Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan survei kewsehatan rumah tangga (SKSRT) 2001, prevalensi


anemia pada balita 0-5 tahun sekitar 47%, anak usia sekolah dan remaja sekitar
26,5%. Sementara survei di DKI Jakarta 2004 menunjukkan angka prevalensi anemia
pada balita sebesar 26,5%, 35 juta remaja menderita anemia gizi besi, usia 6 bulan
cadangan besi itu akan menipis, sehingga diperlukan asupan besi tambahan untuk
mencegah kekurangan besi. Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit
atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat
(Nelson,2000).

Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb


sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. Kebanyakan anemia
pada anak adalah anemia kekurangan zat besi atau iron deficiency anemia.
Penyebabnya umumnya adalah pola makan yang kurang tepat. Anemia lainnya adalah
anemia karena pendarahan, anemia karena pabriknya mengalami gangguan (sumsum
tulang tidak memproduksi sel-sel darah dengan baik dan penyebabnya bermacam-
macam), bisa juga anemia karena yang bersangkutan menderita suatu penyakit
keganasan seperti kangker, leukemia dll, tapi biasanya dokter akan tahu karena hati
dan limpanya membesar

Kebanyakan anemia pada anak adalah anemia kekurangan zat besi atau iron
deficiency anemia. Penyebabnya umumnya adalah pola makan yang kurang tepat.
Anemia lainnya adalah anemia karena pendarahan, anemia karena pabriknya
mengalami gangguan (sumsum tulang tidak memproduksi sel-sel darah dengan baik
dan penyebabnya bermacam-macam), bisa juga anemia karena yang bersangkutan
menderita suatu penyakit keganasan seperti kangker, leukemia dll, tapi biasanya
dokter akan tahu karena hati dan limpanya membesar. Anemia bisa menyebabkan
kerusakan sel otak secdara permanen lebih berbahaya dari kerusakan sel-sel kulit.
Sekali sel-sel otak mengalami kerusakan tidak mungkin dikembalikan seperti semula.
Karena itu, pada masa amas dan kritis perlu mendapat perhatian.
Anemia bisa menyebabkan kerusakan sel otak secara permanen lebih
berbahaya dari kerusakan sel-sel kulit. Sekali sel-sel otak mengalami kerusakan tidak
mungkin dikembalikan seperti semula. Karena itu, pada masa amas dan kritis perlu
mendapat perhatian.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini di harapkan mahasiswa mampu
memahami asuhan keperawatan pada anak dengan anemia.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mengetahui pengertian anemia
b. Mahasiswa mengetahui etiologi anemia
c. Mahasiswa memahami patofisologi anemia
d. Mahasiswa menguraikan manifestasi klinis anemia
e. Mahasiswa mengetahui klasifikasi anemia
f. Mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan yang tepat pada anak
dengan anemia.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep dasar
1. Defenisi
Anemia adalah berkurangnya hingga dibawah nilai normal jumlah SDM,
kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cell (hematokrit) per 100 ml
darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan
perubahan patofisiologik yang mendasar yang di uraikan melalui anamnesis yang
seksama, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi laboratorium. Salah satu dari tanda
yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Keadaan ini umum nya
diakibatkan dari berkurangnya volume darah, berkurangya hemoglobin, dan
vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman O2 ke organ – organ vital.
Warna kulit bukan merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat karena
dipengaruhi pigmentasi kulit, suhu, dan kedalaman serta distribusi bantalan
kapiler ( Price & Willson, 2006).
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb
sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. Anemia berarti
kekurangan sel darah merah, yang dapat di sebabkan oleh hilangnya darah yang
terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah (Wong,
2003).
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau konsentrasi
hemoglobin turun dibawah normal. Anemia adalah istilah yang menunjukan
rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di
bawah normal (Smeltzer, 2002 ).
Anemia pada anak bisa berdampak kepada terganggunya pertumbuhan serta
perkembangan anak tersebut. Hal ini karena aktifitas yang dibutuhkan dalam
tahap perkembangan serta pertumbuhannya tidak terpenuhi dengan baik karena
energi tubuhnya yang berkurang dan berbeda dengan anak seusianya yang tidak
mendapat anemia. Anemia pada anak bisa menyebabkan daya tangkap sang anak
yang berkurang sehingga mengakibatkan menurunnya tingkat intelegensia anak
dan kurang bergairah dalam melakukan aktivitas seperti anak pada umumnya
(World Health Organization 2002).
Anemia sering terjadi pada masa anak – anak, namun tidak sesering dugaan
orang tua. Ibu cemas mengenai pucat, anak – anak dengan kulit yang terang
mungkin terlihat pucat namun tidak anemia. Anemia menyebabkan rasa lelah dan
bahkan sesak napas, namun kebanyakan anak yang merasa lelah tidak mengalami
anemia ( Simon Newell, 2003).

2. Etiologi
a. Kehilangan darah berlebihan
b. Destruksi hemolisis (eritrosit mudah pecah)
c. Penurunan atau gangguan pada produksi eritrosit atau komponennya
( Wong, 2009).

3. Patofisiologi
Kehilangan darah berlebihan akibat perdarahan (internal atau eksternal) akut
kronis, sampai simpanannya digantikan, biasanya akan terjadi anemia normositik
(ukuran normal), normokromik (warna normal), dengan syarat simpanan zat besi
untuk sintesis hemoglobin (Hb) mencukupi. Destruksi (hemolisis) eritrosit,
sebagai akibat dari defek intrakorpuskular di dalam sel darah merah (mis, anemia
sel sabit) atau faktor ekstrakorpuskular (mis, agens, infeksius, zat kimia,
mekanisme imun) yang menyebabkan destruksi dengan kecepatan yang melebihi
kecepatan produksi eritrosit. Penurunannya atau gangguan pada produksi eritrosit
atau komponennya, sebagai akibat dari kegagalan sumsum tulang (yang
disebabkan oleh faktor – faktor seperti penyakit neoplastik, iradiasi, zat – zat
kimia, atau penyakit) atau defisiensi nutrien esensial (mis, zat besi) ( Wong,
2009).
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau
dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping
proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan
destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan
bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila sel darah merah mengalami
penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan
muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya
melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas)
untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal
dan kedalam urin (hemoglobinuria) ( Wong, 2009).

4. Klasifikasi
Anemia dapat diklasifikasikan menurut faktor – faktor morfologik SDM dan
indeks- indeksnya atau etiologi. Pada klasifikasi morfologik anemia, mikro atau
makro menunjukkan warnanya. Sudah dikenal tiga kategori besar pertama, anemia
normokromik normositik, SDM memiliki ukuran dan bentuk normal serta
mengandung jumlah hemoglobin normal ( mean corpuscular volume [ MCV] dan
mean corpuscular hemoglobin concentration [MCHC] normal atau normal
rendah). Kedua, adalah anemia normokromik makrositik, yang memiliki SDM
lebih besar dari normal tetapi normokromik karena konsentrasi hemoglobin
normal ( MCV meningkat; MCHC normal). Keadaan ini disebabkan oleh
terganggunya atau terhentinya sintesis asam deoksiribonukleat (DNA) seperti
yang ditemukan pada defisiensi B12 atau asam folat atau keduanya. Ketiga, anemia
hipokromik mikrositik. Mikrositik berarti sel kecil, dan hipokromik berarti
pewarnaan yang berkurang. Karena warna berasal dari hemoglobin, sel – sel ini
mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (penurunan
MCV, penurunan MCHC). Keadaan ini umumnya mencerminkan insufisiensi
sintesis heme atau kekurangan zat besi, keadaan sideroblastik, dan kehilangan
darah kronis, atau gangguan sintesis globin, seperti pada thalasemia.
Klasifikasi etiologik utama yang kedua adalah berkurangnya atau
terganggunya produksi SDM (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang
mempengaruhi fungsi sum-sum tulang termasuk didalam kategori ini. Termasuk
didalam kelompok ini adalah keganasan jaringan padat metastatik, leukimia,
limfoma dan mieloma multiple; pajanan terhadap obat –obat dan zat kimia toksik,
serta iradiasi dapat mengurangi produksi efektif SDM, dan penyakit-penyakit
kronis yang mengenai ginjal dan hati, serta infeksi dan defisiensi endokrin.
a. Anemia aplastik merupakan suatu gangguan yang mengancam-jiwa pada sel
induk di sumsum tulang, yang sel – sel darahnya diproduksi dalam jumlah
yang tidak mencukupi. Anemia aplastik dapat kongenital, idiopatik
(penyebabnya tidak diketahui), atau sekunder akibat penyebab – penyebab
industri atau virus. Individu dengan anemia aplastik mengalami pansitopenia
(kekurangan semua jenis sel sel darah). secara morfologis, sel darah merah dan
biopsi sumsum tulang menunjukkan keadaan yang disebut “pungsi kering”
dengan hipoplasia nyata dan penggantian dengan jaringan lemak. Pada
sumsum tulang tidak dijumpai sel-sel abnormal. Anemia idiopatik diyakini
dimediasi secara imunologis, dengan T limfosit pasien menekan sel-sel induk
hematopoietik. Penyebab sekunder anemia aplastik (sementara atau permanen)
meliputi berikut ini :
1. Lupus eritematosus sistemik yang berbasis autoimun
2. Agen antineoplastik atau sitotoksik
3. Terapi radiasi
4. Antibiotik tertentu
5. Berbagai obat seperti antikonvulsan, obat obat tiroid, senyawa emas, dan
fenilbutazon.
6. Zat zat kimia seperti benzen, pelarut organik, dan insektisida (agen yang
diyakini merusak sumsum tulang secara langsung).
7. Penyakit penyakit virus seperti mononukleosis infeksiosa dan human
immunodeficiency virus (HIV); anemia aplastik setelah hepatitis virus
terutama berat dan cenderung fatal.
Kompleks gejala anemia aplastik disebabkan oleh derajat pansitopenia.
Tanda tanda dan gejala gejala meliputi anemia, disertai dengan kelelahan,
kelemahan, dan nafas pendek saat latihan fisik. Tanda tanda dan gejala lain
disebabkan oleh difisiensi trombosit dan sel sel darah putih
( Price & willson, 2006).
b. Anemia Defesiensi Besi, secara morfologis, keadaan ini diklasifikasikan
sebagai anemia mikrositik hipokromik dengan penurunan kuantitatif sintesis
hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia dan
terutama sering dijumpai pada perempuan usia subur, disebabkan oleh
kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama
kehamilan. Penyebab penyebab lain defisiensi zat besi adalah
1. Asupan besi yang tidak cukup kisal, pada bayi bayi yang hanya diberi diit
susu saja selam 12 sampai 24 bulan dan pada individu individu tertentu
yang vegetarian ketat.
2. Gangguan absorbsi setelah gastrektomi.
3. Kehilangan darah menetap,seperti pada perdarahan saluran cerna lambat
akibat polip,neoplasma,gastritis, varises esofagus, ingesti aspirin, dan
hemoroid.
( Price & willson, 2006).
c. Penyakit sel sabit adalah hemoglobinopati yang disebabkan kelainan struktur
hemoglobin. Kelainan struktur terjadi pada fraksi globin di dalam molekul
hemoglobin. Globin tersusun dari dua pasang rantai polipetida. Misalnya Hb S
berbeda dari Hb A normal karena valin menggantikan asam glutamat pada
salah satu pasang rantainya. Pada Hb C, lisin terdapat pada posisi itu. Terdapat
banyak hemoglobin abnormal dengan berbagai derajat gejala, bervariasi dari
tidak ada sampai berat. Penyakit sel sabit merupakan gangguan genetik resesif
autosomal, yaitu individu memperoleh hemoglobin sabit (Hb S) dari kedua
orang tua. Oleh karena itu pasien homozigot. Individu heterozigot (gen
abnormal diwariskan hanya dari salah satu orang tua) dikatakan memiliki sifat
sel sabit. Individu ini umumnya asimtomatik dan memiliki usia harapan hidup
yang normal. Pada pasien dengan sifat sel sabit, morbiditas berkaitan dengan
gangguan oksigenisasi, seperti pada saat anastesi, di tempat ketinggian, dan
pada penyakit paru obstruksi kronis (COPD) ( Price & willson, 2006).
d. Anemia hemolitika, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah
disebabkan oleh destruksi sel darah merah. Pada anemia hemolitik, umur
eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit 100-120 hari) Penyakit
ini dapat dibagi menjadi dalam 2 golongan besar yaitu :
1) Golongan dengan penyebab hemolisis yang terdapat dalam eritrosit
sendiri. Umumnya penyebab hemolisis dalam golongan ini ialah kelainan
bawaan (konginetal).
2) Golongan dengan penyebab hemolisis ekstraseluler. Biasanya
penyebabnya merupakan faktor yang didapat (acquired).
(Simon newell, 2003).
5. Manifestasi klinis
Karena semua organ dapat terkena, maka pada anemia dapat menimbulkan
manifestasi klinis yang luas, bergantung pada kecepatan timbulnya anemia, usia
individu, mekanisme kompensasi, tingkat aktivitasnya, keadaan penyakit yang
mendasari, dan beratnya anemia ( Price & Wilson, 2006 ).
a. Manifestasi umum
1) Kelemahan otot
2) Keadaan mudah letih
3) Sering istirahat
4) Pendek nafas
5) Kesulitan mengisap susu (pada bayi)
6) Kulit pucat ( warna pucat seperti lilin terlihat pada anemia yang berat pica-
makan tanah, es, pasta).
b. Manifestasi pada sistem saraf pusat
1) Pusing
2) Iritabilitas
3) Proses berpikir melambat
4) Penurunan rentang perhatian
5) Apatis (tidak menghiraukan orang disekitarnya).
6) Depresi (penurunan kerja syaraf).
c. Syok ( anemia kehilangan darah )
1) Perfusi perifer buruk
2) Kulit lembab dan dingin
3) Tekanan darah dan tekanan vena sentral rendah
4) Frekuensi jantung meningkat.
( Wong, 2009).
6. Komplikasi
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya :
a. Mudah terkena infeksi
b. Gampang batuk-pilek,
c. Infeksi saluran napas
d. Jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih
kuat.
( Wong, 2003).

7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan darah lengkap : retikulosit (jumlah darah bervariasi dari 30%
– 50%), leukositos (khususnya pada krisis vaso-oklusit) penurunan Hb/Ht
dan total SDM.
2) Pemeriksaan pewarnaan SDM : menunjukkan sabit sebagian atau lengkap,
sel bentuk bulan sabit.
3) Tes tabung turbiditas sabit : pemeriksaan rutin yang menentukan adanya
hemoglobin S, tetapi tidak membedakan antara anemia sel sabit dan sifat
yang diwariskan (trait).
4) Elektroforesis hemoglobin : mengidentifikasi adanya tipe hemoglobin
abnormal dan membedakan antara anemia sel sabit dan anemia sel trait.
5) LED : meningkat.
6) GDA : dapat menunjukkan penurunan PO2.
7) Bilirubin serum : meningkat.
8) LDH : meningkat.
9) IVP : mungkin dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan ginjal.
10) Radiografik tulang : mungkin menunjukkan perubahan tulang.
11) Rontgen : mungkin menunjukkan penipisan tulang.
b. Kelainan laborat sederhana untuk masing-masing tipe anemia :
1) Anemia defisiensi asam folat : makro/megalositosis.
2) Anemia hemolitik : retikulosit meninggi, bilirubin indirek dan total naik,
urobilinuria.
3) Anemia aplastik : trombositopeni, granulositopeni, pansitopenia, sel
patologik darah tepi ditemukan pada anemia aplastik karena keganasan.
( Wong, 2009).
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti
darah yang hilang:
a. Anemia aplastik
1) Cegah infeksi
2) Kaji adanya kecenderungan perdarahan yang abnormal
3) Berikan obat – obatan sesuai indikasi dan produk darah
a) Globulin antilimfosit (ALG)
b) Globulin antitimosit ( ATG )
b. Anemia defisiensi zat besi
1) Kaji adanya keletihan
2) Berikan obat – obatan atau terapi yang direkomendasikan
a) Zat besi oral (ferrous sulfate)
b) Zat besi parenteral
c) Tranfusi
c. Penyakit sel sabit
1) Tingkatkan oksigenasi jaringan
2) Berikan hidrasi cairan oral dan intravena untuk meningkatkan volume
cairan darah dan untuk membantu mencegah sickling dan trombosis
d. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan
penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang
mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah,
sehingga Hb meningkat.
e. Talasemia
1) Kaji adanya manifestasi dan komplikasi akibat gangguan tersebut
2) Beri tranfusi darah
3) Terapi kelasi zat besi
(Mary E. Muscari, 2005).

B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
a. Riwayat kesehatan
1) Gambaran yang jelas tentang gejala – gejala antara lain awitan, durasi,
lokasi, dan faktor pencetus. Tanda gejala utama :
a) Keletihan, sakit kepala, vertigo, iritabilitas, dan depresi
b) Anoreksia dan penurunan berat badan
c) Kecenderungan pendarahan dan memar, antara lain menstruasi berat
dan epiktasis
d) Infeksi yang sering
e) Nyeri tulang dan sendi
2) Gali riwayat pranatal, individu, dan keluarga terhadap faktor – faktor risiko
gangguan hematologik.
a) Faktor resiko riwayat pranatal antara lain Rh bayi-ibu atau
inkompatibilitas ABO.
b) Faktor resiko riwayat individu antara lain prematuritas, berat badan
lahir rendah, diet kurang zat besi atau diet berat dengan susu sapi
(selama masa bayi), perdarahan (mis: menstruasi berat), kebiasaan diet,
atau pajanan terhadap infeksi virus.
c) Faktor resiko riwayat keluarga antara lain, riwayat talasemia, anemia
sel sabit, atau gangguan perdarahan.

b. Pemeriksaan fisik
1) Tanda – tanda vital, perubahan tanda – tanda vital yang nyata bukan
merupakan faktor pada sebagian besar gangguan hematologik. Namun,
takikardia, dan takipnea mungkin harus diperhatikan.
2) Inspeksi
a) Kulit pucat, kemerahan, ikterus, purpura, petekia, ekimosis, tanda – tanda
pruritus (tanda garukan), sianosis, atau warna kecoklatan yang mungkin
terlihat.
b) Mata sklera ikterik, konjungtiva pucat, perdarahan retina, atau pandangan
kabur mungkin terlihat.
c) Mulut. Mukosa dan gusi yang pucat mungkin terlihat
d) Nodus limfe, limfadenopati dapat terlihat.
e) Pulmonal. Takipnea, ortponea, atau dispnea mungkin terlihat.
f) Neurologik kerusakan proses berpikir atau letargi mungkin terlihat
g) Muskulokeletal pembengkakan sendi mungkin terlihat
h) Genitourinaria darah dalam urine dan perdarahan menstruasi yang
berlebihan atau abnor,al mungkin terlihat.
3) Palpasi
a) Kulit, kemungkinan terdapat pemanjangan waktu pengisian kapiler
b) Nodus limfe, limfadenopati atau nyeri tekan mungkin dapat dipalpasi.
c) Gastrointestinal, nyeri tekan abdomen, hepatomegali, atau splenomegali
mungkin dapat dipalpasi
d) Muskuloskeletal, penurunan massa otot atau nyeri tekan tulang dan sendi
dapat dipalpasi
4) Auskultasi
a) Jantung, murmur dapat diauskultasi
b) Pulmonal, suara napas tambahan (bila terjadi gagal jantung kongestif
(CHF) dapat diauskultasi).
(Mary E. Muscari, 2005).

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan diogsigenasi jaringan (Hb menurun).
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan fungsi / gangguan
pada sum-sum tulang.
c. Aktifitas intolerance berhubungan dengan kelemahan otot.
(Mary E. Muscari, 2005).
3. Intervensi keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan dioksigenasi jaringan (HB rendah).
Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri
Rasional : Dengan mengkaji tingkat nyeri dapat mempermudah dalam
menentukan intervensi selanjutnya.
2) Anjurkan klien teknik nafas dalam
Rasional : Dengan menarik nafas dalam memungkinkan sirkulasi O2 ke
jaringan terpenuhi.
3) Bantu klien dalam posisi yang nyaman
Rasional : Mengurangi ketegangan sehingga nyeri berkurang.
4) Kolaborasi pemberian penambah darah
Rasional : Membantu klien dalam menaikkan tekanan darah dan proses
penyembuhan.
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan fungsi / gangguan
sumsum tulang.
Intervensi :
1) Ukur tanda-tanda vital :
Rasional : Untuk mengetahui derajat / adekuatnya perfusi jaringan dan
menentukan intevensi selanjutnya.
2) Tinggikan kepala tempat tidur klien
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk
kebutuhan seluler
3) Pertahankan suatu lingkungan yang nyaman.
Rasional : Vasekonstriksi menurunkan sirkulasi perifer dan menghindari panas
berlebihan penyebab vasodilatasi.
4) Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila terjadi kelemahan.
Rasional : Stres kardiopulmonal dapat menyebabkan kompensasi.

c. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot


Intervensi :
1) Kaji tingkat aktifitas klien
Rasional : Untuk mengetahui aktivitas yang dilakukan klien dan untuk
menetukan intervensi selanjutnya.
2) Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan klien
Rasional : Untuk membantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
3) Bantu pasien dalam melakukan latihan aktif dan pasif
Rasional : Untuk meningkatkan sirkulasi jaringan
4) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADLnya
Rasional : Dengan bantuan perawat dan keluarga klien dapat memenuhi
kebutuhannya.
5) Berikan lingkungan tenang
Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan regangan jantung dan
paru.

4. Implementasi
Pelaksanaan adalah pengobatan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran
dokter dan menjalankan ketentuan dari rumah sakit. Sebelum pelaksanaan terlebih
dahulu harus mengecek kembali data yang ada, karena kemungkinan ada
perubahan data bila terjadi demikian kemungkinan rencana harus direvisi sesuai
kebutuhan pasien (Mary E. Muscari, 2005).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin
(protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada dibawah normal.Sel darah
merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari
paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Anemia menyebabkan
berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah,
sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan
tubuh

B. Saran
1. Semoga makalah ini dapat bermamfaat bagi pembaca, terutama mahasiswa
keperawatan.
2. Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan.
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat beriring salam tidak lupa kami ucapkan untuk nabi Muhammad SAW. Makalah ini
kami himpun dari berbagai sumber yang bertujuan agar mahasiswa perawat terutama
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan mengetahui tentang “ Asuhan Keperawatan
Pada Sindrom Kompartemen Abdominal” yang terjadi di masyarakat, dan dapat mengetahui
bagaimana proses terjadinya dan cara menanganinya menurut proses keperawatan dan dapat
menerapkannya didunia kesehatan terutama pada masyarakat.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan
bagi pembaca. Kami juga mengharapkan kritik dan saran dari anda yang barsifat membangun
guna kesempurnaan makalah ini. Apabila ada kesalahan dalam pembuatan makalah ini kami
mohon maaf.

Kelompok IV
Pekanbaru, 6 Desember 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ANEMIA

Kelompok II

DARUSSALAM

HERA MUSTIKA

ROFIQOH BAKRI

SRI HARTATI

SISKA SINTIA PUTRI

SOLEHA

SANTI LAURA

Dosen Pembimbing: Ns. Dini Maulinda, S.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES PAYUNG NEGERI PEKANBARU

TA 2012/2013
DAFTAR PUSTAKA

Linda A.sowden. 2002. Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC

Muscari mary E. 2005. Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC

Meadow roy. 2002. Pediatrika. Jakarta : EGC

Wong donna L dkk. 2009. Wong Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta : EGC
WOC

Kehilangan darah dari eksternal & internal destruksi


hemolisi

Pe Bilirubin

Memasuki aliran darah

Penghancuran sel darah


merah dalam sirkulasi

Bilirubin plasma

Penurunan Hb Gg. Pada sumsum


tulang

Ikterik
Fungsi sumsum
tulang
Di oksigenasi jaringan

Sirkulasi darah
terhambat
Penekana saraf
perifer

O2 tidak adekuat
Keluarnya kejaringan
mediator kima

Medula spinalis Sianosi Kelemahan otot

Korteks serebri Pucat Susah beraktivitas

Dingin
Thalamus MK : Intoleransi
aktivitas
Kesemutan
Persepsi nyeri

MK : Gg. Perfusi
MK : Nyeri jaringan

Anda mungkin juga menyukai