ASUHAN KEPERAWATAN
ATRESIA ESOFAGUS PADA ANAK
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Etiologi
Etiologi atresia esophagus merupakan multifaktorial dan masih belum diketahui dengan
jelas. Atresia esophagus merupakan suatu kelainan bawaan pada saluran pencernaan.
Terdapat beberapa jenis atresia, tetapi yang sering ditemukan adalah kerongkongan yang
buntu dan tidak tersambung dengan kerongkongan bagian bawah serta lambung. Atresia
esophagus dan fistula ditemukan pada 2-3 dari 10.000 bayi.
Hingga saat ini, teratogen penyebab kelainan ini masih belum diketahui. Terdapat laporan
yang menghubungkan atresia esophagus dalam keluarga.juga dihubunterdapat 2% resiko
apabila saudara telah terkena kelainan ini. Kelainan ini juga dihubungkan dengan trisomi 21,
13, 18. Angka kejadian pada anak kembar dinyatakan 6x lebih banyak dibanding bukan
kembar.
5. Klasifikasi
a. Kalasia
Chalasia ialah keadaan bagian bawah esophagus yang tidak dapat menutup secara
baik, sehingga menyebabkan regurgitasi, terutama kalau bayi dibaringkan. Pertolongan :
member makanan dalam posisi tegak, yaitu duduk dalam kursi khusus. Kalasia adalah
kelainan yang terjadi pada bagian bawah esophagus (pada persambungan dengan lambung
yang tidak dapat menutup rapat sehingga bayi sering regurgitasi bila dibaringkan.
b. Akalasia
Ialah kebalikan chalasia yaitu bagian akhir esophagus tidak membuka secara baik,
sehingga keadaan seperti stenosis atau atresia. Disebut pula spasmus cardio-oesophagus.
Sebabnya : karena terdapat cartilage trachea yang tumbuh ektopik dalam esophagus bagian
bawah, berbentuk tulang rawan yang ditemukan secara mikroskopik dalam lapisan otot.
c. Classification System Gross
Atresia esophagus disertai dengan fistula trakeoesofageal distal adalah tipe yang
paling sering terjadi. Varisi anatomi dari atresia esophagus menggunakan system klasiifikasi
gross of bostom yang sudah popular digunakan.
System ini berisi antara lain:
1) Tipe A : Atresia esophagus tanpa fistula ; atresia esophagus murni (10%)
2) Tipe B : Atresia esophagus dengan TEF proximal (<1%)
3) Tipe C : Atresia esophagus dengan TEF distal (85%)
4) Tipe D : Atresia esophagus dengan TEF proximal dan distal (<1%)
5) Tipe E : TEF tanpa atresia esophagus ; fistula tipe H (4%)
6) Tipe F : Stenosis esophagus congenital tanpa atresia (<1%)
6. Komplikasi
a. Komplikasi dini, mencakup
1) Kebocoran anastomosis
Terjadi 15-20% dari kasus. Penanganan dengan cara dilakukan thoracostomy sambil
suction terus menerus dan menunggu penyembuhan dan penutupan anastomisis secara
spontan, atau dengan melakukan tindakan bedah darurat untuk menutup kebocoran.
2) Striktur anastomisis
Terjadi pada 30-40% kasus. Penanganannya ialah dengan melebarkan striktur yang ada
secara endoskopi.
3) Fistula rekuren
Terjadi pada 5-14% kasus.
7. Diagnosis
a. Anamnesis :
1) Biasanya disertai dengan hidramnion (60%) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan
frkuensii bayi bayi yang lahir premature. Sebaiknya bila dari anamnesis didapatkan
keterangan bahwa kehamilan ibu disertai hidramnion, hendaknya dilakukan katerisasi
esophagus dengan kateter no 6-10 F. Bila kateter terhenti pada jarak kurang dari 10 cm, maka
harus diduga terdapat atresia esophagus.
2) Bila pada bayi baru lahir timbul sesak napas yang disertai dengan air liur yang meleleh ke
luar, harus dicurigai terdapat atresia esophagus.
3) Segera setelah diberi minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis karena aspirasi cairan
kedalam jalan napas.
4) Perlu dibedakan pada pemeriksaan fisis apakah lambung terisi atau kosong untuk menunjang
atau menyingkirkan terdapatnya fistula trakeo-esofagus.hal ini dapat dilihat pada foto
abdomen.
b. Pemeriksaan fisis :
Ditemukan gerakan peristaltic lambung dalam usaha melewatkan makanan melalui daerah
yang sempit di pylorus. Teraba tumor pada saat gerakan peristaltic tersebut. Pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan sesaat setelah anak diberi minum.
c. Pemeriksaan penunjang : Dengan memberikan barium peroral didapatkan gambaran
radiologis yang patognomonik barupa penyempitan pylorus yang relative lebih panjang.
d. Gambaran Radiologik : Pada barium per os, yang patognomonik pada kelainan ini ialah
penyampitan pylorus yang relative lebih panjang.
e. Diagnosis lainnya :
1) Antenatal
Atresia esophagus dapat dicurigai pada USG bila didapati polihidramion pada Ibu,
abdomen yang kecil pada janin, dan pemesaran ujung esophagus bagian atas. Dugaan juga
semakin jelas bila didapati kelainan-kelainan lain yang bekaitan dengan atresia esophagus.
2) Diagnosis klnis
Bayi dengan sekresi air liur dan ingus yang sering dan banyak harus diasumsikan
menderita atresia esophagus sampai terbkti tidak ada. Diagnosis dibuat dengan memasukkan
kateter/NGT ke dalam mulut, berakir pada sekitar 10 cm dari pangkal gusi. Kegagalan untuk
memasukan kateter ke lambung menandakan adanya atresia esophagus. Ukuran kateter yang
lebih kecil bisa melilit di kantong proximal sehingga bisa membuat kesalahan diagnosis
adanya kontinuitas esophagus. Radiografi dapat membuktikan kepastian bahwa selang tidak
tidak mencapai lambung. Selang tidak boleh dimasukkan dari hidung karena dapat merusak
saluran napas atas. Dalam kedokteran modern, diagnosis dengan menunggu bayi tersedak
atau batuk pada pemberian makan pertama sekali, tidak disetujui lagi.
3) Diagnosis Anatomis
Tindakan penanganan tergantung dari variasi anatomi. Penting untuk mengetaui apakah
ada fistula pada satu atau kedua segmen esophagus. Juga penting untuk mengetahui jarak
antara kedua ujung esophagus.
Bila tidak ada fistula distal, pada foto thorax dengan selang yang dimasukkan melalui
mulut akan menunjukan segmen atas esophagus berakhir diatas medistinum. Dari posisi
lateral dapat dilihat adanya fistula dan udara di esophagus distal. Dari percabangan trakea
bisa dilihat letak dari fistula.
Tidak adanya udara atau gas pada abdomen menunjukkan adanya suatu atresia tanpa
disertai fistula atau atresia dengan fistula trrakeosofageal proximal saja. Jika didapati ujung
kantong esophagus proximal, bisa diasumsikan bahwa ini adalah atresia esophagus tanpa
fistula. Adanya udara atau gas pada lambung dan usus menunjukan adanya fistula
trakeoesofageal distal.
Pada bayi dengan H-Fistula (Gross Tipe E) agak berbeda karena esophagus utuh. Anak
dapat menelan, tetapi dapat tersedak dan batuk saat makan. Bila udara keluar daro fistula dan
masuk kesaluran pencernaan akan menimbulkan distensi abdomen, selain itu, aspirasi
makanan yang berulang akan menyebabkan infekasi saluran pernapasan . diagnosis dapat
diketahui dengan endoskopi atau penggunaan kontras.
4) Pemeriksaan Laboratorium
a) Darah Rutin
Terutama untuk mengetahui apabila terjadi suatu infeksi pada saluran pernapasan akibat
aspirasi makanan ataupun cairan.
b) Elektrolit
Untuk mengetahui keadaan abnormal bawaaan lain yang menyertai.
c) Analisa Gas Darah Arteri
Untuk mengetahui apabila ada gangguan respiratorik terutama pada bayi.
d) BUM dan Serum Creatinin
Untuk mengetahui keadaan abnormal bawaan lain yang menyertai.
e) Kadar Gula Darah
Untuk mengetahui keadaan abnormal bawaan lain yang menyertai.
5) Diagnosis Banding
a) Pilorospasme, yang gejalanya akan hilang setelah anak diberi spasmolitikum
b) Prolaps mukosa lambung.
Tindakan : anak disiapkan untuk operasi pyloromyotomi cara fredet-ramstedt. Operasi ini
mudah dan memberikan penyembuhan yang memuaskan.
8. Penatalaksanaan
a. Tindakan Sebelum Operasi
Atresia esophagus ditangani dengan tindakan bedah. Persiapan operasi untuk bayi
baru lahir mulai umur 1 hari antara lain :
1) Cairan intravena mengandung glukasa untuk kebutuhan nutrisi bayi.
2) Pemberian antibiotic broad-spectrum secara intra vena.
3) Suhu bayi dijaga agar selalu hangat dengan menggunakan incubator, spine dengan posisi
fowler, kepala diangkat sekitar 45o.
4) NGT dimasukkan secara oral dann dilakukan suction rutin.
5) Monitor vital signs.
Pada bayi premature dengan kesulitan benapas, diperlukan pehatin khusus. Jelas
diperlukan pemasangan endotracheal tube dan ventilator mekanik. Sebagai tambahan, ada
resiko terjadinya distensi berlebihan ataupun rupture lambung apabila udara respirasi masuk
kedalam lambung melalui fistula karena adanya resistensi pulmonal. Keadaan ini dapat
diminimalisasi dengan memasukkan ujung endotracheal tube sampai kepintu masuk fistula
dan dengan memberikan ventilasi dengan tekanan rendah.
Echochardiography atau pemerikksaan EKG pada bayi dengan atresia esophagus penting
untuk dilakukan agar segera dapat mengetahui apabila terdapat adanya kelainan
kardiovaskular yang memerlukan penanganan segera.
b. Tidakan Selama Operasi
Pada umumnya operrasi perbaikan atresia esophagus tidak dianggap sebagai hal yang
darurat. Tetapi satu pengecualian ialah bila bayi premature dengan gangguan respiratorik
yang memerlukan dukungan ventilatorik. Udara pernapasan yang keluar melalui distal fistula
akan menimbulkan distensi lambung yang akan mengganggu fungsi pernapasan. Distensi
lambung yang terus-menerus kemudian bisa menyebabkan rupture dari lambung sehingga
mengakibatkan tension pneumoperitoneum yang akan lebih lagi memperberat fungsi
pernapasan.
Pada keadaan diatas, maka tindakan pilihan yang dianjurkan ialah dengan melakukan
ligasi terhadap fistula trakeaesofageal dan menunda tindakan thoratocomi sampai masalah
ganggua respiratorik pada bayi benr-benar teratasi. Targetnya ialah operasi dilakukan 8-10
hari kemuudian untuk memisahkan fistula dari memperbaiki esophagus.
Pada prnsipnya tindakan operasi dilakukan untuk memperbaiki abnormalitas anatomi.
Tindakan operasi dari atresia esophagus mencakup.
a) Operasi dilaksanakan dalam general endotracheal anesthesia dengan akses vaskuler yang
baik dan menggunakan ventilator dengan tekanan yang cukup sehingga tidak menybabkan
distensi lambung.
b) Bronkoskopi pra-operatif berguuna untuk mengidentifikasi dan mengetahui lokasi fistula.
c) Posisi bayi ditidurkan pada sisi kiri dengan tangan kanan diangkat di depan dada untuk
dilaksanakan right posterolateral thoracotomy. Pada H-fistula, operasi dilakukan melalui
leher karena hanya memisahkan fistula tanpa memperbaiiki esophagus. Esophagus
d) Operasi dilaksanakan thoracotomy, dimana fistula ditutup dengan cara diikat dan dijahit
kemudian dibuat anastomisis esophageal antara kedua ujung proximal dan distal dan
esofagus.
e) Pada atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal, hamppir selalu jarak antara esofagus
proksimal dan distal dapat disambung langsung ini disebut dengan primary repairyaitu
apabila jarak kedua ujung esofagus dibawah 2 ruas vertebra. Bila jaraknya 3,6 ruas vertebra,
dilakukan delaved primary repair. Operasi ditunda paling lama 12 minggu, sambil dilakukan
cuction rutin dan pemberian makanan melalui gstrostomy, maka jarak kedua ujung esofagus
akan menyempit kemudian dilakukan primary repair. Apabiila jarak kedua ujung esofagus
lebih dari 6 ruas vertebra, maka dijoba dilakukan tindakan diatas, apabila tidak bisa juga
makaesofagus disambung dengan menggunakan sebagai kolon.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Atresia esophagus adalah sekelompok kelainan congenital yang mencangkup gangguan
kontinuitas esophagus disertai atau tanpa adanya hubungan trakea. Atresia esoofagus adalah
esophagus (kerongkongan) yang tidak terbentuk secara sempurna. Pada atresia esophagus,
kerongkongan menyempit atau buntu ; tidak tersambung dengan lambung. Kebanyakan Bayi
yang menderita atresia esophagus juga memiliki fistula trakeoesofageal (suatu hubungan
abnormal antara kerongkongan dan trakea/pipa udara).
Klasifikasi atresia esophagus : Atresia Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal (
86% Vogt 111.grossC) , Atresia erofagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal (2%Vogt
III & Gross B), Fistula trakheo esofagus tanpa atresia ( 4 %, Groos E), Atresia Esofagus
terisolasi tanpa fistula ( 7%, Vogg II, Gross A), dan Atresia esofagus dengan fistula trakheo
esofagus distal dan proksimal (< 1% Vogt IIIa, Gross D).
B. Saran
Dalam memberikan perawatan kepada bayi atau anak dengan gangguan atresia esofagus
perawat harus mengerti konsep dasar dan konsep keperawatan untuk kesembuhan pasien
yang optimal.
DAFTAR FUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Saat mahasiswa praktek di ruang PBRT didapatkan bayi yang dicurigai adanya atresia esophagus
karena terdapat data-data yang mendukung terjadinya atresia esophagus. Karena kejadian ini
merupakan kejadian yang jarang ditemui, karena itu mahasiswa tertarik untuk melakukan asuhan
keperawatan pada bayi dengan atresia esophagus.
B. Tujuan
Tujuan umum:
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada bayi dengan atresia esophagus.
Tujuan khusus:
a. Mahasiswa dapat mejelaskan pengertian dari atresia esophagus.
b. Mahasiswa dapat menjelaskan penyebab dari atresia esophagus
c. Mahasiswa dapat mejelaskan patofisiologi dari atresia esophagus.
d. Mahasiswa dapat mejelaskan tanda dan gejala atresia esophagus
e. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian dari atresia esophagus
f. Mahasiswa dapat melakukan analisa data dari atresia esophagus
g. Mahasiswa dapat melakukan diagnosa keperawatan dari atresia esophagus
h. Mahasiswa dapat melakukan rencana keperawatan dari atresia esophagus
i. Mahasiswa dapat melakukan implementasi serta evaluasi dari atresia esophagus
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Intususepsi adalah invaginasi atau masuknya bagian usus ke dalam perbatasan atau bagian yang
lebih distal dari usus (umumnya, invaginasi ileum masuk ke dalam kolon desendens). (Nettina, 2002)
Suatu intususepsi terjadi bila sebagian saluran cerna terdorong sedemikian rupa sehingga sebagian
darinya akan menutupi sebagian lainnya hingga seluruhnya mengecil atau memendek ke dalam
suatu segmen yang terletak di sebelah kaudal. (Nelson, 1999)
B. Etiologi
Penyebab dari kebanyakan intususepsi tidak diketahui. Terdapat hubungan dengan infeksi – infeksi
virus adeno dan keadaan tersebut dapat mempersulit gastroenteritis. Bercak – bercak peyeri yang
banyak terdapat di dalam ileum mungkin berhubungan dengan keadaan tersebut, bercak jaringan
limfoid yang membengkak dapat merangsang timbulnya gerakan peristaltic usus dalam upaya untuk
mengeluarkan massa tersebut sehingga menyebabkan intususepsi. Pada puncak insidens penyakit
ini, saluran cerna bayi juga mulai diperkenalkan dengan bermacam bahan baru. Pada sekitar 5%
penderita dapat ditemukan penyebab – penyebab yang dikenali, seperti divertikulum meckeli
terbalik, suatu polip usus, duplikasi atau limfosarkoma. Secara jarang, keadaan ini akan mempersulit
purpura Henoch – Schonlein dengan sutau hematom intramural yang bertindak sebagai puncak dari
intususepsi. Suatu intususepsi pasca pembedahan jarang dapat didiagnosis, intususepsi – intususepsi
ini bersifat iloileal.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian fisik secara umum
b. Riwayat kesehatan
c. Observasi pola feses dan tingkah laku sebelum dan sesudah operasi
d. Observasi tingkah laku anak/bayi
e. Observasi manifestasi terjadi intususepsi:
Nyeri abdomen paroksismal
Anak menjerit dan melipat lutut ke arah dada
Anak kelihatan normal dan nyaman selama interval diantara episode nyeri
Muntah
Letargi
Feses seperti jeli kismis mengandung darah dan mucus, tes hemocculi positif.
Feses tidak ada meningkat
Distensi abdomen dan nyeri tekan
Massa terpalpasi yang seperti sosis di abdomen
Anus yang terlihat tidak biasa, dapat tampak seperti prolaps rectal.
Dehidrasi dan demam sampai kenaikan 41 0C
Keadaan seperti syok dengan nadi cepat, pucat dan keringat banyak
f. Observasi manifestasi intususepsi yang kronis
Diare
Anoreksia
Kehilangan berat badan
Kadang – kadang muntah
Nyeri yang periodic
Nyeri tanpa gejala lain
g. Kaji dengan prosedur diagnostik dan tes seperti pemeriksaan foto polos abdomen, barium enema
dan ultrasonogram
2. Masalah Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan invaginasi usus.
2. Syok hipolemik berhubungan dengan muntah, perdarahan dan akumulasi cairan dan elektrolit dalam
lumen.
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, lingkungan yang asing.
4. Inefektif termoregulasi berhubungan dengan proses inflamasi, demam.
5. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
3. Perencanaan
a. Preoperasi
Diagnosa keperawatan: nyeri berhubungan dengan invaginasi usus.
Tujuan: berkurangnya rasa nyeri sesuai dengan toleransi yang dirasakan anak.
Kriteria Hasil: anak menunjukkan tanda – tanda tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan yang
minimum.
Intervensi:
Observasi perilaku bayi sebagai indikator nyeri, dapat peka rangsang dan sangat sensitif untuk
perawatan atau letargi atau tidak responsive.
Perlakuan bayi dengan sangat lembut.
Jelaskan penyebab nyeri dan yakinkan orangtua tentang tujuan tes diagnostik dan pengobatan.
Yakinkan anak bahwa analgesik yang diberikan akan mengurangi rasa nyeri yang dirasakan.
Jelaskan tentang intususepsi dan reduksi hidrostatik usus yang dapat mengurangi intususepsi.
Jelaskan resiko terjadinya nyeri yang berulang.
Kolaborasi: berikan analgesik untuk mengurangi rasa nyeri.
Diagnosa keperawatan: syok hipovolemik berhubungan dengan muntah, perdarahan dan akumulasi
cairan dan elektrolit dalam lumen.
Tujuan: volume sirkulasi (keseimbangan cairan dan elektrolit) dapat dipertahankan.
Kriteria Hasil: tanda – tanda syok hipovolemik tidak terjadi.
Intervensi:
Pantau tanda vital, catat adanya hipotensi, takikardi, takipnea, demam.
Pantau masukan dan haluaran.
Perhatikan adanya mendengkur atau pernafasan cepat dan dangkal jika berada pada keadaan syok.
Pantau frekuensi nadi dengan cernat dan ketahui rentang nadi yang tepat untuk usia anak.
Laporkan adanya takikardi yang mengindikasikan syok.
Kurangi suhu karena demam meningkatkan metabolisme dan membuat oksigenasi selama anestesi
menjadi lebih sulit.
Kolaborasi:
Lakukan pemeriksaan laboratorium: Hb/Ht, elektrolit, protein, albumin, BUN, kreatinin.
Berikan plasma/darah, cairan, elektrolit, diuretic sesuai indikasi untuk memelihara volume darah
sirkulasi.
Diagnosa keperawatan: ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, lingkungan yang
asing.
Tujuan: rasa cemas pada anak dapat berkurang
Kriteria hasil: anak dapat beristirahat dengan tenang dan melakukan prosedur tanpa cemas.
Intervensi:
Beri pendidikan kesehatan sebelum dilakukan operasi untuk mengurangi rasa cemas.
Orientasikan klien dengan lingkungan yang masih asing.
Pertahankan ada orang yang selalu menemani klien untuk meningkatkan rasa aman.
Jelaskan alasan dilakukan tindakan pembedahan.
Jelaskan semua prosedur pembedahan yang akan dilakukan.
4. Evaluasi
Nyeri pada abdomen dapat berkurang
b. Syok hipovolemik dapat teratasi dengan segera melakukan koreksi terhadap keseimbangan cairan
dan elektrolit.
c. Obstrusi usus dapat teratasi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
PATHWAYS INTUSUSEPSI
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berbagai gangguan yang terdapat pada saluran pencernaan bayi dan anak salah satunya adalah
adanya obstruksi pada usus dan hal ini mencakup mekanik maupun paralitik. Sedangkan intususepsi
merupakan salah satu bentuk gangguan obstruksi usus yang sifatnya mekanik.
Intususepsi merupakan gangguan saluran pancernaan yang dimanifestasikan dengan terjadinya
invaginasi usus ke dalam bagian usus di bawahnya. Masalah yang utama muncul yaitu terjadinya
rasa nyeri abdomen yang paroksismal. Serta terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
hingga terjadi syok hipovolemik.
B. Saran
Dalam memberikan perawatan kepada bayi atau anak dengan gangguan saluran pencernaan
obstruksi usus mekanik ini yaitu intususepsi harus diperhatikan ancaman yang dapat muncul selain
rasa nyeri yaitu resiko terjadinya syok yang dapat menyebabkan kematian. Sehingga tenaga
kesehatan harus benar – benar memperhatikan tanda – tanda yang mengarah ke arah syok.
DAFTAR PUSTAKA
Staf Pengajar Ilmu kesehatan masyarakat. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran UI, 1985
Pilliteri, Adele. Child health nursing, care of the child and family, Los Angeles California, Lippincott,
1999
Wong, Donna L, Marilyn Hockenberry- Eaton, Wilson- Winkelstein, Wong’s essentials of pediatric
nursing, America, Mosby, 2001
Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan,dkk. Jakarta, 2001
Wong, Donna L. Wong and Whaley’s clinical Manual Of Pediatric Nursing. St. Louis Nissori: Mosby,
1996