Pendahuluan
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.dalam mendefinisikan batasan
penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ada tiga
aspek yang perlu di pertimbangkan yaitu ;aspke biologi,aspek ekonomi,dan aspek social.Secara
biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus
yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik sehingga semakin rentannya terhadap penyakit
yang dapat menyebabkan kematian.hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi
sel,jaringan serta system organ.secara ekonomi penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban
daripada sebagai sumber daya.banyak ornag beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi
memberikan banyak manfaat bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua sering
kali di persepsikan secara negative sebagai beban keluarga dan masyarakat. Dari aspek
social,penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok social sendiri.di Negara barat penduduk lanjut
usia menmpati strata social di bawah kaum muda.hal ini dilihat dari keterlibatan merekan terhadap
sumber daya ekonomi,pengaruhterhadap pengambil keputusan serta luasnya hubungan social yang
semakin menurun.Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas social yang tinggi
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C.Chalhoum (1995) masa tua adalah suatu masa
dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya.Tetapi bagi orang lain periode ini adalah
dan social.Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok
orang yang homogeny.usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda.ada orang lanjut usia yang
mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks eksistensi manusia,yaitu sebagai masa hidup yang
usia yang memandang usia tua dengan sikap-sikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasif dan
pemberontakan,penolokan dan keputusasaan.Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri
dengan demikian semakin cepat kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.
Proses penuaan adalah sesuatu yang kompleks yang dapat dijelaskan secara
Usia kronologis merujuk pada jumlah tahun seseorang telah hidup..Mudah untuk diidentifikasikan
dan diukur,ini adalah metode objektif yang paling umum digunakan.Di Amerika serikat,usia tua
Selain itu,usia kronologis menjadi criteria dalam masyarakat untuk mengatagorikan aktivitas-
berlakunya Socialsecurity Act dan didrikannya medicare,usia 65 tahun menjadi usia minimum
keabsahan untuk pension.Dengan demikian usia 65 tahun adalah usia yang diakui untuk menjadi
warga negara senior di Amerika serikat.Akan tetapi,banyak orang yang menetang ketentuan ini.
Usia Fisiologis merujuk pada penetapan usia dengan fungsi tubuh.Meskipun perubahan
terkait usia dialami setiap orang,mustahil untuk mengetahui dengan tepat saat perubahan ini
terjadi.itulah sebabnya mengapa usia fisiologis tidak digunakan dalam menetapkan usia seseorang.
Usia Fungsional merujuk pada kemapuan seseorang berkontribusi pada masyarakat dan
bermanfaat untuk orang lain serta dirinya sendiri.Berdasarkan fakta bahwa tidak semua individu pada
usia yang berdasarkan kurun waktu memiliki fungsi pada tingkat yang sama.banyak orang secara
kurun waktu lebih tua tetapi bugar secara fisik,aktif secara mental, dan anggota masyarakat yang
produktif.ada orang yang muda secara kurun waktu,tetapi secara fisik dan fungsional tua.
A.sistem pencenaan
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ
dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan
energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus
besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran
1. Mulut
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput
lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif
sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani yaitu
Pharynk.
Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung
kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan
nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang
belakang
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir
dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan
proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: οiσω, oeso – “membawa”, dan
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi.
4. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai.
1) Kardia.
2) Fundus.
3) Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang
bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur
makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
1) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan
lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah
protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan
usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati
melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu
melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini
penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan
gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung
yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini
ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum
yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya
apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan
membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang berawal dari
ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih
tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum,
maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena
penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk
melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar,
di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama,
10. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu menghasilkan
enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian
posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).
11. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki berbagai fungsi,
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh
termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi
bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai
dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir yang dapat
menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia,
panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap – bukan karena warna
jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan
dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu.
2) Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal
Penuaan dicirikan dengan kehilangan banyak sel tubuh dan penurunan metabolism di sel
lainnya.Proses ini menyebabkan penurunan fungsi tubuh dan perubahan komposisi tubuh
1) Kehilangan gigi,penyebab utama adanya periodontal desease yang biasa terjadi setelah umur 30
tahun.Penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
2) Indera pengecap menurun.Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir.atropi indera pengecap
itu sekresi air ludah berkurang sampai kira-kira 75% sehingga mengakibatkan rongga mulut menjadi
3) Usofagus melebar.Penuaan usofagus berupa pengerasan sfringfar bagian bawah sehingga menjadi
tersembunyi dalam system saraf sentral atau akibat gangguan neuromuskuler seperti jumlah ganglion
yang menyusut sementara lapisan otot menebal dengan manometer akan tampak tanda perlambatan
pengosongan usofagus.
4) Lambung,rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun).Lapisan lambung menipis diatas 60
6) Fungsi absopsi melemah (daya absorpsi terganggu).Berat total usus halus berkurang diatas usia 40
tahun meskipun penyerapan zat gizi pada umumnya masih dalam batas normal,kecuali kalsium (diatas
7) Liver (hati).Penurunan enzim hati yang terlibat dalam oksidasi dan reduksi,yamg menyebabkan
Anemia cukup umum pada populasi lansia,yang mungkin disebabkan kondisi predisposisi yang
1) Etiologi
Asupan diet zat besi yang tidak adekuat atau diet tidak seimbang yang buruk
Malabsorpsi zat besi,seperti pada diare kronis,gastrektomi parsial atau total,dan sindrom malabsorpsi
Kehilangan darah sekunder akibat perdarahan GI yang disebabkan obat (akibat
paroksimal.
Trauma eritrosit mekanis yang disebabkan oleh katup jantung prostetik atau filter vena kava.
Keletihan
Pada anemia kronis, disfagia efek neuromuskuler (gangguan vasomotorik,parestesia,dan nyeri
Pada tahap lanjut,takhikardia (disebabkan oleh penurunan perfusi oksigen dan peningkatan curah
jantung)
Pemeriksaan sumsum tulang menunjukan deplesi atau tidak ada simpanan zat besi dan hyperplasia
normoblastik
Pemeriksaan Gi,seperti uji feses ,barium telan dan enema,endoskopik,dan sigmoidoskopi untuk
terapi penggantian zat besi yang terdiri atas preparat oral atau kombinasi zat besi dan asam askorbat
Ketidakseimbangan nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi zat besi
dalam diet
o Intervensi
Pantau kepatuhan pasien terhadap terapi penggantian zat besi yang diprogramkan.
Pantau hitung darah lengkap pasien dan zat besi serum dengan teratur
o Intervensi
Berikan terapi oksigen jika perlu untuk membantu mencegah dan mengurangi hipoksia
Sesuai program,berikan analgesic untuk mengurangi sakit kepala dan ketidaknyamanan lain.
Pantau pasien apakah ada tanda dan gejala penururnan perfusi ke organ-organ vital
6) Penyluhan
meningkatkan absorpsi.
Beri tahu pasien untuk melaporkan setiap efek merugikan dari terapi zat besi seperti :
mual,muntah,diare,dan konstipasi
Ajarkan pasien untuk menjadwalkan aktivitas dengan periode istirahat yang dapat disesuaikan
Karena defisiensi zat besi dapat berulang,jelaskan kebutuhan untuk pemeriksaan teratur dan
Gastritis adalah suatu inflamasi mukosa lambung yang dapat bersifat akut ataupun kronik.gastritis
Gastrits kronis biasanya terjadi pada lansia dan pasien yang mengalami anemia pernisiosa.gastritis
kronis biasanya melibatkan kondisi patologi yang mendasari akibat dari atropi mukosa
1) Etiologi
Tanda dan gejala seperti gastritis akut yaitu seperti :ketidaknyamanan pada epigastrik,nyeri karena
Endoskopi GI untuk memastikan gastritis dilakukan dalam 24 jam perdarahan.pemeriksaan ini
Pemeriksaan darah menunjukan bahwa kadar Hb dan Ht mengalami penurunan apabila pasien
Pemeriksaan H pylori dan nafas berbau urea memperlihatkan adanya antibody H pylori
4) Penanganan
disebabkan oleh bakteri diobati dengan antibiotic,ingesti racun dinetralkan dengan antidote yang
tepat.
Untuk pasien yang menderita gastritis kronis,antasida diberikan perjam,yang dapat mengurangi
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
o Intevensi
Berikan perawatan oral secara teratur, anjurkan klien makan sedikit tapi sering,
Resti gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh
o Intervensi
Kaji tanda dan gejala dehidrasi,
Observasi TTV,
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi mukosa lambung
o Intervensi
Observasi TTV,
Lakukan kolaborasi dalam pemberian obat sesuai dengan indikasi untuk mengurangi nyeri
6) Penyluhan
Berikan pasien daftar makanan yang dihindari,seperti : merica,atau makanan yang sangat
berbumbu,alcohol,kafein
Ajari pasien cara mengatasi stress,seperti; meditasi,relaksasi,nafas dalam dan imajinasi terbimbing
Ajarkan anggota keluarga tentang pentingnya mendukung pasien ketika ia membuat perubahan diet
medulla spinalis).
1) Etiologi
Inkontinensia fekal biasanya akibat dari statis fekal dan impaksi (sebagai suatu massa atau kumpulan
4) Penanganan
Pasien yang mengalami inkontinensia fekal harus dikaji penyebab masalah yang mendasari
penyakitnya dengan cermat.Pelatihan kembali defekasi merupakan terapi pilihan bijak, misalnya
adalah tonus sfingter anal yang buruk,latihan otot-otot panggul dapat membantu mengoreksinya.lansia
dapat diajarkan untuk mengontrkasikan dan merilekskan sfingter anal dalam program latihan yang
manual.Enema atau supositoria dapat digunakan secara berulang untuk mendapatkan evakuasi feses
yang tuntas
o Intervensi
Tetapkan latihan kebiasaan,mencakup toileting yang terjadwal seperti setelah sarapan pagi,tingkatkan
Jika terdapat kerusakan neurologis berat,induksi konstipasi dengan antidiare dan diet berserat
rendah,selang-seling
o Intervensi
Jadwalkan waktu tambahan untuk mendorong dan member dukungan pada pasien untuk mengurangi
rasa malu
o Intervensi
Pertahankan perawatan hygiene yang efektip untuk meningkatkan kenyamanan pasien dan mencegah
6) Penyuluhan
Libatkan keluarga untuk melakukan perawatan kulit untuk mencegah iritasi dan infeksi
4. Konstipasi
Seiring bertambahnya usia dan perubahan fisiologis yang normal,konstipasi umum terjadi pada
imobilisasi.konstipasi terjadi karena penurunan peristaltic koon dan perlambatan impuls syaraf yang
tonusnya dan defekasi tertunda.Jika tidak diobati konstipasi dapat menyebabkan impaksi fekal dan
megakolon.
Pemeriksaan rectum digital dapat memastikan atau menyingkirkan masalah fisiologis
3) Penanganan
Penanganan jangka pendek dapat terdiri dari laksatif yang kuat untuk mengosongkan seluruh usus.
Pengobatan jangka panjang mencakup diet tinggi serat,asupana caiaran yang adekuat,mengurangi
penggunaan laksatif dan member waktu yang cukup unuk mengevakuasi usus secara tuntas sesuai
rutinitas normal.
Untuk impaksi fekal pengangkatan feces manual diikuti dengan enema yang mengguanakan retensi-
minyak hangat dan enema yang mengguanakan sabun pembersih.Setelah 3 hari pasien mendapat
o Intervensi
5) Penyluhan
Membuat penyesuaian dengan keterbatasan fisik yang dapat menghambat kemampuan pergi ke
DAFTAR PUSTAKA
2. Esofagus
Setelah dicerna di dalam mulut, makanan akan masuk ke dalam kerongkongan.
Makanan didorong oleh otot kerongkongan menuju lambung. Gerakan otot ini disebut gerak
peristaltik. Gerak peristaltik inilah yang menyebabkan makanan terdorong hingga masuk ke
lambung.
Gangguan menelan akan semakin meningkat bersamaan dengan pertambahan usia dan
keadaan ini disebabkan oleh penurunan produksi saliva untuk membasahi makanan.
Gangguan menelan juga dapat terjadi karena penggunaan obat, seperti antihistamin dan
antidepresan yang memiliki efek antikolinergik. Refleks muntah dapat hilang sehingga terjadi
disfagia dan hampir separuh dari lansia berusia diatas 80 tahun mengalami divertikulitis
karena kelemahan dinding usus. Perubahan fisiologi lain meliputi kecenderungan konstipasi
atau inkontinensia fekal. Inkontinensia fekal disebabkan oleh penurunan tonus otot sfingter
interna pada usus besar dan berkurangnya kesadaran akan defekasi.
Etiologi
Infeksi bakteri dan virus, infeksi fekal, pemberian makanan, melalui selang dan diet yang
berlebihan dapat menyebabkan diare. Diare sangat mengganggu interaksi sosial bagi lansia
yang aktif. Diare kronis disebabkan oleh malabsorbsi, penyakit divertikular, gangguan
inflamasi usus dan obat-obatan.
Diagnosa
a. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan feses berair.
b. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi daerah anus karena diare.
Intervensi
1) Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan feses berair
a. Perawat memantau jumlah feses, diare, warna, konsistensi, dan bau dari feses.
b. Anjurkan klien untuk minum air hangat(untuk mencegah stimulasi saluran pencernaan)
c. Berikan diet lembut dan hambar.
d. Kolaborasi pemberian obat antidiare (diphenoxylateatauloperanide)
2) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi daerah anus karena diare.
a. Periksa kulit disekitar daerah perineal untuk melihat adanya tanda-tanda peradangan.
b. Kaji luasnya area kulit yang teriritasi.
c. Anjurkan klien untuk membersihkan area perineal dengan sabun, bilas dengan baik dan
keringkan secara menyeluruh.
d. Kolaborasi penggunaan lotion atau krim untuk mengurangi inflamasi
2. Disfaghia
Definisi
Disphagia adalah kesulitan menelan yang merupakan akibat dari penuaan yang
normal.
Etiologi
Penyakit ini terjadi dari komplikasi penyakit lain seperti stroke, trauma otak, sklerosis
multiple dan pasien dengan masalah pernapasan.
Diagnosa
a. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kurangnya asupan makanan yang
tidak adekuat.
b. Resiko gangguan menelan berhubungan dengan kelemahan otot – otot menelan akibat
paralisis
c. Resiko terjadi aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan akibat kerusakan
saraf kontrol fasial
Intervensi
1. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penururnan kemampuan menelan.
Anjurkan pasien makan dengan perlahan dan mengunyah makanan secara seksama
Pemberian makanan yang sedikit tapi sering
Sajikan makanan yang lunak dan hangat seperti bubur dan susu untuk merangsang
kemampuan menelan dan mengurangi resiko aspirasi.
Sajikan makanan dengan cara yang menarik
Hindari makan makanan atau minuman yang mengandung zatiritan ( seperti alcohol )
Berikan posisi fowler untuk mencegah terjadinya aspirasi
Anjurkan pasien untuk mempertahankan posisi minimal selama 45 menit setelah makan
Timbang BB pasien dan catat pertambahannya secara berkala
Observasi asupan nutrisi pasien dan kaji hal – hal yang menghambat atau mempersulit
proses menelan
2. Resiko gangguan menelan berhubungan dengan kelemahan otot – otot menelan akibat
paralisis
Tinjau ulang kemampuan menelan pasien, catat luasnya paralisis parsial
Tingkatkan upaya untuk dapat melakukan proses menelan yang efektif seperti membantu
pasien menegakkan kepala
Berikan posisi fowler selama dan setelah belajar
Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak sakit atau terganggu
Sentuh bagian pipi bagian dalam dengan spatel untuk mengetahui adanya kelemahan lidah
3. Resiko terjadi aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan akibat kerusakan saraf
control fasial
Berikan posisi semi fowler atau fowler pada saat makanan atau minum
Hindari posisi kepala over ekstensi pada saat pasien makan / minum
Berikan makanan dengan konsistensi yang lunak
3. Gastritis
Definisi
Gastritis adalah peradangan mukosa lambung dan dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
Etiologi
Gastritis terbagi dua, yaitu gastritis tipe-A (atrofik) dan gastritis tipe-B.Pada gastritis tipe-A,
terjadi penurunan sekresi asam klorida yang menyebabkan absorpsi zat besi dan vitamin B
dan cenderung dapat menjadi kronis.Sedangkan pada gastritis tipe-B, disebabkan oleh
helicobacter pylori bacil.
Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut atau kronis berhubungan dengan peningkatan lesi sekunder terhadap peningkatan
sekresi gastrik
a. Jelaskan kepada pasien mengenai hubungan antara sekresi asam hidroklorit dan awitan nyeri
b. Berikan antasida, antikolinergik, sukralfat, bloker H2 sesuai petunjuk dokter
c. Berikan dorongan ke pasien untuk melakukan aktivitas yang meningkatkan istirahat dan
rileks
d. Bantu klien untuk mengidentifikasi subtansi pengiritasi misalnya makanan gorengan, pedas,
dan kopi
e. Ajarkan kepada pasien tehnik relaksasi untuk menurunkan stres dan menghilangkan nyeri
yang dirasakan
f. Jelaskan kepada klien untuk menghindari merokok dan penggunaan alkohol
g. Dorong klien untuk menurunkan masukan minuman yang mengandung kafein, bila ada
indikasi
h. Ajarkan klien tentang pentingnya pengobatan berkelanjutan bahkan saat tidak nyeri
sekalipun
2. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan rasa tidak nyaman setelah
makan, anoreksia, mual, muntah
a. Kaji status nutrisi pasien: diet, pola makan, makanan yang dapat menjadi pencetus rasa nyeri
b. Kaji riwayat pengobatan pasien: aspirin, steroid, vasopresin
c. Pantau tanda-tanda vital pasien setiap 4 jam
d. Pantau masukan dan pengeluaran makanan dan cairan
e. Pertahankan lingkungan yang bebas stres
f. Berikan diet dalam porsi kecil tapi sering
g. Pantau keefektifan serta efek samping obat yang dikonsumsi oleh pasien
4. Konstipasi
Definisi
Konstipasi adalah masalah umum yang disebabkan oleh motilitas, kurang aktivitas, dan
penurunan kekuatan tonus otot. Defisiensi diet dalam asupan cairan dan saraf juga dapat
menimbulkan konstipasi. Selainitu, konstipasi mengacu pada bagian dari feses yang
abnormal, keras dan jarang.
Etiologi
Banyak lansia yang mengalami konstipasi sebagai akibat dari penggumpalan sensasi saraf,
tidak sempurnanya pengosongan usus, atau kegagalan dalam menanggapi sinyal untuk
defekasi. Konstipasi adalah suatu penurunan frekuensi pergerakan usus yang disertai dengan
perpajangan waktu dan kesulitan pergerakan feses.
Intervensi Keperawatan
1. Konstipasi berhubungan dengan ketidakadekuatan serat dalam diet
Jelaskan ke pasien mengenai pentingnya diet seimbang, dengan cara meninjau ulang daftar
makanan yang disajikan serta cukupi asupan buah-buahan dan sayuran
Diskusikan bahwa pola defekasi individu bervariasi
Diskusikan obat-obatan yang menyebabkan konstipasi
Kolaborasi penggunaan suppositoria, pencahar dan enema jika diperlukan
e. Bau
Bau mulut (kurangnya kebersihan mulut, penyakit pada rongga mulut dan paru-paru, infeksi
abses paru, penyakit paru dan uremia).
f. Kulit
Turgor kulit yang jelek dihubungkan dengan dehidrasi, kulit bersisik, gatal, kulit yang pucat,
pengikisan kulit bisa disebabkan oleh bermacam-macam defisiensi nutrisi. Kaji adanya
edema akibat gangguan sistem lain.
c. Faring
a) Selama proses menelan, nervus fagus à palatun lunak terangkat dan menutup
nasofaring à aspirasi tidak terjadi.
b) Kaji fungsi gangguan refleks, tekan lidan pada bagian tengah, tetapi tidak terlalu jauh
kebelakang àrespon tersedak. Suruh lansia mengatakan “ah” à Palatum lunak terangkat.
Jika terjadi rasa à sakit dan kemerahan, atau adanya bintik putih dikerongkongannya.
Wawancara :
a. Gigi dan gusi
Status gigi atau gigi palsu?
Kapan lagi pemeriksaan gigi?
Bagaimana perawatan gigi atau gigi palsu?
Kapan mengenakan gigi palsu?
Apakah merasa nyeri, perdarahan, dan gejala lain yang dirasakan?
Riwayat pengobatan, alkohol, zat adiktif lainnya.
c. Gejala
Luka, sulit mengunyah, tersedak, terasa masuk ketenggorokan, mual, muntah, perdarahan
mulut, muntah atau feses berdarah, nyeri, rasa terbakar pada lambungdan usus, diare,
konstipasi, gas, perdarahan rektum?
e. Pencernaan
Apakah sering mendapatkan keluhan pencernaan?
Apakah penyebab dan bagaimana penanganannya?
Apakah ada rasa penuh, ada tidaknya pada dada setelah makan?
Apakah regurgitasi atau sendawa pernah terjadi?
f. Eliminasi
Berapa kali BAB?
Apakah ada meneran saat BAB?
Apakah darah di BAB?
Bagaimana konsistensi pada warna feses?
g. Diet
Berapa kali makan sehari?
Bagaimana cara mendapatkan makanan?
Apakah ada perubahan pola makan?
Riwayat pengobatan, alkohol, dan zat adiktif lainnya.
BAB I
PENDAHULUAN
Usia lanjut adalah tahap akhir dari siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses
alamiah kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu.
Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan
terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis
tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang kompleks dan multi dimensional yang dapat
diobservasi di dalam satu sel dan berkembang pada keseluruhan sistem. Walaupun hal itu
terjadi pada tingkat kecepatan yang berbeda, di dalam parameter yang cukup sempit, proses
tersebut tidak tertandingi.
Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh
dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Walaupun demikian, memang
harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia.
Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa, misalnya
dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain sehingga
tubuh mati sedikit demi sedikit, dan terjadi juga pada sistem pencernaan.
Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun mental,
khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya.
Perubahan penampilan fisik sebagai bagian dari proses penuaan yang normal, seperti
berkurangnya ketajaman panca indera, menurunnya daya tahan tubuh , lebih mudah terkena
konstipasi merupakan ancaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka masih
harus berhadapan dengan kehilangan peran diri, kedudukan sosial serta perpisahan dengan
orang-orang yang dicintai.
Eliminasi alvi adalah sebuah proses pengeluaran veses atau tinja melalui kolon. Pada usia
lanjut biasanya terjadi inkontinensia alvi dikarenakan penurunan fungsi usus yang
sebelumnya bertugas sebagai penyerap dan pengeluaran feses sekarang telah menurun
fungsunya.
Inkontinensia tinja adalah ketidakmampuan untuk mengontrol buang air besar, menyebabkan
tinja (feses) bocor tak terduga dari dubur. Inkonteinensia tinja juga disebut inkontinensia
usus. Inkontinensia tinja berkisar dari terjadi sesekali saat duduk hingga sampai benar-benar
kehilangan kendali
Keluhan inkontenensia tampaknya dialami penduduk kulit berwarna 1,3 kali lebih sering
dibanding kulit putih. Perbandingan laki : perempuan sekitar 1 : 3. Iinkontenensia dapat
terjadi pada usia lanjut,. Makin tua makin meningkat frekuensinya. Di atas usia 65 tahun 30 –
40 % penderita mengalami masalah dengan keluhan inkontenensia ini. perawatan efektif
tersedia untuk inkontinensia tinja. Dokter umum kemungkinan dapat membantu mengatasi
masalah. Atau juga bisa menemui dokter yang mengkhususkan diri dalam menangani kondisi
yang mempengaruhi usus besar, rektum dan anus, seperti pencernaan, proktologis atau ahli
bedah kolorektal. Pengobatan untuk inkontinensia tinja biasanya dapat membantu
memulihkan kontrol buang air besar atau setidaknya secara substansial mengurangi
keparahan kondisi.
1. B. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. 2. Etiologi
Penyebab utama timbulnya inkontinensia alvi adalah masalah sembelit, penggunaan pencahar
yang berlebihan, gangguan saraf seperti dimensia dan stroke, serta gangguan kolorektum
seperti diare, neuropati diabetik, dan kerusakan sfingter rektum.
Penyebab inkontinensia alvi dapat dibagi menjadi empat kelompok (Brock Lehurst dkk,
1987; Kane dkk,1989):
2). Skibala yang terjadi juga akan menyebabkan iritasi pada mukosa rektum dan terjadi
produksi cairan dan mukus, yang selanjutnya melalui sela – sela dari feses yang impaksi akan
keluar dan terjadi inkontinensia alvi (kane dkk, 1989).
1. Inkontinensia alvi simtomatik, yang berkaitan dengan penyakit pada usus besar
Inkontinensia alvi simtomatik dapat merupakan penampilan klinis dari macam – macam
kelainan patologik yang dapat menyebabkan diare. Keadaan ini mungkin dipermudah dengan
adanya perubahan berkaitan dengan bertambahnya usia dari proses kontrol yang rumit pada
fungsi sfingter terhadap feses yang cair, dan gangguan pada saluran anus bagian atas dalam
membedakan flatus dan feses yang cair (broklehurst dkk, 1987)
Penyebab yang paling umum dari diare pada lanjut usia adalah obat – obatan, antara lain yang
mengandung unsur besi, atau memang akibat pencahar (broklehurst dkk, 1987: Robert –
Thomson)
1. Inkontinensia alvi akibat gangguan kontrol persyarafan dari proses defekasi (inkontinensia
neurogenik)
inkontinensia alvi neurogenik terjadi akibat gangguann fungsi menghambat dari korteks
serebri saat terjadi regangan atau distensi rektum. Proses normal dari defekasi melalui reflek
gastro-kolon. Beberapa menit setelah makanan sampai di lambung/gaster, akan menyebabkan
pergerakan feses dari kolon desenden ke arah rekum. Distensi rektum akan diikuti relaksasi
sfingter interna. Dan seperti halnya kandung kemih, tidak terjadi kontraksi intrinsik dari
rektum pada orang dewasa normal, karena ada inbisi atau hambatan dari pusat di korteks
serebri (broklehurst dkk, 1987).
Inkontinensia alvi ini terjadi akibat karena hilangnya refleks anal, disertai kelemahan otot-
otot seran lintang.
Parks, Henry dan Swash dalam penelitiannya (seperti dikutip oleh broklehurst dkk, 1987),
menunjukkan berkurangnya unit – unit yang berfungsi motorik pada otot – otot daerah
sfingter dan pubo-rektal, keadaan ini menyebabkan hilangnya reflek anal, berkurangnya
sensasi pada anus disertai menurunnya tonus anus. Hal ini dapat berakibat inkontinensia alvi
pada peningkatan tekanan intra abdomen dan prolaps dari rektum. Pengelolaan inkontinensia
ini sebaiknya diserahkan pada ahli progtologi untuk pengobatannya (broklehurst dkk, 1987).
Saraf rectum
Intensifkan peristaltic
Inkontinensia alvi
1). Feses yang cair atau belum berbentuk, sering bahkan selalu keluar merembes
2). Keluarnya feses yang sudah berbentuk, sekali atau dua kali perhari, dipakaian atau
ditempat tidur.
1). Tidak dapat mengendalikan gas atau kotoran, yang mungkin cair atau padat, dari perut
1). Diare
2). Sembelit
5. Penatalaksanaan
Penanganan yang baik terhadap sembelit akan mencegah timbulnya skibala dan dapat
menghindari kejadian inkontinensia alvi.Langkah utama dalam penanganan sembelit pada
pasien geriatri adalah dengan mengidentifikasi faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya
sembelit.
Beberapa hal yang bisa dilakukan dalam penanganan inkontinensia alvi adalah dengan
mengatur waktu ke toilet, meningkatkan mobilisasi, dan pengaturan posisi tubuh ketika
sedang melakukan buang air besardi toilet.
Pada inkontinensia alvi yang disebabkan oleh gangguan saraf, terapi latihan otot dasar
panggul terkadang dapat dilakukan, meskipun sebagian besar pasien geriatri dengan dimensia
tidak dapat menjalani terapi tersebut.
1. Pada overflow inkontinence yang disebabkan konstipasi, perlu diberikan obat pencahar, dan
perlu pula dibantu dengan pemberian makanan yang mengandung banyak serat (buah-
buahan dan sayur-sayuran, tahu, tempe dan lain-lain), minum yang cukup serta perlu
gerakan tubuh yang cukup.
2. Pada inkontinensia simtomatik, perlu diketahui terlebih dahulu penyakit yang
menyebabkannya dan memberikan pengobatan.
3. Pada neurogenic inkontinence, pengobatannya sulit. Hal yang paling penting adalah melatih
penderita untuk memasuki kamar kecil (WC) setiap kali setelah makan dan berjalan di pagi
hari ataupun setelah minum air panas. Latihan ini saja dapat memadai pada sebagian
penderita. Jika perlu, dapat diberikan obat pencahar setelah makan dan dua puluh menit
kemudian, penderita harus telah berada di kamra kecil. Jika tidak menolong dapat dilakukan
dengan memompa kotoran tadi dengan alat dan melatih pola buang air besar yang teratur.
4. Pada anorektal inkontinence perlu dilatih kekuatan otot-otot pada dasar panggul.
1. Usia
2. Diet
3. Aktivitas
Tonus oto abdomen,pelvis dan diafragma akan sangat membantu proses defekasi, gerakan
peristaltic akan memudahkan bahan feses bergerak sepanjang kolon
4. Fisiologis
Keadaan cemas, takut, dan marah akan meningkatkan peristaltic sehingga meningkatkan
inkontenensia.
5. Gaya hidup
Kebiasaan untuk melatik buang air besar, fasilitas bab dan kebiasaan menahan bab
mempengaruhi inkontenensia
6. Proses diagnosis
Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostic biasanya dipuasakan atau dilakukan klisma
dahulu agar tidak dapat bab kecuali setelah makan.
Kerusakan spinal kord dan injuri kepala akan menimbulkan kerusaka stimulus sensori untuk
bab.
1. Melatih kebiasaan defekasi (buang air besar) yang teratur, yang akan menghasilkan bentuk
feses yang normal
2. Pada waktu tertentu setiap 2 sampai 3 jam letakkan pispot dibawah pasien
3. Kalau inkontenensia berat diperlukan pakaian dalam yang tahan lembab.
4. Pakailah laken yang dapat dibuang dan dapat meningkatkan kenyamanan pasien
5. Mengurangi rasa malu perlu dilakukan dukungan semangat dalam perawatan.
6. Mengubah pola makan, berupa penambahan jumlah serat
7. Jika hal-hal tersebut tidak membantu, diberikan obat yang memperlambat kontraksi usus,
misalnya loperamid
8. Melatih otot-otot anus (sfingter) akan meningkatkan ketegangan dan kekuatannya dan
membantu mencegah kekambuhan
9. Dengan biofeedback, penderita kembali melatih sfingternya dan meningkatkan kepekaan
rektum terhadap keberadaan tinja
10. Jika keadaan ini menetap, pembedahan dapat membantu proses penyembuhan. Misalnya
jika penyebabnya adalah cedera pada anus atau kelainan anatomi di anus.
11. Pilihan terakhir adalah kolostomi, yaitu pembuatan lubang di dinding perut yang
dihubungkan dengan usus besar. Anus ditutup (dijahit) dan penderita membuang fesesnya
ke dalam kantong plastik yang ditempelkan pada lubang tersebut.
1. Pemeriksaan anoskopi
2. Pemeriksaan protosigmoidoskopi
1. Pengkajian
meliputi pekerjaan saat ini, pekerjaan masa lalu, alat transportasi yang digunakan,jarak
dengan tempat tinggal, serta sumber pendapatan saat ini.
meliputi tipe rumah, jumlah tongkat di kamar, kondisi tempat tinggal, jumlah orang yang
tinggal dalam 1 rumah, tetangga terdekat dan bagaimana pola interaksi dengan tetangga.
hobi/minat yang dimiliki, keanggotaan dan kegiatan liburan yang biasa dilakukan, hal ini
dikaji untuk mengetahui aktivitas yang dapat dilakukan untuk menguragi kebosanan.
sistem pendukung yang dimiliki keluarga yang memiliki pengaruh terhadap kesehatan seperti
dokter, bidan, klinik, dan dukungan dari keluarga untuk merawat anggota keluarga yang
mengalami inkontinensia alvi, termasuk kebutuhan personal hygiene.
status kesehatan yang pernah diderita selama 5 tahun yang lalu, keluhan utama yag dirasakan
sekarang yaitu ketidakmampuan menahan bab, dan diuraiaka secara PQRST, obat,obatan
yang pernah diminum,status imunisasi dan riwayat alergi.
Pola komunikasi dan interaksi dengan orang lain,perlu dikaji untuk mengetahui sebagai
respon terhadap keterbatan fisik dan psikis yang terjadi, meliputi persepsi diri,bagaimana
penilaian dia terhadap kondisinya yang mengalami inkontinensia, konsep diri ,apakah dia
merasa malu dengan kondisinya yang mengalami inkontinensia,dan meknisme koping yang
dilakukan.
dengan sekala depresi beck, Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ), dan Mini
Mental State Examination (MMSE) serta tingkat keasadarn klien.
1.
1. Gangguan eliminasi alvi (inkontinensia alvi) berhubungan dengan
Tujuan:
kriteria hasil:
1). Perubahan pola sosial sekunder akibat defisit fungsi perawatan diri
tujuan :
kriteria hasil:
1.
1. a. Gangguan eliminasi alvi (inkontinensia alvi) berhubungan dengan Penurunan
fungsi otot-otot pada anus
intervensi
R/ utuk mengontrol pola eliminasi sehingga dapat mengurangi terjdinya inkontinensia
1. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan Perubahan pola sosial sekunder akibat
defisit fungsi perawatan diri
intervensi:
4. Evaluasi
1.
1. memahami eliminasi normal
2. mempertahankan defekasi normal
3. mempertahankan rasa nyaman
4. mempertahankan integritas kulit (daerah perianal)