KELOMPOK B-13
Ketua
1102014260
Sekretaris
1102014185
Anggota
: Orin Archi
1102010215
1102013180
1102013213
Nesya Iriyani
1102014191
Nur Aini
1102014198
Ramzy Kuswijayanto
1102014219
Tegar Maulana
1102014263
1102014270
DAFTAR ISI
Daftar isi......1
Skenario.......2
LO 1. MM LIMFADENOPATI
1.1 Definisi
1.2 Etiologi
1.3 Klasifikasi
1.4 Epidemiologi
1.5 Patofisiologi
1.6 Manifestasi Klinis
1.7 Diagnosis
1.8 Tatalaksana
1.9 Pencegahan dan Komplikasi
1.10 Prognosis
Skenario 3
Kata Sulit
1. Inguinal
3. Biopsi
Pertanyaan
1. Kenapa dapat terjadi pembengkakan KGB ?
2. Mengapa demam terjadi pada malam hari ?
3. Diagnosis?
4. Mengapa tidak ada inflamasi dan nyeri tekan ?
5. Pemeriksaan penunjang lain ?
6. Apa yang menyebabkan penurunan berat badan?
7. Kenapa konsistensi pada benjolan keras ?
8. Gejala lain yang ditimbulkan oleh pembengkakan KGB?
9.Penyebab benjolan semakin hari semakin membesar?
10. Apakah penyebab dari pembengkakan di kedua tempat saling berhubungan?
11. Letak kelenjar getah bening di tubuh?
12. Mengapa dokter menyarankan untuk melakukan pemeriksaan biopsi?
Jawaban
1. Merupakan sistem kekebalan tubuh.
2.- Karena terjadi penurunan metabolism tubuh
- sel tumor mengeluarkan toksin MPT
3. Limfadenopati
4. karena tidak ada infeksi.
5. Radiologi : MRI dan CTscan
- Pemeriksaan darah
6. Kerena terjadi pembengkakan di region colli dextra susah menelannafsu makan
menurun
7. Karena sudah terjadi keganasan.
8.Tergantung stadium keganasan
9.Neoplasma dysplasia sel matur proliferasi sel matur meningkat pembengkakan KGB
10. Berhubungan,karena terjadi penyebaran
11. Tersebar si seluruh tubuh kebanyakan di bagian lipatan (axilla)
12. Untuk mengetahui jenis penyakit ,apakah dari seri myeloid,histiosit atau limfosit.
Hipotesa
Neoplasma
Limfadenopati
Pemeriksaanpenunjang
: MRI
CTscan
Biopsi
Pembesaran KGB
DD : limfoma
Limfadenitis
leukimia
Gejala : Demam malam hari
Nyeri
Penurunan berat badan
Terdapat benjolan
Dan gejala lain tergantung stadium
LO 1.MM LIMFADENOPATI
1.1 Definisi
Limfadenopati adalah suatu tanda dari infeksi berat dan terlokalisasi (Tambayong,
2000; 52).
Limfadenopati adalah digunakan untuk menggambarkan setiap kelainan kelenjar
limfe (Price, 1995; 40).
1.2 Etiologi
Penyakit lain
Penyakit lainnya yang salah satu gejalanya adalah limfadenopati adalah penyakit Kawasaki,
penyakit Kimura, penyakit Kikuchi, penyakit
Kolagen, penyakit Cat-scratch, penyakit
Castleman, Sarcoidosis, Rhematoid arthritis dan Sisestemic lupus erithematosus
(SLE).
1.3 Klasifikasi
Berdasarkan Tempat :
A. Limfadenopati epitroklear
Terabanya kelenjar getah bening epitroklear selalu patologis. Penyebabnya meliputi
infeksi di lengan bawah atau tangan, limfoma,sarkoidosis, tularemia, dan sifilis
sekunder.
B. Limfadenopati aksila
Sebagian besar limfadenopati aksila disebabkan oleh infeksi atau jejas pada ekstremitas
atas. Adenokarsinoma payudara sering bermetastasis ke kelenjar getah bening aksila
anterior dan sentral yang dapat teraba sebelum ditemukannya tumor primer. Limfoma
jarang bermanifestasi sejak awal atau, kalaupun bermanifestasi, hanya di kelenjar getah
bening aksila. Limfadenopati antekubital atau epitroklear dapat disebabkan oleh
limfoma atau melanoma di ekstremitas, yang bermetastasis ke kelenjar getah bening
ipsilateral.
C. Limfadenopati supraklavikula
Limfadenopati supraklavikula mempunyai keterkaitan erat dengan keganasan.
Padapenelitian, keganasan ditemukan pada 34% dan 50% penderita. Risiko palingtinggi
ditemukan pada penderita di atas usia 40 tahun.Limfadenopati supraklavikula kanan
berhubungan dengan keganasan di mediastinum, paru, atau esofagus. Limfadenopati
supraklavikula kiri (nodus Virchow) berhubungan dengan keganasan abdominal
(lambung, kandung empedu, pankreas, testis, ovarium, prostat).
D. Limfadenopati inguinal
Limfadenopati inguinal sering ditemukan dengan ukuran 1-2 cm pada orang normal,
terutama yang bekerja tanpa alas kaki. Limfadenopati reaktif yang jinak dan infeksi
merupakan penyebab tersering limfadenopati inguinal. Limfadenopati inguinal jarang
disebabkan oleh keganasan. Karsinoma sel skuamosa pada penis dan vulva, limfoma,
9
10
WHO.
Klasifikasi WHO
B-CELLS NEOPLASM
Precursor B-cell neoplasm
Precursor B lymphoblastic leukaemia/ lymphoma
Matur B-cell Neoplasm
Chronic lymphocytic leukemia/small lymphocytic lymphoma
B cell lymphocytic leukemia
Lymphoplasmacytic lymphoma
Splenic marginal zone lymphoma
Hairy cell leukaemia
Plasma cell myeloma
Solitary plasmacytoma of bone
Extraosseous plasmacytoma
Extranodal marginal zone B cell lymphoma of mucosa-asociated lymphoid tissue
(MALT lymphoma)
Nodal marginal zone B cell lymphoma
Follicular lymphoma
Mantle cell lymphoma
Diffuse large B cell lymphoma
Subtipe : Mediastinal (thymic) large B cell lymphoma, Intravascular large B cell
lymphoma, Primary effusion lymphoma
Burkitt lymphoma
Plasmacytoma
T-CELL dan NK CELL NEOPLASM
Precursor T cell neoplasm
T-cell lymphoblastic leukaemia/ lymphoma
Matur T cell dan NK cell Neoplasm
T cell prolymphocytic leukaemia
T cell large granular lymphocytic leukaemia
11
1)
Limfoma Hodgkin
DEFINISI
Penyakit Hodgkin adalah keganasan sistem limforetikuler dan jaringan
pendukungnya yang sering menyerang kelenjar getah bening dan disertai
gambaran histopatologi yang khas. Ciri histopatologis yang dianggap khas adalah
adanya sel Reed Steinberg atau variannya yang disebut sel Hodgkin dan
gambaran pleimorfik kelenjar getah bening1,2,4
EPIDEMIOLOGI
Penyakit Hodgkin merupakan penyakit yang relatif jarang dijumpai, hanya
merpakan 1 % dari seluruh kanker. Insidennya di Negara Barat dilaporkan
3,5/100.000 per tahun pada laki-laki dan 2,6/100.000 per tahun pada wanita.
Dilihat dari jenis kelamin penyakit Hodgkin lebih banyak dijumpai pada laki-laki
dengan perbandingan laki:wanita = 2:1. Di Negara barat, peyakit Hodgkin lebih
jarang dijumpai dibandingkan limfoma non Hodgkin, dengan perbandingan 5:2 ,
tetapi di Negara timur (Asia Tenggara, Papua, New Guinea, Cina dan Jepang)
perbandingan ini menjadi lebih mencolok dengan rasio 9:1. Faktor apa yang
menyebabkan perbedaan ini masih belum diketahui dengan jelas8
Seperti halnya dengan keganasan lain, penyebab penyakit Hodgkin beum
diketahui secara pasti. Tetapi genom virus Epstein-Barr dijumpai pada lebih dari
50% kasus, tetapi peranannya pada pathogenesis penyakit Hodgkin belum jelas 9
Pada limfoma non Hodgkin terdapat peningkatan insidensi yang linear seiring
dengan usia. Sebaliknya, pada penyakit Hodgkin di Amerika Serikat dan di
negara-negara barat yang telah berkembang, kurva insidensi spesifik umur
berbentuk bimodal dengan puncak awal pada orang dewasa muda (15-35 tahun).
Dan puncak kedua setelah 50 tahun. Penyakit Hodgkin lebih prevalen pada lakilaki dan bila kurva insidensi spesifik umur dibandingkan dengan distribusi jenis
kelamin pasien, maka peningkatan prevalensi laki-laki lebih nyata pada dewasa
muda. Pada penyakit Hodgkin anak, predominasi laki-laki ini lebih mencolok
dengan lebih dari 80% pasien adalah laki-laki. Hal ini menyebabkan beberapa
peneliti beranggapan bahwa terdapat peningkatan kerentan yang berhubungan
dengan faktor genetik terkait seks dan hormonal.5
PATOLOGI
Susunan histopatologi penyakit Hodgkin bersifat khas dimana sel ganas (sel R-S)
merupakan minoritas, latar belakang sekelilingnya adalah sel-sel inflamasiyang
bersifat nonneoplastik. Sel ganas dari penyakit hodgin terdiri atas 1,6 :
1.
2.
3.
4.
Varian L&H
5.
Varian Pleomorf
Sel ganas penyakit Hodgkin, seperti halnya pada neoplasma ganas lainnya bersifat
monoclonal, sedangkan sel-sel latar belakang (limfosit, eosinofil, sel plasma dan
histiosit) merupakan sel inflamasi yang bersifat reaktif.
LH tipe ini merupakan 5% dari penyakit Hodgkin. Pada tipe ini gambaran
patologis kelenjar getah bening terutama terdiri dari sel-sel limfosit yang dewasa,
beberapa sel Reed-Sternberg. Biasanya didapatkan pada anak muda. Prognosisnya
baik.
2.
Tipe ini merupakan 30% dari penyakit Hodgkin. Mempunyai gambaran patologis
yang pleimorfik dengan sel plasma, eosinofil, neutrofil, limfosit dan banyak
didapatkan sel Reed-Sternberg. Dan merupakan penyakit yang luas dan mengenai
organ ekstranodul. Sering pula disertai gejala sistemik seperti demam, berat badan
menurun dan berkeringat. Prognosisnya lebih buruk.
3.
Tipe ini merupakan tipe yang paling sering dijumpai, yaitu 40-69% dari seluruh
Penyakit Hodgkin, ditandai oleh fibrosis dan sklerosis yang luas, di mana suatu
jaringan ikat mulai dari kapsul kelenjar kemudian masuk ke dalam, mengelilingi
kumpulan sel abnormal, dijumpai sel lakuna dan sel R-S. Dilihat dari
perbandingan limfosit dan sel R-S maka dibagi menjadi 3 subtipe : lymphocyhte
predominant, mixed celluarity, dan lymphocyte depleted. Kelenjar mengandung
nodul-nodul yang dipisahkan oleh serat kolagen. Sering dilaporkan sel ReedSternberg yang atifik yang disebut sel Hodgkin. Sering didapatkan pada wanita
muda / remaja. Sering menyerang kelenjar mediastinum.
REAL (Revised American European Lymphoma) dan WHO membuat klasifikasi
baru sebagai berikut 10,11
Tabel . Klasifikasi Histologik Penyakit Hodgkin Menurut REAL/WHO
Lymphocyte Predominant/
Nodulardiffuse areas
ini
Sel R-S sedikit, bayak dijumpai
limfosit kecil dengan sedikit
eosinofil dan sel plasma, dapat
berupa pola difus atau noduler.
PATOGENESIS
Sel R-S merupakan sel ganas, yang asal-usulnya masih belum jelas. Diperkirakan
baerasal dari early lymphoid cell atau histiosit. Penelitian terakhir dengan melihat
rearrangement gen immunoglobulin, sel RS bersifat B-lymphoid lineage. Da yag
mengatakan sel R-Sberasal dari sel B dari germinal centre. Penyakit Hodgkin
disusun dalam suatu setting yang terdiri atas sel ganas (sel R-S) yang dikelilingi
oleh sel radang pleomorf. Perbandingan komposisi sel ganas dengan el radang
bergantung pada derajat espons imunologik penderita. Orang dengan status
imunologik yang baik akan memberikan respos sel radang yang kuat sehingga selsel limfosit lebih dominan dibandingkan sel R-S, sedangka orang dengan status
imuologik tidak baik akan memberikan respon imunologik yang rendah sehingga
sel-sel limfosit tidak begitu banyak (depleted). Perbandingan sel R-S dengan
limfosit ini akan menentukan klasifikasi histologik penyakit Hodgkin dan jga
berpengaruh pada prognosis.
Penyakit Hodgkin pada awalnya terlokalisasi pada suatu region kelenjar getah
bening perifer kemudian akan menyebar melalui aliran limfe. Penyebaran penyakit
Hodgkin jauh lebih konsisten melalui aliran limfe, dibandingkan dengan
penyebaran limfoma, non-Hodgkin yag lebih sulit diramalkan, lebih banyak
kemungkinan melalui penyebaran hematogenous. Prinsip ini dipakai dalam terapi
radiasi penyakit Hodgkin. Radiasi diberikan bukan hanya terlokalisasi pada
kelenjar getah bening yang terkena, tetapi juga pada kelenjar getah bening
sekitarnya kmana aliran limfe akan terjadi8.
ETIOLOGI
Seperti pada keganasan yang lain penyebab penyakit Hodgkin ini multifaktorial
dan belum jelas benar. Perubahan genetik, disregulasi gen-gen faktor
pertumbuhan, virus dan efek imunologis, semuanya dapat merupakan faktor
tumorigenik penyakit ini.
Tentang asal usul sel datia Reed-Sternberg masih ada silang pendapat sampai
sekarang. Penyakit limfoma Hodgkin ataupun limfoma non Hodgkin kemungkinan
ada kaitannya dengan faktor keturunan. Apabila salah satu anggota keluarga
menderita limfoma Hodgkin, maka resiko anggota lain terjangkit tumor ini lebih
besar dibanding dengan orang lain yang tidak termasuk keluarga itu. Pada orang
hidup berkelompok insiden limfoma Hodgkin cenderung lebih banyak. 12
GAMBARAN KLINIS
Penyakit Hodgkin dpat dijumpai pada semua umur, tetapi insiden umur bersifat
bimodal dengan puncak umur 20-30 tahun dan umur di atas 50 tahun. Gejala
15
Palpasi
: teraba pembesaran klenjar getah bening
sinistra sebanyak 2 buah, tepi tegas, terfiksir, tidak
nyeri, padat kenyal seperti karet serta tidak ikut
bergerak saat pasien menelan. Urutan kelenjar yang
terkena : leher (60-70%). Aksila (10-15%), inguinal (612%), mediastinal (6-11%). Hius paru, kelenjar
paraaorta dan retroperitoneal.
16
STADIUM PENYAKIT.
Pada penyakit ini dibedakan 2 macam staging :
Clinical staging
Staging dilakukan secara klinis saja tentang ada tidaknya kelainan organ tubuh.
Pathological staging.
17
Limfografi bipedal
USG abdomen
MRI
Gallium scanning
DIAGNOSIS KLINIS
1. KLINIS (ANAMNESIS)
Keluhan penderita terbanyak adalah pembesaran kelenjar getah bening di leher,
aksila ataupun lipatan paha, berat badan semakin menurun dan kadang-kadang
disertai demam, keringat dan gatal
2. PEMERIKSAAN FISIK
Palpasi pembesaran kelenjar getah bening di leher terutama supraklavikular,
aksiler dan inguinal. Mungkin lien dan hati teraba membesar. Pemeriksaan THT
perlu dilakukan untuk menentukan kemungkinan cincin waldeyer ikut terlibat.
Apabila area ini terlihat perlu diperiksa gastrointestinal sebab sering terlihat
bersama-sama.
3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan darah rutin, uji fungsi hati dan uji fungsi ginjal merupakan bagian
penting dalam pemeriksaan medis, tetapi tidak memberi keterangan tentang luas
penyakit. atau keterlibatan organ spesifik. Pada pasien penyakit Hodgkin serta
pada penyakit neoplastik atau kronik lainnya mungkin ditemukan anemia
normokromik normositik derajat sedang yang berkaitan dengan penurunan kadar
besi dan kapasitas ikat besi, tetapi dengan simpanan besi yang normal atau
meningkat di sumsum tulang sering terjadi reaksi leukomoid sedang sampai berat,
terutama pada pasien dengan gejala dan biasanya menghilang dengan pengobatan.
Eosinofilia absolute perifer ringan tidak jarang ditemukan, terutama pada pasien
yang menderita pruritus. Juga dijumpai monositosis absolute limfositopenia
absoluit (<1000 sel per millimeter kubik) biasanya terjadi pada pasien dengan
penyakit stadium lanjut. Telah dilakukan evaluasi terhadap banyak pemeriksaan
sebagai indicator keparahan penyakit.
Sampai saat ini, laju endap darah masih merupakan pemantau terbaik, tetapi
pemeriksaan ini tidak spesifik dan dapat kembali ke normal walaupun masih
terdapat penyakit residual. Uji lain yang abnormal adalah peningkatan kadar
tembaga, kalsium, asam laktat, fosfatase alkali, lisozim, globulin, protein C-reaktif
dan reaktan fase akut lain dalam serum7
4. SITOLOGI BIOPSI ASPIRASI
Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) sering digunakan pada diagnosis
19
20
No.
1.
2.
Teori
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pasien
Anamnesis
- Benjolan pada leher kiri sejak
2 minggu SMRS
- Demam selama 3 hari,
membaik
dengan
obat
penurun panas
- Penurunan berat bada selama
6 bulan sebanyak 12 kg
- Keluhan lain : batuk, nyeri
menelan, pembesaran pada
perut, keringat malam tidak
dirasakan
Pemeriksaan Fisik
Mata : Anemis -/-, Ikterus -/-,
Reflek Pupil +/+ isokor
THT : Kesan tenang
Leher :
-
Inspeksi
:
terdapat
pembesaran kelenjar
getah bening R. Colli
Sinistra
yang
asimetris sebanyak 2
buah, tidak hiperemi,
pus (-), darah (-)
Palpasi
: teraba
pembesaran klenjar
getah bening sinistra
sebanyak 2 buah,
tepi tegas, terfiksir,
tidak nyeri, padat
kenyal seperti karet
serta
tidak
ikut
bergerak saat pasien
menelan
21
Thorax
Inspeksi : Simetris,
tidak
tampak
pulsasi iktus cordis
Palpasi :
Iktus
kordis pada ICS V
1cm dari MCL kiri
Perkusi : Batas atas
jantung ICS II
Batas
bawah
jantung
setinggi ICS
V
Batas
kanan
jantung 1cm
PSL kanan
Batas kiri
jantung 1cm
lateral MCL
kiri
Auskultasi : Cor:
S1S2
tunggal
regular murmur (-)
tidak
Lien
tidak
teraba
Ekstremitas : Hangat
edema: --/3.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang
1.
1.
Laboratorium
++/++
Laboratorium
- HGb: 11,8 g/dL
- MCV: 91,6 . 103/Ul
Anemia
normokromik
normositer (MCV 80-100)
2. FNAB:
Laju endap darah
22
2.
3.
Polymorphous/heterogeno
us
infiltrate
dengan
sebaran
atypical
mononuclear cells/Hodgkin
like cells
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding serupa dengan yang dijelaskan untuk limfoma non Hodgkin
pada pasien dengan limfadenopati di leher, infeksi misalnya faringitis bakteri atau
virus, mononucleosis infeksiosa dan toksoplasmosis harus disingkirkan.
Keganasan lain, misalnya limfoma non Hodgkin, kanker nasofaring dan kanker
tiroid dapat menimbulkan adenopati leher lokal. Adenopati ketiak harus dibedakan
dengan limfoma non Hodgkin dan kanker payudara.
Adenopati mediastinum harus dibedakan dengan infeksi, sarkoid dan tumor lain.
Pada pasien tua, diagnosis banding mencakup tumor paru dan mediastinum,
terutama karsinoma sel kecil dan non sel kecil. Medistinitis reaktif dan adenopati
hilus akibat histoplasmosis dapat mirip dengan limfoma, karena penyakit tersebut
timbul pada pasien asimtomatik. Penyakit abdomen primer dengan hepatomegali,
splenomegali dan adenopati massif jarang ditemukan, dan penyakit neoplastik lain,
terutama limfoma non Hodgkin harus disingkirkan dalam keadaan ini.
PENATALAKSANAAN
Terapi dapat dilihat dari beberapa aspek:
a.
b.
c.
23
Radioterapi saja.
Secara histories radioterapi saja dapat kuratif untuk penyakit Hodgkin dini
(st I+II) A. kurabilitasnya menurun bila ada penyakit dibawah diafragma, karena
itu untuk stadium IA dan IIA yang direncanakan akan diberi terapi radiasi kuratif
saja perlu dilakukan staging laparotomy untuk memastikan ada tidaknya lesi
dibawah diafragma. Bila ada lesi di bawah diafragma maka radioterapi saja tidak
cukupperlu ditambah dengan kemoterapi. Apabila bila ada tanda-tanda prognosis
yang buruk seperti : B symptoms dan bulky tumor, perlu kombinasi radioterapi +
kemoterapi (kombinasi sarana pengobatan = combined modality therapy) karena
radioterapi saja tidak lagi kuratif. Untuk kemoterapinya biasanya MOPP 6x
dianggap cukup sebagai adjuvan (tambahan) pada radioterapi. Bila tidak ada lesi
dibawah diafragma (dibuktikan dengan staging-laparotomy) untuk stadium IA
diberikan radioterapi extended field, untuk stadium IIA diberikan total nodal
irradiation (TNI),dianggap cukup kuratif.
I.2.
Kemoterapi
Semula kemoterapi sebagai terapi utama diberikan untuk stadium III dan
IV saja, namun sering terjadi relaps, terutama bila ada bulky mass karena itu untuk
tempat-tempat yang lesinya bulky sesudah kemoterapi perlu radioterapi adjuvant
pada tempat yang semula ada bulky mass tadi. Dengan cara ini angka kesembuhan
nya cukup tinggi. Banyak ahli Onkologi Medis memberi kemoterapi sebagai terapi
utama sejak stadium II ditambah dengan radioterapi adjuvant pada bulky mass,
dengan demikian keperluan staging laparotomy makin sedikit, bahkan tidak
diperlukan lagi karena tindakan ini terlalu invasif, sedangkan hasilnya sama saja,
namun masih ada silang pendapat terutama antara ahli radioterapi dengan ahli
onkologi medis.
Banyak regimen kemoterapi yang dibuat untuk penyakit Hodgkin. Ada
yang mengunakan alkylating agent, ada yang tidak. Alkylating agent dicurigai
24
2.
Tabel 5. Beberapa regimen untuk salvage therapy (second line therapy pada
Limfoma Hodgkin yang Relaps atau Resistant)
25
M = Metotreksat 30 mg/sqm i.v. tiap 6 jam selama 4 hari mulai hari ke1 dan 8
dengan rescue
C = Siklofosfamid 750 mg/sqm i.v.h. ke 15
H = Doksorubisin 50 mg/sqm i.v.h ke 15
O = Vinkristin 1 mg/sqm i.v. hari ke 15 dan 22
P = Prednison 100 mg/sqm p.o. hari ke 22-26,
3.
4.
5.
6.
: 85%
Derajat IIIA
: 70%
Derajat IIB&IV
: 50%
2)
DEFINISI
Limfoma malignum non Hodgkin atau limfoma non Hodgkin adalah suatu keganasan primer
jaringan limfoid yang bersifat padat.
ETIOLOGI DAN PATHOGENESIS:
Abnormalitas sitogenik, seperti translokasi kromosom. Limfoma malignum subjenis sel yang tidak
berdiferensiasi (DU) ialah LNH derajat keganasan tinggi lainnya, jarang dijumpai pada dewasa
tetapi sering ditemukan pada anak. Subjenis histologis ini mencakup limfoma Burkitt, yang
merupakan limfoma sel B dan mempunyai ciri abnormalitas kromosom, yaitu translokasi lengan
panjang kromosom nomor 8 (8q) biasanya ke lengan panjang kromosom nomor 14 (14q+).Infeksi
virus, salah satu yang dicurigai adalah vi- rus Epstein-Barr yang berhubungan dengan limfoma
Burkitt, sebuah penyakit yang biasa ditemukan di Afrika. Infeksi HTLV-1 (Human T
Lymphoytopic Virus type 1).
28
GAMBARAN KLINIS :
Gejala pada sebagian besar pasien asimtomatik sebanyak 2% pasien dapat mengalami
demam, keringat malam dan penurunan berat badan.Pada pasien dengan limfoma indolen dapat
terjadiadenopati selama beberapa bulan sebelumterdiagnosis, meskipun biasanya terdapat
pembesaran persisten dari nodul kelenjar bening. Untukekstranodalnya, penyakit ini paling
sering terjadi pada lambung, paru-paru dan tulang, yang mengakibatkan karakter gejala pada
penyakit yang biasa menyerang organ-organ tersebut.
Dengan menerapkan kriteria yang digunakan oleh Rosenberg dan Kaplan untuk menentukan
rantai- rantai kelenjar getah bening yang saling berhubungan. Jones menemukan bahwa pada 81%
di antara 97 penderita LNH jenis folikular dan 90% di antara 93 penderita LNH jenis difus,
penyebaran penyakit juga terjadi dengan cara merambat dari satu tempat ke tempat yang
berdekatan. Walaupun demikianhubungan antara kelenjar getah bening daerah leher kiri dan
daerah para aorta pada LNH jenis folikular tidak sejelas seperti apa yang terlihat pada LNH jenis
difus
Rosenberg melaporkan bahwa pada semuapenderita LNH difus dengan jangkitan pada sumsum
tulang, didapati jangkitan pada kelenjar getah bening para aorta yang terjadi sebelumnya atau
bersamaan dengan terjadinya jangkitan pada sumsum tulang. Di antara semua subjenis LNH
menurut klasifikasi Rappaport subjenis histiotik difus menunjukkan angka yang terendah dari
jangkitan penyakit pada hati
STADIUM PENYAKIT
Penentuan stadium didasarkan pada jenis patologi dan tingkat keterlibatan. Jenis patologi (tingkat
rendah, sedang atau tinggi) didasarkan pada formulasi kerja yang baru. Tingkat keterlibatan
ditentukan sesuai dengan klasifikasi Ann Arbor
Stadium I:Keterlibatan satu daerah kelenjar getah bening (I) atau keterlibatan satu organ atau
satu tempat ekstralimfatik(IIE)
Stadium II:Keterlibatan 2 daerah kelenjar getah bening atau lebih pada sisi diafragma yang
sama (II) atau keterlibatan lokal pada organ atau tempatekstralimfatik dan satu atau lebih
daerah kelenjar getah bening pada sisi diafragma yang sama (IIE).
Stadium III:Keterlibatan daerah kelenjar getah bening pada kedua did diafragma (III), yang
juga dapat disertai dengan keterlibatan lokal pada organ atau tempat ekstralimfatik (IIIE) atau
keduanya (IIIE+S)
Stadium IV:Keterlibatan yang difus atau tanpa disertaipembesaran kelenjar getah bening.
Alasan untuk menggolongkan pasien ke dalam stadium IV harus dijelaskan lebih lanjut dengan
menunjukkan tempat itu dengan simbol.
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan laboratorium
1.Pada penyakit tahap lanjut dengan keterlibatan sumsum tulang terdapat anemia, neutropenia,
atau trombositopenia (khususnya jika terjadi splenomegaly atau terdapat gambaran
leukoeritroblastik)
29
Stadium II - IV: kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan untuk tujuan paliasi.
5. Pada penderita yang progesif selama mendapat pengobatan atau relaps dalam waktu kurang
dari satu tahun setelah mendapat kemoterapi yang intensif mempunyai prognosis yang kurang baik
Dugaan Sebab Kematian Penderita Limfoma
1 Infeksi bakteri dan jamur yang mungkin disebabkan oleh karena:
a.
b.
Neutropeni oleh karena efek samping pengobatan sitostatika ataupun oleh karena infiltrasi
limfoma ke sum-sum tulang
c.
d.
Anemia
normokromik
normositer (MCV 80-100)
- Laju endap darah
2. Diagnosis : FNAB dan
histopatologi : identifikasi
penyebab
limfadenopati
(ditemukan
sel
Reed
Sternberg, sel Hodgkin dan
beberapa varian sel lainnya)
3.
Radiologi : foto toraks untuk
menentukan keterlibatan KGB
mediastinal
Anemia
normokromik
normositer (MCV 80-100)
- Laju endap darah
2. Pemeriksaan petanda imunologik,
kromosom, biologi molekuler
3. Diagnosis: histology biopsy eksisi
Limfadenitis TB
DEFINISI
Limfadenitis merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening. Jadi, limfadenitis
tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang
disebabkan oleh basil tuberkulosis (Ioachim, 2009).
ETIOLOGI
Limfadenitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Mycobacteria
tergolong dalam famili Mycobactericeae dan ordo Actinomyceales. Spesies patogen yang
termasuk dalam Mycobacterium kompleks, yang merupakan agen penyebab penyakit yang
tersering dan terpenting adalah Mycobacterium tuberculosis. Yang tergolong dalam
Mycobacterium tuberculosae complex adalah : 1. M. tuberculosae, 2. M. bovis, 3. M. caprae, 4.
M. africanum, 5. M. Microti, 6. M. Pinnipedii, 7. M.canettii Pembagian tersebut berdasarkan
perbedaan epidemiologi
PATOGENESIS
Infeksi menyebar melalui limfatik ke cervical lymph node yang terdekat. Keterlibatan
supraclavicular lymph node merefleksikan rute drainase limfatik untuk penyakit mikobakterium
parenkim paru. Limfadenitis TB cervical menunjukkan penyebaran dari fokus primer infeksi ke
dalam tonsil, adenoid, sinonasal atau osteomielitis dari tulang etmoid.
Limfadenitis TB juga dapat disebabkan oleh penyebaran limfatik langsung dari fokus primer TB
di luar paru. Bila kelenjar limfe merupakan bagian dari kompleks primer, pembesaran akan
timbul pertama kali dekat tempat masuk basil TB. Limfadenitis TB inguinal atau femoral yang
unilateral merupakan penyebaran dari fokus primer di kulit atau subkutan paha. Limfadenitis TB
di leher pada beberapa kasus dapat disebabkan oleh infeksi primer di tonsil, akan tetapi kasus
ini jarang terjadi kecuali di beberapa negara yang memiliki prevalensi TB oleh M. bovine
yang tinggi.
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran utama limfadenitis TB berupa massa palpable yang dijumpai sekitar 75% dari pasien
tanpa gejala khas. Demam, penurunan berat badan dan keringat malam bervariasi pada 10%
hingga 100% pasien. Lama timbulnya gejala sebelum terdiagnosis berkisar antara beberapa
32
minggu hingga bulan.Pembesaran lymph node biasanya disertai rasa sakit disebabkan oleh
karena periadenitis dan adhesi pada struktur jaringan sekitar yang dijumpai pada 50-70 kasus.
Keterlibatan lokasi-lokasi multiple dijumpai lebih dari 20% pasien, termasuk inflamasi kulit,
abscess formation atau cutaneous discharging sinus.23
Gambaran klinis limfadenitis mikobakterium non TB terlokalisasi pada lokasi terlibat dan
tumbuh secara cepat, jarang berhubungan dengan manifestasi sistemik. Komplikasi terlokalisasi
pada lokasi lymph node yang terlibat seperti inflamasi kulit, abscess formation dan discharging
cutaneous sinus, yang lebih sering dijumpai dibandingkan dengan limfadenitis TB
Stadium
Menurut Jones dan Campbell (1962) dalam Mohapatra (2004) limfadenopati tuberkulosis
perifer dapat diklasifikasikan ke dalam lima stadium yaitu:
1. Stadium 1, pembesaran kelenjar yang berbatas tegas, mobile dan diskret.
2. Stadium 2, pembesaran kelenjar yang kenyal serta terfiksasi ke jaringan sekitar oleh karena
adanya periadenitis.
3. Stadium 3, perlunakan di bagian tengah kelenjar (central softening) akibat
pembentukan abses.
4. Stadium 4, pembentukan collar-stud abscess.
5. Stadium 5, pembentukan traktus sinus.
PENATALAKSANAAN
Pedoman internasional dan nasional menurut WHO menggolongkan limfadenitis TB dalam
kategori III dan merekomendasikan pengobatan selama 6 bulan dengan regimen 2HRZ/4RH
atau 2HRZ/4H3R3 atau 2HRZ/6HE.
American Thoracic Society (ATS) merekomendasikan pengobatan selama 6 bulan sampai 9
bulan sedangkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengklasifikasikan limfadenitis
TB ke dalam TB di luar paru dengan paduan obat 2RHZE/10RH. British Thoracic Society
Research Committee and Compbell (BTSRCC) merekomendasikan pengobatan selama 9
bulan dalam regimen 2RHE/7RH.
Leukimia
DEFINISI
Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada satu atau banyak sel
di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan tertekan pada waktu sel leukemia
bertambah banyak sehingga akan menimbulkan gejala klinis.
KLASIFIKASI
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan tipe sel asal
yaitu
33
1. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya komponen
darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke
organ-organ lain.32 Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan
penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.
a.
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel
patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat
dalam) dan kegagalan organ.LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada
umur dewasa (18%).21 Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun.
Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama
diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang.
b.
LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang akan berdiferensiasi ke
semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.LMA
atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih sering ditemukan pada orang dewasa
(85%) dibandingkan anak-anak (15%). Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1
sampai 3 bulan dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3
sampai 6 bulan.
2. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi neoplastik dari
salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan hematologi.
a.
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T). Perjalanan penyakit ini
biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang
berumur panjang. LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu
yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki.
b.
LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi berlebihan sel
mieloid (seri granulosit) yang relatif matang. LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling
sering dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas
genetik yang dinamakan kromosom philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita
LGK/LMK.Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki fase akhir
yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit, biasanya berupa
mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit dan sel darah merah yang amat
kurang.
ETIOLOGI
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Menurut hasil penelitian,
orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia.
34
1.
Host
35
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia, trombositopenia, neutropenia, infeksi,
kelainan organ yang terkena infiltrasi, hipermetabolisme.
1. Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan kegagalan sumsum tulang.
Gejala klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada),
infeksi dan perdarahan. Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang dan sendi,
hipermetabolisme.21 Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada sternum, tibia dan femur.
2. Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom
kegagalan sumsum tulang. perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia.
Penderita LMA dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3) biasanya
mengalami gangguan kesadaran, sesak napas, nyeri dada dan priapismus. Selain itu juga
menimbulkan ganggua n metabolisme yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia.
3. Leukemia Limfositik Kronik
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK yang mengalami gejala
biasanya ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan berat badan dan kelelahan. Gejala
lain yaitu hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan atau olahraga. Demam,
keringat malam dan infeksi semakin parah sejalan dengan perjalanan penyakitnya.
4. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas. Pada fase kronik
ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang akibat desakan limpa dan lambung.
Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Pada fase akselerasi
ditemukan keluhan anemia yang bertambah berat, petekie, ekimosis dan demam yang disertai
infeksi.
PATOFISIOLOGI
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah put ih mengalami
gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut seringkali
melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks).
Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel
membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum
tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal.
Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah
bening, ginjal, dan otak
DIAGNOSIS
Diagnosis dini
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik untuk jenis LLA yaitu ditemukan splenomegali (86%), hepatomegali,
36
limfadenopati, nyeri tekan tulang dada, ekimosis, dan perdarahan retina. Pada penderita LMA
ditemukan hipertrofi gusi yang mudah berdarah. Kadang-kadang ada gangguan penglihatan yang
disebabkan adanya perdarahan fundus oculi. Pada penderita leukemia jenis LLK ditemukan
hepatosplenomegali dan limfadenopati. Anemia, gejala-gejala hipermetabolisme (penurunan
berat badan, berkeringat) menunjukkan penyakitnya sudah berlanjut. Pada LGK/LMK hampir
selalu ditemukan splenomegali, yaitu pada 90% kasus. Selain itu Juga didapatkan nyeri tekan
pada tulang dada dan hepatomegali. Kadang-kadang terdapat purpura, perdarahan retina, panas,
pembesaran kelenjar getah bening dan kadang- kadang priapismus.
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi dan pemeriksaan
sumsum tulang.
2a. Pemeriksaan darah tepi
Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan leukositosis (60%) dan kadang-kadang
leukopenia (25%).48 Pada penderita LMA ditemukan penurunan eritrosit dan trombosit. Pada
penderita LLK ditemukan limfositosis lebih dari 50.000/mm3,48 sedangkan pada penderita
LGK/LMK ditemukan leukositosis lebih dari 50.000/mm3.
2b. Pemeriksaan sumsum tulang
Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut ditemukan keadaan
hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast), terdapat perubahan
tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang tanpa sel antara (leukemic gap). Jumlah blast
minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang.20 Pada penderita LLK ditemukan adanya
infiltrasi merata oleh limfosit kecil yaitu lebih dari 40% dari total sel yang berinti. Kurang lebih
95% pasien LLK disebabkan oleh peningkatan limfosit B.47 Sedangkan pada penderita
LGK/LMK ditemukan keadaan hiperselular dengan peningkatan jumlah megakariosit dan
aktivitas granulopoeisis. Jumlah granulosit lebih dari 30.000/mm3.
PENATALAKSANAAN
Kemoterapi
1. Kemoterapi pada penderita LLA
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase yang digunakan untuk
semua orang.
a. Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar sel-sel
leukemia di dalam darah dan sumsum tulang.Terapi induksi kemoterapi biasanya
memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel
darah normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan
kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.
37
Terapi untuk LLK jarang mencapai kesembuhan karena tujuan terapi bersifat konvensional,
terutama untuk mengendalikan gejala. Pengobatan tidak diberikan kepada penderita tanpa gejala
karena tidak memperpanjang hidup. Pada stadium I atau II, pengamatan atau kemoterapi adalah
pengobatan biasa. Pada stadium III atau IV diberikan kemoterapi intensif.Angka ketahanan
hidup rata-rata adalah sekitar 6 tahun dan 25% pasien dapat hidup lebih dari 10 tahun.
Pasien dengan sradium 0 atau 1 dapat bertahan hidup rata-rata 10 tahun. Sedangkan pada pasien
dengan stadium III atau IV rata-rata dapat bertahan hidup kurang dari 2 tahun.
3. Kemoterapi pada penderita LGK/LMK
a. Fase Kronik
Busulfan dan hidroksiurea merupakan obat pilihan yag mampu menahan pasien bebas dari
gejala untuk jangka waktu yang lama. Regimen dengan bermacam obat yang intensif merupakan
terapi pilihan fase kronis LMK yang tidak diarahkan pada tindakan transplantasi sumsum
tulang.35
b. Fase Akselerasi
Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah.
.
Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel- sel leukemia. Sinar
berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya
sel leukemia. Energi ini bisa menjadi gelombang atau partikel seperti proton, elektron, x-ray
dan sinar gamma. Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat keluhan pendesakan
karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.
Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan penyakit leukemia dan
mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan
keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi
infeksi
39
1.4 Epidemiologi
Insiden limfadenopati belum diketahui dengan pasti. Sekitar 38% sampai 45% pada anak
normal memiliki KGB daerah servikal yang teraba. Limfadenopati adalah salah satu masalah
klinis pada anak-anak. Pada umumnya limfadenopati pada anak dapat hilang dengan sendirinya
apabila disebabkan infeksi virus. Studi yang dilakukan di Amerika Serikat, pada umumnya
infeksi virus ataupun bakteri merupakan penyebab utama limfadenopati. Infeksi mononukeosis
dan cytomegalovirus (CMV) merupakan etiologi yang penting, tetapi kebanyakan disebabkan
infeksi saluran pernafasan bagian atas. Limfadenitis lokalisata lebih banyak disebabkan infeksi
Staphilococcus dan Streptococcus beta-hemoliticus.
Dari studi yang dilakukan di Belanda, ditemukan 2.556 kasus limfadenopati yang
tidak diketahui penyebabnya. Sekitar 10% kasus diantaranya dirujuk ke subspesialis, 3,2% kasus
membutuhkan biopsi dan 1.1% merupakan suatu keganasan. Penderita limfadenopati usia >40
tahun memiliki risiko keganasan sekitar 4% dibandingkan dengan penderita limfadenopati
usia <40 tahun yang memiliki risiko keganasan hanya sekitar 0,4%.
1.5 Patofisiologi
Peradangan Kenaikan Penembusan Cairan Interstisial ke dalam saluran limfa jaringan
Cairan Limfe, protein dan sel cairan limfe bertambah Pembengkakan KGB
Sel bereplikasi dalam merespon antigen Sel-sel netrofil atau sel neoplasma metatastik
memasuki nodus dalam jumlah besar Bahan asing disimpan di dalam sel histiosit
Pelepasan sitokin lokal menyebabkan pembengkakan pembuluh darah dan edema Jaringan
nekrosis menyebabkan nanah
1.6 Manifestasi Klinis
Kelenjar limfoma cenerung teraba kenyal, seperti karet, saling berhubungan, dan tanpa nyeri.
Kelenjar pada karsinoma metastatik biasanya keras, dan terfiksasi pada jaringan dibawahnya.
Pada infeksi akut teraba lunak, membengkak secara asimetrik, dan saling berhubungan, serta
kulit di atasnya tampak erimatosa. (Harrison, 1999; 370).
pucat, bintik-bintik perdarahan (bintik merah yang tidak hilang dengan penekanan), memar yang
tidak jelas penyebabnya, dan pembesaran hati dan limpa mengarahkan kepada leukemia.
1.7 Diagnosis
Diagnosis limfadenopati memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
apabila diperlukan
Anamnesis
Dari anamnesis dapat diperoleh keterangan lokasi, gejala-gejala penyerta, riwayat penyakit,
riwayat pemakaian obat dan riwayat pekerjaan.
Lokasi
Lokasi pembesaran KGB pada dua sisi leher secara mendadak biasanya disebabkan oleh infeksi
virus saluran pernapasan bagian atas. Pada infeksi oleh penyakit kawasaki umumnya
pembesaran KGB hanya satu sisi saja. Apabila berlangsung lama (kronik) dapat disebabkan
infeksi oleh Mikobakterium, Toksoplasma, Ebstein Barr Virus atau Citomegalovirus. 1,2,15,16
Gejala penyerta
Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab infeksi saluran pernapasan
bagian atas. Demam, keringat malam dan penurunan berat badan mengarahkan kepada infeksi
tuberkulosis atau keganasan. Demam yang tidak jelas penyebabnya, rasa lelah dan nyeri sendi
meningkatkan kemungkinan oleh penyakit kolagen atau penyakit serum (serum sickness),
ditambah adanya riwayat pemakaian obat-obatan atau produk darah.
Riwayat penyakit
Riwayat penyakit sekarang dan dahulu seperti adanya peradangan tonsil sebelumnya,
mengarahkan kepada infeksi oleh Streptococcus; luka lecet pada wajah atau leher atau tandatanda infeksi mengarahkan penyebab infeksi Staphilococcus; dan adanya infeksi gigi dan gusi
juga dapat mengarahkan kepada infeksi bakteri anaerob. Transfusi darah sebelumnya dapat
mengarahkan kepadaCitomegalovirus, Epstein Barr Virus atau HIV.
Riwayat pemakaian obat
Penggunaan obat-obatan Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti
fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril,
carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin, pirimetamine, quinidine,
sulfonamida, sulindac. Pembesaran karena obat umumnya seluruh tubuh (limfadenopati
generalisata).
Riwayat pekerjaan
Paparan terhadap infeksi paparan/kontak sebelumnya kepada orang dengan infeksi
saluran napas atas, faringitis oleh Streptococcus, atau tuberkulosis turut membantu mengarahkan
penyebab limfadenopati. Riwayat perjalanan atau pekerjaan, misalnya perjalanan ke daerahdaerah di Afrika dapat mengakibatkan penyakit Tripanosomiasis, orang yang bekerja dalam
hutan dapat terkena Tularemia.
Pemeriksaan fisik
41
Secara umum malnutrisi atau pertumbuhan yang terhambat mengarahkan kepada penyakit
kronik seperti tuberkulosis, keganasan atau gangguan sistem kekebalan tubuh.
Karakteristik dari KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. KGB harus diukur untuk
perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada
perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi
apakah keras atau kenyal. 1,2,15,16
Ukuran: normal bila diameter 0,5 cm dan lipat paha >1,5 cm dikatakan abnormal.
Konsistensi: keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet
mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada proses infeksi; fluktuatif
mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.
Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mendiagnosis limfadenopati
servikalis. Penggunaan USG untuk mengetahui ukuran, bentuk, echogenicity, gambaran
mikronodular, nekrosis intranodal dan ada tidaknya kalsifikasi.
USG dapat dikombinasi dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis limfadenopati
dengan hasil yang lebih memuaskan, dengan nilai sensitivitas 98% dan spesivisitas 95%.
CT Scan
CT scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan diameter 5 mm atau lebih. Satu
studi yang dilakukan untuk mendeteksi limfadenopati supraklavikula pada penderita nonsmall
cell lung cancer menunjukkan tidak ada perbedaan sensitivitas yang signifikan dengan
pemeriksaan menggunakan USG atau CT scan
Biopsi
Biopsi adalah pengambilan sampel suatu jaringan atau sel daru subjek hidup untuk diperiksa
oleh patologis biasanya dengan menggunakan mikroskop untuk melihat adanya tanda dari suatu
penyakit. Jenis biopsi untuk diagnosis pembengkakan kelenjar limfe antara lain :
1.
Merupakan biopsi umum untuk pembesaran KGB dengan cara merobek kulit
untuk mengeluarkan KGB. Eksisi untuk pengambilan seluruh bagian KGB
sedangkan insisi jika hanya sebagian kecil atau besar tumor atau KGB yang
diambil. Diperlukan anastesi umum jika jaringan jauh di bawah kulit, dan
dibutuhkan perawatan rumah sakit setelahnya.
2.
43
Menggunakan harum tipis dan berongga menempel dengan syring untuk aspirasi
cairan dalam jumlah kecil dan sedikit jaringan dari KGB. Core Needle biopsy
menggunakan jarum yang lebih besar utuk mengambil jaringan lebih bes ar
44
1.8 Tatalaksana
menerus sehingga seperti fistula. Fistula merupakan penyakit yang erat hubungannya
dengan immune system / daya tahan tubuh setiap individual.
Pencegahan
Kehadiran penyakit limfadenopati ini dapat dicegah dengan cara menjaga kebersihan. Mengingat
penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus, kuman, bakteri dan lainnya. Memastikan semua
makanan dan minuman yang kita konsumsi bersih dan higenis, menjaga kebersihan badan
dengan rajin membersihkannya memakai sabun secara teratur serta menjaga kebersihan tempat
tinggal adalah beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit ini. Selain itu,
melakukan gaya hidup sehat juga dirasa perlu guna menjaga diri jauh dari penyakit ini.
1.10 Prognosis
Prognosis untuk pemulihan adalah baik jika segera diobati dengan antibiotik. Dalam kebanyakan
kasus, infeksi dapat dikendalikan dalam tiga atau empat hari. Namun, dalam beberapa kasus
mungkin diperlukan waktu beberapa minggu atau bulan untuk pembengkakan menghilang,
panjang pemulihan tergantung pada penyebab infeksi. Penderita dengan limfadenitis yang tidak
diobati dapat mengembangkan abses, selulitis, atau keracunan darah (septikemia), yang kadangkadang fatal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Greer JP, Foerster J, Lukens JN, Rogers GM. Parasvekas F Glader B. Wintrobes Clinical
Hematology. 11th edition. Philadelphia : Lippincott-William & Wilkins, 2004
2. Hoffman R, Benz EJ, Shatil SJ, Furie B, Cohen HJ, Silbersteil LE, McGlave P.
Henatology : Basic Principle and Practice. Third edition. New York : Churchill
Livingstone. 2000
3. Tambunan W G Dr, Handojo M, et al. Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker
Terbanyak di Indonesia. Cetakan III. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, p 88-89.
1995.
4. Harmening, DM. Clinical Haematology and Fundamental of Hemostasis. 4th edition.
Philadelphia : F.A. Davis Company. 2002
5. Isselbacher K.J, Braunwald E, Asdie H Dr Prof, et al. HARRISON Prinsip-prinsip Ilmu
Penyakit Dalam. Volume 4. Edisi 13. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 2000
6. Cannelos GP et al. The Lymphoma. Philadelphia : WB Saunders co; 1998.
7. Hoffbrand A V, Pettit J E, Darmawan I, editor. Kapita Selekta Haematologi (Essential
Haematology). Edisi 2. Cetakan IV. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 2004
8. I Made Bakta. Hematlogi Klinik Ringkas. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, pp.
192-202. 2006.
9. Reksodiputro Ah, et all. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. pp.111-127
1999
10. Hillman RS, Ault KA. Hematology in Clinical Practices. A guide to Diagnosis and
Management. 3rded. Internal edition. New York; McGraw Hill inc, 2002.
11. Jaffe ES, et all. Pathology and Genetic of Tumours of Haematopoietic and Lymphoid
Tissues, Lyon : WHO/IARC. 2001
12. Jenis Biopsi http://www.cancer.org/cancer/hodgkindisease/detailedguide/hodgkindisease-diagnosis. Diakses 8 November 2015 pukul 10.34
13. Noer HMS, Waspadji S, Rachman AM, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Edisi 4.
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : Balai penerbit FKUI, 2006.
14. Limfadenitis http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26817/4/Chapter%20II.pdf
15.Limfadenopati http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16862/4/Chapter%20II.pdf
16, Leukimia http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20969/4/Chapter%20II.pdf