Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Limfoma atau kanker getah bening merupakan bentuk paling umum dari
keganasan hematologi, atau "kanker darah", di negara maju. Secara bersama-sama,
limfoma merupakan 5,3% dari semua kanker (termasuk sel basal dan kanker sel
sederhana skuamosa kulit) di Amerika Serikat, dan 55,6% dari semua kanker darah.

Yang dimaksud kanker getah bening atau limfoma adalah kanker ganas yang
berkaitan dengan sistem limfatik. Sistem limfatik merupakan bagian penting dari
sistem kekebalan tubuh dan bertugas dalam membentuk pertahanan alamiah tubuh
melawan infeksi dan kanker. Cairan limfatik sendiri adalah cairan putih menyerupai
susu yang mengandung protein lemak dan limfosit yang semuanya mengalir ke
seluruh tubuh lewat pembuluh limfatik.Limfoma (kanker kelenjar getah bening)
merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti
sel B, sel T dan histiosit sehingga muncul istilah limfoma malignum (maligna =
ganas)

Pada abad ke-19 dan abad ke-20, penyakit ini disebut penyakit Hodgkin
karena ditemukan oleh Thomas Hodgkin tahun 1832. Terdapat banyak tipe limfoma,
dalam garis besar limfoma dibagi dalam 4 bagian, diantaranya limfoma Hodgkin
(LH), limfoma non-Hodgkin (LNH), Histiositosis X, dan Mycosis Fungoides. Dalam
praktek, yang dimaksud limfoma adalah LH dan LNH, sedangkan Histiositosis X
dan Mycosis Fungoides sangat jarang ditemukan.

Pada umumnya, pengobatan pada penyakit limfoma baik Limfoma Hodgkin


maupun Limfoma non Hodgkin yaitu melalui pemberian secara intravena. Walaupun

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 1


pada penyakit Limfoma non Hodgkin ada juga yang pemberiannya melalui oral.
Nasib obat dalam tubuh yang diberikan pada pasien limfoma melalui intravena ini
tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk ke dalam vena, “onset of action” cepat,
efisien, bioavailabilitas 100 %, baik untuk obat yang menyebabkan iritasi kalau
diberikan dengan cara lain, biasanya berupa infus kontinu untuk obat yang waktu-
paruhnya (t1/2) pendek). Penggunaan obat melalui intravena ini didasarkan atas fasa
biofarmasetika, yaitu fase dimana semua hal yang terkait dengan pengaruh-pengaruh
pembuatan sediaan terhadap kegiatan terapeutik obat

I.2 Tujuan

a. Untuk mengetahui bagaimana penyakit Limfoma


b. Untuk dapat membedakan klasifikasi dari penyakit Limfoma, yaitu Limfoma
Hodgkin dan Limfoma non-Hodgkin
c. Untuk dapat menjelaskan bagaimana biofarmasetik dan farmakokinetik dari
kasus yang terjadi pada penyakit Limfoma Hodgkin dan Limfoma non-Hodgkin

I.3 Manfaat

Agar dapat menambah wawasan dan pengetahuan dari segi biofarmasetika


dan farmakokinetik kliniknya terhadap pengobatan pada penyakit Limfoma

I.4 Permasalahan

Menangani kasus dari dua kasus yang disajikan yaitu kasus Limfoma
Hodgkin dan kasus Limfoma non Hodgkin serta menjelaskan bagaimana biofarmasi
dan farmakokinetiknya

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 2


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Limfoma

Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk


keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan
histiosit sehingga muncul istilah limfoma maligna (maligna = ganas). Ironisnya,
pada orang sehat sistem limfatik tersebut justru merupakan komponen sistem
kekebalan tubuh. Ada dua jenis limfoma maligna yaitu Limfoma Hodgkin (HD) dan
Limfoma non-Hodgkin (LNH)

II.2 Jenis-jenis Limfoma

II.2.1 Limfoma Hodgkin

Merupakan jenis limfoma yang ditandai dengan pembesaran kelenjar getah


bening dan limpa tanpa disertai rasa sakit. Kanker ini sangat progresif pada beberapa
jaringan limfoid dan pertumbuhan abnormal sel yang terjadi secara cepat. Pada
Limfoma Hodgkin ditemukan adanya sel raksasa yang disebut sel Reed-Sternberg.

Modalitas terapi atau ragam pilihan terapi pada penyakit Limfoma Hodgkin
ini terdapat beberapa pilihan, diantaranya kemoterapi, radioterapi, kombinasi kedua
terapi tersebut atau bagi kasus yang kambuh-kambuhan dapat menggunakan metode
transplantasi stem cell atau cangkok sumsum tulang (National Cancer Institute,
2007).

.a Etiologi
Penyebab penyakit Hodgkin masih belum dapat dipastikan. Namun ada
beberapa faktor yang mungkin berkaitan dengan penyakit ini. Berikut ini adalah hal-
hal yang memiliki kaitan dengan penyakit Hodgkin. Adanya kemungkinan penyakit

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 3


ini disebabkan oleh infeksi virus Epstein-Barr. Sebab beberapa dari penderita
Hodgkin diketahui telah terinfeksi virus ini. Sementara itu pada penggunaaan obat,
terutama obat imunosupresan untuk kasus transplantasi menunjukkan adanya
peningkatan kecenderungan terhadap limfoma Hodgkin (Rotter, 2011).
Selain faktor penurunan dan riwayat konsumsi obat, beberapa pendapat
menyatakan adanya hubungan antara Limfoma Hodgkin dengan genetik. Pendapat
lain mengatakan paparan terhadap karsinogen, khususnya di tempat kerja, dapat
meningkatkan risiko limfoma Hodgkin. Polutan lingkungan lainnya seperti pestisida,
herbisida dan berbagai virus juga memiliki peran dalam peningkatan insidensi
limfoma hodgkin (Rotter, 2011).
.b Klasifikasi Limfoma Hodgkin
Ada lima subtype Limfoma Hodgkin dalam klasifikasi WHO. Sel-sel RS
pada subtype sclerosis nodular, selularitas campuran, kaya limfosit dan deplesi
limfosit memiliki imunofenotipe yang sama dan semuanya disertai dengan infeksi
virus Epstein-Barr. Subtype ini dikelompokkan menjadi satu yaitu Limfoma
Hodgkin Klasik untuk membedakannya dari subtype dominan limfosit yang langka.
 Tipe Sklerosis Nodular
Limfoma ini secara khas mengenai remaja atau dewasa muda. Tipe ini
cenderung mengenai limfonodi servikal bawah, supraklavikular, dan
mediastinal. Tipe ini ditandai oleh adanya sel lacunar varian sel RS, pita
kolagen yang membagi jaringan-jaringan limfoid menjadi nodul-nodul, serta
sel-sel neoplastik yang ditemukan dengan latar belakang polimorf sel-sel T
yang kecil, eosinophil, sel-sel plasma dan makrofag (Mitchell et al, 2009).
 Tipe Selularitas Campuran
Bentuk ini disebut juga gejala B (demam dan penurunan berat badan) dan
berhubungan dengan stadium tumor lanjut. Tipe ini merupakan bentuk khusus
yang ditandai dengan menghilangnya limfonodi secara difus oleh infiltrate
seluler heterogen, termasuk limfosit kecil, eosinophil, sel plasma dan makrofag
beningna yang bercampur dengan sel neoplastic. Sel RS klasik dan variannya
biasanya berlimpah pada tipe ini (Mitchell et al, 2009).
 Tipe Kaya Limfosit (Lymphocyte-Rich)

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 4


Tipe ini jarang ditemukan.. Limfosit reaktif menyusun sebagian besar porsi
non-neoplastik pada infiltrate. Dalam kondisi yang berbeda, tipe ini menyerupai
tipe selularitas campuran (Mitchell et al, 2009).
 Tipe Deplesi Limfosit
Varian yang jarang ini paling banyak dijumpai pada pasein dengan
imunosupresi, sangat berkaitan dengan EBV, dan mempunyai prognosis yang
lebih buruk disbanding subtype lain. Sel RS banyak dijumpai pada tipe ini,
sedangkan sel reaktif relative jarang (Mitchell et al, 2009).
 Tipe Predominansi-Limfosit
Varian yang jaran gini meliputi 5% dari kasus. Sebagian besar pasien adalah
pria, biasanya berusia kurang dari 35 tahun, dengan limfadenopati aksilar atau
servikal. Tipe ini ditandai dengan menghilangnya limfonodi akibat infiltrate
nodular limfosit kecil yang bercampur dengan berbagai makrofag benigna dan
varian sel RS LH, sel RS klasik sangat sulit untuk ditemukan, sel lain seperti
eosinophil, neutrophil, serta sel plasma sangat langka atau tidak ada sama
sekali, dan terdapat bukti yang minim akan adanya nekrosis atau fibrosis
(Mitchell et al, 2009).
.c Gejala Klinis
Limfoma Hodgkin secara khas ditemukan dengan pembesaran limfonodi
yang tidak terasa nyeri (Mitchell et al, 2009). Limfadenopati ini biasanya memiliki
konsistensi rubbery dan tidak nyeri, terkadang ada pasien yang mengalami gejala B
(demam dan penurunan berat badan), hepatosplenomegali dan neuropati. Serta bisa
juga terdapat tanda-tanda obstruksi seperti edema ekstrimitas, sindrom vena cava
maupun kompresi medulla spinalis (Sumantri, 2007). Penentuan stadium secara
anatomic memiliki makna yang penting secara klinis. Pasien yang usianya lebih
muda dengan tipe histologic yang lebih baik cenderung ditemukan dengan stadium
klinis I atau II tanpa manifestasi sistematis. Sedangkan pasien dengan penyakit yang
sudah tersebar luas dan tipe selularitas campuran atau deplesi limfosit lebih banyak
masuk ke stadium III dan IV serta memilkiki gejala B (Mitchell et al, 2009).
.d Penentuan staging

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 5


Penentuan staging sangat penting untuk terapi dan menilai prognosis. Staging
dilakukan menurut Costwolds (1990) yang dimodifikasi dari klasifikasi Ann Arbor
(1971).
 Stadium I
Keterlibatan satu region kelenjar getah bening atau struktur jaringan limfoid
(limpa, timus, cincin waldeyer) atau keterlibatan 1 organ ekstralimfatik.
 Stadium II
Keterlibatan lebih dari sama dengan 2 regio kelenjar getah bening pada sisi
diafragma yang sama (kelenjar hilus apabila terkena pada kedua sisi termasuk
stadium II), keterlibatan local 1 organ ekstranodal atau 1 tempat dan kelenjar
getah bening pada sisi diafragma yang sama. Jumlah region anatomi yang terlibat
ditulis dengan angka.
 Stadium III
Keterlibatan region kelenjar getah bening pada kedua sisi diafragma, dapat
disertai lien, atau keterlibatan 1 organ ekstranodal atau keduanya. Stadium III 1
artinya dengan atau tanpa keterlibatan kelenjar getah bening splenik, hilar, seliak
atau portal. III2 artinya dengan keterlibatan kelenjar getah bening paraaorta,
iliaka dan mesenterika.
 Stadium IV
Keterlibatan difus/diseminatan pada 1 atau lebih organ ekstranodal atau jaringan
dengan atau tanpa keterlibatan kelenjar getah bening.
Keterangan yang dicantumkan pada setiap stadium :
A : Tanpa gejala
B : Demam (suhu >38oC), keringat malam, penurunan berat badan
>10% dalam waktu 6 bulan sebelumnya
X : Bulky disease (pembesaran mediastinum >1/3, adanya massa kelenjar
dengan diameter maksimal 10cm
E : Keterlibatan 1 organ ekstranodal yang contiguous atau proksimal
terhadap region kelenjar getah bening
CS : Clinical stage
PS : Pathologic stage (misalnya ditentukan pada laparotomy)
.e Penatalaksanaan
Ada beberapa modalitas terapi dari Limfoma Hodgkin, yaitu, radioterapi dan
kemoterapi. Penggunaan dari kedua pengobatan tersebut sangat dipengaruhi oleh
stadium penyakitnya sendiri. Pada radioterapi meliputi Extended Field Radiotherapy

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 6


(EFRT), dan Involved Field Radiotherapy. EFRT merupakan jenis radioterapi yang
meradiasi area tubuh secara luas, sedangkan IFRT hanya meradiasi pada bagian
yang terlibat Limfoma (Sumantri, 2006).
Selain EFRT, terdapat jenis radioterapi yang lain, yaitu Involved Field
Radiotheraphy (IFRT). IFRT hanya meradiasi pada bagian yang terlibat Limfoma
saja, sehingga diharapkan meminimalkan kejadian efek samping jangka panjang
pada penggunaan EFRT. Dengan modalitas terapi yang sama IFRT ditambah
kemoterapi regimen MOPP/ABV dibanding dengan EFRT saja menunjukkan angka
relaps-free survival atau angka kekambuhannya berbeda secara signifikan. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa kombinasi modalitas terapi adalah baku emas
yang baru bagi penderita Limfoma Hodgkin stadium I-II (Diehl et al, 2009).
Sedangkan untuk pasien dengan Limfoma Hodgkin stadium lanjut (IIB-IV)
terapinya menggunakan kemoterapi. Ada beberapa regimen kemoterapi yang telah
digunakan pada pengobatan Limfoma Hodgkin. Pada stadium lanjut dari Limfoma
Hodgkin, terapi yang disarankan adalah dengan menggunakan kemoterapi saja.
Terdapat beberapa regimen kemoterapi yang telah dipakai sebagai pengobatan dari
penyakit ini. Terapi pionir utama adalah MOPP. namun kurang puas dengan
hasilnya dan kemudian menemukan obat lain dengan tingkat angka kesembuhan
yang lebih baik lagi. Sehingga ditemukanlah regimen kedua kemoterapi yaitu
ABVD. Terapi ABVD sebagai alternative terapi dari MOPP. Kemudian teradapat
beberapa regimen baru yang telah banyak diteliti, diantaranya adalah Stanford V,
BEACOPP-baseline dan BEACOPP-escalated (Diehl et al, 2009).

Tabel 2. Regimen Kemoterapi Limfoma Hodgkin

Dosis Siklus
Regimen Pemberian Jadwal (hari)
(mg/m2) (hari)
MOPP 21
Mechloretamine 6 IV 1,8
Oncovin 1,4 IV 1,8
Procarbazine 100 PO 1-14
Prednisone 40 PO 1-14

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 7


COPP 28
Cyclophosphamide 650 IV 1,8
Oncovin 1,4 IV 1,8
Procarbazine 100 PO 1-14
Prednisone 40 PO 1-14
ABVD 28
Adriamycin 25 IV 1,15
Bleomycin 10 IV 1,15
Vinblastine 6 IV 1,15
Dacarbazine 375 IV 1,15
Stanford V 84
Mechlorethamine
6 IV Minggu 1,5,9
Adriamycin
Minggu
25 IV
1,3,5,9,11
Vinblastine
Minggu
6 IV
1,3,5,9,11
Vincristine Minggu
1,4 IV
2,4,6,8,10,12
Bleomycin
Minggu
5 IV
2,4,6,8,10,12
Etoposide
60 x 2 IV Minggu 3,7,11
Prednisone Minggu 1-9,
40 PO
tapering
G-CSF
- SC Minggu 10-12
BEACOPP (baseline)

Bleomycin 10 IV 8 21
Etoposide 100 IV 1-3
Adriamycin
25 IV 1
(doxorubicin)
Cyclophospamide 650 IV 1
Oncovin
1.4 IV 8
(vincristine)

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 8


Procarbazine 100 PO 1-7
Prednisone 40 PO 1-14
BEACOPP (escalated)
Bleomycin 10 IV 8 21
Etoposide 200 IV 1-3
Adriamycin
35 IV 1
(doxorubicin)
Cyclophospamide 1250 IV 1
Oncovin
1.4 IV 8
(vincristine)
Procarbazine 100 PO 1-7
Prednisone
40 PO 1-14
G-CSF
SQ 8+
BEACOPP-14
Bleomycin 10 IV 8 21
Etoposide 100 IV 1-3
Adriamycin
25 IV 1
(doxorubicin)
Cyclophospamide 650 IV 1
Oncovin
1.4 IV 8
(vincristine)
Procarbazine 100 PO 1-7
Prednisone 40 PO 1-14
G-CSF SQ 8-13

II.2.2 Limfoma non Hodgkin

Limfoma Non-Hodgkin (LNH) adalah kelompok keganasan primer limfosit


yang dapat berasal dari limfosit B, limfosit T dan kadang (amat jarang) berasal dari

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 9


sel NK (“natural killer”) yang berada dalam sistem limfe; yang sangat heterogen,
baik tipe histologis, gejala, perjalanan klinis, respon terhadap pengobatan, maupun
prognosis. LNH merupakan kumpulan penyakit keganasan heterogen yang
mempengaruhi sistem limfoid: 80% berasal dari sel B dan yang lain dari sel T. Pada
LNH sebuah sel limfosit berproliferasi secara tak terkendali yang mengakibatkan
terbentuknya tumor. Seluruh sel LNH berasal dari satu sel limfosit, sehingga semua
sel dalam tumor pasien LNH sel B memiliki imunoglobulin yang sama pada
permukaan selnya
Non-hodgkin’s lymphoma (NHL/LNH) adalah suatu keganasan primer
jaringan limfoid yang bersifat padat. Sel ganas pada NHL adalah sel limsosit yang
berada pada salah satu tingkat diferensiasinya dan berproliferasi secara banyak.
Dapat terjadi pada limfosit T maupun limfosit B (Reksidoputro, 1996). Menurut
golongan histologisnya limfoma dibagi atas 3 kelompok besar yaitu : LNH derajat
keganasan rendah, LNH derajat keganasan menengah, dan LNH derajat keganasan
tinggi.
LNH derajat keganasan rendah tidak harus diobati sedangkan LNH derajat
keganasan mencngah dan tinggi harus segera diobati karena dapat menimbulkan
kematian dalam beberapa bulan saja. Karena itu pcncntuan golongan histologis dan
stadium penyakit merupakan hal yang tcrpcnting dalam penatalaksanaan penderita
limfoma non-Hodgkin.
.a Klasifikasi Limfoma Non-Hodgkin (LNH/NHL)
Penggolongan histologis LNH merupakan masalah yang rumit dan sukar,
yang kerap menggunakan istilah-istilah yang dimaksudkan untuk tujuan yang
berbeda-beda sehingga tidak memungkinkan diadakannya perbandingan yang
bermakna antara hasil dari berbagai pusat penelitian. Terdapat lebih dari 20 klasifikasi
yang berbeda untuk NHL.
 NHL derajat rendah
Ini termasuk penyakit seperti limfoma folikular dan makroglobulinemia
Waldenström. Biasanya kelainan timbul lambat, dengan progresi yang lambat

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 10


pula. Kelainan ini biasanya bisa dikontrol dengan kemoterapi oral. Seseorang
dengan limfoma derajat rendah, jaringan limfoid terkait mukosa, yang berbatasan
dengan lambung, dianggap terkait dengan infeksi Helicobacter pylori dan
memberikan respon terhadap antibiotik. Sampai saat ini, belum tersedia
penyembuhan limfoma derajat rendah. Harapan hidup median adalah 8 – 10
tahun, tetapi angka kematian bervariasi.
 NHL derajat menengah dan tinggi
Penyakit-penyakit ini adalah penyakit yang agresif dengan onset dan
progresivitas yang cepat. Pasien dengan limfoma derajat sedang, jenis limfositik-
nodular, pada awalnya cenderung berada pada stadium yang lebih lanjut, dengan
sekitar 60 – 80 % insiden terkenanya sumsum tulang. Jaringan limfatik tonsilar
pada orofaring dan nasofaring (disebut cincin Waldeyer) juga merupakan tempat
yang diserang pada 15 – 30 % pasien. Limfoma Burkitt dan imunoblastik
merupakan limfoma derajat tinggi dan mempunyai kecenderungan mengenai
SSP. SSP juga merupakan daerah yang sering terkena pada pasien relaps dengan
penyakit stadium IV bersama daerah lain yang sebelumnya terkena. Meskipun
limfoma derajat sedang dan tinggi sangat agresif dan fatal tanpa pengobatan,
limfoma ini berespon terhadap kemoterapi dan berpotensi untuk sembuh. Dengan
kemoterapi intensif, 20 – 40 % pasien berusia < 60 tahun dapat sembuh. Sisanya
meninggal karena penyakit ini.
.b Etiologi dan Faktor Resiko Limfoma Non-Hodgkin (LNH/NHL)
Etiologi (penyebab) LNH tidak diketahui. Namun terdapat beberapa faktor
resiko terjadinya LNH antara lain :
 Imuno Defisiensi: 25% kelainan herediter langka yang berhubungan dengan
terjadinya LNH antara lain adalah: severe combined immunodeficiency,
hypogammaglobulinemia, common variable immunodeficiency, Wiskott-Aldrich
syndrome, dan ataxia-telangiectasia. Limfoma yang berhubungan dengan
dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali dihubungkan pula dengan Epstein-

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 11


Barr virus (EBV) dan jenisnya beragam, mulai dari hiperplasia poliklonal sel B
hingga limfoma monoklonal.
 Agen Infeksius: EBV DNA ditemukan pada 95% limfoma Burkitt endemik, dan
lebih jarang ditemukan pada limfoma Burkitt sporadik. Karena tidak pada semua
kasus limfoma Burkitt ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV terhadap
terjadinya limfoma Burkitt belum diketahui. Sebuah hipotesis menyatakan bahwa
infeksi awal EBV dan faktor lingkungan dapat meningkatkan jumlah prekursor
yang terinfeksi EBV dan meningkatkan resiko terjadinya kerusakan genetik.
EBV juga dihubungkan dengan posttransplant lymphoproliferative disorders
(PTLDs) dan AIDS-associated lymphomas.
 Paparan Lingkungan dan Pekerjaan: Beberapa pekerjaan yang sering
dihubungkan dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan
pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik.
 Diet dan Paparan Lainnya: Resiko LNH meningkat pada orang yang
mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena
paparan ultraviolet.
.c Gejala Limfoma Non-Hodgkin (LNH/NHL)
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di
suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan) atau di seluruh tubuh.
Kelenjar membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Pada
anak-anak, gejala awalnya adalah masuknya sel-sel limfoma ke dalam sumsum
tulang, darah, kulit, usus, otak dan tulang belakang; bukan pembesaran kelenjar
getah bening. Masulknya sel limfoma ini menyebabkan anmeia, ruam kulit dan
gejala neurologis (misalnya kelemahan dan sensasi yang abnormal). Biasanya yang
membesar adalah kelenjar getah bening di dalam, yang menyebabkan:
- pengumpulan cairan di sekitar paru-paru sehingga timbul sesak nafas
- penekanan usus sehingga terjadi penurunan nafsu makan atau muntah
- penyumbatan kelenjar getah bening sehingga terjadi penumpukan cairan.
Gejala Limfoma Non-Hodgkin

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 12


Gejala Penyebab Kemungkinan
timbulnya gejala
Gangguan pernafasan Pembesaran kelenjar getah 20-30%
Pembengkakan wajah bening di dada
Hilang nafsu makan Pembesaran kelenjar getah 30-40%
Sembelit berat bening di perut
Nyeri perut atau perut
kembung
Pembengkakan tungkai Penyumbatan pembuluh getah 10%
bening di selangkangan atau
perut
Penurunan berat badan Penyebaran limfoma ke usus 10%
Diare halus
Malabsorbsi
Pengumpulan cairan di Penyumbatan pembuluh getah 20-30%
sekitar paru-paru bening di dalam dada
(efusi pleura)
Daerah kehitaman dan Penyebaran limfoma ke kulit 10-20%
menebal di kulit yang
terasa gatal
Penurunan berat badan Penyebaran limfoma ke 50-60%
Demam seluruh tubuh
Keringat di malam hari
Anemia Perdarahan ke dalam saluran 30%, pada akhirnya
(berkurangnya jumlah sel pencernaan bisa mencapai 100%
darah merah) Penghancuran sel darah
merah oleh limpa yang
membesar & terlalu aktif
Penghancuran sel darah
merah oleh antibodi abnormal

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 13


(anemia hemolitik)
Penghancuran sumsum tulang
karena penyebaran limfoma
Ketidakmampuan sumsum
tulang untuk menghasilkan
sejumlah sel darah merah
karena obat atau terapi
penyinaran
Mudah terinfeksi oleh Penyebaran ke sumsum 20-30%
bakteri tulang dan kelenjar getah
bening, menyebabkan
berkurangnya pembentukan
antibodi

.d Stadium Limfoma Non-Hodgkin (LNH/NHL)


Dokter harus mengetahui tingkatan (tahapan) limfoma non-Hodgkin untuk
merencanakan pengobatan yang terbaik. Tahapan ini berdasarkan lokasi tempat sel-
sel limfoma ditemukan (di kelenjar getah bening atau di organ atau jaringan lain) dan
jangkauan area yang terkena. Tahapan limfoma non-Hodgkin adalah sebagai berikut:
Stadium I: Sel-sel limfoma berada dalam satu kelompok kelenjar getah bening
(misalnya di leher atau di ketiak). Atau, jika sel-sel abnormal itu tidak berada
dalam kelenjar getah bening, tapi hanya pada satu bagian jaringan atau organ
tubuh saja (misalnya di paru-paru, tapi tidak di hati atau di sumsum tulang).
Stadium II: Sel-sel limfoma berada sekurangnya di dua kelompok kelenjar getah
bening, pada sisi diafragma yang sama (baik di atas atau di bawah). Atau, sel-sel
limfoma ini berada di organ tubuh dan di kelenjar getah bening di sekitarnya
(pada sisi yang sama seperti diafragma) Mungkin ada sel-sel limfoma di
kelompok kelenjar getah bening yang lain di sisi diafragma yang sama.

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 14


Stadium III: Limfoma terdapat dalam kelompok kelenjar getah bening di atas
dan di bawah diafragma. Juga dapat ditemukan di organ atau di jaringan di
sekitar kelompok kelenjar getah bening ini.
Stadium IV: Limfoma ini berada di seluruh satu organ atau jaringan (selain di
kelenjar getah bening). Atau, berada dalam hati, darah, atau sumsum tulang.

.e Diagnosis Limfoma Non-Hodgkin (LNH/NHL)


Diagnosa NHL mengacu pada lebih dari 24 jenis kanker pada sistem getah
bening. Untuk menemukan pengobatan yang tepat atau pun memprediksi hasilnya,
para dokter pertama-tama harus menemukan sel getah bening mana yang diserang
limfoma. Langkah pertama adalah dengan mengambil sampel jaringan (biopsi) yang
terkena limfoma untuk dianalisa. Sel itu kemudian diberi pewarna khusus dan diamati
melalui mikroskop untuk membandingkan ukuran dan bentuk sel serta penampakan
nukleus dan sitoplasmanya. Sel itu digolong-golongkan dalam beberapa tingkatan
yaitu: tingkat rendah untuk penyebaran yang lambat, tingkat sedang untuk
penyebaran yang agak cepat dan tingkat tinggi untuk penyebaran yang sangat cepat.
Diagnosa dikuatkan dengan CT-scan (computerized tomography scan) dan gambar
MRI (magnetic resonance imaging).
NHL bisa menyerang berbagai organ tubuh. Seseorang dengan HIV
berkemungkinan lebih besar mengalami limfoma pada lebih dari satu organ tubuh.
Ronsen dada akan memperlihatkan apakah paru-paru juga terkena. Biopsi sumsum
tulang berguna untuk mengetahui apakah limfoma itu menjalar ke sumsum tulang,
tempat produksi sel darah merah dan sel darah putih caranya ialah dengan mengambil
sedikit sumsum tulang, yang kemudian diamati dengan mikroskop untuk melihat ada-
tidaknya ketidaknormalan sel. Yang terakhir, gambaran beberapa ronsen khusus dapat
berguna untuk melihat struktur kelenjar getah bening yang membengkak dan
memeriksa suplai darah dan getah bening pada kelenjar tersebut. Proses ini disebut
lymphangiography, memerlukan cairan berwarna biru yang dapat terlihat dengan
sinar X. cairan itu disuntikkan pada pembuluh darah di antara jari kaki dan kemudian

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 15


dengan menggunakan sinar X akan terlihat gambaran kelenjar getah bening ketika
cairan itu melewatinya.
.f Terapi Limfoma Non-Hodgkin (LNH/NHL)
Kemoterapi ialah pengobatan dengan menggunakan obat-obatan. Kemoterapi
terutama diberikan untuk limfoma jenis derajat keganasan sedang-tinggi dan pada
stadium lanjut.
1) Radiasi.
Radiasi dosis tingi bertujuan untuk membunuh sel kanker dan mengecilkan
ukuran tumor. Terapi radiasi umumnya diberikan untuk limfoma derajat rendah
dengan stadium awal. Namun kadang-kadang dikombinasikan dengan kemoterapi
pada limfoma dengan derajat keganasan sedang atau untuk terapi tempat tertentu,
seperti di otak.
Digunakan dua jenis terapi radiasi bagi penderita limfoma:
Radiasi eksternal: Sebuah mesin besar akan mengarahkan sinar ke bagian
tubuh di mana sel-sel limfoma terkumpul. Terapi ini bersifat lokal karena
hanya mempengaruhi sel-sel di area yang diobati saja. Sebagian besar
penderita pergi ke rumah sakit atau klinik untuk dirawat 5 hari dalam
seminggu, selama beberapa minggu.
Radiasi sistemik: Beberapa penderita limfoma akan mendapat suntikan
bahan radioaktif yang akan mengalir ke seluruh tubuh. Bahan radioaktif itu
akan terikat pada antibodi yang menargetkan dan menghancurkan sel-sel
limfoma
2) Transplantasi sel induk
Terutama jika akan diberikan kemoterapi dosis tinggi, yaitu pada kasus
kambuh. Terapi ini umumnya digunakan untuk limfoma derajat sedang-tinggi yang
kambuh setelah terapi awal pernah berhasil. Orang dengan limfoma yang kambuh
dapat memperoleh transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi sel induk yang
membentuk darah memungkinkan orang mendapatkan kemoterapi dosis tinggi,
terapi radiasi, atau keduanya. Kemoterapi dosis tinggi ini akan menghancurkan
sel-sel limfoma sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian,
pasien akan mendapatkan sel-sel induk yang sehat melalui tabung fleksibel yang
dipasang di pembuluh darah balik besar di area dada atau leher. Sel-sel darah yang

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 16


baru akan tumbuh dari sel-sel induk hasil transplantasi ini. Tranplantasi sel induk
dilakukan di rumah sakit. Sel-sel induk ini bisa didapatkan dari pasien sendiri
3) Observasi
Jika limfoma bersifat lambat dalam pertumbuhan, maka dokter mungkin
akan memutuskan untuk observasi saja. Limfoma yang tumbuh lambat dengan
gejala yang ringan mungkin tidak memerlukan terapi selama satu tahun atau lebih.
4) Terapi biologi.
Satu-satunya terapi biologi yang diakui oleh Food and Drug
Administration (FDA) Amerika Serikat saat ini adalah rituximab. Rituximab
merupakan suatu antibody monoclonal yang membantu system imun mengenali
dan menghancurkan sel kanker. Umumnya diberikan secara kombinasi dengan
kemoterapi atau dalam radioimunoterapi.
5) Radioimunoterapi.
Merupakan terapi terkini untuk limfoma non-Hodgkin. Obat yang telah
mendapat pengakuan dari FDA untuk radioimunoterapi adalah ibritumomab dan
tositumomab. Terapi ini menggunakan antibody monoclonal bersamaan dengan
isotop radioaktif. Antibodi tersebut akan menempel pada sel kanker dan radiasi
akan mengahancurkan sel
6) Kemoterapi
Kemoterapi menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker.
Terapi ini disebut terapi sistemik karena obat akan mengalir di sepanjang aliran
darah. Obat dapat mencapai sel-sel kanker di hampir seluruh bagian tubuh.
Kemoterapi dapat malalui mulut, melalui pembuluh darah balik, atau di
ruang antara sumsum tulang belakang. Pengobatan biasanya berupa rawat jalan,
baik di rumah sakit/klinik atau di rumah. Beberapa pasien harus menginap di
rumah sakit selama pengobatan untuk mendapatkan pengamatan yang seksama.
Jika pasien menderita limfoma di lambung akibat infeksi Helikobaktor,
dokter dapat mengobati limfoma ini dengan antibiotika. Setelah infeksi sudah
disembuhkan, kanker mulai dapat diobati.

Kombinasi sediaan kemoterapi pada Limfoma Non-Hodgkin.

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 17


Sediaan Obat Keterangan
Obat tunggal Klorambusil Digunakan pada limfoma tingkat
Siklofosfamid rendah untuk mengurangi ukuran
kelenjar getah bening & untuk
mengurangi gejala
CVP (COP) Siklofosfamid Digunakan pada limfoma tingkat
Vinkristin rendah & beberapa limfoma tingkat
(onkovin) menengah untuk mengurangi ukuran
Prednison kelenjar getah bening & untuk
mengurangi gejala. Memberikan
respon yang lebih cepat
dibandingkan dengan obat tunggal
CHOP Siklofosfamid Digunakan pada limfoma tingkat
Doksorubisin menengah & beberapa limfoma
(adriamisin) tingkat tinggi
Vinkristin
(onkovin)
Prednison
C-MOPP Siklofosfamid Digunakan pada limfoma tingkat
Vinkristin menengah & beberapa limfoma
(onkovin) tingkat tinggi
Prokarbazin Juga digunakan pada penderita yang
Prednison memiliki kelainan jantung & tidak
dapat mentoleransi doksorubisin
M-BACOD Metotreksat Memiliki efek racun yg lebih besar
Bleomisin dari CHOP & memerlukan
Doksorubisin pemantauan ketat terhadap fungsi
(adriamisin) paru-paru & ginjal

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 18


Siklofosfamid Kelebihan lainnya menyerupai
Vinkristin CHOP
(onkovin)
Deksametason
ProMACE/CytaBOM Prokarbazin Sediaan ProMACE bergantian
Metotreksat dengan CytaBOM
Doksorubisin Kelebihan lainnya menyerupai
(adriamisin) CHOP
Siklofosfamid
Etoposid
bergantian
dengan
Sitarabin
Bleomisin
Vinkristin
(onkovin)
Metotreksat
MACOP-B Metotreksat Kelebihan utama adalah waktu
Doksorubisin pengobatan (hanya 12 minggu)
(adriamisin) Kelebihan lainnya menyerupai
Siklofosfamid CHOP
Vinkristin
(onkovin)
Prednison
Bleomisin
BAB III

PEMBAHASAN

III.1 Kasus 1 Penyakit Limfoma Hodgkin

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 19


Laki-laki, umur 29 tahun, datang dengan keluhan benjolan di leher kiri yang
diketahui 3 bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien mengaku bahwa awalnya
benjolan sebesar telur puyuh, makin lama dirasakan makin membesar. Benjolan ini tidak
nyeri. Pasien juga mengeluhkan sulit menelan sejak 3 bulan sebelum masuk rumah
sakit. Sebelumnya, pasien berobat ke Poli THT dan oleh Dokter didiagnosa sementara
dengan Karsinoma Nasofaring. Oleh dokter, kepada pasien disarankan untuk dilakukan
biopsi (FNAB). Seminggu kemudian, pasien kontrol ulang dan membawa hasil biopsi,
dengan kesimpulan suatu Hodgkin Limfoma. Kemudian, disarankan untuk dilakukan
trakeostomi. Mual dan muntah tidak dikeluhkan. BAB tidak ada keluhan. Berkeringat
malam tidak ada. Riwayat kejang dan demam disangkal. Riwayat merokok dan minum
alkohol disangkal. Riwayat penurunan berat badan disangkal.

 Dari pemeriksaan fisik didapatkan ada benjolan di leher kiri ukuran 9x6x2 cm,
terpasang trakeostomi.
 Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan dalam batas normal. Dari hasil FNAB a.r
Colli Sinistra didapatkan kesimpulan suatu Hodgkin’s Lymphoma stadium III B

Medikamentosa
Kemoterapi kombinasi dengan ABVD
Nama obat Dosis
Adriamycin (Doxorubicyn) 25 mg/m2
Blenamax 10.000 unit/m2
Vinblastine 6 mg/m2
Dakarbazine 375 mg/m2

Biofarmasetika dan Farmakokinetik klinik


Obat
Biofarmasi Farmakokinetik Pembahasan
(sediaan obat)
Doxorubicin (iv) Injeksi iv bekerja Setelah injeksi jika nyeri vena adalah
25 mg/m2 secara lambat dengan intravena, doxorubicin masalah selama pemberian
dosis 25 mg/m2 dibersihkan dari darah dacarbazine, cobalah
selama 1-15 hari. dengan cepat , dan memperlambat infus

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 20


Dosis 20 sampai 25 didistribusikan ke (memberikan obat selama
mg per m2 diberikan seluruh jaringan tubuh periode 60 - 120 menit) dan
setiap hari selama 3 termasuk paru-paru, persiapan volume saline
hari setiap 3 minggu. hati , limpa , dan yang lebih besar untuk
Rejimen 20 mg per ginjal. Terjadi program berikutnya.
m2 sebagai satu dosis metabolisme di hati
mingguan dapat untuk yang aktif
digunakan termasuk metabolite
doxorubicin
Blenamax (iv) i.v bolus lambat atau Plasma mengikat pengurangan dosis
infus cepat dalam 100 protein. Enzim bleomycin juga
ml 0,9% NaCl dengan bleomycin terjadi harus dipertimbangkan jika
dosis 10.000 unit/m2 degradasi, terutama CrCl berada di bawah 50
i.v selama hari ke 1 dalam plasma, hati mL / menit.
sampai hari ke 15. dan organ lainnya ,
Sebagian besar dari dan untuk tingkat
dosis yang yang jauh lebih kecil
dikeluarkan di kulit dan paru-paru.
bleomycin sebagian Ini berarti
besar tidak berubah menghilangkan
dalam urin , biphasic: half-lives
pengurangan dosis 0,5 dari awal dan
dan harus menjadi terminal 4 jam dan
pertimbangan pada telah dilaporkan
pasien dengan secara berturut-turut
gangguan ginja setelah melalui
bolus .Setelah
sebelumnya mungkin
lebih lama dan terus

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 21


menerus berarti infus
intravena half-lives
1,3 dan 9 jam secara
berturut-turut telah
melaporkan .Sekitar
dua-pertiga dari dosis
yang dikeluarkan
tidak berubah dalam
urin; tingkat ekskresi
ditentukan oleh fungsi
ginjal. Konsentrasi
obat dalam csf masih
tergolong rendah
.Bleomycin melintasi
plasenta .
Vinblastin (iv) Injeksi iv secara Bekerja cepat setelah Vinblastine dapat
lambat dengan dosis 6 disuntikan melalui menyebabkan neuropati
mg/m2 i.v selama hari darah dan perifer
ke 1 sampai hari ke didistribusikan ke
15. jaringan yang sakit
Antara 5 dan 20% dan akan
obat yang aktif hilang berkonsentrasi pada
dari larutan saat
keping-keping darah.
3micrograms/ml
larutan vinblastine Ini adalah protein
sulfat dalam injeksi yang terikat secara
glukosa 5% yang
luas .Vinblastine
disimpan 48 jam
dalam jarak pembuluh terjadi metabolisme
darah diberikan, dalam hati , sitokrom
kehilangan tertinggi
oleh p450 isoenzymes
dari selulosa propinat

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 22


dan terendah dari dari subfamili cyp3a ,
yang terbuat untuk secara aktif
methacrylate
metabolite
butadiene styrene
desacetylvinblastine,
dan dikeluarkan
dalam faeces melalui
saluran empedu, dan
dalam urin; ada yang
dikeluarkan sebagai
obat tidak berubah.
Waktu yang
dilaporkan adalah
sekitar umur 25 jam
Dakarbazine (iv) Dacarbazin diberikan Pada injeksi intravena dapat menyebabkan nyeri
dari rute iv. Injeksi ini adalah awal pada vena selama
mungkin diberikan
plasma yang tersebar pemberian infus sehingga
setelah 1-2 menit.
Penyusunan ulang dengan cepat dengan kadang-kadang dapat
larutan dapat waktu sekitar 20 dikurangi dengan
diencerkan dengan
menit dari terminal; pemberian salin dalam
300 ml 5% glukosa
atau 0.9% sodium waktu paruh yang volume besar. Alasan
klorida dan berikan dilaporkan adalah pemberian dalam 1 L (0,9%
infus 15-30 menit
sekitar 5 jam .Volume NaCl) dan atau untuk
kemudian. Dengan
dosis 375 mg mg/m2 distribusi adalah meningkatkan waktu infus
i.v hari 1 dan 15 kandungan air yang menjadi 60-120 menit
lebih besar dari tubuh,
menyarankan
localisasi di beberapa
jaringan tubuh,
mungkin sebagian

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 23


besar hati. Hanya
sekitar 5 persen
terikat ke protein
plasma.Yang terlintas
di darah otak
penghambat untuk
batas tertentu dalam
konsentrasi.
Dacarbazine
metabolised secara
luas dalam hati oleh
sitokrom p450
isoenzymes cyp1a2
dan cyp2e1 ( dan
mungkin dalam
jaringan yang aktif
dengan cyp1a1 )
untuk metabolite 5-
( 3-methyl- 1-triazeno
) imidazole-4-
carboxamide ( mtic ) ,
yang secara spontan
terurai menjadi yang
paling utama
metabolite 5-
aminoimidazole-4-
carboxamide ( aic ).
Sekitar setengah dari
dosis tidak berubah

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 24


dalam urin yang
dikeluarkan oleh
pengeluaran tubular

Pembahasan : Limfoma sangat sensitif terhadap kemoterapi, dan lisis tumor besar
kemungkinan terjadi pada awal kemoterapi. Hal ini dapat menghasilkan
sejumlah besar asam urat yang tidak larut,yang mampu mempercepat dalam
ginjal, menyebabkan kerusakan ginjal

Saran : Untuk mencegah hal ini, dapat diberikan Allopurinol 300 mg sekali sehari harus
dimulai sehari sebelum memulai terapi sitotoksik dan
terus selama ada beban tumor signifikan

III.2 Kasus 2 Penyakit Limfoma non Hodgkin

Seorang pasien laki-laki 40 tahun yang disajikan dengan riwayat pembengkakan


perlahan-lahan tumbuh di batas lateral kanan lidah 2 bulan lamanya. Dia tidak memiliki
gejala lainnya seperti penurunan demam, keringat malam, berat badan. Pemeriksaan
setempat mengungkapkan 5cm x 4cm jejas nodular melibatkan perusahaan batas lateral
bagian kanan lidah (Gambar 1). Bagian lain dari rongga mulut, orofaring, dan leher
normal. Pemeriksaan sistemik termasuk pernapasan, sistem jantung, saraf perut dan
tengah normal. Investigasi: Hb 12.4gm%, TLC 8,2 x 103 / uL, DLC trombosit L P-80%
20% dari 2,17 x 106 / uL. Dada radiograf, kepala, leher dan perut tomografi komputer
normal. Pemeriksaan CSF biasa-biasa saja.

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 25


Pemeriksaan histopatologi jelas lidah mengungkapkan sel bulat discretely ditempatkan
dengan hiperkromik tidak teratur inti, nukleolus mencolok, hanya sedikit sampai sedang
jumlah sitoplasm. Immuno-histokimia evaluasi positif untuk LCA dan CD 20. dan
negatif untuk cytokeratin (CK), CD-3, Vimentin, S-100 sugestif dari tipe B Non Primer
Besar Hodgkin Limfoma sel. Ia dipentaskan sebagai IE. Dia mengenakan CHOP
(cyclophosphamide, vincristine, adriamisin, prednisolon) kemoterapi. Posting siklus
pertama kemoterapi, lesi sepenuhnya menghilang.

Obat
Biofarmasi Farmakokinetik Pembahasan
(sediaan obat)
Siklofosfamid IV dalam regimen kombinasi 250- Siklofosfamid Alopecia dapat
75 mg/m2 500 mg/m2 q 3-4 minggu. IV diabsorbsi dari jalur terjadi sekitar 20%
(IV) dalam dosis tinggi rejimen gastrointestinal dari pasien yang
interment ( termasuk jaringan dengan diberikan pada
tulang 50 mg/kg di berikan bioavailabilitas lebih dosis rendah dan
Pertama atau lebih 2-5 hari, di besar dari 75 %. Ini tentunya pada
ulang 2-4 minggu, dalam dosis ini secara luas pemberian dosis
tidak ditoleransi secara oral. didistribusi dalam tinggi. Perontokan
Dosis iv dapat diberikan dalam jaringan dan melewati rambut terjadi
beberapa volume yang sesuai sawar darah otak. Dia setelah 3 minggu
5mg/kg. selama terapi berlanjut, mengalami aktivasi dari pengobatan
dosis harus individualis. melalui pencampuran tetapi dapat tumbuh
fungsi sistem oksidasi kembali biasanya
dalam hati. Metabolit kelihatan jelas
pertama adalah 4- setelah 3 bulan,
hidroxicisiklifosfamid bahkan dengan
dan tautomer melanjutkan
asicliknya, pengobatan.
alfosfamid, yang Hiperpigmentasi

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 26


keduanya mengalami pada kulit,
metabolisme; biasanya yang
aldofosfamid dapat terdapat pada
mengalami perubahan teelapak tangan dan
non enzimatik lidah, serta kuku
menjadi aktif telah dilaporkan.
fosforamid mustard. Mual dan
Acrolien juga muntah secara
dihasilkan dan umum terjadi, dan
mungkin bertanggung dapat dikurangi
jawab untuk toxicitas dengan profilaktis
saluran kemih. antiemetik.
Siklofosfamid secara Mukositis dapat
utama diekskresi di juga terjadi.
urin, sebagai
metabolit dan
beberapa tidak
mengubah obat. Dia
melewati plasenta dan
ditemukan di ASI

doxorubicin Injeksi iv bekerja secara lambat Doxorubicin terikat jika nyeri vena
50 mg/m2 dengan dosis 25 mg/m2 selama 1- pada protein plasma adalah masalah
day 1 15 hari. Dosis 20 sampai 25 mg dan jaringan jika selama pemberian
(IV) per m2 diberikan setiap hari tersebar luas. Waktu dacarbazine,
selama 3 hari setiap 3 minggu. paruh eliminasi 3 jam cobalah
Rejimen 20 mg per m2 sebagai dan sekitar 30 jam. memperlambat
satu dosis mingguan dapat Pengambilan obat ini infus (memberikan
digunakan terjadi dengan cepat obat selama
di jantung, ginjal, periode 60 - 120

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 27


paru-paru , hati dan menit) dan
limpa. Proses ekskresi persiapan volume
terjadi melalui saline yang lebih
metabolisme hati dan besar untuk
empedu. Secara program
keseluruhan sekitar berikutnya.
40 % dari dosis yang
tersebar diseluruh
tubuh, diekskresikan
melalui empedu.
Sekitar 42% obat
yang diekskresikan
melalui empedu
adalah doksorubisin,
22 % Doksorubisinol,
dan 36% metabolit
lain.
Vincristine Pemberian secara intra vena Setelah intravena Depresi SSP,
1,4 mg/m2 day Dosis sering diberikan 2 mg. vincristine kebingungan,
1 Tetapi hal ini mungkin akan didistribusikan paralisis saraf
(IV) mengurangi efektifitas terapi dan dengan cepat di kranial, demam,
tidak direkomendasikan. berbagai jaringan, sakit kepala,
Tergantung protokol individu. konsentrasi yang insomnia, kesulitan
Distribusi : Vd: 163-165 L/m2; lebih tinggi dari sel- motorik,
penetrasi buruk ke dalam cairan sel saraf, jarang seizure.Intratekal
serebrospinal, secara cepat melalui darah. vinkristin seragam
dipindahkan dari aliran darah konsentrasi cairan menyebabkan
menuju ikatan dengan jaringan, serebrospinal dari kematian;
sedikit melewati penetrasi sawar konsentrasi plasma vinkristin tidak

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 28


darah otak. 1/30 sampai 1/20. boleh diberikan
imetabolisme di hati, melalui rute ini.
konsentrasi tertinggi 1>10%:
dalam empedu, dermatologi :
terutama dengan alopesia (20% -
empedu, feses 70%, 70%).
ekskresi urin dari 5%
sampai 16%
prednison Dosis bertahap, dosis awal 100 analogsintetiknya Penekanan jangka
100 mg day 1 mg sehari, kemudian di turunkan (pilokarpin) pada pendek peradangan
(oral) jika mungkin menjadi 20-40 mg pemberian oral di di mata.
sehari. absorbsi cukup baik. Mual, dyspepsia,
Prednisone digunakan malaise, cegukan,
, dalam pengelolaan reaksi hipersensitif
kondisi peradangan termasuk
atau penyakit dimana anafilaksis.
system kekebalan
tubuh memainkan
peran penting.

Pembahasan : Pengobatan dengan regimen tersebut menghasilkan angka remisi


sempurna berkisar antara 40 sampai 60%, 30-50% di antara yang mengalami remisi
sempurna bertahan hidup dalam jangka waktu yang lebih lama.

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 29


BAB IV

PENUTUP

.1 Kesimpulan

 Limfoma merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel


limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit. Ada dua jenis limfoma
maligna yaitu Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-Hodgkin (LNH)

 Nasib obat dalam tubuh yang diberikan pada pasien limfoma melalui intravena ini
tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk ke dalam vena, “onset of action”
cepat, efisien, bioavailabilitas 100 %

 Limfoma sangat sensitif terhadap kemoterapi, dan lisis tumor besar kemungkinan
terjadi pada awal kemoterapi. Hal ini dapat menghasilkan sejumlah besar asam
urat yang tidak larut,yang mampu mempercepat dalam ginjal, menyebabkan
kerusakan ginjal

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 30


DAFTAR PUSTAKA

Kara, Murat, Murat Ozkan dan Serpir Dizbay Sak, Primary Pulmonary Non-Hodgkin’s
Lymphoma. Jurnal of Ankara Medical School Vo. 24, No.4, 2002.
Mansjoer A, Triyanti, Savitri R, et al. Kapita selekta kedokteran. Jilid I. Edisi ketiga.
Jakarta:Media Aesculapius FKUI, 1999.
Park YM., et al, 2007, Non-Hodgkin’s Lyphoma of The Sphenoid Sinus Presenting As Isolated
Oculomotor Nerve Palsy. World Journal of Surgical Oncology.
Patte C. 1997 , Non Hodgkin’s Lymphoma. Dalam Pinkerton CR and Plowman PN penyunting.
Paediatric Oncology. Edisi ke-2. London; Chapman & Hall Medical;: 278-295
Price SA, Wilson LM. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC, Jakarta.
Reksidoputro H., 1996, limfoma Malignum Non-Hogkin in Ilmu penyakit Dalam, Balai
Penerbit FKUI , Jakarta.
Santoso M, Krisifu C. Diagnostik dan Penatalaksanaan Limfoma Non-Hodgkin. Jakarta: Dexa
Media, 2004; 143-146.
Shike M (1996): Nutrition therapy for the Cancer Patient. In: Hamatology / Oncology Clinic of
North America 10 Number 1, pp 221 – 334.
Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1990.
Sumantri, Rachmat. 2006. Penyakit Hodgkin dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Jakarta : Interna Publishing.

Rotter, Kimberly. 2011. Hodgkin's Disease Causes: Genetic & Viral.

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 31


Mitchell, Richard N. Kumar, Vinay. Abbas, Abul K. Fausto, Nelson. 2009. Robbins &
Cotran Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Edisi 7. Jakarta : EGC.

Kumar, Vinay. Cotran, Ramzi S. Robbins, Stanley L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins
Volume 2 Edisi 7. Jakarta : EGC.

National Cancer Institute. 2007. What You Need To Know About Lymphoma Hodgkin.
Rockville : National Institute of Health.

Batlevi, Connie Lee. Younes, Anas. 2013. Novel Therapy for Hodgkin Lymphoma. New
York : American Society of Hematology.

Diehl, Voker. Klimm, Beate. Re, Daniel. 2009. Hodgkin Lymphoma : Clinical
Manifestations, Staging and Therapy in Hematology Basic Principles and
Practice. Philadelphia : Churchill Livingstone Elsevier.

Biofarmasi dan Farmakokinetik Page 32

Anda mungkin juga menyukai