Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

PREKLINIK DASAR KEBIDANAN SEMESTER III PADA AN “G” DENGAN


ANEMIA DI RS UNAND

DISUSUN OLEH : REVI MELIA CIPTA


NIM : 2215201059

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
( STIKES ALIFAH PADANG )
2023/2024
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus individu dengan judul PREKLINIK DASAR KEBIDANAN SEMESTER III
PADA AN “G” DENGAN ANEMIA DI RS UNAND telah diperiksa dan disetujui oleh
preceptor akademik dan preceptor klinik, sebagai salah satu tugas preklinik kebidanan
semester III Program Sarjana Kebidanan STIKes Alifah Padang.

Padang…………….20…

Preseptor Akademik Preseptor


Klinik

( ) (
) NIDN : NIP:

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul
“LAPORAN KASUSPREKLINIK DASAR KEBIDANAN SEMESTER III PADA
AN “G” DENGAN ANEMIA DIMERANTI RS UNAND” Dalam pembuatan karya
tulis ilmiah ini penulis tentu mengalami kesulitan. Namun, berkat dorongan,
dukungan, dan semangat dari orang-orang terdekat sehingga penulis mampu
menyelesaikannya dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih.

Padang,11Januari 2024

REVIMELIA CIPTA

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iiii
BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
1.1 Definisi ................................................................................................................5
1.2 Etiologi ................................................................................................................6
1.3 Patofisiologi.........................................................................................................9
1.4 Manifestasi Klinis ...............................................................................................9
1.5 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................................9
1.6 Penatalaksanaan Medis .......................................................................................12
BAB 2. ASUHAN KEBIDANAN BERDASAR KASUS.......................................14
2.1 Pengkajian ...........................................................................................................14
2.2 Analisis Data .......................................................................................................20
2.3 Intervensi .............................................................................................................22
2.4 Implementasi........................................................................................................32
2.5 Evaluasi ...............................................................................................................37
BAB 3. PATHWAYS...............................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................40

iv
BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi
Anemia merupakan kondisi klinis akibat kurangnya suplai sel darah merah sehat,
volume sel darah merah dan jumlah hemoglobin. Hipoksia terjadi karena tubuh
kekurangan suplai oksigen. Anemia juga mencerminkan kondisi patogenik yang
mengarah pada abnormalitas jumlah, struktur dan fungsi sel darah merah dalam tubuh
(Joyce & Jane, 2014).
Anemia juga dapat dikatakan sebagai keadaan dimana, masa eritrosit dan masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan tubuh. Secara labolatorium anemia terjadi karena penurunan kadar hemoglobin
serta nilai eritrosit yang tidak normal.
Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein
pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya
untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer sehingga pengiriman
O2 ke jaringan menurun. Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel
darah dan kadar hematokrit dibawah normal. anemia merupakan penyakit kurang darah
yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah
dibandingkan normal (Soebroto, 2010).

Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari
normal, berdasarkan kelompok jenis kelamin orang dewasa, batas normal dari kadar Hb
dalam darah dapat dilihat pada tabel berikut :

5
Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa anemia merupakan kurangnya suplai sel
darah merah (eritrosit) dan jumlah hemoglobin dalam tubuh menurun sehingga dapat
mengakibatkan hipoksia, karena kurangnya suplai oksigen didalam tubuh.

1.2...............................................................................................................................Etiologi
Anemia merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh berbagai macam
penyebab. Berdasarkan penyebabnya anemia dapat dibedakan menjadi 4 yaitu (Black J &
Hawks J, 2014):
A. Akibat Penurunan Produksi Eritrosit
1. Anemia Aplastik terjadi akibat kegagalan produksi, supresi atau destruksi sel induk
di dalam sumsum tulang yang menyebabkan penurunan produksi eritrosit, leukosit
dan trombosit (pansitopenia). Sumsum tulang menunjukkan penurunan yang nyata
pada selularitas.

2. Aplasia Eritrosit terjadi akibat adanya gangguan yang sering mengalami remisi
spontan atau sebagai respon terhadapa terapi kortikosteroid. Aplasia eritrosit yang
di dapat biasanya merupakan komplikasi sementara yang terjadi pada anemi
hemolitik kongental (misalnya anemia sel sabit).
3. Anemia penggantian sumsum (leukoeritroblastik) akibar dari terkenanya rongga
sumsum tulang oleh neoplasma metastatik, limfoma atau leukimia, penyakit
granulomatosa diseminata (misalnya tuberkulosis), ribrosa atau abses multipel
memindahkan dan menggantikan unsur-unsur sumsum normal. Penggantian sel-sel
sumsum yang berproliferse dengan derajat mamadai dapat mengakibatkan anemia,
leukopenia atau trombositopenia.

6
4. Anemia megaloblastik adalah bagian anemia makrositik yang terjadi karena
kelainan maturasi fase eritropoiesis dalam sumsum tulang. Mengakibatkan
prekursor eritroid membesar dan menunjukkan kegagalan maturasi inti (Black J &
Hawks J, 2014).
5. Anemia pernisiosa adalah bentuk anemia megaloblastik yang disebabkan oleh
kekurangan vitamin B12.
6. Anemia defisiensi besi adalah penyebab anemia tersering diseluruh dunia. Anemia
defisiensi besi sering terjadi karena infeksi cacing tambang. Keseimbangan besi
normal diatur terutama oleh perubahan pada absorpsi besi dalam usus untuk
menyesuaikan kehilangan zat besi normal didalam tubuh akibat sekresi, sel-sel
tereksfoliasi dan darah menstruasi. Besi plasma berkompleksi dengan protein
transferin pengikat besi. Plasma normal memiliki transferin yang cukup (kapasitas
pengikat besi) untuk mengikat 250-400 µg besi desiliter darah. Pada orang dewasa
normal, sekitar 30% transfersin mengalami saturasi, besi plasma normal adalah
sebesar 50-150 µ/dl.
7. Anemia penyakit kronik terjadi akibat dari komplikasi penyakit kronik (misal,
infeksi kronik, penyakit kolagen dan neoplasma ganas). Anemia pada kasus ini
disebabkan oleh kegagalan pengankutan cadang besi menuju plasma dan menuju
eritrosit yang sedang berkembang. Han ini menyebabkan kegagalan
hemoglobinisasi dan anemia.
8. Anemia akibat gagal ginjal kronik biasanya terjadi pada pasien gagal ginjal kronik
karena mengalami anemia normokrom normositik yang disebabkan oleh kegagaln
sekresi eritropoietin normal oleh ginjal. Sumsum tulang dapat menunujukkan
hipoplasia ringan pada rangkaian eritroid.
9. Anemia sideroblastik ditandai dengan gambaran eritrosit darah tepi yang
hiprokomik, mikrositik atau dimorfik. Gambaran darah tepi dimorfik adalah
gambaran yang memiliki campuran eritrosit hipokrom mikrositik dan eritrosit
hipokrom makrositik.

B. Anemia Akibat Kehilangan Darah


1. Kehilangan darah akut
Pendarahan akut mengakibatkan hilangnya darah lengkap dari kompartemen
vaskular, menyebabkan hipovolemia dan mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan perfusi organ vital. Pada fase pendarahan akut, nilai darah

7
meliputi jumlah eritrosit, hemoglobin, dan hematorik adalah normal, karena
jumlah yang hilang seimbang. Kompensasi penting hipovolemia adalah retensi air
dan elektrolit oleh ginjal untuk memulihkan volume darah.
2. Kehilangan darah kronik
Pendarahan kronik pada awalnya dikompensasi oleh hiperplasia eritroid sumsum
tulang dan peningkatan produksi eritrosit. Hal ini berlangsung hingga cadangan
besi habis, yang pada saat itu defisiensi besi menjegah kompensasi yang adekuat.
Oleh karena itu, anemia yang disebabkan oleh kehilangan darah kronik
merupakan anemia defisiensi besi dan dibahas dibawah judul tersebut.

C. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik adalah kondisi dimana hancurnya eritrosit lebih cepat
dibandingkan dengan penbentukannya. Anemia hemolitik disebabkan oleh
peningkatan kecepatan destruksi eritrosit yang diikuti dengan ketidakmampuan
sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit untuk memenuhi kebutuhan tubuh
terhadap berkurangnya sel eritrosit. Penghancuran sel eritrosit yang berlebih dapat
menyebabkan terjadinya hiperplasi sumsum tulang shingga prosuksi sel eritrosit akan
meningkat dari angka normalnya. Hal ini terjadi apabila umur eritrosit kurang dari
120 hari menjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemia. Namun bila sumsum tulang
tidak mampu mengatasi kedaan tersebut akan mengakibatkan anemia (Reni & Dwi.
2018).

D. Anemia hemolitik diperantarai imun


3 Anemia hemolitik autoimun adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan hemolisis
yang terjadi akibat adanya autoantibodi, dengan spesififitas terhadap antigen golongan
darah. Terikatnya autoantibodi pada membram eritrosit dapat terjadi secara maksimal
pada suhu tubuh (37℃, antibodi hangat) atau pada 4℃ (antibodi dingin).
4 Anemia hemolitik isoimun adalah anemia yang setiap eritrositnya mengalami lisis akibat
aktivitas antibodi individu pada tranfusi darah (eritrosit donor yang tidak cocok dilisinya
oleh antibodi di dalam plasma resipien) maupun pada penyakit hemolisis bayi baru lahir
(eritrisot janinnya dilisis oleh antibodi maternal yang telah melewati plasenta).

8
1.3...............................................................................................................................Patofisiolo
gi
Transpor oksigen akan terganggu oleh anemia. Kurangnya hemoglobin atau rendahnya
jumlah sel darah merah, menyebabkan kurangnya pasokan oksigen ke jaringan dan
meyebabkan hipoksia. Tubuh berusaha mengompensasi hipoksia jaringan dengan
meningkatkan kecepatan produksi sel darah merah, meningkatkan curah jantung dengan
meningkatkan volume atau frekuensi denyut jantung, distribusi ulang darah dari jaringan
yang membutuhkan sedikit oksigen ke daerah yang membutuhkan banyak oksigen, serta
menggeser kurva disosiasi hemoglobin oksigen ke arah kanan untuk mempermudah
pelepaan oksigen ke jaringan pada tekanan parsial oksigen yang sama (Black J & Hawks
J, 2014)

1.4............................................................................................................................... Manifesta
si Klinis
Manifestasi yang menyertai timbulnya anemia adalah akibat dari tubuh yang berkreasi
terhadap hipoksia. Gejala yang muncul bervariasi tergantung dengan tingkat keparahan
dan kecepatan hilangnya darah, lamanya anemia yang diderita, usia, dan adanya kelainan
yang lain. Kadar hemoglobin (HB) biasanya digunakan untuk melihat tingkat keparahan
dari anemia. Orang dengan anemia ringan (kadar HB 10-14 g/dl) biasanya asimtomatis.
Gejala klinis muncul biasanya akibat dari kerja yang terlalu keras. Orang dengan anemia
sedang (kadar HB 6-10 g/dl) biasanya terjadi dispnea, demam, diaforesi (keringat
berlebih) saat beraktifitas dan kelelahan. Beberapa orang dengan anemia berat (kadar HB
kurang dari 6 g/dl) biasanya pada orang dengan gagal ginjal kronik dan asimtomatis
karena anemia yang terjadi secara bertahap. Pemeriksaan eritrosit, kadar hemoglobin, dan
nilai hematokrit untuk melihat adanya anemia. Spesimen sumsum dilakukan untuk
menentukan tipe dari anemia. Serta asupan perifer atau darah tepi (indeks eritrosit)
digunakan untuk menentukan ukuran dari eritrositnya itu sendiri (Black J & Hawks J,
2014).

1.5...............................................................................................................................Pemeriksa
an Penunjang
Menurut Tarwoto (2010) pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain:
1.8.1 Pemeriksaan Laboratorium
a. Hemoglobin (Hb)

9
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran
kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada
pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat
sederhana seperti Hb sachli.

b. Penentuan Indeks Eritrosit

Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dapat dihitung dengan


flowcytometri atau menggunakan rumus:

1. Mean Corpusculer Volume (MCV) adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan
menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai
berkembang. MCV ini salah satu indikator kekurangan zat besi yang spesiflk
setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan
membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl,
mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.

2. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH) adalah berat hemoglobin rata-rata dalam


satu sel darah merah. Dihitung dengan membagi hemoglobin dan angka sel darah
merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31
pg.

c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)


MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan
membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30- 35% dan hipokrom <
30%.
d. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer

Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan


ini dilakukan dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti dan sitoplasma sel darah
merah. Dilakukan dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah yang dapat
dilihat pada kolom morfology flag.

e. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)

Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang
masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk

10
membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk
mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW salah satu
manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari
besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan
naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila
disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal
15 %.

f. Eritrosit Protoporfirin (EP)

EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan


beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik
pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, dan naik secara perlahan setelah
serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam
individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu.
EP secara umum dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih
jarang.

g. Besi Serum (Serum Iron = SI)

Besi serum ini peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun
setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi
serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum
yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan,
infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai
kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang
spesifik.

h. Serum Transferin (Tf)

Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersamaan dengan besi
serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun
secara pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.
Transferrin Saturation (Jenuh Transferin) adalah rasio besi serum dengan
kemampuan mengikat besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi
ke sumsum tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks
kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh

11
transferin dapat menurun pada penyakit peradangan. Jenuh transferin umumnya
dipakai pada studi populasi yang disertai dengan indikator status besi lainnya.
Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering dipakai untuk
mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan
rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi
yang bisa diikat secara khusus oleh plasma

i. Serum Feritin

Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk
menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam
praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik
untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga
dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi.

1.8.2 Pemeriksaan Sumsum Tulang


Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah
hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Karakteristik dari kekurangan zat besi adalah
tidak ada besi retikuler. Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga
tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik
yang dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga
sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.

1.6. Penatalaksanaan Medis


Dalam penangnanan anemia tujuan utamanya untuk menidentifikasi dan perawatan
yang dikarenakan terjadinya destruksi sel darah atau penurunan produksi sel darah
merah. Sedangkan penanganan pada pasien yang mengalami hipovelemik antara lain:
1) pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena,
2) resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin.
3) tranfusi kompenen darah sesuai indikator
Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut (Black J & Hawks J, 2014):
1. Terapi Oksigen : diberikan kepada klien dengan anemia berat, karena darah
mengalami penurunan mengikuti oksigen. Oksigen dapat mencegah hipoksia dan
mengurangi beban jantung karena rendahnya kadar HB

12
2. Eritripoetin : injeksi eritropoetin dari subkutan diberikan kepada pasien anemia
kronik, karena obat ini akan membantu meningkatkan produksi sel darah merah.
supaya terapi ini efektif, pasien diharuskankan memiliki sumsul tulang yang
normal dan asupan nutrisi yang memadai.
3. Penggantian zat besi : zat besi ni diberikan per oral pada kebuthan yang segera atau
pada saat kebutuhan tubuh diatas normal (biasanya pada kehamilan). pemberian
per oral ini dilakukan karena mudah dan harganya yang relatif murah. Biasanya
obat yang digunakan yaitu fero sulfat (feosol) atau fero glukanat (fergon), 200-325
mg dosis dengan melalui oral ¾ kali pemberian/hari setelah makan. konsumsi zat
besi dengan vitamin C akan membantu penyerapan dari zat besi. pasien biasanya
menerima suplementasi zat besi selama 6 bulan agar dapat disimpan dalam tubuh.
efek samping dari hal tersebut biasanya terjadi mual, muntah, konstipasi atau diare
dan feses berwarna hitam.
4. Terapi komponen darah: terapai ini digunakan untuk terapi penyakit hematologi
dan beberapa prosedur bedah yang bergantung pada produksi darah. produksi darah
yang didapatkan dari orang lain disebut homolog, sedangkan prosuksi darah yang
diinfuskan kembali daru tubuh pasien sendiri disebut autolog

13
BAB 2. ASUHAN KEBIDANAM BERDASARKAN KASUS

Kasus:

An G berusia 45 tahun datang ke rumah sakit pada tanggal 5 november 2019, Tn


A mengeluh badannya terasa lemas dan tidak bisa melakukan aktivitas rutin di
kebun dan mengeluh mata berkunang-kunang, kepala pusing, nafsu makan
menurun, terkadang merasa mual muntah, serta berat badan klien menurun. Tn A
pernah masuk rumahsakit sebelumnya dengan keluhan yang sama dengan
sekarang dan juga memiliki riwayat penyakit hipertensi, kencing manis dan asma
dari keluarganya. Sebelum MRS pola makan 3x/hari dan porsi selalu habis,
setelah MRS mengeluh nafsu makan menurun dan setiap makan tidak pernah
habis. Klien mengatakan bahwa sebelum sakit, klien kurang memperhatikan
kondisi kesehatannya. Lalu sebelum MRS dalam 1 hari, tidur ± 5 jam di malam
hari dan jarang tidur siang karena bekerja di kebun. Setelah dilakukan
pemeriksaan fisik didapatkan TD: 130/80 mmHg, Suhu: 36℃, Nadi: 80x/menit,
RR: 23x/menit.

2.1 Pengkajian
2.1.1 Identitas klien
Nama : An. G
Umur : 45
Jenia Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Alamat : Sumbersari, Jember
No. RM : 008502
Pekerjaan : Petani
Status perkawinan : Kawin
Tanggal MRS : 5 November 2019/08.00
Tanggal Pengkajian : 5 November 2019/08.00
Sumber Informasi : Klien dan Keluarga

14
2.1.2 Riwayat Kesehatan
1. Diagnos Medis
Anemia Aplastis
2. Keluhan Utama
Klien mengatakan bahwa badanya terasa lemas dan tidak bisa melakukan
aktivitas rutin di ladang. Dan berat badan klien yang semula 60 kg menjadi 57
kg
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
- Klien mengatakan lemas sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk ke rumah
sakit. Semakin hari terasa lemas sangat berat sampai tidak bisa beraktivitas
atau bekerja.
- Klien mengeluh mata berkunang-kunang, kepala pusing dan nafsu makan
menurun, terkadang merasa mual muntah.
4. Riwayat penyakit dahulu
- Klien mengatakan bahwa pernah masuk rumahsakit sebelumnya dengan
keluhan yang sama dengan sekarang.
- klien mengatakan tidak tahu tentang imunisasi yang pernah dia dapat
- klien mengatakan memiliki kebiasaan merokok setia harinya dan sering
- Klien juga memiliki riwayat hipertensi, kencing manis dan asma.
5. Riwayat penyakit keluarga
- Klien mengatakan bahwa didalam keluarganya ada yang memiliki riwayat
penyakit hipertensi, kecing manis dan asma.
2.1.3 Pengkajian Kebidanan
1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehata
- Klien mengatakan bahwa sebelum sakit, klien kurang memperhatikan
kondisi kesehatannya
- Klien mengatakan bahwa setelah sakit, klien lebih memperhatikan
kesehatnnya dan mengatakan ingin segera sembuh.
2. Pola nutrisi/metabolisme
- Sebelum MRS, klien mengatakan dia makan 3x/hari dan porsi selalu habis
- Setelah MRS, klien mengeluh nafsu makan menurun dan setiap makan
tidak pernah habis.

15
3. Pola eliminasi
- Sebelum MRS, klien mengatakan dapat BAK dan BAB teratur setiap hari.
Untuk BAK ± 1.500cc dan BAB 1x/hari dipagi hari.
- Setelah MRS, klien tidak mengeluhkan adanya perubahan dalam BAK dan
BAB, semua masih sama dengan sebelum MRS.
4. Pola aktivitas dan latihan
- Sebelum MRS, klien mengatakan dapat melakukan pekerjaan di ladang
setiap harinya secara mandiri
- Setelah MRS, klien tidak dapat melakukan pekerjaan dan kegiatan sehari-
hari dibantu oleh keluarga.

Aktivitas Harian (Activity Daily Living)

Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4

Makan / Minum √

Toileting √

Berpakaian √

Mobilitas di tempat tidut √

Berpindah √

Ambulasi Rom √

Keterangan:
0 : dengan bantuan total
1 : dengan bantuan berat
2 : dengan bantuan sedamg
3 : dengan bantuan ringan
4 : mandiri
5. Pola tidur dan istirahat
- Sebelum MRS, klien mengatakan dalam 1 hari, tidur ± 5 jam di malam
hari dan jarang tidur siang karena bekerja di kebun
- Setelah MRS. Klien mengatakan dalam 1 hari biasanya tidur lebih dari 8
jam per hari, 6 jam di malam hari dan ± 2-3 jam disiang hari
16
6. Pola kognitif dan perseptual
- Klien mengatakan bahwa penyakitnya yang dialaminya mungkin
dikarenakan kebiasaan jarang tidur dan sering bekerja diladang.
- Klien pasrah dengan kondisinya yang saat ini dan ingin cepat sembuh
sehingga dapat bekerja lagi
7. Pola persepsi diri
Klien mengatakan bahwa terkadang dia takut akan penyakit yang dideritanya
saat ini, akan tetapi selalu pasrah akan kondisi dan penyakitnya.
8. Pola seksualitas dan reproduksi
Klien mengatakan bahwa tidak ada keinginan untuk memenuhi pola
seksualitasnya, karena penyakit yang sedang dideritanya saat ini.
9. Pola peran dan hubungan
Klien merupakan kepala keluarga dirumahnya dan sumber penghasilan dari
keluarga. Klien memiliki hubungan yang erta dengan keluarganya.
10. Pola manajemen koping-stres
Klien mengatakan apabila ada masalah, dia lebih banyak diam dan
menyelesaikan masalahnya sendiri selagi dia bisa.
11. Sistem nilai dan keyakinan
Sehat : Klien taat beribadah
Sakit : Klien merasa terganggu saat beribadah karena merasa lemas

2.1.4 Pengkajian Fisik

Keadaan Umum :

Keadaan umum klien baik, keadaan compos mentis hanya tampak lemah dan
banyak berbaring.

Tanda VItal:

TD : 130/80 mmHg

Suhu : 36℃

Nadi : 80x/menit

17
RR : 23x/menit

Pengkajian Fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Askultasi)

1.Kepala
Inspeksi : rambut masih terlihat hitam, persebaran rambut merata dan tidak ada
peradangan.
Palpasi : tidak ditemukan adanya nyeri tekan dan pembengkakan
2. Mata
Inspeksi : sklera normal, mata simetris kanan kiri, tidak menggunakan alat
bantu kaca mata, pandangan kabur, anemis pada konjungtiva
Palpasi : tidak ditemukan adanya nyeri
3. Telinga
Inspeksi : telingan normal, simetris kanan kiri, tidak mengguakan alat bantu
dengar
Palpasi : tidak ditemukan adanya nyeri tekan
4. Hidung
Inspaksi : pernapasan cuping hidung tidak ditemukan, epitaksis negatif
Palpasi : tidak ditemukan adanya nyeri tekan
5. Mulut
Inspeksi : labia berwarna kehitaman, bibir normal, stomatitis negatif, gigi
normal
Palpasi : tidak ditemukan adanya nyeri tekan
6. Leher
Inspeksi : tidak ditemukan adanya penonjolan vena jugularis
Palpasi : pembesaran tiroid positif, pembesaran vena jugularis negatif
7. Dada
Sistem kardiovaskuler
Inspeksi : tidak ada lesi, pergerakan nafas simetris kanan kiri, meggunakan
pernafasan dada
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, ekspansi paru simetris kanan kiri
Perkusi : resonana seluruh lapang paru
Auskultasi : bronchovesicular, tidak ada ronchi

18
Pernafasan atau paru-paru
Inspeksi : denyut tidak nampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC 5, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : dullness sepanjang SIC 2-5
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal reguler
8. Abdomen
Inspeksi : tidak ada distensi, tidak ada retraksi, tidak ada edema
Palpasi : timpani pada abdomen sinistra dan dullness pada abdomen dextra
Perkusi : tidak ada nyeri tekan, adanya pembesaran hepar
9. Ekstermitas
Inspeksi: pasien tampak lemah dan beraktivitas minimal
Palpasi: kekuatan otot
Tidak terdapat fraktur bibagian tubuh manapun

55

5 5
10. Kulit dan Kuku
Inspeksi: warna merata, tidak ada jaringan parut, tidak ada lesi, kuku bersih
dan pendek
palpasi : akral hangat, suhu 36℃
11. Keadaan Lokal
Tidak ditemukan adanya kelainan fisik pada klien, klien tampak sedikit
khawatir jika dibicarakan indikasi yang akan dijalankan.
2.1.5 Terapi
- infus NaCl 0,9% 20ipm
- obat-obatan:
1. Methylprednisolone 3x16 mg
2. Cellcept 2x1000 mg
- Transfusi PRC + serum
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium

Tes Nilai Normal Hasil (6/7’11)

19
WBC 4,1-11,0 0,87

PLT 150-440 15

Bilirubin 0,3-1,3 0,78

Bilirubin indirect <0,8 0,64

Bilirubin direct 0,0-0,3 0,14

2.2 Analasisi Data

No. Data Etiologi Masalah

1. DO: Mual-muntah Ketidakseimbangan


- BB klien sebelum sakit 60 kg nutrisi kurang dari
- BB klien setelah sakit 57 kg kebutuhan tubuh
DS: Nafsu makan menurun

- Klien mengeluh mata


berkunang-kunang, kepala
Asupan makan
pusing dan nafsu makan
menurun
menurun, terkadang merasa
mual dan muntah
- Klien mengeluh nafsu makan
Intake nutrisis kurang
menurun dan setiap makan
tidak pernah habis dan berat
badan kilen menurun. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

2. DO: Anemia aplastik Keletihan


- Tampak lemah dan banyak
berbaring di tempat tidur
- Setelah MRS, klien dapat Kadar eritrosit rendah
melakukan kegiatan sehari-
hari tetapi dengan bantuan dari Suplai oksigen tidak

20
keluarga adekuat
DS:
- klien mengatakan lemas sejak Metabolisme tubuh
3 hari sebelum masuk rumah menurun
sakit dan semakin hari
semakin bertambah berat
sampai tidak bisa beraktivitas. Energi yang dihasilakan
rendah

Keletihan

3. DO: Produksi sel darah putih Risiko Infeksi


Klien mendapat terapi obat :\ menurun (leukopenia)
1. Methylprednisolone 3x16 mg dan terapi medis yang
2.Cellcept 2x1000 mg diberikan

Hasil tes WBC 0,87 (normal=4,1-


11,0 103/mm3)
sistem kekebalan tubuh
Infus NaCl 0,9 % 20 ipm menurun disertai
prosedur invasif
DS:-

Resiko infeksi

Diagnosa kebidanan (Sesuai dengan prioritas)

Berdasarkan NANDA

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang asupan makan
dan ketidakmampuan makan d.d kurang minat pada makanan
2. Keletihan b.d kelesuan fisiologis dan kelesuan fisik d.d kurang energi
3. Risiko infeksi b.d imunosupresi dan prosedur invasif

21
2.3 Intervensi

No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasioanl TDD

1. Ketidakseimbanagn Setelah dilakukan tindakan Manajemen Gangguan Manajemen Gangguan HS


nutrisi: kurang dari keperawatan selama 2x24 jam Makan (1030) Makan (1030)
kebutuhan tubuh diharapkan: 1. Kolaborasi dengan tim 1. untuk memudahkan
Kriteria Hasil kesehatan untuk tindakan

Nafsu Makan (1014): mengembangkan rencana keperawatan yang


perawatan dengan selanjutnya
1. Hasrat/keinginan untuk
melibatkan klien dan orang 2. untuk meningkatkan
makan ditingkatkan dari
terdekat dengan tepat nafsu makan klien
skala 2 (bayak terganggu) ke
2. Dorong klien untuk 3. supaya klien merasa
skala 5 (tidak terganggu)
mendiskusikan makanan nyaman dan dihargai
2. Menyenangi makanan
yang disukai bersama dalam kondisi yang
ditingkatkan dari skala 2
dengan ahli gizi sakit
(bayak terganggu) ke skala 5
3. Kembangkan hubungan 4. untuk memudahkan
(tidak terganggu)
yang mendukung dengan klien dalam
3. Intake makanan ditingkatkan
klien mengungkapkan
dari skala 2 (bayak
4. Berikan dukungan (misal, perasaan yang
terganggu) ke skala 5 (tidak
terapi relaksasi, latihan dialami sehingga
terganggu)

22
4. Rangsangan untuk makan desentisasi, kesempatan nafsu makan dapat
ditingkatkan dari skala 2 untuk membicaraka meningakat
(bayak terganggu) ke skala 5 perasaan) sembari klien
Bantuan Perawatan
(tidak terganggu) juga berusaha
Diri: Pemberian Makan
Kelelahan: Efek yang mengintregasikan perilaku
(1803)
Menggangu (0008) makan yang baru,
1. menarik nafsu makan
1. Gangguan dengak aktifitas perubahan citra tubuh dan
klien
sehari-hari ditingkatkan dari perubahan gaya hidup.
2. untuk kenyamanan
skala 2 (cukup berat) ke skala Bantuan Perawatan Diri:
klien dalam makan
5 (tidak ada) Pemberian Makan (1803)
3. untuk kenyamanan
2. Gangguan pada rutinitas 1. Atur meja dan nampan dalam makan
ditingkatkan dari skala 2 makanan agar terlihat
Manajemen Nutrisi
(cukup berat) ke skala 5 menarik
(1100)
(tidak ada) 2. Berikan kebersihan mulut
1. menghindari
3. Nafsu makan menurun sebelum makan
terjadinya alergi
ditingkatkan dari skala 2 3. Posisikan pasien dalam
makanan pada klien
(cukup berat) ke skala 5 posisi makan yang nyaman
2. untuk memberikan
(tidak ada) Manajemen Nutrisi (1100)
makanan yang
4. Gangguan aktivitas
fisik 1. Identifikasi adanya alergi
disukai pasien sesuai
ditingkatkan dari skala 2 atau intoleransi makanan
dengan kebutuhan
(cukup berat) ke skala 5 yang dimiliki pasien
3. untuk memenuhu gizi

23
(tidak ada) 2. Tentukan apa yang menjadi klien
Status Nutrisi: Energi (1007) prefensi makanan bagi 4. untuk menarik nafsu

1. Stamina ditingkatkan dari pasien makan klien yang

skala 2 (banyak menyimpang 3. Tentukan jumlak kalori dan mengandung gizi

dari rentan normal) ke skala jenis nutrisi yang


Manajemen Energi
5 (tidak menyimpang dari dibutuhkan untuk
(0108)
rentang normal) memenuhi persyaratan gizi
1. untuk mengengetahui
2. Daya tahan ditingkatkan dari 4. Tawarkan makanan ringan penyebab kelelahan
skala 2 (banyak menyimpang yang padat gizi
klien
dari rentan normal) ke skala Manajemen Energi (0108) 2. untuk mengontrol
5 (tidak menyimpang dari 1. Kaji status fisisologi pasien aktivitas yang
rentang normal) yang menyebabkan menyebabkan
3. Resisten infeksi ditingkatkan kelelahan sesuai dengan kelelahan
dari skala 2 (banyak konteks usia dan 3. untuk menangani
menyimpang dari rentan perkembangan kelelahan yang
normal) ke skala 5 (tidak 2. Tentukan persepsi terjadi pada klien
menyimpang dari rentang pasien/orang terdekat 4. untuk menjaga
normal) dengan pasien mengenai kekebalan tubuh
penyebab kelelahan klien
3. Pilih intervensi untuk
mengurangi kelelahan baik

24
secara farmakologi atau
non farmakologi dengan
tepat
4. monitor intake/asupan
nutrisis untuk menentukan
sumber enrgi yang adekuat
2. Keletihan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Lingkungan Manajemen HS
keperawatan selama 2x24 jam (6480) Lingkungan (6480)
diharapkan: 1. Ciptakan lingkungan yang 1. untuk kenyamanan
Kriteria Hasil aman bagi pasien klien
Tingkat Kelelahan (0007) 2. Berikan kamar terpisah 2. untuk meningkatkan
1. Kelelahan ditingkatkan dari seperti yang diindikasikan ketenangan klien
skala 2 (cukup berat) ke skala 3. sediakan tempat tidur dan 3. digunkan sebagai
5 (tidak ada) lingkungan yang bersih dan pendukung
2. Kelesuhan ditingkatkan dari nyaman ketenangan klien
skala 2 (cukup berat) ke skala 4. Sediakan kasur yang kokoh 4. dugunakan untuk
5 (tidak ada) Terapi Aktifitas (4310) kenyamama klien
3. Kehilangn seleramakan 1. Pertimbangkan
Terapi Aktifitas (4310)
ditingkatkan dari skala 2 kemampuan klien dalam
1. untuk mengontrol
(cukup berat) ke skala 5 berpartisipasi melalui
aktivitas klien
(tidak ada) aktivitas spesifik
2. untuk mengantisipasi

25
4. Kegiatan sehari-hari 2. Pertimbangkan komitmen terjadinya keletihan
ditigkatkan dari skala 2 klien untuk meningkatkan pada klien
(banyak terganggu) ke skala frekuensi dan jarak 3. membantu klien
5 (tidak terganggu) aktivitas dalam melakuan
3. Bantu kilen untuk aktivitas kerja supaya
Perawatan Diri: Aktifitas
mengeksplorasi tujuan tidak terjadi keletihan
Sehari-hari (0300)
personal dari aktivitas yang
1. Makan ditingkatkan dari Pengurangan
dilakukan (misal, bikerja)
skala 2 (banyak terganggu) Kecemasan (5820)
Pengurangan Kecemasan
ke skala 5 (tidak terganggu) 1. memberikan
(5820)
2. Kebersihan mulut dukungan pada klien
ditingkatkan dari skala 2 1. Gunakan pendekatan yang untuk
(banyak terganggu) ke skala tenang dan meyakinkan kenyamanannya
5 (tidak terganggu) 2. Berikan informasi faktual 2. agar klien dapat
3. Berjalan ditingkatkan dari terkait diagnosa, perawatan memahami
skala 2 (banyak terganggu) dan pronosis kondisinya
ke skala 5 (tidak terganggu) 3. Berada disisi pasien untuk 3. digunakan untuk
meningkatkan rasa aman kenyamanan klien
Tidur (0004)
dan mengurangi ketakutan 4. untuk menghindari
1. Jam tidur ditingkatkan dari
4. Bantu pasein terjadinya kecemasak
skala 3 (cukup terganggu) ke
mengidentifikasi situasi pada klien
skala 5 (tidak terganggu)
yang memicu kecemasan
2. Pola tidur ditingkatkan dari Peningkatan Latihan:

26
skala 3 (cukup terganggu) ke Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan
skala 5 (tidak terganggu) Latihan Kekuatan (0201) (0201)
3. Kualitas tidur ditingkatkan 1. Lakukan skrining 1. untuk meminimalkan
dari skala 3 (cukup kesehatan sebelum terjadinya keletihan
terganggu) ke skala 5 (tidak memulai latihan untuk pada saat latihan
terganggu) mengidentifikasi risiko 2. untuk mengetahui
4. Tidur rutin ditingkatkan dari dengan mengguankan skala latihan yang harus
skala 3 (cukup terganggu) ke kesiapan latian fisik dilakukan oleh klien
skala 5 (tidak terganggu) terstandar atau melengkapi untuk meninhkatkan
5. Merokok ditingkatkan dari pemeriksaan riwayat kekuatan
skala 2 (cukup berat) ke skala kesehatan dan fisisk 3. untuk mengontrol
5 (tidak ada) 2. Dapatkan persetujuan latihan klien
medis untuk memulai
program latian kekuatan,
jika diperlukan
3. Spesifikkan tipe dan durasi
dari aktivitas pemanasan
dan pendinginan (misal,
berjalan)
3. Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Perlindungan Infeksi (6550) Perlindungan Infeksi HS
keperawatan selama 2x24 jam 1. Monitor adanya (6550)

27
diharapkan: tanda dan gejala 1. untuk
Kriteria Hasil infeksi sistemik dan mengidentifikasi
local terjadinya infeksi
Status Nutrisi (1004)
2. Monitor kerentanan 2. untuk menghindari
1. Asupan Gizi ditingkatkan
terhadap infeksi terjadinya infeksi
dari skala 2 (banyak
3. Tingkatkan asupan 3. untuk meningkatkan
menyimpang dari rentan
nutrisi yang cukup daya tahan tubuh
normal) ke skala 5 (tidak
4. Pantau adanya klien
meyimpang dari rentan
perubahan tingkat 4. untuk menghindari
normal)
energi dan malaise terjadinya kelemahan
2. Asupan makan ditingkatkan
5. Anjurkan klien
dari skala 2 (banyak
peningkatan 5. sebagai latihan otot
menyimpang dari rentan
mobilitas dan klien agar tidak
normal) ke skala 5 (tidak
latihan, dengan lemas
meyimpang dari rentan
tepat 6. untuk mengetahui
normal)
6. Ajarkan pasien dan tindakan yang harus
3. Energi ditingkatkan dari
keluarga mengenai diberikan kepada
skala 2 (banyak menyimpang
tanda dan gejala klien pada saat
dari rentan normal) ke skala
infeksi dan kapan terkena infeksi
5 (tidak meyimpang dari
harus 7. untum menjaga
rentan normal)
melaporkannya kesehatan
Kontrol Risiko: Proses Infeksi
kepada pemberi

28
(1924) layanan kesehatan Monitor Nutrisi (1160)
1. Mencari informasi terkait 7. Ajarkan pasien dan 1. untuk memantau
konrol infeksi ditingkatkan keluarga bagaimana nutrisi klien
dari skala 2 (jarang cara menghindari 2. untuk memnuhi
menunjukkan) ke skala 5 infeksi bebutuhan gizi klien
(secara konsisten 3. mengontrol aktivitas
menunjukkan) Monitor Nutrisi (1160) dan status nutrisi
2. mengidentifikasi faktor risiko 1. Monitor adanya mual klien
infeksi ditingkatkan dari muntah 4. untuk melatih
skala 2 (jarang menunjukkan) 2. Monitor diet dan asupan kemampuan aktivitas
ke skala 5 (secara konsisten kalori klien
menunjukkan) 3. Identifikasi perubahan 5. untuk mengontrol
3. Mengenali faktor risiko nafsu makan dan aktivitas gizi klien
individu terkait infeksi akhir-akhir ini
ditingkatkan dari skala 2 4. Monitor tipe dan
(jarang menunjukkan) ke banyaknya latian yang bisa
skala 5 (secara konsisten dilakukan
menunjukkan) 5. Tentukan Pola makan
4. Mengetahui perilaku yang (misal, makana yang
berhubungan dengan infeksi disukai dan tidak disukai,
ditingkatkan dari skala 2 konsumsi yang berlebihan

29
(jarang menunjukkan) ke terhadap makanan siap saji,
skala 5 (secara konsisten makan yang terlewati)
menunjukkan)
5. Mengidenfitikasi resiko
infeksi dalam aktifitas sehari-
hari ditingkatkan dari skala 2
(jarang menunjukkan) ke
skala 5 (secara konsisten
menunjukkan)
6. Menggunakan alat pelindung
diri ditingkatkan dari skala 2
(jarang menunjukkan) ke
skala 5 (secara konsisten
menunjukkan)
Perilaku Berhenti Merokok
(1625)
1. Mengekspresikan keinginan
untuk berhenti merokok
ditingkatkan dari skala 2
(jarang menunjukkan) ke
skala 5 (secara konsisten

30
menunjukkan)
2. Mengidentifikasi manfaat
dari berhenti merokok
ditingkatkan dari skala 2
(jarang menunjukkan) ke
skala 5 (secara konsisten
menunjukkan)
3. Membangun strategi yang
efektif untuk berhenti
merokok ditingkatkan dari
skala 2 (jarang menunjukkan)
ke skala 5 (secara konsisten
menunjukkan)

31
2.4 Implementasi

Hari Diagnosa Implementasi Paraf

Selasa 5 Ketidakseimbangan nutrisis Manajemen Gangguan Makan (1030) HS


Novembe kurang dari kebutuhan tubuh b.d 1. Melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan untuk
r 2019 kurang asupan makan dan mengembangkan rencana perawatan dengan melibatkan klien dan
ketidakmampuan makan d.d orang terdekat dengan tepat
kurang minat pada makanan 2. Mendorong klien untuk mendiskusikan makanan yang disukai
bersama dengan ahli gizi
3. Mengembangkan hubungan yang mendukung dengan klien
4. Memberikan dukungan (misal, terapi relaksasi, latihan desentisasi,
kesempatan untuk membicaraka perasaan) sembari klien juga
berusaha mengintregasikan perilaku makan yang baru, perubahan
citra tubuh dan perubahan gaya hidup.
Bantuan Perawatan Diri: Pemberian Makan (1803)
1. Mengatur meja dan nampan makanan agar terlihat menarik
2. Memberikan kebersihan mulut sebelum makan
3. Memposisikan pasien dalam posisi makan yang nyaman
Manajemen Nutrisi (1100)
1. Mengidentifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang
dimiliki pasien

32
2. Menentukan apa yang menjadi prefensi makanan bagi pasien
3. Menentukan jumlak kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan gizi
4. Menawarkan makanan ringan yang padat gizi
Manajemen Energi (0108)
1. Mengkaji status fisisologi pasien yang menyebabkan kelelahan
sesuai dengan konteks usia dan perkembangan
2. Menentukan persepsi pasien/orang terdekat dengan pasien
mengenai penyebab kelelahan
3. Memilih intervensi untuk mengurangi kelelahan baik secara
farmakologi atau non farmakologi dengan tepat
4. Memonitor intake/asupan nutrisis untuk menentukan sumber enrgi
yang adekuat

Selasa 5 Keletihan b.d kelesuan fisiologis Manajemen Lingkungan (6480) HS


Novembe dan kelesuan fisik d.d kurang 1. Menciptakan lingkungan yang aman bagi pasien
r 2019 energi 2. Memberikan kamar terpisah seperti yang diindikasikan
3. Menyediakan tempat tidur dan lingkungan yang bersih dan
nyaman
4. Menyediakan kasur yang kokoh

33
Terapi Aktifitas (4310)
1. Mempertimbangkan kemampuan klien dalam berpartisipasi
melalui aktivitas spesifik
2. Mempertimbangkan komitmen klien untuk meningkatkan
frekuensi dan jarak aktivitas
3. Membantu kilen untuk mengeksplorasi tujuan personal dari
aktivitas yang dilakukan (misal, bikerja)
Pengurangan Kecemasan (5820)
1. Menggunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
2. Memberikan informasi faktual terkait diagnosa, perawatan dan
pronosis
3. Berada disisi pasien untuk meningkatkan rasa aman dan
mengurangi ketakutan
4. Membantu pasein mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201)
1. Melakukan skrining kesehatan sebelum memulai latihan untuk
mengidentifikasi risiko dengan mengguankan skala kesiapan latian
fisik terstandar atau melengkapi pemeriksaan riwayat kesehatan
dan fisik
2. Mendapatkan persetujuan medis untuk memulai program latian

34
kekuatan, jika diperlukan
3. Menspesifikkan tipe dan durasi dari aktivitas pemanasan dan
pendinginan (misal, berjalan)

Selasa 5 Risiko infeksi b.d imunosupresi Perlindungan Infeksi (6550) HS


Novembe dan prosedur invasif 1. Memonitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan
r 2019 local
2. Memonitor kerentanan terhadap infeksi
3. Meningkatkan asupan nutrisi yang cukup
4. Memantau adanya perubahan tingkat energi dan malaise
5. Menganjurkan peningkatan mobilitas dan latihan, dengan
tepat
6. Menganjurkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan
gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya kepada
pemberi layanan kesehatan
7. Menganjurkan pasien dan keluarga bagaimana cara
menghindari infeksi
Monitor Nutrisi (1160)
1. Memonitor adanya mual muntah
2. Memonitor diet dan asupan kalori
3. Mengidentifikasi perubahan nafsu makan dan aktivitas akhir-akhir

35
ini
4. Memonitor tipe dan banyaknya latian yang bisa dilakukan
5. Menentukan Pola makan (misal, makana yang disukai dan tidak
disukai, konsumsi yang berlebihan terhadap makanan siap saji,
makan yang terlewati)

36
2.5 Evaluasi

No Hari/Tanggal/Jam Diagnosa Evaluasi (SOAP) Paraf

1. Selasa 5 Ketidakseimbangan nutrisis S: HS


November 2019 kurang dari kebutuhan
- Klien mangatakan bahwa asupan makannya mulai meningkat
tubuh b.d kurang asupan
- Klien mengatakan bahwa rasa pusing dan berkunang-kunang
makan dan
yang dirasakan berkurang
ketidakmampuan makan
d.d kurang minat pada O:
makanan Nafsu makan klien terlihat mulai meningkat yang awalnya setiap
1 porsi makan hanya 2-3 sendok, klien mulai bisa menghabiskan
1 posi makan

A: Masalah sebagian teratasi

P: Hentikan intervensi

2. Selasa 5 Keletihan b.d kelesuan S: HS


November 2019 fisiologis dan kelesuan fisik
- Klien mengatakan bahwa tidak merasa lemas lagi
d.d kurang energi
- keluarga mengatakan bahwa aktivitas yang dapat dilakukan
klien bertambah, tetapi untuk beraktivitas masih memerlukan

37
bantuan keluarga

O: Klien tampak membaik (segar) dan melakukan aktivitas fisik


seperti jalan-jalan

A: Masalah keletihan pada klien masih teratasi sebagian

P: Mengulang interfensi

3. Selasa 5 Risiko infeksi b.d S: Keluarga mengatakan bahwa tanda-tanda terjadinya infeksi HS
November 2019 imunosupresi dan prosedur pada klien tidak ada
invasif
O:

- tidak dijumpai adanya tanda-tanda adanya infeksi


- klien dan keluarga mengerti cara mengenali tanda dan gejala
infeksi, tahu kapan melaporkan kepada tenaga kesehatan bila
terjadinya infeksi serta dapat mempraktikkan cara
menghindari infeksi

A: Risiko terjadinya infeksi pada klien dapat terhindari

P: Hentikan intervensi

38
BAB 3. PATHWAYS

- Agen neoplastik
- Radiasi
- 0bat-obatan
- Infeksi

Gangguan Hemapoetik

Leukopenia Eritropetik Trombositopeni


a

Anemia Hb turun
Depresi sistem imun

Mual-muntah Aliran darah hermoglobin turun


Pertahanan sekunder
terganggu perifer menurun

Nafsu Perfusi jaringan tidak


makan efektif
Risiko infeksi Penurunan transportasi
menurun
oksigen kejaringan
Gangguan
Kompensasi jantung pertukaran gas
Asupan makan
menurun
Metabolisme aerob
turun, anaerob naik Reepirasi Pola nafas tidak
Intake nutrisi meningkat, nadi efektif
Hipoksia pucat kurang meningkat
Keletihan

Ketidakseimbangan Cardiomegali
Intoleran
aktivitas nutrisi kurang dari
Devisit
kebuuhan tubuh
perawatan diri
Gagal jantung
RIsiko jatuh/Risiko ceder

39
Daftar Pustaka

Arwin N. M, Suyud. 2016. Pajanan Pestisida dan Kejadian Anemia Pada Petani Holistik Di
Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut. BKM Journal Of Community Medicine And
Public Healt Vol 32 No 7

Astutik R.Y, Ertiana D. 2018. Anemia Dalam Kehamilan. Jember: Pustaka Abadi

Black J.M, Hawks J. H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Singapore: Elsevier

Chandrasoma P, Taylor C. R. 2005. Patologi Anatomi. Jakarta: EGC

Fakhidah, L. N. Putri, K. S. E. 2016. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status


hemoglobin pada remaja putri. Maternal, Vol 1 No 1

Handayani W, Haribowo A. S. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan


Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba

Kemenkes RI. 2013. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI

Priyanto L. D. 2018. Hubungan Umur, Tingkat Pendidikan, Dan Aktivitas Fisik Santriwati
Husada Dengan Anemia. Jurnal Berkala Epidemiologi Vol 6 No 2

Soebroto, I. 2010. Cara Mudah Mengatasi Problem Anemia. Yogyakarta: Bangkit

Sudargo T, Kusmayanti N. A, Hidayati N. L. 2018. Defisiensi Yodium, Zat Besi, Dan


Kecerdasan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pres

Suryani, D., Hafiani, R., & Junita, R. (2015). Analisis pola makan dan anemia gizi besi pada
remaja putri Kota Bengkulu. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 10(1), 11– 18.

Syaifuddin. 2010. Anatomi Dan Fisisologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk


Keperawatan Dan Bidan, Eb 4. Jakarta: EGC

Silalahio V, Aritonang E, Ashar T. 2016. Potensi Pendidikan Gizi Dalam Meningkatkan


Asupan Gizi Pada Remaja Putri Yang Anemia Di Kota Medan. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Vol 11 No 2

Tarwoto. 2010. Buku Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta :
TIM

40

Anda mungkin juga menyukai