Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN STASE KEPERAWATAN MEDIKAL

DENGAN DIAGNOSA LIMFADENOPATI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Ners

Oleh :
YUVEN YOGA PRATAMA (NIM. 202020461011049)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
Limfadenopati

DEFINISI
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran lebih
besar dari 1 cm. Kepustakaan lain mendefinisikan limfadenopati sebagai
abnormalitas ukuran atau karakter kelenjar getah bening. Terabanya kelenjar
getah bening supraklavikula, iliak, atau poplitea dengan ukuran berapa pun dan
terabanya kelenjar epitroklear dengan ukuran lebih besar dari 5 mm merupakan
keadaan abnormal.

KLASIFIKASI
Berdasarkan luas limfadenopati:
a. Generalisata: limfadenopati pada 2 atau lebih regio anatomi yang berbeda.
b. Lokalisata: limfadenopati pada 1 regio.

Dari semua kasus pasien yang berobat ke sarana layanan kesehatan primer, sekitar
¾ penderita datang dengan limfadenopati lokalisata dan 1/4 sisanya datang
dengan limfadenopati generalisata.

ETIOLOGI
Banyak keadaan yang dapat menimbulkan limfadenopati. Keadaan-keadaan
tersebut dapat diingat dengan mnemonik MIAMI: malignancies (keganasan),
infections (infeksi), autoimmune disorders (kelainan autoimun), miscellaneous
and unusual conditions (lain-lain dan kondisi tak-lazim), dan iatrogenic causes
(sebab-sebab iatrogenik).

Obat-obat yang dapat menyebabkan limfadenopati, antara lain, adalah: alopurinol,


atenolol, kaptopril, karbamazepin, emas, hidralazin, penisilin, fenitoin, primidon,
pirimetamin, kuinidin, trimetoprimsulfametoksazol, sulindak.
2
Tabel 1. Etiologi Limfadenopati
PENDEKATAN DIAGNOSTIK
1. Anamnesis
a. Umur pasien dan lama pembesaran kelenjar getah bening
Kemungkinan penyebab keganasan sangat rendah pada anak dan meningkat
seiring bertambahnya usia. Kelenjar getah bening teraba pada periode
neonatal dan sebagian besar anak sehat mempunyai kelenjar getah bening
servikal, inguinal, dan aksila yang teraba. Sebagian besar penyebab
limfadenopati pada anak adalah infeksi atau penyebab yang bersifat jinak.
Berdasarkan sebuah laporan, dari 628 penderita yang menjalani biopsy karena
limfadenopati, penyebab yang jinak dan swasirna (self-limiting) ditemukan
pada 79% penderita berusia kurang dari 30 tahun, 59% penderita
antara 31-50 tahun, dan 39% penderita di atas 50 tahun.
Di sarana layanan kesehatan primer, penderita berusia 40 tahun atau lebih
dengan limfadenopati mempunyai risiko keganasan sekitar 4%. Pada usia
di bawah 40 tahun, risiko keganasan sebagai penyebab limfadenopati
sebesar 0,4%.2 Limfadenopati yang berlangsung kurang dari 2 minggu
atau lebih dari 1 tahun tanpa progresivitas ukuran mempunyai
kemungkinan sangat kecil bahwa etiologinya adalah keganasan.

b. Pajanan
Anamnesis pajanan penting untuk menentukan penyebab limfadenopati.
Pajanan binatang dan gigitan serangga, penggunaan obat, kontak penderita
infeksi dan riwayat infeksi rekuren penting dalam evaluasi limfadenopati
persisten. Pajanan setelah bepergian dan riwayat vaksinasi penting diketahui
karena dapat berkaitan dengan limfadenopati persisten, seperti tuberkulosis,
tripanosomiasis, scrub typhus, leishmaniasis, tularemia, bruselosis, sampar,
dan anthrax. Pajanan rokok, alkohol, dan radiasi ultraviolet dapat
berhubungan dengan metastasis karsinoma organ dalam, kanker kepala dan
leher, atau kanker kulit. Pajanan silikon dan berilium dapat menimbulkan
limfadenopati. Riwayat kontak seksual penting dalam menentukan penyebab
limfadenopati inguinal dan servikal yang ditransmisikan secara
seksual. Penderita acquired immunodeficiency syndrome (AIDS)
mempunyai beberapa kemungkinan penyebab limfadenopati; risiko
keganasan, seperti sarkoma Kaposi dan limfoma maligna non-Hodgkin
meningkat pada kelompok ini. Riwayat keganasan pada keluarga, seperti
kanker payudara atau familial dysplastic nevus syndrome dan melanoma,
2
dapat membantu menduga penyebab limfadenopati.

c. Gejala yang menyertai


Gejala konstitusi, seperti fatigue, malaise, dan demam, sering menyertai
limfadenopati servikal dan limfositosis atipikal pada sindrom
mononukleosis. Demam, keringat malam, dan penurunan berat badan lebih
dari 10% dapat merupakan gejala limfoma B symptom. Pada limfoma
Hodgkin, B symptom didapatkan pada 8% penderita stadium I dan 68%
penderita stadium IV. B symptom juga didapatkan pada 10% penderita
limfoma non-Hodgkin. Gejala artralgia, kelemahan otot, atau ruam dapat
menunjukkan kemungkinan adanya penyakit autoimun, seperti artritis
reumatoid, lupus eritematosus, atau dermatomiositis. Nyeri pada
limfadenopati setelah penggunaan alkohol merupakan hal yang jarang,
tetapi spesifik untuk limfoma Hodgkin.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Karakteristik dan ukuran kelenjar getah bening
Kelenjar getah bening yang keras dan tidak nyeri meningkatkan
kemungkinan penyebab keganasan atau penyakit granulomatosa. Limfoma
Hodgkin tipe sklerosa nodular mempunyai karakteristik terfiksasi dan
terlokalisasi dengan konsistensi kenyal. Limfadenopati karena virus
mempunyai karakteristik bilateral, dapat digerakkan, tidak nyeri, dan
berbatas tegas. Limfadenopati dengan konsistensi lunak dan nyeri biasanya
disebabkan oleh infl amasi karena infeksi. Pada kasus yang jarang,
limfadenopati yang nyeri disebabkan oleh perdarahan pada kelenjar yang
nekrotik atau tekanan dari kapsul kelenjar karena ekspansi tumor yang
cepat. Pada umumnya, kelenjar getah bening normal berukuran sampai
diameter 1 cm, tetapi beberapa penulis menyatakan bahwa kelenjar
epitroklear lebih dari 0,5 cm atau kelenjar getah bening inguinal lebih dari
1,5 cm merupakan hal abnormal. Terdapat laporan bahwa pada 213
penderita dewasa, tidak ada keganasan pada penderita dengan ukuran
kelenjar di bawah 1 cm, keganasan ditemukan pada 8% penderita dengan
ukuran kelenjar 1-2,25 cm dan pada 38% penderita dengan ukuran kelenjar
di atas 2,25 cm. Pada anak, kelenjar getah bening berukuran lebih besar
dari 2 cm disertai gambaran radiologi toraks abnormal tanpa adanya gejala
kelainan telinga, hidung, dan tenggorokan merupakan gambaran prediktif
untuk penyakit granulomatosa (tuberkulosis, catscratch disease, atau
sarkoidosis) atau kanker (terutama limfoma). Tidak ada ketentuan pasti
mengenai batas ukuran kelenjar yang menjadi tanda kecurigaan keganasan.
Ada laporan bahwa ukuran kelenjar maksimum 2 cm dan 1,5 cm
merupakan batas ukuran yang memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk
2
menentukan ada tidaknya keganasan dan penyakit granulomatosa.

b. Lokasi limfadenopati
Limfadenopati daerah kepala dan leher
Kelenjar getah bening servikal teraba pada sebagian besar anak, tetapi
ditemukan juga pada 56% orang dewasa. Penyebab utama limfadenopati
servikal adalah infeksi; pada anak, umumnya berupa infeksi virus akut yang
swasirna. Pada infeksi mikobakterium atipikal, cat-scratch disease,
toksoplasmosis, limfadenitis Kikuchi, sarkoidosis, dan penyakit Kawasaki,
limfadenopati dapat berlangsung selama beberapa bulan. Limfadenopati
supraklavikula kemungkinan besar (54%- 85%) disebabkan oleh keganasan.3
Kelenjar getah bening servikal yang mengalami inflamasi dalam beberapa
hari, kemudian berfluktuasi (terutama pada anak-anak) khas
untuk limfadenopati akibat infeksi stafilokokus dan streptokokus. Kelenjar
getah bening servikal yang berfl uktuasi dalam beberapa minggu sampai
beberapa bulan tanpa tanda-tanda infl amasi atau nyeri yang signifi kan
merupakan petunjuk infeksi mikobakterium, mikobakterium atipikal atau
Bartonella henselae (penyebab cat scratch disease). Kelenjar getah bening
servikal yang keras, terutama pada orang usia lanjut dan perokok
menunjukkan metastasis keganasan kepala dan leher (orofaring,
nasofaring, laring, tiroid, dan esofagus). Limfadenopati servikal
merupakan manifestasi limfadenitis tuberkulosa yang paling sering (63-
77% kasus), disebut skrofula. Kelainan ini dapat juga disebabkan oleh
mikobakterium nontuberkulosa.

Limfadenopati epitroklear
Terabanya kelenjar getah bening epitroklear selalu patologis. Penyebabnya
meliputi infeksi di lengan bawah atau tangan, limfoma, sarkoidosis,
tularemia, dan sifilis sekunder.

Limfadenopati aksila
Sebagian besar limfadenopati aksila disebabkan oleh infeksi atau jejas
pada ekstremitas atas. Adenokarsinoma payudara sering bermetastasis ke
kelenjar getah bening aksila anterior dan sentral yang dapat teraba sebelum
ditemukannya tumor primer. Limfoma jarang bermanifestasi sejak awal
atau, kalaupun bermanifestasi, hanya di kelenjar getah bening aksila.
Limfadenopati antekubital atau epitroklear dapat disebabkan oleh limfoma
atau melanoma di ekstremitas, yang bermetastasis ke kelenjar getah bening
ipsilateral.

Limfadenopati supraklavikula
Limfadenopati supraklavikula mempunyai keterkaitan erat dengan
keganasan. Pada penelitian, keganasan ditemukan pada 34% dan 50%
penderita. Risiko paling tinggi ditemukan pada penderita di atas usia 40
tahun. Limfadenopati supraklavikula kanan berhubungan dengan
keganasan di mediastinum, paru, atau esofagus. Limfadenopati
supraklavikula kiri (nodus Virchow) berhubungan dengan keganasan
abdominal (lambung, kandung empedu, pankreas, testis, ovarium, prostat).

Limfadenopati inguinal
Limfadenopati inguinal sering ditemukan dengan ukuran 1-2 cm pada
orang normal, terutama yang bekerja tanpa alas kaki. Limfadenopati
reaktif yang jinak dan infeksi merupakan penyebab tersering limfadenopati
inguinal. Limfadenopati inguinal jarang disebabkan oleh keganasan.
Karsinoma sel skuamosa pada penis dan vulva, limfoma, serta melanoma
dapat disertai limfadenopati inguinal. Limfadenopati inguinal ditemukan
2
pada 58% penderita karsinoma penis atau uretra.

Limfadenopati generalisata
Limfadenopati generalisata lebih sering disebabkan oleh infeksi serius,
penyakit autoimun, dan keganasan, dibandingkan dengan limfadenopati
lokalisata. Penyebab jinak pada anak adalah infeksi adenovirus.
Limfadenopati generalisata dapat disebabkan oleh leukemia, limfoma, atau
penyebaran kanker padat stadium lanjut. Limfadenopati generalisata pada
penderita luluh imun (immunocompromised) dan AIDS dapat terjadi karena
tahap awal infeksi HIV, tuberkulosis, kriptokokosis, sitomegalovirus,
toksoplasmosis, dan sarkoma Kaposi. Sarkoma Kaposi dapat bermanifestasi
sebagai limfadenopati generalisata sebelum timbulnya lesi kulit.
Gambar 1.1 Kelenjar getah bening leher dan daerah drainasenya (Sumber:
Bazemore AW. Smucker DR. Lymphadenopathy and malignancy. Am Fam
2
Physician. 2002;66:2103-10)

Gambar 1.2 Kelenjar getah bening aksila dan daerah drainasenya (Sumber:
Bazemore AW. Smucker DR. Lymphadenopathy and malignancy. Am Fam
2
Physician. 2002;66:2103-10)
Gambar 1.3 Kelenjar getah bening inguinal dan drainasenya (Sumber:
Bazemore AW. Smucker DR. Lymphadenopathy and malignancy. Am Fam
Physician. 2002;66:2103-10)
Bagan 1. Pendekatan Diagnostik Limfadenopati (Sumber: Bazemore AW.
Smucker DR. Lymphadenopathy and malignancy. Am Fam Physician.
2
2002;66:2103-10)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap untuk melihat kemungkinan infeksi atau
keganasan darah. Laju Endap Darah, dilakukan untuk melihat adanya
tanda inflamasi akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan
(nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi.
b. Kultur Darah
Kultur darah dilakukan untuk melihat adanya penyebab infeksi dengan
bakteri yang spesifik.

2. Ultrasonography (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mendiagnosis
limfadenopati servikalis. Penggunaan USG untuk mengetahui ukuran, bentuk,
echogenicity, gambaran mikronodular, nekrosis intranodal dan ada tidaknya
kalsifikasi. USG dapat dikombinasi dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk
mendiagnosis limfadenopati dengan hasil yang lebih memuaskan, dengan nilai
sensitivitas 98% dan spesivisitas 95%.
Gambar 1.4 Gray-scale sonogram metastasis pada KGB. Tampak
adanya hypoechoic, round, tanpa echogenic hilus (tanda panah).
Adanya nekrosis koagulasi (tanda kepala panah)
(Sumber: )

3. CT Scan
CT scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan diameter 5mm
atau lebih. Satu studi yang dilakukan untuk mendeteksi limfadenopati
supraklavikula pada penderita nonsmall cell lung cancer menunjukkan tidak
ada perbedaan sensitivitas yang signifikan dengan pemeriksaan menggunakan
USG atau CT scan.

PENATALAKSANAAN
Bila kelenjar menjadi semakin besar, berwarna merah, sakit atau tampaknya berisi
cairan bila diraba, dan dokter mencurigai ada infeksi bakteri, dokter mungkin akan
memberi obat antibiotik. Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis
supuratif yang biasa disebabkan oleh Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus
pyogenes (group A). Pemberian antibiotik dalam 10-14 hari dan organisme ini akan
memberikan respon positif dalam 72 jam. Kalau tidak ada perubahan, dokter mungkin
akan melakukan aspirasi (mengambil contoh kecil dari kelenjar dengan jarum tipis,
untuk diperiksa dengan mikroskop). Aspirasi ini berguna untuk menyingkirkan
diagnosis limfoma, limfadenopati karena sarkoma Kaposi, penyakit jamur, TB atau
penyebab yang lain. Bila kelenjar terus membesar, mungkin dokter akan menyedot
cairan isinya dengan jarum kecil (aspirasi) agar tidak meledak. Kegagalan terapi
menuntut untuk dipertimbangkan kembali diagnosis dan penanganannya. Pembedahan
mungkin diperlukan bila dijumpai adanya abses dan evaluasi dengan menggunakan
USG diperlukan untuk menangani pasien ini.
I. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas:
1) Identitas pasien:
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan
diagnosa medik.
2) Identitas PenanggungJawab
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status hubungan
dengan pasien.

b. Keluhanutama
Pada klien limfademopati akan merasakan demam dan adanya benjolan di dekat
telinga.
c. Riwayat penyakitsekarang
Klien akan mengeluhkan mual, benjolan yang muncul terasa nyeri.
d. Riwayat penyakit dahulu
Klien biasanya memiliki penyakit penyerta seperti DM atau juga Hipertensi
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit DM bahkan memiliki riwayat
hipertensi dan diabetes militus
3. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda Vital:
4. Tekanan darah: pada klien limfadenopati tekanan darah cenderung mengalami
peningkatan dari hipertensi ringan hingga berat. Sedangkan rentang pengukuran tekanan darah
normal pada dewasa yaitu 100-140/60-90 mmHg dengan rata-rata 120/80 mmHg dan pada lansia
100-160/ 60-90 mmHg dengan rata-rata 130/180 mmHg.
5. Nadi: pada klien limfadenopati biasanya teraba kuat dan jika disertai dengan disritmia
jantung nadi akan teraba lemah halus. Frekuensi normal pada nadi orang dewasa yaitu 60-100
x/menit.
6. Suhu: pada klien limfadenopati biasanya suhu akan mengalami peningkatan karena
adanya infeksi atau peradangan sehingga terjadi demam. Suhu pada dewasa normalnya berbeda
pada setiap lokasi. Pada aksila 36,4 ⁰C, rektal 37,6°C, oral 37,0°C.
7. Frekuensi pernapasan pada klien limfadenopati akan cenderung meningkat karena terjadi
takipnea dan dispnea. Rentang normal frekuensi pernapasan pada dewasa 12-20 x/menit dengan
rata-rata 18 x/menit.
8. Keadaan umum pada klien limfadenopati cenderung lemah dan nampak meringis karena
menahan nyeri.
3). Head to toe examination:
a) Kepala : bentuk ,kesimetrisan
b) Mata: konjungtiva: anemis, ikterik atau tidak?
c) Mulut: apakah ada tanda infeksi?
d) Telinga : kotor atau tidak, ada serumen atau tidak, kesimetrisan
e) Hidung: bentuk normal. Kesimetrisan, tidak ada sekret tidak ada tanda tanda
infeksi
f) Leher: apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
g) Abdomen : Dengarkan bising usus di keempat kuadran abdomen,
h) Ekstremitas: Pada klien limfadenopati tidak akan merasakan kelemahan otot.
Pasien hanya merasa nyeri pada benjolan yang muncul.
i) Pengkajian Skala Nyeri PQRST
 P = pada klien limfadenopati biasanya nyeri akan muncul pada benjolan
 Q = nyeri pada pasien limfadenopati akan terasa seperti situsuk- tusuk
 R = nyeri hanya terasa disekitaran benjolan saja
 S = skala nyeri sedang (4-6)
 T = nyeri akan terasa terus menerus
DAFTAR PUSTAKA
1. Ferrer R. Lymphadenopathy: Diff erential diagnosis and evaluation. Am Fam
Physician. 1998;58:1315.
2. Bazemore AW. Smucker DR. Lymphadenopathy and malignancy. Am Fam
Physician. 2002;66:2103-10.
3. Fletcher RH. Evaluation of peripheral lymphadenopathy in adults [Internet].
2010 Sep [cited Mei 2021]. Available from: www.uptodate.com.
4. Spelman D. Tuberculous lymphadenitis. 2010 Sep [cited Mei 2021]. Available
from: www.uptodate.com.
5. Yayasan Spiritia. Limfadenopati. [internet] April 2014. [cited on Mei 2021]
Available from: http://spiritia.or.id/li/pdf/LI526.pdf
6. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. SDKI, SLKI, SIKI. Jakarta. Dewan
Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai