAR GETAH BENING (LIMFOMA) DI RUANG


WIJAYAKUSUMA 3 RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
Disusun untuk memenuhi tugas stase Keperawatan Medikal Bedah

Oleh :

Sofianti Putri Nurjanah

I4B023035

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

PURWOKERTO

2024
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Limfoma merupakan penyakit keganasan yang berasal dari jaringan limfoid
mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh.1,2 Limfoma terjadi akibat dari adanya
pertumbuhan yang abnormal dan tidak terkontrol dari sel sistem imun yaitu limfosit.
Sel limfosit yang bersifat ganas ini dapat menuju ke berbagai bagian dalam tubuh
seperti limfonodi, limfa, sumsum tulang belakang, darah atau berbagai organ lainnya
yang kemudian dapat membentuk suatu massa yang disebut sebagai tumor. Tubuh
memiliki 2 jenis limfosit utama yang dapat berkembang menjadi limfoma yaitu sel-B
limfosit dan sel-T limfosit.3 Secara umum, limfoma dapat dibedakan menjadi limfoma
Hodgkin (LH) dan limfoma non-Hodgkin (LNH). Klasifikasi ini dibuat berdasarkan
perbedaan histopatologik dari kedua penyakit di atas yang mana pada LH terdapat
gambaran histopatologik yang khas ditandai dengan adanya sel Reed-Sternberg.1-3
Kasus LH terjadi lebih jarang daripada LNH dengan sekitar 9.000 kasus baru dapat
terjadi di setiap tahunnya serta dapat terjadi baik pada dewasa maupun anak-anak dan
biasanya terdiagnosis pada dewasa muda sekitar usia 20 dan 34 tahun.3 Tanda dan
gejala umum dari LH dapat berupa pembengkakan limfonodi yang sering kali dirasakan
tidak nyeri, demam, berkeringat di malam hari, penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan dan merasa kekurangan energi. Tanda dan gejala tersebut bisa dikatakan
tidak khas oleha karena sering kali juga ditemukan pada penyakit lain yang bukan LH.3
Sebagian besar LH ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan salah satu penyulit
dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal merupakan faktor penting
dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis terapi, baik kemoterapi ataupun
radioterapi. Akhir-akhir ini, angka harapan hidup penderita LH semakin meningkat
bahkan sembuh berkat manajemen penyakit yang tepat.2
B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian limfoma
2. Mengetahui etiologi limfoma
3. Mengetahui manifestasi klinis limfoma
4. Mengetahui patofisiologi limfoma
5. Mengetahui pathway limfoma
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang limfoma
7. Mengetahui penatalaksanaan pada pasien limfoma
8. Mengetahui pengkajian pada pasien limfoma
9. Mengetahui diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada limfoma
10. Mengetahui focus intervensi limfoma
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Limfoma maligna adalah penyakit keganasan primer dari jaringan
limfoid yang bersifat padat/ solid meskipun kadang-kadang dapat menyebar
secara sistemik. Secara garis besar, limfoma maligna dapat dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu: (1) limfoma Hodgkin (LH) dan (2) limfoma non-Hodgkin
(LNH). LH merupakan penyakit keganasan yang mengenai sel-B limfosit dan
khas ditandai oleh adanya sel Reed Sternberg dengan latar belakang sel radang
pleomorf (limfosit, eosinofil, neutrophil, sel plasma dan histiosit). Sel Reed
Sternberg adalah sebuah sel yang sangat besar dengan ukuran diameter sekitar
15 sampai dengan 45 mikrometer, berinti besar multilobuler dengan banyak
anak inti yang menonjol dan sitoplasma yang sedikit eusinofilik. Karakteristik
utama dari sel Reed Sternberg adalah adanya dua buah inti yang saling
bersisian yang di dalamnya masing-masing berisi sebuah anak inti asidofilik
yang besar dan mirip dengan inklusi yang dikelilingi oleh daerah sel yang
jernih. Gambaran morfologi tersebut membuat sel Reed Sternberg tampak
seperti mata burung hantu (owl-eye).
B. Etiologi
Penyebab pasti dari limfoma Hodgkin (LH) hingga saat ini masih belum
jelas diketahui namun beberapa faktor, seperti paparan infeksi virus, faktor
keluarga dan keadaan imunosupresi diduga memiliki keterkaitan dengan
terjadinya LH.8
C. Patofisiologi
Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau
penyumbatan organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di kelenjar getah
bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal). Gejala pada
Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan
(pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai
dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat
segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di
sistem limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil
perlawanan kelenjar limfa dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis
limfa. Beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh
meninggi selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di
bawah normal selama beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala lainnya
timbul berdasarkan lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma
D. Pathway

E. Manifestasi Klinis
1. Pembengkakan kelenjar getah bening.
Pada limfoma Hodgkin, 80% terdapat pada kelenjar getah bening leher,
kelenjar ini tidak lahir multiple, bebas atas konglomerasi satu sama lain. Pada
limfoma non-Hodgkin, dapat tumbuh pada kelompok kelenjar getah bening
lain misalnya pada traktus digestivus atau pada organ-organ parenkim.
2. Demam tipe pel Ebstein dimana suhu tubuh meninggi selama beberapa hari
yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal selama beberapa hari
atau beberapa minggu.
3. Gatal-gatal
4. Keringat malam
5. Berat badan menurun lebih dari 10% tanpa diketahui penyebabnya.
6. Nafsu makan menurun.
7. Daya kerja menurun
8. Terkadang disertai sesak nafas
9. Nyeri setelah mendapat intake alkohol (15-20%)
10. Pola perluasan limfoma Hodgkin sistematis secara sentripetal dan relatif
lebih lambat, sedangkan pola perluasan pada limfoma non-Hodgkin tidak
sistematis dan relatif lebih cepat bermetastasis ke tempat yang jauh.
Terdapat 3 gejala spesifik pada Limfoma antar lain:
1. Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38 °C.
2. Sering keringat malam.
3. Kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan.
F. Pemeriksaan Penunjang
Jenis pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada limfoma maligna
sebagai berikut (Andyana, 2017):
a. Pemeriksaan Hematologi Melalui pemeriksaan dapat ditemukan adanya
anemia, neutrofilia, eosinofilia, limfopenia, serta laju endap darah dan LDH
(lactate 12 dehydrogenase serum) yang meningkat pada pemeriksaan darah
lengkap.
b. Pemeriksaan Pencitraan
Pada pencitraan ditemukan gambaran radiopaque dari nodul unilateral atau
bilateral yang berbatas tidak tegas atau dapat tegas serta konsolidasi pada
pemeriksaan foto polos dada proyeksi Posterior Anterior (PA). Gambaran
hiperdens dari massa jaringan lunak multipel akibat agregasi nodul pada
pemeriksaan CT scan dengan kontras di daerah thorax abdomen atau pelvis.
c. Pemeriksaan Histopatologik
Pada pemeriksaan histopatologi (biopsy kelenjer getah bening) dapat
ditemukan adanya sel Reed Sternberg dengan latar belakang sel radang
pleomorf .
d. Pemeriksaan Imunohistokimia
Pada pemeriksaan imunohistokimia dapat ditemukan adanya penanda CD15,
CD20 atau CD30 pada sel Reed Sternberg.
e. Pemeriksaan lainnya
Pemeriksaan lainnya dapat dilakukan untuk melihat penyebaran sel kanker,
seperti tes fungsi hati, ginjal dan paru, ekokardiografi dan eletrokardiografi
digunakan untuk mengetahui adanya tanda dan gejala keterlibatan organ
lainnya selain kelenjar getah bening serta tes kehamilan pada penderita
wanita muda.
G. Penatalaksanaan
Menurut Otto (2005) secara umum penatalaksanaan limfoma dapat dilakukan
dengan :
a. Kemoterapi
Pengobatan kemoterapi menggunakan obat yang disebut cytotoxics.
Obat ini membunuh sel kanker, namun juga dapat membunuh sel-sel normal
seperti sel darah. Dengan demikian komplikasi seperti anemia dan rentan
terhadap infeksi mungkin terjadi. Karena itu, infeksi mendadak dan infeksi
yang mengancam keselamatan jiwa saat tingkat sel darah putih rendah, sangat
dikhawatirkan.
b. Terapi radiasi (radioterapi)
Terapi radiasi (atau radioterapi) menggunakan sinar energi tinggi untuk
membunuh sel- sel HL. Ada 2 tipe radioterapi yang digunakan untuk
mengobati pasien dengan limfoma:
1) Radiasi Eksternal: Mesin penyinar diarahkan pada bagian tubuh dimana
terdapat kumpulan sel limfoma terbesar/terbanyak. Terapi yang
terlokalisir ini hanya berdampak pada sel-sel yang terdapat pada area
pengobatan. Umumnya pasien datang berobat ke rumah sakit atau klinik
selama 5 kali dalam seminggu dan berjalan selama beberapa minggu.
2) Radiasi Sistemik: Beberapa pasien Limfoma menerima suntikan yang
berisi materi radioaktif yang menyebar ke seluruh tubuh. Materi radioaktif
tersebut diikat pada sistem antibodi yang mengincar serta menghancurkan
sel-sel limfoma.
c. Terapi biologis
Prosedur ini umumnya terdiri dari monoclonal antibodies, yang terdiri
dari molekul- molekul protein yang dirancang khusus untuk mengikat sel-sel
limfoma tertentu (melalui cell surface markers) dan membunuh mereka.
Contoh dari monoclonal antibodies adalah MabThera untuk Limfoma Sel B
yang memiliki CD-20 Surface markers dan Campath untuk Limfoma Sel T.
d. Pencangkokan sel punca
Prosedur ini dapat digunakan sebagai pengobatan limfoma, dalam
konteks bila limfoma kembali menyerang. Prosedur ini juga dikenal sebagai
Kemoterapi Dosis Tinggi. Pada prinsipnya, prosedur ini menggunakan dosis
besar kemoterapi untuk membunuh/mengatasi sel limfoma yang melakukan
perlawanan. Sel punca kemudian digunakan untuk “menyelamatkan” pasien
agar efek samping dari prosedur ini dapat diatasi dengan cepat. Seringkali
dibutuhkan kombinasi antar 2 modalitas pengobatan atau lebih. Hal ini
tergantung dengan sub-tipe limfoma yang diderita serta hasil prognosis
terhadap limfoma tersebut
H. Pengkajian
a. Identitas Klien
-Nama :
-Umur :
-Alamat :
-Jenis Kelamin :
-Pekerjaan :
-Pendidikan :
-No RM :
-Diagnosa medis :
b. Riwayat Kesehatan
-Keluhan Utama :
-Riwayat penyakit terdahulu
-Riwayat penyakit sekarang
-Riwayat penyakit keluarga
c. Pola Kesehatan Fungsional
-Persepsi Kesehatan dan pola manajemen Kesehatan
-Pola nutrisi metabolic
-Pola eliminasi
-Pola aktivitas Latihan
-Pola istirahat-tidur
-Pola kognitif-persepsi
-Pola konsep diri-persepsi diri
-Pola peran hubungan
-Pola seksualitas
-Pola toleransi stress-koping
-Pola nilai keyakinan

d. Pemeriksaan Fisik Head to Toe


e. Pemeriksaan Penunjang
f. Terapi
I. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrien (D.0019)
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan Upaya napas
(D.0005)
4. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D. 0056)
J. Rencana Asuhan Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan SIKI
Keperawatan kriteria hasil
1. Pola napas tidak SLKI : Pola Napas Pemantauan Respirasi (I.01014)
efektif (L.01004) Observasi :
berhubungan setelah dilakukan -Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan Upaya
dengan Tindakan napas
hambatan upaya keperawatan selama -Monitor pola napas (seperti
napas (D.0005) …x24 jam bradypnea,takipnea,hiperventilasi,Kussmaul,Che
diharapkan pola yne-stokes,Biot,ataksik)
napas efektif dengan -Monitor adanya produksi sputum
kriteria hasil : -Monitor adanya sumbatan jalan napas
1. Dispnea menurun -Monitor saturasi oksigen
2. Penggunaan otot -Auskultasi bunyi napas
bantu napas -Monitor nilai AGD
menurun -Monitor hasil x-ray thoraks
3. Pemanjangan fase
ekspirasi menurun Terapeutik :
4. Frekuensi napas -Atur interval pemantauan respirasi sesuai
membaik kondisi pasien
5. Kedalaman napas -Dokumentasikan hasil pemantauan
membaik
6. Ekskursi dada
membaik
2. Nyeri akut SLKI : Tingkat Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan Nyeri (L.08066) Observasi :
dengan agen
pencedera Setelah dilakukan -Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
fisiologis Tindakan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
(D.0077) keperawatan selama -Identifikasi skala nyeri
..x24 jam -Identifikasi respons nyeri non verbal
diharapkan Tingkat -Identifikasi factor yang memperberat dan
nyeri menurun memperingan nyeri
dengan kriteria hasil -Monitor efek samping penggunaan analgetic
:
1. Keluhan nyeri Terapeutik :
menurun -Berikan Teknik nonfarmokologi untuk
2. Meringis menurun mengurangi nyeri
3. Sikap protektif -Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
menurun nyeri
4. Gelisah menurun -Fasilitasi istirahat dan tidur
5. Kesulitan tidur -Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
menurun pemilihan strategi meredakan nyeri
6. Frekuensi nadi
membaik
3. Defisit nutrisi SLKI : Status Manajemen Kemoterapi (14511)
berhubungan Nutrisi (L.03030) Observasi :
dengan Setelah dilakukan -Periksa kondisi sebelum kemoterapi
ketidakmampuan Tindakan selama -Monitor efek samping dan efek toksik
mengabsorbsi ..x24 jam pengobatan
nutrien (D.0019) diharapkan status -Monitor mual muntah akibat kemoterapi
nutrisi membaik -Monitor status gizi dan berat badan
dengan kriteria hasil
: Terapeutik :
1. Porsi makanan -Hindari penggunaan produk aspirin
yang dihabiskan -Batasi stimulus lingkungan
meningkat -Berikan asupan cairan adekuat
2. Verbalisasi -Lakukan Tindakan perawatan rambut
keinginan untuk -Berikan obat kemoterapi sesuai programm
meningkatkan
nutrisi meningkat
3. Sikap terhadap
makanan/minuman
sesuai dengan tujuan
Kesehatan
meningkat
4. Nyeri abdomen
menurun
5. Perasaan cepat
kenyang menurun
4. Frekuensi makan
membaik
5. Nafsu makan
membaik
6. Bising usus
membaik
4. Intoleransi SLKI : Ambulansi Manajemen Energi (I.05178)
aktivitas (L.05038) Observasi :
berhubungan Setelah dilakukan -Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
dengan Tindakan selama mengakibatkan kelelahan
kelemahan (D. …x24 jam -Monitor kelelahan fisik dan emosional
0056) diharapkan -Monitor pola dan jam tidur
kemampuan -Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
beraktivitas melakukan aktivitas
meningkat dengan
kriteria hasil : Terapeutik :
1. Menopang berat -Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
badan meningkat stimulus
2. Berjalan dengan -Lakukan Latihan rentang gerak pasif dan atau
Langkah yang pasif
efektif meningkat -Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
3. Berjalan dengan -Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak
Langkah pelan dapat berpindah atau berjalan.
meningkat
4. Nyeri saat
berjalan menurun
5. Hipertermia SLKI : Manajemen Hipertermia (I.15506)
(D.0130) Termoregulasi Observasi :
(L.14134) -Identifikasi penyebab hipotermia
Setelah dilakukan -Monitor suhu tubuh
tindakan -Monitor kadar elektrolit
keperawatan selama -Monitor pengeluaran urine
…x24 jam -Monitor komplikasi akibat hipertermia
diharapkan suhu
tubuh membaik Terapeutik :
dengan kriteria hasil -Sediakan lingkungan yang dingin
: -Longgarkan atau lepaskan pakaian
1. Menggigil -Basahi dan kipas permukaan tubuh
menurun -Berikan cairan oral
2. Suhu tubuh -Ganti linen setiap hatri atau lebih sering jika
membaik mengalami hyperhidrosis
3. Suhu kulit -Lakukan pendinginan eksternal
membaik -Hindari pemberian antipetik atau aspirin
4. Ventilasi -Berikan oksigen,jika perlu
membaik
5. Tekanan darah
membaik
DAFTAR PUSTAKA

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik (1st ed.). Jakarta : DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan (1st ed.). Jakarta : DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan (1st ed.). Jakarta : DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai