Anda di halaman 1dari 41

PERUBAHAN SISTEM GASTRO INTESTINAL DAN PADA LANSIA

Pendahuluan

Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.dalam mendefinisikan batasan

penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ada tiga

aspek yang perlu di pertimbangkan yaitu ;aspke biologi,aspek ekonomi,dan aspek social.Secara

biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus

yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik sehingga semakin rentannya terhadap penyakit

yang dapat menyebabkan kematian.hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi

sel,jaringan serta system organ.secara ekonomi penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban

daripada sebagai sumber daya.banyak ornag beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi

memberikan banyak manfaat bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua sering

kali di persepsikan secara negative sebagai beban keluarga dan masyarakat. Dari aspek

social,penduduk  lanjut usia merupakan satu kelompok social sendiri.di Negara barat penduduk lanjut

usia menmpati strata social di bawah kaum muda.hal ini dilihat dari keterlibatan merekan terhadap

sumber daya ekonomi,pengaruhterhadap pengambil keputusan serta luasnya hubungan social yang

semakin menurun.Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas social yang tinggi

yang harus di hormati oleh warga kaum muda.

Menurut Bernice Neugarten (1968) James C.Chalhoum (1995) masa tua adalah suatu masa

dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya.Tetapi bagi orang lain periode ini adalah

permulaan kemunduran.usia tua dipandang sebagai masa kemunduran,masa kelemahan manusiawi

dan social.Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok

orang yang homogeny.usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda.ada orang lanjut usia yang

mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks eksistensi manusia,yaitu sebagai masa hidup yang

member mereka kesempatanpkesempatan untuk tumbuh,berkembang serta berbakti.Ada juga lanjut

usia yang memandang usia tua dengan sikap-sikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasif dan

pemberontakan,penolokan dan keputusasaan.Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri

dengan demikian semakin cepat kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.
Proses penuaan adalah sesuatu yang kompleks yang dapat dijelaskan secara

kronologis,fisiologis dan fungsional.

Usia kronologis merujuk pada jumlah tahun seseorang telah hidup..Mudah untuk diidentifikasikan 

dan diukur,ini adalah metode objektif yang paling umum digunakan.Di Amerika serikat,usia tua

kadang kala di klasifikasikan dalam tiga kelompok katagoru kronologis :

1)     Tua – Awal (usia 65 sampai usia 74 tahun)

2)     Tua – Pertengahan (usia 75 sampai usia 84 tahun)

3)     Tua – Akhir (usia 85 tahun keatas)

Selain itu,usia kronologis menjadi criteria dalam masyarakat untuk mengatagorikan aktivitas-

aktivitas tertentu,seperti mengemudi,bekerja sebagai karyawan, dan pengumpulan pension.dengan

berlakunya Socialsecurity Act dan didrikannya medicare,usia 65 tahun menjadi usia minimum

keabsahan untuk pension.Dengan demikian usia 65 tahun adalah usia yang diakui untuk menjadi

warga negara senior di Amerika serikat.Akan tetapi,banyak orang yang menetang ketentuan ini.

Usia Fisiologis merujuk pada penetapan usia dengan fungsi tubuh.Meskipun perubahan

terkait usia dialami setiap orang,mustahil untuk mengetahui dengan tepat saat perubahan ini

terjadi.itulah sebabnya mengapa usia fisiologis tidak digunakan dalam menetapkan usia seseorang.

Usia Fungsional merujuk pada kemapuan seseorang berkontribusi pada masyarakat dan

bermanfaat untuk orang lain serta dirinya sendiri.Berdasarkan fakta bahwa tidak semua individu pada

usia yang berdasarkan kurun waktu memiliki fungsi pada tingkat yang sama.banyak orang secara

kurun waktu lebih tua tetapi bugar secara fisik,aktif secara mental, dan anggota masyarakat yang

produktif.ada orang yang muda secara kurun waktu,tetapi secara fisik dan fungsional tua.

Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan

A.sistem pencenaan
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ

dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan

energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat

dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.

Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus

besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran

pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

1.      Mulut

Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput

lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif

sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di

hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.

2.      Tenggorokan ( Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani yaitu

Pharynk.

Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung

kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan

nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang

belakang

3.      Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir

dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan

proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: οiσω, oeso – “membawa”, dan

έφαγον, phagus – “memakan”).

Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi.

Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:

1)     bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)

2)     bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)


3)     serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).

4.      Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai.

Terdiri dari 3 bagian yaitu :

1)     Kardia.

2)     Fundus.

3)     Antrum.

Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang

bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi

lambung ke dalam kerongkongan.

Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur

makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :

1)     Lendir

Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan

lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.

2)     Asam klorida (HCl)

Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah

protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan

cara membunuh berbagai bakteri.

3)     Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)

5.      Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan

usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati

melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu

melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil

enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.


Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan

otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan

usus penyerapan (ileum).

6.      Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama

organ ini adalah menyerap air dari feses.

Usus besar terdiri dari :

1)     Kolon asendens (kanan)

2)     Kolon transversum

3)     Kolon desendens (kiri)

4)     Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan

membantu penyerapan zat-zat gizi.

Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini

penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan

gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan

dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

7.      Usus Buntu (sekum)

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung

yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini

ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum

yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya

digantikan oleh umbai cacing.

8.      Umbai Cacing (Appendix)


Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut

apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan

membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).

Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya

appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum.

9.      Rektum dan anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang berawal dari

ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat

penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih

tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum,

maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena

penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk

melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar,

di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama,

konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.

10.  Pankreas

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu menghasilkan

enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian

posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).

Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :

1)     Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan

2)     Pulau pankreas, menghasilkan hormon

11.  Hati

Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki berbagai fungsi,

beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.

Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh

termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi
bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai

dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.

12.  Kandung empedu

Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir yang dapat

menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia,

panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap – bukan karena warna

jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan

dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu.

Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:

1)     Membantu pencernaan dan penyerapan lemak

2)     Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal

dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.

Perubahan fisiologis system pencernaan Pada lansia

1.  System pencernaan

Penuaan dicirikan dengan kehilangan banyak sel tubuh dan penurunan metabolism di sel

lainnya.Proses ini menyebabkan penurunan fungsi tubuh dan perubahan komposisi tubuh

Perubahan pada system pencernaan :

1)     Kehilangan gigi,penyebab utama adanya periodontal desease yang biasa terjadi setelah umur 30

tahun.Penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.

2)     Indera pengecap menurun.Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir.atropi indera pengecap

(±80%),hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap di lidah teritama rasa manis,asin,asam,pahit.Selain

itu sekresi air ludah berkurang sampai kira-kira 75% sehingga mengakibatkan rongga mulut menjadi

kering dan bisa menurunkan cita rasa.

3)     Usofagus melebar.Penuaan usofagus berupa pengerasan sfringfar bagian bawah sehingga menjadi

mengendur (relaksasi) dan mengakibatkan usofagus melebar (presbyusofagus).Keadaan ini

memperlambat pengosongan usofagus dan tidak jarang berlanjut sebagai hernianhiatal.Gangguan


menelan biasanya berpangkal pada daerah presofagus tepatnta di daerah osofaring penyebabnya

tersembunyi dalam system saraf sentral atau akibat gangguan neuromuskuler seperti jumlah ganglion

yang menyusut sementara lapisan otot menebal dengan manometer akan tampak tanda perlambatan

pengosongan usofagus.

4)     Lambung,rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun).Lapisan lambung menipis diatas 60

tahun,sekresi HCL dan pepsin berkurang,asam lambung menurun,waktu pengosongan lambung

menurun dampaknya vitamin B12 dan zat besi menurun.

5)     Peristaltic lemah dan biaanya timbul konstipasi

6)     Fungsi absopsi melemah (daya absorpsi terganggu).Berat total usus halus berkurang diatas usia 40

tahun meskipun penyerapan zat gizi pada umumnya masih dalam batas normal,kecuali kalsium (diatas

60 tahun)dan zat besi.

7)     Liver (hati).Penurunan enzim hati yang terlibat dalam oksidasi dan reduksi,yamg menyebabkan

metabolisme obat dan detoksifikasi zat kurang efisien.

Gangguan system pencernaan dan

A. Gangguan Sistem Pencernaan pada Lansia

1.    Anemia (defisiensi zat besi)

Anemia cukup umum pada populasi lansia,yang mungkin disebabkan kondisi predisposisi yang

mendasari,seperti malnutrisi,dan infeksi kronis.Prognosis anemia lebih baik setelah therapy

penggantian zat besi.

1)     Etiologi

         Asupan diet zat besi yang tidak adekuat atau diet tidak seimbang yang buruk

         Malabsorpsi zat besi,seperti pada diare kronis,gastrektomi parsial atau total,dan sindrom malabsorpsi

seperti penyakit seliak

         Kehilangan darah sekunder akibat perdarahan GI yang disebabkan obat (akibat

antikoagulan,aspirin,steroid) atau akibat perdarahan karena trauma,ulkus GI,tumor ganas,dan varises.


         Hemolisis intravascular yang disebabkan hemoglobulinuria atau hemoglobulinuria nokturia

paroksimal.

         Trauma eritrosit mekanis yang disebabkan oleh katup jantung prostetik atau filter vena kava.

2)     Tanda dan gejala

         Dapat asimtomatik selama bertahun-tahun.

         Keletihan

         Sakit kepala

         Tidak dapat berkonsentrasi

         Nafas pendek (khusus pada kerja fisik)

         Penigkatan frekuensi infeksi

         Pada anemia kronis, disfagia efek neuromuskuler (gangguan vasomotorik,parestesia,dan nyeri

neuralgik),glosistis (lidah merah,bengkak,lunak,berkilat dan nyeri tekan),stomatitis serta kuku rapuh.

         Pada tahap lanjut,takhikardia (disebabkan oleh penurunan perfusi oksigen dan peningkatan curah

jantung)

3)     Pemeriksaan Diagnostik

         Pemeriksaan darah dapat menunjukan hal-hal berikut :

o   Kadar Hb rendah (<12gr/dl pada pria,<10gr/dl pada wanita)

o   Hematokrit rendah (<47ml?dl pada pria,<42ml/dl pada wanita)

o   Kadar zat besi serum rendah,

o   Hitung SDM rendah

         Pemeriksaan sumsum tulang menunjukan deplesi atau tidak ada simpanan zat besi dan hyperplasia

normoblastik

         Pemeriksaan Gi,seperti uji feses ,barium telan dan enema,endoskopik,dan sigmoidoskopi untuk

menyingkirkan atau memastikan apakah perdarahan disebabkan defisiensi zat besi.


4)     Penanganan

Sebelum penanganan dapat dimulai,penyebab yang mendasari anemia harus dipastikan.Selanjutnya

terapi penggantian zat besi yang terdiri atas preparat oral atau kombinasi zat besi dan asam askorbat

(meningkatkan absorpsi zat besi) dapat diberikan.

5)     Diagnosa keperawatan

         Ketidakseimbangan nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi zat besi

dalam diet

o   Intervensi

  Berikan suplemen zat besi sesuai program

  Pantau kepatuhan pasien terhadap terapi penggantian zat besi yang diprogramkan.

  Pantau apakah pasien mengalami over dosis penggantian zat besi.

  Pantau hitung darah lengkap pasien dan zat besi serum dengan teratur

  Kaji kebiasaan diet keluarga untuk asupan zat besi

  Evaluasi riwayat obat-obatan pasien.

         Gangguan ferpusi jaringan berhubungan dengan penurunan Hb

o   Intervensi

  Berikan terapi oksigen jika perlu untuk membantu mencegah dan mengurangi hipoksia

  Berikan periode istirahat yang sering untuk mengurangi kelemahan fisik

  Sesuai program,berikan analgesic untuk mengurangi sakit kepala dan ketidaknyamanan lain.

  Pantau pasien apakah ada tanda dan gejala penururnan perfusi ke organ-organ vital

  Pantau frekuensi nadi pasien dengan sering

6)     Penyluhan

         Berikan penjelasan pasien tentang penyakitnya dan program pengobatan

         Anjurkan pasien untuk tidak berhenti terapi


         Informasikan kepada pasien bawsa susu dan antasida mengganggu absorpsi tetapi vitamin c dapat

meningkatkan absorpsi.

         Beri tahu pasien untuk melaporkan setiap efek merugikan dari terapi zat besi seperti :

mual,muntah,diare,dan konstipasi

         Ajarkan pasien untuk menjadwalkan aktivitas dengan periode istirahat yang dapat disesuaikan

dengan kondisi anemianya.

         Karena defisiensi zat besi dapat berulang,jelaskan kebutuhan untuk pemeriksaan teratur dan

kepatuhan terhadap terapi yang diresepkan.

2.    Gastritis Kronis

Gastritis adalah suatu inflamasi mukosa lambung yang dapat bersifat akut ataupun kronik.gastritis

akut adalah penyakit lambung yang paling umum,menyebabkan kemerahan pada

mukosa,edema,hemoragi dan erosi.

Gastrits kronis biasanya terjadi pada lansia dan pasien yang mengalami anemia pernisiosa.gastritis

kronis biasanya melibatkan kondisi patologi yang mendasari akibat dari atropi mukosa

lambung.gastritis kronis kronis dapat mengalami ulkus lambung dan karsinoma.

1)     Etiologi

Diperkirakan oleh heliobacter pylori.

2)     Tanda dan gejala

         Tanda dan gejala seperti gastritis  akut yaitu seperti :ketidaknyamanan pada epigastrik,nyeri karena

sulit mencerna makanan,anoreksia,mual serta muntah.

         Intoleransi terhadap makanan pedas dan berlemak

         Nyeri epigastrik ringan yang mereda dengan makan

3)     Pemeriksaan diagnostic

         Endoskopi GI untuk memastikan gastritis dilakukan dalam 24 jam perdarahan.pemeriksaan ini

dikontraindikasikan setelah menelan agens korosif.


         Pemeriksaan laboratorium dapat mendeteksi perdarahan samar dalam muntah atau feses,jika pasien

mengalami perdarahan lambung

         Pemeriksaan darah menunjukan bahwa kadar Hb dan Ht mengalami penurunan apabila pasien

mengalami anemia akibat perdarahan.

         Pemeriksaan H pylori dan nafas berbau urea memperlihatkan adanya antibody H pylori

4)     Penanganan

Prioritas penanganan segera adalah menghilangkan penyebab gastritis.sebagai contoh,gastritis yang

disebabkan oleh bakteri diobati dengan antibiotic,ingesti racun dinetralkan dengan antidote yang

tepat.

Untuk pasien yang menderita gastritis kronis,antasida diberikan perjam,yang dapat mengurangi

frekuensi gastritis akut.Sebagaian pasien memerlukan analgetik sampai terjadi pemulihan,kebutuhan

oksigen,volume darah serta keseimbangan cairan perlu diperhatikan.

5)     Diagnose keperawatan

         Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

yang tidak adekuat, anorexia

o   Intevensi

  Kaji intake makanan,

  Timbang BB secara teratur,

  Berikan perawatan oral secara teratur, anjurkan klien makan sedikit tapi sering,

  Berikan makanan dalam keadaan hangat,

  Auskultasi bising usus,

  Kaji makanan yang disukai,

         Resti gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, muntah

o   Intervensi
  Kaji tanda dan gejala dehidrasi,

  Observasi TTV,

  Ukur intake dan out

  Anjurkan klien untuk minum ± 1500-2500ml,

  Observasi kulit dan membran mukosa,

  Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan infus

         Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi mukosa lambung

o   Intervensi

  Kaji skala nyeri dan lokasi nyeri,

  Observasi TTV,

  Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman,

  Anjurkan tekhnik relaksasi dengan nafas dalam,

  Lakukan kolaborasi dalam pemberian obat sesuai dengan indikasi untuk mengurangi nyeri

6)     Penyluhan

         Ajarkan pasien mengenal penyebab,pemeriksaan diagnostic serta program pengobatan

         Berikan pasien daftar makanan yang dihindari,seperti : merica,atau makanan yang sangat

berbumbu,alcohol,kafein

         Jika pasien merokok anjurkan unutk berhentibantu

         Ajari pasien cara mengatasi stress,seperti; meditasi,relaksasi,nafas dalam dan imajinasi terbimbing

         Ajarkan anggota keluarga tentang pentingnya mendukung pasien ketika ia membuat perubahan diet

dan gaya hidup yang diperlukan.

3.    Inkontinensia fekal

Meskipun biasanya bukan merupakan tanda penyakit mayor,inkontinensia dapat menyebabkan

gangguan yang serius pada kesejahteraan fisik dan psikologis lansia.


Inkontinensia fekal dapat terjadi secara bertahap (seperti demensia) atau tiba-tiba (seperti cedera

medulla spinalis).

1)     Etiologi

         Inkontinensia fekal biasanya akibat dari statis fekal dan impaksi (sebagai suatu massa atau kumpulan

yang mengeras) yang disertai penurunan aktivitas,

         Diet yang tidak tepat.

         Penggunaan laksatif yang kronis

         Penurunan asupan cairan

         Deficit neurologis

         Komplikasi pembedahan pelvis,prostat atau rektum

         Obat-obatan seperi antihistamin,psikotropik dan preparat besi

2)     Tanda dan gejala

         Rembesan feses yang terus menerus dari rectum

         Ketidakmampuan mengenali kebutuhan defekasi

         Kram abdomen dan distensi

3)     Pemeriksaan dianostik

         Pemeriksaan rectum digital dapat menyingkirkan inpaksi fekal

         Kolonoskopi mungkin diperlukan untuk mendeteksi gangguan usus lainnya.

4)     Penanganan

         Pasien yang mengalami inkontinensia fekal harus dikaji penyebab masalah yang mendasari

penyakitnya dengan cermat.Pelatihan kembali defekasi merupakan terapi pilihan bijak, misalnya

adalah tonus sfingter anal yang buruk,latihan otot-otot panggul dapat membantu mengoreksinya.lansia

dapat diajarkan untuk mengontrkasikan dan merilekskan sfingter anal dalam program latihan yang

teratur untuk menguatkan otot-otot tersebut.


         Jika inkontinensia disebabkan oleh impaksi,sumbatan harus dihilangkan dengan enema atau secara

manual.Enema atau supositoria dapat digunakan secara berulang untuk mendapatkan evakuasi feses

yang tuntas

5)     Diagnose keperawatan

         Inkontinensia fekal berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,

o   Intervensi

  Berikan asupan cairan yang adekuat

  Mulai aktivitas dan program olah raga

  Tetapkan latihan kebiasaan,mencakup toileting yang terjadwal seperti setelah sarapan pagi,tingkatkan

kesadaran akan refleks defekasi,

  Jika terdapat kerusakan neurologis berat,induksi konstipasi dengan antidiare dan diet berserat

rendah,selang-seling

         Ansietas berhubungan dengan inkontinensia fekal

o   Intervensi

  Jadwalkan waktu tambahan untuk mendorong dan member dukungan pada pasien untuk mengurangi

rasa malu

  Berikan dukungan akibat kehilangan pengendalian

  Berikan pujian atas keberhasialn pasien

         Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inkontinensia fekal

o   Intervensi

  Pertahankan perawatan hygiene yang efektip untuk meningkatkan kenyamanan pasien dan mencegah

kerusakan kulit dan infeksi

  Bersihkan area perianal sesering mungkin


  Oleskan krim awar pelembab

  Kendalikan bau yang tidak sedap

6)     Penyuluhan

         Ajarkan pasien untuk secara bertahap menghilangkan penggunaan laksatif

         Libatkan keluarga untuk melakukan perawatan kulit untuk mencegah iritasi dan infeksi

4.    Konstipasi

Seiring bertambahnya usia dan perubahan fisiologis yang normal,konstipasi umum terjadi pada

lansia.konstipasi diperburuk oleh nutrisi yang buruk,asupan cairan yang rendah,dan

imobilisasi.konstipasi terjadi karena penurunan peristaltic koon dan perlambatan impuls syaraf yang

merasakan kebutuhan akan defekasi.Dengan bertambahnya usia,sfingter anal interna kehilangan

tonusnya dan defekasi tertunda.Jika tidak diobati konstipasi dapat menyebabkan impaksi fekal dan

megakolon.

1)     Tanda dan gejala

         Periode waktu lama antara defekasi

         Keram dan kembung pada abdomen

         Abdomen keras

         Mengejan selama defekasi

         Feces kecil dank eras

         Bising usus jauh atau kurang terdengar

         Nyeri punggung

         Sakit kepala

2)     Pemeriksaan diagnostic

         Pemeriksaan rectum digital dapat memastikan atau menyingkirkan masalah fisiologis

3)     Penanganan
         Penanganan jangka pendek dapat terdiri dari laksatif yang kuat untuk mengosongkan seluruh usus.

         Pengobatan jangka panjang mencakup diet tinggi serat,asupana caiaran yang adekuat,mengurangi

penggunaan laksatif dan member waktu yang cukup unuk mengevakuasi usus secara tuntas sesuai

rutinitas normal.

         Untuk impaksi fekal pengangkatan feces manual diikuti dengan enema yang mengguanakan retensi-

minyak hangat dan enema yang mengguanakan sabun pembersih.Setelah 3 hari pasien mendapat

pelunak feces dan stimulasi defekasi.

4)     Diagnose keperawatan

         Konstipasi yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, obstruksi usus,

megakolon,Imobilisasi, asupan cairan dan serat yang tidak adekuat

o   Intervensi

  Tanyakan pasien mengenai asupan dietnya

  Dorong peningkatan asupan cairan dan diet tinggi serat

  Berikan pelunak feces sesuai resep

  Anjurkan pasien merespon desakan untuk defekasi dengan segera

  Anjurkan peningkatan aktivitas olahraga

5)     Penyluhan

Ajarkan pasien lansia metoda untuk mengurangi konstipasi yang mencakup:

         Diet tinggi serat

         Peningkatan asupan cairan

         Aktifitas fisik yang lebih banyak

         Membuat penyesuaian dengan keterbatasan fisik yang dapat menghambat kemampuan pergi ke

kamar mandi sebelum desakan untuk defekasi hilang.


           

DAFTAR PUSTAKA

1.      Anatomi dan Fisiologi untuk paramedic,Evelyn C.Pearce,cet.24,Jakarta ;GM,2002.

2.      Asuhan keperawatan geriatric/editor,Jaime L.Stockslager,et al : alih bahasa,Nike Budhi Subekti;editor

edisi bahasa Indonesia Nur Meity Sulistia Ayu.ed.2.jakarta : EGC,2007

3.      Pengkajian gerontology.Annette Giesler Lueckenotte.Ed.2.Jakarta.EGC.1998.


SISTEM GASTROINTESTINAL
A.    Sistem Gastrointestinal
Secara normal fungsi sistem gastrointestinal yaitu bertanggung jawab untuk mensuplai
tubuh dengan nutrisi yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesehatan. Gangguan fungsi
sistem gastrointestinal dapat mengakibatkan efek yang signifikan terhadap kehidupan lansia.

Fungsi utama sistem gastrointestinal adalah mencerna makanan dan mengabsorbsi


nutrisi. Fungsi kedua sebagai organ tambahan yang termasuk sekresi dan motilitas. Sistem
gastrointestinal disebut juga alimentary tract, yang terdiri dari mulut, faring, esofagus,
lambung, usus halus dan usus besar. Sistem gastrointestinal berupa saluran dalam tubuh yang
dimulai dari mulut dan diakhiri dengan anus.

Organ sistem pencernaan terdiri dari :


1.      Rongga mulut
Proses pencernaan pertama kali terjadi didalam rongga mulut. Di dalam rongga mulut,
makanan dikunyah dan dihancurkan oleh gigi, dibantu oleh lidah. Dalam rongga mulut juga
ada enzim yang membantu pencernaan yaitu enzim amylase.

2.      Esofagus
Setelah dicerna di dalam mulut, makanan akan masuk ke dalam kerongkongan.
Makanan didorong oleh otot kerongkongan menuju lambung. Gerakan otot ini disebut gerak
peristaltik. Gerak peristaltik inilah yang menyebabkan makanan terdorong hingga masuk ke
lambung.

3.      Lambung dan Usus


Dari kerongkongan, makanan masuk ke lambung. Lapisan kulit lambung mensekresi
asam klorida, musin, dan enzim.Usus halus merupakan tempat pencernaan dan penyerapan
nutrisi. Setelah melewati usus halus sisa makanan masuk ke usus besar dan terjadi
pembusukan. Jika kolon desenden pada usus besar penuh dan feses masuk ke dalam rectum
maka timbul keinginan untuk BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan,
dimana bahan limbah keluar dari tubuh.

4.      Pankreas dan Hati


Pankreas dan hati memiliki kemampuan mensintesis protein dan enzim-enzim
pencernaan (Stanley & Bare, 2007). Hati berfungsi untuk membuang bakteri dan partikel
asing lainnya yang diserap dari usus, berbagai zat gizi yang diserap dari usus selanjutnya
dipecah sehingga dapat digunakan oleh tubuh. Hati melakukan proses tersebut dengan
kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam
sirkulasi umum. Hati menghasilkan sekitar separuh dari seluruh kolestrol dalam tubuh,
sisanya berasal dari makanan. Sekitar 80 % kolestrol yang dihasilkan di hati digunakan untuk
membuat empedu. Hati juga menghasilkan empedu, yang disimpan di dalam kandung
empedu.

B.     Proses Penuaan Normal pada Saluran Gastrointestinal


Masalah yang berkaitan dengan sistem gastrointestinal sering terjadi pada lansia. Perubahan
fungsi meliputi penurunan pengosongan lambung dan peningkatan pH lambung, penurunan
kerja peristaltik esofagus, penurunan produksi ptialin, asam hidroklorida, dan pepsin, serta
kecenderungan terjadinya gangguan absorpsi vitamin B1, B12, Kalium, Kalsium dan zat Besi.
Banyak lansia mengalami penurunan selera makan, yang dapat disebabkan oleh penurunan
ketajaman bintil perasa (taste buds), kuncup rasa serta penurunan kemampuan untuk
merasakan makanan yang manis dan asin. Lansia dapat juga mengalami masalah gigi yang
akan menurunkan kemampuan mereka untuk menikmati makanan.

Gangguan menelan akan semakin meningkat bersamaan dengan pertambahan usia dan
keadaan ini disebabkan oleh penurunan produksi saliva untuk membasahi makanan.
Gangguan menelan juga dapat terjadi karena penggunaan obat, seperti antihistamin dan
antidepresan yang memiliki efek antikolinergik. Refleks muntah dapat hilang sehingga terjadi
disfagia dan hampir separuh dari lansia berusia diatas 80 tahun mengalami divertikulitis
karena kelemahan dinding usus. Perubahan fisiologi lain meliputi kecenderungan konstipasi
atau inkontinensia fekal. Inkontinensia fekal disebabkan oleh penurunan tonus otot sfingter
interna pada usus besar dan berkurangnya kesadaran akan defekasi.

Perubahan-perubahan proses penuaan pada sistemgastrointestinal yang normal:


Perubahan Normal Implikasi Klinis
Rongga mulut
-    Hilangnya tulang periosteum dan -   Tanggalnya gigi
peridontal
-    Retraksi dan struktur gusi -   Kesulitan dalam mempertahankan pelekatan
gigi palsu
-    Hilangnya kuncup rasa -    Perubahan sensasi rasa
-   Peningkatan penggunaan garam
Esofagus, lambung, usus
-    Dilatasi esofagus -    Peningkatan resiko aspirasi
-    Penurunan refleks muntah -    Perlambatan mencerna makanan
-    Atropi mukosa lambung -   Penurunan absorpsi obat–obatan, zat besi,
kalsium, vitamin B12
-    Penurunan motilitas lambung -    Konstipasi sering terjadi
(Stanley & Bare, 2007)

Perubahan fisik yang terjadi pada lansia:


1.      Kehilangan gigi: penyebab utama adanya periodontal disease yang bisa terjadi setelah umur
30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk.
2.      Indra pengecap: adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atrofi indra pengecap(±80%),
hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap dilidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya
sensitifitas dari saraf pengecap tentang rasa asin, asam, dan pahit.
3.      Lambung: rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun), asam lambung menurun, waktu
pengosongan menurun.
4.      Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
5.      Fungsi absorbsi melemah (daya absorbsi terganggu).
6.      Liver(hati): makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran
darah(Nugroho, 2000).

C. WOC (Web of caution)

D.    Pemeriksaan penunjang


1.      Sel darah lengkap (CBC) menghitung atau mencari tanda-tanda infeksi dan dehidrasi. Sebuah
peningkatan jumlah sel darah putih(15.000-20.000/mm3) adalah tanda infeksi dan mungkin
menunjukan sumbatan atau perforasi usus. Peningkatan tingkat hematokrit dapat berarti
dehidrasi.
2.      Pemeriksaan elektrolit dan urinalisis untuk mengevaluasi ketidakseimbangan cairan elektrolit
dan sepsis.
3.      Kleatinin dan nitrogen urea darah (BUN), tingkat peningkatan kadar serum ini menunjukan
bahwa kemungkinan pasien mengalami dehidrasi
4.      Rongten abdomen, untuk menentukan lokasi pola dan jenisnya(mekanisme atau
nonmechanical,sebagian atau seluruhnya) dari obstruksi.
5.      Kolonoskopi untuk membantu dalam penilaian dan diagnosis dari obstruksi usus besar.
6.      Tes fungsi hati
7.      CT scan abdomen
8.      USG.

E.     Masalah-masalah pada Sistem Gastrointestinal


1.      Diare
Definisi
Diare adalah defekasi yang meningkat dalam frekuensi lebih cair dan sulit untuk
dikendalikan. Diare dapat diindikasikan dengan frekuensi buang air lebih dari tiga kali
perhari atau jumlah tinja lebih dari 200 gram tinja perhari.

Etiologi
Infeksi bakteri dan virus, infeksi fekal, pemberian makanan, melalui selang dan diet yang
berlebihan dapat menyebabkan diare. Diare sangat mengganggu interaksi sosial bagi lansia
yang aktif. Diare kronis disebabkan oleh malabsorbsi, penyakit divertikular, gangguan
inflamasi usus dan obat-obatan.

Tanda dan gejala


Lansia dengan diare biasanya mengalami penurunan volume dan dapat mengalami demam,
takikardi dan hipotensi postural,turgor kulit burukdan meningkatkan hematokrit serta
hemaglobin.

Diagnosa
a.      Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan feses berair.
b.      Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi daerah anus karena diare.

Intervensi
1)      Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan feses berair
a.       Perawat memantau jumlah feses, diare, warna, konsistensi, dan bau dari feses.
b.      Anjurkan klien untuk minum air hangat(untuk mencegah stimulasi saluran pencernaan)
c.       Berikan diet lembut dan hambar.
d.      Kolaborasi pemberian obat antidiare (diphenoxylateatauloperanide)

2)      Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi daerah anus karena diare.
a.       Periksa kulit disekitar daerah perineal untuk melihat adanya tanda-tanda peradangan.
b.      Kaji luasnya area kulit yang teriritasi.
c.       Anjurkan klien untuk membersihkan area perineal dengan sabun, bilas dengan baik dan
keringkan secara menyeluruh.
d.      Kolaborasi penggunaan lotion atau krim untuk mengurangi inflamasi

2.      Disfaghia
Definisi
Disphagia adalah kesulitan menelan yang merupakan akibat dari penuaan yang
normal.

Etiologi
Penyakit ini terjadi dari komplikasi penyakit lain seperti stroke, trauma otak, sklerosis
multiple dan pasien dengan masalah pernapasan.

Tanda dan gejala


Tanda dan gejala dari disphagia adalah kelemahan otot wajah, adanya batuk yang lemah,
penurunan reflek muntah, penurunan berat badan, ketidakmampuan untuk mengunyah
makanan, batuk dan tersedak saat makan.

Diagnosa
a.       Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kurangnya asupan makanan yang
tidak adekuat.
b.      Resiko gangguan menelan berhubungan dengan kelemahan otot – otot menelan akibat
paralisis
c.       Resiko terjadi aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan akibat kerusakan
saraf kontrol fasial
Intervensi
1.      Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penururnan kemampuan menelan.
         Anjurkan pasien makan dengan perlahan dan mengunyah makanan secara seksama
         Pemberian makanan yang sedikit tapi sering
         Sajikan makanan yang lunak dan hangat seperti bubur dan susu untuk merangsang
kemampuan menelan dan mengurangi resiko aspirasi.
         Sajikan makanan dengan cara yang menarik
         Hindari makan makanan atau minuman yang mengandung zatiritan ( seperti alcohol )
         Berikan posisi fowler untuk mencegah terjadinya aspirasi
         Anjurkan pasien untuk mempertahankan posisi minimal selama 45 menit setelah makan
         Timbang BB pasien dan catat pertambahannya secara berkala
         Observasi asupan nutrisi pasien dan kaji hal – hal yang menghambat atau mempersulit
proses menelan

2.      Resiko gangguan menelan berhubungan dengan kelemahan otot – otot menelan akibat
paralisis

         Tinjau ulang kemampuan menelan pasien, catat luasnya paralisis parsial
         Tingkatkan upaya untuk dapat melakukan proses menelan yang efektif seperti membantu
pasien menegakkan kepala
         Berikan posisi fowler selama dan setelah belajar
         Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak sakit atau terganggu
         Sentuh bagian pipi bagian dalam dengan spatel untuk mengetahui adanya kelemahan lidah

3.      Resiko terjadi aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan akibat kerusakan saraf
control fasial
         Berikan posisi semi fowler atau fowler pada saat makanan atau minum
         Hindari posisi kepala over ekstensi pada saat pasien makan / minum
         Berikan makanan dengan konsistensi yang lunak
3.      Gastritis
Definisi
Gastritis adalah peradangan mukosa lambung dan dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.

Etiologi
Gastritis terbagi dua, yaitu gastritis tipe-A (atrofik) dan gastritis tipe-B.Pada gastritis tipe-A,
terjadi penurunan sekresi asam klorida yang menyebabkan absorpsi zat besi dan vitamin B
dan cenderung dapat menjadi kronis.Sedangkan pada gastritis tipe-B, disebabkan oleh
helicobacter pylori bacil.

Tanda dan gejala


Pada gastritis tipe-A, tidak ada gejala yang khas.Sedangkan pada gastritis tipe-B, meliputi
anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah dan rasa tidak enak pada mulut

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


1. Nyeri Akut atau Kronis berhubungan dengan peningkatan lesi sekunder terhadap peningkatan
sekresi gastrik
2. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan rasa tidak nyaman setelah
makan, anoreksia, mual, muntah

Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut atau kronis berhubungan dengan peningkatan lesi sekunder terhadap peningkatan
sekresi gastrik
a.       Jelaskan kepada pasien mengenai hubungan antara sekresi asam hidroklorit dan awitan nyeri
b.      Berikan antasida, antikolinergik, sukralfat, bloker H2 sesuai petunjuk dokter
c.       Berikan dorongan ke pasien untuk melakukan aktivitas yang meningkatkan istirahat dan
rileks
d.      Bantu klien untuk mengidentifikasi subtansi pengiritasi misalnya makanan gorengan, pedas,
dan kopi
e.       Ajarkan kepada pasien tehnik relaksasi untuk menurunkan stres dan menghilangkan nyeri
yang dirasakan
f.       Jelaskan kepada klien untuk menghindari merokok dan penggunaan alkohol
g.      Dorong klien untuk menurunkan masukan minuman yang mengandung kafein, bila ada
indikasi
h.      Ajarkan klien tentang pentingnya pengobatan berkelanjutan bahkan saat tidak nyeri
sekalipun

2. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan rasa tidak nyaman setelah
makan, anoreksia, mual, muntah
a.       Kaji status nutrisi pasien: diet, pola makan, makanan yang dapat menjadi pencetus rasa nyeri
b.      Kaji riwayat pengobatan pasien: aspirin, steroid, vasopresin
c.       Pantau tanda-tanda vital pasien setiap 4 jam
d.      Pantau masukan dan pengeluaran makanan dan cairan
e.       Pertahankan lingkungan yang bebas stres
f.       Berikan diet dalam porsi kecil tapi sering
g.      Pantau keefektifan serta efek samping obat yang dikonsumsi oleh pasien

4.      Konstipasi
Definisi
Konstipasi adalah masalah umum yang disebabkan oleh motilitas, kurang aktivitas, dan
penurunan kekuatan tonus otot. Defisiensi diet dalam asupan cairan dan saraf juga dapat
menimbulkan konstipasi. Selainitu, konstipasi mengacu pada bagian dari feses yang
abnormal, keras dan jarang.

Etiologi
Banyak lansia yang mengalami konstipasi sebagai akibat dari penggumpalan sensasi saraf,
tidak sempurnanya pengosongan usus, atau kegagalan dalam menanggapi sinyal untuk
defekasi. Konstipasi adalah suatu penurunan frekuensi pergerakan usus yang disertai dengan
perpajangan waktu dan kesulitan pergerakan feses.

Tanda dan gejala


Gejala-gejala yang paling umum adalah gangguan atau sakit perut. Gejala-gejala lain adalah
bersendawa, perut kembung, mualdan muntah, suatu perasaan penuh atau terbakar di perut
bagian atas.
Darah dalam muntah atau feses yang hitam mungkin adalah suatu tanda perdarahan didalam
lambung, yang mungkin mengindikasikan suatu persoalan yang serius yang memerlukan
perhatian medis yang segera.
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Konstipasi berhubungan dengan ketidakadekuatan serat dalam diet
2. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik sekunder akibat immobilitas
3. Konstipasi berhubungan ketidakadekuatan cairan

Intervensi Keperawatan
1. Konstipasi berhubungan dengan ketidakadekuatan serat dalam diet
         Jelaskan ke pasien mengenai pentingnya diet seimbang, dengan cara meninjau ulang daftar
makanan yang disajikan serta cukupi asupan buah-buahan dan sayuran
         Diskusikan bahwa pola defekasi individu bervariasi
         Diskusikan obat-obatan yang menyebabkan konstipasi
         Kolaborasi penggunaan suppositoria, pencahar dan enema jika diperlukan

2. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik akibat immobilitas dan stress


         Bantu pasien untuk penggunaan optimal otot abdomen
         Anjurkan meminum 1 gelas air hangat, yang diminum 30 menit sebelum sarapan yang
berguna untuk menstimulasi usus
         Ajarkan cara memasase abdomen bawah dengan perlahan untuk membantu pengeluaran
feses
         Hindari duduk lama dan mengejan kuat saat defekasi
         Diskusikan obat-obatan yang menyebabkan konstipasi
         Kolaborasi penggunaan suppositoria, pencahar dan enema jika diperlukan

3. Konstipasi berhubungan ketidakadekuatan cairan


         Dorong masukkan cairan pasien sebanyak 8-10 gelar perhari
         Jelaskan mengenai pentingnya pemasukkan cairan
         Diskusikan obat-obatan yang menyebabkan konstipasi
         Kolaborasi penggunaan suppositoria, pencahar dan enema jika diperlukan

F.      Pengkajian secara umum


Pengkajian ini meliputi identitas klien, status kesehatan saat ini, riwayat kesehatan masa lalu,
riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik sistem gastrointestinal, pola aktivitas sehari-
hari, serta pengkajian pola psikososial dan spiritual.
a.       identitas klien
         Nama
         Umur
         Jenis kelamin
         Status perkawinan
         Agama
         Suku

b.      Status kesehatan saat ini :


         status kesehatan secara umum
         keluhan kesehatan saat ini
         Pengetahuan, pemahaman, dan penatalaksanaan masalah kesehatan

c.       Riwayat kesehatan masa lalu:


         penyakit masa kanak-kanak
         penyakit kronik
         Pernah mengalami trauma

d.      Observasi penampilan umum


o   Pucat (kehilangan darah dari GI)
         Kelelahan dan kelemahan (malnutrisi, ketidakseimbangan elektrolit, atau perdarahan).
Obesitas atau penurunan berat badan yang tidak biasa.

e.       Bau
Bau mulut (kurangnya kebersihan mulut, penyakit pada rongga mulut dan paru-paru, infeksi
abses paru, penyakit paru dan uremia).

f.       Kulit
Turgor kulit yang jelek dihubungkan dengan dehidrasi, kulit bersisik, gatal, kulit yang pucat,
pengikisan kulit bisa disebabkan oleh bermacam-macam defisiensi nutrisi. Kaji adanya
edema akibat gangguan sistem lain.

g.      Pemeriksaan rongga mulut :


a.       Bibir
Kesimetrisan, warna, kelembaban, kebiru-biruan (rendahnya kadar O2). Bibir pecah-pecah
(defisiensi riboflafin atau perlukaan oleh gigi yang tajam).

b.      Rongga mulut


a)      Inspeksi kelembaban dan kemerahan membran mukosa
Membran mukosa dan lidah kering (dehidrasi), bintik putih pada mukosa (infeksi moniliasis).
b)      Gusi bengkak penyakit periodontal juga akibat fenitoin atau leukimia. Keracunan timah
dideteksi dengan timbulnya garis biru kehitaman jika gigi masih ada.

c.       Faring
a)      Selama proses menelan, nervus fagus à palatun lunak terangkat dan menutup
nasofaring à aspirasi tidak terjadi.
b)      Kaji fungsi gangguan refleks, tekan lidan pada bagian tengah, tetapi tidak terlalu jauh
kebelakang àrespon tersedak. Suruh lansia mengatakan “ah” à Palatum lunak terangkat.
Jika terjadi rasa à sakit dan kemerahan, atau adanya bintik putih dikerongkongannya.

h.      Pemeriksaan abdomen


a.       Suruh pasien mengosongkan abdomen, lihat (tanya) apakah ada bekas luka akibat
apendektomi 50 tahun yang lalu.
b.      Lihat apakan ada striae (biasanaya biru-pink atau warna perak) Hasilà dari obesitas, ansites,
kehamilan, atau tumor. Lihat adanya ruam.
c.       Kaji kesimetrisan abdomen dan mencakup semua keempat kuadran. Catat adanya temuan
dan lokasi.distensi bagian bawah abdomen (dibawah pusar)àdistensi kandung kemih atau
tumor pada uterus dan ovarium.
d.      Kaji adanya nyeri atau ketegangan.
e.       Perkusi (bunyi abnormal pada sebagian organ abdomen, misal hati, lambung, dll).
f.       Kaji bising usus normal (terdengar satu kali setiap 5-15 detik, biasanya tidak teratur), jika
tidak terdengar, stimulasi dengan jari. Tidak adanya bising usus kurang dari 5 menit
dibutuhkan evaluasi medis. Peningkatan suara sampai penurunan peristaltik. Palpasi
seharusnya tidak ada masa.
i.        Pemeriksaan rektum
a.       Inspeksi perianal (hemoroid), lakukan DRE untukmengkaji (fisura, tumor, inflamasi,
dankebersihan yang kurang)
b.      Minta klien untuk meneran (ada tambahan hemoroid atau rectal prolaps). Masa yang keras
bias menghalangi palpasi penuh pada rektum.

j.        Pemeriksaan feses


a.       DRE (pemeriksaan spesimen feses)
b.      Feses hitam (makanan yang tinggi besi atau perdarahan usus proksimal)
c.       Darah merah segar (perdarahan usus bagian distal atau hemoroid). Pucat atau berlemak
(masalah absorbsi). Feses yang abu-abu (obstruksi jaundice) mukus (inflamasi) (Eliopoulus,
2005)

Wawancara :
a.       Gigi dan gusi
         Status gigi atau gigi palsu?
         Kapan lagi pemeriksaan gigi?
         Bagaimana perawatan gigi atau gigi palsu?
         Kapan mengenakan gigi palsu?
         Apakah merasa nyeri, perdarahan, dan gejala lain yang dirasakan?
         Riwayat pengobatan, alkohol, zat adiktif lainnya.

b.      Nafsu makan


         Apakah ada penurunan nafsu makan terhadap makanan yang disukai pada masa lalu
         Bagaimana cara anda mengelola makanan agar berasa enak

c.       Gejala
Luka, sulit mengunyah, tersedak, terasa masuk ketenggorokan, mual, muntah, perdarahan
mulut, muntah atau feses berdarah, nyeri, rasa terbakar pada lambungdan usus, diare,
konstipasi, gas, perdarahan rektum?

d.      Berat badan


         Apakah baru-baru ini mengalami penurunan berat badan?
         Apakah terjadi peningkatan atau penurunan berat badan?

e.       Pencernaan
         Apakah sering mendapatkan keluhan pencernaan?
         Apakah penyebab dan bagaimana penanganannya?
         Apakah ada rasa penuh, ada tidaknya pada dada setelah makan?
         Apakah regurgitasi atau sendawa pernah terjadi?

f.       Eliminasi
         Berapa kali BAB?
         Apakah ada meneran saat BAB?
         Apakah darah di BAB?
         Bagaimana konsistensi pada warna feses?

g.      Diet
         Berapa kali makan sehari?
         Bagaimana cara mendapatkan makanan?
         Apakah ada perubahan pola makan?
         Riwayat pengobatan, alkohol, dan zat adiktif lainnya.

BAB I

PENDAHULUAN

1. A.    Latar Belakang


Menua (menjadi tua) adalah suatu proses secra perlahan – lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri / mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua
merupakan proses yang terus – menerus berlanjut secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan
umumnya dialami pada semua makhluk hidup.

Usia lanjut adalah tahap akhir dari siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses
alamiah kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu.
Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan
terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis
tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang kompleks dan multi dimensional yang dapat
diobservasi di dalam satu sel dan berkembang pada keseluruhan sistem. Walaupun hal itu
terjadi pada tingkat kecepatan yang berbeda, di dalam parameter yang  cukup sempit, proses 
tersebut tidak tertandingi.

Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh
dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Walaupun demikian, memang
harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia.
Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa, misalnya
dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain sehingga
tubuh mati sedikit demi sedikit, dan terjadi juga pada sistem pencernaan.

Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun mental,
khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya.
Perubahan penampilan fisik sebagai bagian dari proses penuaan yang normal, seperti
berkurangnya ketajaman panca indera, menurunnya daya tahan tubuh , lebih mudah terkena
konstipasi  merupakan ancaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka masih
harus berhadapan dengan kehilangan peran diri, kedudukan sosial serta perpisahan dengan
orang-orang yang dicintai.

Eliminasi alvi adalah sebuah proses pengeluaran veses atau tinja  melalui kolon. Pada usia
lanjut biasanya terjadi inkontinensia alvi dikarenakan penurunan fungsi usus yang
sebelumnya bertugas sebagai penyerap dan pengeluaran feses sekarang telah menurun
fungsunya.

Inkontinensia tinja adalah ketidakmampuan untuk mengontrol buang air besar, menyebabkan
tinja (feses) bocor tak terduga dari dubur. Inkonteinensia tinja juga disebut inkontinensia
usus. Inkontinensia tinja berkisar dari terjadi sesekali saat duduk hingga sampai benar-benar
kehilangan kendali

Keluhan  inkontenensia tampaknya dialami penduduk kulit berwarna 1,3 kali lebih sering
dibanding kulit putih. Perbandingan laki : perempuan sekitar 1 : 3. Iinkontenensia dapat
terjadi pada usia lanjut,. Makin tua makin meningkat frekuensinya. Di atas usia 65 tahun 30 –
40 % penderita mengalami masalah dengan keluhan inkontenensia ini. perawatan efektif
tersedia untuk inkontinensia tinja. Dokter umum kemungkinan dapat membantu mengatasi
masalah. Atau juga bisa menemui dokter yang mengkhususkan diri dalam menangani kondisi
yang mempengaruhi usus besar, rektum dan anus, seperti pencernaan, proktologis atau ahli
bedah kolorektal. Pengobatan untuk inkontinensia tinja biasanya dapat membantu
memulihkan kontrol buang air besar atau setidaknya secara substansial mengurangi
keparahan kondisi.
1. B.     Tujuan

Setelah menyelesaikan tugas keperawatan gerontik diharapkan:

1. Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada lansia.


2. Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada lansia dengan inkontinensia alvi.
3. Dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa tentang penanganan pada lansia dengan
gangguan inkontinensia alvi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. A.    KONSEP INKONTINENSIA ALVI


1. 1.      Pengertian
1. Inkontinensia alvi adalah pengeluaran urin atau feses tanpa disadari, dalam
jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah
gangguan kesehatan dan/atau sosial.
2. Inkontinensia alvi adalah ketidakmampuan seseorang dalam menahan dan
mengeluarkan tinja pada waktu dan tempat yang tepat.
3. Inkontinensia alvi adalah ketidakmampuan untuk mengontrol buang air
besar, menyebabkan  feses bocor tak terduga dari dubur. Inkonteinensia alvi
juga disebut inkontinensia usus. Inkontinensia alvi berkisar dari terjadi
sesekali saat duduk hingga sampai benar-benar kehilangan kendali.
4. Inkontinensia alvi adalah keadaan individu yang mengalami perubahan
kebiasaan dari proses defekasi normal mengalami proses pengeluaran feses
tak disadari,atau hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran
feses dan gas melalui spingterakibat kerusakan sfingter.

1. 2.      Etiologi

Penyebab utama timbulnya inkontinensia alvi adalah masalah sembelit, penggunaan pencahar
yang berlebihan, gangguan saraf seperti dimensia dan stroke, serta gangguan kolorektum
seperti diare, neuropati diabetik, dan kerusakan sfingter rektum.

Penyebab inkontinensia alvi dapat dibagi menjadi empat kelompok (Brock Lehurst dkk,
1987; Kane dkk,1989):

1. Inkontinensia alvi akibat konstipasi


1). Obstipasi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan sumbatan atau impaksi dari massa
feses yang keras (skibala). Massa feses yang tidak dapat keluar ini akan menyumbat lumen
bawah dari anus dan menyebabkan perubahan dari besarnya sudut ano-rektal. Kemampuan
sensor menumpul dan tidak dapat membedakan antara flatus, cairan atau feses. Akibatnya
feses yang cair akan merembes keluar (broklehurst dkk, 1987).

2). Skibala yang terjadi juga akan menyebabkan iritasi pada mukosa rektum dan terjadi
produksi cairan dan mukus, yang selanjutnya melalui sela – sela dari feses yang impaksi akan
keluar dan terjadi inkontinensia alvi (kane dkk, 1989).

1. Inkontinensia alvi simtomatik, yang berkaitan dengan penyakit pada usus besar

Inkontinensia alvi simtomatik dapat merupakan penampilan klinis dari macam – macam
kelainan patologik yang dapat menyebabkan diare. Keadaan ini mungkin dipermudah dengan
adanya perubahan berkaitan dengan bertambahnya usia  dari proses kontrol yang rumit pada
fungsi sfingter terhadap feses yang cair, dan gangguan pada saluran anus bagian atas dalam
membedakan flatus dan feses yang cair  (broklehurst dkk, 1987)

Penyebab yang paling umum dari diare pada lanjut usia adalah obat – obatan, antara lain yang
mengandung unsur besi, atau  memang akibat pencahar (broklehurst dkk, 1987: Robert –
Thomson)

1. Inkontinensia alvi akibat gangguan kontrol persyarafan dari proses defekasi (inkontinensia
neurogenik)

inkontinensia alvi neurogenik terjadi akibat gangguann fungsi menghambat dari korteks
serebri saat terjadi regangan atau distensi rektum. Proses normal dari defekasi melalui reflek
gastro-kolon. Beberapa menit setelah makanan sampai di lambung/gaster, akan menyebabkan
pergerakan feses dari kolon desenden ke arah rekum. Distensi rektum akan diikuti relaksasi
sfingter interna. Dan seperti halnya kandung kemih, tidak terjadi kontraksi intrinsik dari
rektum pada orang dewasa normal, karena ada inbisi atau hambatan dari pusat di korteks
serebri (broklehurst dkk, 1987).

1. Inkontinensia alvi karena hilangnya reflek anal

Inkontinensia alvi ini terjadi akibat karena hilangnya refleks anal, disertai kelemahan otot-
otot seran lintang.

Parks, Henry dan Swash dalam penelitiannya (seperti dikutip oleh broklehurst dkk, 1987),
menunjukkan berkurangnya unit – unit yang berfungsi motorik pada otot – otot daerah
sfingter dan pubo-rektal, keadaan ini menyebabkan hilangnya reflek anal, berkurangnya
sensasi pada anus disertai menurunnya tonus anus. Hal ini dapat berakibat inkontinensia alvi
pada peningkatan tekanan intra abdomen dan prolaps dari rektum. Pengelolaan inkontinensia
ini sebaiknya diserahkan pada ahli progtologi untuk pengobatannya (broklehurst dkk, 1987).

1. 3.      Proses Inkontinensia Alvi

Reflek defekasi parasimpatis


 

Feses masuk rectum

Saraf rectum

Dibawa ke spinal cord

Kembali ke colon desenden,sigmoid dan rectum

Intensifkan peristaltic

Kelemahan spingter interna anus

Inkontinensia alvi

 4.      Gambaran klinis

1. Klinis inkontinensia alvi tampak dalam 2 keadaan:

1). Feses yang cair atau belum berbentuk, sering bahkan selalu keluar merembes

2). Keluarnya feses yang sudah berbentuk, sekali atau dua kali perhari, dipakaian atau
ditempat tidur.

2. Gejalanya antara lain:

1). Tidak dapat mengendalikan gas atau kotoran, yang mungkin cair atau padat, dari perut

2). tidak sempat ke toilet untuk tidak berak di celana.

3). Berkuragnya pengontrolan oleh usus

4). pengeluaran feses yang tidak dikehendaki

c. Inkontinensia alvi bisa disertai dengan masalah usus lainnya, seperti:

1). Diare

2). Sembelit

3). Kentut dan kembung

4). Kram perut

5.      Penatalaksanaan

Penanganan yang baik terhadap sembelit akan mencegah timbulnya skibala dan dapat
menghindari kejadian inkontinensia alvi.Langkah utama dalam penanganan sembelit pada
pasien geriatri adalah dengan mengidentifikasi faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya
sembelit.

Beberapa hal yang bisa dilakukan dalam penanganan inkontinensia alvi adalah dengan
mengatur waktu ke toilet, meningkatkan mobilisasi, dan pengaturan posisi tubuh ketika
sedang melakukan buang air besardi toilet.

Pada inkontinensia alvi yang disebabkan oleh gangguan saraf, terapi latihan otot dasar
panggul terkadang dapat dilakukan, meskipun sebagian besar pasien geriatri dengan dimensia
tidak dapat menjalani terapi tersebut.

Penatalaksanaan inkontinence tergantung pada jenis inkontinensia yang telah diuraikan di


atas:

1. Pada overflow inkontinence yang disebabkan konstipasi, perlu diberikan obat pencahar, dan
perlu pula dibantu dengan pemberian makanan yang mengandung banyak serat (buah-
buahan dan sayur-sayuran, tahu, tempe dan lain-lain), minum yang cukup serta perlu
gerakan tubuh yang cukup.
2. Pada inkontinensia simtomatik, perlu diketahui terlebih dahulu penyakit yang
menyebabkannya dan memberikan pengobatan.
3. Pada neurogenic inkontinence, pengobatannya sulit. Hal yang paling penting adalah melatih
penderita untuk memasuki kamar kecil (WC) setiap kali setelah makan dan berjalan di pagi
hari ataupun setelah minum air panas. Latihan ini saja dapat memadai pada sebagian
penderita. Jika perlu, dapat diberikan obat pencahar setelah makan dan dua puluh menit
kemudian, penderita harus telah berada di kamra kecil. Jika tidak menolong dapat dilakukan
dengan memompa kotoran tadi dengan alat dan melatih pola buang air besar yang teratur.
4. Pada anorektal inkontinence perlu dilatih kekuatan otot-otot pada dasar panggul.

6.      Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Inkontinensia Alvi

1. Usia

Pada usia lanjut control defekasi menurun

2. Diet

Makanan berserat dapat mempercepat produksi feses,banyaknya makanan yang masuk ke


dalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi

3. Aktivitas

Tonus oto abdomen,pelvis dan diafragma akan sangat membantu proses defekasi, gerakan
peristaltic akan memudahkan bahan feses bergerak sepanjang kolon

4. Fisiologis

Keadaan cemas, takut, dan marah akan meningkatkan peristaltic sehingga meningkatkan
inkontenensia.

5. Gaya hidup
Kebiasaan untuk melatik buang air besar, fasilitas bab dan kebiasaan menahan bab
mempengaruhi inkontenensia

6. Proses diagnosis

Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostic biasanya dipuasakan atau dilakukan klisma
dahulu agar tidak dapat bab kecuali setelah makan.

7. Kerusakan sensorik dan motorik

Kerusakan spinal kord dan injuri kepala akan menimbulkan kerusaka stimulus sensori untuk
bab.

7.      Perawatan Inkontinensia Alvi Pada Lansia

1. Melatih kebiasaan defekasi (buang air besar) yang teratur, yang akan menghasilkan bentuk
feses yang normal
2. Pada waktu tertentu setiap 2 sampai 3 jam letakkan pispot dibawah pasien
3. Kalau inkontenensia berat diperlukan pakaian dalam yang tahan lembab.
4. Pakailah laken yang dapat dibuang dan dapat meningkatkan kenyamanan pasien
5. Mengurangi rasa malu perlu dilakukan dukungan semangat dalam perawatan.
6. Mengubah  pola makan, berupa penambahan jumlah serat
7. Jika hal-hal tersebut tidak membantu, diberikan obat yang memperlambat kontraksi usus,
misalnya loperamid
8. Melatih otot-otot anus (sfingter) akan meningkatkan ketegangan dan kekuatannya dan
membantu mencegah kekambuhan
9. Dengan biofeedback, penderita kembali melatih sfingternya dan meningkatkan kepekaan
rektum terhadap keberadaan tinja
10. Jika keadaan ini menetap, pembedahan dapat membantu proses penyembuhan. Misalnya
jika penyebabnya adalah cedera pada anus atau kelainan anatomi di anus.
11. Pilihan terakhir adalah kolostomi, yaitu pembuatan lubang di dinding perut yang
dihubungkan dengan usus besar. Anus ditutup (dijahit) dan penderita membuang fesesnya
ke dalam kantong plastik yang ditempelkan pada lubang tersebut.

 8.      Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan anoskopi
2. Pemeriksaan protosigmoidoskopi

B.       KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN


INKONTINENSIA ALVI

1.      Pengkajian

a.      Data identitas pasien

meliputi nama,tempat tanggal lahir, pendidikan, agama,status perkawinan,TB/BB,


penampilan, alamat.

b.      Riwayat keluarga


terdiri atas susunan anggota keluarga, genogram, tipe keluarga.

c.       Riwayat pekerjaan

meliputi pekerjaan saat ini, pekerjaan masa lalu, alat transportasi yang digunakan,jarak
dengan tempat tinggal, serta sumber pendapatan saat ini.

d.      Riwayat lingkungan hidup

meliputi tipe rumah, jumlah tongkat di kamar, kondisi tempat tinggal, jumlah orang yang
tinggal dalam 1 rumah, tetangga terdekat dan bagaimana pola interaksi dengan tetangga.

e.       Riwayat rekreasi

hobi/minat yang dimiliki, keanggotaan dan kegiatan liburan yang biasa dilakukan, hal ini
dikaji untuk mengetahui aktivitas yang dapat dilakukan untuk menguragi kebosanan.

f.       Sistem pendukung

sistem pendukung yang dimiliki keluarga yang memiliki pengaruh terhadap kesehatan seperti
dokter, bidan, klinik, dan dukungan dari keluarga untuk merawat anggota keluarga yang
mengalami inkontinensia alvi, termasuk kebutuhan personal hygiene.

g.      Status kesehatan

status kesehatan yang pernah diderita selama 5 tahun yang lalu, keluhan utama yag dirasakan
sekarang yaitu ketidakmampuan menahan bab, dan diuraiaka secara PQRST, obat,obatan
yang pernah diminum,status imunisasi dan riwayat alergi.

h.      Aktivitas hidup sehari hari

dikaji melalui indeks katz,khususnya pengkajian eliminasi Termasuk pola eliminasi,keadan


feses : warna bau konsistensi ,bentuk.

1). Kegiatan yang mampu dilakukan lansia

2). Kekuatan fisik lansia (otot, sendi, pendengaran, penglihatan,)

3). Kebiasaan lansia merawat diri sendiri

4). Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur,BAB / BAK.

5). Kebiasaan gerak badan / olah raga.

6). Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna dirasakan.

Pola komunikasi dan interaksi dengan orang lain,perlu dikaji untuk mengetahui sebagai
respon terhadap keterbatan fisik dan psikis yang terjadi, meliputi persepsi diri,bagaimana
penilaian dia terhadap kondisinya yang mengalami inkontinensia, konsep diri ,apakah dia
merasa malu dengan kondisinya yang mengalami inkontinensia,dan meknisme koping yang
dilakukan.

i.        Pemeriksaan fisik

keadaan umum,tingkat kesadaran, GCS,TTV, dan pemeriksaan persistem

1. khususnya pemeriksaan gastrointestinal, termasuk bising usus,peristaltik dan sistem


integumen sekitar anus
2. Sistem integumen / kulit
3. Muskuluskletal
4. Respirasi
5. Kardiovaskuler
6. Perkemihan
7. Persyarafan
8. Fungsi sensorik )penglihatan, pendengaran, pengecapan dan penciuman)

j.        Kaji tentang data status mental,

dengan sekala depresi beck, Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ), dan  Mini
Mental State Examination (MMSE) serta tingkat keasadarn klien.

 2.      Diagnosa keperawatan

1.
1. Gangguan eliminasi alvi (inkontinensia alvi) berhubungan dengan

1). melemahny spingter interna anus

2). gangguan spingter rektal akibat cedera rektum/tindakan pembedahan

3). kurangnya kontrol pada spingter

4). distensi rektum akibat konstipasi kronik

5). kerusakan kognitif

6). ketidakmampuan mengenal/merespon defekasi

Tujuan:

1). pasien dapan mengontrol pengeluaran feses

2). pasien kembali pada pola eliminasi yang normal

kriteria hasil:

1). Px bisa menahan BABnya

2). Px tidak BAB di celana


3). Bab terkotrol

4). pola bab teratur

1.  Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan

1). Perubahan pola sosial sekunder akibat defisit fungsi perawatan diri

2). Perubahan pola sosial sekunder akibat kehilangan pasangan

3). Perubahan pola sosial sekunder akibat pensiun

tujuan :

1). tidak terjadi gangguan interaksi dengan masyarakat

2). komunikasi dengan masyarakat berjalan lancar

kriteria hasil:

1). px merasa percaya diri saat berinteraksi dengan masyarakat

2). px merasa tidak malu saat beriteraksi dengan masyarakat

3). frekuensi interaksi pasien dengan masyarakat meningkat

 3.      Intervensi keperawatan

1.
1. a.      Gangguan eliminasi alvi (inkontinensia alvi) berhubungan dengan Penurunan
fungsi otot-otot pada anus

intervensi

1. kaji perubahan faktor yang mempengaruhi masalah eliminasi

R/ alvi sebagai data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya

1. berikan latihan BAB dan anjurkan pasien selalu berusaha latihan

R/  utuk mengontrol pola eliminasi sehingga dapat mengurangi terjdinya inkontinensia

1. jelaskan eliminasi yang normal

R/ meningkatkan pengetahuan pasien tentang pola eliminasi yang benr

1. bantu defekasi secara manual

R/ melatih kekuatan spingter anus agar tidak terjadi kebocoran/inkontinensia


1. e.       bantu bab denga cara yang benar

R/ meotivasi pasien untuk latihan kekuatan otot spingter anus

1. f.       Lakukan latihan otot panggul

R/ untuk menguatkan otot dasar pelvis

1. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan Perubahan pola sosial sekunder akibat
defisit fungsi perawatan diri

intervensi:

1. Kaji tigkat kemampuan px dalam berinteraksi dengan masyarakat

R/ Sebagai data dasar untuk perencanaan selanjutnya

1. Kaji tentang penyebab terjadinya gangguan interaksi social

R/ Dengan mengetahui penyabab ,maka dapat menetukan intervensi yang sesuai

1. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkakan perasaanya

R/ Membantu klien untuk mengurangi beban fikiran dengan mengeksplor perasaanya

1. Jelaskan kepada klien tentan manfaat interaksi social

R/ Dapat memotifasi klien untuk meningkatkan kemampuan dalam berinteraksi dengan


masyarakat

1. Motivasi klien untuk melakukan interaksi socia

R/ Dapat memotifasi klien untuk meningkatkan kemampuan dalam berinteraksi dengan


masyarakat

4.      Evaluasi

1.
1. memahami eliminasi normal
2. mempertahankan defekasi normal
3. mempertahankan rasa nyaman
4. mempertahankan integritas kulit (daerah perianal)

Anda mungkin juga menyukai