Anda di halaman 1dari 35

ASKEP LIMFOMA MALIGNA

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Pengertian tentang limfoma maligna antara lain menurut Danielle, (1999) bahwa limfoma

adalah malignansi yang timbul dari sistem limfatik. Pengertian lain tentang limfoma

maligna menurut Susan Martin Tucker, (1998) adalah suatu kelompok neoplasma yang

berasal dari jaringan limfoid. Sedangkan menurut Suzanne C. Smeltzer, ( 2001),

mengemukakan bahwa limfoma maligna adalah keganasan sel yang berasal dari sel limfoid.

Pengertian lain tentang limfoma maligna menurut Doenges, (1999) adalah kanker kelenjar

limfoid. Pengertian lain yang diperoleh dari www.trigonum.or.id, (2007) mendefinisikan

bahwa limfoma maligna ialah tumor padat yang berasal dari jaringan limfoid.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa limfoma maligna adalah suatu

jaringan tumor padat yang berasal dari sel limfoid dan bersifat ganas.

B. Patofisiologi

Limfoma maligna ini berasal dari sel limfosit. Tumor ini biasanya bermula dari nodus

limfe, tetapi dapat melibatkan jaringan limfoid dalam limpa, traktus gastrointestinal

(misalnya dinding lembung), hati, atau sumsum tulang. Sel limfosit dalam kelenjar limfe

juga berasal dari sel-sel indik multipotensial di dalam sumsum tulang. Sel induk

multipotensial pada tahap awal bertransformasi menjadi sel progenitor limfosit yang

kemudian berdiferensiasi melalui dua jalur. Sebagian mengalami pematangan dalam

kelenjar thymus untuk menjadi limfosit T, dan sebagian lagi menuju kelenjar limfe atau

tetap berada dalam sumsum tulang dan berdiferensiasi menjadi sel limfosit B. Apabila ada

rangsangan oleh antigen yang sesuai maka limfosit T maupun B akan bertransformasi

menjadi bentuk aktif dan berpoliferasi. Limfosit T aktif menjalankan fungsi respon imunitas

seluler. Sedangkan limfosit B aktif menjadi imunoblas yang kemudian menjadi sel plasma

yang membentuk imunoglobulin. Perubahan limfosit normal menjadi sel limfoma

merupakan akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfosit tua

yang tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya
rangsangan imunogen). Hal ini terjadi didalam kelenjar getah bening, dimana sel limfosit

tua berada di luar centrum germinativum sedangkan imunoblast berada di bagian paling

sentral centrum germinativum. Apabila membesar maka dapat menimbulkan tumor dan

apabila tidak ditangani secara dini maka menyebabkan limfoma maligna.

Penyebab tumor ini tidak diketahui dengan jelas, namun terdapat beberapa faktor risiko antara

lain : imunodefisiensi, agen infeksius, paparan lingkungan dan pekerjaan (seperti pekerja hutan,

petrnak dan pertanian), terkena paparan ultraviolet, merokok, dan mengkonsumsi makanan tinggi

lemak hewani. Tanda dan gejala yang timbul antara lain kelelahan, malaise penurunan berat

badan, peningkatan suhu, kerentanan infeksi, disfagia anoreksia, mual, muntah, konstipasi,

anemia, timbul edema anasarka, tekanan darah turun, sesak nafas bila tumbuh di daerah dada dan

kelainan/pembesaran organ. Apabila kondisi ini berlangsung terus-menerus, maka dapat

menimbulkan komplikasi yaitu efusi pleura, fraktur tulang, paralisis dan kematin pasti terjadi

dalam 1 sampai 3 tahun bila tanpa penanganan.

C. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada klien limfoma maligna terdiri atas penatalaksanaan medis/farmakoterapi

dan penatalaksanaan keperawatan.

1. Penatalaksanaan medis/farmakoterapi. Menurut Brunner and Suddarth, (2001), Danielle Gale,

(1999) :

a. Kemoterapi oral seperti klorambusil (leukeran) dengan atau tanpa prednison. Karena

penyakit ini menjadi progresif lalu direkomendasikan pendekatan yang agresif, dengan

menggunakan kemoterapi kombinasi yang meliputi siklofosfamid, vinkristin, vinblastin,

bleomisin dan doksorubisin. Efek jangka panjang dari kemoterapi meliputi kemandulan,

kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal.

b. Terapi radiasi dilakukan hanya jika penyakit ini terlokalisasi pada daerah-daerah tertentu.

Tujuan terapi radiasi adalah menghancurkan sel-sel tumor. Efek samping terapi radiasi bila

pada area nodus limfa servikal atau tenggorokan, maka akan terjadi mulut kering, disfagia,

mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan produksi salifa serta peningkatan karies gigi,

sedangkan bila pada area nodus limfa abdomen, maka akan terjadi muntah, diare keletihan,

anoreksia dan supresi sumsum tulang.


c. CT scan hati dan limpa dilakukan untuk mengidentifikasi keterlibatan organ tersebut

terhadap tumor.

d. Thorax foto tulang pelvis vertebra, dan tulang panjang, dilakukan untuk mengidentifikasi

keterlibatan organ tersebut terhadap tumor.

e. Biopsi sumsum tulang untuk menentukan keterlibatan sumsum tulang, invasi sumsum

tulang terlihat pada tahap luas.

f. Biopsi nodus limfa untuk membuktikan keterlibatan nodus mediastinal.

g. Skintigrafi Gallium-67 berguna untuk membuktikan deteksi berulangnya penyakit nodus,

khususnya diatas diafragma.

h. Ultrasound abdominal untuk mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus limfa

retroperitoneal.

i. Tomografi paru keseluruhan atau skan CT dada dilakukan bila adenopati hilus terjadi.

Menyatakan kemungkinan keterlibatan nodus limfa mediastinum.

j. Tindakan pembedahan laparatomy dilakukan bila penyakit ini diduga berada di

bawah diafragma tetapi berisiko terjadi perdarahan atau poliferasi.

2. Penatalaksanaan keperawatan, menurut Brunner and Suddarth (2000), dalam memberikan

perawatan dan pendidikan klien. Klien sering merasa takut terhadap obat-obatan yang bersifat

radioaktif dan memerlukan tindakan penjagaan serta pengawasan tindak lanjut yang khusus

karena itu perawat harus menyampaikan informasi tentang terapi ini dan menenangkan perasaan

klien dan keluarga. Untuk klien post operasi laparatomy, klien dianjurkan untuk istirahat serta

menghindari regangan pada jahitan luka. Kassa penutup luka operasi harus dikaji secara periodik

untuk mengetahui adanya peradahan atau tidak dan lakukan perawatan luka setiap hari sesuai

program, untuk mengobservasi tanda-tanda infeksi.

D. Pengkajian

Pengkajian pada klien limfoma maligna menurut Doenges, (1999) diperoleh data sebagai berikut

1. Aktifitas/istirahat
Gejala : kelelahan, kelemahan, atau malaise umum, kehilangan prodiktifitas dan penurunan
toleransi latihan.
Tanda : penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban, dan tanda lain yang menunjukkan

kelelahan.

2. Sirkulasi

Gejala : palpitasi, angina/nyeri dada.

Tanda : takikardia, disritmia, sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena

pembesaran nodus limfa adalah kejadian yang jarang), ikterusskelera dan ikterik umum

sehubungan dengan kerusakan hati dan obtruksi duktus empedu oleh pembesaran nodus limfa,

pucat (anemia), diaforesis, keringat malam hari.

3. Integritas ego

Gejala : faktor stress, takut/ansietas sehubungan dengan diagnosis dan kemungkinan takut mati,

tes diagnostik dan modalitas pengobatan (kemoterapi dan terapi radiasi).

Tanda : berbagai perilaku, misal marah menarik diri, pasif

4. Eliminasi

Gejala : perubahan karakteristik urine dan feses, riwayat obstruksi intususepsi, atau sindroma

malabsorpsi (infiltrasi dari nodus limfa retro peritoneal)

Tanda : nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran pada palpasi (hepatomegali), nyeri

tekan pada kuadran kiri atas dan pembesaran pada palpasi (splenomegali), penurunan haluaran

urine, urine gelap/pekat, anuria (obstruksi uretral/gagal ginja), disfungsi usus dan kandung kemih.

5. Makanan/cairan

Gejala : anoreksia/kehilangan nafsu makan, disfagia (tekanan pada esofagus) Adanya penurunan

berat badan.

Tanda : pembengkakan pada wajah, leher, rahang, atau tangan kanan (sekunder terhadap

kompensasi vena kava superior oleh pembesaran nodus limfa), edema ekstermitas bawah

sehubungan dengan obtruksi vena kava inferior dari pembesaran nodus limfa intraabdominal

(non-hodgkin), Asites (obtruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa

intra abdominal)
6. Neurosensori

Gejala : nyeri saraf (neuralgia) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran nodus limfa

pada brakial, lumbar, dan pleksus sakral, kelemahan otot, parestesia.

Tanda : status mental ; letargi, menarik diri, kurang minat umum terhadap sekitar, paraplegia

(kompresi btang spinal dari tubauh vertebral, keterlibatan diskus pada kompresi/degenerasi atau

kompresi suplai darah terhadap batang spinal)

7. Nyeri/kenyamanan

Gejala : nyeri tekan/nyeri pada nodus limfa yang terkena, mis pada sekitar mediastinum, nyeri

dada, nyeri punggung (kompresi vertebral) nyeri tulang umum (keterlibatan tulang limfomatus),

nyeri segera pada area yang terkena setelah minum alkohol.

Tanda : fokus pada diri sendiri, prilaku berhati-hati.

8. Pernapasan

Gejala : dispnea pada kerja atau istirahat ; nyeri dada

Tanda : dispnea ; takikardia, batuk kering non-produktif, tanda distres pernapasan ; peningkatan

frekuensi pernafasan dan kedalaman, penggunaan otot bantu, stridor, sianosis, parau/paralisis

laringeal (tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laringeal).

9. Keamanan

Gejala : riwayat sering/adanya infeksi, riwayat mononukleus, riwayat ulkus/perforasi perdarahan

gaster, demam, keringat malam tanpa menggigil, kemerahan/pruritus umum

Tanda : demam menetap tanpa gejala infeksi, nodus limfe simetris, tak nyeri,

membengkak/membesar, pembesaran tonsil, pruritus umum, sebagian area kehilangan pigmentasi

melanin (vitilago).

10. Seksualitas

Gejala : masalah tentang fertilitas/kehamilan (sementara penyakit tidak mempengaruhi, tetapi

pengobatan mempengaruhi), penurunan libido.


E. Diagnosa Keperawatan

Setelah data dikumpulkan dilanjutkan dengan analisa data untuk menentukan diagnosa

keperawatan. Menurut Doenges (1999), diagnosa keperawatan pada klien post operasi

laparatomy + biopsy dengan indikasi limfoma maligna sebagai berikut :

1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, insisi bedah

2. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan,

misal : muntah, perdarahan, diare.

3. Nyeri (akut) berhubungan dengan adanya insisi bedah.

4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan cadangan energi,

peningkatan laju metabolik dari produksi leukosit masif.

5. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet, perubahan proses

pencernaan.

6. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan darah dan nutrisi

kejaringan sekunder pembedahan.

7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang akurat mengenai perawatan

di rumah.

F. Perencanaan

Setelah dignosa keperawatan ditemukan, maka dilanjutkan dengan menyusun perencanaan untuk

masing-masing diagnosa yang meliputi prioritas dignosa keperawatan, penetapan tujuan dan

kriteria evaluasi sebagai berikut :

1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, insisi bedah

Tujuan : tidak terjadi infeksi atau penyebaran infeksi

Kriteria Evaluasi :

a) Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi/inflamasi, drainase purulen,

eritema, dan demam

b) Tidak menunjukkan merah, bengkak, pada daerah luka

c) Luka kering bebas dari drainase purulen, eritema, demam, bengkak, dan nyeri
d) Leukosit dalam batas normal 4800-10800 /ul

Intervensi :

a) Monitor tanda-tanda vital tiap 8 jam, perhatikan demam, menggigil, meningkatnya

nyeri

b) Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik

c) Observasi tanda-tanda infeksi seperti nyeri, panas, merah dan bengkak pada luka

operasi, catat karakteristik luka, adanya eritema, dan daerah pemasanngan infus

d) Lakukan perawatan luka secara aseptik dan antiseptik sesuai program

d) Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien

e) Berikan antibiotik sesuai indikasi.

2. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan

berlebihan, misal : muntah, perdarahan, diare.

Tujuan : volume cairan adekuat atua dapat dipertahankan

Kriteria Evaluasi :

a) Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh kelembaban membran mukosa, turgor kulit

baik, tanda vital stabil, dan secara individual haluaran urine adekuat

b) Masukan dan keluaran seimbang (balance).

Intervensi :

a) Monitor TTV tiap 8 jam

b) Monitor intake dan output (hitung balance cairan dalam 24 jam)

c) Observasi adamya perdarahan yang berlabihan

d) Observasi karakteristik luka terhadap adanya peradangan, juga balutan agar tetap

kering

e) Lihat membran mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian kapiler

f) Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus, gerakan usus

g) Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan per oral dimulai, dan

lanjutkan dengan diet sesuai toleransi


h) Berikan cairan IV dan elektrolit.

3. Nyeri (akut) berhubungan dengan adanya insisi bedah.

Tujuan : nyeri hilang, minimal berkurang atau dapat dikontrol

Kriteria Evaluasi :

a) Melaporkan nyeri hilang/terkontrol

b) Tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat.

Intervensi :

a) Ukur TTV tiap 8 jam

b) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10). Selidiki dan laporkan

perubahan nyeri dengan tepat

c) Pertahankan istirahat dengan posisi semi-Fowler

d) Dorong ambulasi diri

e) Berikan aktivitas hiburan

f) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam bila nyeri nyeri timbul atau teknik mengalihkan

perhatian

g) Berikan analgesik sesuai indikasi

h) Berikan kantong es pada abdomen

4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan cadangan energi,

peningkatan laju metabolik dari produksi leukosit masif.

Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari

Kriteria Evaluasi :

a) Laporan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur

b) Berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari sesuai tingkat kemampuan

c) Menunjukkan penurunan tanda fisiologis tidak toleran, misal ; nadi, pernafasan, dan tekanan

darah masih dalam batas normal.

Intervensi :

a) Evaluasi laporan kelemahanm, perhatikan ketidakmampuan untuk beraprtisipasi

dalam aktifitas sehari-hari

b) Berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa gangguan. Dorong istirahat sebelum makan
c) Implementasikan teknik penghematan energi. Bantu ambulasi/aktifitas lain sesuai

indikasi

d) Berikan kebersihan mulut sebelum makan dan berikan antiemetik sesuai indikasi.

5. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet, perubahan

proses pencernaan.

Tujuan : klien dapat BAB sesuai dengan polanya setiap hari

Kriteria Evaluasi :

a) Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus

b) Menunjukkan perubahan prilaku/pola hidup, yang diperlukan sebagai penyebab,

faktor pemberat

c) Frekuensi bising usus 3-15 x/menit

d) BAB lembek dan lancar serta tidak nyeri pada saat BAB.

Intervensi :

a) Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi, dan jumlah

b) Auskultasi bunyi usus

c) Awasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada makanan/cairan

d) Dorong masukkan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung

e) Hindari makan yang mengandung gas

f) Kaji kondisi kulit perianal dengan sering, catat perubahan dalam kondisi kulit atau mulai

kerusakan. Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila terjadi diare

g) Konsul dengan ahli gizi untuk memberikan diet seimbang dengan tinggi serat dan bulk.

h) Berikan pelembek feses, stimulasi ringan, laksatif pembentuk bulk, atau enema sesuai

indikasi, pantau keefektifan

i) Berikan obat antidiare, misal ;difenoksilat hidroklorida dengan atropin (Lomotil) dan

obat pengabsorbsi air, misal Metamucil.

6. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan darah dan nutrisi

kejaringan sekunder pembedahan.


Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit atau integritas kulit dapat dipertahankan

Kriteria Evaluasi :

a) Mempertahankan integritas kulit

b) Mengidentifikasi faktor risiko/prilaku individu untuk mencegah cedera dermal

c) Tidak ada iritasi pada daerah luka operasi

e) Tidak ada lesi

Intervensi :

a) Kaji integritas kulit, cata perubahan pada turgor kulit, gangguan warna hangat lokal, eritema,

ekskoriasi

b) ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak bergerak atau ditempat

tidur

c) Ajarkan permukaan kulit kering dan bersih, batasi penggunaan sabun

d) Bantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif.

7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang akurat mengenai perawatan

di rumah.

Tujuan : mengatakan pengertiannya tentang prosedur pembedahan dan penanganannya

Kriteria Evaluasi :

a) Klien atau orang terdekat mengungkapkan pengertian tentang perawatan di rumah dan perawatan

tindak lanjut

b) Menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan dan potensial komplikasi

c) Berpartisipasi dalam program pengobatan.

Intervensi :

a) Kaji ulang pembatasan aktifitas pascaoperasi

b) Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi, dan kembali

kedokter untuk mengangkat jahitan/pengikat

c) Idenifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh, peningkatan nyeri ; edema/eritema

luka, adanya drainase , demam.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (2002). Text Book of Medical – Surgical Nursing (Agung, Penerjemah).
Philadelphia : Lippincott (Sumber asli diterbitkan 1997).

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Hand Book Of Nursing Diagnosis. (Monica Ester, Penerjemah).
Philadelphia. PA 19106.USA (Sumber asli diterbitkan 1999).

Doenges, M. (2000). Nursing Care Planns (I Made Kariasa, Penerjemah). Philadelphia. F.A Davis
Company. (Sumber asli diterbitkan 1993).

Gale, Danielle. (2000). Oncology Nursing Care Plans (I Made Kariasa, Penerjemah). Texas : Skidmore-
Roth Publshing (Sumber asli diterbitkan 1995).

Niakurniasih, Sudiariandini S. (1997). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

Trigonum. Profil Penderita Limfoma Maligna. Diambil pada 16 Juli 2007 dari www.trigonum.or.id,
2007
http://sumbberilmu.blogspot.co.id/2012/12/askep-limfoma-maligna.html
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN LIMFOMA

A. Konsep Medik
1. Definisi
 Penyakit limfoma Hodgkin adalah suatu jenis keganasan system kelenjar getah bening dengan
gambaran histologist tertentu yang khas, (ciri histologist yang dianggap khas adalah adanya sel
Reed-Sternberg atau variannya yang disebut sel Hodgkin dan gambaran selular getah bening
yang khas).
 Limfoma malignum non Hodgkin atau limfoma non Hodgkin adalah suatu keganasan primer
jaringan limfoid yang bersifat padat.
 Limfoma non Hodgkin (LNH) adalah sekelompok penyakit heterogen, sel ganas pada penyakit
LNH adalah sel limfosit yang berbeda pada salah satu tingkat diferensiasinya dan berproliferasi
secara banyak. Sebagaimana akan dikemukakan kemudian apabila sel limfosit dirangsang oleh
antigen akan bertransformasi melalui berbagai tingkatan untuk dapat mencapai bentuk yang
berfungsi sesuai dengan tugasnya. Limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang
membentuk antibodi, sedangkan limfosit T akan berdiferensiasi menjadi bentuk aktif, jadi ada
LNH yang berasal dari limfosit T dan adapula yang berasal dari Limfosit B.
2. Klasifikasi
 Penyakit Hodgkin dibagi menjadi 4 tipe:
1. Tipe Lymprocyte Predominant
Pada tipe ini gambaran patologi kelenjar getah bening terutama terdiri dari sel-sel limfosit yang
dewasa, beberapa sel Sternberg Reed. Biasanya didapatkan pada anak-anak muda. Prognosisnya
baik.
2. Tipe Mixed Cellularity
Gambaran patologinya pleomorfik dengan sel-sel plasma, eosinofil, neutrofil, limfosit dan
banyak didapatkan sel-sel Sternberg Reed yang merupakan penyakit yang luas dan mengenai
organ-organ ekstra nodal, sering disertai “B symptoms”. Prognosis lebih jelek.

3. Tipe Lymphocyte Depleted


Gambar patologi mirip diffuse histocytic lymphoma. Sel-sel Sternberg Reed banyak sekali dan
hanya ada sedikit-sedikit sel-sel jenis lain. Biasanya pada orang tua dan cenderung proses yang
luas dengan gejala-gejala sistemik. Prognosis jelek.
4. Tipe Nodular Sclerosis
Kelenjar mengandung nodul-nodul yang dipisahkan oleh serat-serat kolagen. Sering didapatkan
sel-sel Sternberg-Reed yang atipik yang disebut sel Hodgkin. Prognosis terletak antara tipe 1-2.
Sering didapatkan pada wanita muda dan sering menyerang kelenjar mediastinum.
 Limfoma non Hodgkin dibagi menjadi :
1. Limfositik, diferensiasi baik
2. Limfositik, diferensiasi buruk
3. Campuran, limfositik histiositik
4. Histiositik
5. Undiferentiated
Kelimanya dapat difus atau noduler.
3. Fisiologi Sistem Imun
Pertahanan tubuh non spesifik dan sistem imun melindungi tubuh terhadap agen lingkungan yang
asing bagi tubuh, agen asing di lingkungan eksternal dapat berupa patogen (virus, bakteri, jamur,
protozoa, atau produknya), produk tumbuhan atau hewan (makanan tertentu, serbuk sari atau
rambut atau bulu binatang), atau zat kimia (obat atau polutan). Pertahanan non spesifik
memberikan perlindungan umum terhadap berbagai jenis agen. Oleh beberapa hal, pertahanan ini
dimasukkan dalam pertahanan non imun. Ahli lain menyebut sebagai pertahanan imun bawaan
lahir atau imunitas alami. Hal ini terdiri dari barier fisik, mekanik dan kimia sejak lahir yang
melawan benda asing. Barier tersebut meliputi kulit, membran mukosa, sel-sel fagositik, dan zat
yang dilepas leukosit.
Sementara imunitas didapat adalah pertahanan yang spesifik yang diinduksi atau didapat melalui
pajanan terhadap agens infeksius spesifik, Jaringan limfatik dan organ tubuh membentuk sistem
imun yang meliputi organ-organ limfoid primer (sumsum tulang dan kelenjar timus), jaringan
limfoid sekunder (nodus limfe, limpa, adenoid, amandel, bercak peyeri pada usus halus, dan
apendiks), juga beberapa sel lain dan produk sel T. Ada dua jenis respon imun yaitu imunitas
antibodi, diproduksi limfosit yang berasal dari sumsum tulang (sel-sel B) dan ditemukan dalam
plasma darah. Sedangkan imunitas selular diperantarai limfosit yang berasal dari timus (sel-sel
T).
Fungsi sel :
a. Sel B adalah antigen spesifik yang berproliferasi untuk merespons antigen tertentu. Sel B
berdiferensiasi menjadi sel plasma non proliferasi yang menyintesis dan mensekresi antibodi
b. Sel T juga menunjukkan spesifisitas antigen ddan akan berproliferasi jika ada antigen, tetapi sel
ini tidak memproduksi antibodi. Sel T mengenali dan berinteraksi dengan antigen melalui
reseptor sel T, yaitu protein pernukaan sel yang terikat membran dan analog dengan antibodi.
Selain itu sel T memproduksi zat aktif secara imunologis yang disebut limfokin. Subtipe limfosit
T berfungsi untuk membantu limfosit B merespons antigen, membunuh sel-sel asing tertentu dan
mengukur respons imun.
4. Etiologi
Limfoma Hodgkin, penyebab penyakit ini belum jelas, ada banyak faktor penyebab salah satu
yang dicurigai adalah virus Epstein-Barr. Biasanya dimulai pada satu kelenjar getah bening dan
menyebar kesekitarnya perkontinuitatum atau melalui sistem saluran kelenjar getah bening dan
kelenjar-kelenjar sekitarnya.
Limfoma Non Hodgkin, penyebab asal pada sel Limfosit ini terbagi dalam limfosit T atau
limfosit B dapat diketahui dari morfologi sel tersebut diperlukan pemeriksaan khusus yaitu
pemeriksaan terhadap penanda (sel markers) pada dinding sel atau intrasitoplasma plasma untuk
mengetahui apakah sel ganas yang berproliferasi adalah limfosit T dan limfosit B.
5. Manifestasi Klinis
 Pembesaran kelenjar getah beningterutama di leher, diaksila atau inguinal.
 Kelenjar teraba kenyal keras
 Dapat digerakkan dari kulit dan dasarnya tidak nyeri tekan
 Demam tipe Pal Ebstein, yaitu bergelombang, demam selama 1-2 minggu diselingi masa tidak
demam yang bervariasi.
 Tidak tahan dengan alcohol
 Pruritus
 Lemah dan berat badan menurun
 Limpa dan hati mungkin membesar
 Infiltrasi ke tulang dapat menimbulkan nyeri pada spina, pelvis atau iga-iga
 Erupsi nodular.
6. Stadium Limfoma
Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan II sering
dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara stadium III dan IV
dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.
1. Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu kelenjar getah
bening.
2. Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening,
tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh dada atau perut.
3. Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening,
serta pada dada dan perut.
4. Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening setidaknya pada satu organ
lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru – paru atau otak
7. Test Diagnostik dan Laboratorium
a. Anamnesis: demam, keringat malam, pruritus dan penurunan berat badan.
b. Pemeriksaan fisik: pemeriksaan kelenjar-kelenjar getah bening, limpa dan hati.
c. Laboratorium: darah lengkap, serum alkali fosfatase, fungsi ginjal dan fungsi hati.
d. Biopsi kelenjar.
e. Radiologi: foto thoraks (PA dan Lateral), IVP, limfografi ke dua tungkai dan foto tulang-tulang
(vertebra, pelvis dan extremitas bagian proksimal).
f. BMP, laparatomi eksplorasi, biopsi hati biopsi limpa, pungsi cairan asites, pungsi cairan pleura
dan lain-lain.
8. Penatalaksanaan Medis
a. Radioterapi
Di berikan pada stadium 1 dan 2 yang di sinari adalah kelenjar-kelenjar getah bening sepanjang
pembuluh darah dari dasar otak sampai inguinal (servikal, paraklavikuler, aksila, mediastinum,
hilus, retroperitoneal dan pelvis). Cara pemberian tergantung daerah yang kena, mungkin berupa
“mantleradiation” atau Y terbalik dengan dosis 3500-4000 rad. Juga digunakan untuk terapi
paliatif pada stadium 4.
b. Kemoterapi
Penderita-penderita dengan stadium 3-B atau 4 dan pada hal-hal khusus diatas perlu diberikan
kemoterapi. Paling baik selalu diberikan kemoterapi kombinasi MOPP:
M=Mustard nitrogen 6mg / sqm iv hari ke 1 dan 8.
O=Oncovin = vincristine 1,0 – 1,mg / sqm iv hari ke 1 dan 8.
P=Procarbazine 100mg / sqm per os tiap hari ke 1-14.
P=Prednison 40mg / sqm per os tiap hari ke 1-14.
Satu seri adalah 14 hari kemudian istirahat 14 hari.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
 Riwayat terpapar virus Epstain Barr
 Riwayat penyakit sebelumnya
 Riwayat pemakaian obat immunosupresif dalam jangka waktu lama
b.Pola nutrisi metabolik
 Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38oC
 Sering keringat malam
 Anoreksia
 Mual dan muntah

c. Pola aktivitas dan latihan


 Cepat merasa lelah
 Badan lemah
 Timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan pada leher, ketiak atau pangkal paha
 Cyanosis
d.Pola persepsi kognitif
 Mengeluh nyeri pada benjolan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi b.d tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
b. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang,
meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
d. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
e. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, pengobatan dan
perawatan

3. Perencanaan
a. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi.
HYD : suhu badan kembali normal, ditandai dengan :
 Suhu 36-37o C
 Acral hangat
 Capilarry refill < 3 detik
Intervensi:
1. Observasi suhu tubuh pasien
R/ dengan memantau suhu diharapkan diketahui keadaan sehingga dapat mengambil tindakan
yang tepat.
2. Anjurkan dan berikan banyak minum (sesuai kebutuhan cairan anak menurut umur)
R/ dengan banyak minum diharapkan dapat membantu menjaga keseimbangan cairan dalam
tubuh.
3. Berikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha.
R/ kompres dapat membantu menurunkan suhu tubuh pasien secara konduksi.
4. Anjurkan untuk memakaikan pasien pakaian tipis, longgar dan mudah menyerap keringat.
R/ Dengan pakaian tersebut diharapkan dapat mencegah evaporasi sehingga cairan tubuh menjadi
seimbang.
5. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik.
R / antipiretik akan menghambat pelepasan panas oleh hipotalamus.

b. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf


HYD : nyeri berkurang sampai hilang, ditandai dengan :
 Intensitas nyeri 2 -3
 Tidak tampak meringis
 Nadi 60 -100x/menit
 Pernapasan 12-20 x/menit
 TD 120/80 mmHg
Intervensi :
1. Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri, perhatikan isyarat verbal dan non verbal setiap 6 jam
R/ menentukan tindak lanjut intervensi.
2. Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap 6 jam
R/ nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah meningkat, nadi, pernafasan meningkat
3. Terapkan tehnik distraksi (berbincang-bincang)
R/ mengalihkan perhatian dari rasa nyeri
4. Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) dan sarankan untuk mengulangi bila merasa nyeri
R/ relaksasi mengurangi ketegangan otot-otot sehingga mengurangi penekanan dan nyeri.
5. Beri dan biarkan pasien memilih posisi yang nyaman
R/ mengurangi keteganagan area nyeri
6. Kolaborasi dalam pemberian analgetika.
R/ analgetika akan mencapai pusat rasa nyeri dan menimbulkan penghilangan nyeri.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang,
meningkatnya kebutuhan metabolik, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
HYD : nutrisi adekuat, ditandai dengan :
 Makanan yang disediakan habis
 BB naik minimal 0,5 kg/minggu
 Hb 10 -12 gr/dL
Intervensi :
1. Beri makan dalam porsi kecil tapi sering
R/ memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total
2. Timbang BB sesuai indikasi
R/ berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, evaluasi keadequatan rencana nutrisi
3. Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
R/ meningkatkan keinginan pasien untuk makan sehingga kebutuhan kalori terpenuhi
4. Ciptakan lingkungan yang nyaman saat makan
R/ suasana yang nyaman membantu pasien untuk meningkatkan keinginan untuk makan
5. Beri HE tentang manfaat asupan nutrisi
R/ makanan menyediakan kebutuhan kalori untuk tubuh dan dapat membantu proses
penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.


HYD : dapat beraktivitas secara bertahap, ditandai dengan :
 Mampu memenuhi kebutuhan ADL secara mandiri
 Tidak mengeluh lelah dan letih
 Pernapasan 12 – 20x/ menit
 Dispnea tidak ada

Intervensi :
1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan
tanda-tanda vital selama dan setelah aktivitas
R/ menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi
2. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADL
R/ meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan kebutuhan oksigen
3. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien
R/ membantu dan memenuhi ADL pasien
4. Beri aktivitas sesuai dengan kemampuan pasien
R/ meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan kebutuhan oksigen).

e. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, pengobatan dan
perawatan
HYD : cemas berkurang sampai hilang ditandai dengan:
 Tampak rileks dan tenang
 TTV terutama nadi dan pernapasan dalam keadaan normal
Intervensi
1. Kaji dan pantau tanda ansietas yang terjadi
R/ ketakutan dapat terjadi karena kurangnya informasi tentang prosedur yang akan dilakukan,
tidak tahu tentang penyakit dan keadaannya
2. Jelaskan prosedur tindakan secara sederhana sesuai tingkat pemahaman pasien.
R/ memberikan informasi kepada pasien tentang prosedur tindakan akan meningkatkan
pemahaman pasien tentang tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalahnya
3. Diskusikan ketegangan dan harapan pasien.
R/ untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan pasien
4. Perkuat faktor-faktor pendukung untuk mengurangi ansiates.
R/ untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan pasien

DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M & John Hokanson Hawks. 2005. Medical Surgical Nursing Clinical Management for
Positive Outcome. 7th edition. St. Louis : Elsevier Saunders.
Lewis, Sharon L. 2007. Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of Clinical
Problems Volume 2. Seventh Edition. St.Louis : Mosby.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2005. Patofisiologi : Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1.Edisi 6.Jakarta : EGC.
Sherwood, Lauralee. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem.
Edisi 2. Jakarta : EGC.
Tiener, Lawrence M, Steohen J, McPhee dan Maxine A. Papadakis. Alih bahasa : Abdul Gofir. 2003.
Diagnosis & Terapi Kedokteran Penyakit Dalam Buku 2. Jakarta : Salemba Medika.
http://asuhankeperawatan4u.blogspot.co.id/2013/02/asuhan-keperawatan-pasien-dengan-
limfoma_23.html
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Blok Sistem Imun dan Hematologi yang di
berikan oleh Dosen pengajar. Dalam makalah ini penulis membahas tentang hematologi.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari adanya berbagai kekurangan, baik dalam isi
materi maupun penyusunan kalimat. Namun demikian, perbaikan merupakan hal yang berlanjut
sehingga kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini sangat penulis harapkan.
Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, sekalian yang telah membaca dan mempelajari makalah ini.

Jambi,…Juli 2012
Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang 1
1.2.Rumusan Masalah 1
1.3.Tujuan Penulisan 1
1.4.Mampaat penulisan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Anatomi Hematologi 3
2.2.Fisiologi Hematologi 10
2.3. Defenisi 11
2.4. Etiologi 12
2.5. Limpoma Maligna Hodgkin 12
2.6. Limpoma Maligna Non-Hodgkin 17
2.7. Rencana Asuhan Keperwatan 21
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1.Kasus Limpoma Maligna 32
3.2.AsuhanKeperawatan 33
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 40
B. Saran 41
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan
imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran
kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat
juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus
digestivus, paru, kulit, dan organ lain. Dalam garis besar, limfoma dibagi dalam 4 bagian,
diantaranya limfoma Hodgkin (LH), limfoma non-hodgkin (LNH), histiositosis X, Mycosis
Fungoides. Dalam praktek, yang dimaksud limfoma adalah LH dan LNH, sedangkan histiositosis
X dan mycosis fungoides sangat jarang ditemukan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada limpoma maligna ini yaitu :
1. Bagaimana konsep penyakit limpoma maligna ?
2. Bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien limpoma maligna ?
1.3. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Pembaca dapat mengetahui pengertian dari pengertian dari limpoma maligna dan penyebabnya.
b. Tujuan khusus
Pengkajian tentang limpoma maligna
-diagnosa
-intervensi
-rasional

1.4. Manfaat Penulisan


Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman tentang penyakit limpoma maligna dan asuhan
keperawatannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI HEMATOLOGI
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah di produksi, termasuk sumsum tulang
dan nodus limpa. Darah adalah organ khusus yang berada dengan organ lain karena berbentuk
ciran.
Darah merupakan medium transport ubuh, volume darah manusia sekitar 7%-10% berat badan
normal dan berjumlah sekita 5 liter. Darah terdiri dari dua komponen utama, yaitu:
a. Plasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri dariats air,elektrolit, dan protein
darah.
b. Butir butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas komponen komponen berikut ini
• Eritrosit (sel darah merah)
• Leokosit (sel darah putih)
• Trombosit (butir pembeku darah-platelet)
2.1.1 Sel Darah Merah (eritrosit)
A. Struktur Eritrosit
Sel darh merah merupakan cairan bikonkaf dengan diameter sekitar 7 mikron. Bikon kavitas
memungkinkan gerakan oksigen masuk dan keluar sel secara cepat dengan jarak yang pendek
antara membrane dan inti sel. Warnanya kuning kemerah merahan, karena didalamnya
mengandung suatu zat yang di sebut hemoglobin.
Sel darah merah tidak memiliki inti sel , mitokondria, dan ribosom, serta tidak dapat bergerak.
Sel ini tidak dapat melakukan mitosis, fosforilasi sel, atau pembentukan protein.
Komponen eritrosit adalah sebagai berikut:
• Membrane eritrosit
• System enzim: enzim G6PD (glucose 6-phospatedehydrogenase)
• Globin : bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai beta.

(eritosit normal dengan pembesaran mikroskop electron 3000 kali)


(www.google.co.id)
B. Produksi Sel Darah Merah
Dalam keadaan normal, eritropoesisi pada orang deawsa terutama terjadi dalam sumsum tulang,
dimana system eritrosit menempati 20%-30% bagian jaringan sumsum tulang yang aktif
membentuk sel darah. Sel eritrosit berinti berasal dari sel induk multipotensial menjadi sel darah
system eritrosit, myeloid, dan mengakariosibila yang di ransang oleh eritropoetin. Sel induk
multipotensial akan berdeferensiasi menjadi sel induk unipotensial.
Sel induk unipotensial tidak mampu berdiferensiasi lebih lanjut, sehingga sel induk unipotensial
seri eritrosit hanya akan berdeferesiasi menjadi sel pronormoblas. Sel pronomorblas akan
membentuk DNA yang diperlukan untuk tiga sampai empat kali fase mitosis. Melalu empat kali
mitosis dari setiap kali pronormoblas akan terbentuk 16 eritrosit . eritrosit matang kemudian
dilepaskan dalam sirkulasi. Pada produksi eritosit normal sumsum tulang memerlukan besi,
Vitamin B12, asam folat, piridoksin (vit B6), kobal, asam amino, dan tembaga.
Secara garis besar dapat di simpulkan bahwa perubahan morpologi sel yang terjadi selama proses
deferesiensi sel pronormoblas sampai eritrosit matang dapat di kelompokan kedalam tiga
kelompok
• Ukuran sel semakin kecil akibat mengecilnya inti sel
• Inti sel manjadi makin padat dan akhirnya dikeluarkan pada tingkatan eritroblas asidosis
• Dalam sitoplasma di bentuk hemoglobin yang diikuti dengan hilangnya RNA dalam sitoplsma
sel.
C. Lama Hidup
Eritrosit hidup selama 74-154 hari. Pada usia ini system enzim mereka gagal, membrane sel
berhenti berfungsi dengan adekuat, dan sel ini di hancurkan oleh sel system retikulo endothelial.
D. Jumlah Eritrosit
Jumlah normal pada orang dewasa kira kira 11,5-15 gram dalam 100 cc darah. Normal HB
wanita 11,5 mg% dan HB laki-laki 13,0 mg%
E. Sifat-sifat Sel Darah Merah
Sel darah merah biasanya digambarkan berdasarkan ukuran dan jumlah hemoglobin yang
terdapat didalam sel seperti berikut.
• Normositik : sel yang ukurannya normal
• Normokromik : sel dengan jumlah hemoglobin yang normal
• Mikrositik : sel yang ukurannya terlalu kecil
• Makrositik : sel yang ukurannya terlalu besar
• Hipokromik : sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu sedikit
• Hiperkromik : sel yang hemoglobinnya terlalu banyak
F. Antigen Sel Darah Merah
Sel darah merah memiliki bermacam macam antigen spesifik yang terdapat di membrane selnya
dan tidak ditemukan di sel lain. Antigen-antigen itu adalah A,B,O, dan Rh.

G. Penghancuran Sel Darah Merah


Eritrosit hemolisis atau proses penuaan

Hemoglobin

Globin Heme

Asam Amino
Fe Co Protoforfirin

Pool Protein Pool Besi Bilirubin Indireks

Disimpan/digunakan lagi| Disimpan/digunakan lagi

Bilirubin direk

feses: Urine urobilinogen


stekobilinogen
Skema penghancuran eritrosit

2.1.2. Sel Darah Putih


A. struktur Leokosit
Bentuknya dapat berubah-rubah dan dapat bergerak dengan perantaraan kaki palsu
(pseudopodia), mempunya bermacam-macam inti sel, sehingga ia dapat di bedakan menurut inti
selnya serta warnanya bening (tidak berwarna)
Sel darah putih dibentuk disumsum tulang dari sel-sl bakal. Jenis –jenis dari golongan sel ini
adalah golongan yang tidak bergranula, yaitu limposit T dan B, monosit dan makrofag, serta
golongan yang bergranula yaiu : eosinofil, basofil, dan neutrofil

B. fungsi Sel Darah Putih


1. sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit/ bakteri yang masuk
kedalam tubuh jaringan RES (system retikulo endotel)
2. sebagai pengangkut, yaitu mengangkut/membawa zat lemak dari dinding usus melalu limpa
terus kepembuluh darah.
C. jenis-jenis Sel Drah Putih
• Agranulosit, yang terdiri dari neutrofil, Eosinofil, dan Basofil
• Granulosit , tang terdiri dari limposit (limposit T dan Limposit B) dan monosit
D. Jumlah Sel Darah Putih
Pada orang dewasa jumlah sel darah putih total 4,0-11,0 x 109/l yang terbagi sebagai berikut
Granulosit
• Neutopil 2,5-7,5 x 109
• Eosinfil 0.04-0,44 x 109
• Basofil 0-0,10 x 109
Limposit 1,5-3,5 x 109
Bsofil 0,2-0,8 x 109
2.1.3. Keping Darah
A. Struktur Trombosit
Trombosit adalah bagian dari beberapa sel besar dlam sumsum tulang yang berbentuk cakram
bulat, oval,bikonveks, tidak berinti, dan hidup sekitar 10 hari.

B. Jumlah Trombosit
Jumlah trombosit antara 150 dan 400 x 109/liter (150.000-400.000/milliliter), sekitar 30-40%
terkosentrasi didalam limpa dan sisanya bersirkulasi dalam darah.
C. Fungsi Trombosit
Trombosit berperan penting dalam pembentukan bekuan darah. Trombosit dalam keadaan normal
bersirkulasi ke seluruh tubuh melalui aliran darah.
D. Plasma Darah
Plasma adalah bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warnanya bening kekuning-kuningan.
Hamper 90% dari plasma darah terdiri atas air
Zat-zat yang terdapat dalam plasma darah adala sebagai berikut.
1. Fibrinogen yang beguna dalam peristiwa pembekuan darah
2. Garam-garam mineral, yang berguna dalam metabolism dan juga mengadakan osmotic
3. Protein darah (albumin, globulin) meningkatan viskositas darah juga menimbulkan tekanan
osmotik untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh.
4. Zat makanan (asam amino, gukosa, lemak, mineral, dan vitamin)
5. Hormone, yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh
6. Antibody
2.1.4. Limpa
A. Struktur Limpa
Merupakan organ ungu lunak kurang lebih berukuran satu kepalan tangan. Limpa terletak pada
sebelah kiri atas abdomen dibawah kostae. Limpa memiliki permukaan luar konveks yang
berhadapan dengan diafragma dan permukaan medial yang konkaf serta berhadapan dengan
lambung, fleksura linealis kolon, dan ginjal kiri.
Limpa terdiri atas kapsula jaringan fibroelastin, folikel limpa (masa jaringan limpa), dan pulpa
merah (jaringan ikat, sel eritrosit, sel leokosit)
B. Fungsi Limpa
1. pembentukan sel eritrosit (hanya pada janin)
2. destruksi sel eritrosit tua
3. penyimpanan zat besi dari sel-sel yang di hancurkan
4. produksi bilirubin dari eritrosit
5. pembentukan limposit dalam folikel limpa
6. pembentukan imunoglobin
7. pembunagn partikel asing dari darah

2.2. FISIOLOGI HEMATOLOGI


Dalam keadaan fisiologis, darah selalu berada dalam pembuluh darah, sehingga dapat
menjalankan fungsinya sebagai berikut.
1. Sebagai alat pengangkut.
2. Mengatur keseimbangan cairan tubuh.
3. Mengatur panas tubuh.
4. Berperan penting dalam mengatur pH cairan tubuh
5. Mempertahankan tubuh dari serangan penyakit infeksi
6. Mencegah perdarahan.
2.2.1. Komponen Darah
Darah terdiri dari dua komponen yaitu :
1. Plasma darah : bagian cair darah yang senagian besar terdiri atas, air, elektrolit, dan protein
darah.
2. Butir butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas tiga elemen
• Eritrosit
• Leukosit
• Trombosit
2.2.2 hematopoiesis
Hematopoiesis merupakan proses pembentukan darah. Tempat hematopoiesis pada manusia
berpindah-pindah, sesuai dengan usianya.
1. Yolk sac : usia 0-3 bulan intrauteri
2. Hati dan lien : usia 3-6 bulan intrauteri
3. Sumsum tulang : usia 4 bulan intrauterine sampai dewasa
2.2.3. Hemostasis
Adapun prinsif dari hemostasis adalah
1. Mengurangi aliran darah yang menuju daerah trauma
Cara mengurangi darah menuju daerah trauma yaitu:
• Vasokontriksi
• Penekanan oleh edema
2. Mengadakan sumbatan/menutup lubang perdarahan

2.2.4. Pembekuan Darah


Pembekuan darah adalah proses dimana komponen cairan darah ditransformasi menjadi material
semisolid yang dinamakan bekuan darah. Menurut howell proses pembekuan darah dibagi
menjadi tiga stadium yaitu:
• Stadium I : pembentukan tromboplastin
• Stadium II : perubahan dari protrombin menjadi thrombin
• Stadium III : perubahan dari fibrinogen menjadi fibrin
(wiwik handayani dan andy sulistiyo hariwibawa.2008:1)

2.3 Defenisi
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan
imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran
kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat
juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus
digestivus, paru, kulit, dan organ lain.
Limfoma (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik yaitu
sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga muncul istilah limfoma malignum
(maligna = ganas).
Dalam kondisi normal, sel limfosit merupakan salah satu sistem pertahanan tubuh. Sementara sel
limfosit yang tidak normal (limfoma) bisa berkumpul di kelenjar getah bening dan menyebabkan
pembengkakan.
(http://tugeg-sintha.blogspot.com/2011/11/makalah-limfoma-maligna.html)
2.4. Etiologi
Etiologi belum jelas mungkin perubahan genetik karena bahan – bahan limfogenik seperti virus,
bahan kimia, mutasi spontan, radiasi dan sebagainya.
Faktor predisposisi
a.Usia
Penyakit limfoma maligna banyak ditemukan pada usia dewasa muda yaitu antara 18-35 tahun
dan pada orang diatas 50 tahun.
b. Jenis kelamin
Penyakit limfoma maligna lebih banyak diderita oleh pria dibandingkan wanita.
c.Gaya hidup yang tidak sehat
Risiko Limfoma Maligna meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak
hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV.
d.Pekerjaan
Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi terkena limfoma maligna
adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida
dan pelarut organik.
(http://tugeg-sintha.blogspot.com/2011/11/makalah-limfoma-maligna.html)
2.5. Limpoma Maligna Hodgkin
A. Defenisi
Limpoma Hodgkin merupakan limpoma maligna yang khas di tandai adanya sel read Sternberg
dengan latar belakang sel-sel radang pleomorf.
B. Epidemiologi
Limpoma Hodgkin merupakan penyakit yang relative jarang di jumpai, hanya merupakn 1% dari
seluruh kanker. Di Negara barat insidennya dilaporkan 3,5/100.000/tahun pada laki-laki, dan
2,6/100.000/tahun pada wanita. Di Indonesia belum ada laporan angka kejadian limpoma
Hodgkin. Berdasarkan jenis kelamin, limpoma Hodgkin banyak di jumpai pada laki-laki denga
perbandingan laki-laki : wanita = 1,2 : 1. Penyakit limpoma Hodgkin terutama ditemukan pada
orang dewasa muda antara 18-35 tahun dan pada orang diatas 50 tahun.
(wiwik handayani dan Andy Sulistyo Ariwibowo.2008:109)

C. Etiologi
Penyebab limpoma Hodgkin sampai saat ini tidak diketahui secara pasti, namun salah satu yang
paling di curigai adalah virus Epstein-barr. Biasanya di mulai pada satu kelenjar getah bening dan
menyebar ke sekitarnya secara per kontinuitatum atau melalui system saluran kelenjar getah
bening ke kelnjar-kelenjar sekitarnya. Meskipun jarang sesekali menyerang juga organ-organ
ekstranodal seperti lambung, testis dan tiroid. Pada penemuan statistic , penyakit ini didapatkan
pada kelas sosieokonomi lebih tinggi dan insidennya meningkat pada keluarga dengan riwayat
penyakit Hodgkin.
(wiwik handayani dan Andy Sulistyo Hriwibowo.2008:109)

D. Patofisiologi
Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau penyumbatan organ tubuh
yang diserang. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar getah
bening (ekstra nodal).
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan
(pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala
penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma.
Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja
benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis
limfa.
Beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh meninggi selama
beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal selama beberapa hari atau
beberapa minggu. Gejala lainnya timbul berdasarkan lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma
(http://prasetya92metro.blogspot.com/2012/04/askep-limfoma-hodgkin.html)
E. Klasifikasi
Pada umumya limpoma Hodgkin di klasifikasikan berdasarkan RYE yang membagi penyakit
Hodgkin menjadi empat golongan.
1. Tipe lymphocyte predominance
• Merupakan 5% dari penyakit Hodgkin.
• Pada tipe ini limposit kecil sel latar beakang yang dominan, hanya sedikit sel R-S yang
dijumpai.
• Dapat bersifat nodular atau difus.
2. Tipe mixed cwllularity
• Terdapat sebanyak 30% dari penyakit Hodgkin.
• Jumlah sel R-S mulai banyak di jumpai dalam jumlah seimbang dengan limposit.
3. Tipe lymphocyte deplated
• Kurang dari 5% limpoma Hodgkin, tetapi merupakan tipe yang paling agresif.
• Sebagian besar terdiri atas sel R-S sedangkan di limposit jarang di temui
4. Tipe nodular sclerosis
• Tipe ini merupakan tipe yang paling sering di jumpai, yaitu 40-69% dari seluruh penyakit
Hodgkin.
• Ditandai oleh fibrosis dan sklerosis yang luas.
• Sel ensinofil banyak di jumpai, juga terdapat sel R-S.
(Wiwik Handayani dan Andy Sulistyo Hariwibowo.2008:109)

F. Tingkatan Penyakit
1. Stadium I
Penyakit mengenai satu region kelenjar getah bening yang terletak diatas atau bawah dafragma,
atau satu organ, atau terdapat pada letak ekstarlimfatik.
2. Stadim II
Penyakit mengenai lebih dari dua region yang berdekatan atau dua region yang letaknya jauh
pada satu sisi diafragma dengan satu atau leih regio kelenjar getah bening di sisi yang sama pada
diafragma.
3. Stadium III
Penyakit diatas dan di bawah diafragma, tapi terbatas pada kelenjar getah beningdan di tambah
dengan organ atau tempat ekstra limpatik
4. Stadium IV
Terdapat keterlibatan difus atau diseminata pada satu atau lebih organ atau jaringan
ekstralimfatik, seperti sumsum tulang atau hati.
(Wiwik Handayani dan Andy Sulistyo Hariwibowo.2008:110)

G. Manipestasi Klinis
Penyakit Hodgkin dapat dijumpai pada semua umur,tetapi insiden umur bersifat bimodal dengan
puncakpada umur 20-30 tahun dan umur di atas 50 tahun. Gejala klinik yang dijumpai adalah :
1. Gejala utama berupapembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri,asimetrik,padat
kenyal seperti karet. Urutan kelenjar yang terkena : leher (60%-70%),aksila (10-15%),inguinal
(6-12%),mediastinal (6-11%),hilus paru,kelenjar paraaorta dan retroperitoneal.
2. Splenomegali dijumpai pada 35-50% kasus, tetapi jarang masif. Hepatomegali lebih
jarang dijumpai.
3. Mediastinum terkena pada 6-11% kasus,lebih sering pada tipe noduler sklerosis dan wanita
muda. Dapat disertai efusi pleura dan sindrom vena cava superior.
4. Kadang-kadang lesimuncul pada jaringan ekstranodal secara primer, yaitu pada kulit, paru,
otak dan sumsum tulang belakang.
5. Gejala konstitusional terdiri atas:
• Simptom B: demam,penurunan BB > 10% dan keringat malam.
• Demam tipe Pel-Ebstein (bersifat kontinu atau siklik): khas tapi jarang dijumpai.
• Pruritus dijumpai pada 25% kasus
• Rasa nyeri setelah minumalkohol.
• http://prasetya92metro.blogspot.com/2012/04/askep-limfoma-hodgkin.html
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rontgen dada membantu menemukan adanya pembesaran kelenjar di dekat
jantung
b. Limfangiogram bisa menggambarkan kelenjar getah bening yang jauh di dalam perut dan
panggul
c. CT scan lebih akurat dalam menemukan pembesaran kelenjar getah bening atau
penyebaran limfoma ke hati dan organ lainnya
d. Skening gallium bisa digunakan untuk menentukan stadium dan menilai efek dari
pengobatan
e. Laparatomi (pembedahan ntuk memeriksa perut) kadang diperlukan untuk melihat
penyebaran limfoma ke perut.
http://prasetya92metro.blogspot.com/2012/04/askep-limfoma-hodgkin.html
I. Penatalaksanaan
Terapi untuk penyakit Hodgkin terdiri atas terapi spesifik dan terapi suportif. Modalitas terapi
spesifik untuk penyakit Hodgkin terdiri atas :
1. Radio Terapi
Radioterapi merupakan modalitas terapi utama untuk penyakit Hodgkin yang terlokalisasi
(derajat I dan derajat II). Dapat juga diberikan untuk penyakit derajat III dan IV, tetapi
dikombinasikan dengan kemoterapi jadi bersifat terapi ajuvan. Dosis radiasi adalah 4000-5000
rad. Radioterapi diberikan dengan tknik penyinaran extended field (mantle field untuklesi di atas
diafragma atau inverted Y untuk di bawah diafragma) atau TNI (total nodular irradiation)untuk
lesi di atas dan di bawah diafragma.
2. Kemoterapi
Kemoterapi kombinasi merupakan pilihan utamuntuk penyakit derajat III dan IV, atau derajat I
dan II dengan bulky disease.

Strategi Pengobatan
1. Penyakit Hodgkin derajat I dan IIA : obat pilihan ialah radioterapi
2. Derajat IIB, terdiri atas :
• Sebagian besar dengan radioterapi
• Kemoterapi dianjurkan untuk berikut :
I. Penyakit Hodkin derajat IIB dengan simptom B lengkap
II. IIB dengan resiko tinggi (bulky disease dan tipe lymphocyte depleted atau mixed
cellularity.
3. Untuk penyakit Hodgkin derajat IIB dengan massa mediastinal besar (bulky mediastinal
disease = diameter >10cm) diberikan terapi kombinasi (radioterapi dan kemoterapi)
4.Untuk penyakit Hodgkin derajat IIIA, yaitu :
• IIIA1 (lesi pada abdomen atas) ; diberikan radioterapi (TNI)
• IIIA2 (lesi abdomen bawah) : kemoterapi atau terapi kombinasi.
5. Untuk derajat IIIB dan IV
Kemoterapi dengan atau tanpa radioterapi merupakan obat pilihan.
http://natalis0212.blogspot.com/2010/08/penyakit-hodgkin.html

J. Kolmplikasi
Komplikasi akibat terapi
1. radioterapi : dapat menimbulkan nausea, disfagia, oesafagitis, dan hipotiroid.
2. Kemoterapi : dapat menimbulkan mielosupresi, sterilitas, dan timbulnya keganasan
hematologis sekunder : AML dan limpoma non-hodgkin.
(Wiwik Handayani dan Andy Sulistyo Hariwibowo.2008:112)

2.6. Limpoma Non-hodgkin


A. Defenisi
Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal dari sistem
kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh. Beberapa dari limfoma ini
berkembang sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang lainnya menyebar dengan
cepat (dalam beberapa bulan). Penyakit ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan penyakit
Hodgkin.
Limfoma maligna non-Hodgkin atau Limfoma non-Hodgkin adalah suatu keganasan kelenjar
limfoid yang bersifat padat. Limfoma nonhodgkin hanya dikenal sebagai suatu limfadenopati
lokal atau generalisata yang tidak nyeri. Namun sekitar sepertiga dari kasus yang berasal dari
tempat lain yang mengandung jaringan limfoid ( misalnya daerah orofaring, usus, sumsum
tulang, dan kulit. Meskipun bervariasi semua bentuk limfoma mempunyai potensi untuk
menyebar dari asalnya sebagai penyebaran dari satu kelenjar kekelenjar lain yang akhirnya
menyebar ke limfa, hati, dan sumsum tulang.
http://prasetya92metro.blogspot.com/view/classic
B. Epidemiologi
Saat ini, sekitar 1,5 juta orang di dunia hidup dengan limfoma maligna terutama tipe LNH, dan
dalam setahun sekitar 300 ribu orang meninggal karena penyakit ini. Dari tahun ke tahun, jumlah
penderitapenyakit ini juga terus meningkat. Sekadar gambaran, angka kejadian LNH telah
meningkat 80 persendibandingkan angka tahun 1970-an. Data juga menunjukkan, penyakit ini
lebih banyak terjadi padaorang dewasa dengan angka tertinggi pada rentang usia antara 45
sampai 60 tahun.
(http://www.scribd.com/doc/92047810/ASKEP-LIMFOMA-MALIGNA)
C. Etiologi
1. Abnormalitas sitogenik, seperti traslokasi kromosom.
2. Infeksi virus, yang menyebabkan antara lain adalah :
• Virus Epstein-barr yang berhubungan dengan limpoma burkitt (sebuah penyakit yang
ditemukan di afrika)
• Infeksi HTLV-1 (human T lymphotropic virus tipe-1)
(Wiwik Handayani dan Ansy Sulistyo.2008:114)
D. Patofisiologi
Fenotip ganas pada NHL adalah karena mutasi gen abnormal, yang terjadi selama produksi
limfosit, pematangan, atau tindakan. Mutasi menyebabkan keuntungan pertumbuhan dan
ekspansi populasi monoklonal limfosit ganas. Jenis limfoma tergantung pada tahap produksi
limfosit, pematangan, atau tindakan di mana mutasi terjadi.
Proses produksi sel-B masih merupakan daerah penelitian intensif. Diperkirakan bahwa sel B
berasal dan matang dalam sumsum tulang (kompartemen jaringan limfoid pusat).Mereka dapat
meninggalkan sumsum tulang untuk melakukan fungsinya dalam kelenjar getah bening dan
jaringan ekstranodal (kompartemen jaringan perifer limfoid).
Mutasi yang abnormal bisa terjadi pada tahap awal prekursor dan menyebabkan subtipe yang
sesuai leukemia limfoblastik akut. Sel B dewasa, matang antigen sel B naif, dan dewasa antigen-
diaktifkan sel B dapat mengubah berbagai jenis NHL seperti limfoma Burkitt, diffuse besar
limfoma sel-B, dan limfoma sel mantel.
(http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/312/basics/pathophysiology.html)
E. Klasifikasi
Ada 2klasifikasi besar penyakit ini yaitu:
a. Limfoma non Hodgkin agresif
Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai limfoma non Hodgkin tumbuh cepat
atau level tinggi.karena sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin agresif ini tumbuh
dengan cepat.
b. Limfoma non Hodgkin indolen
Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma non Hodgkin tumbuh
lambat atau level rendah. Sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin indolen tumbuh hanya
sangat lambat. Secara tipikal ia pada awalnya tidak menimbulkan gejala, dan mereka sering tetap
tidak terditeksi untuk beberapa saat.
http://prasetya92metro.blogspot.com/view/classic
F. Manifestasi Klinis
• Pembesaran kelenjar getah bening yang asimetris.
• Demam, berkeringat pada malam hari.
• Hepatomegali dan splenomegali
• Dapat timbul komplikasi saluran cerna.
• Demam, kelelahan, atau bias terjadi penurunan berat badan.
• Nyeri punggung dan leher yang disertai dengan hiperefleksi
• Anemia, infeksi, dan perdarahan dapat dijumpai pada kasus yang mengenai sumsum tulang
secara difus.

G. Pemeriksaan Diadnostik
1. Pemeriksaan kromosom : adanya kelainan yang khas (limfoma brkitt’s, follicular lymphoma)
2. LDH : sering meningkat pada LNH dengan poliferasi yang cepat.
3. Pemeriksaan pertanda imunologis : untuk menentukan jenis sel (sel T atau B) serta
perkembangannya.
(wiwik handayani dan Andy Sulistyo Hriwibowo.2008:114)

H. Penatalaksanaan
1. Radioterapi
2. Kemoterapi
Kemoterapi dapat di lakukan pada :
• LNH indolen derajat ringan dengan menggunakan klorambusil atau siklofosfamid dengan atau
tanpa prednisone.
• Limpoma stadium I atau II derajat menegah atau tinggi
3. Transpalansi sumsum tulang
(wiwik handayani dan Andy Sulistyo Hriwibowo.2008:115)
I. Komplikasi
1. Akibat lansung penyakitnya
• Penekanan terhadap organ, khususnya jalan nafas, usus dan saraf.
• Mudah terjadi infeksi, bias berakibat fatal.
2. Akibat efek samping pengobatan biasanya terjadi aplasia sumsum tulang, gagak jantung, gagal
ginjal, serta neuritis oleh obat vinkristin.
(wiwik handayani dan andi sulistiyo hariwibowo.2008:116)

2.7. Rencana Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak terasa nyeri, mudah
digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai
dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat segera dicurigai
sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem limfatik merupakan
Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfe dengan sejenis virus atau
mungkin tuberculosis limfa.
Kebutuhan dasar
a. Aktifitas /istirahat
Gejala : Kelelahan, kelemahan atau malaise umum.
Kehilangan produktifitasdan penurunan toleransi latihan.
Kebutuhan tidaur dan istirahat lebih banyak.
Tanda :Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban dan tanda lain yang menunjukkan
kelelahan.
b. Sirkulasi
Gejala :Palpitasi, angina/nyeri dada.
Tanda :Takikardia, disritmia.
Sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena pembesaran nodus limfa adalah
kejadian yang jarang).
Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obtruksi duktus empedu
dan pembesaran nodus limfa(mungkin tanda lanjut).
Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.
c. Integritas ego
Gejala :Faktor stress, misalnya sekolah, pekerjaan, keluarga.
Takut/ansietas sehubungan dengandiagnosis dan kemungkinan takut mati.
Takut sehubungan dengan tes diagnostik dan modalitas pengobatan (kemoterapi dan terapi
radiasi).
Masalah finansial biaya rumah sakit, pengobatan mahal, takut kehilangan pekerjaan sehubungan
dengan kehilangan waktu kerja.
Status hubungan : takut dan ansietas sehubungan menjadi orang yang tergantung pada keluarga.
Tanda :Berbagai perilaku, misalnya marah, menarik diri, pasif.
d. Eliminasi
Gejala :Perubahan karakteristik urine dan atau feses.
Riwayat Obstruksi usus, contoh intususepsi, atau sindrom malabsorbsi (infiltrasi dari nodus limfa
retroperitoneal).
Tanda :Nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran pada palpasi (hepatomegali)
Nyeri tekan pada kudran kiri atas dan pembesaran pada palpasi (splenomegali).
Penurunan haluaran urine urine gelap/pekat, anuria (obstruksi uretal/ gagal ginjal).
Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih lanjut).
e. Makanan/cairan
Gejala :Anoreksia/kehilangna nafsu makan
Disfagia (tekanan pada easofagus)
Adanya penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sama dengan 10% atau lebih dari berat
badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet.
Tanda :Pembengkakan pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan (sekunder terhadap
kompresi venakava superior oleh pembesaran nodus limfa).
Ekstremitas : edema ekstremitas bawah sehubungan dengan obtruksi vena kava inferior dari
pembesaran nodus limfa intraabdominal (non-Hodgkin).
Asites (obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa
intraabdominal).
f. Neurosensori
Gejala :Nyeri saraf (neuralgia) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran nodus limfa
pada brakial, lumbar, dan pada pleksus sakral.
Kelemahan otot, parestesia.
Tanda :Status mental letargi, menarik diri, kurang minatumum terhadap sekitar.
Paraplegia (kompresi batang spinaldari tubuh vetrebal, keterlibatan diskus pada
kompresiegenerasi, atau kompresi suplai darah terhadap batng spinal).

g. Nyeri/kenyamanan
Gejala :Nyeri tekan/nyeri pada nodus limfa yang terkena misalnya, pada sekitar mediastinum,
nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebra), nyeri tulang umum (keterlibatan tulang
limfomatus).
Nyeri segera pada area yang terkena setelah minum alkohol.
Tanda :Fokus pada diri sendiri, perilaku berhati-hati.
h. Pernafasan
Gejala :Dispnea pada kerja atau istirahat; nyeri dada.
Tanda Dispnea, takikardia
Batuk kering non-produktif
Tanda : Distres pernapasan, contoh peningkatan frekwensi pernapasan dan kedaalaman
penggunaan otot bantu, stridor, sianosis.
Parau/paralisis laringeal (tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laringeal).
i. Keamanan
Gejala : Riwayat sering/adanya infeksi (abnormalitasimunitas seluler pencetus untuk infeksi
virus herpes sistemik, TB, toksoplasmosis atau infeksi bakterial).
Riwayat monokleus (resiko tinggi penyakit Hodgkin pada pasien yang titer tinggi virus Epstein-
Barr).
Riwayat ulkus/perforasi perdarahan gaster.
Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari terakhir sampai beberapa minggu (demam pel
Ebstein) diikuti oleh periode demam, keringat malam tanpa menggigil.
Kemerahan/pruritus umum.
Tanda : Demam menetap tak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 38°C tanpa gejala infeksi.
Nodus limfe simetris, tak nyeri,membengkak/membesar (nodus servikal paling umum terkena,
lebih pada sisi kiri daripada kanan, kemudian nodus aksila dan mediastinal).
Nodus dapat terasa kenyal dan keras, diskret dan dapat digerakkan.
Pembesaran tosil
Pruritus umum.
Sebagian area kehilangan pigmentasi melanin (vitiligo).
j. Seksualitas
Gejala : Masalah tentang fertilitas/ kehamilan (sementara penyakit tidak mempengaruhi, tetapi
pengobatan mempengaruhi).
Penurunan libido.
k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluargaa (lebih tinggi insiden diantara keluarga pasien Hodgkin dari pada
populasi umum).
Pekerjaan terpajan pada herbisida (pekerja kayu/kimia).

2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d agen injuri biologi.
2. Hyperthermia b.d tidak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi.
3. Ketidakseimbangan nutrisi : lebih sedikit dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia/penurunan nafsu
makan .
4. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif b.d pembesaran nodus medinal / edema jalan
nafas.
5. Kurang pengetahuan b.d kurang terpajan informasi.

3. Intervensi
No No. Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Dx 1 Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (...x...) diharapkan nyeri klien berkurang/
hilang dengan KH :
• Skala nyeri 0-3
• Wajah klien tidak meringis .
• c. Klien tidak memegang daerah nyeri. 1. Kaji skala nyeri dengan PQRST.

2. Ajarkan klien teknik relaksasi dan distraksi.

3. Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik. 1. Untuk mengetahui skala nyeri klien dan
untuk mempermudah dalam menentukan intervensi selanjutnya.
2.

Teknik relaksasi dan distraksi yang diajarkan kepada klien, dapat membantu dalam mengurangi
persepsi klien terhadap nyeri yang dideritanya.
3. Obat analgetik dapat mengurangi atau menghilangkan nyeri yang diderita oleh klien
2 Dx 2 Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (...x...) diharapkan suhu tubuh klien turun /
dalam keadaan normal dengan kriteria hasil :
• suhu tubuh dalam batas normal (35,9-37,5 derajat celcius). 1. Observasi suhu tubuh klien.

2. Berikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha.
3. Anjurkan dan berikan minum yang banyak kepada klien (sesuai dengan kebutuhan cairan
tubuh klien).
4. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik. 1. Dengan memantau suhu tubuh klien dapat
mengetahui keadaan klien dan juga dapat mengambil tindakan dengan tepat.
2. Kompres dapat menurunkan suhu tubuh klien.
3. Dengan banyak minum diharapkan dapat membantu menjaga keseimbangan cairan dalam
tubuh klien.

4. Antipiretik dapat menurunkan suhu tubuh.


3 Dx 3 Setelah diberikan asuhan keperawatan selam (...x...) jam diharapkan kebutuhan nutrisi
klien dapat terpenuhi dengan criteria hasil :
• Menunjukkan peningkatan BB/ BB stabil.
• Nafsu makan klien meningkat
• Klien menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk mempertahankan berat badan yang
sesuai. 1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
2. Observasi dan catat masukan makanan klien.
3. Timbang berat badan klien tiap hari.
4. Berikan makan sedikit namun frekuensinya sering.
5. Kolaborasi dalam pemberian suplemen nutrisi. 1. Mengidentifikasi defisiensi nutrisi dan
juga untuk intervensi selanjutnya.

2. Mengawasi masukan kalori.

3. Mengawasi penurunan berat badan dan efektivitas intervensi nutrisi.


4. Meningkatkan pemasukan kalori secara total dan juga untuk mencegah distensi gaster.
5. Meningkatkan masukan protein dan kalori.
4 Dx 4 Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (...x...) jam diharapkan bersihan jalan nafas
klien efektif/normal dengan criteria hasil :
• Klien dapat bernafas dengan normal/efektif.
• Klien bebas dari dispnea, sianosis.
• c. Tidak terjadi tanda distress pernafasan. 1. Kaji frekuensi pernafasan, kedalaman, irama.

2. Tempatkan pasien pada posisi nyaman, biasanya dengan kepala tempat tidur tinggi/atau
duduk tegak ke depan kaki digantung.
3. Bantu dengan teknik nafas dalam dan atau pernafasan bibir /diafragma. Abdomen bila
diindikasikan.
4. Kaji respon pernafasan terhadap aktivitas. 1. Perubahan dapat mengindikasikan berlanjutnya
keterlibatan/pengaruh pernafasn yang membutuhkan upaya intervensi.
2. Pemaksimalkan ekspansi paru, menurunkan kerja pernafasan, dan menurunkan resiko
aspirasi.

3. Membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan nafas kecil, memberikan klien
beberapa kontrol terhadap pernafasan, membantu menurunkan ansietas.
4. Penurunan oksigenasi selular menurunkan toleransi aktivitas.
5 Dx 5 Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (...x...) jam diharapkan klien dan
keluarganya dapat mengetahui tentang penyakit yang diderita oleh klien dengan KH :
• Klien dan keluarga klien dapat memahami proses penyakit klien.
• Klien dan keluarga klien mendapatkan informasi yang jelas tentang penyakit yang diderita oleh
klien.
• c. Klien dan keluarga klien dapat mematuhi proses terapiutik yang akan dilaksanakan. 1.
Berikan komunikasi terapiutik kepada klien dan keluarga klien.
2. Berikan KIE mengenai proses penyakitnya kepada klien dan keluarga klien. 1. Memudahkan
dalam melakukan prosedur terapiutik kepada klien.

2. Klien dan keluarga klien dapat mengetahui proses penyakit yang diderita oleh klien.

4. Implementasi
a. Dx 1
1) Mengkaji skala nyeri pasien dengan PQRST
2) Mengajarkan klien teknik relaksasi dan distraksi.
3) Memberikan obat analgetik.
b. Dx 2
1) Mengobservasi suhu tubuh klien.
2) Memberikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha.
3) Menganjurkan dan memberikan minum yang banyak kepada klien (sesuai dengan
kebutuhan cairan tubuh klien).
4) Memberikan antipiretik.
c. Dx 3
1) Mengkaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai oleh klien.
2) Menobservasi dan catat masukan makanan klien.
3) Menimbang berat badan klien tiap hari.
4) Memberikan makan sedikit namun frekuensinya sering.
5) Memberikan suplemen nutrisi.
d. Dx 4
1) Mengkaji frekuensi pernafasan, kedalaman, irama pernafasan klien.
2) Menempatan pasien pada posisi nyaman, biasanya dengan kepala tempat tidur tinggi/atau
duduk tegak ke depan kaki digantung.
3) Membantu dengan teknik nafas dalam dan atau pernafasan bibir /diafragma. Abdomen bila
diindikasikan.
4) Mengkaji respon pernafasan terhadap aktivitas
e. Dx 5
1) Memberikan komunikasi terapiutik kepada klien dan keluarga klien.
2) Memberikan KIE mengenai proses penyakitnya kepada klien dan keluarga klien
5. Evaluasi keperawatan
a. Nyeri klien dapat teratasi sehingga kebutuhan kenyamanan klien terpenuhi.
b. Klien mampu menunjukan tidak adanya tanda-tanda hipertermy, suhu tubuh klien dalam
rentang normal.
c. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan poliphagi dapat dicegah sehingga tubuh tidak kekurangan
nutrient hasil metabolisme dalam bentuk glucagon dalam otot.
d. Pernafasan klien bisa kembali normal baik dari frekuensi pernafasan, kedalaman, irama
pernafasan klien.
e. Klien mampu memberikan gambaran baik secara umum maupun khusus mengenai masalah
kesehatannya. Sehingga klien kooperatif dalam perawatan yang didapat.
http://gekran.blogspot.com/2011/11/asuhan-keperawatan-limfoma-maligna_04.html

BAB III
TINJAUAN KASUS
tn Q (20 tahun) seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi sedang di rawat diruang
penyakit dalam. Kepada perawat tn Q mengatakan ia sering demam, berkeringat malam dan
badannya terasa ringan. Tn Q juga mengatakan kadang-kadang kelenjar tersa nyeri jika ia minum
alcohol. Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik di temukan pembesaran kelenjar didaerah leher,
BB turun dari 50 kg menjadi 45 kg selama enam bulan terakhir.
Hasil lab
Eritrosit 3,5 juta/mm
Leukosit 5000/m
ASUHAN KEPERAWATAN LIMFOMA MALIGNA
1. Pengkajian
A. Pengkajian umum
Nama : Tn. Q
Umur : 20 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Mahasiswa

B. Keluhan utama
Tn. Q mengatakan ia sering demam, berkeringat malam dan badannya terasa ringan, kelenjar
terasa nyeri jika minum alcohol.

C. Riwayat penyakit dahulu


Tidak ada riwayat penyakit dahulu.

D. Nyeri/kenyamanan
Tanda : Pembesaran kelenjar
Gejala : Nyeri
E. Makanan/Cairan
Tanda : Penurunan berat badan

F. Pemeriksaan/Fisik
• Adanya pembesaran kelenjar

G. Pemeriksaan Laboratorium
• Eritrosit 3,5 juta/mm
• Leukosit 5000/mm

2. Analisa Data
No. Sign & Symptom Etiologi Problem
1. Ds :
• Kelenjar terasa nyeri jika minum alcohol
Do :
• Adanya pembesaran kelenjar di daerah leher.. Agen cidera biologi Nyeri
2. Ds :
• Kelenjar terasa nyeri jika minum alcohol
Do :
• Adanya pembesaran kelenjar di daerah leher.
• Eritrosit 3,5 juta/mm Pembesaran nodus medinal/edema jalan nafas Bersihan jalan nafas tidak
efektif.
3. Ds :
• Klien mengatakan demam, berkeringat malam dan badannya terasa ringan.
Do :
• Eritrosit 3,5 juta/mm
• BB turun dari 50 kg menjadi 45 kg Tidak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
Hipertermia

3. Diagnosa
1) Nyeri b.d agen cidera biologi
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d pembesaran nodus medinal/edema jalan nafas
3) Hipertermia b.d tidak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi

4. Intervensi
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Nyeri b.d agen cidera biologi
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatn diharapkan nyeri klien berkurang/hilang.
Kiteria hasil :
 Skala nyeri 0-3
 Wajah klien tidak meringis
 Penyusutan dari kelenjar yang membesar. a. Kaji skala nyeri

b. Ajarkan klien teknik relaksasi dan distraksi

c. Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik

a. Untuk mengetahui skala nyeri klien dan untuk mempermudah dalam menentukan intervensi
selanjutnya
b. Teknik relaksasi dan distraksi yang diajarkan kepada klien, dapat membantu dalam
mengurangi persepsi klien terhadap nyeri yang dideritanya
c. Obat analgetik dapat mengurangi atau menghilangkan nyeri yang diderita oleh klien
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d pembesaran nodus medinal/edema jalan nafas Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan bersihan jalan nafas
efektif/normal.
Kriteria hasil :
 Nyeri berkurang
 Penyusutan kelenjar yang membesar
 Eritrosit 4-5 juta/mm a. Kaji frekuensi pernafasan, kedalaman, irama

b. Tempatkan pasien pada posisi nyaman, biasanya dengan kepala tempat tidur tinggi/atau duduk
tegak ke depan kaki digantung.
c. Bantu dengan teknik nafas dalam dan atau pernafasan bibir /diafragma. Abdomen bila
diindikasikan

d. Kaji respon pernafasan terhadap aktivitas


a. Perubahan dapat mengindikasikan berlanjutnya keterlibatan/pengaruh pernafasn yang
membutuhkan upaya intervensi
b. Memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan kerja pernafasan, dan menurunkan resiko aspirasi

c. Membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan nafas kecil, memberikan klien beberapa
kontrol terhadap pernafasan, membantu menurunkan ansietas
d. Penurunan oksigenasi selular menurunkan toleransi aktivitas
3. Hipertermia b.d tidak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan suhu tubuh klien turun/dalam keadaan normal.
Kriteria hasil :
 Suhu normal 36-370C
 Keringat malam berkurang
 Eritrosit 4-5 juta/mm
 BB normal a. Observasi suhu tubuh klien

b. Berikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha
c. Anjurkan dan berikan minum yang banyak kepada klien (sesuai dengan kebutuhan cairan
tubuh klien)
d. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik a. Dengan memantau suhu tubuh klien dapat
mengetahui keadaan klien dan juga dapat mengambil tindakan dengan tepat
b. Kompres dapat menurunkan suhu tubuh klien

c. Dengan banyak minum diharapkan dapat membantu menjaga keseimbangan cairan dalam
tubuh klien

d. Antipiretik dapat menurunkan suhu tubuh

5. Implementasi dan Evaluasi


No. Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
1. Nyeri b.d agen cidera biologi
a. Mengkaji skala nyeri
b. Mengajarkan klien teknik relaksasi dan distraksi
c. Berkolaborasi dalam pemberian obat analgetik
S = Klien mengatakan nyerinya berkurang
O=
 Skala nyeri 0-3
 Wajah klien tidak meringis
 Penyusutan dari kelenjar yang membesar.
A = Masalah teratasi
P = Intervensi selesai
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d pembesaran nodus medinal/edema jalan nafas a.
Mengkaji frekuensi pernafasan, kedalaman, irama
b. Menempatkan pasien pada posisi nyaman, biasanya dengan kepala tempat tidur tinggi/atau
duduk tegak ke depan kaki digantung.
c. Membantu dengan teknik nafas dalam dan atau pernafasan bibir /diafragma. Abdomen bila
diindikasikan
d. Mengkaji respon pernafasan terhadap aktivitas S = Klien mengatakan dapat bernafas dengan
normal
O=
 Nyeri berkurang
 Penyusutan kelenjar yang membesar
 Eritrosit 4 juta/mm
A = Masalah teratasi
P = Intervensi selesai
3. Hipertermia b.d tidak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
a. Mengobservasi suhu tubuh klien
b. Memberikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha
c. Menganjurkan dan berikan minum yang banyak kepada klien (sesuai dengan kebutuhan cairan
tubuh klien)
d. berkolaborasi dalam pemberian antipiretik S = Klien mengatakan demam turun dan tidak
berkeringat malam
O=
 Suhu normal 36,50C
 Keringat malam berkurang
 Eritrosit 4 juta/mm
 BB normal
A = Masalah teratasi
P = Intervensi selesai

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah di produksi, termasuk sumsum tulang
dan nodus limpa. Darah adalah organ khusus yang berada dengan organ lain karena berbentuk
ciran.
Darah merupakan medium transport ubuh, volume darah manusia sekitar 7%-10% berat badan
normal dan berjumlah sekita 5 liter. Darah terdiri dari dua komponen utama, yaitu:
c. Plasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri dariats air,elektrolit, dan protein
darah.
d. Butir butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas komponen komponen berikut ini
• Eritrosit (sel darah merah)
• Leokosit (sel darah putih)
• Trombosit (butir pembeku darah-platelet)
Dalam keadaan fisiologis, darah selalu berada dalam pembuluh darah, sehingga dapat
menjalankan fungsinya sebagai berikut.
• Sebagai alat pengangkut.
• Mengatur keseimbangan cairan tubuh.
• Mengatur panas tubuh.
• Berperan penting dalam mengatur pH cairan tubuh
• Mempertahankan tubuh dari serangan penyakit infeksi
• Mencegah perdarahan.
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan
imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran
kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat
juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus
digestivus, paru, kulit, dan organ lain.
Limpoma Hodgkin merupakan limpoma maligna yang khas di tandai adanya sel read Sternberg
dengan latar belakang sel-sel radang pleomorf.
Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal dari sistem kelenjar
getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh. Beberapa dari limfoma ini berkembang
sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang lainnya menyebar dengan cepat (dalam
beberapa bulan). Penyakit ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan penyakit Hodgkin.
Limfoma maligna non-Hodgkin atau Limfoma non-Hodgkin adalah suatu keganasan kelenjar
limfoid yang bersifat padat. Limfoma nonhodgkin hanya dikenal sebagai suatu limfadenopati
lokal atau generalisata yang tidak nyeri. Namun sekitar sepertiga dari kasus yang berasal dari
tempat lain yang mengandung jaringan limfoid ( misalnya daerah orofaring, usus, sumsum
tulang, dan kulit. Meskipun bervariasi semua bentuk limfoma mempunyai potensi untuk
menyebar dari asalnya sebagai penyebaran dari satu kelenjar kekelenjar lain yang akhirnya
menyebar ke limfa, hati, dan sumsum tulang.

B. Saran
Dengan melihat pembahasan dan mengetahui dampak dari penyakit limpoma maligna, maka kita
harus menyadari betapa pentingnya kita untuk menjaga kesehatan, dengan cara menghindari gaya
hidup yang tidak sehat sehat, seperti menghindari makanan yang berlemak, mengonsumsi
alcohol, dan lain lain.

DAFTAR PUSTAKA

Wiwik Handayani dan Andy Sulistyo Hariwibowo.2008.Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Hematologi.Jakarta:Salemba Medika.
www.google.co.id
http://prasetya92metro.blogspot.com/2012/04/askep-limfoma-hodgkin.html
http://tugeg-sintha.blogspot.com/2011/11/makalah-limfoma-maligna.html
http://natalis0212.blogspot.com/2010/08/penyakit-hodgkin.html
http://prasetya92metro.blogspot.com/view/classic
http://www.scribd.com/doc/92047810/ASKEP-LIMFOMA-MALIGNA
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/312/basics/pathophysiology.html
http://prasetya92metro.blogspot.com/view/classic

https://plus.google.com/111293016901174097027/posts/TQoDkyFxcpF

Anda mungkin juga menyukai