Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

K
DENGAN LIMFOMA MALIGRANCY DI RUANG NYIMAS GANDASARI
2 RSD GUNUNG JATI KOTA CIREBON

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas PBL IV Keperawatan Medikal Bedah dengan

Dosen pembimbing : Rahayu Setyowati, S. Kep., M.Kep

Disusun Oleh :

YUYUM YUMITA DEWI

NIM : 18142011103

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YPIB MAJALENGKA

TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian Limfoma
Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan
dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga
muncul istilah limfoma maligna (maligna = ganas). Ironisnya, pada orang sehat sistem
limfatik tersebut justru merupakan komponen sistem kekebalan tubuh. Ada dua jenis
limfoma maligna yaitu Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-Hodgkin (LNH)
(Vinjamaran, 2017).
2. Etiologi
Penyebab dari penyakit limfoma maligna masih belum diketahui dengan
pasti..Empat kemungkinan penyebabnya adalah: faktor keturunan, kelainan sistem
kekebalan, infeksi virus atau bak), Epstein-Barr virus (EBV), Helicobacter Sp) dan
toksin lingkungan (herbisida, pengawet dan pewarna kimia) (Bakta dalam Karlina I,
2018). teria (HIV, virus human T-cell leukemia/lymphoma (HTLV) .
- Faktor Predisposisi
a. Usia
Penyakit limfoma maligna banyak ditemukan pada usia dewasa muda
yaitu antara 18-35 tahun dan pada orang diatas 50 tahun.
b. Jenis kelamin
Penyakit limfoma maligna lebih banyak diderita oleh pria dibandingkan
wanita.
c. Gaya hidup yang tidak sehat
Risiko Limfoma Maligna meningkat pada orang yang mengkonsumsi
makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV.
d. Pekerjaan
Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi terkena
limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini
disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik.
3. Patofisiologi
Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau
penyumbatan organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening
(nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal). Gejala pada Limfoma secara
fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau
pangkal paha) (Anonymous, 2012). Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan
gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat segera dicurigai
sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem limfatik
merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa
dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa. Beberapa penderita mengalami
demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh meninggi selama beberapa hari yang diselingi
dengan suhu normal atau di bawah normal selama beberapa hari atau beberapa minggu.
Gejala lainnya timbul berdasarkan lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma.
4. Klasifikasi
a. Klasifikasi Penyakit
Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit
Hodgkin (PH) dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala yang
mirip. Perbedaannya dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana
pada PH ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif.
b. Klasifikasi Patologi
Klasifikasi limfoma maligna telah mengalami perubahan selama bertahun-
tahun. Pada tahun 1956 klasifikasi Rappaport mulai diperkenalkan. Rappaport
membagi limfoma maligna menjadi tipe nodular dan difus kemudian subtipe
berdasarkan pemeriksaan sitologi. Modifikasi klasifikasi ini terus berlanjut hingga
pada tahun 1982 muncul klasifikasi Working Formulation yang membagi limfoma
maligna menjadi keganasan rendah, menengah dan tinggi berdasarkan klinis dan
patologis. Seiring dengan kemajuan imunologi dan genetika maka muncul
klasifikasi terbaru pada tahun 1982 yang dikenal dengan Revised European-
American classification of Lymphoid Neoplasms (REAL classification) (Hoffbrand
dalam Nurhuda Hendra S, 2016).
5. Stadium Limfoma Maligna
Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan II
sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara stadium III
dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.
a. Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu kelenjar
getah bening.
b. Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar
getah bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh dada atau
perut.
c. Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar
getah bening, serta pada dada dan perut.
d. Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening setidaknya
pada satu organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru, atau otak
6. Gejala Klinis
Gejala klinis dari penyakit limfoma maligna adalah sebagai berikut:
a. Imfodenopati superficial. Sebagian besar pasien datang dengan pembesaran
kelenjar getah bening asimetris yang tidak nyeri dan mudah digerakkan (pada leher,
ketiak atau pangkal paha)
b. Demam
c. Sering keringat malam
d. Penurunan nafsu makan
e. Kehilangan berat badan lebih dari 10 % selama 6 bulan (anorexia)
f. Kelemahan, keletihan
g. Sesak nafas
h. Anemia, infeksi, dan pendarahan dapat dijumpai pada kasus yang mengenai
sumsum tulang secara difus .
7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada daerah leher, ketiak dan pangkal paha. Pada Limfoma
secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan
(pada leher, ketiak atau pangkal paha).
Inspeksi, tampak warna kencing campur darah, pembesaran suprapubic bila tumor
sudah besar. Palpasi, teraba tumor masa suprapubic, pemeriksaan bimanual teraba
tumor pada dasar buli-buli dengan bantuan general anestesi baik waktu VT atau RT.
8. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening
yang terkena dan juga untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg. Untuk mendeteksi
Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan, PET scan, biopsi sumsum
tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan stadium adalah cara mendapatkan
contoh jaringan untuk membantu dokter mendiagnosis Limfoma. Ada beberapa jenis
biopsy untuk mendeteksi limfoma maligna yaitu:
a. Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang
membesar.
b. Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening dengan
jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon terhadap
pengobatan.
c. Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul untuk
melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang.
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Cara pengobatan bervariasi dengan jenis penyakit.
Beberapa pasien dengan tumor keganasan tingkat rendah, khususnya golongan
limfositik, tidak membutuhkan pengobatan awal jika mereka tidak mempunyai
gejala dan ukuran lokasi limfadenopati yang bukan merupakan ancaman.
b. Radioterapi
Walaupun beberapa pasien dengan stadium I yang benar-benar terlokalisasi
dapat disembuhkan dengan radioterapi, terdapat angka yang relapse dini yang tinggi
pada pasien yang dklasifikasikan sebagai stadium II dan III. Radiasi local untuk
tempat utama yang besar harus dipertimbangkan pada pasien yang menerima
kemoterapi dan ini dapat bermanfaat khusus jika penyakit mengakibatkan
sumbatan/obstruksi anatomis. Pada pasien dengan limfoma keganasan tingkat
rendah stadium III dan IV, penyinaran seluruh tubuh dosis rendah dapat membuat
hasil yang sebanding dengan kemoterapi.
c. Kemoterapi
Terapi obat tunggal Khlorambusil atau siklofosfamid kontinu atau intermiten
yang dapat memberikan hasil baik pada pasien dengan limfoma maligna keganasan
tingkat rendah yang membutuhkan terapi karena penyakit tingkat lanjut.
d. Terapi kombinasi. (misalnya COP (cyclophosphamide, oncovin, dan prednisolon))
juga dapat digunakan pada pasien dengan tingkat rendah atau sedang berdasakan
stadiumnya.
10. Komplikasi
Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan dengan
penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan berkaitan
dengan kemoterapi meliputi: alopesia, mual, muntah, supresi sumsum tulang, stomatitis
dan gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi potensial yang paling serius
yang mungkin dapat menyebabkan syok sepsis. Efek jangka panjang dari kemoterapi
meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal.
Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila
pengobatan pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal sebagai
berikut : mulut kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan produksi
saliva.
Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang mungkin terjadi
adalah muntah, diare, keletihan, dan anoreksia.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat
lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, dan pekerjaan orang tua. Limfoma Maligna
sering dijumpai pada usia 18-35 tahundan pada usia di atas 50 tahun (Manuaba,
2010).
b. Pengkajian primer
Menurut Jevon dan Ewens (2007), pengkajian Airway (A), Breathing (B),
Circulation (C), Disabillity (D), Expossure (E) pada pengkajian gawat darurat
Limfoma Maligna adalah:
1) Airway
Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan
nafas pada pasien antara lain: adanya snoring atau gurgling, stridor atau suara
nafas tidak normal, agitasi (hipoksia), penggunaan otot bantu pernafasan. Look
dan listening bukti adanya masalah pada saluran nafas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi: lendir/secret, muntahan, perdarahan (Thygerson,
2011).
2) Breathing
Menurut Wilkinson & Skinner, 2000 dikutip oleh (Rani, 2013) pengkajian
pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pada pasien. Pada pasien Limfoma maligna pengkajian
pada breating Look, listen dan feel dilakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien. Sesak napas terjadi pada pasien Limfoma Maligna.Tanda-
tanda umum adanya distress pernafasan adalah:
a) Dispneu (sesak napas)
b) Frekuensi napas cepat
c) Perut membesar/merasa adanya tekanan pada diafragma.
d) Circulation
Pada pengkajian ini khususnya pada pasien dengan Limfoma Maligna
dilakukan pengkajian warna kulit dan capilary refill time. Pengkajian ini
meliputi:
- warna kulit menjadi pucat (anemia )
- CRT memanjang (> 2 detik )
- Sianosis pada wajah dan leher
- Diaforesi
- dan keringat malam.
e) Disability
Pada pengkajian Disability dilakukan pengkajian neurologi, untuk
mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum
neurologis dengan mengecek kesadaran, dan reaksi pupil. (Tutu, 2015).
Pada kasus Karsinoma maligna tanda dan gejala yaitu:
- Nyeri syaraf atau neuralgia
- Kelemahan otot
- Parestesia
- Nyeri tekan, Nyeri mediastinum
- Nyeri dada, Nyeri punggung
- Nyeri tulang umum
f) Exposure
Secara khusus, pemeriksaan harus dipusatkan pada bagian tubuh yang
paling berkonstribusi pada status penyakit pasien. Pada kasus Limfoma
Maligna tanda dan gejala yaitu : terjadi peningkatan suhu tubuh.
2. Diagnose Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif
b. Nyeri b.d agen cedera biologi
c. Hyperthermia b.d tidak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnose Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan  Monitor Pernapasan
pola napas b/d keperawatan selama 6 jam, a. Monitor kecepatan,
hiperventilasi pasien akan : irama, kedalaman
Domain 4 : a. Menunjukkan Status dan kesulitan
aktifitas/istirahat Kelas Pernapasan : bernapas.
4 : respons Ventilasi tidak terganggu, b. Monitor pergerakan
kardiovakular/pulmonal yang dibuktikan oleh dada,
indikator sebagai ketidaksimetrisan,
berikut : (5 = tidak ada penggunaan otot
gangguan) bantu pernapasan,
b. Tanda – Tanda Vital dan retraksi
yang dibuktikan dengan pada otot
indicator sebagai berikut: supraclaviculas dan
(5 = tidak ada devisiasi interkosta.
dari kisaran normal)  Pengaturan Posisi
Kriteria Hasil : a. Berikan posisi
a. Menunjukkan pola napas semifowler untuk
yang efektif (irama mengurangi
pernapasan, frekuensi dypsneu
pernapasan dalam  Terapi Okseigen
rentang normal) a. Berikan oksigen
b. Menunjukkan tidak ada sesuai kebutuhan
retraksi otot dada dan pasien
penggunaan otot bantu b. Monitor aliran
pernapasan oksigen
c. Tanda – tanda vital
dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi,
respirasi, suhu)
d. Tekanan darah : 120/80
mmHg, nadi : 60-100
x/menit, pernafasan : 16-
24 x/menit, suhu : 36-

37,5 oC
2 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan asuhan Pain Management
agen injuri fisik keperawatan selama 3x24
Domain 12 : jam diharapkan nyeri 1. Lakukan pengkajian
kenyamanan pasien berkurang NOC : nyeri secara
Kelas 1 : a. Pain Level, komprehensif
kenyamanan fisik termasuk lokasi,
b. Pain control, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan
c. Comfort level faktor presipitasi
2. Observasi reaksi
Kriteria Hasil : nonverbal dari
a. Mampu mengontrol ketidaknyamanan
nyeri (tahu penyebab 3. Gunakan teknik
nyeri, mampu komunikasi terapeutik
menggunakan tehnik untuk mengetahui
nonfarmakologi untuk pengalaman nyeri
mengurangi nyeri, pasien
mencari bantuan) 4. Kaji kultur yang
b. Melaporkan bahwa mempengaruhi respon
nyeri berkurang nyeri
dengan menggunakan 5. Evaluasi pengalaman
manajemen nyeri nyeri masa lampau
c. Mampu mengenali 6. Evaluasi bersama
nyeri (skala, pasien dan tim
intensitas, frekuensi kesehatan lain tentang
dan tanda nyeri) ketidakefektifan
d. Menyatakan rasa kontrol nyeri masa
nyaman setelah nyeri lampau
berkurang 7. Bantu pasien dan
e. Tanda vital dalam keluarga untuk
rentang normal mencari dan
menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
9. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
11. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
12. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
13. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
14. Tingkatkan istirahat
15. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada
keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil

3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi


nutrisi kurang dari keperawatan selama 3x24 Aktivitas Keperawatan:
kebutuhan tubuh jam, klien akan : 1. Monitor ada alergi
Domain 2 : nutrisi a. Menunjukkan Status makanan
Kelas 1 : makan Nutrisi : Asupan 2. Anjurkan pasien untuk
Makanan dan Cairan makan sedikit tapi
(1008), yang sering
dibuktikan dengan 3. Kolaborasi dengan ahli
indicator sebagai gizi untuk menentukan
berikut (4-5: sebagian intake protein,
besar adekuat, karbohidrat dan lemak
sepenuhnya adekuat). yang berikan.
b. Menunjukkan Status
Nutrisi, yang dibuktikan Monitor Nutrisi
dengan indicator Aktivitas Keperawatan:
sebagai Berikut : (4-5 = 1. Lakukan pengukuran
Sebagian besar adekuat antropometrik pada
– sepenuhnya adekuat) komposisi tubuh
Kriteria Hasil : (Indeks massa tubuh)
2. Monitor adanya mual
a. Adanya peningkatan dan muntah
berat badan sesuai 3. Monitor warna
dengan tujuan konjungtiva
b. Mampu 4. Monitor pemeriksaan
mengidentifikasi laboratorium (BUN,
kebutuhan nutrisi Hb, Ht)
c. Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi
d. Menunjukkan fungsi-
fungsi pengecapan dari
menelan
e. Tidak terjadi
penurunan berat badan
yang berarti.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan tahap keempat proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry, 2013). Pada
tahap ini perawat akan mengimplementasikan intervensi yang telah direncanakan
berdasarkan hasil pengkajian dan penegakkan diagnosis yang diharapkan dapat
mencapai tujuan dan hasil sesuai yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan
status kesehatan klien.
Penerapan implementasi keperawatan yang dilakukan perawat harus berdasarkan
intervensi berbasis bukti atau telah ada penelitian yang dilakukan terkait intervensi
tersebut. Hai ini dilakukan agar menjamin bahwa intervensi yang diberikan aman dan
efektif (Miller, 2012).
Dalam tahap implementasi perawat juga harus kritis dalam menilai dan
mengevaluasi respon pasien terhadap pengimplementasian intervensi yang diberikan.
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan tahap kelima dari proses keperawatan. Tahap ini sangat
penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau kesejahteraan klien (Perry &
Potter, 2013). Hal yang perlu diingat bahwa evaluasi merupakan proses kontinu yang
terjadi saat perawat melakukan kontak dengan klien. Selama proses evaluasi
DAFTAR PUSTAKA

Amori. 2017. Jurnal Nasional : Pengobatan tepat untuk Limfoma.


www.jurnalnasional/limfoma/44356.com. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2013.

Anonymous. 2012. Limfoma Maligna. www.wordpress.com. Diakses pada tanggal 15


Oktober 2013.

Asdie, Ahmad H. 2012. Horison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.


Jakarta: EGC

Bakta IM. Limfoma Non Hodgkin. Hematologi Klinik Ringkas. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2006. h: 202-19.

Chandrasoma P, Taylor CR. Sistim Limfoid: Limfoma maligna. Alih bahasa. Dalam:
Chandrasoma P, Taylor CR. Patologi Anatomi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC,1995:406-
21

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta. : EGC

Doenges, Marilyn E, et all. 1993. Nursing Care Plans : Guidelines for Planning and
Documenting Patient Care, Edition 3, F.A. Davis Company,
Philadelphia.

Goljan EF. Rapid Review Pathology. Edisi 4. Philadelphia.W. B. Saunders


Company.2014.
Hoffbrand, A.V, et all. 2002. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC Karlina Isabella.
2018. Ki-67 sebagai parameter prognosis pada limfoma
non Hodgkin.

Limfoma non-hogkin primer vertebra


torakalis Dengan kompresi progresif medula spinalis.

Potter & Perry AG. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,Proses, dan Praktik.
4th ed. EGC: Jakarta.2013.

Vinjamaran. 2017. Lymphoma, Non-Hodgkin. www.emedicine.com.

Diakses pada tanggal 15 Oktober 2013.

Inas Susanti, Agustina H, et all.2014. Korelasi antara Imunoekspresi LMP-1 Virus


Epstein-Barr dengan Respon Kemoterapi CHOP pada Limfoma Maligna Non-
Hodgkin Tipe Diffuse Large B Cell

Anda mungkin juga menyukai