PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Limfoma atau kanker getah bening merupakan bentuk paling umum dari
keganasan hematologi, atau "kanker darah", di negara maju. Secara bersama-sama,
limfoma merupakan 5,3% dari semua kanker (termasuk sel basal dan kanker sel
sederhana skuamosa kulit) di Amerika Serikat, dan 55,6% dari semua kanker darah.
Yang dimaksud kanker getah bening atau limfoma adalah kanker ganas yang
berkaitan dengan sistem limfatik. Sistem limfatik merupakan bagian penting dari
sistem kekebalan tubuh dan bertugas dalam membentuk pertahanan alamiah tubuh
melawan infeksi dan kanker. Cairan limfatik sendiri adalah cairan putih menyerupai
susu yang mengandung protein lemak dan limfosit yang semuanya mengalir ke
seluruh tubuh lewat pembuluh limfatik.Limfoma (kanker kelenjar getah bening)
merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti
sel B, sel T dan histiosit sehingga muncul istilah limfoma malignum (maligna =
ganas)
Pada abad ke-19 dan abad ke-20, penyakit ini disebut penyakit Hodgkin
karena ditemukan oleh Thomas Hodgkin tahun 1832. Terdapat banyak tipe limfoma,
dalam garis besar limfoma dibagi dalam 4 bagian, diantaranya limfoma Hodgkin
(LH), limfoma non-Hodgkin (LNH), Histiositosis X, dan Mycosis Fungoides. Dalam
praktek, yang dimaksud limfoma adalah LH dan LNH, sedangkan Histiositosis X
dan Mycosis Fungoides sangat jarang ditemukan.
Pada umumnya, pengobatan pada penyakit limfoma baik Limfoma Hodgkin
maupun Limfoma non Hodgkin yaitu melalui pemberian secara intravena. Walaupun
Page 1
pada penyakit Limfoma non Hodgkin ada juga yang pemberiannya melalui oral.
Nasib obat dalam tubuh yang diberikan pada pasien limfoma melalui intravena ini
tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk ke dalam vena, onset of action cepat,
efisien, bioavailabilitas 100 %, baik untuk obat yang menyebabkan iritasi kalau
diberikan dengan cara lain, biasanya berupa infus kontinu untuk obat yang waktuparuhnya (t1/2) pendek). Penggunaan obat melalui intravena ini didasarkan atas fasa
biofarmasetika, yaitu fase dimana semua hal yang terkait dengan pengaruh-pengaruh
pembuatan sediaan terhadap kegiatan terapeutik obat
I.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui bagaimana penyakit Limfoma
b. Untuk dapat membedakan klasifikasi dari penyakit Limfoma, yaitu Limfoma
Hodgkin dan Limfoma non-Hodgkin
c. Untuk dapat menjelaskan bagaimana biofarmasetik dan farmakokinetik dari
kasus yang terjadi pada penyakit Limfoma Hodgkin dan Limfoma non-Hodgkin
I.3 Manfaat
Agar dapat menambah wawasan dan pengetahuan dari segi biofarmasetika
dan farmakokinetik kliniknya terhadap pengobatan pada penyakit Limfoma
I.4 Permasalahan
Menangani kasus dari dua kasus yang disajikan yaitu kasus Limfoma
Hodgkin dan kasus Limfoma non Hodgkin serta menjelaskan bagaimana biofarmasi
dan farmakokinetiknya
Page 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jenis-jenis Limfoma
Page 3
ini disebabkan oleh infeksi virus Epstein-Barr. Sebab beberapa dari penderita
Hodgkin diketahui telah terinfeksi virus ini. Sementara itu pada penggunaaan obat,
terutama obat imunosupresan untuk kasus transplantasi menunjukkan adanya
peningkatan kecenderungan terhadap limfoma Hodgkin (Rotter, 2011).
Selain faktor penurunan dan riwayat konsumsi obat, beberapa pendapat
menyatakan adanya hubungan antara Limfoma Hodgkin dengan genetik. Pendapat
lain mengatakan paparan terhadap karsinogen, khususnya di tempat kerja, dapat
meningkatkan risiko limfoma Hodgkin. Polutan lingkungan lainnya seperti pestisida,
herbisida dan berbagai virus juga memiliki peran
mengenai
limfonodi
servikal
bawah,
supraklavikular,
dan
mediastinal. Tipe ini ditandai oleh adanya sel lacunar varian sel RS, pita
kolagen yang membagi jaringan-jaringan limfoid menjadi nodul-nodul, serta
sel-sel neoplastik yang ditemukan dengan latar belakang polimorf sel-sel T
yang kecil, eosinophil, sel-sel plasma dan makrofag (Mitchell et al, 2009).
Tipe Selularitas Campuran
Bentuk ini disebut juga gejala B (demam dan penurunan berat badan) dan
berhubungan dengan stadium tumor lanjut. Tipe ini merupakan bentuk khusus
yang ditandai dengan menghilangnya limfonodi secara difus oleh infiltrate
seluler heterogen, termasuk limfosit kecil, eosinophil, sel plasma dan makrofag
beningna yang bercampur dengan sel neoplastic. Sel RS klasik dan variannya
biasanya berlimpah pada tipe ini (Mitchell et al, 2009).
Tipe Kaya Limfosit (Lymphocyte-Rich)
Page 4
Tipe ini jarang ditemukan.. Limfosit reaktif menyusun sebagian besar porsi
non-neoplastik pada infiltrate. Dalam kondisi yang berbeda, tipe ini menyerupai
tipe selularitas campuran (Mitchell et al, 2009).
Tipe Deplesi Limfosit
Varian yang jarang ini paling banyak dijumpai pada pasein dengan
imunosupresi, sangat berkaitan dengan EBV, dan mempunyai prognosis yang
lebih buruk disbanding subtype lain. Sel RS banyak dijumpai pada tipe ini,
sedangkan sel reaktif relative jarang (Mitchell et al, 2009).
Tipe Predominansi-Limfosit
Varian yang jaran gini meliputi 5% dari kasus. Sebagian besar pasien adalah
pria, biasanya berusia kurang dari 35 tahun, dengan limfadenopati aksilar atau
servikal. Tipe ini ditandai dengan menghilangnya limfonodi akibat infiltrate
nodular limfosit kecil yang bercampur dengan berbagai makrofag benigna dan
varian sel RS LH, sel RS klasik sangat sulit untuk ditemukan, sel lain seperti
eosinophil, neutrophil, serta sel plasma sangat langka atau tidak ada sama
sekali, dan terdapat bukti yang minim akan adanya nekrosis atau fibrosis
(Mitchell et al, 2009).
.c Gejala Klinis
Limfoma Hodgkin secara khas ditemukan dengan pembesaran limfonodi
yang tidak terasa nyeri (Mitchell et al, 2009). Limfadenopati ini biasanya memiliki
konsistensi rubbery dan tidak nyeri, terkadang ada pasien yang mengalami gejala B
(demam dan penurunan berat badan), hepatosplenomegali dan neuropati. Serta bisa
juga terdapat tanda-tanda obstruksi seperti edema ekstrimitas, sindrom vena cava
maupun kompresi medulla spinalis (Sumantri, 2007). Penentuan stadium secara
anatomic memiliki makna yang penting secara klinis. Pasien yang usianya lebih
muda dengan tipe histologic yang lebih baik cenderung ditemukan dengan stadium
klinis I atau II tanpa manifestasi sistematis. Sedangkan pasien dengan penyakit yang
sudah tersebar luas dan tipe selularitas campuran atau deplesi limfosit lebih banyak
masuk ke stadium III dan IV serta memilkiki gejala B (Mitchell et al, 2009).
.d Penentuan staging
Page 5
Penentuan staging sangat penting untuk terapi dan menilai prognosis. Staging
dilakukan menurut Costwolds (1990) yang dimodifikasi dari klasifikasi Ann Arbor
(1971).
Stadium I
Keterlibatan satu region kelenjar getah bening atau struktur jaringan limfoid
(limpa, timus, cincin waldeyer) atau keterlibatan 1 organ ekstralimfatik.
Stadium II
Keterlibatan lebih dari sama dengan 2 regio kelenjar getah bening pada sisi
diafragma yang sama (kelenjar hilus apabila terkena pada kedua sisi termasuk
stadium II), keterlibatan local 1 organ ekstranodal atau 1 tempat dan kelenjar
getah bening pada sisi diafragma yang sama. Jumlah region anatomi yang terlibat
ditulis dengan angka.
Stadium III
Keterlibatan region kelenjar getah bening pada kedua sisi diafragma, dapat
disertai lien, atau keterlibatan 1 organ ekstranodal atau keduanya. Stadium III 1
artinya dengan atau tanpa keterlibatan kelenjar getah bening splenik, hilar, seliak
atau portal. III2 artinya dengan keterlibatan kelenjar getah bening paraaorta,
iliaka dan mesenterika.
Stadium IV
Keterlibatan difus/diseminatan pada 1 atau lebih organ ekstranodal atau jaringan
dengan atau tanpa keterlibatan kelenjar getah bening.
Keterangan yang dicantumkan pada setiap stadium :
A
: Tanpa gejala
B
: Demam (suhu >38oC), keringat malam, penurunan berat badan
X
Page 6
(EFRT), dan Involved Field Radiotherapy. EFRT merupakan jenis radioterapi yang
meradiasi area tubuh secara luas, sedangkan IFRT hanya meradiasi pada bagian
yang terlibat Limfoma (Sumantri, 2006).
Selain EFRT, terdapat jenis radioterapi yang lain, yaitu Involved Field
Radiotheraphy (IFRT). IFRT hanya meradiasi pada bagian yang terlibat Limfoma
saja, sehingga diharapkan meminimalkan kejadian efek samping jangka panjang
pada penggunaan EFRT. Dengan modalitas terapi yang sama IFRT ditambah
kemoterapi regimen MOPP/ABV dibanding dengan EFRT saja menunjukkan angka
relaps-free survival atau angka kekambuhannya berbeda secara signifikan. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa kombinasi modalitas terapi adalah baku emas
yang baru bagi penderita Limfoma Hodgkin stadium I-II (Diehl et al, 2009).
Sedangkan untuk pasien dengan Limfoma Hodgkin stadium lanjut (IIB-IV)
terapinya menggunakan kemoterapi. Ada beberapa regimen kemoterapi yang telah
digunakan pada pengobatan Limfoma Hodgkin. Pada stadium lanjut dari Limfoma
Hodgkin, terapi yang disarankan adalah dengan menggunakan kemoterapi saja.
Terdapat beberapa regimen kemoterapi yang telah dipakai sebagai pengobatan dari
penyakit ini. Terapi pionir utama adalah MOPP. namun kurang puas dengan
hasilnya dan kemudian menemukan obat lain dengan tingkat angka kesembuhan
yang lebih baik lagi. Sehingga ditemukanlah regimen kedua kemoterapi yaitu
ABVD. Terapi ABVD sebagai alternative terapi dari MOPP. Kemudian teradapat
beberapa regimen baru yang telah banyak diteliti, diantaranya adalah Stanford V,
BEACOPP-baseline dan BEACOPP-escalated (Diehl et al, 2009).
Tabel 2. Regimen Kemoterapi Limfoma Hodgkin
Regimen
MOPP
Mechloretamine
Oncovin
Procarbazine
Prednisone
Dosis
(mg/m2)
Pemberian
Jadwal (hari)
IV
IV
PO
PO
1,8
1,8
1-14
1-14
Siklus
(hari)
21
6
1,4
100
40
Page 7
COPP
Cyclophosphamide
Oncovin
Procarbazine
Prednisone
ABVD
Adriamycin
Bleomycin
Vinblastine
Dacarbazine
Stanford V
Mechlorethamine
28
650
1,4
100
40
IV
IV
PO
PO
1,8
1,8
1-14
1-14
28
25
10
6
375
IV
IV
IV
IV
1,15
1,15
1,15
1,15
84
IV
Minggu 1,5,9
25
IV
Minggu
1,3,5,9,11
IV
Minggu
1,3,5,9,11
1,4
IV
Minggu
2,4,6,8,10,12
IV
Minggu
2,4,6,8,10,12
60 x 2
IV
Minggu 3,7,11
40
PO
Minggu
tapering
SC
Minggu 10-12
Bleomycin
10
IV
Etoposide
100
IV
1-3
25
IV
650
IV
1.4
IV
Adriamycin
Vinblastine
Vincristine
Bleomycin
Etoposide
Prednisone
G-CSF
1-9,
BEACOPP (baseline)
Adriamycin
(doxorubicin)
Cyclophospamide
Oncovin
(vincristine)
21
Page 8
Procarbazine
100
PO
1-7
Prednisone
40
PO
1-14
Bleomycin
10
IV
Etoposide
200
IV
1-3
35
IV
1250
IV
1.4
IV
100
PO
1-7
40
PO
1-14
SQ
8+
BEACOPP (escalated)
Adriamycin
(doxorubicin)
Cyclophospamide
Oncovin
(vincristine)
Procarbazine
Prednisone
G-CSF
21
BEACOPP-14
Bleomycin
10
IV
Etoposide
100
IV
1-3
25
IV
650
IV
1.4
IV
100
PO
1-7
40
PO
1-14
SQ
8-13
Adriamycin
(doxorubicin)
Cyclophospamide
Oncovin
(vincristine)
Procarbazine
Prednisone
G-CSF
II.2.2
21
yang dapat berasal dari limfosit B, limfosit T dan kadang (amat jarang) berasal dari
Biofarmasi dan Farmakokinetik
Page 9
sel NK (natural killer) yang berada dalam sistem limfe; yang sangat heterogen,
baik tipe histologis, gejala, perjalanan klinis, respon terhadap pengobatan, maupun
prognosis. LNH merupakan kumpulan penyakit keganasan heterogen yang
mempengaruhi sistem limfoid: 80% berasal dari sel B dan yang lain dari sel T. Pada
LNH sebuah sel limfosit berproliferasi secara tak terkendali yang mengakibatkan
terbentuknya tumor. Seluruh sel LNH berasal dari satu sel limfosit, sehingga semua
sel dalam tumor pasien LNH sel B memiliki imunoglobulin yang sama pada
permukaan selnya
Non-hodgkins lymphoma (NHL/LNH) adalah suatu keganasan primer
jaringan limfoid yang bersifat padat. Sel ganas pada NHL adalah sel limsosit yang
berada pada salah satu tingkat diferensiasinya dan berproliferasi secara banyak.
Dapat terjadi pada limfosit T maupun limfosit B (Reksidoputro, 1996). Menurut
golongan histologisnya limfoma dibagi atas 3 kelompok besar yaitu : LNH derajat
keganasan rendah, LNH derajat keganasan menengah, dan LNH derajat keganasan
tinggi.
LNH derajat keganasan rendah tidak harus diobati sedangkan LNH derajat
keganasan mencngah dan tinggi harus segera diobati karena dapat menimbulkan
kematian dalam beberapa bulan saja. Karena itu pcncntuan golongan histologis dan
stadium penyakit merupakan hal yang tcrpcnting dalam penatalaksanaan penderita
limfoma non-Hodgkin.
.a
Page 10
pula. Kelainan ini biasanya bisa dikontrol dengan kemoterapi oral. Seseorang
dengan limfoma derajat rendah, jaringan limfoid terkait mukosa, yang berbatasan
dengan lambung, dianggap terkait dengan infeksi Helicobacter pylori dan
memberikan respon terhadap antibiotik. Sampai saat ini, belum tersedia
penyembuhan limfoma derajat rendah. Harapan hidup median adalah 8 10
tahun, tetapi angka kematian bervariasi.
NHL derajat menengah dan tinggi
Penyakit-penyakit ini adalah penyakit yang agresif dengan onset dan
progresivitas yang cepat. Pasien dengan limfoma derajat sedang, jenis limfositiknodular, pada awalnya cenderung berada pada stadium yang lebih lanjut, dengan
sekitar 60 80 % insiden terkenanya sumsum tulang. Jaringan limfatik tonsilar
pada orofaring dan nasofaring (disebut cincin Waldeyer) juga merupakan tempat
yang diserang pada 15 30 % pasien. Limfoma Burkitt dan imunoblastik
merupakan limfoma derajat tinggi dan mempunyai kecenderungan mengenai
SSP. SSP juga merupakan daerah yang sering terkena pada pasien relaps dengan
penyakit stadium IV bersama daerah lain yang sebelumnya terkena. Meskipun
limfoma derajat sedang dan tinggi sangat agresif dan fatal tanpa pengobatan,
limfoma ini berespon terhadap kemoterapi dan berpotensi untuk sembuh. Dengan
kemoterapi intensif, 20 40 % pasien berusia < 60 tahun dapat sembuh. Sisanya
meninggal karena penyakit ini.
.b
Page 11
Barr virus (EBV) dan jenisnya beragam, mulai dari hiperplasia poliklonal sel B
hingga limfoma monoklonal.
Agen Infeksius: EBV DNA ditemukan pada 95% limfoma Burkitt endemik, dan
lebih jarang ditemukan pada limfoma Burkitt sporadik. Karena tidak pada semua
kasus limfoma Burkitt ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV terhadap
terjadinya limfoma Burkitt belum diketahui. Sebuah hipotesis menyatakan bahwa
infeksi awal EBV dan faktor lingkungan dapat meningkatkan jumlah prekursor
yang terinfeksi EBV dan meningkatkan resiko terjadinya kerusakan genetik.
EBV juga dihubungkan dengan posttransplant lymphoproliferative disorders
(PTLDs) dan AIDS-associated lymphomas.
Paparan Lingkungan dan Pekerjaan: Beberapa pekerjaan yang sering
dihubungkan dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan
pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik.
Diet dan Paparan Lainnya: Resiko LNH meningkat pada orang yang
mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena
paparan ultraviolet.
.c Gejala Limfoma Non-Hodgkin (LNH/NHL)
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di
suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan) atau di seluruh tubuh.
Kelenjar membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Pada
anak-anak, gejala awalnya adalah masuknya sel-sel limfoma ke dalam sumsum
tulang, darah, kulit, usus, otak dan tulang belakang; bukan pembesaran kelenjar
getah bening. Masulknya sel limfoma ini menyebabkan anmeia, ruam kulit dan
gejala neurologis (misalnya kelemahan dan sensasi yang abnormal). Biasanya yang
membesar adalah kelenjar getah bening di dalam, yang menyebabkan:
-
Page 12
Gejala
Penyebab
Kemungkinan
timbulnya gejala
Gangguan pernafasan
Pembengkakan wajah
bening di dada
Sembelit berat
bening di perut
Diare
halus
Malabsorbsi
Pengumpulan cairan di
sekitar paru-paru
(efusi pleura)
Daerah kehitaman dan
10-20%
Penyebaran
Demam
seluruh tubuh
limfoma
ke 50-60%
pencernaan
darah merah)
Penghancuran
merah
oleh
darah
limpa
yang
sel
darah
Page 13
(anemia
hemolitik)
sumsum
obat
atau
terapi
penyinaran
Mudah terinfeksi oleh
Penyebaran
ke
sumsum 20-30%
bakteri
menyebabkan
berkurangnya
pembentukan
antibodi
.d
merencanakan pengobatan yang terbaik. Tahapan ini berdasarkan lokasi tempat selsel limfoma ditemukan (di kelenjar getah bening atau di organ atau jaringan lain) dan
jangkauan area yang terkena. Tahapan limfoma non-Hodgkin adalah sebagai berikut:
Stadium I: Sel-sel limfoma berada dalam satu kelompok kelenjar getah bening
(misalnya di leher atau di ketiak). Atau, jika sel-sel abnormal itu tidak berada
dalam kelenjar getah bening, tapi hanya pada satu bagian jaringan atau organ
tubuh saja (misalnya di paru-paru, tapi tidak di hati atau di sumsum tulang).
Stadium II: Sel-sel limfoma berada sekurangnya di dua kelompok kelenjar getah
bening, pada sisi diafragma yang sama (baik di atas atau di bawah). Atau, sel-sel
limfoma ini berada di organ tubuh dan di kelenjar getah bening di sekitarnya
(pada sisi yang sama seperti diafragma) Mungkin ada sel-sel limfoma di
kelompok kelenjar getah bening yang lain di sisi diafragma yang sama.
Page 14
Stadium III: Limfoma terdapat dalam kelompok kelenjar getah bening di atas
dan di bawah diafragma. Juga dapat ditemukan di organ atau di jaringan di
sekitar kelompok kelenjar getah bening ini.
Stadium IV: Limfoma ini berada di seluruh satu organ atau jaringan (selain di
kelenjar getah bening). Atau, berada dalam hati, darah, atau sumsum tulang.
.e
bening. Untuk menemukan pengobatan yang tepat atau pun memprediksi hasilnya,
para dokter pertama-tama harus menemukan sel getah bening mana yang diserang
limfoma. Langkah pertama adalah dengan mengambil sampel jaringan (biopsi) yang
terkena limfoma untuk dianalisa. Sel itu kemudian diberi pewarna khusus dan diamati
melalui mikroskop untuk membandingkan ukuran dan bentuk sel serta penampakan
nukleus dan sitoplasmanya. Sel itu digolong-golongkan dalam beberapa tingkatan
yaitu: tingkat rendah untuk penyebaran yang lambat, tingkat sedang untuk
penyebaran yang agak cepat dan tingkat tinggi untuk penyebaran yang sangat cepat.
Diagnosa dikuatkan dengan CT-scan (computerized tomography scan) dan gambar
MRI (magnetic resonance imaging).
NHL bisa menyerang berbagai organ tubuh. Seseorang dengan HIV
berkemungkinan lebih besar mengalami limfoma pada lebih dari satu organ tubuh.
Ronsen dada akan memperlihatkan apakah paru-paru juga terkena. Biopsi sumsum
tulang berguna untuk mengetahui apakah limfoma itu menjalar ke sumsum tulang,
tempat produksi sel darah merah dan sel darah putih caranya ialah dengan mengambil
sedikit sumsum tulang, yang kemudian diamati dengan mikroskop untuk melihat adatidaknya ketidaknormalan sel. Yang terakhir, gambaran beberapa ronsen khusus dapat
berguna untuk melihat struktur kelenjar getah bening yang membengkak dan
memeriksa suplai darah dan getah bening pada kelenjar tersebut. Proses ini disebut
lymphangiography, memerlukan cairan berwarna biru yang dapat terlihat dengan
sinar X. cairan itu disuntikkan pada pembuluh darah di antara jari kaki dan kemudian
Page 15
dengan menggunakan sinar X akan terlihat gambaran kelenjar getah bening ketika
cairan itu melewatinya.
.f Terapi Limfoma Non-Hodgkin (LNH/NHL)
Kemoterapi ialah pengobatan dengan menggunakan obat-obatan. Kemoterapi
terutama diberikan untuk limfoma jenis derajat keganasan sedang-tinggi dan pada
stadium lanjut.
1) Radiasi.
Radiasi dosis tingi bertujuan untuk membunuh sel kanker dan mengecilkan
ukuran tumor. Terapi radiasi umumnya diberikan untuk limfoma derajat rendah
dengan stadium awal. Namun kadang-kadang dikombinasikan dengan kemoterapi
pada limfoma dengan derajat keganasan sedang atau untuk terapi tempat tertentu,
seperti di otak.
Digunakan dua jenis terapi radiasi bagi penderita limfoma:
Radiasi eksternal: Sebuah mesin besar akan mengarahkan sinar ke bagian
tubuh di mana sel-sel limfoma terkumpul. Terapi ini bersifat lokal karena
hanya mempengaruhi sel-sel di area yang diobati saja. Sebagian besar
penderita pergi ke rumah sakit atau klinik untuk dirawat 5 hari dalam
seminggu, selama beberapa minggu.
Radiasi sistemik: Beberapa penderita limfoma akan mendapat suntikan
bahan radioaktif yang akan mengalir ke seluruh tubuh. Bahan radioaktif itu
akan terikat pada antibodi yang menargetkan dan menghancurkan sel-sel
limfoma
2) Transplantasi sel induk
Terutama jika akan diberikan kemoterapi dosis tinggi, yaitu pada kasus
kambuh. Terapi ini umumnya digunakan untuk limfoma derajat sedang-tinggi yang
kambuh setelah terapi awal pernah berhasil. Orang dengan limfoma yang kambuh
dapat memperoleh transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi sel induk yang
membentuk darah memungkinkan orang mendapatkan kemoterapi dosis tinggi,
terapi radiasi, atau keduanya. Kemoterapi dosis tinggi ini akan menghancurkan
sel-sel limfoma sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian,
pasien akan mendapatkan sel-sel induk yang sehat melalui tabung fleksibel yang
dipasang di pembuluh darah balik besar di area dada atau leher. Sel-sel darah yang
Biofarmasi dan Farmakokinetik
Page 16
baru akan tumbuh dari sel-sel induk hasil transplantasi ini. Tranplantasi sel induk
dilakukan di rumah sakit. Sel-sel induk ini bisa didapatkan dari pasien sendiri
3) Observasi
Jika limfoma bersifat lambat dalam pertumbuhan, maka dokter mungkin
akan memutuskan untuk observasi saja. Limfoma yang tumbuh lambat dengan
gejala yang ringan mungkin tidak memerlukan terapi selama satu tahun atau lebih.
4) Terapi biologi.
Satu-satunya terapi biologi yang diakui oleh Food and Drug
Administration (FDA) Amerika Serikat saat ini adalah rituximab. Rituximab
merupakan suatu antibody monoclonal yang membantu system imun mengenali
dan menghancurkan sel kanker. Umumnya diberikan secara kombinasi dengan
kemoterapi atau dalam radioimunoterapi.
5) Radioimunoterapi.
Merupakan terapi terkini untuk limfoma non-Hodgkin. Obat yang telah
mendapat pengakuan dari FDA untuk radioimunoterapi adalah ibritumomab dan
tositumomab. Terapi ini menggunakan antibody monoclonal bersamaan dengan
isotop radioaktif. Antibodi tersebut akan menempel pada sel kanker dan radiasi
akan mengahancurkan sel
6) Kemoterapi
Kemoterapi menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker.
Terapi ini disebut terapi sistemik karena obat akan mengalir di sepanjang aliran
darah. Obat dapat mencapai sel-sel kanker di hampir seluruh bagian tubuh.
Kemoterapi dapat malalui mulut, melalui pembuluh darah balik, atau di
ruang antara sumsum tulang belakang. Pengobatan biasanya berupa rawat jalan,
baik di rumah sakit/klinik atau di rumah. Beberapa pasien harus menginap di
rumah sakit selama pengobatan untuk mendapatkan pengamatan yang seksama.
Jika pasien menderita limfoma di lambung akibat infeksi Helikobaktor,
dokter dapat mengobati limfoma ini dengan antibiotika. Setelah infeksi sudah
disembuhkan, kanker mulai dapat diobati.
Page 17
Sediaan
Obat
Keterangan
Obat tunggal
Klorambusil
Siklofosfamid
mengurangi gejala
CVP (COP)
Siklofosfamid
Vinkristin
(onkovin)
Prednison
kelenjar getah
mengurangi
respon
gejala.
yang
Memberikan
lebih
cepat
Siklofosfamid
Doksorubisin
menengah
(adriamisin)
tingkat tinggi
&
beberapa
limfoma
Vinkristin
(onkovin)
Prednison
C-MOPP
Siklofosfamid
Vinkristin
menengah
(onkovin)
tingkat
Prokarbazin
Prednison
&
beberapa
limfoma
tinggi
Metotreksat
Bleomisin
dari
Doksorubisin
(adriamisin)
paru-paru
CHOP
&
&
memerlukan
ginjal
Page 18
Siklofosfamid
Kelebihan
Vinkristin
CHOP
lainnya
menyerupai
ProMACE
bergantian
(onkovin)
Deksametason
ProMACE/CytaBOM
Prokarbazin
Sediaan
Metotreksat
dengan
Doksorubisin
Kelebihan
(adriamisin)
CHOP
CytaBOM
lainnya
menyerupai
Siklofosfamid
Etoposid
bergantian
dengan
Sitarabin
Bleomisin
Vinkristin
(onkovin)
Metotreksat
MACOP-B
Metotreksat
Kelebihan
utama
Doksorubisin
(adriamisin)
Kelebihan
Siklofosfamid
CHOP
lainnya
adalah
waktu
menyerupai
Vinkristin
(onkovin)
Prednison
Bleomisin
BAB III
PEMBAHASAN
Page 19
Laki-laki, umur 29 tahun, datang dengan keluhan benjolan di leher kiri yang
diketahui 3 bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien mengaku bahwa awalnya
benjolan sebesar telur puyuh, makin lama dirasakan makin membesar. Benjolan ini tidak
nyeri. Pasien juga mengeluhkan sulit menelan sejak 3 bulan sebelum masuk rumah
sakit. Sebelumnya, pasien berobat ke Poli THT dan oleh Dokter didiagnosa sementara
dengan Karsinoma Nasofaring. Oleh dokter, kepada pasien disarankan untuk dilakukan
biopsi (FNAB). Seminggu kemudian, pasien kontrol ulang dan membawa hasil biopsi,
dengan kesimpulan suatu Hodgkin Limfoma. Kemudian, disarankan untuk dilakukan
trakeostomi. Mual dan muntah tidak dikeluhkan. BAB tidak ada keluhan. Berkeringat
malam tidak ada. Riwayat kejang dan demam disangkal. Riwayat merokok dan minum
alkohol disangkal. Riwayat penurunan berat badan disangkal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan ada benjolan di leher kiri ukuran 9x6x2 cm,
terpasang trakeostomi.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan dalam batas normal. Dari hasil FNAB a.r
Colli Sinistra didapatkan kesimpulan suatu Hodgkins Lymphoma stadium III B
Medikamentosa
Kemoterapi kombinasi dengan ABVD
Nama obat
Adriamycin (Doxorubicyn)
Blenamax
Vinblastine
Dakarbazine
Dosis
25 mg/m2
10.000 unit/m2
6 mg/m2
375 mg/m2
Biofarmasi
Farmakokinetik
Pembahasan
(sediaan obat)
Doxorubicin (iv)
Injeksi iv bekerja
Setelah injeksi
25 mg/m2
dosis 25 mg/m2
dacarbazine, cobalah
memperlambat infus
Page 20
Blenamax (iv)
Dosis 20 sampai 25
didistribusikan ke
mg per m2 diberikan
termasuk paru-paru,
Rejimen 20 mg per
ginjal. Terjadi
program berikutnya.
metabolisme di hati
mingguan dapat
digunakan
termasuk metabolite
doxorubicin
Plasma mengikat
pengurangan dosis
protein. Enzim
bleomycin juga
bleomycin terjadi
degradasi, terutama
mL / menit.
dosis yang
dikeluarkan
bleomycin sebagian
Ini berarti
menghilangkan
dalam urin ,
biphasic: half-lives
pengurangan dosis
pertimbangan pada
telah dilaporkan
pasien dengan
secara berturut-turut
gangguan ginja
setelah melalui
bolus .Setelah
sebelumnya mungkin
lebih lama dan terus
Page 21
Injeksi iv secara
plasenta .
Bekerja cepat setelah
Vinblastine dapat
disuntikan melalui
menyebabkan neuropati
darah dan
perifer
ke 1 sampai hari ke
didistribusikan ke
15.
dan akan
berkonsentrasi pada
keping-keping darah.
Ini adalah protein
yang terikat secara
luas .Vinblastine
terjadi metabolisme
dalam hati , sitokrom
oleh p450 isoenzymes
Page 22
Dakarbazine (iv)
Dacarbazin diberikan
dari rute iv. Injeksi
mungkin diberikan
setelah 1-2 menit.
Penyusunan ulang
larutan dapat
diencerkan dengan
300 ml 5% glukosa
atau 0.9% sodium
klorida dan berikan
infus 15-30 menit
kemudian. Dengan
dosis 375 mg mg/m2
i.v hari 1 dan 15
kadang-kadang dapat
waktu sekitar 20
dikurangi dengan
dilaporkan adalah
distribusi adalah
Page 23
Page 24
Pembahasan : Limfoma sangat sensitif terhadap kemoterapi, dan lisis tumor besar
kemungkinan terjadi pada awal kemoterapi. Hal ini dapat menghasilkan
sejumlah besar asam urat yang tidak larut,yang mampu mempercepat dalam
ginjal, menyebabkan kerusakan ginjal
Saran : Untuk mencegah hal ini, dapat diberikan Allopurinol 300 mg sekali sehari harus
dimulai sehari sebelum memulai terapi sitotoksik dan
terus selama ada beban tumor signifikan
Page 25
Biofarmasi
Farmakokinetik
(sediaan obat)
Siklofosfamid IV dalam regimen kombinasi 250- Siklofosfamid
Pembahasan
Alopecia
75 mg/m2
(IV)
gastrointestinal
dengan
diberikan
bioavailabilitas lebih
tentunya
pada
secara luas
pemberian
dosis
didistribusi dalam
tinggi. Perontokan
setelah 3 minggu
mengalami aktivasi
dari
melalui pencampuran
kembali
kelihatan
pertama adalah 4-
setelah
dapat
pada
terjadi
pengobatan
biasanya
jelas
3
hidroxicisiklifosfamid bahkan
bulan,
dengan
dan tautomer
melanjutkan
asicliknya,
pengobatan.
alfosfamid, yang
Hiperpigmentasi
Page 26
keduanya mengalami
pada
kulit,
metabolisme;
biasanya
yang
aldofosfamid dapat
terdapat
pada
menjadi aktif
telah dilaporkan.
fosforamid mustard.
Mual
dan
Acrolien juga
muntah
secara
dihasilkan dan
mungkin bertanggung
dapat
dengan profilaktis
saluran kemih.
antiemetik.
Siklofosfamid secara
Mukositis
utama diekskresi di
juga terjadi.
dikurangi
dapat
urin, sebagai
metabolit dan
beberapa tidak
mengubah obat. Dia
melewati plasenta dan
ditemukan di ASI
doxorubicin
Doxorubicin terikat
50 mg/m2
adalah masalah
day 1
selama pemberian
(IV)
dacarbazine,
cobalah
memperlambat
infus (memberikan
digunakan
obat selama
di jantung, ginjal,
periode 60 - 120
Page 27
menit) dan
besar untuk
empedu. Secara
program
keseluruhan sekitar
berikutnya.
Depresi
vincristine
kebingungan,
didistribusikan
paralisis
(IV)
dengan cepat di
kranial,
tidak direkomendasikan.
berbagai jaringan,
sakit
konsentrasi yang
insomnia, kesulitan
Vincristine
SSP,
saraf
demam,
kepala,
motorik,
seizure.Intratekal
serebrospinal,
vinkristin seragam
secara
menyebabkan
kematian;
vinkristin
Page 28
tidak
darah otak.
boleh
diberikan
imetabolisme di hati,
konsentrasi tertinggi
1>10%:
dalam empedu,
dermatologi :
terutama dengan
alopesia (20% -
70%).
sampai 16%
analogsintetiknya
100 mg day 1
(pilokarpin) pada
pendek peradangan
(oral)
pemberian oral di
di mata.
sehari.
Mual, dyspepsia,
Penekanan jangka
dalam pengelolaan
reaksi hipersensitif
kondisi peradangan
termasuk
anafilaksis.
system kekebalan
tubuh memainkan
peran penting.
Page 29
BAB IV
PENUTUP
.1
Kesimpulan
Limfoma merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel
limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit. Ada dua jenis limfoma maligna
yaitu Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-Hodgkin (LNH)
Nasib obat dalam tubuh yang diberikan pada pasien limfoma melalui intravena
ini tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk ke dalam vena, onset of action
cepat, efisien, bioavailabilitas 100 %
Limfoma sangat sensitif terhadap kemoterapi, dan lisis tumor besar kemungkinan
terjadi pada awal kemoterapi. Hal ini dapat menghasilkan sejumlah besar asam
urat yang tidak larut,yang mampu mempercepat dalam ginjal, menyebabkan
kerusakan ginjal
Page 30
DAFTAR PUSTAKA
Kara, Murat, Murat Ozkan dan Serpir Dizbay Sak, Primary Pulmonary Non-Hodgkins
Lymphoma. Jurnal of Ankara Medical School Vo. 24, No.4, 2002.
Mansjoer A, Triyanti, Savitri R, et al. Kapita selekta kedokteran. Jilid I. Edisi ketiga.
Jakarta:Media Aesculapius FKUI, 1999.
Park YM., et al, 2007, Non-Hodgkins Lyphoma of The Sphenoid Sinus Presenting As Isolated
Oculomotor Nerve Palsy. World Journal of Surgical Oncology.
Patte C. 1997 , Non Hodgkins Lymphoma. Dalam Pinkerton CR and Plowman PN penyunting.
Paediatric Oncology. Edisi ke-2. London; Chapman & Hall Medical;: 278-295
Price SA, Wilson LM. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC, Jakarta.
Reksidoputro H., 1996, limfoma Malignum Non-Hogkin in Ilmu penyakit Dalam, Balai
Penerbit FKUI , Jakarta.
Santoso M, Krisifu C. Diagnostik dan Penatalaksanaan Limfoma Non-Hodgkin. Jakarta: Dexa
Media, 2004; 143-146.
Shike M (1996): Nutrition therapy for the Cancer Patient. In: Hamatology / Oncology Clinic of
North America 10 Number 1, pp 221 334.
Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1990.
Sumantri, Rachmat. 2006. Penyakit Hodgkin dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Jakarta : Interna Publishing.
Rotter, Kimberly. 2011. Hodgkin's Disease Causes: Genetic & Viral.
Page 31
Mitchell, Richard N. Kumar, Vinay. Abbas, Abul K. Fausto, Nelson. 2009. Robbins &
Cotran Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Edisi 7. Jakarta : EGC.
Kumar, Vinay. Cotran, Ramzi S. Robbins, Stanley L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins
Volume 2 Edisi 7. Jakarta : EGC.
National Cancer Institute. 2007. What You Need To Know About Lymphoma Hodgkin.
Rockville : National Institute of Health.
Batlevi, Connie Lee. Younes, Anas. 2013. Novel Therapy for Hodgkin Lymphoma. New
York : American Society of Hematology.
Diehl, Voker. Klimm, Beate. Re, Daniel. 2009. Hodgkin Lymphoma : Clinical
Manifestations, Staging and Therapy in Hematology Basic Principles and
Practice. Philadelphia : Churchill Livingstone Elsevier.
Page 32