Anda di halaman 1dari 10

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

D DENGAN DIAGNOSA MEDIS ANEMIA

Di RUANG TERATAI Di RSUD Dr.R. SOETIJONO BLORA

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik

Dosen Pembimbing :

Ivana Eko Rusdiatin, S.Kep, M.Sc

Disusun Oleh:

Siska Anisarani

M14.01.0024

PROGRAM STUDY S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MADANI YOGYAKARTA

T.A 2016/2017
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dengan diagnosa medis “Anemia” di Ruang Teratai RSUD Dr.R.
Soetijono Blora , telah diperiksa oleh Pembimbing Klinik (Clinical Instructure) yang
disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Pembimbing Lapangan/CI Mahasiswa

Ani Maryam, S.Kep Siska Anisarani

Mengetahui

Dosen Pembimbing

(Ivana Eko Rusdiatin, S.Kep, M.Sc)


LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

A. DEFINISI
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit atau hitung
eritrosit (red cell count) berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan oksigen
oleh darah. Tetapi harus di ingat pada keadaan tertentu dimana ketiga parameter
tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit, seperti pada dehidrasi, perdarahan akut,
dan kehamilan. Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidak cukup hanya sampai
kepada label anemia tetapi harus dapat ditatapkan penyakit dasar yang menyebabkan
anemia tersebut. (Sudoyo dkk,2009).
Kriteria anemia menurut WHO (dikutip dari Hoffbrand AV, et al.2001)

Kelompok Kriteria Anemia (Hb)


Laki-laki dewasa <13 g/dl
Wanita dewasa tidak hamil <12 g/dl
Wanita hamil <11 g/dl

B. ETIOLOGI
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity), tetapi
merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying disease). Pada
dasarnya anemia disebabkan oleh karena: 1). Gangguan pembentukan eritrosit oleh
sumsum tulang; 2). Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan); 3). Proses
penghancuran eritrosit oleh tubuh sebelum waktunya (hemiliasis). Gambaran lebih
rinci tentang etiologi anemia sebagai berikut: (Smelzer, 2002)
Klasifikasi anemia menurut Etiopatogenesis
a. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
1. Kekurangan bahan esensial pembentukan eritrosit
- Anemia defisiensi besi
- Anemia defisiensi asam folat
- Anemia defisiensi vitamin B12
2. Gangguan penggunaan (ultilisasi) besi
- Anemia akibat penyakit kronik
- Anemia sideroblastik
3. Kerusakan sumsum tulang
- Anemia aplastik
- Anemia mielopstik
- Anemia pada keganasan hematologi
- Anemia diseritropoietik
- Anemia pada sindrom mielodispatik

Anemia akibat kekurangan eritropoietin: anemia pada ginjal kronik

b. Anemia akibat hemoragi


1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia akibat perdarahan kronik
c. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorpuskular
- Gangguan membran eritrosit (membranopati)
- Gangguan enzim eritrosit (enzimipati): anemia akibat defisiensi G6PD
- Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
 Thalassemia
 Hemoglobinopati struktural: HbS, HbE, dll
2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular
- Anemia hemolitik autoimun
- Anemia hemolitik mikroangiopatik
d. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang komplek
Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi (Smelzer, 2002)
1. Anemia hipokromik mikrosister, bila MCV <80 fl dan MCH <27 pg
- Anemia defisiensi besi
- Thalassemia major
- Anemia akibat penyakit kronik
- Anemia sideroblastik
2. Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg
- Anemia paska perdarahan akut
- Anemia aplastik
- Anemia hemolitik didapat
- Anemia pada gagal ginjal kronik
- Anemia akibat penyakit kronik
- Anemia pada sindrom mielodisplastik
- Anemia pada keganasan hematologik
3. Anemia makrosister, bila MCV >95 fl
a. Bentuk megaloblastik
- Anemia difisiensi asam folat
- Anemia difisiensi B 12, termasuk anemia pernisiosa
b. Bentuk non-megaloblastik
- Anemia pada penyakit hati kronik
- Anemia pada hipoiroidisme
- Anemia pada sindrom mielodisplastik

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinis yang sering muncul
a. Pusing
b. Mudah berkunang-kunang
c. Lesu
d. Aktivitas kurang
e. Rasa mengantuk
f. Susah konsentrasi
g. Cepat lelah
h. Prestasi kerja fisik/fikiran menurun
2. Gejala khas masing-masing anemia :
a. Perdarahan berulang/kronik pada anemia pasca perdarahan, anemia defisiensi
besi
b. Ikterus, urin berwarna kuning tua/coklat, perut mrongkol/makin buncit pada
anemia hemolitik
c. Mudah infeksi pada anemia aplastik dan anemia karena keganasan
3. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda anemia umum : pucat, takhikardi, pulsus, celer, suara pembuluh
darah spontan, bising karotis, bising sistolik anorganik, perbesaran jantung.
b. Manifestasi klinik
- Defisiensi besi : spoon nail, glositis
- Defisiensi B12 : paresis, ulkus itungkai
- Hemolitik : ikterus, splenomegali
- Aplastik : anemia biasanya berat, perdarahan, infeksi
(Sudoyo, 2009)

D. PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang
dapt terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan
akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui
perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat
akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah
normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan
destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam
system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping
proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran
darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan
dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ;
kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar
hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa
makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan
oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting,
Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya
kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, Lambat
menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).
E. PATHWAY

Perdarahan Kurang bahan Penghancuran Terhentinya pembuatan


baku pembuat eritrosit yang sel darah oleh sum-sum
sel darah berlebihan tulang

Anemia

Anoreksia Gg nutrisi Kadar HB


kurang dari
kebutuhan
Komparten sel
Lemas
penghantar oksigen/ zat
nutrisi ke sel <

Cepat lelah
Gg perfusi jaringan

Intoleransi
aktifitas

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Tes penyaring : kadar hemoglobin, indeks eritrosit, (MCV dan MCH), apusan
darah tepi
b. Pemeriksaan darah seri anemia : hitung leukosit, trombosit, laju endap darah
(LED) dan hitung retikulosit
c. Pemeriksaan sumsum tulang : pemeriksaan ini memberikan informasi
mengenai keadaan system hematopoesis
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus :
- Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin dan feritin
serum
- Anemia megaloblastik: asam folat darah/eritrosit, vitamin B12
- Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes coombs dan elektroforesis Hb.
- Anemia pada pada leukemia akut biasanya dilakukan pemeriksaan
sitokimia
2. Pemeriksaan laboratorium non hemotologis: faal ginjal, faal endokrin, asam urat,
faal hati, biakan kuman
3. Radiologi : thorax, bone survey, USG, atau linfangiografi
4. Pemeriksaan sitogenik
5. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR= polymerase chain raction, FISH=
fluorescence in situ hybridization )

G. MASALAH KEPERAWTAN YANG SERING MUNCUL


1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komparten
seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen / zat nutrisi ke sel.
2. Tidak toleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya
kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurangnya selera makan.

H. TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Perfusi jaringan adekuat
- Memonitor tanda tanda vital, pengisian kapiler, wama kulit, membran
mukosa.
- Meninggikan posisi kepala di tempat tidur
- Memeriksa dan mendokumentasikan adanya rasa nyeri.
- Observasi adanya keterlambatan respon verbal, kebingungan, atau gelisah
- Mengobservasi dan mendokumentasikan adanya rasa dingin.
- Mempertahankan suhu lingkungan agar tetap hangat sesuai kebu-tuhan
tubuh.
- Memberikan oksigen sesuai kebutuhan.
2. Mendukung tetap toleran terhadap aktivitas klien
- Menilai kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sesuai dengan kondisi
fisik.
- Memonitor tanda tanda vital selama dan setelah melakukan aktivitas, dan
mencatat adanya respon fisiologis terhadap aktivitas (peningkatan denyut
jantung peningkatan tekanan darah, atau nafas cepat).
- Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga untuk berhenti melakukan
aktivitas jika teladi gejala gejala peningkatan denyut jantung, peningkatan
tekanan darah, nafas cepat, pusing atau kelelahan).
- Berikan dukungan kepada klien untuk melakukan kegiatan sehari¬ hari sesuai
dengan kemampuan klien.
3. Memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat
- Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan
kualitas intake nutrisi.
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
- Memonitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
- Mengkaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
- Mengevaluasi berat badan klien setiap hari.
DAFTAR PUSTAKA

Tucker SM. (1997). Standar Perawatan Pasien. Edisi V. Jakarta, EGC.

Smeltzer, Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi
8. Jakarta, EGC.

Harlatt, Petit. (1997). Kapita Selekta Hematologi. Edisi 2. Jakarta, EGC.

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid
3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai