Anda di halaman 1dari 9

REFERAT

LIMFOMA

Oleh :
MIRNA NASTITI LOUQI MACHFUD
201410330311164
Kelompok 4
ETLS 26.1

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2018
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Limfoma adalah keganasan jaringan limfoid yang ditandai oleh proliferasi
sel limfoid atau prekursorsnya dan merupakan keganasan nonepithelial paling
sering pada kepala dan leher.1
Ada dua jenis utama dari limfoma: Limfoma Hodgkin (HL) dan Limfoma
non-Hodgkin (NHL). Limfoma Hodgkin biasanya ditandai dengan penyebaran
penyakit melalui kelompok bersebelahan kelenjar getah bening. Sebaliknya, NHL
dapat terwujud dalam ekstranodal seperti cincin waldeyer, kelenjar ludah, dan
tiroid selain terjadi di nodal basins dari kepala dan leher. Kelompok NHL terdiri
dari subtype penyakit yang heterogen berdasarkan epidemiologi, etiologi,
morfologi, imunofenotipe, genetic, tampilan klinis dan respons terhadap terapi.1,2
Limfoma maligna mencakup 5 % dari seluruh tipe keganasan yang terjadi
pada kepala dan leher.2 Di Indonesia belum ada data yang akurat mengenai angka
kejadian limfoma. Data dari rawat jalan poli THT RS Hasan Sadikin Bandung
selama 2 tahun terakhir Januari 2013-November 2014 didapatkan 249 kasus
limfoma non Hodgkin, perbandingan laki-laki lebih banyak menderita limfoma
dibanding perempuan 152 : 97 . Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jepang
menyebutkan bahwa secara keseluruhan keganasan pada limfoid dari tahun 2001
hingga 2006 menyebutkan jumlah 2260 kasus yang dilakukan biopsy atau reseksi
yang diantaranya diketahui sejumlah 65% nya adalah jenis limfoma sel-B, 25%
jenis sel-T atau sel NK (Natural Killer), dan 7% diantaranya adalah jenis limfoma
Hodgkins.3 Pada tahun 2010, American Cancer Society memperkirakan bahwa
74.030 kasus limfoma baru akan didiagnosis dan 21.530 kematian karena limfoma
akan terjadi di Amerika Serikat.4
Analisis Basis Data Kanker Nasional (NCDB) mengungkapkan bahwa
proporsi kasus limfoma antara semua tumor kepala dan leher meningkat dari
14,7% antara 1985 dan 1989 menjadi 15,4% antara tahun 1990 dan 1994. Kasus
Limfoma Non Hodgkin 86% dari semua kasus limfoma dan termasuk lima besar
keganasan tersering di Amerika Serikat.3 Hal ini terutama mengenai orang
dewasa, dengan kurang dari 10% dari keseluruhan kasus yang terjadi pada anak-
anak.4 Limfoma Non Hodgkin merupakan hasil dari translokasi kromosom pada
sel B atau sel T/sel natural killer (NK) yang menginaktivasi gen supresor tumor
atau aktivasi onkogen.1 B-cell lymphomas ditemukan sekitar 90% dari semua
NHLs. Dua subtipe histologis yang paling umum adalah follicular lymphoma dan
yang lebih agresif diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL).5
Faktor risiko untuk terjadinya limfoma termasuk jenis kelamin laki-laki,
imunosupresi jangka panjang, paparan radiasi atau pestisida, dan penyakit
autoimun seperti sistemik lupus eritematosa.6 Infeksi termasuk human
immunodeficiency virus (HIV), human T-cell lymphotropic virus 1 (HILV-1),
human herpes virus-8 (HHV-8), dan Epstein-Barr virus (EBV) juga telah
dikaitkan dengan perkembangan limfoma.1,5 Limfoma biasanya bermanifestasi
sebagai massa di leher, sehingga ahli THT sering terlibat dalam diagnosis
penyakit tersebut. Namun, karena ini adalah penyakit yang diobati terutama
dengan radiasi dan kemoterapi oleh ahli onkologi medis, peran ahli THT
umumnya berkurang setelah diagnosis diperoleh. Meskipun demikian, sebagai
peserta tim multidisiplin, sangat penting untuk ahli THT untuk mengetahui tidak
hanya manajemen yang komprehensif dari penyakit limfoma ini tetapi juga dalam
klasifikasi dan penatalaksanaan dari limfoma. Ahli THT akan sering menjadi
dokter yang akan mendiagnosis limfoma yang ada di kepala dan leher. Dan
dengan demikian indekskecurigaan yang tinggi harus dijaga, terutama untuk
limfoma yang terjadi pada ekstranodal.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang
limfoma baik mengenai definisi, etiologi, faktor resiko, patofisiologi, manifestasi
klinis, diagnosis, pencegahan, dan penatalaksanaan.
A. Manfaat Penulisan
Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan
pemahaman penulis maupun pembaca mengenai limfoma beserta patofisiollogi
dan penanganannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Limfoma adalah keganasan jaringan limfoid yang ditandai oleh proliferasi
sel limfoid atau precursorsnya dan merupakan keganasan nonepithelial paling
sering pada kepala dan leher.1

B. ETIOLOGI
Terdapat kaitan jelas antara HL dan infeksi virus EB. Pada
kelompok terinfeksi HIV, insiden HL agak meningkat dibanding masyarakat
umum, selain itu manifestasi klinis HL yang terkait HIV sangat kompleks,
sering kali terjadi pada stadium lanjut p e n y a k i t , m e n g e n a i r e g i o
yang jarang ditemukan, seperti sumsum tulang,
k u l i t , meningen, dll. I n f e k s i virus dan regulasi abnormal
imunitas berkaitan dengan t i m b u l n y a NHL, bahkan
k e d u a m e k a n i s m e t e r s e b u t s a l i n g b e r i n t e r a k s i . Vi r u s R N A ,
H T LV- 1 b e r k a i t a n dengan lekemia sel T dewasa; virus
i m u n o d e f i s i e n s i h u m a n u s ( H I V ) menyebabkan AIDS, defek imunitas
yang diakibatkan berkaitan dengan timbulnya l i m f o m a sel B
keganasan tinggi; virus hepatitis C (HCV)
berkaitan dengantimbulnya limfoma sel B
indolen. Gen dari virus DNA, virus Ebstein
B a r r (EBV) telah ditemukan terdapat di dalam genom sel limfoma
Burkitt Afrika; infeksik r o n i s H e l i c o b a c t e r p y l o r i b e r k a i t a n j e l a s
d e n g a n t i m b u l n y a l i m f o m a l a m b u n g , terapi eliminasi H. pylori
D a p a t menghasilkan remisi pada 1/3 lebih kasus limfomalambung.
Defek imunitas dan regulasi-menurun imunitas
b e r k a i t a n d e n g a n timbulnya NHL, termasuk AIDS, reseptor
cangkok organ, sindrom defek imunitaskronis, penyakit autoimun.
Obat seperti fenitoin dan radiasi dapat menimbulkan s e t i a p f a s e
p e n y a k i t d a r i p e n y a k i t l i m f o p r o l i f e r a t i f hingga limfoma.
C. MANIFESTASI KLINIS
Penentuan stadium yang tepat sangat penting sebelum memulai terapi.
Pasien harus melalui pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan
fisik, termasuk laringoskopi indirek. Pemeriksaan penunjang seperti Computed
tomography (CT) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat menilai secara
lebih lengkap perluasan dari suatu tumor di daerah kepala dan leher. Pemeriksaan
darah lengkap, dan tes fungsi hati direkomendasikan untuk dilakukan.
Pemeriksaan CT sebaiknya dilakukan pada kasus pembesaran kelenjar getah
bening di daerah mediastinum, hilus, hepar, dan keterlibatan mesenterium. 10
Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) berguna untuk mengevaluasi
sisa masa tumor pada akhir terapi untuk menentukan status kekambuhan penyakit.
Dilaporkan terdapat hubungan antara limfoma yang terjadi pada cincin
waldeyer dan pada saluran pencernaan sebesar 3-11% pasien. Sehingga pada
pasien ini disarankan untuk dilakukan pemeriksaan saluran cerna dengan
1
endoskopi pada proses penentuan stadium penyakit. Biopsi dari tulang iliaka
sebaiknya dilakukan karena sekitar 18% pasien dengan limfoma ekstranodal di
daerah kepala dan leher pada mengalami keterlibatan sumsum tulang. Angka ini
5
dapat lebih tinggi pada pasien dengan gambaran histologi jenis low grade.
Pungsi lumbal dengan pemeriksaan kimia cairan LCS, hitung sel lengkap, dan
analisis sitologi di rekomendasikan untuk dilakukan pada tahap penentuan
stadium awal pada pasien dengan kecurigaan keterlibatan saraf pusat, seperti pada
kasus limfoma high-20 grade, atau limfoma intermediate-grade yang melibatkan
sinus paranasal, sumsum tulang, testis, atau daerah tulang belakang. Karena
akurasi penentuan stadium awal yang semakin akurat, dan penggunaan
kemoterapi yang semakin lazim, tindakan penentuan stadium dengan laparotomi
sudah tidak direkomendasikan untuk dilakukan secara rutin. 7
Setelah menyelesaikan terapi, pasien harus dievaluasi secara rutin.
Pemeriksaan yang harus dilakukan meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah
lengkap, tes fungsi hati, dan pemeriksaan pencitraan yang sesuai untuk menilai
organ yang sebelumnya terkena penyakit. 7
D. DIAGNOSIS
Pemeriksaan biopsi dengan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) sangat
berguna pada pemeriksaan awal. Setelah hasil pemeriksaan FNAB mengarah pada
suatu keganasan limfoid, dibutuhkan biopsi terbuka (biopsi insisi) untuk
menegakkan diagnosis yang definitive dari suatu Non Hodgin Lymphoma (NHL).7
Keuntungan dari pemeriksaan FNAB adalah pemeriksaan lebih cepat,
biaya lebih murah dan minimal komplikasi.8 Pemeriksaan FNAB dapat
mendeteksi suatu penyakit yang rekuren atau perubahan histologi namun tidak
dapat membedakan, apakah limfoma tersebut bersifat folikuler atau difus, yang
merupakan faktor penting dalam menentukan derajat dan prognosis suatu
limfoma. Untuk itulah biopsi terbuka lebih dipilih untuk menentukan diagnosis
awal. 1,7
Core Node Biosy (CNB) adalah pemeriksaan diantara FNAB dan biopsy
insisi. Pemeriksaan ini dengan menggunakan needle ukuran besar (no 14/18).
Sampel CNB dapat digunakan untuk pemeriksaan imunohistokimia dan
histopatologi konvensional. Saat ini CNB digunakan pada pemeriksaan pasien
dengan lokasi lymph nodes yang dalam seperti pada mediastinum ataupun
abdomen. Dua penelitian terbaru mengenai ultrasound guiding CNB pada kasus
lymphadenopathy cervical dapat menunjukkan subklasifikasi pada 89,7% dari
kasus limfoma. Faktor seperti nodal necrosis atau infark dapat mengurangi
kesuksesan metode ini dalam mendiagnosis suatu limfoma. 10
Pemeriksaan imunohistokimia dapat membantu membedakan limfoma dengan
keganasan anaplastik atau undifferentiated. Antibodi antikeratin untuk karsinoma,
protein anti-S-100 untuk melanoma dan antibodies panleukosit untuk limfoma.
Pemeriksaan imunohistokimia juga dapat membantu membedakan limfoid jinak
dari suatu limfoma dengan bantuan mikroskop cahaya. 1,9
Sebagian besar NHL mengekspresikan penanda sel T atau sel B. Satu set
panel pemeriksaan antigen sel T dapat membedakan limfoma sel T dengan suatu
hyperplasia. Limfoma sel B mengekspresikan satu kelas tunggal dari rantai ringan
(kappa atau lamda), sedangkan hyperplasia menunjukkan suatu campuran dari
kedua kelas tersebut. 1
Pemeriksaan imunohistokima atau pemeriksaan molekuler lainnya akan
lebih baik apabila dilakukan pada jaringan yang masih segar, maka sebaiknya
klinisi memberikan informasi tentang adanya kecurigaan diagnosis adalah suatu
limfoma kepada ahli patologi. Suatu jenis subtipe histologi dari suatu NHL
mempengaruhi penentuan stadium, terapi dan harapan hidup pasien. 1

E. PENATALAKSANAAN
Penanganan limfoma didaerah kepala dan leher sebaiknya adalah suatu
usaha yang melibatkan multidisiplin ilmu antara lain ahli patologi, ahli radiologi,
ahli THT-KL, ahli radioterapi, dan ahli onkologi medis. 7
Pilihan terapi tergantung pada jenis subtipe histologi dan stadium.
Rekomendasi umum dapat dibuat untuk subgrup tertentu, namun tim onkologi
1,7
harus melihat setiap pasien sebagai individu yang berbeda. Terapi utama
limfoma adalah radioterapi, kemoterapi, imunoterapi atau kombinasi diantaranya.
Radioterapi diberikan dengan dosis harian sebesar 200 cGy dari dosis total 3.000-
4.000 cGy untuk limfoma jenis low-grade dan dosis total 4.900-5.000 cGy untuk
limfoma jenis intermediate-grade. 5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Limfoma di daerah kepala dan leher yang paling sering adalah manifestasi
sebagai pembesaran kelenjar getah bening leher atau hypertrophic jaringan
limfoid pada cincin Waldeyer. Biopsi definitive membutuhkan sampel jaringan
yang cukup untuk pemeriksaan histologis. Standar baku emas pemeriksaannya
adalah biopsi eksisi kelenjar getah bening yang terlibat. CT dengan kontras
memadai untuk evaluasi awal pasien yang diduga limfoma di kepala dan leher.
Staging sistem the Ann Arbor adalah yang paling banyak yang digunakan untuk
mengklasifikasikan tingkat keterlibatan anatomi pada limfoma dan untuk
menentukan stadium kedua jenis limfoma baik HL ataupun NHL. Jenis yang
paling umum dari NHL adalah limfoma folikular, yang sering kurang aktif dan
tidak memerlukan pengobatan aktif.
Sebagian besar limfoma di daerah kepala dan leher adalah jenis diffuse
large cell, intermediate grade. Terapi radiasi dan/atau kemoterapi kombinasi
adalah pengobatan untuk kedua NHL dan HL kepala dan leher.
DAFTAR PUSTAKA

1. Balai Penerbit FKUI. BukuAjar Onkologi Klinis Ed. 2. 2018. Jakarta: FKUI;
Hal 547-563
2. H o p p e RT, A d v a n i RH, Ambinder R F, et al. Hodgkin
d i s e a s e / l y m p h o m a . J N a t l Compr Canc Netw. Jul 2018;6(6):594-622.
3. J a f f e ES, Harris NL, Stein H, Va r d i m a n J W, eds.
World Health Organization C l a s s i f i c a t i o n o f T u m o u r s :
Pathology and Genetics of Tumours
of Haematopoietic and Lymphoid Tissues. Lyon, France: IARC Press; 2011.
4. Molina A, Pezner RD. Non-Hodgkin's lymphoma. In: Pazdur R,
Coia LR, HoskinsWJ, Wagman LD, eds. Cancer Management: A
Multidisciplinary Approach. 5th ed. Melville, NY: PRR, Inc; 2015:583-618.
5. Thomas RK, Re D, Wolf J, Diehl V. Part I: Hodgkin's lymphoma--molecular
biologyof Hodgkin and Reed-Sternberg cells. Lancet Oncol . Jan
2004;5(1):11-8.V o s e JM. Current approaches to
the management of n o n - H o d g k i n ' ' s lymphoma.
Semin Oncol . Aug 2018;25(4):483-91.
6. Z h a n g Q Y, F o u c a r K . B o n e m a r r o w i n v o l v e m e n t b y H o d g k i n
and n o n - H o d g k i n lymphomas. Hematol Oncol Clin North Am. Aug
2019;23(4):873-902.
7. Qizilbash AH, et al. 2015. Aspiration biopsy cytology of lymph nodes in
malignant lymphoma. Diagn Cytopathol. 1(1):18-22
8. Aiken AH, Glastonbury C. 2008. Imaging Hodgkin and Non-Hodgkin
Lymphoma in the Head and Neck. Radiol Clin N Am; 46:363-78
9. Anonym. 2014. The International Non-Hodgkin’s Lymphoma Prognostic
Factors Project. A predictive model for aggressive non-Hodgkin’s lymphoma.
N Engl J Med. 329:987-994
10. Loubeyre P, et al. 2017. Diagnostic precision of image-guided multisampling
core needle biopsy of suspected lymphomas in a primary care hospital. Br J
Cancer. 100(11):1771-76.

Anda mungkin juga menyukai