F DENGAN DIAGNOSA
APPENDICITIS AKUT DENGAN TEKNIK GENERAL ANESTESI
DI IBS RSUD KOTA YOGYAKARTA
Disusun Oleh :
JURUSAN KEPERAWATAN
2019
ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI PADA NY.F DENGAN DIAGNOSA
APPENDICITIS AKUT DENGAN TEKNIK GENERAL ANESTESI DI
IBS RSUD KOTA YOGYAKARTA
Hari :
Tanggal :
Tempat :
Mengetahui
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikam Asuhan Keperawatan
Perianestesi dengan judul “Asuhan Keperawatan Perianestesi Pada Ny.F Dengan Diagnosa
Medis Appendicitis Akut Dengan Teknik General Anestesi di IBS RSUD Kota Yogyakarta
tanpa halangan apapun.
Penulisan asuhan keperawatan ini bertujuan untuk memenuhi Tugas Praktik Klinik
Keperawatan Anestesi IV Prodi D-IV Keperawatan Semester 8. Penulis menyadari bahwa
penulisan asuhan keperawatan perianastesi ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak.
Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
Dalam penulisan asuhan keperawatan perianestesi ini, penulis menyadari bahwa masih
terdapat kekurangan. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi
penyempurnaan asuhan keperawatan perianestesi ini. Semoga penulisan asuhan keperawatan
perianestesi ini bisa bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks
Gambar Apendisitis
dimana terjadi infeksi pada umbai apendiks dan merupakan penyakit bedah
Menurut Sjamsuhidayat (2004), apendisitis terdiri dari lima bagian antara lain :
a. Apendisitis akut
Ada fekalit didalam lumen, Umur (orang tua atau anak muda) dan
perforasi apendiks.
d. Apendisitis rekuren
Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh
terjadi fibrosis dan jaringan parut. Resikonya untuk terjadinya serangan lagi
sekitar 50%.
e. Apendisitis kronis
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan infiltrasi sel
inflamasi kronik.
2. Etilogi
terjadinya apendisitis ini umumnya karena bakteri. Selain itu, terdapat banyak
hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut
lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut,
tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila
semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan
Dalam 2 – 12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah yang akan menetap
dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise
dan demam yang tak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi
menetap namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin
progresif dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik
dengan nyeri maksimal perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu
sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh radang mendadak umbai
cacing yang memberikan tanda setempat. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya
disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Pada
apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan pada kuadran kanan
bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara umbilikus dan spinalis iliaka
superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat konstipasi
atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila
apendiks melingkar di belakang sekum, nyeri tekan terasa di daerah lumbal. Bila
ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan
rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum.
Nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan
kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan
dapat terjadi. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran
bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran
kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi
abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk. Pada pasien
lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut
dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainnya.
Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari
a. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya disertai dengan demam derajat
b. Pada titik Mc Burney terdapat nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit
c. Nyeri alih mungkin saja ada; letak apendiks mengakibatkan sejumlah nueri
e. Jika terjadi ruptur apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar; terjadi
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
appendicitis akut adalah pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktive
pada pemeriksaan CRP ditemukan jumlah serum yang mulai meningkat pada 6-
seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis
c. Pemeriksaan radiologi
d. Pemeriksaan USG
terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat
e. Abdominal X-Ray
6. Penatalaksanaan
Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas
dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara
laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi
terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita yang
pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak
berikut:
a. Tindakan medis
sering tidak terdiagnosa, dalam hal ini sangat penting dilakukan observasi
yang cermat. Penderita dibaringkan ditempat tidur dan tidak diberi apapun
Pemeriksaan abdomen dan rektum, sel darah putih dan hitung jenis di ulangi
secara periodik. Perlu dilakukan foto abdomen dan thorak posisi tegak pada
semua kasus apendisitis, diagnosa dapat jadi jelas dari tanda lokalisasi
2) Intubasi
3) Antibiotik
oleh komplikasi ganggren dan perforasi yang terjadi akibat yang tertunda.
lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat
dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila
dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila
tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum,
puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum
mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan
harinya diberikan makan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur
selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar
kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
7. Komplikasi
sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara
umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu
37,7 oC atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen
a. Diet tinggi serat akan sangat membantu melancarkan aliran pergerakan makanan
b. Minum air putih minimal 8 gelas sehari dan tidak menunda buang air besar juga
9. Prognosis
f. Persiapan obat
1) Premedikasi : Fentanyl, midazolam
2) Induksi : Propofol, Ketamin, Tiopental
3) Muscle Relaxant : Atracurium, Recuronium, Pancuronium
4) Obat–obat Emergency : Aminofilin, Adrenalin, Dexamethason,
A. Pre Anestesi
1. Pengkajian Pre Anestesi dilakukan sejak pasien dinyatakan akan dilakukan
tindakan pembedahan baik elektif maupun emergensi. Pengkajian pre anestesi
meliputi :
a. Identitas pasien
b. Riwayat kesehatan pasien dan riwayat alergi
c. Pemeriksaan fisik pasien meliputi : Tanda-tanda vital pasien,
pemeriksaan sistem pernapasan (breathing), sistem kardiovaskuler
(bleeding),sistem persyarafan (brain), sistem perkemihan dan eliminasi
(bowel), sistem tulang, otot dan integument (bone).
d. Pemeriksaan penunjang berupa laboratorium, rontgen, CT- scan, USG,
dll.
e. Kelengkapan berkas informed consent.
2. Analisa Data
Data hasil pengkajian dikumpulkan dan dianalisa sehingga dapat menilai
klasifikasi ASA pasien. Data yang telah di analisa digunakan untuk
menentukan diagnosa keperawatan, tujuan, perencanaan/implementasi dan
evaluasi pre anestesi.
3. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan/implementasi dan Evaluasi Pre Anestesi
Kriteria hasil :
2. Analisa Data
Data yang telah di analisa digunakan untuk menentukan diagnosa
keperawatan, tujuan, perencanaan/implementasi dan evaluasi intra anestesi.
3. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan/implementasi dan Evaluasi intra anestesi
a. Dx : Pola napas tidak efektif b/d disfungsi neuromuscular dampak sekunder
dari obat pelumpuh otot pernapasan dan obat general anestesi.
Tujan : Pola napas pasien menadi efektif/normal. Kriteria hasil
- Frekuensi napas normal.
Evaluasi :
Rencana tindakan
A. Pengkajian
Hari/tanggal : Sabtu, 9 Maret 2019
Jam : 11.00 WIB
Tempat : IBS RSUD Kota Yogyakarta
Metode : Wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, studi dokumen
Sumber data : Klien, tim kesehatan, status kesehatan klien
Oleh : Anugrah, Eliza, Yulianus
Rencana tindakan : Laparascopy
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. F
Umur : 48 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Agama : islam
Suku bangsa : jawa
Alamat : yogyakarta
No RM : 75-14-xx
Diagosa pre operasi : Appendicitis Akut
Tindakan operasi : Laparascopy
Tanggal operasi : 9 Maret 2019
Dokter bedah : dr. Yunada HR, Sp.B.KBD
Dokter anestesi : dr. Rahmat Basuki, Sp. An
2. Anamnesa
a. Keluhan utama :
Pasien mengatakan nyeri bertambah apabila digunakan untuk bergerak , rasanya
seperti ditusuk-tusuk, di bagian perut kanan bawah,skala nyeri 5 dari 10, hilang
timbul.
b. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengatakan sejak februari merasakan nyeri yang hilang timbul di bagian
perut kanan bawah, dan sekarang pasien mengatakan sedang batuk.
c. Riwayat penyakit dahulu :
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang parah sebelumnya
d. Riwayat penyakit keluarga :
Pasien mengatakan keluarga tidak memiliki riwayat penyakit seperti Hipertensi,
Jantung, Diabetes Melitus maupun penyakit menular lainnya
3. Pemerikasaan Fisik
a. Kesadaran umum dan tanda vital
Kesadaran : CM BB : 62 kg
GCS : 15 TB : 149 cm
TD : 120/78 mmHg RR: 15 kpm
N : 70 kpm
b. Status Generalis
Kepala : normocephal, tidak ada lesi maupun jejas
Mata : simetris, konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik
Hidung : simetris, cuping hidung (-), secret (-), deviasi (-)
Mulut : mukosa kering, tidak ada gigi palsu
Telinga : simetris tidak ada cacat maupun lesi
Leher : tidak ada pembesaran tiroid, vena jugularis tidak membesar
Thoraks :
Paru
Inspeksi : pengembangan dada simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan , fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : sonor
Auskultasi : terdengar suara ronchy
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : tidak ada pergeseran ictus cordis
Perkusi : tidak ada pelebaran batas jantung, suara redup
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, mur-mur (-)
Abdomen
Inspeksi : tidak terdapat lesi warna kulit sawo matang
Auskultasi : terdengar bising usus 3x/menit
Palpasi : terdapat nyeri tekan di bagian perut kanan bawah
Perkusi : Tymphani
Ekstremitas
Atas : normal tidak ada kecacatan, terpasang infus RL di tangan kiri sejak
08 Maret 2019
Bawah : normal tidak ada kecacatan
Genetalia : Terpasang DC ukuran 18 pada tanggal 09 Maret 2019
4. Psikologis
Pasien mengatakan agak takut dan kawatir terhadap operasi yang akan
dijalani. Pasien bertanya-tanya mengenai tindakan laparaskopi, dan pembiusan yang
akan dijalani. Raut muka sedikit gelisah. Pasien tampak meringis kesakitan saat nyeri
timbul.
5. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium: tanggal 08 Maret 2019
Darah rutin
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 13.4 12.3-17.5 g/dl
Hematokrit 39.3 40.0 – 52.0%
Leukosit 6.3 4.4 – 11.3 ribu/ul
Trombosit 338 150-400 ribu/ul
Eritrosit 5.55 4,5-5,9 juta/ul
MCH 30 28- 33 pg
MCHC 34.5 33 – 36 g/dL
MCV 100 74-106 fL
Eosinofil 2.5 2.0 – 4.0 %
Basofil 0.75 0–1%
Netrofil 55 50- 70 %
Limfosit 35 25- 60 %
Monosit 2.6 2–4%
Masa Perdarahan (BT) 3’00 <6 menit
Masa Pembekuan (CT) 6’00 <12 menit
GDS 125 70-140 mg/dl
Albumin 3.75 3.50 – 5.00 g/l
6. Diagnosis Anestesi
Perempuan usia 48 tahun, diagnosa medis Appendicitis Akut direncanakan
dilakukan Laparaskopi status fisik ASA 2 direncanakan general anestesi dengan teknik
intubasi Endotracheal Tube (ETT). Pasien sedang batuk.
3. Persiapan pasien
a. Pasien tiba di IBS pukul 11.00 WIB
b. Serah terima pasien dengan petugas ruangan, periksa status pasien termasuk
informed consent, dan obat-obatan yang telah diberikan diruang perawatan.
c. Memindahkan pasien ke brankar IBS
d. Memperkenalkan diri kepada pasien, mengecek ulang identitas pasien, nama,
alamat dan menanyakan ulang puasa makan dan minum, riwayat penyakit dan
alergi, serta berat badan saat ini.
e. Memasang monitor tanda vital (monitor tekanan darah, saturasi oksigen)
TD : 135/78 mmHg; N : 92x/mnt; SpO2: 99 %; RR : 20x/mnt
f. Memeriksa kelancaran infus dan alat kesehatan yang terpasang pada pasien.
g. Menanyakan keluhan pasien saat di ruang penerimaan IBS, dari pasien mengatakan
takut dan cemas menjalani operasi.
h. Melakukan pemeriksaan pulmo pasien
Inspeksi : dada simetris, pasien dalam bernapas menggunakan pernapasan
abdomen.
Palpasi : taktil fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi : suara sonor
Auskultasi : Ronchy
i. Melaporkan kepada dokter anestesi hasil pemeriksaan di ruang penerimaan dari
kolaborasi dengan dokter anestesi pasien dipindahkan ke meja operasi.
4. Penatalaksanaan anestesi
Penatalaksanaan anestesi di mulai dari memasang alat pelindung diri (APD), alat
monitor, manset (tensimeter), finger Sensor (SpO2), memberitahu pasien akan di bius,
menganjurkan pasien untuk berdoa, memulai persiapan dengan memberikan obat
premedikasi, memberikan obat induksi, mengintubasi ETT, memonitor pernafasan
pasien selama intra anestesi menggunakan ventilator, pengakhiran anestesi dan
oksigenasi sampai dengan perawatan di recovery room.
Pasien dipindahkan di meja operasi dilakukan pemasangan monitor tekanan
darah, saturasi oksigen , hasil pengukuran monitor :
TD : 130/70 mmHg; N: 82 x/mnt; SpO2: 99%; RR : 20x/mnt, pernapasan spontan
a. Pemberian obat premedikasi
Pasien dilakukan pemberian obat premedikasi pukul 11.40 WIB yaitu Fentanyl
100 mcg. Setelah pemberian obat premedikasi dilakukan observasi tanda-
tanda vital.
TD : 120/75 mmHg; N : 84 x/mnt; SpO2: 99%; RR : 16x/mnt, pernapasan
spontan
b. Melakukan induksi
Induksi dengan obat propofol 100 mg yang pukul 11.42 WIB.
TD : 110/70 mmHg; N : 85 x/mnt; SpO2: 95 %; RR : 20x/mnt, dilakukan
pengecekan rangsang bulu mata kemudian diberikan oksigenasi Face Mask 6
lt/mnt, diberikan pelumpuh otot Rocuronium 20 mg pukul 11.45 dan intubasi
ETT dilakukan
c. Pasien mulai dilakukan insisi pukul 11.55 WIB yang sebelumnya dilakukan
time out.
d. Pasien selesai operasi dilakukan sign out.
e. Pukul 13.10 WIB pasien dipindahkan ke RR.
C. Maintanance
O2 3 lt/mnt
N2O 3 lt/mnt
Sevoflurance 2 vol%
Balance cairan:
Maintance (M) = 2 x 62kg = 124 cc
Pengganti Puasa (PP) = 2cc x 8 jam x 62 kg = 992 cc
Stress operasi (SO) = 2 x 62 = 124 cc (operasi ringan)
Kebutuhan Cairan : Jam 1 : M + 1/2PP + SO = 744 cc
Jam 2 : M + 1/4PP + SO = 496 cc
Balance Cairan Intra Operatif
Intake : 1100 cc
Output : Urin 100, IWL 620, perdarahan 150
Intake-Output = 1100 – 870 cc = +230 cc
E. Pengakhiran Anestesi
1. Operasi selesai pukul 12.50 WIB
2. Pasien menggunakan oksigen 3 lt/mnt,
3. Monitor tanda vital sebelum pasien di pindah ke RR TD: 110/72 mmHg; N:84 x/mnt;
SpO2 : 100 %; RR: 15 x/mnt.
4. Pasien dipindahkan ke RR 13.20 wib
DO :
- pasien terlihat bertanya-tanya
- raut muka sedikit gelisah
- TD : 135/78 mmHg
- N : 92x/menit
- RR : 20x/mnt
2. DS: Agen cidera Nyeri akut
biologi
- pasien mengatakan nyeri
bertambah saat digunakan
untuk bergerak, rasanya seperti
ditusuk-tusuk, dibagian perut
kanan bawah, skala nyeri 4 dari
10, nyeri hilang timbul
DO :
3. DS : - Prosedur Resiko
pembedahan ketidakseimbangan
DO :
volume cairan
- pasien dipuasakan 8 jam
- mukosa bibir kering
- konjungtiva pucat
DO :
2. DS : - Perdarahan Resiko
DO: Ketidakseimbangan
- Pasien dilakukan tindakan volume cairan
laparascopy
- Cairan masuk 1100cc
- Cairan keluar 870 cc
- BC +230 cc
3. DS : - Efek prosedur Resiko Infeksi
DO : invasif
- AL 6.3 ribu
- Pasien dilakukan tindakan
laparascopy kuratif
POST ANESTESI
1. DS : - Mukus banyak, efek Bersihan jalan nafas
DO : general anestesi tidak efektif
- pasien batuk-batuk post
operasi
- suara nafas ronchi
- N : 90x/menit
- SP02 : 98 %
2. DS : - Pengaruh sekunder Pola Nafas tidak
DO : obat-obatan anestesi efektif
- Pasien nafas spontan
- Nafas pasien belum teratur
- TV ekspirasi 215 ml
c. Suara nafas
vesikuler
d. RR 16-20
x/menit
Sabtu, 09 Maret Sabtu, 09 Sabtu, 09 Maret Sabtu, 09 Maret 2019, Sabtu, 09 Maret 2019, Pukul: 13.35 WIB
2019, Pukul: Maret 2019, 2019, Pukul: Pukul: 13.30 WIB
13.20 WIB Pukul: 13.20 13.20 WIB
WIB
b. Resiko Jatuh Setelah a. Posisikan a. Memposisikan pasien S:-
b/d efek general dilakukan pasien dengan senyaman mungkin O:
anestesi asuhan nyaman b.
pasien
Memasang
denganrestrain
nyamandi - Kesadaran pasien apatis
keperawatan b. Pasang sisi kanan dan kiri - Pasien bergerak tidak menurut kehendak
selama pasien restrain di pasien - Pasien belum dapat diajak berkomunikasi
dirawat di ruang sisi kanan c. Memantau - Restrain bed terpasang dikedua sisi
pemulihan, kiri pasien penggunaan obat A : Resiko jatuh teratasi
diharapkan untuk anestesi dan efek P : Pantau kesadaran dan efek yang ditimbulkan
resiko jatuh menjaga yang ditimbulkan dari penggunaan obat anestesi yang digunakan
tidak terjadi. keamanan
Kriteria hasil : pasien.
c. Pantau (An) (Ez) (Yul) (An) (Ez) (Yul)
penggunaan
a. Pasien
obat anestesi
merasa
dan efek yang
nyaman
timbul
b. Pasien aman
dan tidak
jatuh
(An) (Ez) (Yul)
c. Pasien segera
sadar setelah
anestesi
selesai
d. Pasien tidak
mengalami
disorientasi