Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN NHL (NON HODGKIN LIMFOMA)

OLEH :
AGUNG DIAN PRAMONO 201710300511084

PROGRAM DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
DIAGNOSA MEDIS NON HODGKIN LIMFOMA (NHL)

A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Limfoma non-hodgkin adalah kelompok keganasan primer imfosit yang dapat
berasal dari limfosit B, limfosit T dan kadang (amat jarang) berasal dari sel NK (natural
killer) yang berada dalam sistem limfe; yang sangat heterogen, baik tipe histologist, gejala,
perjalanan klinis, respon terhadap pengobatan, maupun prognosis. Pada LNH sebuah sel
limfosit berproliferasi secara tak terkendali yang mengakibatkan terbentuknya tumor.
Seluruh sel LNH berasal dari satu sel limfosit, sehingga semua sel dalam tumor pasien
LNH sel B memiliki immunoglobulin yang sama pada permukaan selnya. Limfoma Non-
Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal dari sistem kelenjar getah
bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh. Beberapa dari limfoma ini berkembang
sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang lainnya menyebar dengan cepat
(dalam beberapa bulan). Penyakit ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan penyakit
Hodgkin. Limfoma malignum non-Hodgkin atau Limfoma non-Hodgkin adalah suatu
keganasan kelenjar limfoid yang bersifat padat. Limfoma non hodgkin hanya dikenal
sebagai suatu limfadenopati lokal atau generalisata yang tidak nyeri. Namun sekitar
sepertiga dari kasus yang berasal dari tempat lain yang mengandung jaringan limfoid
misalnya daerah orofaring, usus, sumsum tulang, dan kulit. Meskipun bervariasi semua
bentuk limfoma mempunyai potensi untuk menyebar dari asalnya sebagai penyebaran dari
satu kelenjar ke kelenjar lain yang akhirnya menyebar ke limfa, hati, dan sumsum
tulang(Brunner & Suddarth, 2013).

2. Penyebab
Etiologi sebagian besar LNH tidak diketahui. Namun terdapat beberapa fakkor
resiko terjadinya LNH, antara lain :
a. Imunodefisiensi : 25% kelainan heredier langka yang berhubungan dengan terjadinya
LNH antara lain adalah : severe combined immunodeficiency, hypogammaglobulinemia,
common variable immunodeficiency, Wiskott Aldrich 2 syndrome dan ataxia-
telangiectasia. Limfoma yang berhubungan dengan kelainankelainan tersebut seringkali
dihubugkan pula dengan Epstein Barr Virus (EBV) dan jenisnya beragam(Brunner &
Suddarth, 2013).

2
b. Agen infeksius : EBV DNA ditemukan pada limfoma Burkit sporadic. Karena tidak
pada semua kasus limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV
terhadap terjadinya limfoma Burkit belum diketahui(Brunner & Suddarth, 2013).
c. Paparan lingkungan dan pekerjaan : Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan
dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan
adanya paparan herbisida dan pelarut organik(Brunner & Suddarth, 2013).
d. Diet dan Paparan lsinya : Risiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi
makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV (Brunner
&Suddarth, 2013)

3. Patofisiologi
Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat terjadinya
mutasi gen pada salah satu gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfosit tua yang
tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya
rangsangan imunogen). Beberapa perubahan yang terjadi pada limfosit tua antara lain:
a. Ukurannya semakin besar,
b. Kromatin inti menjadi lebih halus,
c. Nukleolinya terlihat,
d. Protein permukaan sel mengalami perubahan.
Beberapa faktor resiko yang diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya limfoma
Hodgkin dan non-Hodgkin seperti infeksi virus-virus seperti virus Epstein-Berg,
Sitomegalovirus, HIV, HHV-6, defisiensi imun, bahan kimia, mutasi spontan, radiasi
awalnya menyerang sel limfosit yang ada di kelenjar getah bening sehingga sel-sel
limfosit tersebut membelah secara abnormal atau terlalu cepat dan membentuk
tumor/benjolan. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar
getah bening (ekstra nodal). Proliferasi abnormal tumor tersebut dapat memberi kerusakan
penekanan atau penyumbatan organ tubuh yang diserang. Apabila sel tersebut menyerang
Kelenjar limfe maka akan terjadi Limphadenophaty. Dampak dari proliferasi sel darah
putih yang tidak terkendali, sel darah merah akan terdesak, jumlah sel eritrosit menurun
dibawah normal yang disebut anemia. Selain itu populasi limfoblast yang sangat tinggi
juga akan menekan jumlah sel trombosit 3 dibawah normal yang disebut trombositopenia.
Bila kedua keadaan terjadi bersamaan, hal itu akan disebut bisitopenia yang menjadi salah
satu tanda kanker darah. Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar
getah bening di suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan)atau di seluruh tubuh.

3
Kelenjar membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Kadang
pembesaran kelenjar getah bening di tonsil (amandel) menyebabkan gangguan menelan.
Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam dada atau perut bisa menekan berbagai
organ dan menyebabkan: gangguan pernafasan, berkurangnya nafsu makan, sembelit
berat, nyeri perut, pembengkakan tungkai. Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa
terjadi leukimia. Limfoma non hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum tulang,
saluran pencernaan dan kulit. Pada anakanak, gejala awalnya adalah masuknya sel-sel
limfoma ke dalam sumsum tulang, darah, kulit, usus, otak, dan tulang belekang; bukan
pembesaran kelenjar getah bening. Masuknya sel limfoma ini menyebabkan anemia, ruam
kulit dan gejala neurologis (misalnya delirium, penurunan kesadaran). Secara kasat mata
penderita tampak pucat, badan seringkali hangat dan merasa lemah tidak berdaya, selera
makan hilang, berat badan menurun disertai pembengkakan seluruh kelenjar getah
bening : leher, ketiak, lipat paha, dll(Carpenito, 2012).

4
4. Pathway

5. Stadium penyakit
Penetapan stadium penyakit harus selalu dilakukan sebelum pegobatan dan setiap
lokasi jangkitan harus didata dengan cermat, digambar secara skematik dan didata tidak

5
hanya jumlah juga ukurannya. Hal ini sangat penting dalam menilai suatu pengobatan.
Stadium berdasarkan kesepakatan Ann Arbor :
a. Stadium I : Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) hanya 1 regio.
I E : jika hanya terkena 1 organ ekstra limfatik tidak difus/batas tegas.
b. Stadium II : Pembesaran 2 regio KGB atau lebih, tetapi masih satu sisi diafragma.
II 2 : pembesaran 2 regio KGB dalam 1 sisi diafragma
II 3 : pembesaran 3 regio KGB dalam 1 sisi diafragma
II E : pembesaran 1 regio atau lebih KGB dalam 1 sisi diafragma dan 1 organekstra
limfatik tidak difus/batas tegas
c. Stadium III : Pembesaran KGB di 2 sisi diafragma
d. Stadium IV : Jika mengenai 1 organ ekstra limfatik atau lebih tetapi secara difus

Derajat LNH adalah klasifikasi histopatologis LNH berdasarkan hasil pemeriksaan


histopatologis yang terdiri dari:
1. Keganasan rendah (Limfoma Malignum: limfositik kecil, folikular didominasi sel
berukuran kecil cleaved, folikular campuran sel berukuran kecil cleaved dan besar);
2. Keganasan menengah (Limfoma Malignum: folikular didominasi sel berukuran
besar, Difus sel berukuran kecil, difus campuran sel berukuran kecil dan besar, difus
sel berukuran besar);
3. Keganasan tinggi (Limfoma Malignum: sel imunoblastik berukuran besar, sel
limfoblastik, sel berukuran kecil noncleaved; lain-lain (komposit, mikosis fungoides,
histiosit, ekstramedular plasmasitoma, tidak terklasifikasi).

Ada 2 klasifikasi besar penyakit ini yaitu:

a. Limfoma non Hodgkin agresif


Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai limfoma non
Hodgkin tumbuh cepat atau level tinggi.karena sesuai dengan namanya, limfoma
non Hodgkin agresif ini tumbuh dengan cepat. Meskipun diaktegorikan “agresif”,
limfoma ini sering memberikan respon sangat baik terhadap pengobatan. Meskipun
pasien yang penyakitnya tidak berespon baik terhadap standar pengobatan lini
pertama, sering berhasil baik dengan kemoterapi dan transplantasi sel induk. Pada
kenyataannya, limfoma non Hodgkin agresif lebih mungkin mengalami kesembuhan
total daripada limfoma non Hodgkin indolen (Carpenito, 2012).

6
b. Limfoma non Hodgkin indolen
Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma non
Hodgkin tumbuh lambat atau level rendah. Sesuai dengan namanya, limfoma non
Hodgkin indolen tumbuh hanya sangat lambat. Secara tipikal pada awalnya tidak
menimbulkan gejala, dan mereka sering tetap tidak terdeteksi untuk beberapa saat.
Sering ditemukan secara kebetulan, seperti ketika pasien mengunjungi dokter untuk
sebab lainnya. Dalam hal ini, dokter mungkin menemukan pembesaran kelenjar
getah bening pada pemeriksaan fisik rutin. Kadangkala, suatu pemeriksaan, seperti
pemeriksaan darah, atau suatu sinar-X, dada, mungkin menunjukkan sesuatu yang
abnormal, kemudian diperiksa lebih lanjut dan ditemukan terjadi akibat limfoma non
Hodgkin. Gejala yang paling sering adalah 5 pembesaran kelenjar getah bening,
yang kelihatan sebagai benjolan, biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat
diagnosis pasien juga mungkin mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin.
Karena limfoma non Hodgkin indolen tumbuh lambat dan sering tanpa
menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah dalam stadium lanjut saat pertama
terdiagnosis(Carpenito, 2012).

6. Manifestasi Klinis
Terdapat lebih dari 30 sub-tipe NHL yang berbeda (90 persennya dari jenis sel B),
yang dapat dikelompokkan menurut beberapa panduan klasifikasi. Klasifikasi tersebut
mempertimbangkan beberapa faktor seperti penampakan di bawah mikroskop, ukuran,
kecepatan tumbuh dan organ yang terkena. Secara umum dapat dikenali beberapa bentuk
NHL yaitu amat agresif (tumbuh cepat), menengah dan indolen (tumbuh lambat).
Penentuan ini dilakukan dengan mikroskop oleh dokter patologi di laboratorium. Tanda
dan gejala secara umum adalah : Gejala umum penderita limfoma non-Hodgkin yaitu :
a.Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit
b.Demam
c.Keringat malam
d.Rasa lelah yang dirasakan terus menerus
e.Gangguan pencernaan dan nyeri perut
f.Hilangnya nafsu makan
g.Nyeri tulang - Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang
terkena. h.Limphadenopaty

7
Gejala Penyebab Kemungkinan
timbulnya
gejala
1.Gangguan Pembesaran kelenjar getah bening di 20-30%
pernafasan dada
2.Pembengkakan
wajah
1.Hilang nafsu Pembesaran kelenjar getah bening di 30-40%
makan perut
2.Sembelit berat
3.Nyeri perut atau
perut kembung
1.Pembengkakan Penyumbatan pembuluh getah bening 10%
tungkai di selangkangan atau perut
1.Penurunan berat Penyebaran limfoma ke usus halus 10%>
badan
2.Diare
3.Malabsorbsi
1.Pengumpulan Penyumbatan pembuluh getah bening 20-30%
cairan di sekitar di dalam dada
paru-paru (efusi
pleura)
1.Daerah Penyebaran limfoma ke kulit 10-20%
kehitaman dan
menebal di kulit
yang terasa gatal
1.Penurunan berat Penyebaran limfoma ke seluruh 50-60%
badan tubuh
2.Demam
3.Keringat di
malam hari
1.Anemia 1.Perdarahan ke dalam saluran 30%, pada
(berkurangnya pencernaan akhirnya bisa
jumlah sel darah 2.Penghancuran sel darah merah oleh mencapai
merah) limpa yang membesar & terlalu aktif 100%

8
3.Penghancuran sel darah merah oleh
antibodi abnormal (anemia
hemolitik) 4.Penghancuran sumsum
tulang karena penyebaran limfoma
5.Ketidakmampuan sumsum tulang
untuk menghasilkan sejumlah sel
darah merah karena obat atau terapi
penyinaran
1.Mudah terinfeksi Penyebaran ke sumsum tulang dan 20-30%
oleh bakteri kelenjar getah bening, menyebabkan
berkurangnya pembentukan antibodi

7. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis LNH ditegakkan dari hasil pemeriksaan histologi biopsi eksisi (excisional
biopsy) kelenjar getah bening atau jaringan ekstranodal.

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik : ada tumor sistem limfoid, febris keringat malam,
penurunan berat badan, limfadenopati dann hepatosplenomegali
b. Pemeriksaan laboratorium : Hb, leukosit, LED, hapusan darah, faal hepar, faal ginjal,
LDH.

Pemeriksaan Ideal :
a. Limfografi, IVP, Arteriografi. Foto organ yang diserang, bone- scan, CT- scan, biopsi
sumsum tulang, biopsi hepar, USG, endoskopi
b. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan histopatologi. Untuk
LH memakai krioteria lukes dan butler (4 jenis). Untuk LNH memakai kriteria
internasional working formulation (IWF) menjadi derajat keganasan rendah, sedang
dan tinggi.

Penentuan tingkat/stadium penyakit (staging) :


a. Stadium ditentukan menurut kriteria Ann Arbor (I, II, III, IV, A, B, E)
b. Ada 2 macam stage : Clinical stage dan pathological stage

9
8. Penatalaksanaan Medis
Terapi yang dilakukan biasanya melalui pendekatan multidisiplin. Terapi yang dapat
dilakukan adalah :
a. Derajat Keganasan Rendah (DKR)/indolen :
Pada prinsipnya simtomatik
1).Kemoterapi: obat tunggal atau ganda (per oral), jika dianggap perlu: COP
(Cyclophosphamide, Oncovin, dan Prednisone)
2).Radioterapi: LNH sangat radiosensitif. - Radioterapi ini dapat dilakukan untuk lokal
dan paliatif.
3).Radioterapi: Low Dose TOI + Involved Field Radiotherapy saja
b. Derajat Keganasan Mengah (DKM)/agresif limfoma
1).Stadium I: Kemoterapi (CHOP/CHVMP/BU)+radioterapi
2).CHOP (Cyclophosphamide, Hydroxydouhomycin, Oncovin, Prednisone)
3).Stadium II - IV: kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan untuk tujuan
paliasi.
c. Derajat Keganasan Tinggi (DKT) DKT Limfoblastik (LNH-Limfoblastik)
1).Selalu diberikan pengobatan seperti Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
2).Re-evaluasi hasil pengobatan dilakukan pada :
a). setelah siklus kemoterapi ke-empat
b). setelah siklus pengobatan lengkap
9. Diagnosa Banding

a. Limfoma Hodgkin
Penyakit Hodgkin adalah suatu jenis keganasan sistem kelenjar getah bening
dengan gambaran histologis yang khas. Ciri histologis yang dianggap khas adalah 8
adanya sel Reed-Sternberg atau variannya yang disebut sel Hodgkin dan gambaran
selular getah bening yang khas. Gejala utama adalah pembesaran kelenjar yang paling
sering dan mudah dideteksi adalah pembesaran kelenjar di daerah leher. Pada jenis-
jenis tipe ganas (prognosis jelek) dan pada penyakit yang sudah dalam stadium lanjut
sering disertai gejala-gejala sistemik yaitu: panas yang tidak jelas sebabnya,
berkeringat malam dan penurunan berat badan sebesar 10% selama 6 bulan. Kadang-
kadang kelenjar terasa nyeri kalau penderita minum alkohol. Hampir semua sistem

10
dapat diserang penyakit ini, seperti traktus gastrointestinal, traktus respiratorius,
sistem saraf, sistem darah, dan lain-lain (Mansjoer, 2010).
b. Limfadenitis Tuberkulosa
Merupakan salah satu sebab pembesaran kelenjar limfe yang paling sering
ditemukan. Biasanya mengenai kelenjar limfe leher, berasal dari mulut dan tenggorok
(tonsil). Pembesaran kelenjar-kelenjar limfe bronchus disebabkan oleh tuberkulosis
paru-paru, sedangkan pembesaran kelenjar limfe mesenterium disebabkan oleh
tuberkulosis usus. Apabila kelenjar ileocecal terkena pada anakanak sering timbul
gejala-gejala appendicitis acuta, yaitu nyeri tekan pada perut kanan bawah,
ketegangan otot-otot perut, demam, muntah- muntah dan lekositosis ringan. Mula-
mula kelenjar-kelenjar keras dan tidak saling melekat, tetapi kemudian karena
terdapat periadenitis, terjadi perlekatan-perlekatan(Mansjoer, 2010).
10. Prognosis
LNH dapat dibagi ke dalam 2 kelompok prognostik : indolen lymphoma dan agresif
lymphoma. LNH indolen memiliki prognosis yang relatif baik, dengan median survival 10
tahun, tetapi biasanya tidak dapat disembuhkan pada stadium lanjut. Sebagian besar tipe
indolen adalah noduler atau folikuler. Tipe limfoma agresif memiliki perjalanan alamiah
yang lebih pendek, namun lebih cepat disembuhkan secara signifikan dengan kemoterapi
kombinasi intensif. Resiko kambuh lebih tinggi pada pasien dengan gambaran histologis
”divergen” baik pada kelompok indolen maupun agresif. Terdapat 5 faktor yang
mempengaruhi prognosis berdasarkan International Prognostik Index (IPI), yaitu usia,
serum LDH, status performans, stadium anatomis, dan jumlah ekstranodal. Tiap faktor
memiliki efek yang sama terhadap outcome, sehingga abnormalitas dijumlahkan untuk
mendapatkan indeks prognostik. Skor yang didapatkan antara 0-5(Mansjoer, 2010).

Indeks Prognostik Pasien LNH untuk Seluruh Umur


Keterangan 0 1
Umur ≤ 60 tahun > 60 tahun
Tumor stage (Ann Arbor) I atau II III atau IV
LDH serum Normal Meningkat
Status performans Tak ada gejala Ada gejala
Keterlibatan ekstranodal Tidak ada atau 1 > 1 tempat
Key score : Low risk (0-1); Intermediate (2), High intermediate (3), High risk (4-5)

11
11. Komplikasi
Akibat langsung penyakitnya :
a.Penekanan terhadap organ khususnya jalan nafas, usus dan saraf
b.Mudah terjadi infeksi, bisa fatal

Akibat efek samping pengobatan :


a.Aplasia sumsum tulang
b.Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin
c.Gagal ginjal oleh obat sisplatinum
d.Neuritis oleh obat vinkristin

12. Pencegahan
Tidak ada pedoman untuk mencegah limfoma Non Hodgkin karena penyebabnya
tidak diketahui. Super lutein merupakan herbal antikanker no 1 yang direkomendasikan
oleh 6600 dokter di dunia. Kemampuannya sebagai herbal antikanker tidak dapat
dipungkiri lagi. Kandungan lycopene, beta caroten dan alpha carotene merupakan
karotenoid yang berfungsi sebagai antioksidan yang sangat baik untuk regenerasi sel-
selyang telah mati dan menghambat radikal bebas dalam tubuh. karotenoid tersebut juga
mampu menghambat dan membunuh mutasi sel-sel kanker ini(Mansjoer, 2010)

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak terasa
nyeri, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar 10
tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini
dapat segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di
sistem limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar
limfa dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa. Pada pengkajian data yang
dapat ditemukan pada pasien Limfoma antara lain :
a. Data subyektif
1). Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38 C
2). Sering keringat malam

12
3). Cepat merasa lelah
4). Badan lemah
5). Mengeluh nyeri pada benjolan
6). Nafsu makan berkurang
7). Intake makan dan minum menurun, mual, muntah

b. Data Obyektif
1). Timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan pada leher, ketiak atau pangkal
paha
2). Wajah pucat

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat muncul antara lain :
a. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi dan malnutrisi
b. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap
inflamasi
c. Nyeri akut /kronis berhubungan dengan interupsi sel saraf
d. Aktual / risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan
sistem transport oksigen
e. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan massa tumor mendesak ke
jaringan luar
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi,
kelelahan.
g. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
h. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan intake yang kurang
i. Mual berhubungan dengan efek pengobatan
j. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis,
pengobatan dan perawatan
k. Keletihan berhubungan dengan penurunan energi tubuh, anemia
l. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan
interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber.
3. Tindakan keperawatan

13
Gangguan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

proses penyakit (D.0129).

SLKI SIKI
Setelah dilakukan Perawatan Integritas Kulit(I.11353)
tindakan keperawatan
selama 1x24 jam Observasi:
diharapkan integritas
kulit dan jaringan 1. Identifikasi
membaik dengan penyebab gangguan
kriteria hasil: integritas kulit (mis.
1) Nyeri Menurun (5) Perubahan sirkulasi,
2) Perdarahan perubahan status nutrisi,
menurun (5) peneurunan kelembaban,
3) Pigmentasi suhu lingkungan ekstrem,
abnormal penurunan mobilitas)
menurun (5)
4) Perfusi jaringan Terapeutik:
meningkat (5)
2. Ubah posisi setiap 2
jam jika tirah baring
3. Lakukan pemijatan
pada area penonjolan tulang,
jika perlu
4. Bersihkan perineal
dengan air hangat, terutama
selama periode diare
5. Gunakan produk
berbahan petrolium  atau
minyak pada kulit kering
6. Gunakan produk
berbahan ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit
sensitif
7. Hindari produk
berbahan dasar alkohol pada
kulit kering

Edukasi:

8. Anjurkan
menggunakan pelembab
(mis. Lotin, serum)
9. Anjurkan minum air
yang cukup
10. Anjurkan
meningkatkan asupan nutrisi

14
11. Anjurkan meningkat
asupan buah dan saur
12. Anjurkan
menghindari terpapar suhu
ektrime
13. Anjurkan
menggunakan tabir surya
SPF minimal 30 saat berada
diluar rumah

Mananjemen nyeri(I. 08238)


Observasi:

1. lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri
non verbal
4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudah diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapeutik:

1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)

15
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.

Edukasi:

1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi:
1) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.

a. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi atau kerusakan

jaringan (D.0077).

SLKI SIKI
Setelah dilakukan tindakan Mananjemen nyeri(I.
keperawatan selama 1x24
08238)
jam diharapkan tingkat
nyeri menurun dengan Observasi:
kriteria hasil:
1. Kemampuan menuntaskan
10. lokasi,
aktivitas meningkat (5). karakteristik, durasi,
2. Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas,
(5). intensitas nyeri
3. Gelisah menurun (5). 11. Identifikasi

16
4. Kesulitan tidur menurun skala nyeri
(5). 12. Identifikasi
5. Mual menurun (5). respon nyeri non
verbal
6. Frekuensi nadi membaik
13. Identifikasi
(5). faktor yang
7. Pola napas membaik (5). memperberat dan
8. Tekanan darah membaik memperingan nyeri
(5). 14. Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
15. Identifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
16. Identifikasi
pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
17. Monitor
keberhasilan terapi
komplementer yang
sudah diberikan
18. Monitor efek
samping penggunaan
analgetik

Terapeutik:

5. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur,
terapi musik,
biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
6. Control lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
7. Fasilitasi istirahat dan
tidur
8. Pertimbangkan jenis

17
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri.

Edukasi:

6. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
7. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
8. Anjurkan memonitor
nyri secara mandiri
9. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
10. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.

Pemberian Analgetik
(I.08243)

Observasi:

1. Identifikasi
karakteristik nyeri
(mis. Pencetus,
pereda, kualitas,
lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
2. Identifikasi
riwayat alergi obat
3. Identifikasi
kesesuaian jenis
analgesik (mis.
Narkotika, non-
narkotika, atau
NSAID) dengan
tingkat keparahan
nyeri

18
4. Monitor tanda-
tanda vital sebelum
dan sesudah
pemberian analgesik
5. Monitor
efektifitas analgesik

Terapeutik:

6. Diskusikan jenis
analgesik yang
disukai untuk
mencapai analgesia
optimal, jika perlu
7. Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan
kadar dalam serum
8. Tetapkan target
efektifitas analgesic
untuk
mengoptimalkan
respon pasien
9. Dokumentasikan
respon terhadap efek
analgesic dan efek
yang tidak diinginkan

Edukasi:

10. Jelaskan efek


terapi dan efek
samping obat

Kolaborasi:

11. Kolaborasi
pemberian dosis dan
jenis analgesik,
sesuai indikasi

19
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan komplikasi sekunder

(D.0056).

SLKI SIKI
Setelah dilakukan Manajemen Energi(I. 05178)
tindakan
keperawatan Observasi:
selama 1x24 jam
diharapkan 1. Identifkasi gangguan
tolenransi fungsi tubuh yang
aktivitas mengakibatkan kelelahan
meningkat dengan 2. Monitor kelelahan fisik
kriteria hasil: dan emosional
1) Kemudahan 3. Monitor pola dan jam
melakukan tidur
ADL 4. Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
meningkat (5).
melakukan aktivitas
2) Kekuatan otot
bagian atas Terapeutik:
meningkat (5)
3) Kekuatan otot 5. Sediakan lingkungan
bagian bawah nyaman dan rendah stimulus
meningkat (5). (mis. cahaya, suara,
kunjungan)
4) Keluhan lelah
6. Lakukan rentang gerak
menurun (5) pasif dan/atau aktif
7. Berikan aktivitas
distraksi yang menyenangkan
8. Fasilitas duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan

Edukasi:

9. Anjurkan tirah baring


10. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
11. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
12. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi kelelahan

20
Kolaborasi:

13. Kolaborasi dengan ahli


gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan

Terapi Aktivitas(I.05186)

Observasi:

1. Identifikasi deficit
tingkat aktivitas
2. Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam aktivotas
tertentu
3. Identifikasi sumber daya
untuk aktivitas yang diinginkan
4. Identifikasi strategi
meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
5. Identifikasi makna
aktivitas rutin (mis. bekerja)
dan waktu luang
6. Monitor respon
emosional, fisik, social, dan
spiritual terhadap aktivitas

Terapeutik:

7. Fasilitasi focus pada


kemampuan, bukan deficit
yang dialami
8. Sepakati komitmen
untuk meningkatkan frekuensi
danrentang aktivitas
9. Fasilitasi memilih
aktivitas dan tetapkan tujuan
aktivitas yang konsisten sesuai
kemampuan fisik, psikologis,
dan social
10. Koordinasikan
pemilihan aktivitas sesuai usia
11. Fasilitasi makna
aktivitas yang dipilih
12. Fasilitasi transportasi
untuk menghadiri aktivitas,
jika sesuai

21
13. Fasilitasi pasien dan
keluarga dalam menyesuaikan
lingkungan untuk
mengakomodasikan aktivitas
yang dipilih
14. Fasilitasi aktivitas fisik
rutin (mis. ambulansi,
mobilisasi, dan perawatan
diri), sesuai kebutuhan
15. Fasilitasi aktivitas
pengganti saat mengalami
keterbatasan waktu, energy,
atau gerak
16. Fasilitasi akvitas
motorik kasar untuk pasien
hiperaktif
17. Tingkatkan aktivitas
fisik untuk memelihara berat
badan, jika sesuai
18. Fasilitasi aktivitas
motorik untuk merelaksasi otot
19. Fasilitasi aktivitas
dengan komponen memori
implicit dan emosional (mis.
kegitan keagamaan khusu)
untuk pasien dimensia, jika
sesaui
20. Libatkan dalam
permaianan kelompok yang
tidak kompetitif, terstruktur,
dan aktif
21. Tingkatkan keterlibatan
dalam aktivotasrekreasi dan
diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan ( mis.
vocal group, bola voli, tenis
meja, jogging, berenang, tugas
sederhana, permaianan
sederhana, tugas rutin, tugas
rumah tangga, perawatan diri,
dan teka-teki dan kart)
22. Libatkan kelarga dalam
aktivitas, jika perlu
23. Fasilitasi
mengembankan motivasi dan
penguatan diri
24. Fasilitasi pasien dan
keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk

22
mencapai tujuan
25. Jadwalkan aktivitas
dalam rutinitas sehari-hari
26. Berikan penguatan
positfi atas partisipasi dalam
aktivitas

Edukasi:

27. Jelaskan metode


aktivitas fisik sehari-hari, jika
perlu
28. Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
29. Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, social, spiritual,
dan kognitif, dalam menjaga
fungsi dan kesehatan
30. Anjurka terlibat dalam
aktivitas kelompok atau terapi,
jika sesuai
31. Anjurkan keluarga
untuk member penguatan
positif atas partisipasi dalam
aktivitas

Kolaborasi:

32. Kolaborasi dengan


terapi okupasi dalam
merencanakan dan memonitor
program aktivitas, jika sesuai
33. Rujuk pada pusat atau
program aktivitas komunitas,
jika perlu

d. Risiko infeksi berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan

jaringan (D.0142) (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018).

SLKI SIKI
Setelah dilakukan Pencegahan infeksi (1.14539)
tindakan
Observasi:

23
keperawatan 1) Monitor tanda dan gejala
selama 1x24 jam
infeksi.
diharapkan tingkat
infeksi menurun Terapeutik:
dengan kriteria
2) Berikan perawatan kulit pada
hasil:
Kebrsihan tangan area edema.
meningkat (5)
3) Batasi jumlah pengunjung
Kebersihan badan
meningkat (5) 4) Cuci tangan sebelum dan
Nafsu makan
sesudah kontak dengan
meningkat (5)
Demam menurun pasien dan lingkungan pasien.
(5)
5) Pertahankan teknik aseptic
Kemerahan
menurun(5) pada pasien berisiko tinggi.
Nyeri menurun (5)
Edukasi:
Kadar sel darah
putih membaik 4) Jelaskan tanda dan gejala
(5)
infeksi
5) Ajarkan cara mencuci
tangan yang benar.
6) Ajarkan etika batuk.
7) Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka
8) Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
9) Anjurkan meningkatkan
asupan cairan.
Kolaborasi:
6) Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu.
Edukasi pencegahan luka tekan
(1.12408)
Observasi:
1) Identifikasi gangguan fisik
yang memungkinkan
terjadinya luka tekan.
2) Periksa kemampuan

24
menerima informasi dan
persepsi terhadap risiko luka
tekan.
Terapeutik:
3) Persiapkan materi, media
tentang faktor penyebab, cara
identifikasi, dan pencegahan
luka tekan.
4) Jadwalkan waktu yang tepat
untuk pendidikan kesehatan
Edukasi:
1) Jelaskan lokasi – lokasi yang
sering terjadi luka tekan.
2) Ajarkan mengidentifikasi
faktor penyebab luka tekan
3) Ajarkan cara menggunakan
matras dekubitus.
4) Ajarkan cara
mempertahankan
permukaan kulit sehat.
5) Anjurkan tetap bergerak
sesuai kemampuan dan
kondisi.
6) Demonstrasi cara – cara
meningkatkan sirkulasi pada
titik lokasi tertekan.

25
4. Implementasi Tindakan Keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat .
Seperti tahap – tahap yang lain dalam proses keperawatan , fase pelaksanaan terdiri dari
beberapa kegiatan antara lain :
a. Validasi (pengesahan) rencana keperawatan
b. Menulis/ mendokumentasikan rencana keperawatan
c. Memberikan asuhan keperawatan
d. Melanjutkan pengumpulan data

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang merupakan
kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien perawat dan anggota tim
kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah :
a. Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak
b. Untuk melakukan pengkajian ulang

Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan dengan prilaku
klien :
a. Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan pernyataan tujuan
pada waktu atau tanggal yang telah ditentukan
b. Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan prilaku, tetapi tidak
seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan
c. Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama sekali menunjukkan
prilaku yang telah ditentukan

26
KESIMPULAN

Limfoma Non-Hodgkin (LNH) merupakan suatu keganasan pada sel limfosit T


maupun sel limfosit B yang sudah matur di dalam kelenjar getah bening atau sistem getah
bening secara keseluruhan. Bisa juga keganasan tersebut dialami oleh sel NK (Natural
Killer). Akibatnya adalah terjadi proliferasi berlebihan dari sel limfosit tersebut sehingga
membuat kelenjar limfe membesar atau limfadenopati.
Faktor resiko terjadinya LNH adalah ketika sistem kekebalan tubuh menurun akibat
kondisi tertentu seperti setelah mengkonsumsi obat-obat imunosupresan atau pasca
transplantasi organ, atau bisa juga ketika tubuh mengalami infeksi dari agen-agen
infeksius tertentu, seperti virus HIV yang menyebabkan AIDS, kemudian Epstein Barr
Virus (EBV), Helicobacter pylori, Hepatitis C dan sebagainya. Selain itu ditemukan juga
bahwa orang-orang yang bekerja di perkebunan yang menggunakan bahan pestisida juga
beresiko untuk LNH, dan juga bagi orang-orang obesitas dan perokok berat. LNH sering
dialami orang-orang usia 60 tahun ke atas namun tidak mustahil juga terjadi pada orang-
orang usia lebih muda, dan pria lebih banyak insidennya dari wanita.

27
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 12 vol 2. Jakarta:
EGC
Carpenito, L.J. 2012. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
13. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 4. Jakarta: Media
Aesculapius
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Tambayong, J. 2013. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta
Anonymous. Limfoma Non-Hodgkin 2012 ; (online), (http://indonesian.lymphoma-net.org)
NANDA International. 2012. Nanda International: Nursing Diagnoses 2012-2014. USA:
Willey Blackwell Publicaton.
National Cancer Institute. Adult Non Hodgkin’s Lymphoma. Available at: http://www.cancer.
gov/cancertopics/pdq/treatment/adult-nonhodgkins / health professional.

28

Anda mungkin juga menyukai