PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sistem limfatik merupakan sistem dalam tubuh yang berperan dalam
berbagai infeksi di dalam tubuh. Setiap saat, tubuh terpapar oleh berbagai
antigen yang berbahaya dan dapat menimbulkan penyakit. Sistem limfatik
terdiri dari pembuluh limfe, kelenjar limfe, cairan limfe, timus dan juga
limpa. Kelenjar limfe tersebar diseluruh tubuh, dan banyak terdapat di
lipatan paha, ketiak, leher, dan didalam perut.
Kapiler limfe mempunyai pori-pori yang relatif besar. Oleh karena itu
infeksi di satu daerah tubuh, misalnya pada tungkai bawah memungkinkan
bakteri menembus dinding kapiler limfe yang akhirnya akan masuk ke
cairan limfe dan menimbulkan radang pada kelenjar limfe yang berakibat
terjadinya pembesaran pada kelenjar limfe.
Salah satu pembesaran kelenjar limfe adalah penyakit limfoma.
Limfoma merupakan sejenis kanker yang tumbuh akibat mutasi sel
limfosit. Ada 2 macam limfoma, yaitu limfoma hodgkin dan limfoma non
hodgkin. Limfoma hodgkin merupakan limfoma maligna yang khas
ditandai oleh adanya sel reed sternberg dengan latar belakang sel radang
pleomorf. Sedangkan, limfoma non hodgkin merupakan suatu kelompok
penyakit heterogen yang didefinisikan sebagai keganasan jaringan limfoid
selain penyakit hodgkin.
Di Indonesia, jumlah penderita limfoma non hodgkin lebih banyak
daripada limfoma hodgkin. Pada tahun
diperkirakan terjadi 54.900 kasus baru limfoma non hodgkin, dan 26.100
orang meninggal. Masih di Amerika Serikat, 5% kasus limfoma non
hodgkin terjadi pada anak laki-laki dan 4% pada anak perempuan, lebih
dari 45.000 anak-anak didiagnosis menderita penyakit ini setiap tahunnya.
1.2
1.3
Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada anak-anak yang menderita penyakit
Limfoma non-Hodgkin?
Tujuan
Mengetahui bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada anakanak dengan Limfoma non-Hodgkin.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian
Limfoma non-Hodgkin (LNH) atau non-Hodgkin lymphomas (NHL)
merupakan penyakit yang sangat heterogen dilihat dari segi patologi dan
klinisnya. Penyebarannya juga tidak seteratur penyakit Hodgkin serta bentuk
ekstra-nodal jauh lebih sring dijumpai. Manifestasinya sama dengan penyakit
Hodgkin, namun penyakit ini biasanya sudah menyebar ke seluruh sistem
limfatik sebelum pertama kali terdiagnosis. Apabila penyakitnya masih
terlokalisasi, radiasi merupakan penanganan pilihan. Jika terdapat keterlibatan
umum, digunakan kombinasi kemoterapi. Pemberian dosis rendah pada
penderita HIV-positif dianjurkan untuk mencegah terjadinya infeksi berat
yang potensial mematikan. Seperti pada penyakit Hodgkin, infeksi
merupakan maslah utama. Keterlibatan sistem saraf pusat juga sering terjadi.
NHL adalah suatu keganasan dari limfosit T dan B berupa
proliferasiklonal yang terdapat pada berbagai tingkat tumor. Keganasan ini
tidak boleh disamakan dengan kelainan limfoproliferatif poliklonik. Kedua
kelompok penyakit tersebut terjadi dengan frekuensi tertinggi pada anak
dengan stastus imunodefisiensi herediter.
Terdapat lebih dari 15 tipe yang berbeda dari NHL, dikelompokkan ke
dalam 3 sub tipe:
1. Limfoblastik limfoma (LBL)
2. Small non cleved cell (Burkits dan non Burkits)
3. Large cell lymphoma (histiositik)
Semuanya merupakan jenis neoplasma yang cepat tumbuh dengan
penyebaran sistemik yang luas.
Meskipun etiologinya belum diketahui tetapi beberapa faktor yang
menyebabkan termasuk infeksi virus dan immunodefisiensi. Bentuk endemis
dari Burkits lymphoma ditemukan di Afrika dan New Guinea. Epstein Barr
virus DNA dan antigen nuklear diidentifikasi pada 90% African Burkits
lymphoma.
Keadaan infeksi virus lain dengan penyakit immunodefisiensi juga
oleh:
HIV,
telangiektasis,
Wiskott-Aldrich
Syndrome,
severecombined
Bloom
immudefisiensi
syndrome,
disease,
ataksia
X-linked
khromosom
yang
mengandung
c-myc protoonkogen
Insidensi
Kejadian ini kira-kira sepuluh kasus per 1.000.000 orang per tahun.
NHL terjadi paling sering pada dekade kedua kehidupan, dan terjadi lebih
sering pada anak kurang dari 3 tahun. NHL pada bayi jarang terjadi (1%
dalam uji Berlin-Frankfurt-Munster 1986-2002). Dalam hasil penelitian
retrospektif, angka kejadian pada bayi lebih sedikit dibandingkan dengan
pasien yang lebih tua. Insiden NHL meningkat secara keseluruhan, dan ada
sedikit peningkatan dalam kejadian pada usia 15 sampai 19 tahun, namun
kejadian NHL pada anak kurang dari 15 tahun tetap konstan selama beberapa
dekade terakhir. Insiden NHL lebih tinggi pada kulit putih daripada orang
Afrika, Amerika, dan NHL lebih sering pada laki-laki daripada perempuan.
Sebuah tinjauan, data limfoma Burkitt didiagnosis di Amerika Serikat
antara 1992 dan 2008 yaitu 2,5 kasus/juta orang per tahun dengan kasus lebih
banyak laki-laki daripada wanita. Limfoma Burkitt lebih sering dalam putih
non-Hispanik (3,2 kasus/juta orang-tahun) dibandingkan dengan kulit putih
Hispanik (2,0 kasus/juta orang-tahun).
Klasifikasi
Pada anak-anak, non-Hodgkin limfoma (NHL) berbeda dari limfoma
pada orang dewasa. Limfoma pada orang dewasa lebih sering derajat
keganasan rendah atau menengah, hampir semua NHL yang terjadi pada
anak-anak dengan derajat keganasan tinggi. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) telah mengklasifikasi NHL sebagai berikut:
a. Fenotipe yaitu, B-lineage dan T-lineage atau natural killer (NK) cell
lineage
b. Diferensiasi yaitu, prekursor dan matang.
Atas dasar respons klinis terhadap pengobatan, NHL masa kanakkanak dan remaja saat ini digolongkan ke dalam tiga kategori terapi:
1. Mature B-cell NHL (Burkitt dan Burkitt-like lymphoma/leukimia dan
DLBCL);
2. Limfoma limfoblastik (terutama prekursor limfoma sel T dan kurang
sering, prekursor limfoma sel B), dan
3. Anaplastic large cell lymphoma (AICI) (mature T-cell).
NHL berkaitan dengan imunodefisiensi umumnya memiliki fenotipe
sel B matur dan lebih sering dari sel besar daripada Burkitt.
Gejala Klinis
Gejala
Penyebab
Kemungkinan
timbulnya gejala
kelenjar
getah 20-30%
kelenjar
getah
bening di dada
Pembengkakan
wajah
Hilang nafsu makan
bening di perut
Sembelit berat
Nyeri
perut
Pembesaran
30-40%
atau
perut kembung
Pembengkakan
tungkai
Penurunan
badan
10%
Diare
Malabsorpsi
Pengumpulan cairan Penyumbatan pembuluh getah
di sekitar paru-paru bening di dalam dada
(efusi pleura)
20-30%
Daerah
10-20%
badan
tubuh
50-60%
Demam
Keringat di malam
hari
Perdarahan ke dalam saluran
pencernaan
Penghancuran sel darah merah
oleh limfa yang membesar
dan terlalu aktif
Penghancuran sel darah merah
oleh
antibodi
abnormal
(anemia hemolitik)
Penghancuran sumsum tulang
karena penyebaran limfoma
30%,
pada
Ketidakmampuan
sumsum
akhirnya
bisa
(berkurangnya
tulang untuk menghasilkan
mencapai 100%
jumlah sel darah
sejumlah sel darah merah
merah)
karena obat atau terapi
Anemia
penyinaran
Mudah
oleh bakteri
kelenjar
menyebabkan
getah
bening,
berkurangnya
20-30%
pembentukan antibody
2.5
Diagnosa
Kenyataannya bahwa NHL adalah penyakit yang heterogen yang
ditangani secara berbeda maka sangat mutlak dilakukan biopsi untuk
pemeriksaan
histopatologis,
immunophenotyping,
dan
pemeriksaan
Terapi
Terapi NHL tergantung histologi, stage, dan immunophenotype. Untuk
anak dengan stage I dan II NHL diberikan multi agen khemoterapi
(doxorubicin, vincristine, cyclophospamide, dan prednison) diikuti 6 bulan
daily oral 6 MP dan metotrexate setiap minggu dengan long term free survival
90%. Tidak ada perbedaan bermakna dengan lokal irradiasi.
Penderita limfoma tingkat rendah mungkin tidak memerlukan
pengobatan segera, tetapi harus menjalani pemeriksaan sesering mungkin
untuk meyakinkan bahwa penyakitnya tidak menyebabkan komplikasi yang
serius.
Kemoterapi dilakukan pada penderita limfoma tingkat menengah.
Penderita limfoma tingkat tinggi memerlukan kemoterapi intensif segera
karena penyakit ini tumbuh dengan cepat.
Jika dimulai sesegera mungkin, pemberian kemoterapi dengan atau
tanpa terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi,
bisa menyembuhkan lebih dari separuh penderitanya. Sebagian besar
penderita sudah mencapai stadium lanjut (stadium III dan IV) pada saat
penyakitnya terdiagnosis.
Fase induksi:
-
Siklofosfamid 1,2g/
iv (hari ke-1)
Vinkristin 2mg/
Metotreksat 300mg/
Prednison 60 mg/
Siklofosfamid 1,0 g/
Prednison 60mg/
10
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Etiologi
Penyebab LNH belum jelas diketahui. Para pakar cenderung berpendapat
Patofisiologi
Telah diketahui bahwa penjalaran penyakit LNH terjadi secara limfogen
dengan melibatkan rantai kelenjar getah bening yang saling berhubungan dan
merambat dari satu tempat ketempat yang berdekatan. Walaupun pada LNH
timbul gejala gejala konstitusional (demam, penurunan berat badan, berkeringat
pada malam hari), namun insidennya lebih rendah dari pada penmyakit Hodgkin.
Ditemukan adanya limfadenopati difus tanpa rasa nyeri, dapat menyerang satu
atau seluruh kelemjar limfe perifer.
Klasifikasi KIEL membagi LNH menjadi 2 yaitu :
1. LNH dengan derajat keganasan rendah.
2. LNH dengan derajat keganasan tinggi.
Klasifikasi KIEL sudah menyesuaikan dengan kompartemen dari kelenjar
getah bening serta membedakan asal sel, apakah dari limfosit B atau
limfosit T.
Kriteria diagnosis medic LNH adalah sebagai berikut :
1. Riwayat pembesaran kelenjar getah bening atau timbulnya massa
2.
3.
4.
5.
3.3
3.4
Pengkajian
1. Pernafasan.
Gejala :
Dispnea pada saat aktivitas atau istirahat, nyeri dada
Tanda :
a. Dispnea, takipnea.
b. Batuk nonproduktif.
c. Tanda tanda distress pernafasan (frekuensi dan kedalaman
pernafasan meningkat, penggunaan otot bantu pernafasan, stridor,
sianosis).
d. Parau (paralisis laryngeal akibat tekanan pembesaran kelenjar limfe
saraf laryngeal).
2. Sirkulasi.
Gejala :
Palpitasi, nyeri dada.
Tanda :
a. Takikardia, disritmia.
12
Neurosensori.
Gejala :
a. Nyeri saraf (neuralgia) yang menunjukkan terjadinya kompresi akar
saraf oleh pembesaran kelenjar limfe pada brakial, lumbal, dan pleksus
sacral.
b. Kelemahan otot, parastesi.
Tanda :
a. Status mental letargi, menarik diri, kurang minat/perhatian terhadap
keadaan sekitar.
b. Paraplegia (kompresi batang spinal,keterlibatan diskus intervertebralis,
kompresi suplai darah terhadap batang spinal).
kemerahan,
pruritus
umum
dan
vitiligo
(hipopigmentasi).
Tanda :
a. Demam, menetap dengan etiologi yang tidak dapat dijelaskan, tanpa
gejala inpeksi.
13
Pemeriksaan Diagnostik
14
JENIS PEMERIKSAAN
INTERPRETASI HASIL
Diferensial SDP
Neutofilia,monosit,basofilia
dan
eosinofilia
Eritrosit
Morfologi SDM
Kerapuhan
eritrosit Meningkat
osmotic
Laju Endap Darah (LED)
Meningkat
selama
tahap
aktif
inflamasi,
malignasi)
Trombosit
Test Coomb
Alkalin fosfatase
Kalsium serum
BUN
Globin
Foto
toraks,
bila
terjadi
adenopati
hilus
dan
3.6
Diagnosis Keperawatan
1. Jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan peningkatam produksi
secret pada jalan nafas sekunder dari obstruksi trakeobronkial akibat
pembesaran kelenjar limfe servikal, mediastinum.
2. Nyeri akut yang berhubungan dengan kompresi saraf perifer, pembesaran
kelanjar limfe,efek sekunder pemberian agen antileukimia, peningkatan
produksi asam laktat jaringan local.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan ketidakadekuatan
system imunitas tubuh terapi imunosupresif (supresi sumsum tulang
belakang).
4. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolic (proses keganasan) dan perubahan kimiawi tubuh sebagai efek
kemoterapi.
5. Koping individu atau keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan
prognosis penyakit, gambaran diri yang salah.
6. Kecemasan individu dan keluarga yang berhubungan dengan prognosis
sakit.
3.7
Rencana Intervensi
Jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan produksi secret pada jalan
nafas sekunder dari obstruksi trakeo bronchial akibat pembesaran kelenjar limfe
servikal, mediastinum
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam jalan nafas klien kembali efektif,
kriteria : secara subjektif pernyataan sesak berkurang, tidak ada penggunaan otot
16
RASIONAL
frekuensi
pernafasan, Perubahan
kedalaman,irama,adanya
seperti
dispnea, takipnea,dispnea,penggunaan
dapat
otot
mengindikasikan
yang
membutuhkan
sel
menurunkan
oksigen
darah
darah
putih
kapasitas
dan
dapat
pembawa
menimbulkan
hipoksemia
Kaji
respon
pernafasan
aktivitas
terhadap Penurunan
oksigenasi
seluler
Observasi distensi vena leher, nyeri Pasien LNH dengan sindrom vena cava
kepala,
pusing,
edema
dispnea, stridor
Nyeri akut yang berhubungan dengan kompresi saraf perifer, pembesaran kelenjar
limfe, efek sekunder pemberian anti agen antin leukemia, peningkatan produksi
asam laktat jaringan local
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam terdapat penurunan respon nyeri
kriteria : secara subjektif pasien menyatakan penurunan rasa nyeri, secara objektif
didapatkan tanda tanda vital dalam batas normal, wajah rileks, tidak gterjadi
17
RASIONAL
Catat karakteristik nyeri, lokasi, Variasi penampilan dan perilaku pasien karena
intensitas
serta
lama
penyebarannya
Lakukan
managemen
nyeri
keperawatan :
kejaringan
yang
mengalami
nyeri
Istirahatkan pasien
menurunkan
(pengalihan
stimulus
perhatian)
internal
dapat
dengan
Lakukan
sentuhan
dukungan
psikologis
dapat
Analgetik
Digunakan
untuk
mengurangi
nyeri
opioid
diberikan
menghindari
Kemoterapi
Pemberian
disesuaikan
dengan
derajat
penderita
dengan
penyakit
Radiasi
Terapi
terpilih
untuk
RASIONAL
Monitor TTV
19
infeksi
pada
pasien
granulositopenik
Kaji
dan
catat
factor
resiko infeksi
meminimalkan
pertahankan
segar
gunakan
isolasi
protocol
protektif
maupun eksogen
perawatan
mulut
Laporkan bila ada perubahan tanda vital Perubahan tanda vital memungkinkan
tanda
terjadinya
sepsis,
terutama
kepatuhan
dan
mengurangi
factor
resiko
Yakinkan
pasien
dan
sementara
Pengertian
tentang
granulositopenia
sifat
dapat
jaringan,
meningkatkan
kerentanan infeksi
Kolaborasi pemberian antibiotika
Menurunkan
kehadiran
organism
endogen
Pantau laboraturium sel darah putih
Mengonfirmasikan
keterlibatan
sel
Koping individu atau keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis
penyakit, gambaran diri yang salah
Tugas : dalam waktu 1 x 24 jam pasien atau keluarga mampu mengembangkan
koping yang positif
kriteria evaluasi: klien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan, mampu
menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan
perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap
situasi .
INTERVENSI
RASIONAL
hubungan
dengan
derajat menyusun
ketidakmampuan
Anjurkan
mengekspresikan
rencana
perawatan
atau
pemilihan intervensi
pasien
menyesuaikan
dengan
perasaan
tersebut
Dukung mekanisme koping positif
serta
mengidentifikasi
dan
mencegah
tetap
gtrauma
mandiri
dengan
yang
dapat
factor
peningkatan
emosional
Anjurkan
orang
mengizinkan
terdekat
pasien
untuk Pasien
dapat
beradaptasi
terhadap
kemandirian
untuk
Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman atau
perubahan kesehatan
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan pasien berkurang
Criteria : pasien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaannya, dapat
mengidentifikasi penyebab atau factor yang mempengaruhinya, kooperatif
terhadap tindakan, wajah rileks
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji tanda verbal dan non verbal Reaksi verbal / nonverbal menunjukkan
kecemasan.
lakukan
Damping
tindakan
bila
pasien,
menunjukka
perilaku merusak
Hindari konfrontasi
Mulai
melakukan
mengurangi
tindakan
kecemasan.
kesempatan
pasien
mengungkapkan ansietasnya
untuk Dapat
terhadap
menghilangkan
kekhawatiran
ketegangan
yang
tidak
diekspresikan
Berikan privasi untuk pasien dan orang Memberi waktu untuk mengekspresikan
terdekatnya
3.8
relaksasi
menurunkan kecemasan
Evaluasi
1. Jalan nafas efektif
a. sesak nafas berkurang
b. tidak terdengar bunyi nafas tambahan
2. Penurunan rasa nyeri
23
dan
Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit Limfoma non-Hodgkin sebagai berikut:
1. Akibat langsung penyakitnya
a. Penekanan terhadap organ, khususnya jalan napas, usus, dan saraf.
b. Mudah terjadi infeksi.
2. Akibat efek samping pengobatan biasanya terjadi aplasia sumsum tulang,
gagal jantung, gagal ginjal, serta neuritis oleh obat vinkristin.
24
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Limfoma non-Hodgkin (LNH) atau non-Hodgkin lymphomas (NHL)
Saran
Dengan makalah ini penulis berharap, mahasiswa dapat memahami
konsep teori beserta asuhan keperawatan pada anak dengan limfoma nonhodgkin, agar dilapangan dapat melakukan asuhan keperawatan dengan
profesional, sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi mortalitas
pada anak sehingga mampu mempertahankan generasi yang sehat.
25
DAFTAR PUSTAKA
E. Otto, Shirley. 2003. Keperawatan Onkologi. Jakarta: GEC
Handayani, Wiwik & Andy Sulistyo Hariwibowo. 2012. Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba
Medika
Muttaqin, arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
26