Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Limfoma adalah tumor jaringan limfoid primer (timus dan sumsum
tulang) atau jaringan sekunder (nodus limfe, limpa, tonsil, dan jaringan
limfoid usus). Kebanyakan limfoma adalah kanker jaringan limfoid
sekunder dan melibatkan banyak nodus (kelenjar) limfe, limpa, atau
keduanya. Sel limfoid ganas kadang kala ditemukan dalam sirkulasi darah,
yang mengindikasikan keterlibatan sumsum tulang. (Buku Keperawatan
Medikal Bedah, Edisi 3 hal:956)

Limfoma merupakan tipe kelompok keganasan limfoid yang bervariasi.


Limfoma dikelompokkan berdasarkan sel asalnya. Gambaran
morfologinya karakteristik histolgi, imunohistokimia, dan lesi genetik
spesifik. (Jurnal Penyakit Indonesia Vol.5,No.3 September 2018)

Limfoma adalah kanker darah yang dapat mengakibatkan pembengkakan


kelenjar getah bening (limfedenopati). Limfoma berawal ketika sel kanker
menyerang salah satu sel darah putih (limfosit) yang berfungsi melawan
infeksi. ( http//:www.alodokter.com. Dikuti pada tanggal 4-12-2019 pukul
21:41 Wib)

Limfoma di klasifikasikan menjadi 2 yaitu :


1. Limfoma Hodhkin (LH)
2. Limfoma Non Hodgkin (LNH)

B. Penyakit Limfoma Hodgkin


Pada tahun 1932, Hodgkin melaporkan pengamatan dari otopsi
menunjukan pembesaran nodus/ kelenjar limfe tidak seperti biasanya dan
jaringan biopsi yang menunjukkan sel khusus besar. 6 tahun kemudian,
strenberg dan reed mendiskripsikan sel besar, yang disebut sel reed-
strenberg limfoma hodgkin. Saat ini penyakit ini disebut penyakit hodgkin
dan diketahui menjadi kanker limfe atau limfoma.

Klasifikasi Limfoma Hdgkin :


1. Tipe Sklerosis Nodular
Limfoma ini secara khas mengenai remaja atau dewasa muda. Tipe ini
cenderung mengenai limfonodi servikal bawah, supraklavikular, dan
mediastinal. Tipe ini ditandai oleh adanya sel lacunar varian sel RS,
pita kolagen yang membagi jaringan-jaringan limfoid menjadi nodul-
nodul, serta sel-sel neoplastik yang ditemukan dengan latar belakang
polimorf sel-sel T yang kecil, eosinophil, sel-sel plasma dan makrofag
(Mitchell et al, 2010).
2. Tipe Selularitas Campuran
Bentuk ini disebut juga gejala B (demam dan penurunan berat badan)
dan berhubungan dengan stadium tumor lanjut. Tipe ini merupakan
bentuk khusus yang ditandai dengan menghilangnya limfonodi secara
difus oleh infiltrate seluler heterogen, termasuk limfosit kecil,
eosinophil, sel plasma dan makrofag beningna yang bercampur dengan
sel neoplastic. Sel RS klasik dan variannya biasanya berlimpah pada
tipe ini (Mitchell et al, 2010).
3. Tipe Kaya Limfosit (Lymphocyte-Rich)
Tipe ini jarang ditemukan Limfosit reaktif menyusun sebagian besar
porsi non-neoplastik pada infiltrate. Dalam kondisi yang berbeda, tipe
ini menyerupai tipe selularitas campuran (Mitchell et al, 2010)
4. Tipe Deplesi Limfosit
Varian yang jarang ini paling banyak dijumpai pada pasein dengan
imunosupresi, sangat berkaitan dengan EBV, dan mempunyai
prognosis yang lebih buruk disbanding subtype lain. Sel RS banyak
dijumpai pada tipe ini, sedangkan sel reaktif relative jarang (Mitchell
et al, 2010).
5. Tipe Predominansi-Limfosit
Varian yang meliputi 5% dari kasus. Sebagian besar pasien adalah
pria, biasanya berusia kurang dari 35 tahun, dengan limfadenopati
aksilar atau servikal. Tipe ini ditandai dengan menghilangnya
limfonodi akibat infiltrate nodular limfosit kecil yang bercampur
dengan berbagai makrofag benigna dan varian sel RS LH, sel RS
klasik sangat sulit untuk ditemukan, sel lain seperti eosinophil,
neutrophil, serta sel plasma sangat langka atau tidak ada sama sekali,
dan terdapat bukti yang minim akan adanya nekrosis atau fibrosis
(Mitchell et al, 2010).

C. Etiologi Limfoma Hodgkin


Penyebab Sebenarnya LH tidak diketahui, meskipun bukti tidak langsung
mengindikasikan penyebab virus. Epstein-Barr Virus (EBV) dipercaya
menjadi agen kausatif. Limfoma terkait EBV terdokumentasi baik pada
klien yang telah menerima transplantasi organ atau yang mengalami
penyakit defisiensi imun. Peningkatan 2-3 kali lipat dijumpai pada klien
yang memiliki riwayat mononukleosis, penyakit yang disebabkan EBV.
Sebab beberapa dari penderita Hodgkin diketahui telah terinfeksi virus ini.
Sementara itu pada penggunaaan obat, terutama obat imunosupresan untuk
kasus transplantasi menunjukkan adanya peningkatan kecenderungan
terhadap limfoma Hodgkin (Rotter, 2011).

Selain faktor penurunan dan riwayat konsumsi obat, beberapa pendapat


menyatakan adanya hubungan antara Limfoma Hodgkin dengan genetik.
Pendapat lain mengatakan paparan terhadap karsinogen, khususnya di
tempat kerja, dapat meningkatkan risiko limfoma Hodgkin. Polutan
lingkungan lainnya seperti pestisida, herbisida dan berbagai virus juga
memiliki peran dalam peningkatan insidensi limfoma hodgkin (Rotter,
2011).

D. Patofisiologi
1. Proses Perjalanannya Penyakit
Transformasi kanker terjadi dari tempat utama didalam nodus limfe.
Dengan pertumbuhan yang terus-menerus, keseluruhan nodus menjadi
tergantikan, dengan zona nekrosis ang mengaburkan pola nodular
normal. Mekanisme pertumbuhan dan penyebaran LH tetap tidak
diketahui,. Beberapa ilmuwan menunjukkan bahwa perkembangan
penyakit dengan perluasan ke struktur yang bedekatan. Hal ini juga
mungkin disebarkan oleh limfe berdekatan hal ini juga mungkin
disebarkan oleh limfe karena sel limforetikuler menghambat semua
jaringan tubuh kecuali SSP. Penyebaran hematologik juga mungkin
terjadi kemungkinan dengan cara infiltrasi langsung pembuluh darah.

2. Manifestasi Klinis
Klien sering asimtomatik dan mungkin mengalami limfadenopati tanpa
nyeri. Pembesaran nodus limfe umumnya banyak ditemukan di
supraklavikula, servikal, dan regio mediastinal. Adapun gejala laginya
yaitu:
a. Pruritus hebat adalah tanda awal
b. Demam tidak teratur biasanya suhu naik selama beberapa hari
kemudian turun sampai normal atau subnormal
c. Ikterus
d. Hepatosplenomegali
e. Gagal ginjal
f. Edema dan sianosis muka dan leher
g. Batuk nonproduktif, stridor, dispnea, nyeri dada, sianosis, dan efusi
pleura
h. Nyeri tulang, kopresi vertebral
i. Paraplegia
j. Nyeri saraf

3. Komplikasi
Komplikasi terkait LH tergolong banyak karena komplikasi adalah
akibat dari penyakit sendiri atau terapi radiasi, atau kombinasi
beberapa faktor.

E. Stadium
Penyakit Hodgkin dibagai ke dalam kategori, atau stadium menurut
gambaran mikroskopik keterlibatan nodus limfe, luas dan beratnya
gangguan, dan prognosis. Stadium yang akurat dari LH penting untuk
menentukan pilihan pengobatan.
1. Stadium I : Keterlibatan area nodus limfe tunggal atau struktur
limfoid (misalnya limpa, timus, cincin waldyer)
2. Stadium II : Keterlibatan dua atau lebih area nodus limfe pada sisi
diafragma yang sama.
3. Stadium III : Keterlibatan area nodus limfe atau struktur pada kedua
sisi diafragma.
4. Stadium IV : Keterlibatan tempat ekstranodus diluar yang dirancang
sebagai E.
Penandaan yang dapat diaplikasikan untuk Stadium Penyakit.
A : Tanpa gejala
B : Demam, keringat basah, penurunan berat badan
X : Penyakit banyak sekali
> 1⁄3 lebar mediastinum
< 10 cm dimensi maksimal masa nodus
E : keterlibatan tempat ekstranodus tunggal Berdekatan atau berdampingan
terhadap tempat nodus yang diketahui
CS : Stadium klinis
PS : Stadium patologis
F. Penatalaksanaan Limfoma Hodgkin
Ada beberapa modalitas terapi dari Limfoma Hodgkin, yaitu, radioterapi
dan kemoterapi. Penggunaan dari kedua pengobatan tersebut sangat
dipengaruhi oleh stadium penyakitnya sendiri. Pada radioterapi meliputi
Extended Field Radiotherapy (EFRT), dan Involved Field Radiotherapy.
EFRT merupakan jenis radioterapi yang meradiasi area tubuh secara luas,
sedangkan IFRT hanya meradiasi pada bagian yang terlibat Limfoma
(Sumantri, 2010).

Selain EFRT, terdapat jenis radioterapi yang lain, yaitu Involved Field
Radiotheraphy (IFRT). IFRT hanya meradiasi pada bagian yang terlibat
Limfoma saja, sehingga diharapkan meminimalkan kejadian efek samping
jangka panjang pada penggunaan EFRT. Dengan modalitas terapi yang
sama IFRT ditambah kemoterapi regimen MOPP/ABV dibanding dengan
EFRT saja menunjukkan angka relaps-free survival atau angka
kekambuhannya berbeda secara signifikan. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa kombinasi modalitas terapi adalah baku emas yang
baru bagi penderita Limfoma Hodgkin stadium I-II (Diehl et al, 2011).

Sedangkan untuk pasien dengan Limfoma Hodgkin stadium lanjut (IIB-


IV) terapinya menggunakan kemoterapi. Ada beberapa regimen
kemoterapi yang telah digunakan pada pengobatan Limfoma Hodgkin.
Pada stadium lanjut dari Limfoma Hodgkin, terapi yang disarankan adalah
dengan menggunakan kemoterapi saja. Terdapat beberapa regimen
kemoterapi yang telah dipakai sebagai pengobatan dari penyakit ini.
Terapi pionir utama adalah MOPP. namun kurang puas dengan hasilnya
dan kemudian menemukan obat lain dengan tingkat angka kesembuhan
yang lebih baik lagi. Sehingga ditemukanlah regimen kedua kemoterapi
yaitu ABVD. Terapi ABVD sebagai alternative terapi dari MOPP.
Kemudian teradapat beberapa regimen baru yang telah banyak diteliti,
diantaranya adalah Stanford V, BEACOPP-baseline dan BEACOPP-
escalated (Diehl et al, 2011).

G. Limfoma Non-Hodgkin (LNH)


LNH terdiri atas sekelompok keganasan dengan umumnya berasal dari sel
limfoid. Kelompok keganasan tergolong heterogen didalam seluler,
gambaran morfologi, dan perilaku klinis. Padatahun 2007, American
Cancer Society memperkirakan bahwa AS sekitar 63.190 kasus baru LNH
terdiagnosis, dengan 18.660 terkait kematian. LNH kira-kira 60 kali lebih
sering dari pada orang dengan AIDS dibandingkan populasi umum di AS.
Insidennya lebih tinggi pada kulit putih dibanding ras lainnya. LNH dapat
terjadi pada setiap kelompok usia, tetapi peningkatan insiden terjadi pada
usia 50-60 tahun.

Klasifikasi Limfoma Non-Hodgkin :


1. NHL derajat rendah
Ini termasuk penyakit seperti limfoma folikular dan
makroglobulinemia Waldenstrom. Biasanya kelainan timbul lambat,
dengan progresi yang lambat pula. Kelainan ini biasanya bisa dikontrol
dengan kemoterapi oral. Seseorang dengan limfoma derajat rendah,
jaringan limfoid terkait mukosa, yang berbatasan dengan lambung,
dianggap terkait dengan infeksi Helicobacter pylori dan memberikan
respon terhadap antibiotik. Sampai saat ini, belum tersedia
penyembuhan limfoma derajat rendah. Harapan hidup median adalah 8
– 10 tahun, tetapi angka kematian bervariasi.
2. NHL derajat menengah dan tinggi
Penyakit-penyakit ini adalah penyakit yang agresif dengan onset dan
progresivitas yang cepat. Pasien dengan limfoma derajat sedang, jenis
limfositik-nodular, pada awalnya cenderung berada pada stadium yang
lebih lanjut, dengan sekitar 60 – 80 % insiden terkenanya sumsum
tulang. Jaringan limfatik tonsilar pada orofaring dan nasofaring
(disebut cincin Waldeyer) juga merupakan tempat yang diserang pada
15 – 30 % pasien. Limfoma Burkitt dan imunoblastik merupakan
limfoma derajat tinggi dan mempunyai kecenderungan mengenai SSP.
SSP juga merupakan daerah yang sering terkena pada pasien relaps
dengan penyakit stadium IV bersama daerah lain yang sebelumnya
terkena. Meskipun limfoma derajat sedang dan tinggi sangat agresif
dan fatal tanpa pengobatan, limfoma ini berespon terhadap kemoterapi
dan berpotensi untuk sembuh. Dengan kemoterapi intensif, 20 – 40 %
pasien berusia < 60 tahun dapat sembuh. Sisanya meninggal karena.

H. Etiologi
Tidak ada faktor resiko keturanan, etnik, atau diet yang berhubungan
dengan LNH. Namun terdapat beberapa faktor resiko terjadinya LNH
antara lain :
1. Imuno Defisiens
25% kelainan herediter langka yang berhubungan dengan terjadinya
LNH antara lain adalah: severe combined immunodeficiency,
hypogammaglobulinemia, common variable immunodeficiency,
Wiskott-Aldrich syndrome, dan ataxia-telangiectasia. Limfoma yang
berhubungan dengan dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali
dihubungkan pula dengan Epstein-Barr virus (EBV) dan jenisnya
beragam, mulai dari hiperplasia poliklonal sel B hingga limfoma
monoklonal.
2. Agen Infeksius
EBV DNA ditemukan pada 95% limfoma Burkitt endemik, dan lebih
jarang ditemukan pada limfoma Burkitt sporadik. Karena tidak pada
semua kasus limfoma Burkitt ditemukan EBV, hubungan dan
mekanisme EBV terhadap terjadinya limfoma Burkitt belum diketahui.
Sebuah hipotesis menyatakan bahwa infeksi awal EBV dan faktor
lingkungan dapat meningkatkan jumlah prekursor yang terinfeksi EBV
dan meningkatkan resiko terjadinya kerusakan genetik. EBV juga
dihubungkan dengan posttransplant lymphoproliferative disorders
(PTLDs) dan AIDS-associated lymphomas.
3. Paparan Lingkungan dan Pekerjaan
Beberapa pekerjaan yang sering dihubungkan dengan resiko tinggi
adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan
adanya paparan herbisida dan pelarut organik.
4. Diet dan Paparan Lainnya
Resiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan
tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan ultraviolet.

I. Patofisiologi
1. Perjalanan Pernyakit
Pada pasien dengan LNH,terjadi peliforasi abnormal limfostik
neoplasma. Sel tetap konstan pada satu fase perkembangan dengan
terus-menerus berproliferasi. Limfosit T maupun B matang terdapat di
dalam nodus limfe. Manifestasi klinis karena obstruksi mekanik
pembesaran nodus limfe. Infiltrasi abdomen atau orofaring juga dapat
terjadi.

2. Manifestasi Klinis
Pasien dengan LNH menunjukkan limfodenopati terlokalisasi atau
generalisasi. Rantai serviks, aksilar, inguinual, dan femoral adalah
tempat paling sering terjadi pembesaran nodus limfe. Pembengkakan
umumnya tidak nyeri, dan nodus membesar dan berubah selama
berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Keterlibatan area ekstranodul
adalah nasofaring, saluran GI, tulang, Tiroid, testis dan jaringan lunak.
Beberapa pasien memiliki massa retroperitoneum dan abdominal
dengan abdomen penuh, nyeri punggung, asites, dan pembengkakan
tungkai.
Beberpa tempat yang terlibat pada LNH, jarang terjadi pada LH,
seperti cincin weldyer (jaringan limfoid yang mengelilingi limfosit)
lambung, usus halus dan usus besar, nodus limfe mensenterika, tiroid,
kulit, pankreas, ginjal dan SSP. Pada LNH difus, manifestasi klinis
dapat bervariasi dan umumnya melibatkan temuan lebih sistemik.
Klien juga mengalami gejala sistemik, meliputi, berkeringat malam
hari, demam, serta penurunan berat badan, pasien akan mengalami
hepatomegali atau splenomegali.

Kondisi klinis klinis lain tertentu menyerupai limfoma ganas termasuk


tuberkulosis, sifilis, lupus eritematosus sistemik, kanker paru-paru dan
kanker tulang. Seluruh diagnostik diperlukan.

J. Stadium Limfoma Non-Hodgkin (LNH/NHL)


Dokter harus mengetahui tingkatan (tahapan) limfoma non-Hodgkin untuk
merencanakan pengobatan yang terbaik. Tahapan ini berdasarkan lokasi
tempat sel-sel limfoma ditemukan (di kelenjar getah bening atau di organ
atau jaringan lain) dan jangkauan area yang terkena. Tahapan limfoma
non-Hodgkin adalah sebagai berikut:
1. Stadium I
Sel-sel limfoma berada dalam satu kelompok kelenjar getah bening
(misalnya di leher atau di ketiak). Atau, jika sel-sel abnormal itu tidak
berada dalam kelenjar getah bening, tapi hanya pada satu bagian
jaringan atau organ tubuh saja (misalnya di paru-paru, tapi tidak di hati
atau di sumsum tulang).
2. Stadium II
Sel-sel limfoma berada sekurangnya di dua kelompok kelenjar getah
bening, pada sisi diafragma yang sama (baik di atas atau di bawah).
Atau, sel-sel limfoma ini berada di organ tubuh dan di kelenjar getah
bening di sekitarnya (pada sisi yang sama seperti diafragma) Mungkin
ada sel-sel limfoma di kelompok kelenjar getah bening yang lain di sisi
diafragma yang sama.
3. Stadium III
Limfoma terdapat dalam kelompok kelenjar getah bening di atas dan di
bawah diafragma. Juga dapat ditemukan di organ atau di jaringan di
sekitar kelompok kelenjar getah bening ini.
4. Stadium IV
Limfoma ini berada di seluruh satu organ atau jaringan (selain di
kelenjar getah bening). Atau, berada dalam hati, darah, atau sumsum
tulang.

K. Terapi Limfoma Non-Hodgkin (LNH)


Kemoterapi ialah pengobatan dengan menggunakan obat-obatan.
Kemoterapi terutama diberikan untuk limfoma jenis derajat keganasan
sedang-tinggi dan pada stadium lanjut.
1. Radiasi.
Radiasi dosis tingi bertujuan untuk membunuh sel kanker dan
mengecilkan ukuran tumor. Terapi radiasi umumnya diberikan untuk
limfoma derajat rendah dengan stadium awal. Namun kadang-kadang
dikombinasikan dengan kemoterapi pada limfoma dengan derajat
keganasan sedang atau untuk terapi tempat tertentu, seperti di otak.
Digunakan dua jenis terapi radiasi bagi penderita limfoma:
a. Radiasi eksternal: Sebuah mesin besar akan mengarahkan sinar ke
bagian tubuh di mana sel-sel limfoma terkumpul. Terapi ini bersifat
lokal karena hanya mempengaruhi sel-sel di area yang diobati saja.
Sebagian besar penderita pergi ke rumah sakit atau klinik untuk
dirawat 5 hari dalam seminggu, selama beberapa minggu.
b. Radiasi sistemik: Beberapa penderita limfoma akan mendapat
suntikan bahan radioaktif yang akan mengalir ke seluruh tubuh.
Bahan radioaktif itu akan terikat pada antibodi yang menargetkan
dan menghancurkan sel-sel limfoma.
2. Transplantasi sel induk
Terutama jika akan diberikan kemoterapi dosis tinggi, yaitu pada kasus
kambuh. Terapi ini umumnya digunakan untuk limfoma derajat
sedang-tinggi yang kambuh setelah terapi awal pernah berhasil. Orang
dengan limfoma yang kambuh dapat memperoleh transplantasi sel
induk (stem cell). Transplantasi sel induk yang membentuk darah
memungkinkan orang mendapatkan kemoterapi dosis tinggi, terapi
radiasi, atau keduanya. Kemoterapi dosis tinggi ini akan
menghancurkan sel-sel limfoma sekaligus sel-sel darah normal dalam
sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk
yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah
balik besar di area dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan
tumbuh dari sel-sel induk hasil transplantasi ini. Tranplantasi sel induk
dilakukan di rumah sakit. Sel-sel induk ini bisa didapatkan dari pasien
sendiri.
3. Observasi
Jika limfoma bersifat lambat dalam pertumbuhan, maka dokter
mungkin akan memutuskan untuk observasi saja. Limfoma yang
tumbuh lambat dengan gejala yang ringan mungkin tidak memerlukan
terapi selama satu tahun atau lebih.
4. Terapi biologi.
Satu-satunya terapi biologi yang diakui oleh Food and Drug
Administration (FDA) Amerika Serikat saat ini adalah rituximab.
Rituximab merupakan suatu antibody monoclonal yang membantu
system imun mengenali dan menghancurkan sel kanker. Umumnya
diberikan secara kombinasi dengan kemoterapi atau dalam
radioimunoterapi.
5. Radioimunoterapi.
Merupakan terapi terkini untuk limfoma non-Hodgkin. Obat yang telah
mendapat pengakuan dari FDA untuk radioimunoterapi adalah
ibritumomab dan tositumomab. Terapi ini menggunakan antibody
monoclonal bersamaan dengan isotop radioaktif. Antibodi tersebut
akan menempel pada sel kanker dan radiasi akan mengahancurkan sel.
6. Kemoterapi
Kemoterapi menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel
kanker. Terapi ini disebut terapi sistemik karena obat akan mengalir di
sepanjang aliran darah. Obat dapat mencapai sel-sel kanker di hampir
seluruh bagian tubuh. Kemoterapi dapat malalui mulut, melalui
pembuluh darah balik, atau di ruang antara sumsum tulang belakang.
Pengobatan biasanya berupa rawat jalan, baik di rumah sakit/klinik
atau di rumah. Beberapa pasien harus menginap di rumah sakit selama
pengobatan untuk mendapatkan pengamatan yang seksama.Jika pasien
menderita limfoma di lambung akibat infeksi Helikobaktor, dokter
dapat mengobati limfoma ini dengan antibiotika. Setelah infeksi sudah
disembuhkan, kanker mulai dapat diobati.

L. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan proses dinamis yang terorganisir meliputi,
pengumpulan informasi subjektif dan objektif (mis, tanda vital, wawancara
pasien/keluarga, pemeriksaan fisik) mengatur data yang dikumpulkan,
mendokumentasikan data dalam format yang dapat dibuka kembali
(NANDA 2015-2017, hal:24).
1. Aktifitas atau istirahat
Gejala : Kelelahan, kelemahan atau malaise umum, Kehilanga
produktifitas dan penurunan toleransi latihan, Kebutuhan
tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban dan
tanda lain yang menunjukkan kelelahan.
2. Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, angina/nyeri dada.
Tanda : Takikardia, disritmia, Sianosis wajah dan leher (obstruksi
drainase vena karena pembesaran nodus limfa adalah
kejadian yang jarang). Ikterus sklera dan ikterik umum
sehubungan dengan kerusakan hati dan obtruksi duktus
empedu dan pembesaran nodus limfa (mungkin tanda
lanjut), Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.
3. Integritas ego
Gejala : Faktor stress, misalnya sekolah, pekerjaan, keluarga.
Ansietas sehubungan dengan diagnosis dan kemungkinan
takut mati. Takut sehubungan dengan tes diagnostik dan
modalitas pengobatan (kemoterapi dan terapi radiasi).
Masalah finansial biaya rumah sakit, pengobatan mahal,
takut kehilangan pekerjaan sehubungan dengan kehilangan
waktu kerja.
Tanda : Berbagai perilaku, misalnya marah, menarik diri, pasif.
4. Eliminasi
Gejala : Perubahan karakteristik urine dan atau feses. Riwayat
Obstruksi usus, contoh intususepsi, atau sindrom
malabsorbsi (infiltrasi dari nodus limfa retroperitoneal).
Tanda : Nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran pada
palpasi (hepatomegali). Nyeri tekan pada kudran kiri atas
dan pembesaran pada palpasi (splenomegali). Penurunan
keluaran urine urine gelap/pekat, anuria (obstruksi uretal/
gagal ginjal). Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi
batang spinal terjadi lebih lanjut).
5. Makanan atau cairan
Gejala : Anoreksia/kehilangna nafsu makan, disfagia (tekanan pada
easofagus). Adanya penurunan berat badan yang tak dapat
dijelaskan sama dengan 10% atau lebih dari berat badan
dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet.
Tanda : Pembengkakan pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan
(sekunder terhadap kompresi venakava superior oleh
pembesaran nodus limfa). Edema ekstremitas bawah
sehubungan dengan obtruksi vena kava inferior dari
pembesaran nodus limfa intraabdominal (non-Hodgkin).
Asites (obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan
pembesaran nodus limfa intra abdominal).
6. Neurosensori
Gejala : Nyeri saraf (neuralgia) menunjukkan kompresi akar saraf
oleh pembesaran nodus limfa pada brakial, lumbar, dan
pada pleksus sakral. Kelemahan otot, parestesia.
Tanda : Status mental letargi, menarik diri, kurang minat umum
terhadap sekitar. Paraplegia (kompresi batang spinal dari
tubuh vetrebal, keterlibatan diskus pada kompresi
egenerasi, atau kompresi suplai darah terhadap batang
spinal).
7. Nyeri atau kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan/nyeri pada nodus limfa yang terkena misalnya,
pada sekitar mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung
(kompresi vertebra), nyeri tulang umum (keterlibatan
tulang limfomatus). Nyeri segera pada area yang terkena
setelah minum alkohol.
Tanda : Fokus pada diri sendiri, perilaku berhati-hati.
8. Pernafasan
Gejala : Dispnea pada kerja atau istirahat; nyeri dada. Tanda
Dispnea, takikardia, batuk kering non-produktif.
Tanda : Distres pernapasan, contoh peningkatan frekuensi
pernapasan dan kedalaman penggunaan otot bantu, stridor,
sianosis. Parau/paralisis laringeal (tekanan dari pembesaran
nodus pada saraf laringeal).
9. Keamanan
Gejala : Riwayat sering/adanya infeksi (abnormalitas imunitas
seluler pencetus untuk infeksi virus herpes sistemik, TB,
toksoplasmosis atau infeksi bakterial). Riwayat monokleus
(resiko tinggi penyakit Hodgkin pada pasien yang titer
tinggi virus Epstein-Barr). Riwayat ulkus/perforasi
perdarahan gaster. Pola sabit adalah peningkatan suhu
malam hari terakhir sampai beberapa minggu (demam pel
Ebstein) diikuti oleh periode demam, keringat malam tanpa
menggigil. Kemerahan/pruritus umum.
Tanda : Demam menetap tak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari
38°C tanpa gejala infeksi. Nodus limfe simetris, tak nyeri,
membengkak/membesar (nodus servikal paling umum
terkena, lebih pada sisi kiri daripada kanan, kemudian
nodus aksila dan mediastinal). Nodus dapat terasa kenyal
dan keras, diskret dan dapat digerakkan. Pembesaran tosil,
Pruritus umum Sebagian area kehilangan pigmentasi
melanin (vitiligo).
10. Seksualitas
Gejala : Masalah tentang fertilitas/ kehamilan (sementara penyakit
tidak mempengaruhi, tetapi pengobatan mempengaruhi).
Penurunan libido.
11. Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga (lebih tinggi insiden diantara
keluarga pasien Hodgkin dari pada populasi umum).
Pekerjaan terpajan pada herbisida (pekerja kayu/kimia).

Anda mungkin juga menyukai