Anda di halaman 1dari 52

MAKALAH

KEPERAWATAN DEWASA SISTEM KARDIOVASKULER,


RESPIRATORI, DAN HEMATOLOGI
“Asuhan Keperawatan pada Kasus Hematologi”

DOSEN PENGAMPU :
Ns. Devia P. Lenggogeni., M.Kep., Sp.Kep.MB

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1

Zaky El-Karim 2111311050


Kholiza Asriana Sinaga 2111312005
Azzahra Faradisa Marwa 2111312020
Nabilah Yulviana Richarson 2111312035
Fakhira Rahmi 2111313005
Sarah Lathifah 2111313014

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .....................................................................................................................

BAB I ASKEP TEORITIS ...............................................................................................

A. Konsep Teori Anemia ........................................................................................

B. Konsep Teori Hemofilia ....................................................................................

C. Konsep Teori Leukimia .....................................................................................

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN .............................................................................

A. Asuhan Keperawatan Kasus I (Anemia) ............................................................

B. Asuhan Keperawatan Kasus II (Hemofilia) .......................................................

C. Asuhan Keperawatan Kasus III (Leukimia) .......................................................

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................


BAB I
ASKEP TEORITIS
A. Konsep Teori Anemia

1.1 Pengertian Anemia

Istilah anemia mendeskripsikan keadaan penurunan jumlah sel darah merah atau
konsentrasi hemoglobin dibawah nilai normal. Sebagai akibat dari penurunan ini,
kemampuan darah untuk membawa oksigen menjadi berkurang sehingga ketersediaan
oksigen untuk jaringan mengalami penurunan. Anemia merupakan kelainan patologik yang
paling sering dijumpai pada masa bayi dan kanak-kanak. (Wong,2009:1115)

Menurut Ngastiyah (2012:328), anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta


jumlah hemoglobin dalam 1 mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang didapatkan
(packed red cells volume) dalam 100 ml darah. Hal ini terjadi bila terdapat gangguan
terhadap keseimbangan antara pembentukan darah pada masa embrio setelah beberapa
minggu dari pada masa anak atau dewasa.

1.2 Klasifikasi Anemia

Menurut Wong (2009:1117) anemia dapat diklasifikasikan menurut:

1. Etiologi atau fisiologi yang dimanifestasikan dengan penurunan jumlah eritrosit atau
hemoglobin dan tidak dapat kembali, seperti:
- Kehilangan darah yang berlebihan.
Kehilangan darah yang berlebihan dapat diakibatkan karena perdarahan
(internal atau eksternal) yang bersifat akut ataupun kronis. Biasanya akan terjadi
anemia normostatik (ukuran normal), normokromik (warna normal) dengan syarat
simpanan zat besi untuk sintesis hemoglobin (Hb) mencukupi.
- Destruksi (hemolisis) eritrosit.
Sebagai akibat dari defek intrakorpuskular didalam sel darah merah (misalnya
anemia sel sabit) atau faktor ekstrakorpuskular (misalnya, agen infeksius, zat
kimia, mekanisme imun) yang menyebabkan destruksi dengan kecepatan yang
melebihi kecepatan produksi eritrosit
- Penurunan atau gangguan pada produksi eritrosit atau komponennya.
Sebagai akibat dari kegagalan sumsum tulang (yang disebabkan oleh faktor-
faktor seperti neoplastik, radiasi, zat-zat kimia atau penyakit) atau defisiensi
nutrien esensial (misalnya zat besi).

2. Morfologi, yaitu perubahan khas dalam ukuran, bentuk dan warna sel darah merah.
- Ukuran sel darah merah: normosit (normal), mikrosit (lebih kecil dari ukuran
normal) atau makrosit (lebih besar dari ukuran normal)
- Bentuk sel darah merah: tidak teratur, misalnya: poikilosit (sel darah merah yang
bentuknya tidak teratur), sferosit (sel darah merah yang bentuk nya globular) dan
depranosit (sel darah merah yang bentuk nya sabit/sel sabit).
- Warna/sifatnya terhadap pewarnaan: mecerminkan konsentrasi hemoglobin;
misalnya normokromik (jumlah hemoglobin cukup atau normal), hipokromik
(jumlah hemoglobin berkurang).

1.1.2 Jenis-Jenis Anemia

1. Anemia defisiensi besi


Anemia defisiensi zat besi dapat disebabkan oleh sejumlah faktor yang
mengurangi pasokan zat besi, mengganggu absorbsinya, meningkatkan kebutuhan
tubuh akan zat besi atau yang memenuhi sintesis Hb atau anemia defisiensi besi terjai
karena kandungan zat besi yang tidak memadai dalam makanan (Wong,2009:1120)
2. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena terjadinya
penghancuran sel darah merah dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit pendek.
Penyebab hemolisis dapat karena kongenital (faktor eritrosit sendiri, gangguan enzim,
hemoglobinopati) atau didapat (Ngastiyah, 2012:331)
3. Anemia sel sabit
Anemia sel sabit merupakan salah satu kelompok penyakit yang secara
kolektif disebut hemoglobinopati, yaitu hemoglobin A (HbA) yang normal digantikan
sebagian atau seluruhnya dengan hemoglobbin sabit (HbS) yang abnormal. Gambaran
klinis anemia sel sabit terutama karena obstruksi yang disebabkan oleh sel darah
merah yang menjadi sel sabit dan peningkatan destruksi sel darah merah. Keadaan
sel-sel yang berbentuk sabit yang kaku yang saling terjalin dan terjaring akan
menimbulkan obstruksi intermiten dalam mikrosirkulasi sehingga terjadi vaso-oklusi.
Tidak adanya aliran darah pada jaringan disekitarnya mengakibatkan hipoksia
lokal yang selanjutnya diikuti dengan iskemia dan infark jaringan (kematian sel).
Sebagian besar komplikasi yang terlihat pada anemia sel sabit dapat ditelusuri hingga
proses ini dan dampaknya pada berbagai organ tubuh. Manifestasi klinis anemia sel
sabit memiliki intensitas dan frekuensi yang sangat bervariasi, seperti adanya retardasi
pertumbuhan, anemia kronis (Hb 6-9 g/dL), kerentanan yang mencolok terhadap
sepsis, nyeri, hepatomegali dan splenomegali (Wong, 2009:1121)
4. Anemia aplastik
Anemia aplastik merupakan gangguan akibat kegagalan sumsum tulang yang
menyebabkan penipisan semua unsur sumsum. Produksi sel- sel darah menurun atau
terhenti. Timbul pansitopenia dan hiposelularitas sumsum. Manifestasi gejala
tergantung beratnya trombositopenia (gejala perdarahan), neutropenia (infeksi bakteri,
demam), dan anemia (pucat, lelah, gagal jantung kongesti, takikardia). (Betz Cecily &
Linda Sowden, 2002:9) Anemia aplastik terbagi menjadi primer (kongenital, atau
yang telah ada saat lahir) atau sekunder (didapat).
Kelainan anemia yang paling dikenal dengan anemia aplastik sebagai
gambaran yang mencolok adalah syndrom fanconi yang merupakan kelainan herediter
yang langka dengan ditandai oleh pansitopenia, hipoplasia sumsum tulang dan
pembentukan bercak-bercak cokelat pada kulit yang disebabkan oleh penimbunan
melanin dengan disertai anomali kongenital multipel pada sistem muskuloskeletal dan
genitourinarius.

1.1.3 Patofisiologi dan Pathway

Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau


kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misalnya
berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi
tumor atau penyebab lain yang belum diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui
perdarahan atau hemolisis (destruksi).

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam sistem
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil dari proses ini adalah bilirubin yang
akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar
diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila sel darah merah mengalami
penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul
dalam plasma (hemoglobinemia).

Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein


pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi
dalam glomerulus ginjal dan kedalamurin (hemoglobinuria).

Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh


penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya
dapat diperoleh dengan dasar:

1. Hitung retikulosit dalam sirkulasi darah


2. Derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara
pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi
3. Ada atau tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia
1.1.5 Manifestasi Klinis
Menurut Muscari (2005:284) kemungkinan anemia aplastik merupakan akibat dari
faktor kongenital atau didapat sehingga temuan pengkajian dikaitkan dengan kegagalan
sumsum tulang adalah kekurangan sel darah merah dikarakteristikkan dengan pucat, letargi
takikardi dan ekspresi napas pendek. Pada anak-anak, tanda anemia hanya terjadi ketika
kadar hemoglobin turun dibawah 5 sampai 6 g/100 mL. Kekurangan sel darah putih
dikarakteristikkan dengan infeksi berulang termasuk infeksi oportunistik. Berkurangnya
trombosit dikarakteristikkan dengan perdarahan abnormal, petekie dan memar.
1.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Muscari (2005:284) pemeriksaan diagnostik pada anemia adalah:
1. Jumlah pemeriksaan darah lengkap dibawah normal (Hemoglobin < 12 g/dL,
Hematokrit < 33%, dan sel darah merah)
2. Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi besi
3. Kadar B12 serum rendah pada anemia pernisiosa
4. Tes comb direk positif menandakan anemia hemolitik autoimun
5. Hemoglobin elektroforesis mengidentifikasi tipe hemoglobin abnormal
pada penyakit sel sabit
6. Tes schilling digunakan untuk mendiagnosa defisiensi vitamin B12

1.2 Konsep Asuhan Keperawatan

1.2.1 Pengkajian Keperawatan


Pengkajian keperawatan dilakukan dengan cara pengumpulan data secara subjektif
(data yang didapatkan dari pasien/keluarga) melalui metode anamnesa dan data objektif (data
hasil pengukuran atau observasi). Menurut Biasanya data fokus yang didapatkan dari pasien
penderita anemia/keluarga seperti pasien mengatakan lemah, letih dan lesu, pasien
mengatakan nafsu makan menurun, mual dan sering haus. Sementara data objektif akan
ditemukan pasien tampak lemah, berat badan menurun, pasien tidak mau makan/tidak dapat
menghabiskan porsi makan, pasien tampak mual dan muntah, bibir tampak kering dan pucat,
konjungtiva anemis serta anak rewel.
Menurut Muscari (2005:284-285) dan Wijaya (2013:138) penting untuk mengkaji
riwayat kesehatan pasien yang meliputi:
1. Keluhan utama/alasan yang menyebabkan pasien pergi mencari pertolongan
profesional kesehatan. Biasanya pada pasien anemia, pasien akan mengeluh lemah,
pusing, adanya pendarahan, kadang-kadang sesak nafas dan penglihatan kabur
2. Kaji apakah didalam keluarga ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien
atau di dalam keluarga ada yang menderita penyakit hematologis
3. Anemia juga bisa disebabkan karena adanya penggunaan sinar-X yang berlebihan,
penggunaan obat- obatan maupun pendarahan. Untuk itu penting dilakukan anamnesa
mengenai riwayat penyakit terdahulu.
Untuk mendapatkan data lanjutan, perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan juga pemeriksaan
penunjang pada anak dengan anemia agar dapat mendukung data subjektif yang diberikan
dari pasien maupun keluarga. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan 4 cara yaitu inspeksi,
auskultasi, palpasi dan perkusi secara head to toe sehingga dalam pemeriksaan kepala pada
anak dengan anemia didapatkan hasil rambut tampak kering, tipis, mudah putus, wajah
tampak pucat, bibir tampak pucat, konjungtiva anemis, biasanya juga terjadi perdarahan pada
gusi dan telinga terasa berdengung. Pada pemeriksaan leher dan dada ditemukan jugular
venous pressure akan melemah, pasien tampak sesak nafas ditandai dengan respiration rate
pada kanak-kanak (5-11 tahun) berkisar antara 20-30x per menit. Untuk pemeriksaan
abdomen akan ditemukan perdarahan saluran cerna, hepatomegali dan kadang-kadang
splenomegali. Namun untuk menegakkan diagnosa medis anemia, perlunya dilakukan
pemeriksaan lanjutan seperti pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan fungsi sumsum
tulang.
1.2.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut Wijaya (2013) dari hasil pengkajian di atas dapat disimpulkan diagnosa
keperawatan sebagai berikut:
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin dalam darah
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
inadekuat intake makanan
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
5. Kecemasan orang tua berhubungan dengan proses penyakit anak
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar dengan informasi.
7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh sekunder menurun
(penurunan Hb), prosedur invasif

1.2.3 Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Kode: 00204 Domain II Kesehatan Fisiologi Domain II Fisiologis
Ketidakefektifan perfusi Kelas E: Jantung Paru Kompleks
jaringan perifer. Kelas N: Manajemen
Kode 0407 Perfusi Jaringan: Perfusi Jaringan
Definisi: Perifer Kode 4180 Manajemen
Penurunan sirkulasi darah ke Hipovolemi
perifer yang dapat Definisi:
menggangggu kesehatan. Kecukupan aliran darah melalui Definisi:
pembuluh kecil diujung kaki dan Ekspansi dari volume cairan
Batasan karakteristik: tangan untuk mempertahankan intravaskuler pada pasien
- Bruit femoral fungsi jaringan. yang cairannya berkurang
- Edema
- Indeks ankle-brakhial Setelah dilakukan asuhan 1. Timbang berat badan
<0,90 keperawatan selama ….. perfusi diwaktu yang sama
- Kelambatan jaringan perifer adekuat dengan 2. Monitor status
penyembuhan luka kriteria hasil: homeodinamik
perifer 1. Pengisian kapiler meliputi nadi dan
- Klaudikasi intermiten ekstremitas tekanan darah
- Penurunan nadi 2. Muka tidak pucat 3. Monitor adanya
perifer 3. Capilary Refill Time < 3 tanda-tanda
- Perubahan fungsi detik dehidrasi
motorik 4. Monitor asupan dan
- Perubahan pengeluaran
karakteristik kulit 5. Monitor adanya
- Perubahan tekanan hipotensi ortostatis
darah di ekstremitas dan pusing saat
- Tidak ada nadi perifer berdiri
- Waktu pengisian 6. Monitor adanya
kapiler > 3 detik sumber-sumber
- Warna kulit pucat saat kehilangan cairan
elevasi (perdarahan,
muntah, diare,
keringat yang
berlebihan, dan
takipnea)
7. Monitor adanya data
laboratorium terkait
dengan kehilangan
darah (misalnya
hemoglobin,
hematokrit)
8. Dukung asupan
cairan oral
9. Jaga kepatenan akses
IV
10. Berikan produk
darah yang
diresepkan dokter
11. Bantu pasien dengan
ambulasi pada kasus
hipotensi postural
12. Instruksikan pada
pasien/keluarga
untuk mencatat
intake dan output
dengan tepat
13. Instruksikan pada
pasien/keluarga
tindakan-tindakan
yang dilakukan
untuk mengatasi
hipovolemia.

Domain II Fisiologis
Kompleks
Kelas N: Manajemen
Perfusi Jaringan
Kode 4030 Pemberian
Produk-Produk darah

Definisi: memberikan darah


atau produk darah dan
memonitor respon pasien

1. Cek kembali
instruksi dokter
2. Dapakan riwayat
tranfusi pasien
3. Dapatkan atau
verifikasi kesediaan
(informed consent)
pasien
4. Cek kembali pasien
dengan benar, tipe
darah, tipe Rh,
jumlah unit, waktu
kadaluarsa dan catat
per protokol di
agensi
5. 5.Monitor area IV
terkait dengan tanda
dan gejala dari
adanya infiltrasi,
phlebitis dan infeksi
lokal
6. Monitor adanya
reaksi transfusi
7. Monitor dan atur
jumlah aliran selama
transfusi
8. Beri saline ketika
transfusi selesai
9. Dokumentasikan
waktu transfusi
10. Dokumentasikan
volume infus
2. Kode 00002 Domain II Kesehatan fisiologis Domain I Fisiologis dasar
Ketidakseimbangan nutrisi: Kelas K: Pencernaan dan nutrisi Kelas D : Dukungan Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh Kode 1100 Manajemen
Kode 1009 Status Nutrisi: Nutrisi
Definisi: asupan nutrisi
Asupan nutrisi tidak cukup Definisi: menyediakan dan
untuk memenuhi kebutuhan Definisi: meningkatkan intake nutrisi
metabolik Asupan gizi untuk memenuhi yang seimbang
kebutuhan-kebutuhan metabolik 1. Tentukan status gizi
Batasan karakteristik: pasien dan
- Berat badan 20% atau Setelah dilakukan asuhan kemampuan untuk
lebih dibawah rentang keperawatan selama …… jam memenuhi
berat badan ideal pasien dapat meningkatkan kebutuhan gizi
- Diare status nutrisi yang adekuat 2. Identifikasi adanya
- Kelemahan otot dengan kriteria hasil: alergi atau
mengunyah 1. Asupan kalori, protein intoleransi makanan
- Kelemahan otot untuk dan zat besi adekuat yang dimiliki pasien
menelan 2. Porsi makan dihabiskan 3. Ciptakan lingkungan
- Kram abdomen 3. Berat badan yang optimal pada
- Kurang informasi dipertahankan/meningkat saat mengkonsumsi
- Kurang minat makanan
pada makanan 4. Bantu pasien terkait
- Membran mukosa perawatan mulut
pucat sebelum makan
- Nyeri abdomen 5. Anjurkan pasien
- Penurunan berat terkait dengan
badan dengan asupan kebutuhan diet untuk
makan adekuat kondisi sakit
6. Monitor
Faktor yang berhubungan: kecenderungan
- Faktor biologis terjadinya penurunan
- Faktor ekonomi atau peningkatan
- Gangguan psikososial berat badan
- Ketidakmampuan 7. Anjurkan pasien
makan untuk makan pada
- Kurang asupan makan porsi yang sedikit
dan sering
3. Kode 00092 Intoleransi Domain 1 Fungsi kesehatan Domain 1 Fisiologis dasar
aktivitas Kelas A Pemeliharaan energi Kelas A manajemen
aktivitas dan latihan
Definisi: Kode 0005 Toleransi terhadap
Ketidakcukupan energi aktivitas Kode 0180 Manajemen
psikologis atau fisiologis energi
untuk mempertahankan atau Definisi: Respon fisiologis
menyelesaikan aktivitas terhadap pergerakan yang Defenisi:
kehidupan sehari-hari yang memerlukan energi dalam Pengaturan energi yang
harus atau yang ingin aktivitas sehari-hari digunakan untuk menangani
dilakukan atau mencegah kelelahan
Setelah dilakukan asuhan dan mengoptimalkan fungsi
Batasan karakteristik: keperawatan selama …. jam 1. Kaji status fisiologi
- Keletihan pasien dapat toleransi dengan pasien yang
- Dispneu setelah aktivitas dengan kriteria hasil: menyebabkan
beraktivitas 1. Saturasi oksigen saat kelelahan sesuai
- Ketidaknyamanan beraktivitas normal dengan konteks
setelah beraktivitas 2. Frekuensi nadi saat usia dan
- Respon frekuensi
jantung beraktivitas normal perkembangan
abnormal terhadap 3. Warna kulit tidak pucat 2. Anjurkan pasien
aktivitas 4. Melakukan aktivitas mengungkapkan
- Respon tekanan darah secara mandiri perasaan secara
abnormal terhadap verbal mengenai
aktivitas keterbatasan yang
dialami
Faktor yang berhubungan 3. Perbaiki defisit
- Gaya hidup kurang status fisiologi
gerak sebagai prioritas
- Imobilitas utama
- Ketidakseimbangan 4. Tentukan jenis dan
antara suplai dan banyaknya aktivitas
kebutuhan oksigen yang dibutuhkan
- Tirah baring untuk menjaga
ketahanan
5. Monitor asupan
nutrisi untuk
mengetahui sumber
energi yang adekuat
6. Catat waktu dan
lama istirahat/tidur
pasien
7. Monitor sumber dan
ketidaknyamanan
/nyeri yang dialami
pasien selama
aktivitas.
4. Kode 00108 Domain 1 Fungsi kesehatan Domain 1 Fisiologis dasar
Defisit perawatan diri: mandi Kelas D Perawatan diri Kelas F fasilitasi Perawatan
diri
Defenisi: Kode 0301 Perawatan diri: Kode 1801 Bantuan
Hambatan kemampuan untuk mandi Defenisi: perawatan diri:
Tindakan seeorang untuk
melakukan atau membersihkan badannya sendiri mandi/kebersihan
menyelesaikan aktivitas secara mandiri atau tanpa alat
mandi secara mandiri bantu. Definisi:
Setelah dilakukan asuhan Membantu pasien
Batasan karakteristik: keperawatan selama ….. menit, melakukan kebersihan diri
- Ketidakmampuan pasien dapat meningkatkan 1. Pertimbangkan usia
membasuh tubuh perawatan diri selama dalam pasien saat
- Ketidakmampuan perawatan dengan kriteria hasil: mempromosikan
mengakses kamar 1. Mandi dengan bersiram aktivitas perawatan
mandi 2. Mencuci badan bagian diri
- Ketidakmampuan atas 2. Letakkan handuk,
mengambil peralatan 3. Mencuci badan bagian sabun mandi,
mandi bawah shampo, lotion dan
- Ketidakmampuan 4. Mengeringkan badan peralatan lainnya
mengatur air mandi disisi tempat tidur
- Ketidakmampuan atau kamar mandi
mengeringkan tubuh 3. Sediakan lingkungan
- Ketidakmampuan yang terapeutik
menjangkau sumber dengan memastikan
air kehangatan, suasana
rileks, privasi dan
Faktor yang berhubungan: pengalaman pribadi
- Ansietas 4. Monitor kebersihan
- Gangguan fungsi kuku, sesuai dengan
kognitif kemampuan
- Gangguan fungsi merawat diri pasien
muskuloskeletal 5. Jaga ritual
- Gangguan kebersihan
neuromuskular 6. Beri bantuan sampai
- Gangguan persepsi pasien benar- benar
- Kelemahan mampu merawat diri
- Kendala lingkungan secara mandiri
- Ketidakmampuan
merasakan bagian
tubuh
- Nyeri
- Penurunan motivasi
5. Kode 00126 Defisiensi Knowledge : disease process 1. Kaji tingkat
pengetahuan Knowledge : health behavior pengetahuan pasien
dan keluarga
Definisi: Setelah dilakukan tindakan 2. Jelaskan
Ketiadaan atau defisiensi keperawatan selama …. Pasien patofisiologi dari
informasi kognitif yang dan keluarga menunjukkan penyakit dan
berkaitan dengan topik pengetahuan tentang proses bagaimana hal ini
tertentu penyakit dengan kriteria hasil: berhubungan dengan
- Pasien dan keluarga anatomi dan
Batasan karakteristik: menyatakan pemahaman fisiologi, dengan
- Ketidakakuratan tentang penyakit, cara yang tepat.
melakukan tes kondisi, prognosis dan 3. Gambarkan tanda
- Ketidakakuratan program pengobatan dan gejala yang
mengikuti perintah - Pasien dan keluarga biasa muncul pada
- Kurang pengetahuan mampu melaksanakan penyakit, dengan
- Perilaku tidak tepat prosedur yang dijelaskan cara yang tepat
secara benar 4. Gambarkan proses
Faktor yang berhubungan: - Pasien dan keluarga penyakit, dengan
- Gangguan fungsi mampu menjelaskan cara yang tepat
kognisi kembali apa yang 5. Identifikasi
- Gangguan memori dijelaskan perawat/tim kemungkinan
- Kurang informasi kesehatan lainnya penyebab, dengan
- Kurang minat cara yang tepat
untuk belajar 6. Sediakan informasi
- Kurang pada pasien tentang
sumber pengetahuan kondisi, dengan cara
- Salah pengertian yang tepat
terhadap orang lain 7. Sediakan bagi
keluarga informasi
tentang kemajuan
pasien dengan cara
yang tepat
8. Diskusikan pilihan
terapi atau
penanganan
9. Dukung
pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan
10. Eksplorasi
kemungkinan
sumber atau
dukungan, dengan
cara yang tepat
6. Kode 00146 Ansietas Kelas : Kontrol kecemasan Anxiety Reduction
Koping (penurunan kecemasan)
Definisi: perasaan tidak - Gunakan pendekatan
nyaman atau kekhawatiran Setelah dilakukan asuhan selama yang menenangkan
yang samar disertai respons ..... klien kecemasan teratasi dgn - Nyatakan
otonom, perasaan takut yang kriteria hasil: dengan jelas
disebabkan oleh antisipasi 1. Klien mampu harapan
terhadap bahaya. mengidentifikasi dan terhadap pelaku
mengungkapkan gejala pasien
Batasan karakteristik: cemas - Jelaskan semua
perilaku: 2. Mengidentifikasi, prosedur dan apa
- Agitasi mengungkapkan dan yang dirasakan
- Gelisah menunjukkan tehnik selama prosedur
- Gerakan ekstra untuk mengontrol cemas - Temani pasien untuk
- Insomnia 3. Vital sign dalam batas memberikan
- Kontakmata yang normal keamanan dan
buruk
- Melihat sepintas 4. Postur tubuh, ekspresi mengurangi takut
- Mengekspresikan wajah, bahasa tubuh dan - Berikan informasi
kekhawatiran karena tingkat aktivitas faktual mengenai
perubahan menunjukkan diagnosis, tindakan
- Penurunan berkurangnya kecemasan prognosis
produktifitas - Libatkan
- Tampak waspada keluarga
untuk mendampingi
Afektif : klien
- Distres - Instruksikan pada
- Gelisah pasien untuk
- Gugup menggunakan tehnik
- Kesedihan yang relaksasi
mendalam - Dengarkan dengan
- Menyesal penuh perhatian
- Peka - Identifikasi tingkat
- Putus asa kecemasan
- Ragu - Bantu pasien
- Sangat khawatir mengenal situasi
yang menimbulkan
Fisiologi: kecemasan
- Gemetar - Dorong pasien untuk
- Peningkatan mengungkapkan
ketegangan perasaan, ketakutan,
- Tremos tangan persepsi
- Wajah tegang - Kolaborasi
pemberian terapi
Simpatis:
- Anoreksia
- Daire
- Dilatasi pupil
- Lemah
- Mulut kering
- Peningkatan refleks
- Peningkatan frekuensi
napas
- Wajah memerah

Parasimpatis:
- Dorongan segera
berkemih
- Gangguan pola tidur
- Melamun
- Nyeri abdomen
- Penurunan
kemampuan untuk
belajar
- Pusing
- Penurunan denyut
nadi

Kognitif:
- Cenderung
menyalahkan orang
lain
- Gangguan konsentrasi
- Melamun
- Penurunan lapang
persepsi

Faktor yang berhubungan:


- Ancaman kematian
- Ancaman pada status
terkini
- Perubahan besar
(misalnya: status
ekonomi, lingkungan,
status kesehatan,
fungsi peran, status
peran)
7. Risiko infeksi b/d imunitas Setelah dilakukan askep …. jam Kontrol Infeksi
tubuh menurun, prosedur tidak terdapat faktor risiko - Bersihkan
invasive infeksi dengan kriteria hasil: lingkungan setelah
- Bebas dari gejala infeksi, dipakai pasien lain.
- Angka lekosit normal (4- - Batasi pengunjung
11.000) bila perlu dan
- Vital sign dalam batas anjurkan u/ istirahat
normal yang cukup
- Anjurkan keluarga
untuk cuci tangan
sebelum dan setelah
kontak dengan klien.
- Gunakan sabun anti
mikroba untuk
mencuci tangan.
- Lakukan cuci tangan
sebelum dan sesudah
tindakan
keperawatan.
- Gunakan baju dan
sarung tangan
sebagai alat
pelindung.
- Pertahankan
lingkungan yang
aseptik selama
pemasangan alat.
- Lakukan perawatan
luka dan dresing
infus, DC setiap hari
jika ada
- Tingkatkan intake
nutrisi dan cairan
yang adekuat
- Berikan antibiotik
sesuai program

Proteksi terhadap infeksi


- Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal.
- Monitor
hitung
granulosit dan
WBC.
- Monitor kerentanan
terhadap infeksi.
- Pertahankan teknik
aseptik untuk setiap
tindakan
- Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas.
- Monitor perubahan
tingkat energi.
- Dorong klien untuk
meningkatkan
mobilitas dan
latihan.
- Instruksikan klien
untuk minum
antibiotik sesuai
program.
- Ajarkan
keluarga/klien
tentang tanda dan
gejala infeksi dan
melaporkan
kecurigaan infeksi.
1.2.4 Implementasi Keperawatan
1. Anemia pasca perdarahan
Penatalaksanaan awal dengan memberikan transfusi darah. Pilihan kedua
adalah dengan memberikan plasma (plasma expanders atau plasma substitute). Dalam
keadaan darurat diberikan cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia.

2. Anemia defisiensi zat besi


Penatalaksanaan terapeutik difokuskan pada peningkatan jumlah suplemen zat
besi yang diterima anak. Biasanya usaha ini dilakukan melalui konsultasi diet dan
pemberian suplemen zat besi per oral.
Jika sumber zat besi dalam makanan tidak dapat menggantikan simpanan yang
ada di dalam tubuh, pemberian suplemen zat besi per oral perlu di programkan selama
kurang lebih 3 bulan. Apabila kadar Hb sangat rendah atau jika kadar tersebut tidak
berhasil naik setelah terapi oral selama 1 bulan, penting untuk mengkaji apakah
pemberian zat besi sudah dilakukan secara benar. Transfusi juga hanya diindikasikan
pada keadaan anemia yang paling berat dan pada kasus infeksi yang serius. (Wong,
2009:1120).
Pada anak dengan defisiensi zat besi diberikan sulfas ferosus 3x10 mg/kg BB/
hari (waspada terhadap terjadinya enteritis). Dapat diberikan preparat zat besi
parenteral secara intramuskular atau intra vena bila pemberian per oral tidak dapat
diberikan. Transfusi darah hanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 5g/dL disertai
keadaan umum buruk, misalnya gagal jantung, bronkopneumonia dan sebagainya.
Obat cacing hanya diberikan jika ternyata anak menderita cacingan, antibiotik bila
perlu (terdapat infeksi).

3. Anemia sel sabit Terapi bertujuan untuk:


1) Mencegah keadaan yang meningkatkan pembentukan sel sabit yang
bertanggungjawab atas terjadinya sekuele patologik
2) Mengatasi kondisi darurat medis pada krisis sel sabit. Pencegahan terdiri atas
upaya mempertahankan hemodilusi.

Keberhasilan mengimplementasi tujuan ini lebih sering bergantung pada


intervensi keperawatan dibandingkan terapi medis. Biasanya penatalaksanaan medis
terhadap krisis sel sabit merupakan tindakan suportif dan simtomatik.
Biasanya penatalaksanaan medis terhadap krisis sel sabit merupakan tindakan
suportif dan simtomatik yang bertujuan untuk memberi kesempatan tirah baring agar
meminimalkan pengeluaran energi dan pemakaian oksigen, hidrasi melalui terapoi
oral dan IV, penggantian elektrolit, analgesik untuk mengatasi rasa nyeri yang hebat
akibat vaso-oklusi, transfusi darah untuk mengatasi anemia dan mengurangi viskositas
darah yang mengalami pembentukan sel sabit, antibiotik untuk mengobati setiap
infeksi yang terjadi (Wong, 2009:1121).
4. Anemia hemolitik
1) Terapi gawat darurat yang dilakukan untuk mengatasi syok dan
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit serta memperbaiki fungsi
ginjal. Jika anemia berat maka perlu dilakukan transfusi dengan pengawasan
ketat. Transfusi yang diberikan berupa washed red cells untuk mengurangi
beban antibodi. Selain itu juga diberikan steroid parenteral dosis tinggi atau
bisa juga hiperimun globulin untuk menekan aktivitas makrofag.
2) Terapi suportif-simptomatik bertujuan untuk menekan proses hemolisis
terutama di limpa dengan jalan splenektomi. Selain itu juga diberikan terapi
asam folat untuk mencegah krisis megaloblastik.
3) Terapi kausal bertujuan untuk mengobati penyebab dari hemolisis namun
biasanya penyakit ini idiopatik dan herediter sehingga sulit untuk ditangani.
5. Anemia aplastik
Tujuan terapi anemia aplastik didasarkan pada pengenalan proses penyakit
yang mendasarinya yaitu kegagalan sumsum tulang untuk melaksanakan fungsi
hematopoietik. Oleh karena itu, terapi diarahkan untuk pemulihan fungsi sumsum
tulang yang meliputi dua cara penanganan utama yaitu:
1) Terapi imunsupresif untuk menghilangkan fungsi imunologi yang
diperkirakan memperpanjang keadaan apalasia dengan menggunakan globulin
antitimosit (ATG) atau gobulin antilimfosit (ALG) yaitu terapi primer bagi
anak yang bukan calon untuk transplantasi sumsum tulang. Anak itu akan
berespon dalam tiga bulan atau tidak sama sekali terhadap terapi ini. Terapi
penunjang mencakup pemakaian antibiotik dan pemberian produk darah.
2) Penggantian sumsum tulang melalui transplantasi. Transplantasi sumsum
tulang merupakan terapi bagi anemia aplastik berat jika donor yang sesuai.
Pilihan utama pengobatan anemia aplastik adalah transplantasi sumsum tulang
dengan donor saudara kandung, yang antigen limfosit manusianya (HLA)
sesuai. Jika ingin melakukan pemeriksaan sumsum tulang, pemeriksaan HLA
keluarga harus segera dilakukan dan produk darah harus sesedikit mungkin
digunakan untuk menghindari terjadinya sensitisasi. Untuk menghindari
terjadinya sensitisasi, darah hendaknya juga jangan didonasi oleh keluarga
anak. Prosuk darah harus selalu diradiasi dan disaring untuk menghilangkan
sel-sel darah putih yang ada, sebelum diberikan pada anak yang menjadi calon
penerima transplantasi sumsum tulang (Betz & Sowden, 2002:11).

1.2.5 Evaluasi Keperawatan


Menurut Capernito (1999:28) Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau
terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di tetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi pada pasien dengan anemia adalah infeksi tidak terjadi, kebutuhan nutrisi pasien
terpenuhi, pasien dapat mempertahankan atau meningkatkan aktivitas, peningkatan perfusi
jaringan perifer, dapat mempertahankan integritas kulit, pasien mengerti dan memahami
tentang penyakit, prosedur diagnostik dan rencana pengobatan.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN ANEMIA
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum tampak sedang, kesadaran
komposmentis. BB pasien 42 kg, TB 163 cm. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital di
dapatkan tekanan darah: 90/70 mmHg, frekuensi denyut nadi: 100 x/menit, capillary refill
time (CRT) > 3 detik, pernapasan: 28x/menit, nafas pendek dan dangkal, saat ini pasien
terpasang oksigen nasal canul 3 lpm dan suhu: 37,8°C. Konjungtiva mata anemis, sklera
anikterik. Telinga dan hidung dalam batas normal. Pada mulut tampak gigi dan oral hygiene
cukup. Pemeriksan leher dalam batas normal. Pemeriksaan jantung, dan paru dalam batas
normal. Pemeriksaan abdomen didapatkan distensi (-), bising usus normal, timpani (+), nyeri
tekan (-), hepar dan lien tidak teraba. Ekstremitas superior dan inferior dalam batas normal,
tidak sianosis, tidak oedem, dan akral hangat. Status neurologis: reflek fisiologis normal,
reflek patologi (‐).

Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan eritrosit sebanyak 2.50 x106 μL, Hemoglobin 9,2
g/dL, MCV 59.1 fL MCH 16,9 pg dan MCHC 28,6 g/dL. RDW-CV 19.4%. Leukosit dan
trombosit dalam batas normal. Hasil pemeriksaan sediaan apus darah tepi ditemukan eritrosit
mikrositik hipokrom.

Pasien juga mengatakan selama sakit tidur hanya 4 jam/hari, waktu malam pasien
mengatakan sulit tidur, mudah terbangun, tidak puas tidur, tampak lesu serta klien tampak
mengantuk pada siang hari. Saat ini pasien terpasang infus Nacl 20 tetes permenit. Terapi
pengobatan: Omeprazol 2x20 mg Emibion 2x500 mg Asam folat 3x500 mg Curcuma 3x500
mg Paracetamol 1x500 mg.

1. Buatlah pengkajian dengan menggunakan format pengkajian pola fungsional Gordon pada
kasus Nn. S

PENGKAJIAN

A. Biodata
1. Biodata Pasien
a. Nama : Nn. S
b. Umur : 28 Tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Alamat : Padang
e. Pendidikan : SMA
f. Pekerjaan : Karyawan
g. Tanggal Masuk : 05 November 2022
h. Diagnosa Medis : Anemia
i. Nomor Registrasi : 09380
B. Keluhan Utama
Pasien mengeluh lemas, mual, mata berkunang-kunang, mudah lelah, lesu dan
sesak nafas.
C. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan badan terasa lemas, mata berkunang – kunang,
mudah lelah meskipun minim aktivitas dan sesak nafas.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan ia merasa lemas 4 hari sebelum masuk rumah sakit,
pasien juga mengatakan sudah menjalankan diet ketat selama 4 bulan.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga


Tidak terdapat anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang
sama dengan pasien
D. Pengkajian Pola Fungsional (Gordon)
1. Pola Manajemen dan Persepsi Kesehatan
Pasien mengatakan lemas, mual, mata berkunang-kunang, mudah lelah
meskipun hanya jalan dari kamar mandi dan tetap lesu meskipun sudah
beristirahat. Pasien berusaha menarik nafas untuk mengurangi sesak nafas
2. Pola Aktivitas dan Latihan
Pasien tidak dapat melakukan aktivitas karena sesak yang dialaminya.
Pasien lebih sering berbaring dan duduk.
3. Pola Istirahat dan Tidur
Pasien mengatakan sulit tidur saat malam, mudah terbangun, tidak
puas tidur dan hanya tidur selama 4 jam. Pasien tampak lesu dan mengantuk
pada siang hari.
4. Pola Nutrisi dan Metabolik
Pasien sedang menjalankan diet ketat sejak 4 bulan yang lalu, pasien
melakukan diet ketat dengan mengurangi semua jenis makanan.
5. Pola Eliminasi
6. Pola Persepsi Kognitif dan Sensori
7. Pola Konsep Diri
8. Pola Toleransi Stress – Koping
9. Pola Reproduksi – Seksualitas
10. Pola Hubungan Peran
11. Pola Nilai dan Keyakinan
E. Pemeriksaan Fisik
1. Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
2. Tanda – Tanda Vital
1. Tekanan darah : 90/70 mmHg
2. Nadi : 100x / menit
3. RR : 28x / menit
4. Suhu : 37,8°C
5. CRT > 3 detik
3. Keadaan Fisik
1. Kepala dan Leher
a. Kepala : Tidak terdapat adanya benjolan, bentuk kepala
semetris
b. Leher : Tidak terdapat adanya benjolan
c. Mata : Konjungtiva anemis, sklera anikterik
d. Hidung : Tidak terdapat pernafasan cuping hidung, bentuk
hidung simetris
e. Mulut : Mulut dan gigi tampak bersih
f. Telinga : Telinga luar tampak bersih
2. Dada
Pada pemeriksaan dada didapatkan pergerakan dada terlihat
saat inspirasi, suara Jantung S1 dan S2 tunggal, tidak terdapat palpitasi,
suara mur-mur tidak ada, ronchi (-), wheezing (-), nafas cuping hidung
(-).
3. Abdomen
Pemeriksaan abdomen didapatkan distensi (-), bising usus
normal, timpani (+), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
4. Ekstremitas
Pada pemeriksaan ekstremitas superior dan inferior dalam batas
normal, tidak sianosis, tidak oedem, dan akral hangat.
5. Neurologis
Reflek fisiologis normal, reflek patologi (‐).
F. Pemeriksaan Diagnostik
Dilakukan pemeriksaan darah lengkap dengan hasil eritrosit sebanyak 2.50 x106 μL,
Hemoglobin 9,2 g/dL, MCV 59.1 fL MCH 16,9 pg dan MCHC 28,6 g/dL. RDW-CV
19.4%. Leukosit dan trombosit dalam batas normal
G. Program Terapi
a. Infus Nacl 20 tetes permenit
Fungsi : Untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit
b. Omeprazol 2x20 mg
Fungsi : Untuk mengurangi kadar asam lambung
c. Emibion 2x500 mg
Fungsi : Untuk menambah kadar zat besi, asam folat dan vitamin C
d. Asam folat 3x500 mg
Fungsi : Untuk membentuk sel darah merah
e. Curcuma 3x500 mg
Fungsi : Untuk membantu/meningkatkan nafsu makan dan membantu
memelihara fungsi hati
f. Paracetamol 1x500 mg
Fungsi : Untuk mengatasi demam dan meredakan nyeri

2. Buatlah analisa data untuk kasus di atas lengkapi dengan path way singkat! Jelaskan semua
diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus diatas!
PATHWAY

ANALISA DATA

NO ANALISA DATA MASALAH ETIOLOGI


1. DS : - Perfusi Jaringan Tidak Kadar Hb Menurun
DO : Capillary reffil time lebih Efektif
dari 3 detik, Tekanan darah Berkurangnya volume
menurun, Hemoglobin 9,2 gr/dL darah

Aliran darah perfusi


menurun

Perfusi jaringan tidak


efektif
2. DS : pasien mengatakan mudah Intoleransi Aktivitas Penurunan sel darah
lelah meskipun hanya jalan dari merah
kamar mandi dan tetap lesu
meskipun sudah beristirahat. Penurunan suplai O2
Pasien harus menarik nafas ke jaringan
panjang untuk mengurangi rasa
sesaknya saat berkativitas. Hipoksia
Pasien juga mengatakan tidak
bisa beraktivitas Lemah, cepat lelah,
aktivitas berkurang
DO : RR = 28x/menit, nafas
pendek dan dangkal Intoleransi aktifitas
3. DS : pasien mengatakan sudah Defisit Nutrisi Diet ketat
menjalani diet ketat sejak 4
bulan yang lalu Kurangnya zat besi

DO : Kadar Hb menurun
Tinggi badan 163 cm, Berat
badan 42 kg. Hasil Indeks BMI Penurunan suplai O2
15,8 yaitu berat badan di bawah ke jaringan
normal.
Kerja lambung
menurun

Asam lambung
meningkat

BB menurun, mual,
muntah

Defisit Nutrisi
3. Buatlah intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan

Diagnosa
No. Kreteria Hasil/Luaran Intervensi
Keperawatan
1. Perfusi jaringan Perfusi Perifer (L.02011) Pencegahan Perdarahan
tidak efektif b.d Setelah dilakukan asuhan (I.02079)
penurunan keperawatan diharapkan Observasi
konsentrasi pemenuhan kebutuhan a. Periksa sirkulasi perifer
hemoglobin d.d pasien tercukupi dengan ( mis, nadi perifer, edema,
Capillary repill > 3 kriteria hasil, yaitu : pengisian kapiler, warna,
detik 1. Kelemahan otot suhu, enkebrachial indeks).
menurun dari 2 ke 4
b. Identifikasi factor risiko
2. Tekanan darah sistolik gangguan dirkulasi (mis.
meningkat dari 2 Diabetes, perokok,
menjadi 4 (Tekanan orangtua, hipertensi, dan
darah sistolik dari 90 kadar kolesterol tinggi).
manjdai 120)
c. Monitor panas, kemerahan,
3. Tekanan darah nyeri, atau bengkak pada
diastolic meningkat ekstremitas.
dari 3 menjadi 4
(Tekanan darah
Terapeutik
diastolik dari 70
4. Hindari pemasangan infuse
manjdai 80)
atau pengambilan darah are
keterbatasan perfusi.

5. Hindari pengukuran tekanan


darah eksterimitas dengan
keterbatasan perfusi.

6. Hindari tekanan dan


pemasangan tourniquet
pada area cedera.

7. Lakukan pencegahan
infeksi.

8. Lakukan perawatan kaki


dan kuku

9. Lakukan hidrasi

Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok,

2. Anjurkan berolahraga rutin

3. Anjurkan mengek air mandi


untuk menghindari kulit
terbakar

4. Anjurkan menggunakan obat


penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurunan
kolesterol, jika perlu

5. Anjurkan minum obat


pengontrol tekanan darah
secara teatur

6. Anjurkan menghindari
pernggunaan obat penyekat
beta.

7. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
(mis. Melembabkan kulit
kering pada kaki).

8. Anjurkan program
rehabilitasi.

9. Anjurkan program diet


untuk memperbaiki sirkulasi
(mis. Rendah lemak jenuh,
minyak ikan omega 3)

10. Informasikan tanda dan


gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis. Rasa sakit
yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa sakit).

2. Intoleransi Toleransi aktivitas Manajeman Energi (I.05178)


Aktivitas b.d (L.05047) Tindakan
Kelemahan, Setelah dilakukan asuhan Observasi
Ketidakseimbangan keperawatan diharapkan A. Identifikasi gangguan fungsi
antara Suplai dan pemenuhan kebutuhan yang engakibatkan
Kebutuhan pasien tercukupi dengan kelelahan.
Oksigen d.d kriteria hasil, yaitu :
B. Monitor kelelahan fisik dan
mengeluh lemas, 1. Kemudahan dalam
mudah Lelah melakukan aktivitas C. Monitor pola dan jam tidur
meskipun sudah sehari-hari meningkat
D. Monitor lokasi dan
beristirahat dan dari 1 menjadi 3
ketidaknyaman selama
pernapasan
2. Jarak berjalan melakukan aktivitas
28x/menit
meningkat dari 2
Observasi
menjadi 4
1. Sediakan lingkungan
3. Keluhan lelah nyaman dan rendah
menurun daru 4 stimulus (mis. cahaya,
menjadi 2 suara, kunjungan)

4. Dispnea saat aktivitas 2. Lakukan latihan rentang


menurun dari 4 gerak pasif atau/ aktif.
menjadi 2
3. Berikan aktifitas distraksi
5. Frekuensi napas
menurn dari 2 menjadi yang menenangkan.
2 (Frekuensi napas
4. Fasilitasi duduk di sisi
dari 28 x/menit
tempat tidur, jika tidak
menjadi dibawah 20
dapat berpindah atau
x/menit)
berjalan.

Eduakasi
1. Anjurkan tirah baring.

2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap

3. Anjurkanmenghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang

4. Anjarkan strategi koping


untuk mengurangi kelelahan

Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan gizi.

3. Defisit Nutrisi b.d Status Nutrisi (L.05047) Manajemen Nutrisi (I.03119)


Faktor Psikologis Setelah dilakukan asuhan Tindakan
( Keengganan keperawatan diharapkan Observasi
Untuk Makan) d.d pemenuhan kebutuhan 1. Identifikasi status nutrisi
BB pasien 45 kg pasien tercukupi dengan
2. Identifikasi alergi dan
dan TB 163 cm kriteria hasil, yaitu :
intoleransi makanan
1. Porsi makan yang
dihabiskan meningkat 3. Identifikasi makan yang
dari 2 menjadi 4. disukai

2. Verbalisai keinginan 4. Identifikasikebutuhan kalori


untuk meningkatkan
nutrisi meningkat dari dan jenis nitrien
2 menjadi 4.
5. Identifikasi perlunya
3. Sikap terhadap penggunaan selang
makanan/miuman nasogastrik
sesuai dengan tujuan
6. Monitor asupan makanan
kesehatan meningkat
dari 2 menjadi 4. 7. Monitor berat badan

4. Berat badan 8. Monitor hasil pemerikasaan


meningkat dari 2 laboratorium
menjadi 4 (Berat
Terapeutik
badan dari 42 kg
1. Lakukan oral hygiene
menjadi 52 kg).
sebelum makan, jika perlu

2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis. piramida
makanan)

3. Sajikan makanan secara


menarik dan suhu yang
sesuai

4. Berikan makanan tinggi


sarta untk mencegah
konstipasi

5. Berikam makanan tinggi


kalori dan tinggi protein

6. Berikan suplemen makanan,


jika perlu.

7. Hentikan pemberian
makanan melalui selang
nasogatril jika asupan oral
dapat di toleransi.

Edukasi
1. Anjutkan posisi duduk, jika
perlu

2. Ajarkan diet yang


diprogramkan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. pereda nyeri,
antimetik), jika perlu

2. Kolaborasi dengan ahli gizi


untuk menetukan jamlah
kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu

4. Identifikasi hasil-hasil penelitian yang dapat dijadikan intervensi keperawatan pada kasus
Nn.S dan jelaskan PICO terkait EBN tersebut.

Judul artikel Jus Bir Merah (Beta ulgaris) Bermanfaat


meningkatkan Kadara Hemoglobin Ibu
Hamil dengan Naemia (Dewita &
Henniwati, 2020)
P (Problem) Ibu Hamil dengan Anemia

I (Intervention) Pemberian jus bir merah

C (Comparative) Kadar hemoglobin ibu hamil pada


kelompok kontrol sebelum dan sesudah
pemberian jus bir merah hasilnya ada
peningkatan kadar hemoglobin.
O (Outcome) Pemberian Bir merah efektif terhadap
peningkatan kadar hemoglobin pada ibu
hamil dengan anemia.
MAKALAH
KEPERAWATAN DEWASA SISTEM KARDIOVASKULER,
RESPIRATORI, DAN HEMATOLOGI
“Asuhan Keperawatan pada Kasus Hematologi : Leukimia”

DOSEN PENGAMPU :
Ns. Devia P. Lenggogeni., M.Kep., Sp.Kep.MB

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1

Zaky El-Karim 2111311050


Kholiza Asriana Sinaga 2111312005
Azzahra Faradisa Marwa 2111312020
Nabilah Yulviana Richarson 2111312035
Fakhira Rahmi 2111313005
Sarah Lathifah 2111313014

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2022

BAB I
TEORITIS LEUKIMIA

1.1 Definisi Leukimia


Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang, yang
menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan menyingkirkan jenis sel
lain (Reeves, Charlene J et al, 2001). Leukemia adalah penyakit akibat terjadinya
proliferasi (pertumbuhan sel imatur) sel leukosit yang abnormal dan ganas, serta sering
disertai adanya leukosit dengan jumlah yang berlebihan, yang dapat menyebabkan
terjadinya anemia trombisitopenia (Hidayat, 2006). Leukemia merupakan penyakit akibat
proliferasi (bertambah banyak atau multiplikasi) patologi dari sel pembuat darah yang
bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal, (Nursalam, 2005). Leukemia merupakan
kelompok kelainan yang ditandai dengan akumulasi leukosit ganas di sumsum tulang dan
darah tepi. Sel abnormal tersebut menyebabkan gejala: (1) kegagalan sumsum tulang
(mis. Anemia, neutropenia, trombositopenia); dan (2) infiltrasi terhadap organ-organ
(mis. Hati, limpa, kelenjer limfe, meningen, otak, kulit atau testis), (A.V. Hoffbrand dan
P.A. H. Moss, 2011).

1.2 Klasifikasi Leukimia


Menurut (Price, 1999), Leukemia dibagi menjadi beberapa klasifikasi, yaitu :
a) Leukemia Mielositik Akut (LMA) LMA disebut juga leukemia mielogenus akut atau
leukemia granulositik akut (LGA) yang dikarakteristikkan oleh produksi berlebihan
dari mieloblast. LMA sering terjadi pada semua usia, tetapi jarang terjadi pada anak-
anak. Mieloblast menginfiltrasi sumsum tulang dan ditemukan dalam darah. Hal ini
dapat mengakibatkan terjadinya anemia, perdarahan, dan infeksi, tetapi jarang disertai
keterlibatan orang lain

b) Leukemia Limfositik Akut (LLA) LLA sering menyerang pada masa anak-anak
dengan persentase 75% - 80%. LLA menginfiltrasi sumsum tulang oleh sel
limfoblastik yang menyebabkan anemia, memar (trombositopeni), dan
infeksi(neutropenia). Limfoblas biasanya di temukan dalam darah tepi dan selaluada
di sumsum tulang, hal ini mengakibatkan terjadinya limfedenopati, splenomegali, dan
hepatomegali 70% anak dengan leukemia limfatik akut ini bisa disembuhklan,

c) Leukemia Limfositik Kronis (LLK) LLK terjadi pada manula dengan limfadenopati
generalisata dan peningkatan jumlah leukosit disertai limfositosis, Perjalanan penyakit
biasanya jinak dan indikasi pengobatan adalah hanya jika timbul gejala

d) Leukemia Mielositik Kronis (LMK) LMK sering juga disebut leukemia granulositik
kronik (LGK), gambaran menonjol adalah,: a. Adanya kromosom Philadelphia pada
sel-sel darah. Ini adalah kromosom abnormal yang ditemukan pada sel-sel sumsum
tulang.b. Krisis blast fase yang dikarakteristikkan oleh poroliferasi tibatiba dari
jumlah besar mieloblast.

1.3 Manifesta Klinis Leukimia


Tanda dan gejala awal leukemia dapat termasuk demam, anemia, perdarahan,
kelemahan, nyeri tulang atau sendi dengan atau tanpa pembengkakan. Purpura merupakan
hal yang umum serta hepar dan lien membesar. Jika terdapat infiltrasi kedalam susunan
saraf pusat dapatditemukan tanda meningitis. Cairan serebro spinal mengandung protein
yang meningkatkan dan glukosa yang menurun. Tampaknya juga terdapat beberapa
hubungan antara leukemia dan sindrom down (mongolisme) :

a. Demam tinggi disebabkan karena adanya penurunan leukosit, secara otomatis akan
menurunkan daya tahan tubuh kerena leukosit yang berfungsi untuk mempertahankan
daya tahan tubuh tidak dapat bekerja secara optimal.
b. Malaise.
c. Keletihan (letargi).
d. Perdarahan gusi. Pendarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya pendarahan mukosa
seperti gusi, hidung ( epistaksis ) atau pendarahan bawah kulit yang sering disebut
peteki. Pendarahan ini dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Apabila kadar
trombosit sangat rendah, pendarahan dapat terjadi secara spontan.
e. Mudah memar.
f. Nyeri abdomen yang tidak jelas.Nyeri abdomen muncul akibat adanya pembengkakan
atau rasa tidak nyaman di perut ( akibat pembesaran limpa ). Serta beberapa gejala
lain yang bisa muncul seperti gejala : pasien mengalami penurunan berat badan,
malaise, nyeri tulang, kejang, sakit kepala, dan diplopia.
g. Berat badan turun.
h. Iritabilitas.

1.4 Etiologi Penyakit Leukimia


Etiologi leukimia sampai sekarang belum dapat dijelaskan secara keseluruhan.
Banyak para ahli menduga bahwa faktor infeksi sangat berperan dalam etiologi leukimia.
Infeksi terjadi oleh suatu bahan yang menyebabkan reaksi seperti infeksi oleh suatu virus.
Mereka membuat suatu postulat bahwa kelainan pada leukimia bukan merupakan
penyakit primer akan tetapi merupakan suatu bagian dari respon pertahanan sekunder dari
tubuh terhadap infeksi tersebut. Respon defensif tubuh berbeda pada berbagai tingkat usia
oleh karena itu maka kita lihat bahwa leukimia limfoblastik akut terdapat banyak pada
anak-anak, leukimia mieoblastik akut pada usia dewasa muda, leukimia granulositik
kronik pada dewasa muda dan orang tua dan leukimia limfositik kronik dapat dijumpai
pada semua umur (Supandiman, 1997).
Terjadi peningkatan insiden leukimia pada orang-orang yang terkena radiasi sinar
rontgen (terkena radiasi ledakan bom aom, yang dapat terapi radiologis dan para dokter
ahli radiologis). Diduga peningkatan insiden ini karena akibat radiasi akan merendahkan
resistensi terhadap bahan penyebab leukimia tersebut (Supandiman, 1997). Selain faktor
diatas ada beberapa faktor yang menjadi penyebab leukimia akut yaitu faktor genetika,
lingkungan dan sosial ekonomi, racun, status imunologi, serta kemungkinan paparan virus
keduanya.
Obat yang dapat memicu terjadinya leukimia akut yaitu agen pengalkilasi,
epindophy ilotoxin. Kondisi genetik yang memicu leukimia akut yaitu Down sindrom,
bloom sydrom, fanconi anemia, ataxia telangiectasia. Bahan kimia pemicu leukimia yaitu
benzen. Kebiasaan hidup yang memicu leukimia yaitu merokok, minum alkohol (Dipiro,
et al, 2005).

1.5 Patofisiologi dan WOC Leukimia


Leukemia adalah jenis gangguan pada system hemapoetik yang fatal dan terkait
dengan sumsum tulang dan pembuluh limfe ditandai dengan tidak terkendalinya
proliferasi dari leukosit. Jumlah besar dari sel pertamatama menggumpal pada tempat
asalnya (granulosit dalam sumsum tulang, limfosit di dalam limfe node) dan menyebar ke
organ hematopoetik dan berlanjut ke organ yang lebih besar sehingga mengakibatkan
hematomegali dan splenomegali.
Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer serta
mengganggu perkembangan sel normal. Akibatnya, hematopoesis normal terhambat,
mengakibatkan penurunan jumlah leukosit, eritrosit, dan trobosit. Eritrosit dan trombosit
jumlahnya dapat rendah atau tinggi tetapi selalu terdapat sel imatur.
Proliferasi dari satu jenis sel sering mengganggu produksi normal sel hematopoetik
lainnya dan mengarah kepembelahan sel yang cepat dansitopenia atau penurunan jumlah.
Pembelahan dari sel darah putih meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi karena
penurunan imun. Trombositopeni mengakibatkan perdarahan yang dinyatakan oleh ptekie
dan ekimosis atau perdarahan dalam kulit, epistaksis atau perdarahan hidung, hematoma
dalam membrane mukosa, serta perdarahan saluran cerna dan saluran kemih. Tulang
mungkin sakit dan lunak yang disebabkan oleh infark tulang, (Long, 1996).
1.6 Pemeriksaan Leukimia
a. Anamnesis
i. Pucat
ii. Demam tanpa sebab yang jelas/ demam naik turun
iii. Pendarahan kulit/memar
iv. Nyeri tulang/linu tulang
v. Lesu, berat badan turun
vi. Edema/ gusi bengkak
b. Pemeriksaan TTV
i. Tekanan darah rendah
ii. RR menurun
iii. Hipertermi
c. Pemeriksaan fisik
i. Pucat
ii. Epistaksis/petekie/ekimosis
iii. Pembesaran kalenjer getah bening
iv. Hepatomegali
v. Splenomegali
d. Pemeriksaan Penunjang
Puskesmas RS Tipe C dan B RS Tipe A

1. Darah rutin dan hitung 1. Darah rutin dan hitung 1. Darah rutin dan hitung
jenis (anemia, jenis jenis
tromositopenia,
2. Foto thoraks AP dan 2. Foto thoraks AP dan
leukositosis >100.000/L
lateral lateral
atau leukositopenia)
3. Aspirasi sumsum tulang 3. Aspirasi sumsum tulang
2. Apusan darah tepi/ sel
blast 4. Pungsi lumbal 4. Pungsi lumbal stiokimia
sumsum tulang
5. Stiokimia sumsum
tulang 5. Imunofenotiping

6. Sitogenetik

e. Pemeriksaan Diagnostik Leukimia Limfoblastik Akut (ALL)


Hitung darah lengkap dan diferensiasinya adalah indikasi utama bahwa leukemia
tersebut mungkin timbul.Semua jenis leukemia tersebut didiagnosis dengan aspirasi dan
biopsi sumsum tulang.Contoh ini biasanya didapat dari tulang iliaka dengan pemberian
anestesi lokal dan dapat juga diambil dari tulang sternum. (Gale, 2000 : 185)
Pada leukemia akut sering dijumpai kelainan laboratorik seperti:
a. Darah tepi
1) Dijumpai anemia normokromik-normositer, anemia sering berat dan timbul cepat.
2) Trombositopenia, sering sangat berat di bawah 10 x 106/l
3) Leukosit meningkat, tetapi dapat juga normal atau menurun.

Gambar Pemeriksaan Darah Tepi pada Pasien Leukemia


4) Menunjukkan adanya sel muda (mieloblast, promielosit, limfoblast, monoblast,
erythroblast atau megakariosit) yang melebih 5% dari sel berinti pada darah tepi.
Gambar Limfoblast pada penderita Leukemia

b. Sumsum tulang
Merupakan pemeriksaan yang sifatnya diagnostik.Ditemukan banyak sekali sel
primitif.Sumsum tulang kadang-kadang mengaloblastik; dapat sukar untuk
membedakannya dengan anemia aplastik. Hiperseluler, hampir semua sel sumsum
tulang diganti sel leukemia (blast), tampak monoton oleh sel blast, dengan adanya
leukomic gap (terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang
matang, tanpa sel antara). System hemopoesis normal mengalami depresi. Jumlah
blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang (dalam hitung 500 sel pada
apusan sumsum tulang).

Gambar Pemeriksaan Sumsum Tulang

c. Pemeriksaan sitogenetik
Pemeriksaan kromosom merupakan pemeriksaan yang sangat diperlukan dalam
diagnosis leukemia karena kelainan kromosom dapat dihubungkan dengan
prognosis.

Gambar Contoh Hasil Interpretasi Pemeriksaan Sitogenik

d. Pemeriksaan immunophenotyping
Pemeriksaan ini menjadi sangat penting untuk menentukan klasifikasi imunologik
leukemia akut. Pemeriksaan ini dikerjakan untuk pemeriksaan surface marker guna
membedakan jenis leukemia.

Gambar Hasil Interpretasi immunophenotyping

f. Pemeriksaan Diagnostik pada Kronik Leukimia Myeloblast (CML)


a. Darah Tepi
1) Leukositosis biasanya berjumlah >50 x 109 /L dan kadang – kadang >500 x
109/L.
2) Meningkatnya jumlah basofil dalam darah.
3) Apusan darah tepi : menunjukkan spektrum lengkap seri granulosit mulai dari
mieloblast sampai netrofil, dengan komponen paling menonjol ialah segmen
netrofil dan mielosit. Stab, metamielosit, promielosit dan mieloblast juga
dijumpai. Sel blast kurang dari 5%.
4) Trombosit bisa meningkat, normal, atau menurun. Pada fase awal lebih sering
meningkat.
5) Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase [NAP] score) selalu
rendah
b. Sumsum Tulang.
Hiperseluler dengan sistem granulosit dominan.Gambarannya mirip dengan
apusan darah tepi.Menunjukkan spectrum lengkap seri myeloid, dengan
komponen paling banyak ialah netrofil dan mielosit. Sel blast kurang dari 30%.
Megakariosit pada fase kronik normal atau meningkat.
c. Sitogenik: dijumpai adanya Philadelphia (Ph1) chromosome pada kasus 95%
kasus.
d. Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat.
e. Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi adanya chimeric
protein bcr – abl pada 99% kasus.
f. Kadar asam urat serum meningkat.

g. Pemeriksaan Diagnostik pada Multiple Myeloma


a. Laboratorium
Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus. Jumlah
leukosit umumnya normal. Trombositopenia ditemukan pada sekitar 15% pasien
yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang mencapai
5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel plasma. Formasi Rouleaux
ditemukan pada 60% pasien. Hiperkalsemiadite mukan pada 30% pasien saat
didiagnosis. Sekitar seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan
mengalami gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria,
sekitar 50% proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan
imunoelektroforesis atau imunofiksasi.
b. Radiologi
Gambaran foto x-ray dari multipel mieloma berupa lesi multipel, berbatas tegas,
litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi
terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di
rongga medulla , mengikis tulang cancellous, dan secara progresif menghancurkan
tulang kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien mieloma, dengan sedikit
pengecualian, mengalami demineralisasi difus.
c. CT-Scan
CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada mieloma. Namun, kegunaan
modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT Scan tidak dibutuhkan lagi
karena gambaran pada foto tulang konvensional menggambarkan kebanyakan lesi
yang CT scan dapat deteksi.
d. MRI
MRI potensial digunakan pada multiple mieloma karena modalitas ini baik untuk
resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit mieloma
berupa suatu intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang
menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2.
e. Angiografi
Gambaran angiografi tidak spesifik.Tumor dapat memiliki zona perifer dari
peningkatan vaskularisasi.Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk
mendiagnosis multipel mieloma.

1.7 Penatalaksanaan Leukimia


1. Leukimia Limfoblastik Akut (ALL)
a. Pengobatan
Pengobatan khusus dan harus dilakukan di rumah sakit.Berbagai regimen
pengobatannya bervariasi, karena banyak percobaan pengobatan yang masih terus
berlangsung untuk menentukan pengobatan yang optimum.
b. Terapi
Terapi untuk leukemia akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
1) Kemoterapi
2) Terapi suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan
oleh penyakit leukemia itu sendiri dan juga untuk mengatasi efek samping
obat. Terapi suportif yang diberikan adalah;
a) Terapi untuk mengatasi anemia
b) Terapi untuk mengatasi infeksi, sama seperti kasus anemia aplastik terdiri
atas Antibiotika adekuat, Transfusi konsentrat granulosit. Perawatan
khusus (isolasi) dan Hemopoitic growth factor (G-CSF atau GM-CSF)
c) Terapi untuk mengatasi perdarahan
d) Terapi untuk mengatasi hal-hal lain seperti pengelolaan leukostasis,
pengelolaan sindrom lisis tumor

2. Leukimia Myeloblastik Akut (CML)


Terapi CML tergantung pada dari fase penyakit, yaitu
a. Fase kronik, obat pilihannya meliputi:
1) Busulpan (Myleran), dosis : 0,1 – 0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa tiap
minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun setengahnya. Obat
dihentikan jika leukosit 20.000/mm3. Terapi dimulai jika leukosit naik
menjadi 50.000/mm3. Efeksamping dapat berupa aplasia sumsum tulang
berkepanjangan, fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut (Bakta, 2007).
2) Kemoterapi Hydroxiurea bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dan
mempertahankan hitung leukosit yang normal pada fase kronik, tetapi
biasanya perlu diberikan seumur hidup (Hoffbrand, 2005) dan memerlukan
pengaturan dosis lebih sering, tetapi efek samping minimal. Dosis mulai
dititrasi dari 500 mg – 2000 mg. Kemudian diberikan dosis pemeliharaan
untuk mencapai leukosit 10.000 – 15.000/mm3. Efek samping lebih sedikit
dan bahaya, keganasan sekunder hampir tidak ada (Bakta, 2007).
3) Inhibitor tirosin kinase. Obat ini sekarang sedang diteliti dalam percobaan
klinis dan tampaknya hasilnya menjanjikan. Zat STI 571 adalah suatu
inhibitor spesifik terhadap protein ABL yaitu tirosin kinase dan mampu
menghasilkan respons hematologik yang lengkap pada hampir semua pasien
yang berada dalam fase kronik dengan tingkat konversi sumsum tulang yang
tinggi dari Ph+ menjadi Ph- (Hoffbrand, 2005).
4) Interferon alfa biasanya diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh
hidroksiurea. Pada CML fase kronik interferon dapat memberikan remisi
hetologik pada 80% kasus, tetapi remisi sitogenetik hanya tercapai pada 5 –
10% kasus (Bakta, 2007;Hoffbrand, 2005).
3. Multiple Myeloma
a. Kemoterapi
b. Terapi radiasi. Dalam myeloma, radiasi digunakan terutama untuk mengobati
tumor yang lebih besar, atau untuk mencegah fraktur patologis tulang myeloma.
c. Pengobatan ditujukan untuk:
1) Mencegah atau mengurangi gejala dan komplikasi
2) Menghancurkan sel plasma yang abnormal
3) Memperlambat perkembangan penyakit.

1.8 Komplikasi
Leukimia dapa menyebabkan berbagai komplikasi, diantaranya yaitu:
a. Gagal sumsum tulang (Bone marroe failure)
Sumsum tualng gagal memproduksi sel darah merah dalam jumlah yang memadai,
yaitu berupa:
o Lemah dan sesak nafas, karena anemia (sel darah merah terlalu sedikit)
o Infeksi dan deman, karena berkurangnya jumlah sel darah putih.
o Perdarahan, karena jumlah trombosit yang terlalu sedikit.
b. Infeksi
Leukosit yang diproduksi satt keadaan LGK adalah abnormal, tidak menjalankan
fungsi imun yang sebenarnya. Hal ini yang menyebabkan pasien menjadi lebih
rentan terhadap infeksi. Selain itu pengobatan LGK juga dapat menurunkan kadar
leukosit hingga terlalu rendah, sehingga sistem imun tidak efektif.
c. Hepatomegali (Pembesaran Hati)
Membesarnya hati melebihi ukurannya yang normal.
d. Splenomegali (Pembesaran Limpa)
Kelebihan sel-sel darah yang diproduksi saat keadaan LGK sebagian
berakumulasi di limpa. Hal ini yang menyebabkan limpa bertambah besar bahkan
beresiko untuk pecah.
e. Limpadenopati
Limpadenopati merujuk kepada ketidaknormalan kelenjer getah bening dalam
ukuran, konsistensi, ataupun jumlahnya.
f. Kematian
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN LEUKIMIA
DAFTAR PUSTAKA

PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Carisna, Ade Ria. 2017. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah II “Leukimia”. Surabaya.
STIKES INSAN UNGGUL Surabaya
Hia, Yusna. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Leukimia.
Ningsih, Y. O. 2017. Asuhan Keperawatan Pada An. K Dan An. G Dengan Leukimia Di
Ruangan Kronis Irna Kebidanan Dan Anak Rsup Dr. M Jamil Padang. Karya Tulis
Ilmiah
Togatorop, L. B., dkk. 2021. Keperawatan Sistem Imun Dan Hematologi. Yayasan Kita
Menulis.

Anda mungkin juga menyukai