Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem limfatik merupakan sistem dalam tubuh yang berperan dalam
berbagai infeksi di dalam tubuh. Setiap saat, tubuh terpapar oleh berbagai
antigen yang berbahaya dan dapat menimbulkan penyakit. Sistem limfatik
terdiri dari pembuluh limfe, kelenjar limfe, cairan limfe, timus dan juga
limpa. Kelenjar limfe tersebar diseluruh tubuh, dan banyak terdapat di
lipatan paha, ketiak, leher, dan didalam perut.
Kapiler limfe mempunyai pori-pori yang relatif besar. Oleh karena itu
infeksi di satu daerah tubuh, misalnya pada tungkai bawah memungkinkan
bakteri menembus dinding kapiler limfe yang akhirnya akan masuk ke
cairan limfe dan menimbulkan radang pada kelenjar limfe yang berakibat
terjadinya pembesaran pada kelenjar limfe.
Salah satu pembesaran kelenjar limfe adalah penyakit limfoma.
Limfoma merupakan sejenis kanker yang tumbuh akibat mutasi sel
limfosit. Ada 2 macam limfoma, yaitu limfoma hodgkin dan limfoma non
hodgkin. Limfoma hodgkin merupakan limfoma maligna yang khas
ditandai oleh adanya sel reed sternberg dengan latar belakang sel radang
pleomorf. Sedangkan, limfoma non hodgkin merupakan suatu kelompok
penyakit heterogen yang didefinisikan sebagai keganasan jaringan limfoid
selain penyakit hodgkin.
Di Indonesia, jumlah penderita limfoma non hodgkin lebih banyak
daripada limfoma hodgkin. Pada tahun 2000 di Amerika Serikat,
diperkirakan terjadi 54.900 kasus baru limfoma non hodgkin, dan 26.100
orang meninggal. Masih di Amerika Serikat, 5% kasus limfoma non
hodgkin terjadi pada anak laki-laki dan 4% pada anak perempuan, lebih
dari 45.000 anak-anak didiagnosis menderita penyakit ini setiap tahunnya.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan pada anak-anak yang menderita penyakit
Limfoma non-Hodgkin?

1
1.3 Tujuan
Mengetahui bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada anak-
anak dengan Limfoma non-Hodgkin.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Limfoma non-Hodgkin (LNH) atau non-Hodgkin lymphomas (NHL)


merupakan penyakit yang sangat heterogen dilihat dari segi patologi dan
klinisnya. Penyebarannya juga tidak seteratur penyakit Hodgkin serta bentuk
ekstra-nodal jauh lebih sring dijumpai. Manifestasinya sama dengan penyakit
Hodgkin, namun penyakit ini biasanya sudah menyebar ke seluruh sistem
limfatik sebelum pertama kali terdiagnosis. Apabila penyakitnya masih
terlokalisasi, radiasi merupakan penanganan pilihan. Jika terdapat keterlibatan
umum, digunakan kombinasi kemoterapi. Pemberian dosis rendah pada
penderita HIV-positif dianjurkan untuk mencegah terjadinya infeksi berat
yang potensial mematikan. Seperti pada penyakit Hodgkin, infeksi
merupakan maslah utama. Keterlibatan sistem saraf pusat juga sering terjadi.

NHL adalah suatu keganasan dari limfosit T dan B berupa


proliferasiklonal yang terdapat pada berbagai tingkat tumor. Keganasan ini
tidak boleh disamakan dengan kelainan limfoproliferatif poliklonik. Kedua
kelompok penyakit tersebut terjadi dengan frekuensi tertinggi pada anak
dengan stastus imunodefisiensi herediter.

Terdapat lebih dari 15 tipe yang berbeda dari NHL, dikelompokkan ke


dalam 3 sub tipe:
1. Limfoblastik limfoma (LBL)
2. Small non cleved cell (Burkit’s dan non Burkit’s)
3. Large cell lymphoma (histiositik)

Semuanya merupakan jenis neoplasma yang cepat tumbuh dengan


penyebaran sistemik yang luas.

Meskipun etiologinya belum diketahui tetapi beberapa faktor yang


menyebabkan termasuk infeksi virus dan immunodefisiensi. Bentuk endemis
dari Burkit’s lymphoma ditemukan di Afrika dan New Guinea. Epstein Barr

3
virus DNA dan antigen nuklear diidentifikasi pada 90% African Burkit’s
lymphoma.

Keadaan infeksi virus lain dengan penyakit immunodefisiensi juga


oleh: HIV, Wiskott-Aldrich Syndrome, Bloom syndrome, ataksia
telangiektasis, severecombined immudefisiensi disease, X-linked
immunoproliferative syndrome, dan pada keadaan transplantasi dengan
immunosupresif kronis.

EBV induced NHL terjadi sebagai akibat gangguan imunitas.


Kebanyakan kasus endemis dan sporadis terdapat translokasi dari lengan
panjang khromosom 8 yang mengandung c-myc protoonkogen
ke lengan panjang 14 (8q-;14+). Hal ini mengakibatkan expresi yang
abnormal dari produk gen mengakibatkan proliferasisel yang tidak terbatas,
mencetuskan tranformasi neoplastik.

2.2 Insidensi

Kejadian ini kira-kira sepuluh kasus per 1.000.000 orang per tahun.
NHL terjadi paling sering pada dekade kedua kehidupan, dan terjadi lebih
sering pada anak kurang dari 3 tahun. NHL pada bayi jarang terjadi (1%
dalam uji Berlin-Frankfurt-Munster 1986-2002). Dalam hasil penelitian
retrospektif, angka kejadian pada bayi lebih sedikit dibandingkan dengan
pasien yang lebih tua. Insiden NHL meningkat secara keseluruhan, dan ada
sedikit peningkatan dalam kejadian pada usia 15 sampai 19 tahun, namun
kejadian NHL pada anak kurang dari 15 tahun tetap konstan selama beberapa
dekade terakhir. Insiden NHL lebih tinggi pada kulit putih daripada orang
Afrika, Amerika, dan NHL lebih sering pada laki-laki daripada perempuan.

Sebuah tinjauan, data limfoma Burkitt didiagnosis di Amerika Serikat


antara 1992 dan 2008 yaitu 2,5 kasus/juta orang per tahun dengan kasus lebih
banyak laki-laki daripada wanita. Limfoma Burkitt lebih sering dalam putih
non-Hispanik (3,2 kasus/juta orang-tahun) dibandingkan dengan kulit putih
Hispanik (2,0 kasus/juta orang-tahun).

4
Imunodefisiensi, baik bawaan dan diperoleh baik imunodefisiensi
akibat infeksi virus manusia atau pun imunodefisiensi post transplantasi
organ, meningkatkan resiko NHL. Epstein-Barr Virus berkaitan dengan
sebagian besar kasus NHL pada masyarakat imunodefisiensi.

Sebuah tinjauan retrospektif dari pusat kanker anak di Jerman


diidentifikasi 11 (0,3%) dari 2968 kasus di mana didiagnosa pada usia anak
usia lebih dari 20 tahun dengan NHL keganasan sekunder. Dengan
pengobatan saat ini, lebih dari 80% anak dan remaja dengan NHL akan
bertahan minimal 5 tahun, walaupun hasilnya sangat bervariasi tergantung
pada beberapa faktor, termasuk tingkat keparahan dan histologi.

2.3 Klasifikasi

Pada anak-anak, non-Hodgkin limfoma (NHL) berbeda dari limfoma


pada orang dewasa. Limfoma pada orang dewasa lebih sering derajat
keganasan rendah atau menengah, hampir semua NHL yang terjadi pada
anak-anak dengan derajat keganasan tinggi. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) telah mengklasifikasi NHL sebagai berikut:
a. Fenotipe yaitu, B-lineage dan T-lineage atau natural killer (NK) cell
lineage
b. Diferensiasi yaitu, prekursor dan matang.

Atas dasar respons klinis terhadap pengobatan, NHL masa kanak-


kanak dan remaja saat ini digolongkan ke dalam tiga kategori terapi:
1. Mature B-cell NHL (Burkitt dan Burkitt-like lymphoma/leukimia dan
DLBCL);
2. Limfoma limfoblastik (terutama prekursor limfoma sel T dan kurang
sering, prekursor limfoma sel B), dan
3. Anaplastic large cell lymphoma (AICI) (mature T-cell).

NHL berkaitan dengan imunodefisiensi umumnya memiliki fenotipe


sel B matur dan lebih sering dari sel besar daripada Burkitt.

5
Posttransplant lymphoproliferative disease (PTLDs) diklasifikasikan menurut
WHO yaitu:
1. lesi awal
2. polimorfik
3. monomorfik

2.4 Gejala Klinis

Gejala Penyebab Kemungkinan


timbulnya gejala

Gangguan pernafasan Pembesaran kelenjar getah 20-30%


bening di dada
Pembengkakan
wajah

Hilang nafsu makan Pembesaran kelenjar getah


bening di perut
Sembelit berat 30-40%

Nyeri perut atau


perut kembung

Pembengkakan Penyumbatan pembuluh getah 10%


tungkai bening di selangkangan atau
perut

Penurunan berat Penyebaran limfoma ke usus


badan halus
10%
Diare

Malabsorpsi

Pengumpulan cairan Penyumbatan pembuluh getah


di sekitar paru-paru bening di dalam dada
20-30%
(efusi pleura)

6
Daerah kehitaman Penyebaran limfoma ke kulit
dan menebal di kulit
10-20%
yang terasa gatal

Penurunan berat Penyebaran limfoma ke seluruh


badan tubuh
50-60%
Demam

Keringat di malam
hari

 Perdarahan ke dalam saluran


pencernaan
 Penghancuran sel darah merah
oleh limfa yang membesar
dan terlalu aktif
 Penghancuran sel darah merah
oleh antibodi abnormal
(anemia hemolitik)
 Penghancuran sumsum tulang
Anemia 30%, pada
karena penyebaran limfoma
(berkurangnya akhirnya bisa
 Ketidakmampuan sumsum
jumlah sel darah mencapai 100%
tulang untuk menghasilkan
merah)
sejumlah sel darah merah
karena obat atau terapi
penyinaran

Mudah terinfeksi Penyebaran ke sumsum tulang


oleh bakteri dan kelenjar getah bening,
20-30%
menyebabkan berkurangnya
pembentukan antibody

2.5 Diagnosa

Kenyataannya bahwa NHL adalah penyakit yang heterogen yang


ditangani secara berbeda maka sangat mutlak dilakukan biopsi untuk

7
pemeriksaan histopatologis, immunophenotyping, dan pemeriksaan
sitogenetik untuk menegakkannya.

Bila pasien terdapat efusi pleura atau ascites, pemeriksaan sitologi dan
immunophenotyping dapat dilakukan. Pemeriksaan pretreatment yang lain
hitung jenis, tes funsi hati dan ginjal, serum asam urat, Ca, Phospor, LDH,
dan elektrolit. Juga diperlukan pemeriksaan X-ray Thorax dan CT-scan
abdominal atau thorak, sidik tulang, dan galium scan, pemeriksaan LCS
(liquor cerebrospinalis) untuk evaluasi. Dalam hal ini tidak seperti Hodgkin’s
disease tidak diperlukan staging laparotomy.

2.6 Terapi

Terapi NHL tergantung histologi, stage, dan immunophenotype.


Untuk anak dengan stage I dan II NHL diberikan multi agen khemoterapi
(doxorubicin, vincristine, cyclophospamide, dan prednison) diikuti 6 bulan
daily oral 6 MP dan metotrexate setiap minggu dengan long term free
survival 90%. Tidak ada perbedaan bermakna dengan lokal irradiasi.

Penderita limfoma tingkat rendah mungkin tidak memerlukan


pengobatan segera, tetapi harus menjalani pemeriksaan sesering mungkin
untuk meyakinkan bahwa penyakitnya tidak menyebabkan komplikasi yang
serius.

Kemoterapi dilakukan pada penderita limfoma tingkat menengah.


Penderita limfoma tingkat tinggi memerlukan kemoterapi intensif segera
karena penyakit ini tumbuh dengan cepat.

Jika dimulai sesegera mungkin, pemberian kemoterapi dengan atau


tanpa terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi,
bisa menyembuhkan lebih dari separuh penderitanya. Sebagian besar
penderita sudah mencapai stadium lanjut (stadium III dan IV) pada saat
penyakitnya terdiagnosis.

8
Terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah biasanya akan
memperpanjang harapan hidup penderita sampai 2-5 tahun, sedangkan pada
limfoma tingkat tinggi hanya 6 bulan sampai 1 tahun.

Radioterapi secara umum jarang digunakan kecuali untuk beberapa


pasien dengan penyakit lokal yang residual setelah terapi induksi. Pasien
dengan refractory atau relapse NHL juga diterapi dengan kemoterapi dosis
tinggi yang diikuti dengan autologus atau allogenic bone narrow
transplantation (BMT).

Terapi untuk stadium IV dengan dosis tinggi arabinoide-C (ara-C) dan


dosis intermediate metotrexate memperbaik survival sampai 50%. Anak-anak
dengan penyakit yang lanjut memerlukan profilaksis CNS dengan
intrathecalmetotrexate atau radiasi cranial atau keduanya dan memerlukan
terapi dengan durasi yang lebih lama. VP-16 (epipodophyllotoxin) dan ara-C
bermanfaat untuk menangani NHL yang relapse.

Hanya pada pasien dengan tumor kepala dan leher diberikan terapi
intrathecal sebagai profilaksis. Untuk anak dengan LBLs lanjut (stage III)
diberikan 10-drug program (LSA2L2) dengan hasil 76% relapse free survival.
Regimen ini tidak efektif untuk tumor sel B limfoma. (28% relapse free
survival). Penggunaan COMP (cyclophospamide, vincristine, metotrexate dan
prednisone), dimana tidak efektif untuk LBL, memperbaiki relapse free
survival pada limfoma cell B sampai 57%.

Tersedia beberapa sediaan kemoterapi yang sangat efektif. Obat


kemoterapi bisa diberikan tunggal (untuk limfoma tingkat rendah) atau dalam
bentuk kombinasi (untuk limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi).
Pemberian kemoterapi disertai faktor pertumbuhan dan pencangkokan
sumsum tulang masih dalam tahap penelitian.

Pengobatan baru yang masih dalam penelitian adalah antibodi


monoklonal yang telah digabungkan dengan racun, yang memiliki bahan
racun (misalnya senyawa radioaktif atau protein tanaman yang disebut risin),
yang menempel di antibodi tersebut. Antibodi ini secara khusus akan

9
menempel pada sel-sel limfoma dan melepaskan bahan racunnya, yang
selanjutnya akan membunuh sel-sel limfooma tersebut.

Pada pencangkokan sumsum tulang, sumsum tulang diangkat dari


penderita (dan sel limfomanya dibuang) atau dari donor yang sesuai dan
dicangkokkan ke penderita. Prosedur ini memungkinkan dilakukannya hitung
jenis darah, yang berkurang karena kemoterapi dosis tinggi, sehingga
penyembuhan berlangsung lebih cepat. Tetapi pencangkokan sumsum tulang
memiliki resiko, sekitar 5% penderita meninggal karena infeksi pada minggu
pertama, sebelum sumsum tulang membaik dan bisa menghasilkan sel darah
putih yang cukup untuk melawan infeksi. Pencangkokan sumsum tulang juga
sedang dicoba dilakukan pada penderita yang pada awalnya memberikan
respon yang baik terhadap kemoterapi tetapi memiliki resiko tinggi terjadinya
kekambuhan.

Kemoterapi dengan menggunakan protokol COMP terdiri dari:


 Fase induksi:

- Siklofosfamid 1,2g/ iv (hari ke-1)

- Vinkristin 2mg/ iv (hari ke-3, 10, 18, 26)

- Metotreksat 300mg/ iv (hari ke-12)

- Metotreksat 6,25 mg/ it (hari ke-4, 30, 34)

- Prednison 60 mg/ po (hari ke-3 sampai 30 kemudian

diturunkan bertahap sampai hari ke-40).


 Fase rumatan:

- Siklofosfamid 1,0 g/ iv (minggu ke-0, 4, 8, 12, 16, 20)

- Vinkristin 1,5 mg/ iv (minggu ke-0, 2, 4, 6, 8, 10, 12,

14, 16, 18, 20)

- Metotreksat 300 mg/ iv (minggu ke-2, 6, 10, 14, 18)

- Metotreksat 6,25 mg/ it (minggu ke-4, 8, 12, 16, 20)

10
- Prednison 60mg/ po selama 5 hari (minggu ke-0, 4, 8,

12, 16, 20)

Selama kemoterapi dilakukan pemeriksaan fungsi hati, ginjal tiap


bulan.

11
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Etiologi

Penyebab LNH belum jelas diketahui. Para pakar cenderung berpendapat


bahwa terjadinya LNH disebabkan oleh pengaruh rangsangan immunologis
persisten yang menimbulkan proliferasi jaringan limfoid tidak terkendali. Diduga
ada hubungan dengan virus Epstein Barr LNH kemungkinan ada kaitannya
dengan factor keturunan karena ditemukan fakta bila salah satu anggota keluarga
menderita LNH maka resiko anggota keluarga lainnya terjangkit tumor ini lebih
besar dibanding dengan orang lain yang tidak termasuk anggota keluarga itu.

3.2 Patofisiologi

Telah diketahui bahwa penjalaran penyakit LNH terjadi secara limfogen


dengan melibatkan rantai kelenjar getah bening yang saling berhubungan dan
merambat dari satu tempat ketempat yang berdekatan. Walaupun pada LNH
timbul gejala – gejala konstitusional (demam, penurunan berat badan, berkeringat
pada malam hari), namun insidennya lebih rendah dari pada penmyakit Hodgkin.
Ditemukan adanya limfadenopati difus tanpa rasa nyeri, dapat menyerang satu
atau seluruh kelemjar limfe perifer.

Klasifikasi KIEL membagi LNH menjadi 2 yaitu :


1. LNH dengan derajat keganasan rendah.
2. LNH dengan derajat keganasan tinggi.

Klasifikasi KIEL sudah menyesuaikan dengan kompartemen dari kelenjar


getah bening serta membedakan asal sel, apakah dari limfosit B atau
limfosit T.

Kriteria diagnosis medic LNH adalah sebagai berikut :


1. Riwayat pembesaran kelenjar getah bening atau timbulnya massa
tumor ditempat lain.
2. Riwayat demam yang tidak jelas.

12
3. Penurunan berat badan 10 % dalam waktu 6 bulan.
4. Keringat malam yang banyak tanpa sebab yang sesuai.
5. Pemeriksaan hispatologis tumor sesuai dengan LNH.

3.3 Stadium pada LNH

1. Pemeriksaan laboraturium lengkap, meliputi hal berikut :


a. Darah tepi lengkap termasuk retikulosit dan LED
b. Gula darah
c. Fungsi hati termasuk y-GT, albumin, dan LDH
d. Fungsi ginjal
e. Immunoglobulin
2. Pemeriksaan biopsy kelenjar atau massa tumor untuk mengetahui subtipe
LNH, bila perlu sitologi jarum halus (FNAB) ditempat lain yang di curigai
3. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang.
4. CT-scan atau USG abdomen, untuk mengetahui adanya pembesaran
kelenjar getah bening pada aorta abdominal atau KGB lainnya, massa
tumor abdomen, dan metastase ke bagian intraabdominal.
5. Pencitraan toraks (PA dan lateral) untuk mengetahui pembesaran kelenjar
media stinum, bila perlu CT-Scan thoraks.
6. Pemeriksaan THT untuk melihat keterlibatan cincin waldeyer terlibat
dilanjutkan dengan tindakan gastroskopi.
7. Jika diperlukan pemeriksaan bone scan atau bone survey untuk melihat
keterlibatan tulang.
8. Jika diperlukan biopsy hati (terbimbing).
9. Catat performance status.
10. Stadium berdasarkan Aun Amor.
11. Untuk ekstra nodal stadium berdasarkan criteria yang ada.

3.4 Pengkajian
1. Pernafasan.
Gejala :
Dispnea pada saat aktivitas atau istirahat, nyeri dada

13
Tanda :
a. Dispnea, takipnea.
b. Batuk nonproduktif.
c. Tanda – tanda distress pernafasan (frekuensi dan kedalaman
pernafasan meningkat, penggunaan otot bantu pernafasan, stridor,
sianosis).
d. Parau (paralisis laryngeal akibat tekanan pembesaran kelenjar limfe
saraf laryngeal).

2. Sirkulasi.
Gejala :
Palpitasi, nyeri dada.
Tanda :
a. Takikardia, disritmia.
b. Sianosis wajah akibat obstruksi drainase vena karena pembesaran
kelenjar limfe (jarang terjadi).
c. Ikterus sklera / umum akibat kerusakan hati dan obstruksi duktus
empedu ( tanda lanjut).
d. Pucat ( anemia ), diaphoresis, dan keringat malam.

3. Neurosensori.
Gejala :
a. Nyeri saraf (neuralgia) yang menunjukkan terjadinya kompresi akar
saraf oleh pembesaran kelenjar limfe pada brakial, lumbal, dan pleksus
sacral.
b. Kelemahan otot, parastesi.
Tanda :
a. Status mental letargi, menarik diri, kurang minat/perhatian terhadap
keadaan sekitar.
b. Paraplegia (kompresi batang spinal,keterlibatan diskus intervertebralis,
kompresi suplai darah terhadap batang spinal).

14
4. Nyeri dan kenyamanan.
Gejala :
Nyeri tekan pada nodus yang terkena, misalnya pada sekitar mediastinum,
nyeri dada, nyeri punggung ( kompresi vertebral ), nyeri tulang
(keterlibatan tulang limfomatus).
Tanda :
Fokus pada diri sendiri, perilaku hati – hati.

5. Keamanan
Gejala :
a. Riwayat infeksi(sering terjadi) karena abnormalitas system imun
seperti infeksi herpes sistemik, TB, toksoplasmosis atau infeksi
bacterial.
b. Riwayat ulkus / perforasi / perdarahan gaster.
c. Demam Pel Ebstein ( peningkatan suhu malam hari sampai beberapa
minggu ), diikuti demam menetap dan keringat malam tanpa
menggigil.
d. Integritas kulit: kemerahan, pruritus umum dan vitiligo
(hipopigmentasi).
Tanda :
a. Demam, menetap dengan etiologi yang tidak dapat dijelaskan, tanpa
gejala inpeksi.
b. Kelenjar limfe asimetris, tidak ada nyeri, membengkak / membesar
terytama kelenjar limfe servikal ( kiri>kanan), nodus aksila dan
mediastinum.
c. Pembesaran tonsil.
d. Pruritus umum.
e. Sebagian area kehilangan melanin ( vitiligo ).

6. Eliminasi
Gejala :
a. Perubahan karakteristik urine dan atau feses.

15
b. Riwayat obstruksi usus, syndrome malabsorbsi (infiltrasi kelenjar
limfe retroperitoneal).
Tanda :
a. Nyeri tekan kuadran kanan atas, hepatomegali.
b. Nyeri tekan kuadran kiri atas, splenomegali.
c. Penurunan keluaran urine, warna lebih gelap/pekat, anuria (obstruksi
uretral, gagal ginjal).
d. Disfungsi usus dan kandung kemih ( kompresi spinal cord pada gejala
lanjut).

7. Makanan dan cairan


Gejala :
a. Anoreksia.
b. Disfagia ( tekanan pada esophagus ).
c. Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan ≥10 % dalam 6
bulan tanpa upaya diet pembahasan.
Tanda :
a. Pembengkakan pada wajah, leher, rahang, atau ekstremitas atas
(kompresi vena cava superior).
b. Edema ekstremitas bawah, asites (kompresi vena cava inferior oleh
pembesaran kelenjar limfe intraabdominal).

8. Aktivitas dan istirahat


Gejala :
a. Kelelahan, kelemahan atau malaise umum.
b. Kehilangan produksivitas atau penurunan toleransi aktivitas.
c. Kebutuhan tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda :
Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban, dan tanda – tanda lain
yang menunjukkan kelelahan.

16
3.5 Pemeriksaan Diagnostik

JENIS PEMERIKSAAN INTERPRETASI HASIL

Hitung sel darah lengkap:

 Sel darah putih Variasi normal, menurun atau meningkat secara


nyata

 Diferensial SDP Neutofilia,monosit,basofilia dan eosinofilia


mungkin ditemukan. Limfofenia sebagai gejala
lanjut

 Sel darah merah dan Menurun


Hb/Ht

Eritrosit

 Morfologi SDM Normostik, hipokromik ringan sampai sedang

 Kerapuhan eritrosit Meningkat


osmotic

Laju Endap Darah (LED) Meningkat selama tahap aktif ( inflamasi,


malignasi)

Trombosit Menurun ( sumsum tulang digantikan oleh


limfoma atau hiperslenisme)

Test Coomb Reaksi positif (anemia hemolitik), reaksi negative


pada tahap lanjut)

Alkalin fosfatase Mungkin meningkat bila tulang terkena

Kalsium serum Meningkat pada eksaserbasi

BUN Mungkin meningkat bila ginjal terlibat

Globin Hipogammaglobulinemia umum dapat terjadi pada


penyakit lanjut

Foto toraks, vertebrata, Dilakukan untuk area yang terkena dan membantu
ekstremitas proksimal, serta penetapan stadium penyakit
nyeri tekan pada area pelvis

17
CT Scan dada, abdominal, Dilakukan bila terjadi adenopati hilus dan
tulang memastikan keterlibatan nodus limfe mediatinum,
abdominal, dan keterlibatan tulanh

USG abdominal Mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus limfe


retroperitoneal

Biopsy sumsum tulang Menentukan keterlibatan sumsum tulang, invasi


sumsum tulang terlihat pada tahap luas

Biopsy nodus limfe Memastikan klasifikasi diagnosis limfoma

3.6 Diagnosis Keperawatan

1. Jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan peningkatam produksi


secret pada jalan nafas sekunder dari obstruksi trakeobronkial akibat
pembesaran kelenjar limfe servikal, mediastinum.
2. Nyeri akut yang berhubungan dengan kompresi saraf perifer, pembesaran
kelanjar limfe,efek sekunder pemberian agen antileukimia, peningkatan
produksi asam laktat jaringan local.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan ketidakadekuatan
system imunitas tubuh terapi imunosupresif (supresi sumsum tulang
belakang).
4. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolic (proses keganasan) dan perubahan kimiawi tubuh sebagai efek
kemoterapi.
5. Koping individu atau keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan
prognosis penyakit, gambaran diri yang salah.
6. Kecemasan individu dan keluarga yang berhubungan dengan prognosis
sakit.

3.7 Rencana Intervensi

Jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan produksi secret pada jalan
nafas sekunder dari obstruksi trakeo bronchial akibat pembesaran kelenjar limfe

18
servikal, mediastinum

Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam jalan nafas klien kembali efektif,

kriteria : secara subjektif pernyataan sesak berkurang, tidak ada penggunaan otot
aksesori, tidak terdengar bunyi nafas tambahan

INTERVENSI RASIONAL

Kaji/awasi frekuensi pernafasan, Perubahan seperti


kedalaman,irama,adanya dispnea, takipnea,dispnea,penggunaan otot
penggunaan otot bantu pernafasan dan aksesori dapat mengindikasikan
gangguan ekspansi dada berlanjutnya keterlibatan kelenjar limfe
mediastinal yang membutuhkan
intervensi lebih lanjut

Bantu perubahan posisi secara periodik Meningkatkan aerasi semua segmen


paru dan membantu mobilisasi sekeresi

Ajarkan teknik nafas dalam (bibir, Meningkatkan aerasi semua segmen


diagfragma, abdomen ) paru dan membantu mobilisasi sekeresi

Kaji/awasi warna kulit, perhatikan Proliferasi sel darah putih dapat


adanya tanda pucat / sianosis menurunkan kapasitas pembawa
oksigen darah dan menimbulkan
hipoksemia

Kaji respon pernafasan terhadap Penurunan oksigenasi seluler


aktivitas menurunkan toleransi aktivitas, istirahat
menurunkan kebutuhan oksigen serta
mencegah kelelahan dan dispnea

Observasi distensi vena leher, nyeri Pasien LNH dengan sindrom vena cava
kepala, pusing, edema preorbital, superior dan obstruksi jalan nafas
dispnea, stridor menunjukan kedaruratan onkologis

Nyeri akut yang berhubungan dengan kompresi saraf perifer, pembesaran kelenjar
limfe, efek sekunder pemberian anti agen antin leukemia, peningkatan produksi

19
asam laktat jaringan local

Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam terdapat penurunan respon nyeri

kriteria : secara subjektif pasien menyatakan penurunan rasa nyeri, secara objektif
didapatkan tanda – tanda vital dalam batas normal, wajah rileks, tidak gterjadi
penurunan perfusi perifer

INTERVENSI RASIONAL

Catat karakteristik nyeri, lokasi, Variasi penampilan dan perilaku pasien karena
intensitas serta lama dan nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian
penyebarannya

Lakukan managemen nyeri


keperawatan :

 Atur posisi fisiologis


Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan
O2 kejaringan yang mengalami nyeri sekunder
dan iskemia

 Istirahatkan pasien Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2,


jaringan perifer sehingga akan menurunkan
kebutuhan oksigen jaringan

 Managemen lingkungan : Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus


lingkungan tenang dan nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung
batasi pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi O2
ruangan yang akan berkurang apabila banyak
pengunjung yang berada diruangan

 Ajarkan teknik relaksasi Meningkatkan asupan O2 sehingga akan


pernafasan dalam menurunkan nyeri sekunder dari iskemia
jaringan

 Ajarkan teknik distraksi Distraksi (pengalihan perhatian) dapat


saat nyeri menurunkan stimulus internal dengan
mekanisme peningkatan produksi endorphin
dan enkafalin yang dapat memblok reseptor

20
nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks
serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri

 Lakukan managemen Managemen sentuhan pada saat nyeri berupa


sentuhan sentuhan dukungan psikologis dapat
membantu menurunkan nyeri. Massase ringan
dapat meningkatkan aliran darah dan dengan
otomatis membantu suplai darah dan oksigen
kearea nyeri dan menurunkan sensasi nyeri

Kolaborasi pemberian terapi

 Analgetik Digunakan untuk mengurangi nyeri


sehubungan dengan hemoatoma otot yang
besar dan perdarahan sendi. Analgetika oral
non opioid diberikan menghindari
ketergantungan terhadap narkotika pada nyeri
kronis

 Kemoterapi Pemberian disesuaikan dengan derajat


penyakit

 Radiasi Terapi terpilih untuk penderita dengan


penyakit ekstranodal yang terbatas adalah
radiasi, radioterapi local atau radioterapi local,
atau radioterapi dengan lapangan yang luas,
terutama pada kasus limfoma histolitik difus

Aktual/ resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan ketidakadekuatan


system imunitas tubuh dan terapi imunosupresif (supresi sumsum tulang
belakang)

Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi infeksi

kriteria : pasien dan keluarga mampu mengidentifikasi factor resiko yang dapat
dikurangi serta menyebutkan tanda dan gejala dini infeksi.

INTERVENSI RASIONAL

21
Monitor TTV Adanya infeksi akan bermanifestasi
pada perubahan TTV. Demam atau
hipotermi mungkin mengindikasikan
munculnya infeksi pada pasien
granulositopenik

Kaji dan catat factor yang Menjadi data dasar dan meminimalkan
meningkatkan risiko infeksi resiko infeksi

Lakukan tindakan untuk mencegah Kewaspadaan meminimalkan


pemajanan pada sumber yang diketahui pemajanan pasien terhadap bakteri,
atau potensial terhadap infeksi virus dan pathogen jamur baik endogen
maupun eksogen
 pertahankan isolasi protektif
sesuai kebijakan institusional
 pertahankan teknik mencuci
tangan dengan cermat
 beri hygiene yang baik
 batasi pengunjung yang sedang
demam, flu atau infeksi
 berikan hygiene perianal 2 kali
sehari setiap BAB
 batasi bunga segar dan sayur
segar
 gunakan protocol perawatan
mulut

Laporkan bila ada perubahan tanda vital Perubahan tanda vital memungkinkan
tanda terjadinya sepsis, terutama
peningkatan suhu tubuh

Jelaskan alas an kewaspadaan dan Pengertian pasien dapat memperbaiki


pantangan kepatuhan dan mengurangi factor
resiko

22
Yakinkan pasien dan keluarganya Granulositopenia dapat menetap 6 -12
bahwa peningkatan kerentanan pada minggu. Pengertian tentang sifat
infeksi hanya sementara sementara granulositopenia dapat
membantu mencegah kecemasan pasien
dan keluarganya

Minimalkan prosedur invasive Prosedur tertentu dapat menyebabkan


trauma jaringan, meningkatkan
kerentanan infeksi

Kolaborasi pemberian antibiotika Menurunkan kehadiran organism


endogen

Pantau laboraturium sel darah putih Mengonfirmasikan keterlibatan sel


darah putih terhadap infeksi

Koping individu atau keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis
penyakit, gambaran diri yang salah

Tugas : dalam waktu 1 x 24 jam pasien atau keluarga mampu mengembangkan


koping yang positif

kriteria evaluasi: klien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan, mampu


menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan
perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap
situasi .

INTERVENSI RASIONAL

Kaji perubahan dari gangguan persepsi Menentukan bantuan individual dalam


dan hubungan dengan derajat menyusun rencana perawatan atau
ketidakmampuan pemilihan intervensi

Anjurkan pasien untuk Menunjukkan penerimaan, membantu


mengekspresikan perasaan termasuk pasien untuk mengenal dan mulai
permusuhan dan kemarahan menyesuaikan dengan perasaan
tersebut

Dukung mekanisme koping positif Sejak masa kanak kanak, pasien dibantu

23
untuk menerima dirinya sendiri dan
penyakitnya serta mengidentifikasi
aspek positif darin kehidupan mereka.
Mereka harus didorong untuk merasa
berarti dan tetap mandiri dengan
mencegah gtrauma yang dapat
menyebabkan episode perdarahan akut
dan mengganggu kegiatan normal

Hindari factor peningkatan stress Perawat harus mengetahui pengaruh


emosional stress tersebut secara professional dan
personal serta menggali semua sumber
dukungan untuk mereka sendiri, begitu
juga pasien dan keluarganya

Anjurkan orang terdekat untuk Pasien dapat beradaptasi terhadap


mengizinkan pasien melakukan perubahan dan pengertian tentang peran
sebanyak banyaknya hal untuk dirinya individu dimasa mendatang

Dukung penggunaan alat – alat yang Meningkatkan kemandirian untuk


dapat mengadaptasikan pasien, tongkat membantu pemenuhan kebutuhan fisik
atau alat bantu jalan , tas panjang untuk dan menunjukkan posisi untuk lebih
kateter aktiv dalam kegiatan social

Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman atau
perubahan kesehatan

Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan pasien berkurang

Criteria : pasien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaannya, dapat


mengidentifikasi penyebab atau factor yang mempengaruhinya, kooperatif
terhadap tindakan, wajah rileks

INTERVENSI RASIONAL

Kaji tanda verbal dan non verbal Reaksi verbal / nonverbal menunjukkan
kecemasan. Damping pasien, dan rasa agitasi, marah dan gelisah

24
lakukan tindakan bila menunjukka
perilaku merusak

Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa


marah, menunjukkan kerjasama dan
mungkin memperlambat pertumbuhan

Mulai melakukan tindakan untuk Mengurangi rangsangan eksternal yang


mengurangi kecemasan. Beri tidak perlu
lingkungan yang tenang dan suasana
istirahat

Tingkatkan control sensasi pasien Control sensasi pasien ( dan dalam


menurunkan ketakutan ) dengan cara
memberikan informasi tentang keadaan
pasien, menetapkan penghargaan pada
sumber – sumber koping ( pertahanan
diri) yang positif, serta membantu
latihan relaksasi dan teknik teknik
pengalihan dan memberikan respon
baik yang positif

Orientasikan pasien terhadap prosedur Orientasi dapat menurunkan kecemasan


rutin dan aktivitas yang diharapkan

Beri kesempatan pasien untuk Dapat menghilangkan ketegangan


mengungkapkan ansietasnya terhadap kekhawatiran yang tidak
diekspresikan

Berikan privasi untuk pasien dan orang Memberi waktu untuk mengekspresikan
terdekatnya perasaan, menghilangkan cemas dan
perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan
teman – teman yang dipilih pasien
melayani aktivitas dan pengalihan

( misalnya membaca) akan menurunkan


perasaan terisolasi

Kolaborasi: berikan anti cemas sesuai Meningkatkan relaksasi dan

25
indikasi contohnya diazepam menurunkan kecemasan

3.8 Evaluasi

1. Jalan nafas efektif


a. sesak nafas berkurang
b. tidak terdengar bunyi nafas tambahan
2. Penurunan rasa nyeri
a. tanda – tanda vital dalam batas normal
b. wajah rileks
c. tidak terjadi penurunan perfusi perifer
3. Mengurangi resiko infeksi, mengenali gejala dini infeksi
4. Koping individu dan keluarga efektif
5. Kecemasan berkurang
a. dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang mempengaruhi
b. kooperatif terhadap tindakan
c. wajah rileks.

3.9 Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit Limfoma non-Hodgkin sebagai berikut:
1. Akibat langsung penyakitnya
a. Penekanan terhadap organ, khususnya jalan napas, usus, dan saraf.
b. Mudah terjadi infeksi.
2. Akibat efek samping pengobatan biasanya terjadi aplasia sumsum tulang,
gagal jantung, gagal ginjal, serta neuritis oleh obat vinkristin.

26
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Limfoma non-Hodgkin (LNH) atau non-Hodgkin lymphomas (NHL)
adalah suatu kelompok penyakit heterogen yang dapat didefinisikan sebagai
keganasan jaringan limfoid yang dapat berasal dari limfosit T dan limfosit B
berupa proliferasiklonal yang terdapat pada berbagai tingkat tumor. Penyebab
LNH belum jelas diketahui. Ditinjau dari beratnya penyakit, dari derajat
keganasan yang rendah sampai derajat keganasan tinggi, hampir semua NHL yang
terjadi pada anak-anak dengan derajat keganasan tinggi.
WHO mengklasifikasikan NHL menjadi fenotipe dan diferensiasi. Atas
dasar respon klinis terhadap pengobatan, NHL masa kanak-kanak digolongkan
menjadi Mature B-cell NHL, Limfoma limfoblastik dan Anasplastic large cell
lymphoma (AICI).
Gejala klinis dapat berupa gangguan pernafasan, pembengkakan wajah,
hilang nafsu makan, sembelit berat, nyeri perut, pembengkakan tungkai,
penurunan berat badan, diare, malabsorpsi, efusi pleura, demam, keringat
dimalam hari, anemia dan mudah terinfeksi oleh bakteri. Terapi NHL tergantung
histologi, stage, dan immunophenotype. Kolaborasi pemberian terapi dapat berupa
analgetik, kemoterapi dan radiasi.

3.2 Saran

Dengan makalah ini penulis berharap, mahasiswa dapat memahami


konsep teori beserta asuhan keperawatan pada anak dengan limfoma non-
hodgkin, agar dilapangan dapat melakukan asuhan keperawatan dengan
profesional, sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi mortalitas
pada anak sehingga mampu mempertahankan generasi yang sehat.

27
DAFTAR PUSTAKA

E. Otto, Shirley. 2003. Keperawatan Onkologi. Jakarta: GEC


Handayani, Wiwik & Andy Sulistyo Hariwibowo. 2012. Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba
Medika
Muttaqin, arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

28

Anda mungkin juga menyukai