Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM REFERAT

JULI, 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

ANEMIA MEGALOBLASTIK

Oleh :

MUSFIRAH, S. KED.

Pembimbing :
dr. Hj. Ratni Rahim, Sp. PD.

(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit


Dalam)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa:


Nama : MUSFIRAH
Judul Refarat : ANEMIA MEGALOBLASTIK

Telah menyelesaikan refarat dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian


Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Juli 2019


Pembimbing,

dr. Hj. Ratni Rahim, Sp. PD.

i
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah subhanu wa ta’ala
karena atas rahmat, hidayah, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga refarat
dengan judul “Anemia Megaloblastik” ini dapat terselesaikan. Salam dan
shalawat senantiasa tercurah kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, sang
pembelajar sejati yang memberikan pedoman hidup yang sesungguhnya.
Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing, dr. Hj. Ratni
Rahim, Sp. PD., yang telah memberikan petunjuk, arahan dan nasehat yang sangat
berharga dalam penyusunan sampai dengan selesainya referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan
kekurangan dalam penyusunan referat ini, baik dari isi maupun penulisannya.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis harapkan demi
penyempurnaan referat ini.
Demikian, semoga refarat ini bermanfaat bagi pembaca secara umum dan
penulis secara khususnya.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, Juli 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ......................................................i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 2

Definisi Anemia Megaloblastik .............................................................. 2

Etiologi Anemia Megaloblastik ............................................................. 3

Epidemiologi Anemia Megaloblastik ..................................................... 4

Morfologi Anemia Megaloblastik ........................................................... 5

Patogenesis Anemia Megaloblastik ....................................................... 6

Manifestasi Klinik Anemia Megaloblastik ............................................. 8

Diagnosis Anemia Megaloblastik .......................................................... 9

Penatalaksanaan Anemia Megaloblastik ................................................. 12

Komplikasi Anemia Megaloblastik ........................................................ 13

Prognosis Anemia Megaloblastik ........................................................... 13

Pencegahan ............................................................................................. 14

BAB III KESIMPULAN .................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 16

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

Anemia merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai di


layanan kesehatan baik tingkat primer maupun sekunder. Meskipun anemia
diangggap sebagai kelainan yang sangat sering dijumpai di Indonesia, angka
prevalensi yang resmi belum pernah diterbitkan.1 Anemia merupakan penyebab
debilitas kronik yang mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan
ekonomi, serta kesehatan fisik. Walaupun prevalensinya demikian tinggi, anemia
seringkali tidak mendapat perhatian dan tidak diidentifikasi oleh para dokter di
praktek klinik.2
Anemia merupakan suatu keadaan ketika jumlah sel darah merah atau
konsentrasi pengangkut oksigen dalam darah (Hb) tidak mencukupi untuk
kebutuhan fisiologis tubuh.3 Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan
morfologik dan etiopatogenesis. Klasifikasi anemia berdasarkan morfologik
adalah anemia hipokrom mikrositer, anemia normokromik normositer, dan anemia
makrositik.1 Anemia makrositik dapat dibagi menjadi anemia makrositik
megaloblastik dan non-megaloblastik.2
Anemia megaloblastik diklasifikasikan secara morfologis sebagai anemia
makrositik normokromik. Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi
vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan gangguan sintesis DNA, disertai
kegagalan maturasi dan pembelahan inti.4
Anemia megaloblastik dapat terjadi pada usia berapapun, tetapi lebih
menonjol pada kelompok usia yang lebih tua karena penyebab makrositosis lebih
lazim pada orang tua. 1 Anemia megaloblastik dilaporkan 3%-75% terjadi pada wanita
yang tidak menerima asupan asam folat.Di Afrika Selatan 90% wanita melahirkan dan
wanita menyusui menderita defisiensi asam folat. Di Indonesia belum ada data yang
pasti.8

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI ANEMIA MEGALOBLASTIK


Anemia merupakan suatu keadaan ketika jumlah sel darah merah atau
konsentrasi pengangkut oksigen dalam darah (Hb) tidak mencukupi untuk
kebutuhan fisiologis tubuh.3
Anemia menunjukkan kemampuan darah menganggkut O2 di bawah
normal dan ditandai dengan hematokrotit yang rendah. Anemia dapat
disebabkan oleh penurunan laju eritropoiesis , kehilangan eritrosit dalam
jumlah besar, atau defisiensi kandungan Hb eritrosit.6
Klasifikasi anemia berdasarkan gambaran morfologis dengan melihat
indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Klasifikasi ini ditentukan dengan
melihat Mean Corpuscular Volume (MCV) dan MCH yaitu:
1. Anemia hipokromik mikrositer, bila <80 fl dan MCH <27 pg
2. Anemia normokromik normositer, bila 8-95 fl dan MCH 27-34 pg
3. Anemia makrositer, bila MCV >95 fl.1
Anemia megaloblastik diklasifikasikan secara morfologis sebagai anemia
makrositik normokromik. Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh
defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan gangguan sintesis
DNA, disertai kegagalan maturasi dan pembelahan inti.4
Anemia megaloblastik adalah anemia yang ditandai oleh adanya sel
megaloblast dalam sumsusm tulang. Sel megaloblast adalah sel prekursor
eritrosit dengan bentuk sel yang besar disertai adanya kesenjangan
pematangan sitoplasma inti besar dengan susunan kromosom yang
longgar.1,10
Kebutuhan minimal asam folat ±50 mg/hari, sumber yang paling banyak
adalah daging merah, hati, dan sayuran berdaun hijau. 50-90% asama folat
dapat hilang dengan cara memasak memakai banyak air. Folat diasorbsi dari
duodenum dan jejunum bagian atas, terikat lemah pada protein plasma, dan

2
disimpan di dalam hati. Pada keadaan tidak adanya asupan folat, cadangan
folat biasanya akan habis dalam waktu ±5 bulan.4

B. ETIOLOGI ANEMIA MEGALOBLASTIK


Anemia megaloblastik disebabkan oleh hipovitaminosis dan non
hipovitaminosis. Anemia megaloblastik hipovitaminosis disebabkan oleh
defisiensi vitamin B9 (asam folat) yang akan menyebabkan gangguan
biosintesis basa purin dan pirimidin serta gangguan proses metilasi DNA,
RNA, dan protein, dan defisiensi vitamin B12 yang akan menyebabkan
gangguan proses metilasi DNA, RNA, dan protein.2,10
Tabel 2.1. Penyebab Anemia Megaloblastik
Defisiensi Vitamin B12 Defisiensi Folat
Anemia Pernisiosa (Addisonian) Gizi (nutritional)
Diit (vegetarian) Penyakit Coeliac
Tropical sprue Tropical sprue
Gastrektomi Kehamilan
Sumber: Hematologi Klinik Ringkas, 20151
Sedangkan anemia non hipovitaminosis akibat gangguan sintesis DNA,
RNA, atau protein karena gangguan proses metilasi yang memengaruhi
proliferasi dan diferensiasi pada prekursor (pendahulu) SDM.2
Orang yang berisiko mengalami anemia defisiensi asam folat adalah
mereka yang kurang gizi atau orang-orang yang kebutuhan metabolitnya
meningkat (wanita hamil dan anemia hemolitik kronik).5
Penyebab defisiensi asom folat ialah diet yang inadekuat: bayi dan anak-anak,
orangtua, pemanasan, kemiskinan. Malabsorpsi: tropical sprue, blind loop syndrome,
steatorrhea, malabsorpsi folat kongenital, reseksi jejunum, Crohn’s disease.
Peningkatan kebutuhan: kehamilan, laktasi prematuritas, anemia hemolitik,
keganasan, inflamasi kronik, hipertiroidisme. Obat-obatan: fenitoin, primidon,
fenobarbital, kontrasepsi oral, methotrexate. Defisiensi enzim bawaan: dihidrofolat
reductase.8

3
Pada jenis total vegetarian yang sama sekali tidak mengkonsumsi makanan
sumber hewani, maka akan sangat rentan terhadap penyakit anemia
megaloblastik karena sumber vitamin B12 hanya terdapat di dalam makanan
sumber hewani, ditambah lagi dengan tidak terproduksinya faktor intrinsik
oleh tubuh sehingga vitamin B12 tidak dapat diserap.7
Defisiensi vitamin B12 biasanya disebabkan oleh malabsorbsi Vitamin B12
meskipun inadekuat diet umum terjadi pada orang tua. Penyebab yang lain
juga berhubungan dengan produksi faktor intrinsic inadekuat, atrophic
gastritis, reseksi atau gangguan yang disebabkan pertumbuhan bakteri terlalu
cepat, interaksi obat dan nutrisi umumnya dapat terjadi defek genetik.9

C. EPIDEMIOLOGI ANEMIA MEGALOBLASTIK

Prevalensi anemia global menurut World Health Organization (WHO 2013)


berkisar 40-88%, sedangkan menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) di Indonesia tahun 2007, prevalensi anemia pada anak remaja masih
tinggi yaitu sekitar 42,1%.7

Anemia megaloblastik dapat terjadi pada usia berapapun, tetapi lebih


menonjol pada kelompok usia yang lebih tua karena penyebab makrositosis
lebih lazim pada orang tua. 1,12

Anemia megaloblastik sering terlihat sebagai malnutrisi pada orang yang


lebih tua, pecandu alkohol, remaja, dan pada perempuan selama kehamilan,
saat permintaan untuk mencukupi janin dan laktasi meningkat.4,12

Defisiensi vitamin B12 pertama kali dideskripsikan pada tahun 1849 dan
dipertimbangkan dapat menimbulkan kematian hingga tahun 1926 ketika diet
hati, diet tinggi vitamin B12, yang menunjukkan suatu proses lambat penyakit.9
Insidensi anemia defisiensi vitamin B12 dilaporkan lebih tinggi di Sweden,
Denmark, dan United Kingdom dibandingkan negara-negara berkembang.12

4
Berdasarkan National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES) mengidentifikasi bahwa wanita usia subur dan wanita Hispanik
kulit non-black berisiko tinggi mengalami defisiensi asam folat karena asupan
asam folat yang tidak memadai. Sebagian negara maju mewajibakan asam
folat, dan sebagian besar negara Eropa merekomendasikan suplemen asam
folat ini sebelum konsepsi dan tiga bulan pertama kehamilan. Masyarakat
dengan status sosial dan ekonomi rendah serta lansia juga berisiko tinggi
defisiensi asam folat yang mana tidak adekuat asupan sayuran berdaun hijau,
malnutrisi, dan perubahan status mental.11

D. MORFOLOGI ANEMIA MEGALOBLASTIK

Ada beberapa gambaran morfologi yang umum terdapat pada semua jenis
anemia megaloblastic. Sumsum tulang sangat hiperseluler dan mengandungi
banyak prekursor sel darah merah yang megaloblastik. Megaloblas lebih besar
daripada progenitor eritroid normal (normoblas) dan mempunyai kromatin inti
yang tidak kasar dengan bangunan seperti jala yang halus. Pada waktu
megaloblas berdiferensiasi dan mendapat hemoglobin, kromatin inti tetap
tersebar secara halus dan gagal berkelompok, sebagai ciri khas normoblas.
Prekursor granulosit juga menunjukkan inti dan sitoplasma yang tidak
seimbang menghasilkan metamielosit raksasa (giant metamyelocytes).5

Gambar 2.1. SDM pada Anemia Megaloblastik4

Keadaan patologis megaloblastosis pada sediaan apus sumsum tulang


ditandai oleh banyaknya sel besar imatur (eritroblas), dan disfungsional sel
5
darah merah (lobulated nuclear, internuclear bandI, dapat juga disertai oleh
hipersegmentasi neutrofil (≥ 6 lobus inti segmen). Pada sediaan apus darah
terpi selain sel darah merah yang besar juga dap at ditemukan inti neutrofil
hipersegmentasi dan sel darah merah imatur. 2

E. PATOGENESIS ANEMIA MEGALOBLASTIK

Gambaran yang menjadi ciri anemia megaloblastic adalah adanya


megaloblas yaitu sel prekursor eritroid yang besar dan menimbulkan
pembentukan sel darah merah besar (makrosit). Sel pendahulu granulosit juga
membesar. Yang mendasari kelainan sel-sel raksasa ini adalah cacat pada
sintesis DNA yang mengganggu pematangan inti sel dan pembelahan sel.
Karena sintesis RNA dan elemen sitoplasma tetap normal sehingga melebihi
inti sel maka pendahulu sel hemopoietik terlihat inti dan sitoplasmanya tidak
seimbang (nuclear-cytoplasmic asynchrony). Gangguan pematangan ini
berperan dalam terjadinya anemia melalui beberapa cara. Sebagian megaloblas
mengalami gangguan sintesis DNA yang cukup berat sehingga akan terjadi
apoptosis pada sumsum tulang (ineffective hematopoiesis). Sebagian lagi
mengalami pematangan sel darah merah, tetapi hanya terjadi setelah beberapa
pembelahan sel saja dan selanjutnya pembentukan sel darah merah tidak ada
lagi. Prekursor granulosit dan trombosit juga terpengaruh namun tidak berat
dan sebagian besar penderita mengalami pantosipenia.5

Penghambatan sintesis DNA dan/atau RNA pada sel darah merah yang
paling sering disebabkan oleh hipovitaminosis, khususnya defisiensi
sianokobalamin (B12) dan/atau asam folat. Mekanismenya adalah akibat
gangguan proses siklus B12 yang bergantung asam folat. Defisiensi asam folat
akan diikuti oleh terhambatnya sintesis basa nukleotida (khususnya timin),
menyebabkan terhambatnya sintesis DNA. Kekurangan vitamin B12 saja tidak
dapat sindrom makrositer tersebut jika kadar asam folat cukup. Suplementasi
asam folat tanpa adanya B12 mencegah anemia jenis ini (meskipun keadaan
patologis spesifik lain dari defisiensi B12 terus berlanjut).2

6
Asam folat dengan enzim katalisis dihydrofolate reductase (DHFR)
diperlukan untuk biosintesis basa nukleotida purin dan pirimidin untuk
digabungkan ke dalam DNA dan RNA, melalui pembentukan tetrahidrofolat
(FH4) yang dimulai ketika asam folat direduksi menjadi dihidrofolate (FH2),
yang kemudian direduksi menjadi FH4. Vitamin B12 berfungsi sebagai
koenzim dalam reaksi re-metilasi homosistein untuk membentuk metionin yang
diperlukan untuk reaksi metilasi substrat termasuk DNA, RNA, fosfolipid, dan
protein. Untuk reaksi metilasi tersebut diperlukan tetrahydrofolate (MTHF)
dari 5,10-MTHF. Hambatan proses metilasi merupakan awal dari kumpulan
gejala klinis yang dipengaruhi oleh adanya gangguan metabolism asam folat
dan B12. Hambatan proses metilasi akan menyebabkan ketidakstabilan
kromosom sehingga mudah terjadi mutasi, gangguan sintesis DNA (replikasi
DNA), dan gangguan translasi (produksi asam amino/protein). 2

Anemia megaloblastik karena gangguan sintesis DNA, gangguan translasi


sering disebabkan karena gangguan proses metilasi, dan dapat juga karena
obat-obat kemoterapi atau antimikroba. Proliferasi yang tinggi dengan/tanpa
gangguan diferensiasi sel darah merah yang terjadi akibat dari hipometilasi
seluruh genomdisertai hipermetilasi lokal dan peningkatan ekspresi DNA
methyltransferase. Anemia jenis ini digolongkan sebagai anemia megaloblastic
non hipovitaminosis.2,11

Keadaan patologis megaloblastosis pada sediaan apus sumsum tulang


ditandai oleh banyaknya sel besar imatur (eritroblas), dan disfungsional sel
darah merah (lobulated nuclear, internuclear bandI, dapat juga disertai oleh
hipersegmentasi neutrofil (≥ 6 lobus inti segmen). Pada sediaan apus darah
terpi selain sel darah merah yang besar juga dapat ditemukan inti neutrofil
hipersegmentasi dan sel darah merah imatur. 2

Ciri umum pada anemia megaloblastic adalah defek pada sintesis DNA
dalam sel yang membelah dengan cepat. Pada tingkat yang lebih rendah
sintesis RNA dan protein terganggu. Pertumbuhan sel yang tidak seimbang dan

7
gangguan pembelahan sel terjadi sejak maturasi sel inti. Prekursor sel darah
merah yang lebih matang dihancurkan di sumsum tulang sebelum memasuki
aliran darah (hemolysis intramedullary).12

F. MANIFESTASI KLINIK ANEMIA MEGALOBLASTIK

Gejala dan tanda yang timbul dapat disebabkan oleh anemianya (Hb yang
turun) maupun karena kondisi penyebab anemia megaloblastik. Gejala yang
dapat timbul antara lain.
1. Gejala umum anemia:
Gejala peningkatan tonus adrenergic atau dopaminergic akibat
penurunan kapasitas angkut oksigen:
- Lesu, lemah/lemas, mudah lelah
- Anemis terutama pada konjungtiva
- Takikardi, murmur ejeksi sistolik, gallop keempat (presistolik)
- Excertional dispneu, takipneu
- Konsentrasi menurun, pingsan
- Telinga berdenging
- Skotoma (edema papil)
2. Gejala khusus
Secara hematologik anemia defisiensi vitamin B12 dan asam folat
memberikan gambaran klinik yang sama, tetapi defisiensi vitamin B12
disertai kelainan neurologik. Kelainan neurologik, antara lain:
- Neuropati perifer (fenomena sarung tangan/kaos kaik, rasa terbakar
pada jari, mati rasa).
- Gangguan kognitif
- Gangguan memori
- Gangguan tidur
- Depresi
- Mania
- Psikosis2

8
Gejala anemia megaloblastic yang sekunder akibat defisiensi asam folat
dapat terlihat malnutrisi dab mengalami glossitis berat (lidah meradang, nyeri),
diare, dan kehilangan nafsu makan. 4

G. DIAGNOSIS ANEMIA MEGALOBLASTIK

Diagnosis anemia megaloblast ditegakkan dari adanya anemia dengan


makrositer pada darah tepi (MCV >100 fl) disertai adanya sel megaloblast
dalam sumsum tulang.1,2

Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada penderita anemia megaloblastik


yaitu glositis dengan lidah berwarna merah (buffy tongue) dan kadang-kadang
disertai ikerus ringan.1

Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan penunjang diagnostik


pokok dalam mendiagnosis anemia. Pemeriksaan-pemeriksaan yang
diperlukan:

1. Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan ini dilakukan tahap awal pada setiap kasus anemia.
Pemeriksan ini meliputi
- Kadar hemoglobin
Untuk mendefinisikan anemia WHO menggunakan kadar
hemoglobin sebagai patokan:

Tabel 2.2. Kadar normal hemoglobin


Hb Hb
Umur dan Jenis Kelamin
(gr/dL) (mmol/L)
Balita (0,5 – 5 tahun 11.0 6.8
Anak (5 – 12 tahun) 11.5 7.1
Remaja (12 –15 tahun) 12.0 7.4
Wanita tidak hamil (>15 tahun) 12.0 7.4

9
Wanita hamil 11.0 6.8
Pria (>15 tahun) 13.0 8.1
Sumber: Ilmu Penyakit Dalam, 20152
- Indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC)
Pada anemia megaloblastic dapat dijumpai “oval macrocyte”
dengan poikilositosis berat. MCV meningkat 110-125 fl.1
- Apusan darah tepi2
2. Pemeriksaan rutin
Pemeriksaan meliputi hitung leukosit, hitung trombosit, hitung
retikulosit dan laju endap darah.2
Pada anemia megaloblastik biasanya ditemukan leukopenia ringan
dengan hipersegmentasi netrofi (rule of five dari Herbert), kadang-
kadang ditemukan trombositopenia ringan.
3. Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan ini memberikan informasi mengenai keadaan sistem
hematopoiesis yang dibutuhkan untuk diagnosis definitif pada
beberapa jenis anemia termasuk anemia megaloblastik.1
Pada kasus anemia megaloblastik, pemeriksaan sumsum tulang ini
dapat dijumpai hyperplasia eritroid dengan sel megaloblast, giant
metamyelocyte, sel megakariosit, dan cadangan besi sumsum tulang
meningkat.
4. Pemeriksaan Khusus untuk membedakan defisiensi vitamin B12 dan
asam folat
a. Pengukuran kadar vitamin B12 serum dan asam folat. Nilai
normal vitamin B12 <100 pg/ml, asa folat <3 ng/ml.
b. Respons terhadap replacement therapy dengan folat/B12
fisiologik
c. Ekskresi methymalonic acid urine meningkat pada defisiensi
vitamin B12
d. Ekskresi formioglutamic acid (FIGLU) urine meningkat pada
defisisensi asam folat.
10
5. Uji Schiling untuk defisiensi Vitamin B12
Uji schilling untuk menilai absorbs vitamin B12. Ada 2 tahap pada
uji schilling, uji tahap pertama, pasien diberikan vitamin B12 terlabel
radioisotope kobalt (57Co atau 58Co) per-oral. Secara berurutan vitamin
B12 tidak terlabel radioisotop injeksi intramuscular diberikan terlebih
dahulu sebelum vitamin B12 terlabel radioisotope kobalt per-oral
diberikan. Tujuan pemberian vitamin B12 injeksi adalah untuk
membuat reseptor transkobalamin/vitamin B12 dalam hati menjadi
jenuh, sehingga mencegah vitamin B12 terlabel radioisotop terikat
dalam jaringan tubuh (terutama pada hati). Jika vitamin B12 terlabel
radioisotope diserap dari saluran cerna, ia akan masuk ke dalam urin.
Kemudian urin dikumpulkan selama 24 jam berikutnya untuk menilai
penyerapan. Biasanya vitamin B12 terlabel radioisotope per oral akan
diserap ke dalam tubuh, oleh karena reseptor transkobalamin/vitamin
B12 dalam hati telah jenuh oleh vitamin B12 injeksi, maka akan banyak
vitamin B12 terlabel radioisotop yang tertelan akan diekskresikan
dalam urin.
Hasil uji normal menunjukkan 5% dari vitamin B12 terlabel
radioisotop dijumpai dalam urin selama 24 jam pertama. Pada pasien
dengan defisiensi karena penyerapan terganggu, vitamin B12 terlabel
radioisotope dalam urin terdeteksi kurang dari 5%.
Jika pada tahap pertama ditemukan kelainan, uji diulang dengan
tambahan faktor intrinsic gaster (GIF) per-oral sebagai uji tahap kedua.
Jika pada pengumpulan urin uji tahap kedua ini >5% adalah normal,
ini menunjukkan kurangnya produksi faktor intrinsik, atau anemia
pernisiosa.
Jika hasil uji tahap kedua rendah, menunjukkan penyerapan usus
yang abnormal (malabsorbsi), yang dapat disebabkan oleh penyakit
celiac, penyakit empedu, penyakit Whippie, infestasi cacing pita ikan,
atau penyakit hati.

11
Malabsorbsi vitamin B12 bisa disebabkan oleh disfungsi usus dari
tingkat vitamin amat rendah, menyebabkan kebingungan
menterjemahkan hasil uji jika B12 belum jenuh. Oleh karena itu
disarankan diberikan asam folat dan B12 beberapa minggu sebelum
dilakukan uji Schilling, karena kekurangan asam folat dan B12 akan
mengganggu fungsi sel saluran cerna sehingga menyebabkan
malabsorbsi vitamin B12 itu sendiri bahkan terhambatnya pembuatan
/sintesis faktor intrinsic gaster. Keadaan tersebut akan menyebabkan
hasil uji positif palsu untuk kedua uji vitamin B12 sederhana dan terkait
faktor intrinsic uji malabsorbsi vitamin B12.2
Uji tahap Uji tahap
Diagnosis
pertama kedua
Normal Normal atau defisiensi B12
<5% Normal Anemia Perniciosa
<5% <5% Malabsorbsi

Namun uji Schilling ini telah banyak ditinggalkan, karena


kurangnya produksi radioisotope kobalt dan tablet vitamin B12 terlabel
radioisotop.2

H. PENATALAKSANAAN ANEMIA MEGALOBLASTIK


Terapi utama anemia defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
adalah terapi ganti dengan vitamin B12 atau asam folat meskipin terapi kausal
dengan perbaikan gizi dan yang lain tetap harus dilakukan. 2
1) Untuk defisiensi vitamin B12 : Hydroxycobalamin intramuscular 200
mg/hari, atau 1000 mg diberikan tiap minggu selama 7 minggu. Dosis
pemeliharaan 200 mg tiap bulan atau 1000 mg tiap 3 bulan.
2) Untuk defisiensi asam folat: berikan asam folat 5 mg/hari selama 4 bulan.1
Pasien dengan defisiensi asam folat yang tidak dapat minum obat dengan
oral bisa diberikan lewat injeksi intravena, subkutan, atau intramuskuler.
Lama terapi tergantung dari penyebab awal defisiensi.11
12
3) Respon terhadap terapi : retikulosit mulai naik hari 2-3 dengan puncak
pada hari 7-8. Hb harus naik 2-3 g/dl tiap 2 minggu.

Neuropati biasanya dapat membaik, tetapi kerusakan medulla spinalis


biasanya irreversible.1

I. KOMPLIKASI ANEMIA MEGALOBLASTIK


Komplikasi anemia megaloblastik berhubungan dangan etiologi keadaan
yang menyebabkan makrositosis tersebut, oleh karena itu, diagnosis etiologis
makrositosis diperlukan sebelum morbiditas dan mortalitas dapat ditentukan.
Komplikasi anemia akibat hipovitaminosis sama dengan yang terjadi pada
anemia lainnya yaitu gangguan oksigenasi (iskemia) jaringan.2
Defisiensi asam folat dapat menimbulkan cacat lahir pada bayi. Wanita
hamil yang tidak mendapatkan cukup asam folat memiliki risiko lebih tinggi
untuk melahirkan anak dengan cacat lahir. Sebaiknya, saat merencanakan
kehamilan, ia harus mendapatkan 400 mcg asam folat per hari, asam folat juga
dapat membantu mencegah keguguran. 2
Komplikasi defisiensi vitamin B12 antara lain: atrofi optic,
ophthalmoplegia, lesi upper motor neuron, degenerasi subakut medulla
spinalis, kegagalan otak kronis, akibat-akibat dari peningkatan kadar
homosistein plasma atau serum, dan anemia lekoeritroblastik dan
splenomegaly.2

J. PROGNOSIS ANEMIA MEGALOBLASTIK


Prognosis baik jika etiologi megaloblastosis telah diidentifikasi dan
pengobatan yang tepat telah diberikan. Namun, pasien berisiko untuk
terjadinya hypokalemia dan komplikasi jantung yang berhubungan dengan
anemia walaupun sedang dalam terapi.
Defisiensi asam folat selama kehamilan dapat menyebabkan cacat spina
bifida dan gangguan perkembangan lainnya pada janin. Namun, folat dalam
vitamin prenatal yang diberikan selama kehamilan telah mengurangi
morbiditas ini.
13
K. PENCEGAHAN
Pencegahan anemia megaloblastik hipovitaminosis lebih dikhususkan pada
ibu hamil dengan pemberian suplemen asam folat 0,4 mg/hari dan vitamin B12
50 mg/hari perlu diberikan sejak awal kehamilan.
Sumber makanan yang mengandung asam folat antara lain :
- Sumber nabati : sayuran berdaun seperti bayam, asparagus, lobak hijau,
kacang-kacangan seperti kacang polong, kacang lentil, biji bunga matahari.
- Sumber hewani : Kuning telur, hati, dan ginjal.2,11
Sumber vitamin B12 bersumber hanya dari hewani.2

14
BAB III

KESIMPULAN

Anemia megaloblastik adalah anemia yang ditandai oleh adanya sel


megaloblast dalam sumsum tulang. Sel megaloblast adalah sel prekursor eritrosit
dengan bentuk sel yang besar disertai adanya kesenjangan pematangan sitoplasma
inti besar dengan susunan kromosom yang longgar.2
Anemia megaloblastik disebabkan oleh hipovitaminosis dan non
hipovitaminosis. Anemia megaloblastik hipovitaminosis disebabkan oleh
defisiensi vitamin B9 (asam folat) yang akan menyebabkan gangguan biosintesis
basa purin dan pirimidin serta gangguan proses metilasi DNA, RNA, dan protein,
dan defisiensi vitamin B12 yang akan menyebabkan gangguan proses metilasi
DNA, RNA, dan protein.2
Terapi utama anemia defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
adalah terapi ganti dengan vitamin B12 atau asam folat meskipin terapi kausal
dengan perbaikan gizi dan yang lain tetap harus dilakukan

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta, IM. Anemia Megaloblastik. Dalam: Hematologi Klinik Ringkas.


Denpasar: Buku Kedokteran EGC. 2015; 45-49.

2. Efendy S. Anemia Megaloblastik. Setiati S, Alwi A, Sudoyo AW, dkk.


Editor. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta:
Interna Publishing. 2015; 2602-7.

3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan


RI. Riset Kesehatan Dasar. 2015; 256.

4. Baldy CM. Gangguan Sel Darah Merah. Price SA, Lorraine MW. Editor.
Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:
EGC. 2006; 261-262.

5. Kumar, Abbas, Aster dkk. Sistem Hemopoiesis dan Limfoid. Dalam:


Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 9. Jakarta: Elsivier. 2013; 403-2,
416-8.

6. Lauralee S. Darah. Dalam: Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8.


Jakarta: EGC. 2015; 427.

7. Nugroho MR, Ratu A. Asupan Vitamin B12 terhadap Anemia


Megaloblastik pada Vegetarian di Vihara Meitriya Kirthi Palembang.
Journal Kesehatan Komunitas. KESKOM 2018; 4(2): 40-1.

8. Tangkilisan, H.A dan Debby R. Defisiensi Asam Folat. Sari Pediatri.


2002; 4 (1) : 21 – 5.

9. O’leary F, Samir S. Vitamin B12 in Health and Disease. Nutrients.


2010;(2): 299,303.

10. Babior BM, Bunn HF. Anemia Megaloblastik. Isselbacher, Braunwald, et


all. Editor. Dalam: Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Volume 2. 2013. Jakarta. EGC. Hal 1922-8.

11. Khan KM, Jialal I. Folic Acid (Folate) Deficiency. NCBI Bookshelf.
2018;1-4.

12. Shick P, Besa EC. Megaloblastic Anemia. Medscape. 2019;1-5.

16

Anda mungkin juga menyukai