Latar Belakang
Limfoma non-Hodgkin adalah kanker dari kelenjar getah bening karena itu mudah
menjalar ke tempat-tempat lain disebabkan kelenjar getah bening dihubungkan satu dengan
yang lain oleh saluran-saluran getah bening. Kanker kelanjar getah bening atau limfoma
adalah sekelompok penyakit keganasan yang bekaitan dan mengenai sistem limfatik.
Sistem limfatik merupakan bagian penting dari sistem kekebalan tubuh yang membentuk
pertahanan alamiah tubuh melawan infeksi dan kanker.
Limfoma merupakan penyakit keganasan yang sering ditemukan pada anak sepertiga
leukemia dan keganasan susunan syaraf pusat. Angka kejadian tertinggi pada umur 7-10
tahun dan jarang dijumpai pada usia dibawah 2 tahun. Laki-laki lebih sering bila
dibandingkan wanita dengan perbandingan 2,5 : 1. Angka kejadiannya setiap tahun
diperkirakan meningkat dan di USA 16,4 persejuta anak dibawah usia 14 tahun. Angka
kejadian limfoma malignum di Indonesia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Di
indonesia, terdapat beberapa kasus yang terjadi pada kanker Non-hodgkin’s lymphoma.
Contohnya yaitu Limfoma non-Hodgkin dari sinus sphenoid menyebabkan kelumpuhan
saraf terisolasi oculomotor. WHO memperkirakan sekitar 1,5 juta orang di dunia saat ini
hidup dengan NHL dan 300 ribu orang meninggal karena penyakit ini tiap tahun. Sekitar 55
persen dari NHL tipenya agresif dan tumbuh cepat.
NHL merupakan kanker tercepat ketiga pertumbuhannya setelah kanker kulit dan
paru-paru. Angka kejadian NHL meningkat 80 persen dibandingkan tahun 1970-an. Setiap
tahun angka kejadian penyakit ini meningkat 3-7 pesen. NHL banyak terjadi pada orang
dewasa dengan angka tertinggi pada rentang usia 45-60 tahun.
.Untuk lebih lanjut mengenai penyakit kanker Limfoma non-Hodgkin dan kasus-
kasusnya yang sering terjadi serta cara pengobatan penyakit ini dapat dijelaskan dalam
makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang dapat dikaji pada makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL) ?
2. Dimana saja lokasi kanker limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)?
3. Bagaimana klasifikasi limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)?
4. Apa penyebab dan faktor resiko limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)?
5. Bagaimana gejala limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)?
6. Jelaskan stadium-stadium limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)?
7. Bagaimana diagnosis limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)?
8. Bagaimana terapi limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)?
9. Sebutkan contoh-contoh kasus limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL) dan bagaimana
terapinya?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
2. Untuk mengetahui dimana saja lokasi kanker limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
3. Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
4. Untuk mengetahui apa penyebab dan faktor resiko limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
5. Untuk mengetahui bagaimana gejala limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
6. Untuk mengetahui stadium-stadium limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
7. Untuk mengetahui bagaimana diagnosis limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
8. Untuk mengetahui bagaimana terapi limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
9. Untuk mengetahui contoh-contoh kasus limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL) dan
bagaimana terapinya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Limfoma maligna non hodgkain (LNH) adalah suatu keganasan primer jaringan limfoid
yang bersifat padat. LNH adalah sekelompok penyakit heterogen. Sel ganas pada penyakit LNH
adalah sel limfosit yang berada pada salah satu tingkat deferensiasinya dan berproliferasi secara
banyak.
Limfoma maligna adalah kelompok neoplasma maligna/ganas yang muncul dalam kelenjar limfe
atau jaringan limfoid ekstranodal yang ditandai dengan proliferasi atau akumulasi sel-sel asli
jaringan limfoid (limfosit, histiosit dengan pra-sel dan derivatnya) (Shike, 1996).
Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak
diketahui, tetapi dikaitkan dengan virus, khususnya virus Epstein Barr yang ditemukan pada
limfoma Burkitt. Adanya peningkatan insidens penderita limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin
pada kelompok penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) pengidap virus HIV,
tampaknya mendukung teori yang menganggap bahwa penyakit ini disebabkan oleh virus. Awal
pembentukan tumor pada gangguan ini adalah pada jaringan limfatik sekunder (seperti kelenjar
limfe dan limpa) dan selanjutnya dapat timbul penyebaran ke sumsum tulang dan jaringan lain
(Soeparman, 1990).
Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem vaskular darah.
Biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran limfe jaringan, dan limfe
yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan akhirnya bergabung kembali kedarah vena.
Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi kenaikan yang menyolok pada aliran limfe dari
daerah itu. Telah diketahui bahwa dalam perjalanan peradangan akut, lapisan pembatas
pembuluh limfe yang terkecil agak meregang, sama seperti yang terjadi pada venula, dengan
demikian memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang masuk kedalam pembuluh limfe.
Bagaimanapun juga, selama peradangan akut tidak hanya aliran limfe yang bertambah , tetapi
kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang sama (Mansjoer
dkk, 1999).
Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe menguntungkan
karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang dengan mengosongkan
sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang dapat menimbulkan cedera dapat dibawa oleh
pembuluh limfe dari tempat peradangan primer ketempat yang jauh dalam tubuh. Dengan cara
ini, misalnya, agen-agen yang menular dapat menyebar. Penyebaran sering dibatasi oleh
penyaringan yang dilakukan oleh kelenjar limfe regional yang dilalui oleh cairan limfe yang
bergerak menuju kedalam tubuh, tetapi agen atau bahan yang terbawa oleh cairan limfe mungkin
masih dapat melewati kelenjar dan akhirnya mencapai aliran darah (Price, 1995).
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis dapat menghasilkan petunjuk tentang
kemungkinan diagnosis ini dan evaluasi lebih lanjut secara langsung (misalnya hitung darah
lengap, biakan darah, foto rontgen, serologi, uji kulit). Jika adenopati sistemik tetap terjadi tanpa
penyebab yang jelas tanpa diketahui, biopsi kelenjar limfe dianjurkan. (Santoso, 2004). Biopsi
sayatan: Sebagian kecil jaringan tumur mame diambil melalui operasi dengan anestesi umum
jaringan tumor itu dikeluarkan, lalu secepatnya dikirim kelaborat untuk diperriksa. Biasanya
biopsi ini dilakukan untuk pemastian diagnosis setelah operasi (Soeparman, 1990). Anestesi
umum menyebabkan mati rasa karena obat ini masuk kejaringan otak dengan tekanan setempat
yang tinngi (Soeparman, 1990). Pada awal pembiusan ukuran pupil masih biasa, reflek pupil
masih kuat, pernafasan tidak teratur, nadi tidak teratur, sedangkan tekanan darah tidak berubah,
seperti biasa. (Santoso, 2004).
BAB II
PEMBAHASAN
Penyakit-penyakit ini adalah penyakit yang agresif dengan onset dan progresivitas yang
cepat. Pasien dengan limfoma derajat sedang, jenis limfositik-nodular, pada awalnya cenderung
berada pada stadium yang lebih lanjut, dengan sekitar 60 – 80 % insiden terkenanya sumsum
tulang. Jaringan limfatik tonsilar pada orofaring dan nasofaring (disebut cincin Waldeyer) juga
merupakan tempat yang diserang pada 15 – 30 % pasien. Limfoma Burkitt dan imunoblastik
merupakan limfoma derajat tinggi dan mempunyai kecenderungan mengenai SSP. SSP juga
merupakan daerah yang sering terkena pada pasien relaps dengan penyakit stadium IV bersama
daerah lain yang sebelumnya terkena. Meskipun limfoma derajat sedang dan tinggi sangat
agresif dan fatal tanpa pengobatan, limfoma ini berespon terhadap kemoterapi dan berpotensi
untuk sembuh. Dengan kemoterapi intensif, 20 – 40 % pasien berusia < 60 tahun dapat sembuh.
Sisanya meninggal karena penyakit ini.
Stadium I: Sel-sel limfoma berada dalam satu kelompok kelenjar getah bening (misalnya
di leher atau di ketiak). Atau, jika sel-sel abnormal itu tidak berada dalam kelenjar getah
bening, tapi hanya pada satu bagian jaringan atau organ tubuh saja (misalnya di paru-
paru, tapi tidak di hati atau di sumsum tulang).
Stadium II: Sel-sel limfoma berada sekurangnya di dua kelompok kelenjar getah bening,
pada sisi diafragma yang sama (baik di atas atau di bawah). Atau, sel-sel limfoma ini
berada di organ tubuh dan di kelenjar getah bening di sekitarnya (pada sisi yang sama
seperti diafragma) Mungkin ada sel-sel limfoma di kelompok kelenjar getah bening yang
lain di sisi diafragma yang sama.
Stadium III: Limfoma terdapat dalam kelompok kelenjar getah bening di atas dan di
bawah diafragma. Juga dapat ditemukan di organ atau di jaringan di sekitar kelompok
kelenjar getah bening ini.
Stadium IV: Limfoma ini berada di seluruh satu organ atau jaringan (selain di kelenjar
getah bening). Atau, berada dalam hati, darah, atau sumsum tulang.
Merupakan terapi terkini untuk limfoma non-Hodgkin. Obat yang telah mendapat
pengakuan dari FDA untuk radioimunoterapi adalah ibritumomab dan tositumomab.
Terapi ini menggunakan antibody monoclonal bersamaan dengan isotop radioaktif.
Antibodi tersebut akan menempel pada sel kanker dan radiasi akan mengahancurkan sel
6. Kemoterapi
Selama operasi terbuka, sinus sphenoid kiri berisi pembuluh darah tumor gembur
merah, yang dibiopsi. Bagian beku dari biopsi intrasurgical didiagnosis sebagai kompatibel
dengan tumor sel kecil bulat. Diagnosis histologis terakhir adalah limfoma non-Hodgkin, dif-
sekering besar B-tipe sel, yang memiliki seragam, bulat-ke-oval dengan kromatin inti vesikuler
dan satu atau beberapa nukleolus mencolok. Sel-sel tumor positif untuk CD20 dan negatif untuk
CD3 (Gambar 2).
Pasien dirujuk ke onkologi medis untuk pementasan karya-up, termasuk biopsi sumsum
tulang dan tomografi emisi positron (PET), yang semuanya negatif. Pasien menerima kemoterapi
yang terdiri dari delapan siklus CHOP (siklofosfamid, adriamisin, vincris-tine (Oncovin), dan
prednison) dengan Rituximab pembantu. Setelah enam siklus kemoterapi, kelumpuhan saraf
diamati sebelumnya kiri ketiga benar-benar diselesaikan. Tidak ada luka meningkatkan dicatat
pada tindak lanjut MRI 6 bulan pascaoperasi (Gambar 3). Pasien saat ini sedang rutin tindak
lanjut bulanan di klinik onkologi medis.
Awal klinis penyajian kelumpuhan saraf oculomotor terisolasi tanpa defisit neurologis
tambahan langka, dan sifat dari tumor, yang menduduki sinus sphenoid, adalah sebuah situs
jarang didokumentasikan limfoma non-Hodgkin. Untuk pengetahuan kita, hanya ada enam kasus
didokumentasikan dari limfoma primer non-Hodgkin sphenoidal di literature. Karakteristik klinis
kasus-kasus ini teringkas pada Tabel 1. Ada total enam laki-laki dan satu perempuan
didokumentasikan dalam literatur, termasuk kasus kami. Usia rata-rata adalah 48 tahun (kisaran
5-78). Menyajikan gejala termasuk sakit kepala, gangguan visual dan cra-nial keterlibatan saraf.
DAFTAR PUSTAKA
Kara, Murat, Murat Ozkan dan Serpir Dizbay Sak, Primary Pulmonary Non-Hodgkin’s
Lymphoma. Jurnal of Ankara Medical School Vo. 24, No.4, 2002.
Mansjoer A, Triyanti, Savitri R, et al. Kapita selekta kedokteran. Jilid I. Edisi ketiga.
Jakarta:Media AesculapiusFKUI, 1999.
Park YM., et al, 2007, Non-Hodgkin’s Lyphoma of The Sphenoid Sinus Presenting As Isolated
Oculomotor Nerve Palsy. World Journal of Surgical Oncology.
Patte C. 1997 , Non Hodgkin’s Lymphoma. Dalam Pinkerton CR and Plowman PN penyunting.
Paediatric Oncology. Edisi ke-2. London; Chapman & Hall Medical;: 278-295
Price SA, Wilson LM. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC,
Jakarta.
Reksidoputro H., 1996, limfoma Malignum Non-Hogkin in Ilmu penyakit Dalam, Balai
Penerbit FKUI , Jakarta.
Santoso M, Krisifu C. Diagnostik dan Penatalaksanaan Limfoma Non-Hodgkin. Jakarta: Dexa
Media, 2004; 143-146.
Shike M (1996): Nutrition therapy for the Cancer Patient. In: Hamatology / Oncology Clinic of
North America 10 Number 1, pp 221 – 334.
Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1990.
http://s1farmasiayu.blogspot.co.id/2013/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html