Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

BAGIAN KEGAWATDARURATAN
DESEMBER 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

ANEMIA ET CAUSA MELENA

OLEH :
MUSFIRAH, S.KED
105505407818

PEMBIMBING
dr. H. Zakaria Mustari, Sp. PD., Finasim.

(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian Emergency)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa:


NAMA : MUSFIRAH, S.KED

Judul Laporan Kasus : Anemia et causa Melena

telah menyelesaikan Laporan Kasus dalam rangka Kepanitraan Klinik di BagianBedah


Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Desember 2021

Pembimbing,

dr. H. Zakaria Mustari, Sp. PD

1
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah subhanu wa


ta’ala karena atas rahmat, hidayah, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga
Laporan kasus dengan judul “ANEMIA EC MELENA” ini dapat terselesaikan.
Salam dan shalawat senantiasa tercurah kepada Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam, sang pembelajar sejati yang memberikan pedoman hidup yang
sesungguhnya.

Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih


dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing, dr. H.
Zakaria Mustari, Sp. PD., Finasim., yang telah memberikan petunjuk, arahan
dan nasehat yang sangat berharga dalam penyusunan sampai dengan selesainya
Laporan Kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan
kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini, baik dari isi maupun
penulisannya. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis
harapkan demi penyempurnaan laporan kasus ini.
Demikian, semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi pembaca secara
umum dan penulis secara khususnya.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, Desember 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ......................................................1


KATA PENGANTAR ........................................................................................2
DAFTAR ISI .......................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 5
BAB III STATUS PASIEN ................................................................................ 18
BAB IV DISKUSI .............................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 26

3
BAB I
PENDAHULUAN

Anemia masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut WHO


2011 anemia merupakan suatu kondisi jumlah sel darah merah tidak mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh.1 Kebutuhan fisiologis seseorang
bervariasi berdasarkan usia, jenis kelamin, tempat tinggal, perilaku merokok dan
kondisi kehamilan.
Penyebab anemia pada umumnya adalah karena kekurangan zat besi,
kekurangan asam folat, vitamin B12 dan vitamin A. Peradangan akut dan kronis,
infeksi parasit, kelainan bawaan yang mempengaruhi sintesis hemoglobin,
kekurangan produksi sel darah merah, dan perdarahan saluran cerna dapat
menyebabkan anemia.2
Perdarahan akut Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu
penyakit yang sering dijumpai di bagian gawat darurat rumah sakit. Sebahagian
besar pasien datang dalam keadaan stabil dan sebahagian lainnya datang dalam
keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan yang cepat dan tepat
Perdarahan saluran cerna seperti melena dapat mengakibatkan anemia pada
seseorang. Melena merupakan buang air besar yang berwarna kehitaman seperti
aspal umunya disebabkan karena adanya perdarahan saluran cerna bagian atas
mulai dari esofagus sampai duodenum. Warna merah gelap atau hitam berasal dari
konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam.
Penyebab saluran cerna bagian atas terbanyak dijumpai di Indonesia
adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 40-55%, menyusul gastritis
hemoragika dengan 20-25% dan ulkus peptikum 15-20%, dengan sisanya akibat
keganasan, uremia, dan lain sebagainya.3 Perdarahan saluran cerna bagian atas
dapat menyerang semua golongan usia dan kelamin. Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb, terkanan darah
selama perawatan dan lain-lain.2

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Anemia
a. Definisi
Anemia merupakan suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) di dalam
darah lebih rendah dari pada nilai normal untuk kelompok orang menurut
umur dan jenis kelamin. Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai
penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup
ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity).2
Berikut merupakan nilai rujukan normal kadar hemoglobin dalam darah
berdasarkan kelompokan umur menurut WHO 2001:
Tabel 1. Kadar Hemoglobin
KELOMPOK UMUR HEMOGLOBIN
(gr/dl)
6 bulan – 6 tahun < 11
Anak 6 tahun – 14 tahun <12
Wanita dewasa <12
Dewasa Laki-laki dewasa <13
Ibu hamil <11
Sumber : Hematologi Klinik Ringkas, 2015.

b. Prevalensi
Anemia merupakan kelainan yang sangat sering dijumpai baik di klinik
maupun di lapangan. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau
1500 juta orang menderita anemia dengan sebagian besar tinggal di daerah
tropik.4
Berdasarkan RISKESDAS 2013, proporsi anemia penduduk dengan
usia ≥ 1 tahun di Indonesia, ialah sebagai berikut:4

5
Tabel 2. Prevalensi Anemia Penduduk usia ≥ 1 tahun di Indonesia

c. Etiologi dan klasifikasi


Klasifikasi anemia menurut etiopatogenesis :2
1. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
a. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
• Anemia defisiensi besi
• Anemia defisiensi asam folat
• Anemia defisiensi vitamin B12
b. Gangguan penggunaan (utilasi) besi
• Anemia akibat penyakit kronik
• Anemia sideroblastik
c. Kerusakan sumsum tulang
• Anemia aplastik
• Anemia mieloplastik
• Anemia pada keganasan hematologi
• Anemia diseritropoietik
• Anemia pada sindrom mielodisplastik
d. Kekurangan eritropoietin

6
• Anemia pada gagal ginjal kronik
2. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia pasca perdarahan kronik
3. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya
(hemolisis)
a. Anemia hemolitik intrakorpuskular
b. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
4. Penyebab yang tidak diketahui atau dengan pathogenesis yang
kompleks
Klasifikasi lain untuk anemia berdasarkan gambaran morfologik
dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi
ini anemia dibagi menjadi 3 golongan :2
1. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV < 80fl dan MCH < 27pg
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalassemia major
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik
2. Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95fl dan MCH 27-
34pg
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasan hematogenik
3. Anemia makrositer, bila MCV > 95fl
a. Bentuk megaloblastik
• Anemia defisiensi asam folat
• Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa

7
b. Bentuk non megaloblastik
• Anemia pada penyakit hati kronik
• Anemia pada hipotiroidisme
• Anemia pada sindrom mielodisplastik
d. Patofisiologi dan Manifestasi Klinis
Gejala pada anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala, yaitu :
1. Gejala umum anemia
Dapat disebut pula sebagai sindroma anemia, timbul karena
iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh
terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada
setiap kasus anemia setelah penurunan hb sampai kadar tertentu
(Hb< 7g/dL).
Sindrom anemia terdiri dari lemah, lesu, cepat lelah, tinnitus,
mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas, dan
dyspepsia. Pada pemeriksaan fisik pasien tampak pucat yang
mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan
jaringan dibawah kuku.
2. Gejala khas masing-masing anemia
a. Anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis, dan kuku sendok (koilonychia)
b. Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologik pada
defisiensi vitamin B12
c. Anemia hemolitik : ikterus, splenomegali, dan hepatomegali
d. Anemia aplastik : perdarahan dan tanda-tanda infeksi
3. Gejala penyakit dasar
Sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut.
Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang berupa nyeri
perut, pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak
tangan. Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih
dominan, seperti anemia akibat penyakit kronik oleh karena
artritis reumatoid.

8
e. Diagnosis
Anemia merupakan suatu sindrom, bukan satu kesatuan penyakit,
yang dapat disebabkan oleh penyakit dasar. Tahap-tahap dalam
mendiagnosis anemia adalah :
1. Menentukan adanya anemia
2. Menentukan jenis anemia
3. Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia
4. Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan
mepengaruhi hasil pengobatan
Pemeriksaan penujang yang dapat dilakukan :
1. Pemeriksaan penyaring (hb, indeks eritrosit, hapusan darah tepi)
2. Pemeriksaan darah seri anemia (hitung leukosit, trombosit, retikulosit,
dan laju endap darah)
3. Pemeriksaan sumsum tulang (mengenai keadaan sistem
hematopoiesis)
4. Pemeriksaan khusus atas indikasi
a. Anemia defisinsi besi : serum iron, TIBC (total iron binding
capacity), saturasi transferrin, protoporfirin eritrosit, feritin
serum, reseptor transferin, dan pengecatan besi pada sumsum
tulang (Perl’s stain)
b. Anemia megaloblastik : folat serum, vitamin B12 serum, tes
supresi deoksiuridin dan tes schilling
c. Anemia hemolitik : bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis
hemoglobin
d. Anemia aplastik : biopsi sumsum tulang
f. Tatalaksana
Terapi yang dapat dilakukan pada pasien anemia adalah :2
1. Terapi untuk keadaan darurat seperti pada perdarahan akut akibat
anemia aplastic yang mengancam jiwa pasien atau anemia pasca
perdarahan akut yang disertai gangguan hemodinamik
2. Terapi suportif

9
3. Terapi khas untuk masing-masing anemia
4. Terapi kausal untuk mengobati peyakit dasar yang menyebabkan
anemia
Berikut merupakan tatalaksana khusus berdasarkan tipe anemia2 :
1. Anemia mikrositik hipokrom
a. Anemia defisiensi besi
Mengatasi penyebab pendarahan kronik, misalnya pada
ankilostomiasis diberikan antelmintik yang sesuai. Pemberian
preparat Fe :
• Fero sulfat 3 x 3,25 mg secara oral dalam keadaan perut
kosong, dapat dimulai dengan dosis yang rendah dan
dinaikkan bertahap pada pasien yang tidak kuat dapat
diberikan bersama makanan.
• Fero Glukonat 3 x 200 mg secara oral sehabis makan. Bila
terdapat intoleransi terhadap pemberian preparat Fe oral atau
gangguan pencernaan sehingga tidak dapat diberikan oral,
dapat diberikan secara parenteral dengan dosis 250 mg Fe (3
mg/kg BB). Untuk tiap gram % penurun kadar Hb di bawah
normal.
• Iron Dextran mengandung Fe 50 mg/l, diberikan secara intra
muskular mula-mula 50 mg, kemudian 100-250 mg tiap 1-2
hari sampai dosis total sesuai perhitungan dapat pula
diberikan intravena, mula-mula 0,5 ml sebagai dosis
percobaan. Bila dalam 3-5 menit menimbulkan reaksi boleh
diberikan 250-500 mg.
b. Anemia penyakit kronik
Terapi terutama ditunjukkan pada penyakit dasarnya. Pada
anemia yang mengancam nyawa, dapat diberikan transfusi darah
merah seperlunya. Pengobatan dengan suplementasi besi tidak
diindikasikan kecuali untuk mengatasi anemia pada artritis

10
rheumatoid. Pemberian kobalt dan eritropoetin dikatakan dapat
memperbaiki anemia pada penyakit kronik.
2. Anemia Makrositik
a. Defisiensi Vitamin B12
Pemberian Vitamin B12 1000 mg/hari IM selama 5-7 hari
1x/bulan
b. Defisiensi asam folat
Meliputi pengobatan terhadap penyebabnya dan dapat dilakukan
pula dengan pemberian/suplementasi asam folat oral 1 mg/har
3. Anemia Akibat Perdarahan
a. Perdarahan Akut
• Mengatasi perdarahan
• Mengatasi renjatan dengan transfusi darah atau pemberian
cairan perinfus
b. Perdarahan Kronik
• Mengobati sebab perdarahan
• Pemberian preparat Fe

II. Perdarahan Saluran Cerna bagian Atas


a. Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas didefinisikan sebagai perdarahan
yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum
distal. Perdarahan saluran cerna dapat ditemukan dalam beberapa keadaan
yaitu hematemesis, melena, hematokezia, ataupun perdarahan
tersembunyi. Sebagian besar perdarahan saluran cerna bagian atas terjadi
sebagai akibat penyakit ulkus peptikum (PUD, peptic ulcer disease) yang
disebabkan oleh H. Pylori, penggunaan obat-obat anti-inflamasi non-
steroid (OAINS), merokok, atau alkohol. Robekan Mallory-Weiss, varises
esofagus, dan gastritis merupakan penyebab perdarahan saluran cerna
bagian atas yang jarang. . Untuk keperluan klinik dibedakan perdarahan
varises esofagus dan non-varises (gastritis erosif, ulcus pepticum), karena

11
antara keduanya terdapat ketidaksamaan dalam pengelolaan dan
prognosisnya 5
b. Epidemiologi
Insiden perdarahan SCBA bervariasi mulai dari 48-160 kasus per
100.000 populai, insidens tertinggi pada laki-laki dan lanjut usia.6,7
Lebih dari 60% perdarahan SCBA disebabkan oleh perdarahan ulkus
peptikum, perdarahan varises esofagus hanya sekitar 6%.7 Etiologi lain
adalah malformasi arteriovenosa, Mallory-Weiss tear, gastritis dan
duodenitis, di Indonesia, sekitar 70% penyebab SCBA adalah ruptur
varises esofagus. Namun, dengan perbaikan manajememn penyakit hepar
kronik dan peningkatan populasi lanjut usia, proporsi perdarahan ulkus
peptikum diperkirakan bertambah. 6,7
c. Etiopatologi
1. Varises Esofagus
Varises esofagus merupakan penyebab perdarahan yang paling sering
dan paling berbahaya pada sirosis hepatis yang merupakan penyebab dari
sepertiga angka kematian keseluruhan. Penyebab lain perdarahan pada
saluran cerna atas yang sering ditemukan juga adalah adalah tukak lambung
dan duodenum (pada sirosis, insidensi gangguan ini meningkat), erosi
lambung akut, dan kecenderungan perdarahan (akibat masa protrombin
yang memanjang dan trombositopenia).
Penderita datang dengan melena atau hematemesis. Tanda perdarahan
kadang – kadang adalah ensefalopati hepatik. Hipovolemia dan hipotensi
dapat terjadi bergantung pada jumlah dan kecepatan kehilangan darah.8
2. Ulkus Peptikum
Penyakit tukak peptik yaitu tukak lambung dan tukak duodenum
merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan dalam klinik terutama
daladm kelompok umur di ataa umur 45 tahun. Perdarahan yang terjadi
pada saluran cerna bagian atas akibat ulkus peptikum merupakan penyulit
yang paling sering ditemukan, sedikitnya ditemukan pada 15 hingga 25%
kasus selama perjalanan penyakit. Walaupun ulkus di setiap tempat dapat

12
mengalami perdarahan, namun tempat perdarahan yang paling sering
adalah dinding posterior bulbus duodenum, karena tempat ini dapat terjadi
erosi arteri pankreatikoduodenalis atau arteria gastroduodenalis. 8
Gejala yang berkaitan dengan perdarahan ulkus bergantung pada
kecepatan kehilangan darah. Hematemesis atau melena dengan tanda syok
apabila perdarahan masif dan perdarahan tersembunyi yang kronik
sehingga dapat menyebabkan terjadinya anemia defisiensi besi. Hasil
pemeriksaan darah samar dari feses dapat memperlihatkan hasil yang
positif (tes guaiac positif) atau feses mungkin berwarna hitam dan seperti
ter (melena). Perdarahan masif dapat mengakibatkan hematemesis (muntah
darah), menimbulkan syok, dan dapat memerlukan transfusi darah serta
pembedahan darurat. Mortalitas berkisar hingga 10%, dan pasien yang
berusia lebih dari 50 tahun memiliki angka mortalitas yang lebih tinggi. 8
Insiden perdarahan akibat tukak sebesar 15 – 25% dan cenderung
meningkat pada usia lanjut, yakni di atas usia 60 tahun akibat adanya
penyakit degeneratif dan meningkatnya pemakaian OAINS (20% tanpa
simptom dan tanda penyakit sebelumnya). Sebagian besar perdarahan dapat
berhenti secara spontan, sebagian memerlukan tindakan endoskopi terapi,
bila gagal dilanjutkan dengan terapi operasi (5% dari pasien yang
memerlukan transfusi darah). Pemberian pantozol/PPI 2 amp/100cc NaCl
0.9 drips selama 10 jam secara parenteral dan diteruskan beberapa hari
dapat menurunkan kejadian ulang perdarahan, pemberian transfusi dengan
memperhatikan tanda – tanda hemodinamik, yakni:
a. Tekanan darah sistol <100 mmHg
b. Hb <10 gr
c. Nadi >100 x/menit
d. Hematokrit <30% / jam dianjutkan untuk pemberian transfusi dengan
darah segar hingga hematokrit mencapai ≥30%.
3. Gastritis Erosif
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan
mukosal lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal. Pada

13
gastritis akan didapatkan mukosa memerah, edema, dan ditutupi oleh
mukus yang melekat serta sering terjadi erosi kecil dan perdarahan. Derajat
perdarahan yang ada sangat bervariasi. Manifestasi klinis gastritis erosif ini
dapat bervariasi dari keluhan abodmen yang tidak jelas, seperti anoreksia,
bersendawa, atau mual, sampai gejala yang lebih berat seperti nyeri
epigastrium, muntah, perdarahan, dan hematemesis. Pada beberapa kasus
tertentu, bila gejala–gejala tersebut menetap dan adanya resistensi terhadap
pengobatan, maka akan diperlukan tindakan diagnostik tambahan seperti
endoskopi, biopsi mukosa, dan analisis cairan lambung untuk memperjelas
penegakan diagnosis. 8
Terjadinya gastritis erosif dapat disebabkan oleh berbagai hal,
misalnya:
a. Penggunaan obat anti–inflamasi non- steroid (OAINS) yang memiliki
efek perusakan mukosa yang bersifat lokal dan sistemik. Contoh
OAINS yang dapat menimbulkan gastritis erosif hingga menjadi ulkus
ini adalah indometasin, diklofenak, aspirin (terutama dosis tinggi),
ibuprofen, naproksen, serta obat – obat yang lain berupa sulfonamida,
steroid, dan digitalis. Selain itu, asam empedu, enzim pankreas, dan
etanol juga diketahui dapat mengganggu sawar mukosa lambung. Efek
anti–inflamasi dan analgetiknya terutama didasarkan melalui
penghambatan siklooksigenase sehingga menghambat sintesis
prostaglandin (dari asam arakidonat). Salah satu efek OAINS yang
tidak diinginkan adalah obat ini menghambat sintesis prostaglandin
secara sistemik, termasuk di epitel lambung dan duodenum, serta
menurunkan sekresi HCO3- sehingga memperlemah perlindungan
lapisan mukosa dan juga menghentikan penghambatan sekresi asam.
Selain itu, obat ini juga merusak mukosa secara lokal melalui difusi
non-ionik ke dalam sel mukosa. Efek penghambatan obat ini terhadap
agregasi trombosit akan meningkatkan bahaya perdarahan ulkus.
b. Stres, yakni kegagalan multi-organ, luka bakar, pembedahan, trauma
sistem saraf pusat.

14
c. Penyalahgunaan konsumsi alkohol dan zat kimia korosif
Alkohol pada konsentrasi 40% (minuman keras) menyebabkan
nekrosis epitel permukaan dan kapiler dan perdarahan interstisial.
NSAID dan alkohol menurunkan aliran darah nukosa lambung sehingga
pertahanan mukosa lambung berkurang. NSAID menghambat produksi
prostaglandin, sedangkan alkohol mempromosi berkurangnya senyawa
sulfihidril pada mukosa lambung.
d. Trauma akibat gastroskopi, tertelannya benda asing, rasa enek, muntah
dan mual berlebihan
d. Manifestasi Klinis
Perdarahan saluran cerna dapat muncul dengan manifestasi klinis
yang berbeda. Hematemesis adalah muntah darah yang berwarna merah
kecoklatan. Darah dapat berwarna kecoklatan bila terjadi konversi Hb
menjadi hematin oleh asam lambung. Melena menggambarkan tinja
berwarna hitam yang mengandung darah yang telah mengalami proses
pencernaan. Tinja biasanya berwarna hitam seperti ter, berbau busuk,
dan lengket. Darah semakin gelap setelah melalui saluran cerna karena
pemecahan Hb oleh asam lambung dan pepsin di lambung atau oleh
bakteri di usus. Perubahan warna tinja ini dipengaruhi oleh lokasi
perdarahan, jumlah, dan laju perdarahan di usus.
Hematemesis dengan atau melena biasanya mencerminkan
perdarahan saluran cerna bagian atas. Melena mencerminkan bahwa
darah telah berada dalam saluran cerna minimal 14 jam.
Pada perdarahan saluran cerna bagian atas biasanya ditemukan
bising usus meningkat hal ini menunjukkan bahwa adansya darah yang
melewati usus dan peningkatan nitrogen urea darah akibat volume dan
protein darah diserap di usus halus.
e. Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik membantu mengetahui lokasi,
derajat, dan lama perdarahan serta menilai prognosis dan risiko
perdarahan berulang. Riwayat penyakit dahulu perlu ditanyakan untuk

15
mencari penyakit dasar, seperti gejala nyeri epigastric kronik, penyakit
jantung, penyakit paru, penyakit hati, dan kanker. Riwayat obat-obatan
dan alkohol juga dapat membantu mengarahkan diagnosis.
Penentuan status hemodinamika dan derajat perdarahan dengan
pengukuran tekanan darah dan denyut jantung. Perdarahan yang nyata
secara klinis dapat mengakibatkan perubahan TD dan laju denyut jantng
dengan perubahan posisi, takikardi dan hipotensi. Tekanan darah
sistolik lebih rendah dari 100mmHg pada pasien yang sebelumnya
normotensi dengan denyut nadi lebih dari 100 kali per menit
menunjukkan volume darah berkurang 20%. Tekanan darah yang
berkurang lebih dari 10 mmHg dan denyut nadi yang meningkat 20 kali
per menit pada perubahan posisi telentang menjadi duduk menunjukkan
kehilangan darah setidaknya 1000ml.
Kadar Hb tidak langsung turun pada perdarahan yang akut karena
proporsi volume plasma dan sel darah merah yang hilang setara. Kadar
Hb akan turun saat cairan ekstravaskular masuk ke pembuluh darah
untuk mengganti volume yang hilang. Proses ini baru terjadi hingga 72
jam setelah perdarahan. Pada perdarahan gastrointestinal kronik, kada
Hb dapat sangat rendah walaupun tekanan darah dan denyut nadi
normal. Pemeriksaan laboratorium yang perlu adalah hematokrit, hitung
leukosit, hitung trombosit, waktu perdarahan, PT, APTT, kadar
elektrolit serum, tes fungsi hati, dan tes fungsi ginjal.
Endoskopi merupakan pemeriksaan diagnostik pilihan (gold
standard) terhadap perdarahan saluran cerna bagian atas. Endoskopi
sebaiknya segera dilakukan bila terdapat instabilitas hemodinamik.
f. Tatalaksana
Resusitasi cairan harus dilakukan jika pasien mengalami
perdarahan gastrointestinal yang berat. Cairan salin normal dapat segera
diberikan untuk menggantikan volume intravascular yang hilang.
Pemberian oksigen bermanfaat untuk memaksimalkan kapasitas darah
membawa oksigen. Pemberian transfuse darah bergantung pada usia

16
pasien, adanya penyakit kardiopulmoner, dan derajat perdarahan. Srcara
umum, hematokrit sebaiknya dipertahankan kadar pada 30% untuk
pasien tua dan 20% untuk pasien muda yang sehat. Pemasangan pipa
nasogastric dan lavase lambung dapat mengurangi distensi lambung dan
memperbaiki hemostatic.
Penggunaan obat-obatan antifibrinolitik misalnya asam tranexamat
cukup rasional karena tingginya kandungan enzim-enzim fibrinolitik
pada traktus digestif. Penggunaan asam tranexamat dapat menurunkan
kejadian perdarahan berulang sebesar 20-30%, tindakan operatif 30-
40%, dan tingkat mortalitas sebesar 40%.
Obat anti-sekresi asam yang bermanfaat untuk mencegah
perdarahan berulagn karena tukak peptic adalah inhibitor pompa proton
dosis tinggi. Diawali bolus omeprazol 80 mg/iv kemudian dilanjutkan
per infus 8mg/kgBB/jam selama 72 jam. Pada perdarahan SCBA ini,
antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 masih boleh diberikan
untuk tujuan penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarahan.
Antagonis reseptor H2 dalam mencegah perdarahan ulang SCBA
karena tukak peptik kurang bermanfaat.
Pemberian vitamin K pada pasien dengna penyakit hati kronis yang
mengalami perdarahan SCBA diperbolehkan, dengan pertimbangan
pemberian tersebut tidak merugikan dan relatif murah

17
BAB III

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien
− Nama Pasien : Tn. J
− Jenis Kelamin : Laki-laki
− Usia : 57 tahun
− Pekerjaan : Petani
− Alamat : Borong Loe
− Status Pernikahan : Menikah
− Suku : Makassar
− Agama : Islam
− Tanggal Masuk Perawatan : 24 November 2021

II. Anamnesis
A. Keluhan Utama
BAB berwarna hitam
B. Riwayat Penyakit Sekarang
C. Pasien datang dengan keluhan BAB berwarna hitam konsistensi cair sejak ±1
minggu yang lalu dengan frekuensi 5 kali. Pasien mengeluh demam yang naik
turun sejak 1 minggu yang lalu. Terdapat keluhan lainnya seperti mual, nyeri
ulu hati, lemas, nafsu makan menurun, dan kepala terasa pusing. Pasien BAK
berwarna gelap seperti teh, mimisan, batuk berdarah maupun muntah berdarah
disangkal. Riwayat alkohol dan merokok sejak muda. Pasien pernah
mengalami keluhan yang sama bulan 7 lalu. Riwayat hipertensi dan diabetes
melitus disangkal. Riwayat berobat 6 bulan disangkal. Pasien sering minum
obat pereda nyeri seperti ibuprofen.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada.

18
E. Riwayat Sosial
Pasien memiliki kebiasaan merokok, minum alkohol sejak remaja namun
berhenti 1 tahun yang lalu.

III. Primary Survey


A. Airway : Clear
B. Breathing : 20x/menit
C. Circulation : Nadi 85xmenit, Tekanan Darah 110/70 mmHg, SpO2 98%
F. Disability : GCS 15 (E4 M6 V5)
D. Exposure : 36,6oC, akral dingin tampak pucat
IV. Secondary Survey
A. Alergi : riwayat alergi disangkal
B. Medication : riwayat sering mengonsumsi obat antinyeri
C. Penyakit : Keluhan yang sama bulan 7 lalu
D. Last Meal : Makanan biasa
E. Event : Pasien datang dengan keluhan BAB berwarna hitam
konsistensi cair sejak ±1 minggu yang lalu dengan frekuensi 5 kali. Pasien
mengeluh demam yang naik turun sejak 1 minggu yang lalu. Terdapat keluhan
lainnya seperti mual, nyeri ulu hati, lemas, nafsu makan menurun, dan kepala
terasa pusing. Pasien BAK berwarna gelap seperti teh, mimisan, batuk
berdarah maupun muntah berdarah disangkal. Riwayat alkohol dan merokok
sejak muda. Pasien pernah mengalami keluhan yang sama bulan 7
lalu.Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit hepatitis disangkal.
Riwayat berobat 6 bulan disangkal. Pasien sering minum obat pereda nyeri
seperti ibuprofen.

F. Status Generalis
• Kepala : Normocephal
• Rambut : Abu-abu, tidak mudah rontok, distribusi tidak merata
• Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (2,5mm/2,5mm), refleks cahaya (+/+)

19
• Telinga : Bentuk normal, simetris, ottorae (-/-)
• Hidung : Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), septum deviasi (-/-)
• Mulut : Mulut simetris, bibir pucat (+), bibir kering (-),
• Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar
getah bening, JVP tidak meningkat
• Berat Badan : 60 kg
Thorax
Cor :
• Inspeksi : Tidak tampak ictus cordis
• Palpasi : Ictus kordis tidak teraba pulsasi, tidak ada vibrasi
• Perkusi : Batas jantung normal
• Auskultasi : BJ S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
Dextra Sinistra
Inspeksi Pergerakan simetris, Pergerakan simetris,
retraksi (-) retraksi (-)
Palpasi Vokal fremitus normal Vokal fremitus normal
kanan = kiri kanan = kiri
Perkusi Sonor seluruh lapang Sonor seluruh lapang
paru paru
Auskultasi Vesikuler (+), suara Vesikuler (+), suara
tambahan paru; tambahan paru;
wheezing (-), ronki (-) wheezing (-), ronki (-)
Abdomen
Inspeksi : Dinding abdomen cembung, spider naevi (-), rose spot
(-), warna kulit sama dengan warna kulit sekitar,
jaundice (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani seluruh region abdomen, shifting dullness (-),
undulasi (-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak
teraba, ballottement ginjal (-)
Ekstremitas : Pucat (+/+), edem (-/-), CRT <2 detik, akral dingin (-/-
), sianosis (-), turgor kulit normal

20
V. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil ( 24 November Nilai Rujukan
2021)
HEMATOLOGI
Hemoglobin 5,4 ↓ 12-16 g/dl
Hematokrit 17,3% ↓ 35-55%
Eritrosit 2.26x106↓ 4.3 – 6.0 juta/μL
Leukosit 7.100 4.800-10.800 /μL
Trombosit 292.000 150.000-400.000 /μL
MCV 76.5 ↓ 80-96 fL
MCH 23↓ 27-32 pg
MCHC 31 ↓ 32-36 g/dL

VI. Diagnosis
• Anemia ec. Melena
Diagnosa Banding : anemia perdarahan akut, anemia defisiensi B12
VII. Penatalaksanaan
− Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit pasien dan rencana tatalaksana.
− Pasien di konsul ke bagian Interna
− Rencana transfusi darah Pack Red Cell
− IVFD NaCl 28 tpm.
− Injeksi Omeprazole 2x40 mg bolus (dosis awal)
− Injeksi Vitamin K 3x10 mg, IV
− Injeksi Asam traneksamat 3x 1 gr IV
− Sukralfat 4x1 cth syrup
VIII. Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam

21
IX. Resume
Pasien datang dengan keluhan BAB berwarna hitam konsistensi cair sejak ±1
minggu yang lalu dengan frekuensi 5 kali. Pasien mengeluh demam yang naik
turun sejak 1 minggu yang lalu. Terdapat keluhan lainnya seperti mual, nyeri ulu
hati, lemas, nafsu makan menurun, dan kepala terasa pusing. Pasien BAK
berwarna gelap seperti teh, mimisan, batuk berdarah maupun muntah berdarah
disangkal. Riwayat alkohol dan merokok sejak muda. Pasien pernah mengalami
keluhan yang sama bulan 7 lalu. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, dan
penyakit hepatitis disangkal. Riwayat berobat 6 bulan disangkal. Pasien sering
minum obat pereda nyeri seperti ibuprofen. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
pasien tampak sakit sedang, compos mentis dan GCS 15. Tekanan darah 130/85
mmHg, pernafasan 20x/menit, nadi 85x/menit, suhu 37,7oC. Pada status generalis
ditemukan pada konjungtiva tampak anemis, bibir, telapak tangan, dan telapak
kaki tampak pucat. Pada pemeriksaan paru bunyi napas vesikuler tidak ditemukan
suara tambahan napas. Pada kedua lapangan paru. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan anemia mikrositik hipokrom yaitu Hb 5,4 g/dL, MCV
76,5 fL, MCH 23 pg, hematokrit rendah 17,3%, eritrosit rendah 2.26x106 /uL.
Dalam kasus ini perlunya pemeriksaan GDS, fungsi ginjal, fungsi hati, profil
lipid, dan elektrolit, EKG dan foto thorax. Pada pasien ini didiagnosis kerja
dengan anemia et causa anemia et causa suspek gastritis erosif. Diagnosis banding
anemia perdarahan akut dan anemia akibat defisiensi B12. Pasien tersebut
diberikan penatalaksanaan dengan mengedukasi pasien dan keluarganya tentang
penyakit dan rencana tatalaksana, pasien dikonsul ke bagian interna, rencana
transfuse Pack Red Cell, pemberian IVFD NaCl 28 tpm, Injeksi asam tranexamat
1 amp/drips, Injeksi Vit K 1 amp/drips, Injeksi Omeprazol 2x 40 mg, sucralfate
syr 4x1cth.

22
BAB IV

DISKUSI

Pada pasien ini mengeluh BAB cair berwarna hitam sejak 1 minggu yang
lalu. Hal ini merupakan gejala utama yang diakibat oleh perdarahan saluran cerna
bagian atas. Penyebab perdarahan saluran cerna atas secara umum untuk
keperluan klinis dibagi menjadi penyebab varises (varises esophagus) dan non
varises (gastritis erosif, ulcus pepticum). Pada pasien ditemukan adanya keluhan
nyeri ulu hati, riwayat sering mengonsumsi obat-obatan antinyeri yaitu ibuprofen
dan riwayat merokok dan minum alkohol dalam jangka waktu yang lama sehingga
mendukung diagnosis gastritis erosif. Riwayat perut membuncit, penyakit hati
kronis, penyakit kuning disangkal sehingga perdarahan karena varises esophagus
dapat disingkirkan. Selain itu didapatkan adanya keluhan pusing, lemas dan pada
pemeriksaan fisis ditemukan adanya anemis pada konjungtiva, ekstremitas tampak
pucat menunjukkan adanya gejala anemia yang kemungkinan disebabkan oleh
melena.
Manifestasi klinis perdarahan saluran cerna mencerminkan tempat,
penyebab, dan kecepatan perdarahan. Perdarahan saluran cerna meliputi
hematemesis, melena, dan hematosesia. Hematemesis adalah muntah darah yang
berwarna merah kecoklatan. Darah dapat berwarna kecoklatan bila terjadi
konversi Hb menjadi hematin oleh asam lambung. Melena menggambarkan tinja
berwarna hitam yang mengandung darah yang telah mengalami proses
pencernaan. Tinja biasanya berwarna hitam seperti ter, berbau busuk, dan lengket.
Darah semakin gelap setelah melalui saluran cerna karena pemecahan Hb oleh
asam lambung dan pepsin di lambung atau oleh bakteri di usus. Penyebab
tersering dari perdarahan saluran cerna atas adalah ulkus peptikum dan gastritis
erosif, dan lainnya kanker lambung, ulkus esofagus, varises esofagus, sindroma
Mallory weis, karsinoma esofagus, ulkus duodeni, dan karsinoma duodeni.
Pasien ini mangalami melena dan mengindikasikan adanya perdarahan
pada saluran cerna bagian atas. Untuk menegakkan diagnosis pasti (gold standar)
yaitu dengan pemeriksaan endoskopi. Tetapi karena keterbatasan fasilitas,

23
diagnosisnya ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang muncul pada pasien.
Dari anamnesis didapatkan banyak temuan, yaitu adanya keluhan BAB cair hitam
seperti ter tanpa adanya riwayat penyakit hati kronis. Selain itu juga didapatkan
riwayat keluhan yang sama dan riwayat mengkonsumsi obat-obatan anti nyeri
yaitu ibu profen dan minum alkohol sejak muda. Dari data tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa melena pada pasien ini disebabkan oleh perdarahan saluran
cerna bagian atas dan kemungkinan besar disebabkan oleh gastritis erosif yang
merupakan penyebab tersering, dan bukan disebabkan oleh perdarahan varises,
seperti varises gastroesofageal yang disebabkan penyakit hati kronis karena tidak
didapatkan adanya riwayat penyakit hati kronis.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan gambaran klinis anemis yaitu pada
konjungtiva anemis dan ekstremitas tampak pucat, nyeri tekan pada regio
epigastrik, dan tidak didapatkan tanda-tanda peningkatan tekanan porta yang
disebabkan penyakit hati kronis, seperti ascites, caput medusa, spider nevi, ikterik,
dan lain sebagainya. Data-data tersebut mendukung diagnosis perdarahan saluran
cerna bagian atas dengan penyebab tersering adalah gastritis erosif.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya penurunan Hb dan
eritosit yaitu Hb 5,4 gr/dL disertai penurunan nilai MCV dan MCH sehingga
pada pasien ini dapat diklasifikasikan jenis anemia berdasarkan morfologinya
pada pasien ini adalah anemia mikrositik hipokrom. Berdasarkan referensi diatas
salah satu penyebab anemia mikrositik hipokrom adalah anemia karena penyakit
kronik, anemia defisiensi besi, namun untuk memastikan perlunya pemeriksaan
kadar Fe dan Ferritin namun tidak didapatkan gejala dan tanda yang mengarah ke
anemia defisiensi Fe. Sehingga kemungkinan kasus anemia ini merupakan anemia
karena penyakit kronik yang mana gastritis erosive telah berlangsung lama.
Pada kasus perdarahan saluran cerna biasanya bisa menyebabkan syok
hipovolemi karena kehilangan darah yang banyak. Oleh karena itu, yang
dilakukan adalah harus distabilkan terlebih dahulu kondisi hemodinamiknya yaitu
dengan resusitasi cairan menggunakan kristaloid dengan akses IV 2 jalur jika
diperlukan. Pasien disarankan dipasang infus 2 jalur. Satu jalur untuk obat khusus
dan 1 jalur untuk tranfusi selang seling. Namun pada pasien ini tidak didapatkan

24
adanya tandak syok hipovolemik karena status hemodinamiknya stabil. Jika
Hemoglobin (Hb) < 8 gr/dl atau perdarahan masif dan terdapat tanda-tanda
kegagalan sirkulasi maka pasien dapat diberikan transfusi. Pada pasien ini kadar
Hb ) < 8 gr/dl sehingga perlu diberikan transfuse pack red cells.
Untuk mengurangi asam lambung, diberikan juga Proton Pump Inhibitor
(PPI) yaitu omeprazole yang dapat mengurangi sekresi asam lambung dengan
jalan menghambat enzim H+, K+, Adenosine Triphosphatase (ATPase) (enzim ini
dikenal sebagai pompa proton) secara selektif dalam sel-sel parietal. Pada pasien
ini diberikan diawali dengan bolus omeprazol 2 ampul 40 mg/iv.
Pemberian sukralfat pada kasus ini didasari mekanisme kerja sukralfat atau
aluminium sukrosa sulfat diperkirakan melibatkan ikatan selektif pada jaringan
ulkus yang nekrotik, dimana obat ini bekerja sebagai sawar terhadap asam, pepsin,
dan empedu. Obat ini mempunyai efek perlindungan terhadap mukosa termasuk
stimulasi prostaglandin mukosa. Selain itu, sukralfat dapat langsung mengabsorpsi
garam-garam empedu.
Pemberian Tranexamic acid merupakan agen antifibrinolytic seperti asam
tranexamat cukup rasional karena tingginya kandungan enzim-enzim fibrinolitik
pada traktus digestif. pada pasien ini diberikan asam tranexamat 1 amp/drip.
Vitamin K dapat membantu mempercepat pembekuan darah, sehingga dapat
meminimalisi perdarahan pada saluran pencernaan pasien.
Dalam kasus ini perlunya pemeriksaan GDS, fungsi ginjal, fungsi hati,
profil lipid, dan elektrolit, EKG dan foto thorax. Untuk mengetahui kondisi pada
pasien secara komprehensif sehingga penatalaksanaan selanjutnya dapat
diberikan.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO 2011. The Global Prevalence of Anaemia in 2011. Department of


Nutrition for Health and Development (NHD) World Health Organization 20,
Avenue Appia, 1211 Geneva .
2. Bakta IM. 2015. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
3. Hilmy. 2010. Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan Praktis.
Jakarta: Binarupa Aksara
4. Trihono. 2013. RISKESDAS 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
5. Waleleng BJ, Abdullah M. 2019. Perdarahan Saluran Cerna. Dalam Buku I :
EIMED (Emergency in Internal Medicine) Dasar. Setyohadi B, Arsana PM,
Soeroto AY, Suryanto A, Abdullah M dkk (editor). Jakarta: Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam.
6. McCoy CC, Shapiro ML. 2016. Stabilization of Patients Presenting with
Upper Gastrointestinal Bleeding. In: Gastrointestinal Bleeding. 2nd ed. New
York: Springer Science. p. 3.
7. Nugraha DA. 2017. Diagnosis dan Tatalaksana Perdarahan Saluran Cerna
Bagian Atas Non-variseal. Cermin Dunia Kedokt.; 44(5):323–7.
8. Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Vol. 1. 6th ed. Jakarta: EGC.
9. Purnomo HD. 2019. Gastritis Erosif Akut. Dalam : EIMED PAPDI 2
Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Setyohadi B, Arsana PM, Nasution AS.
(editor). Jakarta : Internapublishing.

26

Anda mungkin juga menyukai