Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN ELIMINASI FEKAL

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI


Dosen Pembimbing Akademik : Ns.Marina, S.Kep.,M.Kep
Dosen Pembimbing Klinik : Ns.Rita Marganingsih, S.Kep

Disusun Oleh:

JONISTY DEWARY KRISTIANY


NIM. P2002027

INSTITUT TEGNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS


WIYATA HUSADA SAMARINDA
PROGRAM PROFESI NERS
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia mempunyai kebutuhan dasar (kebutuhan pokok) untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Walaupun setiap individu
mempunyai karakteristik yang unik, namun kebutuhan dasarnya tetap sama.
Perbedaannya hanya dalam cara pemenuhan kebutuhan dasar tersebut.
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh
manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis,
yang bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan.
Di kalangan profesi keperawatan, teori kebutuhan dasar yang sering
dijadikan acuan adalah hirarki kebutuhan dasar manusia yang dipublikasikan
Abraham Maslow pada tahun 1970. Menurut Maslow, pemenuhan berbagai
kebutuhan tersebut didorong oleh dua kekuatan (motivasi) yakni motivasi
kekurangan (defiency motivation) dan motivasi pertumbuhan/perkembangan
(growth motivation). Manusia memiliki delapan macam kebutuhan dasar
yaitu: kebutuhan oksigen, cairan, nutrisi, temperatur, eliminasi, tempat tinggal,
istirahat, dan seks.
Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan
berperan penting untuk kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan
untuk mempertahankan keseimbangan fisiologis melalui pembuangan sisa-sisa
metabolisme. Pembuangan sisa metabolisme dibagi menjadi dua jenis yaitu
berupa metabolisme dalam bentuk feses yang berasal dari saluran cerna dan
urin melalui saluran perkemihan (Kasiati & Rosmalawati, 2016).
Eliminasi merupakan kebutuhan yang sangat dibutuhkan oleh manusia,
salah satu jenis eliminasi yang penting adalah eliminasi fekal dimana proses
eliminasi ini dubutuhkan untuk menguluarkan sampah yang ada di dalam
tubuh. Setiap individu memiliki pola eliminasi fekal yang berbeda-beda,
perbedaan eliminasi yang dialami seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain usia,diet, cairan, aktivitas, fakor psikologis, obat-obatan dan faktor
lainnya. Apabila konsumsi serat dalam makanan, asupan cairan, pemenuhan
kebutuhan aktivitas dan beberapa faktor lainnya tidak terpenuhi maka akan
menimbulkan gangguan di saluran pencernaan (Artha, Indra, & Rasyid, 2018).
Gangguan saluran pencernaan bisa berupa perubahan eliminasi fekal
yang dikarenakan penurunan mobilitas usus akibat menurunnya peristaltic,
menurunnya tekanan otot dibandingkan usus dan juga menurunnya
penyerapan yang mengakibatkan meningkatnya gas didalam usus. Terdapat
dua jenis gangguan eliminasi fekal yang terjadi pada pasien kritis yaitu
konstipasi dan diare. Hampir 60% pasien ICU mengalami disfungsi
gastrointestinal karena gangguan mobilitas, gangguan mencerna dan
penyerapan (Artha, Indra, & Rasyid, 2018).
Pasien dengan kondisi kritis dapat mengalami stres katabolik dan respon
inflamasi sistemik. Hal ini adalah kondisi terjadinya peningkatan kebutuhan
karbohidrat, protein dan lemak dalam meningkatkan kemampuan tubuh
melawan infeksi. Proses penyembuhan penyakit tergantung dengan proses
pemecahan protein menjadi glukosa, karena lemak hanya bisa memetabolisme
apabila ada okisgen, sedangkan cadangan glukosa terlalu sedikit yang
diperlukan dalam penyembuhan jaringan. Respon metabolisme ini
mempengaruhi morfologi dan fungsi saluran gastrointestinal (GI). (Kasiati &
Rosmalawati, 2016).
Eliminasi fekal juga dipengaruhi dengan lama hari perawatan pasien. Hal
ini didukung penelitian Gacoin et al (2010) juga mengatakan bahwa ada
pengaruh lama hari rawatan lebih dari 6 hari dengan pasien yang terpasang
ventilator di ICU terhadap konstipasi. Hasil berbeda didapatkan Guyot dan
Barret (2001) yang menemukan bahwa pasien dirawat d ICU lebih dari 28 hari
dapat menjadi faktor risiko terjadinya diare (Artha, Indra, & Rasyid, 2018).
Untuk menangani masalah eliminasi perawat harus memahami eliminasi
normaldan faktor-faktor yang meningkatkan atau menghambat eliminasi.
Asuhan kaperawatanyang mendukung akan menghormati privasi dan
kebutuhan emosional klien. Tindakanyang dirancang untuk meningkatkan
eliminasi normal juga harus meminimalkan rasaketidak nyamanan.
B. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus
1. Tujuan Umum
Menganalisis asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan eliminasi fekal.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi definisi gangguan eliminasi fekal
b. Megidentifikasi Klasifikasi gangguan eliminasi fekal
c. Mengidentifikasi Etiologi gangguan eliminasi fekal
d. Mengidentifikasi patofisiologi gangguan eliminasi fekal
e. Mengidentifikasi manifestasi klinis gangguan eliminasi fekal
f. Mengidentifikasi WOC gangguan eliminasi fekal
g. Mengidentifikasi pemeriksaan penunjang gangguan eliminasi fekal
h. Mengidentifikasi asuhan keperawatan gangguan eliminasi fekal
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Eliminasi Fekal


Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem
pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu. Fisiologi sistem
pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus)
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi
ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat
dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.

Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan yaitu :

1. Mulut Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan


air. Mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang
berakhir di anus. Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan.
Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan
dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah.
Pengecapan sederhana terdiri dari manis, asam, asin dan pahit.
Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung, terdiri dari
berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan
(incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi
bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah
akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-
enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung
antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan
menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar
dan berlanjut secara otomatis.
2. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.
Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe
yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan
terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan
makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan
ruas tulang belakang keatas bagian depan berhubungan dengan rongga
hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak
berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang
disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian superior yaitu bagian
yang sama tinggi dengan hidung, bagian media yaitu bagian yang sama
tinggi dengan mulut dan bagian inferior yaitu bagian yang sama tinggi
dengan laring. Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring
bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang
telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan
sampai di akar lidah. Bagian inferior disebut laringofaring yang
menghubungkan orofaring dengan laring.
3. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui
sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung.
Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses
peristaltik. Sering juga disebut esofagus. Esofagus bertemu dengan faring
pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi
menjadi tiga bagian yaitu bagian superior (sebagian besar adalah otot
rangka), bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus), serta
bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
4. Lambung
Lambung merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari
tiga bagian yaitu kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai
gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur
makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung
menghasilkan 3 zat penting :
a. Lendir Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam
lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan
kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
b. Asam klorida (HCl) Asam klorida menciptakan suasana yang sangat
asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein.
Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang
terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
c. Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
5. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan
pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui
vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan
air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang
dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan
mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang
dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua
belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan
(ileum).
6. Usus Dua Belas Jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong
(jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari
usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum
treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan
masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang
bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan
sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
7. Usus Kosong (Jejenum)
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara
usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada
manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter
adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus
kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang
memperluas permukaan dari usus.
8. Usus Penyerapan (Illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m dan
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.
Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
menyerap vitamin B12 dan garam empedu.
9. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri
dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri),
kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum) Banyaknya bakteri yang
terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan
membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga
berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting
untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.
Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir
dan air, dan terjadilah diare.
10. Usus Buntu (Sekum)
Usus buntu atau sekum adalah suatu kantung yang terhubung pada usus
penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar
11. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.
Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan
membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi
rongga abdomen). Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap
embrio. Dalam orang dewasa, umbai cacing berukuran sekitar 10 cm
tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks
selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda - bisa di retrocaecal
atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
12. Rektum
Anus Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai
tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena
tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens.
Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka
timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding
rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu
sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi.
Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus
besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi
tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses
akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan
keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami
kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan
limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh
(kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus
diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses
defekasi (buang air besar) yang merupakan fungsi utama anus.
13. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon
penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan
berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari). Pankraes
terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu asini yang berfungsi menghasilkan
enzim-enzim pencernaan dan pulau pankreas yang berfungsi
menghasilkan hormon. Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam
duodenum dan melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang
dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak.
Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat
digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini
hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga
melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi
melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.
14. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan
memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan
pencernaan. Organ ini berperan penting dalam metabolisme dan memiliki
beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis
protein plasma, dan penetralan obat. Zat-zat gizi dari makanan diserap ke
dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil
(kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung
dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati
sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh
kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah. Hati melakukan
proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan
zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.
15. Kandung empedu
Kandung empedu adalah organ berbentuk buah pir yang dapat
menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses
pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7- 10
cm dan berwarna hijau gelap (bukan karena warna jaringannya,
melainkan karena warna cairan empedu yang dikandungnya). Organ ini
terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran
empedu. Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu membantu pencernaan
dan penyerapan lemak serta bererperan dalam pembuangan limbah
tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari
penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh
baik yang melalui ginjal berupa urin maupun melalui gastrointestinal yang
berupa fekal. Eliminasi fekal (defekasi) adalah pengeluaran feses dari anus
dan rectum. Defekasi juga disebut bowel movement atau pergerakan usus
(Kozier et al., 2011). Sedangkan menurut (NANDA 2012), eliminasi fekal
adalah kondisi dimana seseorang mengalami perubahan pola yang normal
dalam berdefekasi dengan karakteristik tidak terkontrolnya buang air
besar.Perubahan eliminasi dapat terjadi karena penyakit gastrointestinal atau
penyakit di system tubuh yang lain. Usus berespons terhadap perubahan
bahkan perubahan kecil dalam kebiasaan individu yangnbiasa atau perubahan
olahraga (Rosdahl & Kowalski, 2012).
Eliminasi fekal sangat erat kaitannya dengan saluran pencernaan. Saluran
pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar
dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan proses
penernaan (pengunyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzim dan
zat cair dari mulut sampai anus. Organ utama yang berperan dalam eliminasi
fekal adla usus besar. Usus besar memiliki beberapa fungsi utama yaitu
mengabsorpsi cairan dan elektrolit, proteksi atau perlindungan dengan
mensekresikan mukus yang akan melindungi dinding usus dari trauma oleh
feses dan aktivitas bakteri, mengantarkan sisa makanan sampai ke anus
dengan berkontraksi. Proses eliminasi fekal adalah suatu upaya pengosongan
intestin. Pusat refleks ini terdapat pada medula dan spinal cord. Refleks
defekasi timbul karena adanya feses dalam rektum
Gangguan saluran pencernaan bisa berupa perubahan eliminasi fekal
yang dikarenakan penurunan motilitas usus akibat menurunnya peristaltik,
menurunnya tekanan otot dibandingkan dengan usus dan juga menurunnya
penyerapan yang mengakibatkan meningkatnya gas di dalam usus. Jika
gangguan eliminasi fekal ini tidak ditangani, pasien dapat mengalami stres
katabolik dan respon inflamasi sistemik. Hal ini adalah kondisi terjadinya
peningkatan kebutuhan karbohidrat, protein dan lemak dalam meningkatkan
kemampuan tubuh melawan infeksi. Proses penyembuhan penyakit
tergantung dengan proses pemecahan protein menjadi glukosa, karena lemak
hanya bisa memetabolisme apabila ada oksigen, sedangkan cadangan glukosa
terlalu sedikit yang diperlukan dalam penyembuhan jaringan. Respon
metabolisme ini mempengaruhi morfologi dan fungsi saluran gastrointestinal.

B. Klasifikasi
1. Konstipasi
Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh
pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya
mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan
konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, massa feses lebih
lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam
feses diabsorpsi. Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan
melumasi feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat
menimbulkan nyeri pada rektum. Konstipasi merupakan keadaan
individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami stasis usus
besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras, atau
keluarnya tinja terlalu kering dan keras.
2. Impaksi
Impaksi Fekal merupakan masa feses yang keras di lipatan rektum yang
diakibatkan oleh retensi dan akumulasi material feses yang
berkepanjangan. Biasanya disebabkan oleh konstipasi, intake cairan yang
kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot
(Hidayat, 2006). Tanda impaksi yang jelas ialah ketidakmampuan untuk
mengeluarkan feses selama beberapa hari, walaupun terdapat keinginan
berulang untuk melakukan defekasi. Apabila feses diare keluar secara
mendadak dan kontinu, impaksi harus dicurigai. Porsi cairan di dalam
feses yang terdapat lebih banyak di kolon meresap ke sekitar massa yang
mengalami impaksi. Kehilangan nafsu makan (anoreksia), distensi dank
ram abdomen, serta nyeri di rektum dapat menyertai kondisi impaksi.
Perawat, yang mencurigai adanya suatu impaksi, dapat dengan mantap
melakukan pemeriksaan secara manual yang dimasukkan ke dalam
rektum dan mempalpasi masa yang terinfeksi.
3. Diare
Diare adalag peningkatan jumlah feses dan peningkatan pengeluaran
feses yang cair dan tidak berbentuk. Diare adalah gejala gangguan yang
mempengaruhi proses pencernaan, absorpsi, dan sekresi didalam saluran
gastrointestinal.
4. Inkontinensia
Inkontinensia fekal adalah ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses
dan gas dari anus. Kondisi fisik yang merusakkan fungsi atau kontrol
sfingter anus dapat menyebabkan inkontinensia. Kondisi yang membuat
seringnya defekasi, feses encer, volumenya banyak, dan feses
mengandung air juga mempredisposisi individu untuk mengalami
inkontinensia. Inkontinensia fekal merupakan keadaan individu yang
mengalami perubahan kebiasaan defekasi normal dengan pengeluaran
feses tanpa disadari, atau juga dapat dikenal dengan inkontinensia fekal
yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol
pengeluaran feses dan gas melalui sfingter akibat kerusakan sfingter.
5. Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena
pengumpulan gas secara berlebihan dalam lambung atau usus. Kembung
merupakan flatus yang berlebihan di daerah intestinal sehingga
menyebabkan distensi intestinal, dapat disebabkan karena konstipasi,
penggunaan obat-obatan (barbiturate, penurunan ansietas, penurunan
aktivitas intestinal), mengonsumsi makanan yang banyak mengandung
gas dapat berefek ansietas (Tarwoto & Wartonah, 2010).
6. Hemoroid
Hemoroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus
sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat
disebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi, dan lain-lain.

C. Etiologi
Menurut Potter & Perry (2010), banyak faktor yang mempengaruhi
proses eliminasi fekal. Pengetahuan akan faktor-faktor tersebut akan
membantu mengantisipasi cara yang dibutuhkan untuk mempertahankan pola
eliminasi normal.Faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal antara lain :
1. Umur
Pada bayi, makanan akan lebih cepat melewati sitem pencernaan bayi
karena gerakan peristaltik yang cepat. Sedangkan pada lansia adanya
perubahan pola fungsi digestif dan absorpsi nutrisi lansia lebih
disebabkan oleh sistem kardiovaskular dan neurogis lansia, daripada
sistem pencernaan itu sendiri (Potter & Perry, 2010).
2. Diet
Diet atau pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapatmempengaruhi
proses defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serattinggi dapat
membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yangdikonsumsi pun
dapat memengaruhi (Hidayat, 2008).
3. Asupan cairan
Pemasukan cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadilebih
keras, disebabkan oleh absorpsi cairan yang meningkat (Tarwoto &
Wartonah, 2010).
4. Aktivitas fisik
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas
tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantukelancaran
proses defekasi, sehingga proses gerakan peristaltik pada daerah kolon
dapat bertambah baik dan memudahkan dalam membantu proses
kelancaran proses defekasi (Hidayat, 2008).
5. Pengobatan
Pengobatan dapat memengaruhi proses defekasi, dapatmengakibatkan
diare dan konstipasi, seperti penggunaan laksansia atauantasida yang
terlalu sering (Hidayat, 2008).
6. Penyakit
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi,
biasanyapenyakit-penyakit yang berhubungan langsung pada sistem
pencernaan,seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya
(Hidayat, 2008).
7. Nyeri
Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan/keinginan untuk
berdefekasi, seperti pada beberapa kasus hemoroid, fraktur ospubis,
danepisiotomy akan mengurangi keinginan untuk buang air besar
(Tarwoto & Wartonah, 2010).
8. Faktor psikologis
Stress emosional mengganggu fungsi hampir seluruh sistem pecernaan
tubuh (Tarwoto & Wartonah, 2010).
9. Kebiasaan diri
Kebiasaan eliminasi seseorang akan memengaruhi fungsi usus. Sebagian
besar orang dapat menggunakan fasilitas toilet sendiri dirumahnya, hal
tersebut dirasa lebih efektif dan praktis (Tarwoto & Wartonah, 2010).
10. Kehamilan
Pada saat kehamilan berkembang, ukuran janin bertambah dan
menimbulkan tekanan pada rectum (Tarwoto & Wartonah, 2010).
Pembedahan dan Anestesi Agen anestesi general yang digunakan selama
pembedahan dapat menghentikan gerakan peristaltic secara temporer
(Tarwoto & Wartonah, 2010).

D. Patofisiologi
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga
disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat
bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu.
Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik
mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam
rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi
instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding
rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus
untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid,
dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu
gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup
dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam
rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan
kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal –
sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan
spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter
anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang
dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma
yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus
levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran
anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan
tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan
kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi
dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus spingter
eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat
menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan
feses di absorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi.

E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri atau kejang abdomen.
2. Anoreksia dan penurunan berat badan
3. Mual muntah
4. Flatulens
5. Distensi abdomen
6. Pendarahan (melena)
F. WOC (what of coutions)

- Pola konsumsi makanan kurang


sehat
- Kurang minum
- Menahan BAB
- Obat-obatan

Obstruksi sel cerna


Toksin tak dapat diserap

Kerusakan
Hiperperistaltik
neuromuscular

Motalitas (peristaltic Menurunny kesempatan


kolon) usus menyerap makanan

Diare
Penurunan pengeluaran
Refleks defekasi
ciaran di dalam usus
menurun

Penaikan penyerapan
Inkontinensia Fekal
air dari tinja di dalam
usus

Tinja kering, keras

Tinja tertahan di dalam usus

Tinja sulit dikeluarkan

Konstipasi
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Indikasi
Sinar x abdomen Obstruksi usus, perforasi, kolik renal
Tampak batas cairan (fluid level)
udara di atas hati, batu saluran kemih
Barium meal Disfagia, dispepsia jika gastroskopi
tidak memungkinkan.
Obstruksi esofagus (lebih disukai
endoskopi, terutama pada riwayat
operasi lambung sebelumnya)
CT abdomen Akut abdomen, tersangka massa
pankreas atau ginjal, penentuan
stadium (staging) tumor, aneurisma
aorta abdominalis, aneurisma aorta.
Endoskopi GI bagian bawah Perdarahan Rektum, perdarahan GI
(Kolonskopi) yang tidak dapat dijelaskan,
perubahan pola defekasi. Dapat pula
digunakan biopsi lesi dan
mengangkat polip.
Endoskopi kapsul video Perdarahan GI yang tidak dapat
dijelaskan, penyakit usus halus
Malformasi vaskular, penyakit
inflamasi polip
Laparoskopi Akut abdomen, nyeri panggul kronik
tersangka penyakit ovarium, penyakit
peritoneum dan hati.
Apendisitis, sirosis hepatis,
kehamilan ektopik, kista ovarium,
endomentriosis, penyakit inflamasi
pelvis.

H. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Fokus Pengkajian
a) Riwayat keperawatan
1) Kebiasaan/pola eliminasi sebelumnya : frekuensi dan waktu BAB
2) Identifikasi kebiasaan yang membantu BAB : minum air hangat,
menggunakan laksatif, makanan yang spesifik dan apakah
membutuhkan waktu lebih lama untuk BAB
3) Tanyakan perubahan BAB, kapan terakhir BAB dan apa kira-kira
penyebab perubahanya
4) Tanyakan karakteristik/ciri-ciri fesesnya : keras/lunak, warna dan
baunya
5) Riwayat diet
6) Pemasukan cairan
7) Riwayat olah raga/kemampuan mobilisasi
8) Kaji apakah perlu bantuan untuk BAB dirumah
9) Riwayat oprasi/penyakit yang menyebabkan gangguan saluran
cerna
10) Kaji adanya ostomy, dan kaji keadaanya
11) Kaji apakah menggunakan obat-obatn : laksatif, antasid, zat
besi/Fe, analgesik atau obat lainnya yang menyebabkan gangguan
BAB
12) Kaji keadaan emosi
13) Kaji riwayat sosial
 
2. Pemeriksaan fisik
a) Tanda-tanda vital
b) Inspeksi gigi dan gusi
c) Abdoment
Inspeksi: bentuk , kesimetrisan, warna kulit, adanya massa,
peristaltik, jaringan parut, vena, stoma, lesi. Secara normal gelombang
peristaltik tidak terlihat, jika dapat diobservasi berarti terdapat obstruksi
intesti. Distensi abdomen biasanya terjadi karena adanya gas, tumor
atau cairan pada rongga peritoneum. Pengukuran dengan meteran setiap
hari menentukan apakah distensi bertambah, tempat pengukuran harus
tetap, misalnya pada umbilikus dan pada waktu yang sama setiap
harinya.
Auskultasi: dilakuakan sebelum melakuakn palpasi untuk
mencegah perubahan peristaltik. Dalam auskultasi harus dikaji keadaan
bising usus apakah normal, hipoperistaltik atau hiperperistaltik
Palpasi dan perkusi: lakukan palpassssi secar gentle dan jiak
teraba adanya massa lakukan palpasi lebih dalam lagi dan diperlukan
suatu ketrampilan khusus. Lakukan perkusi untuk mnegetahui adanya
cairan dan gas (timpani), tumor dan massa (dull/redup).
d) Rektum
Inspeksi adanya anus akan adanya lesi, warna, inflamasi, dan
hemorroid. Lakukan palpasi (dengan menggunakan sarung tangan, jelly
dan jari telunjuk) untuk mengkaji keadaan dinding rektum
e) Karakteristik fekal
1) Warna
Normal: bayi (kuning), deawasa (coklat)
Abnormal : seperti tanah liat (tidak adanya pigmen
empedu/obstruksi empedu), hitam (dimungkinkan karena
mengonsumsi Fe, perdarahan saluran pencernaan bagian atas seperti
lambung dan usus kecil, karena diet sayuran hijau seperti bayam dan
daging), merah (dimungkinkan karena adanya perdaranahan saluran
pencernaan bagian bawah seperti rektum atau mengkonsumsi
makanan tertentu seperti beets), pucat (dimungkinkan adanya
malabsobsi lemak, diet susu dan produk susu), orange/hijau (adanya
infeksi intestin)
2) Bau
Normal:  padat dan lunak
Abnormal: cair dan keras
3) Konsistensi
Normal: padat dan lunak
Abnormal: keras dan kering (dimungkinkan karena adanya
dehidrasi, penurunan motilitas usus akibat kurang latihan dan kurang
diet serat, emotional up set dan laxative abuse), pada diare
konsistensi lebih encer (karena adanya peningkatan motilitas usus
akibat iritasi kolon oleh bakteri)
4) Frekuensi :
Normal: bersifat individual, bayi dengan ASI (4-6x sehari), bayi
dengan PASI (1-3x sehari) dan dewasa (1-3x perminggu)
5) Jumlah :
Normal: tergantung jumlah makan yang masuk, 150 gram sehari
(dewasa)
6) Ukuran :
Normal: tergantung diameter rektum, 2,5 cm (dewasa).
7) Komposisi :
Normal: sisa makanan, bakteri yamg mati, lemak, pigmen bilirubin,
sel usus dan air.

SDKI SLKI SIKI


Inkontinensia Fekal Kontinensia Fekal Latihan Eliminasi Fekal
Definisi: Perubahan Definisi: Pola normal kebiasaan Definisi: Mengajarkan
kebiasaan buang air besar buang air besar suatukemampuan melatih usus
dari pola normal yang untuk dievaluasi pada intervensi
ditandai dengan pengeluaran Setelah dilakukan tindakan tertentu.
feses secara involunter. keperawatan diharapkan kontinensia Aktivitas-aktivitas:
fekal dengan skala a. Monitor peristaltik usus secara
Penyebab a. Pengontrolan pengeluaran feses teratur
1. Penurunan tonus otot dengan skala 4 b. Ajurkan waktu yang konsisten
2. Pascaoperasi pullthrough b. Frekuensi buang air besar dengan untuk buang air besar
dan penutupan kolosomi skala 4 c. Berikan kenyamanan dan
3. Diare kronis c. Defekasi dengan skala 4 posisi yang meningkatkan
4. Stress berlebihan proses defekasi
d. Anjurkan mengkonsumsi
Gejala dan tanda mayor makanan tertentu, sesuai
1. Tidak mampu mengontrol program atau hasil konsultasi
pengeluaran feses e. Anjurkan asupan cairan yang
2. Feses keluar sedikit- adekuat sesuai kebutuhan
sedikit dan sering f. Kolaborasi penggunaan
supositorial, Jika perlu
Diare Eliminasi Fekal Pemantauan Caian
Definisi: Pengeluaran feses Definisi: proses defekasi normal Definisi: Mengumpulkan dan
yang sering, lunak dan tidak yang disertai dengan pengeluaran menganalisis data terkait
berbentuk. feses mudah dan konsistensi, pengaturan keseimbangan cairan.
frekuensi serta bentuk feses normal. Aktivitas-aktivitas:
Penyebab a. Monitor frekuensi nadi
1. Inflemasi Setelah dilakukan tindakan b. Monitor frekuensi napas
gastrointestinal keperawatan diharapkan eliminasi c. Monitor frekuensi tekanan
2. Kecemasan fekal dengan skala darah
3. Tingkat stres tinggi a. Keluhan defekasi lama dan sulit d. Monitor elastisitas atau turgor
4. Penyalahgunaan zat dengan skala 4 kulit
5. Program pengobatan b. Mengejan saat defekasi dengan e. Monitor intake dan output
6. Perubahan air dan skala 4 cairan
makanan c. Distensi abdomen dengan skla 4 f. Dokumentasikan hasil
7. Bakteri dan air d. Konsistensi feses dengan skala 4 pemantauan
Gejala dan Tanda Mayor g. Informasikan hasil pemantauan
1. Defekasi lebih dari tiga
kali dalam 24 jam
2. Feses lembek atau cair
3. Bising usus hiperaktif
Konstipasi Fungsi Gastrointestinal Manajemen Eliminasi Fekal
Definisi: Penurunan Definisi: Memasukkan dan menerna Definisi: mengidentifikasi dan
defekasi normal yang makanan serta menyerap nutrisi dan mengelola gangguan pola eliminasi
disertai pengeluaran feses membuang zat sisa fekal
sulit dan tidak tuntas serta Aktivitas-aktivitas:
feses kering dan banyak. Setelah dilakukan tindakan a. Identifikasi masalah usus dan
keperawatan diharapkan Fungsi penggunaan oba pencahar
Penyebab Gastrointestinal b. Monitor buang air besar
1. Penurunan motilitas dengan skala c. Monitor tanda dan gejala diare,
gastrointestinal a. Frekunsi bab dengan skala 4 konstipasi, atau impaksi
2. Ketidakcukupan asupan b. Konsistensi feses dengan skala4 d. Sediakan makanan tinggi serat
serat c. Peristltik usus dengan skala 4 e. Anjurkan mengkonsumsi
3. Ketidakcukupan asupan makanan yang mengandung
cairan tinggi serat
4. Kelemahan otot f. Anjuran meningkatkan asupan
abdomen cairan
g. Kolaborasi pemberian obat
Gejala dan Tanda Mayor supositorial anal, jika perlu
1. Defekasi kurang dari 2
kali seminggu
2. Pengeluaran feses lama
dan sulit
3. Feses keras
BAB III
ANALISA KETERAMPILAN
Pengertian Suatu kegiatan yang dilakukan yang untuk memenuhi
kebutuhan eliminasi fekal
Indikasi Pasien dengan gangguan imobilitas fisik. Tujuan Memenuhi
kebutuhan eliminasi fekal.
Tujuan Memenuhi kebutuhan eliminasi fekal.
Persiapan tempat Alat-alat:
dan alat 1. Pispot.
2. Alas pispot.
3. Botol berisi air cebok.
4. Kertas kloset.
5. Selimut.
6. Sampiran/sketsel.
Persiapan pasien 1. Memberitahu pasien dan menjelaskan tujuan tindakan.
2. Mengatur pasien yang aman dan nyaman.
Persiapan Memasang sketsel/sampiran
Lingkungan
Pelaksanaan 1. Perawat cuci tangan.
2. Pakaian pasien bagian bawah ditanggalkan dan bagian
yang terbuka ditutup dengan selimut.
3. Pasien dianjurkan menekuk lutut dan mengangkat
bokong.
4. Pasang alas pispot.
5. Pispot diletakkan di bawah pasien.
6. Bila telah selesai anus dan daerah sekitar genetalia
dibersihkan dengan air dan kertas kloset lalu dibuang ke
dalam pispot, diulang beberapa kali sampai bersih.
7. Pispot diangkat dan feses diamati, bila ada kelaian
segera lapor dan dicatat.
8. Bokong pasien dikeringkan dengan pengalas.
9. Pasien dirapikan, alat-alat dibereskan dan dikembalikan
ke tempat semula.
10.Sampiran dibuka.
11.Perawat mencuci tangan.
12.Mencatat kegiatan dalam dokumen perawatan
Sikap Sikap selama Pelaksanaan:
1. Menunjukkan sikap sopan dan ramah.
2. Menjamin Privacy pasien.
3. Bekerja dengan teliti.
4. Memperhatikan body mechanism
Evaluasi Tanyakan keadaan dan kenyamanan pasien setelah
tindakan.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Laporan pendahuluan ini membahas tentang kebutuhan dasar pasien
berkaitan dengan eliminasi fekal. Eliminasi fekal sangat erat kaitannya
dengan saluran pencernaan. Saluran pencernaan merupakan saluran yang
menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap
oleh tubuh dengan proses penernaan (pengunyahan, penelanan, dan
pencampuran) dengan enzim dan zat cair dari mulut sampai anus. Gangguan
saluran pencernaan bisa berupa perubahan eliminasi fekal yang dikarenakan
penurunan motilitas usus akibat menurunnya peristaltik, menurunnya tekanan
otot dibandingkan dengan usus dan juga menurunnya penyerapan yang
mengakibatkan meningkatnya gas di dalam usus. Jika gangguan eliminasi
fekal ini tidak ditangani, pasien dapat mengalami stres katabolik dan respon
inflamasi sistemik.
Hal ini adalah kondisi terjadinya peningkatan kebutuhan karbohidrat,
protein dan lemak dalam meningkatkan kemampuan tubuh melawan infeksi.
Proses penyembuhan penyakit tergantung dengan proses pemecahan protein
menjadi glukosa, karena lemak hanya bisa memetabolisme apabila ada
oksigen, sedangkan cadangan glukosa terlalu sedikit yang diperlukan dalam
penyembuhan jaringan. Dalam laporan pendahuluan ini juga menejelaskan
diagnosa keperawatan secara umum untuk eliminasi fekal yaitu konstipasi,
Inkontinesia Fekal, dan Diare.

B. Saran
Mengetahui bahwa dalam laporan ini terdapat masih banyak kesalahan dan
jauh dari kata sempurna di harapkan siapapun yang membaca laporan
pendahuluan ini menambahkan apa yang menurut pembaca kurang, dan
penulis berharap laporan pendahuluan ini bisa menjadi salahsatu referensi
dalam penyusunan laporan pendahuluan yang lainnya dan dapat
dikembangkan lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Artha, R. A., Indra, R. L., & Rasyid, T. A. (2018). Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan Eliminasi Fekal Pada Pasien Yang Dirawat Di Intensive
Care Unit (Icu). Jurnal Riset Kesehatan, 7(2), 97.
https://doi.org/10.31983/jrk.v7i2.3638

Hupin, D. (2014). Konsep Dasar Eliminasi. Igarss 2014, (X), 1–5.

Harnawatiaj. 2010. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Fekal.


Terdapat pada:http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/14/konsep-dasar-
pemenuhan-kebutuhan-eliminasi-fecal/

Konzier, dkk, 2014. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7 Volume 2.


Jakarta:EGC

M. Wilkinson, Jhudit dan Nancy. 2012. buku saku diagnosis keperawatan edisi 9.
Jakarta:EGC

Potter dan Perry. 2006. Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses dan Praktik.
EGC, Kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai