Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI

STT (LIMFADENOPATI COLI) DENGAN TEHNIK GENERAL ANESTESI


DI IBS RSI SULTAN AGUNG SEMARANG

A. DEFINISI
Menurut Ramli (2010), tumor adalah pembangkakan atau benjolan pada
bagian tubuh yang pertumbuhannya secara abnormal dan disebabkan karena neoplasma
dan kongenital. Tumor colli merupakan kelainan kongenital yang disebabkan karena
tidak sempurnanya obliterasi dari apartus brankial sehingga sisa-sisa seakan mencetus
terbentuknya kista ( Sjamsuhidajat, 2004).
Menurut Jong (2004), tumor colli yang terdapat di bagian depan otot
strenokleidomastoid ini biasanya disebut dengan kista brankinogen. Kista brankinogen
merupakan sisa apartus brakial janin yang tertinggal dimana seluruh struktur leher berasal
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran
lebihbesar dari 1 cm.Kepustakaan lain mendefinisikan limfadenopati sebagai abnormalitas
ukuran atau karakter kelenjar getah bening.Terabanya kelenjar getahbening
supraklavikula, iliak, atau poplitea dengan ukuran berapa pun dan terabanya kelenjar
epitroklear dengan ukuran lebih besar dari 5 mm merupakan keadaan abnormal.

B. KLASIFIKASI
Berdasarkan luas limfadenopati:
a. Generalisata: limfadenopati pada 2 atau lebih regio anatomi yang berbeda.
b. Lokalisata: limfadenopati pada 1 regio.

C. LOKASI
1. Limfadenopati daerah kepala dan leher
Kelenjar getah bening servikal teraba pada sebagian besar anak,
tetapiditemukan juga pada 56% orang dewasa. Penyebab utama limfadenopatiservikal
adalah infeksi; pada anak, umumnya berupa infeksi virus akut yangswasirna. Pada
infeksi mikobakterium atipikal,cat-scratch disease,toksoplasmosis, limfadenitis Kikuchi,
sarkoidosis, dan penyakit Kawasaki,limfadenopati dapat berlangsung selama beberapa
bulan. Limfadenopatisupraklavikula kemungkinan besar (54%- 85%) disebabkan
olehkeganasan.
Kelenjar getah bening servikal yang mengalami inflamasidalam beberapa hari,
kemudian berfluktuasi (terutama pada anak-anak) khasuntuk limfadenopati akibat
infeksi stafilokokus dan streptokokus.Kelenjar getah bening servikal yang
berfluktuasi dalam beberapa minggu sampaibeberapa bulan tanpa tanda-tanda
inflamasi atau nyeri yang signifikan merupakan petunjuk infeksi mikobakterium,
mikobakterium atipikal atauBartonella henselae(penyebabcat scratchdiseas).
Kelenjar getah beningservikal yang keras, terutama pada orang usia lanjut dan
perokokmenunjukkan metastasis keganasan kepala dan leher (orofaring,
nasofaring,laring, tiroid, dan esofagus).Limfadenopati servikal merupakanmanifestasi
limfadenitis tuberkulosa yang paling sering (63-77% kasus),disebut skrofula.
Kelainan ini dapat juga disebabkan oleh mikobakterium nontuberkulosa.
2. Limfadenopati epitroklear
Terabanya kelenjar getah bening epitroklear selalu patologis. Penyebabnya
meliputi infeksi di lengan bawah atau tangan, limfoma, sarkoidosis,tularemia, dan
sifilis sekunder.
3. Limfadenopati aksila
Sebagian besar limfadenopati aksila disebabkan oleh infeksi atau jejas
padaekstremitas atas. Adenokarsinoma payudara sering bermetastasis kekelenjar getah
bening aksila anterior dan sentral yang dapat teraba sebelumditemukannya tumor
primer. Limfoma jarang bermanifestasi sejak awalatau, kalaupun bermanifestasi,
hanya di kelenjar getah bening aksila. Limfadenopati antekubital atau epitroklear dapat
disebabkan oleh limfomaatau melanoma di ekstremitas, yang bermetastasis ke kelenjar
getah bening ipsilateral.
4. Limfadenopati supraklavikula
Limfadenopati supraklavikula mempunyai keterkaitan erat dengankeganasan. Pada
penelitian, keganasan ditemukan pada 34% dan 50%penderita. Risiko paling tinggi ditemukan
pada penderita di atas usia 40tahun. Limfadenopati supraklavikula kanan berhubungan
dengan keganasan di mediastinum, paru, atau esofagus. Limfadenopatisupraklavikula
kiri (nodus Virchow) berhubungan dengan keganasanabdominal (lambung, kandung
empedu, pankreas, testis, ovarium, prostat).
5. Limfadenopati inguinal
Limfadenopati inguinal sering ditemukan dengan ukuran 1-2 cm pada
orangnormal, terutama yang bekerja tanpa alas kaki.
6. Limfadenopati generalisata
Limfadenopati generalisata lebih sering disebabkan oleh infeksi serius,penyakit
autoimun, dan keganasan, dibandingkan dengan limfadenopati lokalisata. Penyebab
jinak pada anak adalah infeksi adenovirus.Limfadenopati generalisata dapat
disebabkan oleh leukemia, limfoma, ataupenyebaran kanker padat stadium lanjut.
Limfadenopati generalisata padapenderita luluh imun (immunocompromised ) dan
AIDS dapat terjadi karenatahap awal infeksi HIV, tuberkulosis, kriptokokosis,
sitomegalovirus,toksoplasmosis, dan sarkoma Kaposi. Sarkoma Kaposi dapat
bermanifestasi sebagai limfadenopati generalisata sebelum timbulnya lesi kulit.

D. ETIOLOGI
Banyak keadaan yang dapat menimbulkan limfadenopati. Keadaan-keadaan
tersebut dapat diingat dengan MIAMI:malignancies(keganasan),infections(infeksi),
autoimmune disorders (kelainan autoimun), miscellaneous andunusual conditions (lain-lain dan
kondisi tak-lazim), daniatrogenic causes (sebab-sebab iatrogenik). Obat-obat yang dapat
menyebabkan limfadenopati, antara lain, adalah: alopurinol, atenolol, kaptopril,
karbamazepin,

E. GEJALA
Gejala konstitusi, sepertifatigue, malaise, dan demam, sering
menyertailimfadenopati servikal dan limfositosis atipikal pada sindrom mononukleosis.
Demam, keringat malam, dan penurunan berat badan lebihdari 10% dapat merupakan
gejala limfomaB symptom.
Pada limfomaHodgkin, B symptomdidapatkan pada 8% penderita stadium I dan 68%
penderita stadium IV.B symptom juga didapatkan pada 10% penderitalimfoma non-
Hodgkin. Gejala artralgia, kelemahan otot, atau ruam dapat menunjukkan kemungkinan
adanya penyakit autoimun, seperti artritisreumatoid, lupus eritematosus, atau
dermatomiositis.Nyeri pada limfadenopati setelah penggunaan alkohol merupakan hal
yang jarang,tetapi spesifik untuk limfoma Hodgkin.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan Darah LengkapPemeriksaan darah lengkap untuk melihat
kemungkinan infeksi ataukeganasan darah. Laju Endap Darah, dilakukan
untuk melihat adanya tandainflamasi akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan
jaringan (nekrosis),penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi.
b. Kultur DarahKultur darah dilakukan untuk melihat adanya penyebab infeksi
denganbakteri yang spesifik.
2. Ultrasonography (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk
mendiagnosislimfadenopati servikalis. Penggunaan USG untuk mengetahui ukuran,
bentuk, echogenicity, gambaran mikronodular, nekrosis intranodal dan ada
tidaknyakalsifikasi. USG dapat dikombinasi dengan biopsi aspirasi jarum halus
untukmendiagnosis limfadenopati dengan hasil yang lebih memuaskan, dengan
nilaisensitivitas 98% dan spesivisitas 95%.
3. CT Scan
CT scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan diameter 5mmatau
lebih. Satu studi yang dilakukan untuk mendeteksi limfadenopatisupraklavikula pada
penderitanonsmall cell lung cancermenunjukkan tidakada perbedaan sensitivitas yang
signifikan dengan pemeriksaan menggunakanUSG atau CT scan.

G. PENATALAKSANAAN
Bila kelenjar menjadi semakin besar, berwarna merah, sakit atau tampaknya
berisicairan bila diraba, dan dokter mencurigai ada infeksi bakteri, dokter mungkin
akanmemberi obat antibiotik. Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi
limfadenitissupuratif yang biasa disebabkan oleh Staphyilococcusaureus dan
Streptococcus pyogenes (group A).
Pemberian antibiotik dalam 10-14 hari dan organisme ini akan memberikan respon
positif dalam 72 jam.Kalau tidak ada perubahan, dokter mungkin akan melakukan
aspirasi Aspirasi ini berguna untuk menyingkirkan diagnosis limfoma, limfadenopati
karena sarkoma Kaposi, penyakit jamur, TB atau penyebab yang lain.
Bila kelenjar terus membesar, mungkin dokter akan menyedot cairan isinya dengan
jarum kecil (aspirasi) agar tidak meledak. Kegagalan terapi menuntut untuk
dipertimbangkan kembali diagnosis dan penanganannya. Pembedahan mungkin diperlukan
bila dijumpai adanya abses danevaluasi dengan menggunakan USG diperlukan untuk
menangani pasien in

KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku dan gaya
hidup.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama .
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat kesehatan masa lalu.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien.
4. Pemeriksan fisik
5. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan dan ngantuk.
Tanda : Kesulitan ambulasi
Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok)
6. Eliminasi
Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus
Tanda : Perubahan warna urine dan feces
7. Makanan/cairan
Gejala : anoreksia,mual/muntah dan haus terus menerus.
Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-pecah. Kulit
buruk.
8. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.
Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan
9. Pernapasan
Gejala : Peningkatan frekuensi pernafasan,
Tanda : Napas pendek dan dangkal
10. Diagnostik Test
a. Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan
cairan dalam usus.
b. Pemeriksaan simtologi
c. Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi
d. Leukosit: normal atau sedikit meningkat
e. Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl rendah
f. Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen

B. DIAGNOSA KEPENATAAN
1. Nyeri b/d injury (benjolan)
2. Kecemasan b/d Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan.

C. RENCANA INTERVENSI
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi atau mengoreksi. Beberapa komponen yang perlu diperhatikan untuk
mengevaluasi tindakan keperawatan meliputi menentukan prioritas, menentukan
kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan dokumentasi (Nursalam, 2001, hal 52)
Adapun renana tindakan dari diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan
obstruksi usus antara lain:
1. Nyeri b/d injury
Tujuan: Nyeri hilang/terkontrol, menunjukkan rileks.
Kriteria hasil :
a. Nyeri berkurang sampai hilang.
b. Ekspresi wajah rileks.
c. TTV dalam batas normal.
d. Skala nyeri 3-0.
Intervensi:
a. kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) dan faktor
pemberat/penghilang.
Rasional: Nyeri distensi abdomen, dan mual. Membiarkan pasien rentang
ketidaknyamanannya sendiri membantu mengidentifikasi intervensi yang tepat dan
mengevaluasi keefektifan analgesia.
b. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional: Respon autonomik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernafasan, yang
berhubungan dengan keluhan/penghilangan energi. Abnormalitas tanda vital terus
menerus memerlukan evaluasi lanjut.
c. Memberikan tindakan kenyamanan.
Rasional: Memberikan dukungan (fisik, emosional), menurunkan tegangan otot,
meningkatkan relaksasi, mengfokuskan ulang perhatian, meningkatkan rasa kontrol
dan kemampuan koping
Kolaborasi
d. Berikan analgesik, narkotik, sesuai indikasi.
Rasional: Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan
meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik.

2. Kecemasan b/d Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosis dan kebutuhan


pengobatan.
Tujuan: Menyatakan paham terhadap proses penyakitnya.
Kriteria hasil :
a. Klien dan keluarga mengetahui penyakit yang diderita
b. Klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses belajar
c. Klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses pengobatan
Intervensi:
a. Diskusikan pentingnya masukan cairan adekuat dan kebutuhan diet.
Rasional: Meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi usus.
b. Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medis, mis demam
menetap, bengkak, eritema, atau terbukanya tepi luka, perubahan karakteristik
drainase.
Rasional: Pengenalan dini dari komplikasi dan intervensi segera dapat mencegah
progresi situasi serius dan mengancam hidup.
c. Tinjau ulang keterbatasan/pembatasan aktivitas
Rasional: Menurunkan resiko perdarahan.
Penatalaksanaan kasus
1. Identitas
• Nama : Tn. M.f
• Umur : 38th
• No. RM : 01390881
• Diagnosa : STT (Limpsdenopsti Coli) Oksipital
• Agama : islam
• Suku : jawa
• Riwayatalergi : ( -)
• Riwayat Asma : (-)
• Puasamulai jam : 24.00 wib
2. Pemeriksaanfisik :
 Kesadaran : CM
 TTV : TD:140/80 mmHg, BB: 50 kg, Nadi: 90x/menit
 Skala nyeri :2
 Mallampati :1
 Gigi palsu : (-)
 Ompong : (-)
 Jantung : gallop/murmur (-)
 Paru : vesikular, ronchi/wheezing (-)
 Extrimitas : udema (-), akralhangat.

3. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG:


 Hb: 12,4 g/dl, Hct: 30,3 %, ureum/creat : 30/0.9.
 EKG: NSR
 Foto : (-)
 Status ASA : II

4. Persiapanalat
1. Mesin anastesi siap pakai 6. Jel
2. Monitor set 7. spuit
3. Stetoskop, laringoskop 8. plester
4. ETT No ;7 9. introducer (stillet)
5. Mayo 10. Suction
5. Persiapanobat
- Ondansentron 1amp
- Atropine sulfat 3amp
- Fentanyl 1amp
- Recofol 1amp
- Rocuronium 1amp
- Dexamethason 2amp
- Ketorolac 1amp
- Prostigmine 3amp

PENATALAKSANAAN
1. Premedikasi : Jam 10;00 wib SA 0,25mg, Ondancentron 4mg,
Fentanyl 100mcg, dexamethasone 10mg
2. Induksi : Jam 10;05wib -recofol 100mg, rocuronium 30mg
3. Maintenence : jam 10;45- ketorolac 30mg
Fresh Gas :N2O 45%, O2 55% Dengan Flow 1,5 L/m,
Cevoflurane 2 V% (relatife).
4. Ekstubasi : jam 11;00 wib - SA 0,50 mg, prostigmin 1,5mg
5. Jam Operasi : Mulai Anestesi 10;00 Anestesi Selesai 11.00 wib
: Mulai Operasi 10;10 Operasi Selesai 10;45wib
Lama Anestesi (60 menit)
Lama Operasi (35 menit)
6. Output cairan : Darah yang keluar kurang lebih 70 cc
: Chateter ;100 cc
: Jumlah ;170 cc
7. Intake cairan : Kristaloid ;500 cc
8. Pilihan anastesi : GA dengankendali ETT
9. Uraian tindakan
Pertama pasien diminta untuk berdoa sesuai agama dan kepercayaan,
kemudian set O2 100% dengan flow 6 liter Kemudian masuk propofol 100mg
setelah itu tunggu onset propofol bekerja, setelah reflex bulumata (-) kita
melakukan ventilasi sambil putar agen 2 V%, sambil menguasai ventilasi dan
saturasi tetap dalam angka normal setelah itu masuk relaksan rocuronium 30mg
Kemudian kita tekan timer di mesin anestesi dan kita tetap ventilasi kurang lebih
sampai 2 menit.
Setelah 2menit, agen dimatikan lalu kepala pasien diekstensikan lalu ambil
laryngoscope dengan tangan kiri dan tangan kanan melakukan teknik Cross
Finger, laryngoscope dimasukan kemulut pasien sebelah kanan sambil menggeser
lidah kesebelah kiri, lidah disusuri hingga menemukan epiglottis kemudian
laryngoscope diangkat sambil mendorong untuk mencapai eksplore yang baik
sambil tangan kanan melakukan Sellic Manuver.
Setelah rimaglotis terlihat ETT dimasukan secara perlahan, Setelah intubasi
masuk balon ETT dikembangkan sambil ETT disambungkan ke Sircuit kemudian
di check apakah ETT masuk ketrakea dengan cara mendengarkan bunyi
auskultasi paru dan kedengaran sama paru kiri dan kanan berarti intubasi kita
sudah benar.
ETT dikunci dengan fiksasi dan opa di pasang Kemudian O2 di set 55%,
N2O 45% dan flow 1.5 l/m dan Sevoflurane diset 2v% kemudian mode mesin
digantike MODE VOLUM atau IMV (Intermitten Mandatori Ventilator).
Pemantauan intra anestesi
JAM 10;00 10;05 10;10 10;15 10;20 10;25
TD 120/60 100/56 90/70 93/67 80/60 95/65
N 76 76 73 75 75 80
SPO2 100 100 100 100 100 100

10;30 10;35 10;40 10;45


90/57 92/65 100/60 100/65
80 85 78 80
100 100 100 100
Nb ;Selama proses pembedahanhemodinamikstabil
Recovery Room
1. Monitor kesadaran
2. Monitor ttv
3. Monitor cairan
setelah hemodinamik pasien terkontrol dan dalam batas normal dan Aldrette Score
sudah terpenuhi (≥ 8, Tanpa angka 0) pasien dipindahkan ke ruanganperawatan.
Diagnosa kepenataan anestesi
1.Cemas b/d kurang pengetahuan tentang pembiusan / operasi
Ds : pasien mengatakan belum mengetahui tentang proses / akibat anestesi
Do: pasien gelisah, kringat dingin
TD: 140/80 mmHg N: 90 x/menit R: 20 x/menit
Tujuan
Setelah dilakukan penjelasan cemas berkurang / hilang
a. pasien menyatakan siap dilakukan pembiusan
b. pasien tampak tenang dan komprehensif
c. TTV normal
Perencanaan
a. kaji tingkat kecemasan
b. jelaskan prosedur tindakan anestesi yang akan di berikan
c. dampingi pasien untuk mengurangi cemas
d. ajarkan teknik relaksasi
e. kolaborasi untuk pemberian obat penenang
Evaluasi
a. Pasien mengatakan paham akan tindakan pembiusan atau anestesi
b. Pasien mengatakan siap dilakukan prosedur anestesi dan operasi
c. Pasien lebih tenang
d. Ekspresi wajah cerah
e. Pasien kooperatif
TD: 120/60 mmHg N: 76x/menit R: 18 x/menit

2. Resiko gangguan cairan dan elektrolit b/d vasodilatasi pembuluh darah dampak obat
anestesi
DS: pasien menyatakan puasa sejak 10 jam yang lalu, pasien merasa haus
DO: TD rendah ,nadi cepatdan kecil, respirasi cepat, akral dingin, bibir tampak kering
Tujuan
Setelah dilakukan perawatan keseimbangan cairan dalam ruang intrasel dan ekstrasel
tercukupi.
a. Akral kulit hangat
b. haemodinamik normal
c. masukan dan kluaran cairan imbang
d. urin output 1-2 cc/kg BB/jam.
e. hasil lab elektrolitdarah normal
Perencanaan
a. Kaji tingkat kekurangan volume cairan
b. Kolaborasi untuk pemberian cairan dan elektrolit
c. monitor haemodinamik
d. monitor perdarahan
Evaluasi
a. Kebutuhan volume cairanseimbang
Cairan masuk : 500 cc
Cairan keluar : Urine 100 cc
Darah 70 cc
TD: 120/60 mmHg N: 76 x/menit RR: 18 x/menit

3. Resiko aspirasi b/d penurunan tingkat kesadaran.


DO: pasien terpasang ETT, banyak secret atau salivasi di oral, pasien belum sadar.
Tujuan
Setelah dilakukan perawatan tidak akan terjadi aspirasi.
a. pasien mampu menelan
b. Bunyi paru bersih
c. tonus otot nafas yang adekuat
Perencanaan
a. Atur posisi pasien
b. Pantau tanda-tanda aspirasi
c. Pantau tingkat kesadaran : reflek batuk, reflek muntah, kemampuan menelan
d. Pantau setatus paru
e. Bersihkan jalan nafas
f. Kolaborasi dengan dokter
Evaluasi
a. Aspirasi terhindar atau tidak terjadi
b. Tidak ada muntah
c. Mampu menelan
d. nafas normal
e. tidak ada suara nafas tambahan

4. Resiko cidera b/d pengaruh atau efek anestesi umum


DO: pasien dalam pembisan , bergerak tidak terkontrol (pasien belum sadar penuh).
Tujuan
Pasien aman selama dan setelah pembiusan
a. selamaoperasipxtenangtidakbangun
b. pasien sadar setelah anesesi selesai
c. kemampuan untuk melakukan gerakan yang bertujuan
d. kemampuan untuk bergerak dan berkomunikasi
e. pasien aman dan tidak jatuh
Perencanaan
a. jaga imobilisasi dan pergerakan pasien
b. ubah tempat atau tubuh pasien untuk meningkatkan fungsi fisiologis dan psikologis
c. cegah resiko injury jatuh
d. pasang pengaman meja operasi / tempat tidur
e. pantau penggunaan obat anestesi dan efek yang timbul
Evaluasi
a. pasien aman selama dan setelah pembiusan
b. pasien nyaman selama anestesi / operasi
c. TTV normal
d. Pasien bangun atau sadar setelah pembiusan / operasi selesai
e. Pasien mampu beraktifitas
f. Pasien aman dan tidak jatuh
g. Alderttescore : 10
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan

dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System Kardiovaskular

dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Setiawan, Wawan. 2010. Intervensi dan Rasional Ileus Obstruktif.

(http://wawanjokamblog.blogspot.com/. Diakses tanggal 11 Januari 2011).

Anda mungkin juga menyukai