Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

GERONTIK PADA NY. S DENGAN PENYAKIT GASTRITIS

DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD YOGA PATHANAH
NPM: 2226050057

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(Ns. Hanifah, S. Kep, M. Kep) (Irma Suryani, SST)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lansia merupakan populasi paling berisiko dengan masalah kesehatan yang kemu-

ngkinan akan berkembang lebih buruk karena adanya faktor - faktor risiko yang memen-

garuhinya (Allender et al., 2014). Lansia merupakan populasi berisiko yang memiliki tiga

karakteristik risiko kesehatan yaitu risiko biologi termasuk risiko terkait usia, risiko sosial

dan lingkungan serta risiko perilaku atau gaya hidup (Kiik et al., 2018). Lansia juga sering

mengalami penyakit tidak menular seperti gastritis atau biasa orang awam menyebutnya se-

bagai magh. Masyarakat Indonesia banyak yang menganggap penyakit gastritis bukanlah

sesuatu hal yang serius, sehingga dianggap tidak memerlukan penanganan dengan segera.

Sehingga pada gastritis lanjut beresiko menimbulkan kanker, dan juga mengakibatkan

pengikisan lambung. Gastritis merupakan gangguan system pencernaan yang biasa disebut

(maag). Peradangan yang terjadi pada lambungindividu atau inflamasi yang terjadi pada

mukosa lambung, yang dikenal dimasyarakat sebagai pengertian gastritis (Nurjannah, 2018).

Usia lansia menyebabkan penurunan fungsi organ khususnya lapisan mukosa lambung

akan mengalami penipisan dan melemah, kondisi inilah yang menyebabkan gastritis lebih sering ter -

jadi pada lansia dibandingkan orang yang berusia muda, lebih parah dan beragam. Lansia dengan be-

berapa kondisi kronis memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit gastritis, peningkatan

berat badan yang sering terjadi pada lansia juga menjadi salah satu faktor lemak yang menumpuk

diperut dapat menekan lambung. Gangguan ini tidak hanya di Indonesia bahkan insiden ini terjadi di

dunia dari semua kalangan usia, hal ini disebabkan karena beberapa faktor. Antara lain: pengaruh

obat-obatan, jenis kelamin, jenis makanan, stress, usia, dan penyebab utama adalah pola makan yang

tidak teratur (Nurjannah, 2018).


Beberapa strategi untuk mencegah masalah gastritis dari segala usia, menghindari

makanan pemicu asam lambung. Hindari mengomsumsi minuman yang mengandung kafein, usa-

hakan untuk mengomsumsi makanan dalam porsi kecil namun frekuensi sering, jangan langsung

tidur atau rebahan setelah makan, tidur yang cukup. Metode yang sering digunakan untuk mengatasi

masalah ini diantaranya adalah relaksasi, merupakan terapi psikologis untuk mengintervensi dan

mengontrol fungsi psikologis sehingga mampu mengurangi rasa nyeri pada lambung. Pembedahan,

hal ini sering dilakukan untuk pengobatan medis yang dilakukan untuk para ahli, metode ini memi -

liki efek samping yang lebih banyak dari jenis terapi yang lain untuk mengurangi sekresi asam lam -

bung sehingga menimbulkan pengosongan lambung ke usus 12 jari. Diet dan terapi obat biasa di-

lakukan untuk menghambat terjadinya sekresi asam lambung. Menurut penelitian terapi farmasi ini

belum membuktikan hasil yang konsisten (Subekti & Utami,2015).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep lansia sampai proses menua?

2. Bagaimana konsep penyakit gastritis pada lansia?

3. Bagaimana konsep asuhan keperawatan gerontik dengan penyakit grastitis ?

4. Bagaimana asuhan keperawatan gerontik dengan penyakit gastritis ?

1.3 Tujuan

1. Agar mahasiswa mampu memahami konsep lansia sampai proses menua .

2. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan mampu belajar tentang konsep penyakit gastritis pada lan-

sia.

3. Agar mahasiswa mampu mempelajari konsep asuhan keperawatan gerontik dengan penyakit

grastitis.

4. Agar mahasiswa mampu mempelajari dan memahami asuhan keperawatan gerontik dengan

penyakit gastritis.
1.4 Manfaat

1. Memberikan intervensi yang lebih luas pada pasien penyakit gastritis pada lansia .

2. Menambah literatur pengetahuan bagi pembaca.

3. Untuk melatih diri agar terampil dalam menulis.

4. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi klien maupun keluarga sehingga mampu

melakukan tindakan yang sesuai.

5. Dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit pada kasus penyakit gastritis pada lansia dan

memperhatikan kondisi serta kebutuhan pasien penyakit gastritis pada lansia .


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lansia


2.1.1 Definisi Lansia dan Proses Menua

Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang yang telah mema-

suki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki

tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu

proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan. Seseorang dikatakan lansia ialah apabila

berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik

secara jasmani, rohani maupun sosial (Nugroho, 2012).

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan menu-

runnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap

berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardio-

vaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut

disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel,

jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran ke-

sehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia.

Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity of daily living (Fatimah, 2010 ).

2.1.2 Klasifikasi Lansia

Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari :

1. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun ,

2. Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih ,

3. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun lebih dengan masalah kesehatan ,
4. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang da-

pat mengahasilkan barang atau jasa,

5. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya ter-

gantung pada bantuan orang lain.

2.1.3 Perubahan-perubahan pada Lansia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang

akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik,

tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan seksual (Azizah dan Lilik M, 2011) .

1. Perubahan Fisik

a. Sistem Indra

Sistem pendengaran:Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karenahi-

langnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutamaterhadap bunyi

suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50%

terjadi pada usia diatas 60 tahun.

b. Sistem Integumen

Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan berkerut.

Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis danberbercak. Kekeringan kulit

disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna

coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.

c. Sistem Muskuloskeletal

Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaringan penghubung (kolagen-

dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi. Kolagen sebagai pendukungutama kulit,

tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalamiperubahan menjadi bentangan

yang tidak teratur.


1) Kartilago: jaringan kartilagopada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi,

sehingga permukaansendi menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi

berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya

kartilagopada persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan .

2) Tulang: berkurangnyakepadatan tulang setelah diamati adalah bagian dari penuaan fi-

siologi, sehinggaakan mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanjut akan mengaki-

batkan nyeri,deformitas dan fraktur.

3) Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan jumlah dan

ukuran serabut otot, peningkatan jaringanpenghubung dan jaringan lemak pada otot

mengakibatkan efek negatif.

4) Sendi: pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen dan fasiamen-

galami penuaan elastisitas.

d. Sistem kardiovaskuler

Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa jantungbertam-

bah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga peregangan jantungberkurang, kondisi

ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan inidisebabkan oleh penumpukan

lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringankonduksi berubah menjadi jaringan ikat .

e. Sistem Respirasi

Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total parute-

tap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi kenaikanruang paru,

udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot,kartilago dan sendi torak

mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks berku-

rang.

f. Pencernaan dan Metabolisme


Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksiseba-

gai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa

lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin mengecil dan menurun-

nya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah .

g. Sistem perkemihan

Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang-

mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi olehginjal .

h. Sistem saraf

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang progresif-

pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dankemampuan dalam

melakukan aktifitas sehari-hari.

i. Sistem reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan

uterusTerjadi atropi payudara. Pada lakilaki testis masih dapat memproduksispermatozoa,

meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur .

2. Perubahan Kognitif:

(1) Daya Ingat (Memory); (2) IQ (Intellegent Quotient); (3) Kemampuan Belajar (Learning);

(4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension); (5)Pemecahan Masalah (Problem Solving);

(6) Pengambilan Keputusan (Decision Making); (7)Kebijaksanaan (Wisdom); (8)Kinerja

(Performance); (9)Motivasi (Motivation)

3. Perubahan mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :

a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa

b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan

d. Keturunan (hereditas)

e. Lingkungan

f. dan ketulian Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan.

g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.

h. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga.

i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,perubahan

konsep diri. Perubahan spiritual agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam ke-

hidupannya. Lansia semakinmatang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terli-

hat dalam berfikir danbertindak sehari-hari .

4. Perubahan Psikososial

a. Kesepian

Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jikalansia

mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat,gangguan mobili-

tas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.

b. Duka cita (Bereavement)

Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayanganda-

pat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebutdapat memicu

terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.

c. Depresi

Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti den-

gankeinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresijuga

dapat disebabkan karena stres lingkungan dan menurunnya kemampuanadaptasi .

d. Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas umum,gangguan

stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguan-gangguantersebut meru-

pakan kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungandengan sekunder akibat penyakit

medis, depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat .

e. Parafrenia

Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga ), lansiaser-

ing merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau berniatmembunuhnya. Biasanya

terjadi pada lansia yang terisolasi/diisolasi ataumenarik diri dari kegiatan sosial .

f. Sindroma Diogenes

Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangatmeng-

ganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain-main dengan feses dan

urinnya, sering menumpuk barang dengan tidak teratur.Walaupun telah dibersihkan,

keadaan tersebut dapat terulang kembali.

2.2 Konsep Grastitis

2.2.1 Definisi Gastritis

Gastritis adalah suatu peradangan atau pendarahan pada mukosa lambung yang dise-

babkan oleh faktor iritasi, infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola makan, minsalnya telat

makan, makan terlalu banyak, cepat, makan makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas

(Priyoto, 2015). Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung. Sakit maag atau gastritis

adalah peradangan (pembengkakan ) dari mukosa lambung, yang bisa disebabkan oleh faktor iri-

tasi dan infeksi. Seperti kita ketahui, lambung adalah organ pencernaan dalam tubuh manusia

yang berfungsi untuk menyimpan makanan, mencerna, dan kemudian mengalirkanya ke usus ke-

cil. Didalam lambung terdapat enzim-enzim pencernaan, seperti pepesin, asam lambung, dan mu-

cus, untuk melindungi dinding lambung sendiri. Bila terjadi ketidakseimbangan diantara faktor
tersebut, minsalnya asam berlebih atau mucus berkurang, dapat mengiritasi lambung sehinga ter-

jadi proses peradangan pada lambung (gastritis) (Priyoto, 2015) .

2.2.2 Klasifikasi Gastritis

a. Gastritis akut

Gastritis akut adalah penyakit lambung yang terjadi karena terdapat peradangan akut

pada dinding lambung, terutama pada lapisan lendir lambung dan pada umumnya dibagian

rongga lambung dekat pylorus (lubang antara lambung ke usus). Jenis gastritis ini dapat dik-

lasifikasikan menjadi bebarapa jenis sebagai berikut :

1) Gastritis Eksogenus

Gastritis eksogenus adalah penyakit radang lambung yang pencetusnya berasal

dari luar tubuh penderita. Jenis penyakit ini dapat disebabkan oleh beberapa hal:

a) penyakit tersebut dapat disebabkan oleh bakteri atau virus yang dapat menyebabkan

terserang gastritis akut yaitu: staphylococcus. Gejala yang dialami oleh penderita

yaitu perasaan gelisah dan rasa terbakar, mual, muntah, diare, dan panas .

b) penyakit gastritis eksogenus dapat disebabkan oleh bahan yang bersifat racun atau

bahan yang bersifat sebagai pegikis jaringan.

2) Gastritis Endogenus

Gastritis endogenus adalah penyakit peradangan lambung yang pencetusnya be-

rasal atau terbentuk didalam lambung. Penyakit gastritis endogen ini dapat disebabkan

oleh hal-hal berikut :

a) Bakteri atau racun

b) Alergik gastritis

c) Peradangan akut yang bernanah, penderita mengalami peradangan akut akibat bakteri

pyogenik (streptococcus,staphylococcus).
b. Gastritis kronis

Gastritis kronis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dalam periode waktu lama

disebabkan oleh stres dan pola makan yang kacau. Sementara itu, penyakit gastritis kronis da-

pat disebabkan oleh infeksi H.pylori, adanya tumor padalambung dan stres atau faktor keji-

waan (Wahyu, 2011).

2.2.3 Etiologi Gastritis

a. Gastritis akut

Penyebab gastritis akut adalah mengosumsi makanan dan alkohol yang mengiritasi dalam

waktu yang lama. Obat-obatan, seperti aspirin dan obat anti inflamasi nonsteroid lain (dalam

dosis tinggi ), agens sitotosik, kafein, kortikosteroid, anti metabolit, fenilbutazon, dan in-

dometasin. Menelan racun, khususnya dikloro-difeniltrikloroetana (DDT), ammnonia,

merkuri, karbon tetraklrorida, atau zat korosif. Endotoksik dilepaskan oleh bakteri yang

menginfeksi, seperti stafilokokus, Escherichia coli, dan salmonela dan komplikasi penyakit

akut (Kluwer, 2011, hal. 293).

b. Gastritis kronik

Gastritis kronik disebabkan oleh pemajanan berulang terhadap zat iritan, seperti obat-

obatan, alkohol, rokok, dan agens lingkungan. Anemia pernisiosa, penyakit ginjal, atau dia-

betes militus dan infeksi helicobacter pylori (penyebab gastritis nonerosif paling sering)

(Kluwer, 2011).

2.2.4 Manifestasi Klinis Gastritis

Manifestasi klinis bervariasi mulai dari keluhan ringan hingga muncul perdarahan saluran

cerna bagian atas bahkan pada beberapa pasien tidak menimbulkan gejala yang khas. Manifestasi

gastritis akut dan kronik hampir sama, seperti anoreksia, rasa penuh, nyeri epigastrum, mual dan

muntah, sendawa, hematemesis (Suratun dan Lusiabah, 2010). Tanda dan gejala gastritis adalah :

1. Gastritis Akut
a. Nyeri epigastrum, hal ini terjadi karena adanya peradangan pada mukosa lambung .

b. Mual, kembung, muntah, merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Hal ini

dikarenakan adanya regenerasi mukosa lambung yang mengakibatkan mual hingga

muntah.

c. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematesis dan melena, kemudian dis-

usul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan.

2. Gastritis Kronis

Pada pasien gastritis kronis umunya tidak mempunyai keluhan. Hanya sebagian kecil

mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia, nause dan pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan ke-

lainan.

2.2.5 Patofisiologi Gastritis

Pemicu atau penyebab gastritis yaitu obat-obat yang mengandung NSIAD, aspirin, sul-

fanomida steroid, dan digitalis yang dapat mengganggu pembentukan sawar mukosa lambung se-

bagai perlindungan lambung dan duodenum. Gastritis juga disebabkan oleh helikobakteri pilori

(H. Phylori) yang dapat tumbuh disaluran pencernaan manusia terutama dilambung sehingga

menimbulkan infeksi dengan cara menempel pada epitel lambung dan kemudian menghancurkan

lapisan mukosa sel lambung. Selain itu, gastritis disebabkan oleh kandungan kafein yang dapat

menurunkan produksi bikoarbonat (HCO3-) sehingga menurunkan kemampuan protektif terhadap

asam dan menyebabkan difusi kembali asam lambung dan pepsin. Obat-obatan dan helikobakteri

pilori tadi juga dapat menurunkan barrier lambung terhadap asam dan pepsin sehingga juga men-

gakibatkan difusi kembali asam lambung dan pepsin.

Asam lambung dan pepsin yang mengalami difusi kembali mengakibatkan inflamasi dan

erosi mukosa lambung. Inflamasi atau peradangan dapat mengakibatkan nyeri epigastrium se-

hingga muncul masalah keperawatan nyeri akut. Nyeri epigastrum dapat menurunkan sensori un-

tuk makan kemudian terjadi anoreksia yang dapat membuat mual dan muntah disisi lain pada saat
terjadi erosi mukosa lambung dapat menurunkan tonus dan peristaltik lambung sehingga mere-

flekkan isi duodenum ke lambung yang akan mengakibatkan mual dan dorongan ekspulsi isi lam-

bung ke mulut sehingga menimbulkan muntah dan muncul masalah keperawatan defisit nutrisi.

Pada erosi mukosa lambung juga dapat menyebabkan rasa sakit pada bagian perut yang dapat

mengakibatkan rasa khawatir dengan kondisi yang dihadapi dan tampak gelisah sehingga muncul

masalah keperawatan ansietas.


2.2.6 Pemeriksaan Penunjang Gastritis

Bila pasien didiagnosis terkena gastritis, biasanya dilanjutkan dengan pemeriksaan pe-

nunjang untuk mengetahui secara jelas penyebabnya.

a. Pemeriksaan darah: Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya anti body H.Pylori dalam

darah. Hasilt tes yang positif menunjukan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada

suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak menunjukan bahwa pasien tersebut terkena in-

feksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadiakibat pendara-

han lambung akibat gastritis.

b. Pemeriksaan pernapasan: Tes ini dapat menetukan apakah pasien terinfeksi oleh bahteri

H.Pylori atau tidak

c. Pemeriksaan feses: Tes ini memeriksa apakah terdapat H.Pylori dalam feses atau tidak. Tes

hasil yang positif mengindikasikan terjadi infeksi dengan. Dengan hasil pemeriksaan seperti

berikut warna feses merah kehitam- hitaman, bau sedukit amis, kosistensinya lembek tetapi

ada juga agak keras terdapat lendir. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam

feses. Hal ini menunjukan adanya pendarahan pada lambung .

d. Endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas: Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan

pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar X

e. Ronsen Saluran Cerna Bagian Atas: Tes ini akan melihat akan adanya tanda-tanda gastritis

atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih

dahulu sebelum dilakukan ronsen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat

lebih jelas ketika di ronsen.

2.2.7 Penatalaksanaan Gastritis

Terapi gastritis sangat bergantung pada penyebab spesifiknya mungkin memerlukan pe-

rubahan dalam gaya hidup, pengobatan atau dalam kasus yang jarang pembedahan untuk mengo-

batinya.
a. Jika penyebabnya adalah infeksi oleh H.pylori, maka diberikan Bismuth, antibiotik (misalnya

amoxcillin &Claritromycin) dan obat anti tukak (misalnya omeprazole ).

b. Penderita gastritis karena stres akut banyak mengalami perubahan (penyakit berat, cidera atau

pendarahan) berasil diatasi. Tetapi sekitar 25 % penderita gastritis karena stres akut men -

galami pendarahan yang sering berakhir fatal. Karena itu dilakukan pencegahan dengan

memberikan antalsit. (untuk menetralkan asam lambung) dan obat anti-ulkus yang kuat (un-

tuk mengurangi atau menghentikan pembentukan asam lambung). Pendarahan hebat karena

gastritis akibat stres akut bisa diatasi dengan menutup sumber pendarahan dengan tindakan

endoskopi. Jika pendarahan masih berlanjut mungkin seluruh lambang lambung harus di-

angkat.

c. Penderita gastritis erosif koronis bisa diobati dengan antasida. Penderita sebaiknya menghi-

dari obat tertentu (misalnya aspirin atau obat anti peradangan non – esteroit lainnya) dan

makanan yang menyebabkan iritasi lambung.

d. Untuk meringankan penyumbatan disaluran keluar lambung pada gastritis eosinofilik, bisa

diberikan kortikostroied atau dilakukan pembedahan

e. Penderita meiner bisa disembuhkan dengan mengangkat sebagian atau seluruh lambung .

f. Gastritis sel plasma bisa diobati dengan obat anti kulkus yang menghalangi pelepasan asam

lambung.

g. Pengaturan diet yaitu pemberian makanan lunak dengan jumlah sedikit tapi sering .

h. Makanan yang perlu dihindari adalah yang merangsang dan lemak seperti sambal, bumbu da-

pur dan gorengan.

i. Kadisiplinan dalam pemenuhan jam-jam makan juga sangat membantu pasien dengan gastri-

tis.

2.2.8 Komplikasi Gastritis


Komplikasi penyakit gastritis antara lain : (Muttaqin & Sari, 2011 )

1. Perdarahan saluran cerna bagian atas yang merupakan kedaruratan medis .

2. Ulkus peptikum, jika prosesnya hebat.

3. Gangguan cairan dan elektrolit pada kondisi muntah berat.

4. Anemia pernisiosa, keganasan lambung


BAB III
ASKEP TEORITIS

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Gastritis

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan proses sistematis

dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan

mengidentifikasi status kesehatan klien (Setiadi, 2012). Data tersebut berasal dari

pasien (data primer), keluarga (data sekunder), dan catatan yang ada (data tersier).

Pengkajian dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan melalui wawancara,

observasi langsung, dan melihat catatan medis. Adapun data yang diperlukan pada

pasien gastritis yaitu sebagai berikut :

1) Data Dasar (Identitas Klien)

Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, bangsa, agama,

pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis.

Data dasar pada pasien dengan gastritis yaitu :

a) Umur

Lansia dengan beberapa kondisi kronis mempunyai resiko lebih tinggi terkena

gastritis.

b) Jenis kelamin: Perempuan mempunyai resiko lebih tinggi daripada laki-laki

untuk kejadian gastritis (Wahyu, dkk, 2015).

c) Alamat, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, tanggal pengkajian,

diagnosa medis (Sukarmin, 2012).

2) Keluhan Utama
Keluhan utama ditulis secara singkat dan jelas. Keluhan utama merupakan

keluhan yang membuat klien meminta bantuan pelayanan kesehatan, keluhan

utama dalah alasan klien masuk rumah sakit. Pada pasien gastritis, datang dengan

keluhan mual muntah, nyeri epigastrum. Munculnya keluhan diakibatkan iritasi

mukosa lambung dan menyebabkan keluhan-keluhan lain yang menyertai

(Sukarmin, 2013).

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat penyakit sekarang merupakan penjelasan dari permulaan klien

merasakan keluhan sampai dengan dibawa ke rumah sakit. Pada gastritis, pasien

mengeluh tidak dapat makan, mual dan muntah. Terjadinya gejala mual-muntah

sebelum makan dan sesudah makan, setelah mencerna makanan pedas, obat-

obatan tertentu atau alkohol. Gejala yang berhubungan dengan ansietas, stress,

alergi, makan minum terlalu banyak atau makan terlalu cepat. Gejala yang

dirasakan berkurang atau hilang, terdapat muntah darah, terdapat nyeri tekan pada

abdomen (Margareth, 2012).

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit dahulu merupakan penyakit yang diderita klien yang

berhubungan dengan penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin dapat

dipengaruhi atau mempengaruhi penyakit yang diderita klien saat ini. Pada

beberapa keadaan apakah ada riwayat penyakit lambung sebelumnya, pola makan

tidak teratur atau pembedahan lambung (Sukarmin, 2013).

5) Riwayat Kesehatan Keluarga


Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan dengan kemungkinan adanya

penyakit keturunan, kecenderungan, alergi dalam satu keluarga, penyakit menular

akibat kontak langsung maupun tidak langsung. Pada pasien gastritis, dikaji

adakah keluarga yang mengalami gejala serupa, penyakit keluarga berkaitan erat

dengan penyakit yang diderita pasien. Apakah hal ini ada hubungannya dengan

kebiasaan keluarga dengan pola makan, misalnya minum-minuman yang panas,

bumbu penyedap terlalu banyak, perubahan pola kesehatan berlebihan,

penggunanaan obat-obatan, alkohol, dan rokok (Sukarmin, 2013).

6) Riwayat Psikososial

Meliputi mekanisme koping yang digunakan klien untuk mengatasi

masalah dan bagaiamana motivasi kesembuhan dan cara klien menerima

keadaannya (Sukarmin, 2013).

7) Genogram

Genogram umunya dituliskan dalam tiga generasi sesuai dengan

kebutuhan.Bila klien adalah seorang nenek atau kakek, maka dibuat dua generasi

dibawah, bila klien adalah anak-anak maka dibuat generasi keatas (Sukarmin,

2013).

8) Pola Kebiasaan Sehari-Hari

Menurut Gordon (2009), pola kebiasaan sehari-hari pada pasien gastritis,

yaitu :

a. Pola Nutrisi

Nafsu makan pada pasien gastritis cenderung menurun akibat mual dan

muntah, bisa juga karena terjadinya perdarahan saluran cerna.


b. Pola Eliminasi

Pada pasien dengan gastritis didapatkan mengalami susah BAB, distensi

abdomen, diare, dan melena. Konstipasi juga dapat terjadi (perubahan diet,

dan penggunaan antasida).

c. Pola Istirahat dan Tidur

Pada pasien dengan gastritis, adanya keluhan tidak dapat beristirahat,

sering terbangun pada malam hari karena nyeri atau regurtisasi makanan.

d. Pola Aktivitas/Latihan

Pada pasien gastritis biasanya mengalami penurunan kekuatan otot

ekstremitas, kelemahan karena asupan nutrisi yang tidak adekuat

meningkatkan resiko kebutuhan energi menurun.

e. Pola Kognisi-Perceptual

Pada pasien gastritis biasanya mengalami depresi dan intensitas nyeri

tergantung pada penyebabnya (pada gastritis akut dapat menyebabkan rasa

tidak nyaman pada epigastrik dan nyeri ulu hati).

f. Pola Toleransi-Koping Stress

Pada pasien gastritis, biasanya mengalami stress berat baik emosional

maupun fisik, emosi labil.

g. Pola Persepsi Diri/Konsep Koping

Pada pasien gastritis, biasanya pasien mengalami kecemasan dikarenakan

nyeri, mual, dan muntah..

h. Pola Seksual Reproduktif


Pada pengumpulan data tentang seksual dan reproduksi pemeriksaan

payudara/testis sendiri tiap bulan dan masalah seksual yang berhubungan

dengan penyakit..

i. Pola Hubungan dan Peran

Pada pasien gastritis, biasanya tegang, gelisah, cemas, mudah tersinggung,

namun bila bisa menyesuaikan

tidak akan menjadi masalah dalam hubungannya dengan

anggota keluarga.

j. Pola Nilai dan Keyakinan

Yang perlu ditanyakan adalah pantangan dalam agama selama sakit serta

kebutuhan adanya rohaniawan dan lain-lain. Pada pasien gastritis, tergantung

pada kebiasaan, ajaran, dan aturan dari agama yang dianutnya.

9) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang dilakukan mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki

dengan menggunakan 4 teknik, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

Menurut Doengoes (2014), data dasar pengkajian pasien gastritis meliputi :

a. Keadaan Umum

1) Tanda-tanda vital

a) Tekanan darah mengalami hipotensi (termasuk postural)

b) Takikardia, disritmia (hipovolemia/hipoksemia), kelemahan/nadi perifer

lemah.

c) Pengisian kapiler lambat/perlahan (vasokonstriksi).

d) Pada respirasi tidak mengalami gangguan.


2) Kesadaran

Tingkat kesadaran dapat terganggu, rentak dari cenderung tidur,

disorientasi/bingung, sampai koma (tergantung pada volume

sirkulasi/oksigenasi)

b. Pemeriksaan Fisik Head to Toe

1) Kepala dan Muka

Wajah pucat dan sayu (kekurangan nutrisi), wajah berkerut (Sukarmin,

2013).

2) Mata

Mata cekung (penurunan cairan tubuh), anemis (penurunan oksigen ke

jaringan), konjungtiva pucat dan kering (Sukarmin, 2013).

3) Mulut dan Faring

Mukosa bibir kering (penurunan cairan intrasel mukosa), bibir pecah-

pecah, lidah kotor, bau mulut tidak sedap (penurunan hidrasi bibir dan

personal hygiene) (Sukarmin, 2013).

4) Abdomen

a) Inspeksi : Keadaan kulit : warna, elastisitas, kering, lembab, besar dan

bentuk abdomen rata atau menonjol. Jika pasien melipat lutut sampai dada

sering merubah posisi, menandakan pasien nyeri.

b) Auskultasi : Distensi bunyi usus sering hiperaktif selama perdarahan, dan

hipoaktif setelah perdarahan.

c) Perkusi: Pada penderita gastritis suara abdomen yang ditemukan

hypertimpani (bising usus meningkat).


d) Palpasi: Pada pasien gastritis dinding abdomen tegang. Terdapat nyeri

tekan pada regio epigastik (terjadi karena distruksi asam lambung)

(Doengoes, 2014).

5) Integumen

Warna kulit pucat, sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan darah),

kelemahan kulit/membran mukosa berkeringan (menunjukkan status syok,

nyeri akut, respon psikologik) (Doengoes, 2014).

10) Pemeriksaan penunjang

Menurut Priyanto (2009) yang ditemukan pada pasien gastritis, yaitu:

1) Endoscopy

Endoscopy adalah salah satu prosedur pemeriksaan medis untuk melihat

kondisi saluran pencernaan dengan menggunakan alat endoskop yang

merupakan suatu alat yang berbentuk selang elastis dengan lampu dan kamera

optik di ujungnya. Kamera akan menangkap setiap objek yang dituju dan

ditampilkan di monitor. Pada pasien dengan gastriti, pada pemeriksaan

endoscopyakan tampak erosi multi yang sebagian biasanya berdarah dan

letaknya tersebar.

2) Pemeriksaan Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi adalah pemeriksaan dari jaringan

tubuh manusia, dimana jaringan itu dilakukan pemeriksaan dan

pemotongan makroskopis, diproses sampai siap menjadi slideatau preparat

yang kemudian dilakukan pembacaan secara mikroskopis untuk penentuan


diagnosis. Pada pasien gastritis, akan tampak kerusakan mukosa karena erosi

tidak pernah melewati mukosa muskularis.

3) Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium adalah suatu tindakan dan prosedur

pemeriksaan khusus dengan mengambil bahan atau sampel dari pasien dalam

bentuk darah, sputum (dahak), urine (air kencing), kerokan kulit, dan cairan

tubuh lainnya dengan tujuan untuk membantu menegakkan diagnosis

penyakit. Pada klien dengan gastritis kronik, kadar serum vitamin B12 nilai

normalnya 200-1000 Pg/ml, kadar vitamin B12 yang rendah merupakan

anemia megalostatik. Darah lengkap, diperiksa kadar hemoglobin, hematokrit,

trombosit, leukosit, dan albumin.

4) Analisa Gaster

Untuk mengetahui tingkat sekresi HCl, biasanya sekresi HCl

menurun.

5) Gastrocopy

Untuk mengetahui permukaan mukosa (perubahan), mengidentifikasi area

perdarahan dan mengambil jaringan untuk biopsi.

2. Diagnosa Keperawatan

1) Defisit nutrisi b.d. ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien d.d. berat badan

menurun, kram atau nyeri abdomen, nafsu makan menurun, bising usus hiperaktif,

dan membran mukosa pucat. (D.0019)

2) Nyeri akut b.d. inflamasi d.d. mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah, frekuensi

nadi meningkat, dan proses berpikir terganggu. (D.0077)


3) Ansietas b.d. kurang terpapar informasi d.d. merasa khawatir dengan akibat dari

kondisi yang dihadapi, tampak gelisah, dan tampak tegang (D.0080).

3. Rencana Tindakan Dan Rasional

1) Defisit nutrisi b.d. ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien d.d. berat badan

menurun, kram atau nyeri abdomen, nafsu makan menurun, bising usus hiperaktif,

dan membran mukosa pucat. (D.0019)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan

pasien status nutrisi membaik dengan kriteria hasil porsi makan yang dihabiskan

meningkat, nyeri abdomen menurun, berat badan membaik, frekuensi makan

membaik, nafsu makan memmbaik,bising usus membaik, dan membran mukosa

membaik.

1. Manajemen Nutrisi (I. 03119)

 Observasi

 Identifikasi status nutrisi

 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

 Identifikasi makanan yang disukai

 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient

 Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik

 Monitor asupan makanan

 Monitor berat badan

 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

 Terapeutik

 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu


 Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)

 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

 Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

 Berikan suplemen makanan, jika perlu

 Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral

dapat ditoleransi

 Edukasi

 Anjurkan posisi duduk, jika mampu

 Ajarkan diet yang diprogramkan

 Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,

antiemetik), jika perlu

 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis

nutrient yang dibutuhkan, jika perlU

2. Promosi Berat Badan

 Observasi

 Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang

 Monitor adanya mual dan muntah

 Monitor jumlah kalori yang dikomsumsi sehari-hari

 Monitor berat badan

 Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum


 Terapeutik

 Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika perlu

 Sediakan makan yang tepat sesuai kondisi pasien( mis. Makanan

dengan tekstur halus, makanan yang diblander, makanan cair yang

diberikan melalui NGT atau Gastrostomi, total perenteral nutritition

sesui indikasi)

 Hidangkan makan secara menarik

 Berikan suplemen, jika perlu

 Berikan pujian pada pasien atau keluarga untuk peningkatan yang

dicapai

 Edukasi

 Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namuntetap terjangkau

 Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan

2) Nyeri akut b.d. inflamasi d.d. mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah, frekuensi

nadi meningkat, dan proses berpikir terganggu. (D.0077)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan

tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil keluhan nyeri menurun, meringis

menurun, gelisah menurun, frekuensi nadi membaik, dan proses berpikir

membaik.

1. Manajemen nyeri (I.08238)

 Observasi

 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas

nyeri
 Identifikasi skala nyeri

 Identifikasi respon nyeri non verbal

 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan

 Monitor efek samping penggunaan analgetik

 Terapeutik

 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.

TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,

aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,

terapi bermain)

 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,

pencahayaan, kebisingan)

 Fasilitasi istirahat dan tidur

 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi

meredakan nyeri

 Edukasi

 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

 Jelaskan strategi meredakan nyeri

 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri


 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

 Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2. Pemberian Analgetik (I.08243)

 Observasi

 Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,

intensitas, frekuensi, durasi)

 Identifikasi riwayat alergi obat

 Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-narkotika,

atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri

 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik

 Monitor efektifitas analgesik

 Terapeutik

 Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia

optimal, jika perlu

 Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk

mempertahankan kadar dalam serum

 Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon

pasien

 Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak

diinginkan

 Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan efek samping obat

 Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

3) Ansietas b.d. kurang terpapar informasi d.d. merasa khawatir dengan akibat dari

kondisi yang dihadapi, tampak gelisah, dan tampak tegang (D.0080).

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan

tingkat ansietas menurun dengan kriteria hasil verbalisasi khawatir akibat kondisi

yang dihadapi menurun, perilaku gelisah menurun, dan perilaku tegang menurun.

1. Reduksi Anxietas (I.09314)

 Observasi

 Identifikasi saat tingkat anxietas berubah (mis. Kondisi, waktu,

stressor)

 Identifikasi kemampuan mengambil keputusan

 Monitor tanda anxietas (verbal dan non verbal)

 Terapeutik

 Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan

 Temani pasien untuk mengurangi kecemasan , jika memungkinkan

 Pahami situasi yang membuat anxietas

 Dengarkan dengan penuh perhatian

 Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan

 Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan

 Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang

 Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami

 Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan, dan

prognosis

 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu

 Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan

 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi

 Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan

 Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat

 Latih teknik relaksasi

 Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian obat anti anxietas, jika perlu

2. Terapi Relaksasi

 Observasi

 Identifikasi penurunan tingkat energy, ketidakmampuan berkonsentrasi,

atau gejala lain yang menganggu kemampuan kognitif

 Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan

 Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan teknik

sebelumnya

 Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu

sebelum dan sesudah latihan

 Monitor respons terhadap terapi relaksasi

 Terapeutik
 Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan

dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan

 Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik

relaksasi

 Gunakan pakaian longgar

 Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama

 Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau

tindakan medis lain, jika sesuai

 Edukasi

 Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis, relaksasi yang tersedia

(mis. music, meditasi, napas dalam, relaksasi otot progresif)

 Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih

 Anjurkan mengambil psosisi nyaman

 Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi

 Anjurkan sering mengulang atau melatih teknik yang dipilih

 Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. napas dalam,

peregangan atau imajinasi terbimbing )


BAB IV

PENUTUP
4.1. Kesimpulan

Lansia merupakan populasi paling berisiko dengan masalah kesehatan yang kemungkinan

akan berkembang lebih buruk karena adanya faktor - faktor risiko yang memengaruhinya

(Allender et al., 2014). Dalam keperawatan lanjut usia diperlukan pendekatan baik fisik,

psikis, social maupun spiritual. Keperawatan lanjut usia berfokus pada peningkatan

kesehatan (helth promotion), pencegahan penyakit (preventif), mengoptimalkan fungsi

mental, dan mengatasi gangguan kesehatan yang umum.

Gastritis merupakan gangguan system pencernaan yang biasa disebut (maag). Peradangan

yang terjadi pada lambungindividu atau inflamasi yang terjadi pada mukosa lambung, yang

dikenal dimasyarakat sebagai pengertian gastritis (Nurjannah, 2018). Komplikasi teratas

dari gastritis adalah kematian. Penanganan utama gastritis adalah pada mual muntah.

Diagnosa keperawatan utama dari gastritis adalah defisit nutrisi b.d. ketidakmampuan

mengabsorbsi nutrien.

4.2 Saran

Adapun saran yang dapat kelompok sampaikan bagi pembaca, hendaknya dapat

menguasai konsep asuhan keperawatan lansia dan memberikan asuhan keperawatan lansia

dengan benar dan tepat sehingga dapat sesuai dengan evaluasi yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Aminudin. 2015. Mengenal dan mengulangi penyakit Perut: Jakarta CV. Putra Setia.

Angkow, julia. 2014 . faktor –faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Gastritis

Diwilayah Kerja Puskesmas Bahu Kota Manando.

Aspiani, Reni Yudi. 2014. Buku ajar asuhan keperawatan gerontik, jilid 2. Trans

infamedia.

Black, Joycem. 2016. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC

Gustin 2011. Pola makan sehari-hari penderita gastritis.

Hidayat, Alimul aziz. 2018. Pengatar konsep dasar keperawatan. Jakarta: selemba

medika.

Misnadiarly, 2018. Mengenal Penyakit Organ Cerna. Jakarta: Penerbit Pustaka Populer

Obor.

Najib, Bustam. 2015. Manajemen Pegendalian Penyakit Tidak Menular . Jakarta : PT

Rineka cipta

Padmiarson. 2019. 15 Ramuan Penyembuh Maag. Jakarta: Bee Medika Indonesia

Purwanto Hadi 2016 Keperawatan Medical Bedah II

Priyoto. 2015. Perubahan Dalam Perilaku Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu

Wahyu, Andri. 2017. Maag dan Gangguan Pencernaan. Jakarta: PT Sunda

Kelapa Pustaka.

Widjadja. 2019: Tindakan pencegahan, Pengobatan secara Medis Maupun

Tradisional: Jakarta :Bee Media Indonesia.

Wolters, Kluwer. 2018. Kapita Selekta Penyakit. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai