Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) ada tiga aspek yang perlu di pertimbangkan yaitu :
aspeK biologi, aspek ekonomi, dan aspek sosial. Secara biologis penduduk lanjut usia
adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus yang ditandai
dengan menurunnya daya tahan fisik sehingga semakin rentannya terhadap penyakit
yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam
struktur dan fungsi sel, jaringan serta system organ. Secara ekonomi penduduk lanjut
usia lebih dipandang sebagai beban daripada sebagai sumber daya. Banyak ornag
beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat
bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua sering kali di
persepsikan secara negative sebagai beban keluarga dan masyarakat. Dari aspek
social, penduduk  lanjut usia merupakan satu kelompok social sendiri. Di Negara
barat penduduk lanjut usia menempati strata social di bawah kaum muda. Hal ini
dilihat dari keterlibatan merekan terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap
pengambil keputusan serta luasnya hubungan social yang semakin menurun. Akan
tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas social yang tinggi yang
harus di hormati oleh warga kaum muda.
Masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan
keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain periode ini adalah permulaan kemunduran.
Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial
(Neugarten & Chalhoum, 2007).
Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah
kelompok orang yang homogen. Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda.
Ada orang lanjut usia yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks
eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang member mereka kesempatan-
kesempatan untuk tumbuh, berkembang serta berbakti. Ada juga lanjut usia yang
memandang usia tua dengan sikap-sikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasif
dan pemberontakan, penolakan dan keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam

1
diri mereka sendiri dengan demikian semakin cepat kemerosotan jasmani dan mental
mereka sendiri.
Proses penuaan adalah sesuatu yang kompleks yang dapat dijelaskan secara
kronologis,fisiologis dan fungsional. Usia kronologis merujuk pada jumlah tahun
seseorang telah hidup. Mudah untuk diidentifikasikan  dan diukur, ini adalah metode
objektif yang paling umum digunakan.
Pada usia lanjut usia banyak sekali keluhan yang dirasakan oleh lansia itui
sendiri terutam pada kesehatan sistem pencernaan yng mana kita ketahui sebagai
penurunan fungsi dari orga pencernaan sebagai salah satu proses degeneratif yang
tidak dapat dielakkan. Penting sekali kita sebagai perawat bisa membantu serta
memahami keadaan klien.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Agar mahasiswa mengetahui serta memahami Asuhan Keperawatan
Lansia dengan Gangguan Sistem Pencernaan.
2. Tujuan khusus
Tujuan Penulisan dari makalah ini adalah :
a. Mengetahui defenisi
b. Mengetahui anatomi dan fisiologi pencernaan
c. Mengetahui fisologis sistem pencernaan
d. Mengetahui gangguan sistem pencernaan pada lansia

2
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Defenisi Lansia
Lanjut usia adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang
yang dikarunia usia panjang, terjadi tidak bisa dihindari oleh siapapun, namun
manusia dapat berupaya untuk menghambat kejadiannya. Menua (menjadi tua =
aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan untuk
memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dann fungsi
normal sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakkan yang diderita. Batasan-Batasan Usia Lanjut : Menurut
WHO:
1. Usia pertengahan (middle age) : 45 sampai 59 tahun
2. Usia lanjut (elderly) : 60 sampai 74 tahun
3. Usia lanjut tua (old age) : 75 sampai 90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) : lebih dari 90 tahun

Proses penuaan adalah sesuatu yang kompleks yang dapat dijelaskan secara
kronologis, fisiologis dan fungsional. Usia kronologis merujuk pada jumlah tahun
seseorang telah hidup. Mudah untuk diidentifikasikan  dan diukur, ini adalah metode
objektif yang paling umum digunakan. Usia Fisiologis merujuk pada penetapan usia
dengan fungsi tubuh. Meskipun perubahan terkait usia dialami setiap orang, mustahil
untuk mengetahui dengan tepat saat perubahan ini terjadi. itulah sebabnya mengapa
usia fisiologis tidak digunakan dalam menetapkan usia seseorang. Usia Fungsional
merujuk pada kemampuan seseorang berkontribusi pada masyarakat dan bermanfaat
untuk orang lain serta dirinya sendiri. Berdasarkan fakta bahwa tidak semua individu
pada usia yang berdasarkan kurun waktu memiliki fungsi pada tingkat yang sama.
Banyak orang secara kurun waktu lebih tua tetapi bugar secara fisik, aktif secara
mental, dan anggota masyarakat yang produktif. Ada orang yang muda secara kurun
waktu, tetapi secara fisik dan fungsional tua.

3
B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan 
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai
anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran
darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa
proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan
(faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem
pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu
pankreas, hati dan kandung empedu.
1. Mulut
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari
mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang
terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis,
asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan
lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
2. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal
dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil
( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan
merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan
nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung,
didepan ruas tulang belakang.
3. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui
sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan
berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering
juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: οiσω, oeso – “membawa”, dan έφαγον,
phagus – “memakan”). Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang
belakang. Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
a. bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
b. bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
c. serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
4. Lambung

4
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang
keledai.
Terdiri dari 3 bagian yaitu :
a. Kardia.
b. Fundus.
c. Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan
normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam
kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi
secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang
melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
a. Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap
kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah
kepada terbentuknya tukak lambung.
b. Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh
pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan
sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
c. Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
5. Usus halus (intestin)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah
yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah
kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus ; lapisan
mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot
memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar ) Usus halus terdiri
dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan
usus penyerapan (ileum).
6. Usus Besar (Kolon)

5
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
a. Kolon asendens (kanan)
b. Kolon transversum
c. Kolon desendens (kiri)
d. Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar
juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk
fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan
gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang
bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
7. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti
insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan
duodenum (usus dua belas jari).
8. Hati (Hepar)
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan
memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa
fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan
penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah
medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik
dari kata Yunani untuk hati, hepar.

C. Perubahan fisiologis sistem pencernaan


Penuaan dicirikan dengan kehilangan banyak sel tubuh dan penurunan
metabolism di sel lainnya.Proses ini menyebabkan penurunan fungsi tubuh dan
perubahan komposisi tubuh
Perubahan pada system pencernaan :

6
1. Kehilangan gigi, penyebab utama adanya periodontal desease yang biasa terjadi
setelah umur 30 tahun. Penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi
yang buruk.
2. Indera pengecap menurun. Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir. Atropi
indera pengecap (±80%), hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap di lidah
terutama rasa manis,asin,asam,pahit. Selain itu sekresi air ludah berkurang sampai
kira-kira 75% sehingga mengakibatkan rongga mulut menjadi kering dan bisa
menurunkan cita rasa.
3. Esofagus melebar. Penuaan esofagus berupa pengerasan sfringter bagian bawah
sehingga menjadi mengendur (relaksasi) dan mengakibatkan esofagus melebar
(presbyusofagus) .Keadaan ini memperlambat pengosongan esofagus dan tidak
jarang berlanjut sebagai hernianhiatal.Gangguan menelan biasanya berpangkal
pada daerah presofagus tepat nya di daerah orofaring penyebabnya tersembunyi
dalam system saraf sentral atau akibat gangguan neuromuskuler seperti jumlah
ganglion yang menyusut sementara lapisan otot menebal dengan manometer akan
tampak tanda perlambatan pengosongan esofagus.
4. Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun). Lapisan lambung
menipis diatas 60 tahun, sekresi HCL dan pepsin berkurang, asam lambung
menurun, waktu pengosongan lambung menurun dampaknya vitamin B12 dan zat
besi menurun.
5. Peristaltic lemah dan biaanya timbul konstipasi
6. Fungsi absopsi melemah (daya absorpsi terganggu).Berat total usus halus
berkurang diatas usia 40 tahun meskipun penyerapan zat gizi pada umumnya masih
dalam batas normal,kecuali kalsium (diatas 60 tahun)dan zat besi.
7. Hepar (hati).Penurunan enzim hati yang terlibat dalam oksidasi dan reduksi,yamg
menyebabkan metabolisme obat dan detoksifikasi zat kurang efisien.

D. Gangguan Sistem Pencernaan pada Lansia


1. Konsep Lansia Dengan Anemia
Proses penuaan merupakan proses secara berangsur yang mengakibatkan
perubahan secara komulatif dan serta berakhir dengan kematian. Proses menua
merupakan suatu yang fisiologis yang akan dialami oleh setiap orang. Salah satu
masalah fisik yang sering muncul adalah anemia. Pada populasi usia lanjut, anemia

7
berkaitan dengan hasil akhir yang buruk seperti disabilitas dan mortalitas.
Memahami mekanisme yang memicu anemia penting untuk merencanakan strategi
penanganan dan pencegahan yang lebih baik. Terjadi penurunan terkait-umur pada
fungsi ginjal berkaitan dengan peningkatan prevalensi anemia dan peningkatan
tersebut disertai dengan penurunan kadar eritropoietin.
Telah disampaikan bahwa kemampuan ginjal untuk mensekresi
eritropoietin (EPO) sebagai respon terhadap hipoksia jaringan berkurang sesuai
usia, pararel dengan penurunan fungsi ginjal. Saat ini, data masih kontroversial
mengenai respon EPO terhadap anemia pada populasi usia lanjut dibandingkan
dengan populasi yang lebih muda, dan sedikit data yang tersedia mengenai
hubungan antara fungsi ginjal dan resiko anemia pada sampel usia lanjut yang
representatif untuk populasi umum.
2. Pengertian Anemia
Anemia adalah penurunan jumlah masa eritrosit ( red cell mass ) sehingga
tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang
cukup ke jaringan perifer ( sudoyo: 2006).
Anemia adalah istilah yang mengacu pada suatu kondisi dimana terdapat
penurunan konsentrasi Hb , jumlah SDM , atau volume sel darah tanpa plasma
( hematokrit ) dibandingkan dengan nilai – nilai normal (Tan : 2000)
Pada orang usia lanjut, anemia memiliki konsekuensi klinis yang penting.
Penelitian terbaru menunjukkan korelasi berbanding terbalik antara konsentrasi
hemoglobin (Hb) dan kekuatan otot, performa fisik, disabilitas, dan mortalitas.
Perlu diperhatikan, penurunan performa fisik terbukti pada individu meskipun
hanya dengan anemia borderline (mereka yang kadar hemoglobinnya hanya sedikit
diatas kriteria WHO, yaitu Hb<12 g/dl untuk wanita dan <13 g/dl untuk pria).
Penyebab tersering anemia pada usia lanjut adalah penyakit kronis (hingga 35%
pasien) dan defisiensi besi (hingga 15% pasien); namun, meskipun setelah suatu
penilaian teliti, mekanisme yang mendasari terjadinya anemia masih belum dapat
dijelaskan pada sejumlah besar kasus (sekitar sepertiga kasus).
3. Etiologi:
Penyebab orang lanjut usia mengidap anemia selain tubuhnya kekurangan
zat besi, juga dapat karena beberapa sebab sebagai berikut. Pertama, menurunnya
fungsi pembuatan darah. Seiring dengan bertambahnya usia, organ pembuat darah

8
dalam sumsum tulang berangsur-angsur digantikan dengan jaringan lemak dan
jaring penyambung.
Kedua, dampak berbagai penyakit. Stadium menengah dan akhir penyakit
kanker, penyakit ginjal kronis, reumatik atau penyakit persendian, leukemia atau
kanker darah, tumor sumsum tulang yang kerap timbul, tukak pencernaan dan
kanker usus besar, kesemua itu dapat memicu anemia.
Ketiga, kekurangan asam lambung. Banyak orang lanjut usia sekresi asam
lambung berkurang, atau mengkonsumsi preparat anti-asam, yang tidak
menguntungkan bagi pembuangan non-hemokrom besi dan menghalangi
penyerapan zat besi.
Ke-empat, tidak cukupnya penyerapan protein. Orang lanjut usia umumnya
berdiet, sehingga penyerapan proteinnya kurang, ini akan mengakibatkan anemia.
Kelima, anemia orang lanjut usia juga berkaitan dengan menurunnya
tingkan persenyawaan protein dalam tubuh, kurangnya penyerapan vitamin B 12,
B6 serta asam daun dan nutrein lainnya, juga berkaitan dengan kebiasaan sering
minum teh kental.

4. Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis:
a. Anemia hipoproliferatif
b. Anemia pada penyakit ginjal
c. Anemia pada penyakit kronis
d. Anemia defisiensi besi
e. Anemia megaloblastik
f. Anemia hemolitika

5. Patofisiologi/WOC

9
6. Manifestasi Klinis
a. Konjungtiva pucat ( Hemoglobin ( Hb) 6 sampai10 g/dl ).
b. Telapak tangan pucat ( Hb dibawah 8 g/dl )
c. Iritabilitas dan Anoreksia ( Hb 5 g/dl atau lebih rendah
d. Takikardia , murmur sistolik
e. Letargi, kebutuhan tidur meningkat
f. Kehilangan minat untuk beraktifitas

7. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


a. Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian sel darah putih, kadar
Fe, pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, vitamin B12, hitung
trombosit, waktu perdarahan, waktu protrombin, dan waktu tromboplastin
parsial.
b. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang.
c. Pemeriksaan diagnostic untuk menentukan adanya penyakit akut dan kronis
serta sumber kehilangan darah kronis.

8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah
yang hilang :
a. Anemia aplastik:
1) Transplantasi sumsum tulang
2) Pemberian terapi imunosupresif dengan globulin antitimosit(ATG)
b. Anemia pada penyakit ginjal
1) Pada pasien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat
2) Ketersediaan eritropoetin rekombinan
c. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan
penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang
mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah,
sehingga Hb meningkat.
d. Anemia pada defisiensi besi
1) Dicari penyebab defisiensi besi

10
2) Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat
ferosus.
e. Anemia megaloblastik
1) Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila
difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor
intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
2) Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan
selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi
yang tidak dapat dikoreksi.
3) Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan
asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.

.
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Pemeriksaan head to toe.
b. Riwayat penyakit
1) Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi
2) Riwayat penyakit sebelumnya
3) Kondisi psikososial
b. Aktivitas : kelelahan umum
c. Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak
teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut
menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis,
berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun berat.
d. Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut,
menolak,marah, gelisah, menangis.
e. Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap
makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit
f. Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi,
perubahan pupil.
g. Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau
tidak dengan obat analgetik, gelisah

11
h. Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan
kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki,
mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal
jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal;
hemoptisis.
i. Keamanan : demam; kulit pucat; ; kehilangan tonus otot/kekuatan

2. Diagnosa Keperawatan
a. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d inadekuat intake
makanan.
c. Gangguan perfusi jaringan b.d perubahan ikatan O2 dengan Hb, penurunan
konsentrasi Hb dalam darah.

No Diagnosa Tujuan Intervensi dan Rasional


1 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan  Kaji kemampuan ps melakukan
B.d askep .... jam Klien aktivitas (rasional : untuk
ketidakseimbangan dapat menunjukkan mengetahui tingkat kelemahan klien)
suplai & kebutuhan toleransi terhadap
O2 aktivitas dgn KH:  Jelaskan pada ps manfaat aktivitas
  Klien mampu bertahap(Rasional : untuk mencegah
aktivitas minimal menjadinya hipotensi secara tiba-
  Kemampuan tiba)
aktivitas meningkat
secara bertahap  Evaluasi dan motivasi keinginan ps u/
  Tidak ada keluhan meningkatkan aktivitas(Rasional :
sesak nafas dan untuk mengetahui perkembangan
lelah selama dan keadaan klien )
setelah aktivits
minimal  Tetap sertakan oksigen saat aktivitas.
(Rasional : oksigen yang adekuat
membantu mengatasi gejala anemia)

2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan


nutrisi kurang dari asuhan keperawatan  Kaji adanya alergi makanan.
kebutuhan tubuh … jam klien (Rasional : adanya alergi bisa
b.d intake nutrisi menunjukan status menghambat pemenuhan nutrisi yang
inadekuat, faktor nutrisi adekuat adekuat)
psikologis dengan KH:

12
BB stabil, tingkat  Kaji makanan yang disukai oleh
energi adekuat klien.(Rasional : membantu intake
masukan nutrisi yang adekuat)
adekuat
 Kolaborasi team gizi untuk
penyediaan nutrisi TKTP(Rasional :
Makanan TKTP sangat dibutuhkan
dalam proses penyembuhan)

 Anjurkan klien untuk meningkatkan


asupan nutrisi TKTP dan banyak
mengandung vitamin C(Rasional :
kombinasi vitamin c dapat
memperkuat imunitas)

 Yakinkan diet yang dikonsumsi


mengandung cukup serat (Rasional :
untuk mencegah konstipasi)
     

3 Perfusi jaringan tdk Setelah dilakukan  Lakukan penilaian secara


efektive b.d tindakan komprehensif fungsi sirkulasi
perubahan ikatan keperawatan selama periper. cek nadi priper,oedema,
O2 dengan Hb, … jam perfusi kapiler refil, temperatur ekstremitas
penurunan jaringan klien (Rasional : penilaian yang
konsentrasi Hb adekuat dengan komprehensif dapat mengetahui
dalam darah. criteria : komplikasi lebih lanjut)
- Membran mukosa  
merah muda  Inspeksi kulit dan Palpasi anggota
- Conjunctiva tidak badan (Rasional : untuk mengetahui
anemis tanda-tanda anemia)
- Akral hangat      
- TTV dalam batas  Kaji nyeri (Rasional : nyeri sebagai
normal akibat berkurangnya suplai O2 dalam
jaringam)
     
 Atur posisi pasien, ekstremitas bawah
lebih rendah untuk memperbaiki
sirkulasi.
     
 Monitor status cairan intake dan
output(Rasional : untuk mengetahui
balance cairan)
     

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
 Lanjut usia adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang
yang dikarunia usia panjang, terjadi tidak bisa dihindari oleh siapapun, namn
manusia dapat berupaya untuk menghambat kejadiannya.
 Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai
anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi
ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat
dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan
terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus,
usus besar, rektum dan anus.
 Penuaan dicirikan dengan kehilangan banyak sel tubuh dan penurunan
metabolism di sel lainnya.Proses ini menyebabkan penurunan fungsi tubuh dan
perubahan komposisi tubuh

B. Saran
Diharapkan kepada pembaca terutama mahasiswa program studi ilmu
keperawatan memahami tentang Askep Lansia dengan gangguan sistem
pencernaan serta dapat mengaplikasikan tindakan serta rencana keperawatan
dalam praktik keperawatan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC, Jakarta.

Robins, 2005. Dasar-dasar Patologi Penyakit. EBC. Jakarta

Suzanne, Bare, 2002, Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart . EGC : Jakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai