Anda di halaman 1dari 53

KEPERAWATAN GERONTIK ASKEP LANSIA DENGAN GANGGUAN

ASKEP LANSIA DENGAN GANGGUAN PERKEMIHAN

INKONTINENSIA URIN

KELOMPOK 4

1. M. Farid Alfarizi (202107056)

2. M. Nurdin F (202107065)

3. Prajna Paramita P (202107073)

4. Eva Fudiariyanti (202107097)

PROGRAM S1 ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BINA SEHAT PPNI

MOJOKERTO

2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses menua adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,

psikologis, dan sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Menua atau menjadi tua

adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga

tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita

(constantanides, 1994 dalam Bandiyah, 2009). Perubahan yang terjadi pada lanjut usia

diantaranya adalah perubahan sel, penurunan sistem pendengarahan. Sistem

pernafasan, sistem kardiovaskuler, sistem pengaturan temperatur tubuh, sistem

respirasi, sistem gastrointestinal, sistem genitorurinaria, sistem endokrin, sistem kulit,

sistem muskuloskeletal. Penurunan - penurunan terse but memberikan dampak pada

kemampuan lansia dalam melakukan aktifitas sehari-hari/ activity daily livings (ADL)

yang memerlukan perhatian dan bantuan dari keluarga (Neva Wilis, 2018).

Inkontinensia urin merupakan ketidakmampuan seseorang untuk menahan kencing,

dimana masalah kesehatan yang sering muncul pada kasus tersebut ialah pada lansia

yang sering terjadipada wanita. Pada lansia ataupun keluarga biasa nya jarang

melaporkan inkontinensia urin tersebut karena menganggap bahwa masalah tersebut

hal yang memalukan dan menganggap masalah itu hal yang wajar dialami oleh usia

lanjut (Tahlil, 2016).


Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2010, 200 juta jiwa penduduk

dunia mengalami inkontinensia urine. Di Amerika Serikat, jumlah inkontinensia urine

mencapai 13 juta jiwa dengan 85% diantaranya perempuan dan laki laki. Jumlah ini

sebenernya masih sangat sedikit dari kondisi sebenarnya, sebab masih banyak kasus

yang tidak dilaporkan. Di Indonesia jumlah penderita inkontinensia urine meningkat

pada tahun 2000 diperkirakan 5,8% dari jumlah penduduk yang mengalami

inkontinensia urine, tetapi penangananya masih sangat kurang (Hapipah, 2022).

Survei inkontinensia urine yang dilakukan oleh Divisi Geriatri Bagian Ilmu

Penyakit Dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada 208 usia lanjut di lingkungan

Pusat Santunan Keluarga (PUSAKA) di Jakarta (2002) didapatkan angka kejadian

inkontinensia urine tipe stress (Tahlil, 2016).

Menurut Stanley M & Beare G Patricia, (2006) dalam Aspiani, (2014) kapasitas

kandung kemih (vesiko urinaria) yang normal sekitar 300-600 ml. Dengan sensasi

atau keinginan berkemih di antara 150-350 ml. Berkemih dapat ditunda 1-2 jam sejak

keinginan berkemih dirasakan. Keinginan berkemih terjadi pada otot detrusor yang

kontraksi dan sfingter internal serta sfingter eksternal relaksasi, yang membuka uretra.

Pada lansia tidak semua urin dikeluarkan. Pada lansia terdapat residu urin 50 ml atau

kurang dianggap adekuat. Jumlah residu lebih dari 100 ml mengindikasikan retensi

urin. Perubahan lain pada proses penuaan adalah terjadinya kontraksi kandung kemih

tanpa disadari. Pada seorang wanita lanjut usia terjadinya penurunan hormon estrogen

mengakibatkan atropi pada jaringan uretra dan efek dari melahirkan menyebabkan

lemahnya otot-otot dasar panggul.


Permasalahan yang terjadi pada lansia tersebut perlu adanya suatu tindak lanjut

dimana apabila lansia menggalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan

kesehatan di keluarganya, keluarga dapat konsultasi atau meminta bantuan tenaga

keperawatan untuk memecahkan masalah yang dialami anggota keluarganya, sehingga

keluarga dapat bebas dari segala macam penyakit.

1.2 Rumusan Masalah

Pada tugas askep lansia pada masalah inkontinensia urin dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut “bagaimana asuhan keperawatan dan terapi modalitas untuk

mengatasi inkontinensia urin pada lansia ? “

1.3 Tujuan

Penugasan ini bertujuan mengetahui bagaimana asuhan keperawatan lansia dan

terapi modalitas yang cocok pada lansia dengan permasalahan inkontinensia urin.

1.4 Manfaat

Hasil penugasan ini sebagai salah satu untuk memberikan informasi serta

pengetahuan untuk mengetahui “asuhan keperawatan lansia serta terapi modalitas

dengan permasalahan inkontinensia urin”.


BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP DASAR LANSIA

2.1.1 Definisi

Menurut World Health Organization (WHO), lanjut usia adalah seseorang

yang telah memasuki usia 60 keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada

manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok

yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging

Process atau proses penuaan.

Lanjut Usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak

secara tiba-tiba menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah

laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka

mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Dimasa ini lansia akan

mengalami keunduran fisik secara bertahap.

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses menua

Menurut Bandiyah (2009) dikutip Ratnawati (2018) penuaan dapat

terjadi secara fisiologis dan patologis. Penuaan yang dialami oleh manusia

terjadi sesuai dengan kronologis usia. Faktor-faktor yang mempengaruhi

proses tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Hereditas atau Genetik

Kematian sel merupakan seluruh program kehidupan yang

dikaitkan dengan peran DNA dalam mekanisme pengendalian

fungsi sel. Secara genetik, sel perempuan ditentukan oleh sepasang


kromosom X sedangkan laki-laki oleh satu kromosom X.

Kromosom X ini ternyata membawa unsur kehidupan sehingga

perempuan berumur lebih panjang dari pada laki-laki

2. Nutrisi atau Makanan

Nutrisi atau makanan kondisi kurang atau berlebihan nutrisi

dari kebutuhan tubuh mengganggu keseimbangan rekasi kekebalan.

3. Status Kesehatan

Penyakit yang selama ini selalu dikaitkan dengan proses

penuaan, sebenarnya tidak benar-benar disebabkan oleh proses

menua itu sendiri. Penyakit tersebut lebih disebabkan oleh faktor

luar yang merugikan, berlangsung tetap dan berkepanjangan.

4. Pengalaman Hidup

a) Paparan sinar matahari: kulit yang tidak terlindung sinar

matari akan mudah ternoda oleh flek, kerutan, dan menjadi

kusam.

b) Kurang olahraga: Kegiatan olahraga fisik dapat membantu

pembentukan otot dan menyebabkan lancarnya sirkulasi

darah.

c) Mengonsumsi alkohol: alkohol dapat memperbesar

pembuluh darah kecil pada kulit dan menyebabkan

peningkatan aliran darah dekat permukaan kulit.


5. Lingkungan

Proses menua secara biologis berlangsung secara alami dan

tidak dapat dihindari, namun dengan lingkungan yang mendukung

secara positif, status sehat tetap dapat dipertahankan dalam usia

lanjut.

6. Stress

Tekanan hidup sehari-hari dalam lingkungan rumah,

pekerjaan, maupun masyarakat yang tercemin dalam bentuk gaya

hidup akan berpengaruh dalam proses penuaan.

2.1.3 Batasan-batasan lanjut usia

Lanjut usia dibagi oleh sejumlah pihak dalam berbagai klasifikasi

dan batasan.

Menurut WHO Menurut Badan Kesehatan Dunia (World Health

Organization) yang dikatakan lanjut usia tersebut di bagi kedalam tiga

kategori yaitu:

a. Usial lanjut : 60-74 tahun.

b. Usia tua : 75-89 tahun.

c. Usia sangat lanjut : > 90 tahun.

2.1.4 Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia

1) Perubahan Fisik

a. Sistem keseluruhan

Berkurangnya tinggi dan berat badan, bertambahnya fat to

lean body, mass ratio, dan berkurangnya cairan tubuh.


b. Sistem integument

Kulit wajah, leher, lengan, dan tangan menjadi lebih kering

dan keriput karena menurunnya cairan, hilangnya jaringan

adiposa, kulit pucat, dan terdapat bitnik-bintik hitam akibat

menurunnya aliran darah ke kulit, menurunnya sel-sel yang

memproduksi pigmen, kuku jari tangan dan kaki menjadi tebal

serta rapuh. Pada wanita usia lebih dari 60 tahun, rambut wajah

meningkat, rambut menipis, warna rambut kelabu, serta kelenjar

keringat berkurang jumlah dan fungsinya. Fungsi kulit sebagai

proteksi sudah menurun.

c. Sistem muscular

Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang,

pengecilan otot akibat menurunnya serabut otot, namun pada otot

polos tidak begitu terpengaruh.

d. Sistem kardiovaskuler

Massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami

hipertrofi dan kemampuan peregangan jantung berkurang karena

perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan

klasifikasi SA note dan jaringan konduksi berubah menjadi

jaringan ikat. Konsumsi oksigen pada tingkat maksimal

berkurang, sehingga kapasitas paru menurun. Latihan berguna

untuk meningkatkan maksimum, mengurangi tekanan darah, dan

berat badan.
e. Sistem perkemihan

Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal

menurun sampai 50%, filtrasi glomelurus menurun sampai 50%,

fungsi tubulus berkurang akibatnya kurang mampu memekatkan

urine, BJ urine menurun, proteinuria, BUN meningkat, ambang

ginjal terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung kemih

menurun 200 ml karena otot-otot yang melemah, frekuensi

berkemih meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan pada pria

akibat retensi urine meningkat. Pembesaran prostat (75% usia di

atas 65 tahun), bertambahnya aliran darah renal, berkurangnya

osmolalitas urine clearance, berat ginjal menurun 30-50%, jumlah

neufron menurun, dan kemampuan memekatkan atau

mengencerkan urine oleh ginjal menurun.

f. Sistem pernafasan

Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,

menurunnya aktivitas silia, berkurangnya elastisitas paru, alveoli

ukurannya melebar dari biasanya, jumlah alveoli berkurang,

oksigen arteri menurun menjadi 75 mmHg, Co2 pada arteri tidak

berganti, berkurangnya maximal oxygen uptake, dan

berkurangnya reflex batuk.

g. Sistem gastrointestinal
Indera pengecap menurun; adanya iritasi yang kronis, dari

selaput lender, atropi indera pengecap (80%), hilangnya

sensitifitas dari saraf pengecap di lidah terutama rasa tentang rasa

asin, asam dan pahit. Pada lambung, rasa lapar menurun

(sensitifitas lapar menurun), asam lambung menurun, waktu

mengosongkan menurun. Peristaltik lemah dan biasanya timbul

konstipasi. Fungsi absobsi (daya absobsi terganggu). Liver (hati)

makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan dan

berkurangnya aliran darah.

h. Sistem penglihatan

Perubahan sistem penglihatan pada lansia erat kaitannya

dengan presbiopi. Lensa kehilangan elasitas dan kaku. Otot

penyangga lensa lemah, ketajaman penglihatan dan daya

akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang, menurunya

lapang pandang (berkurang luas pandang, berkurangnya

sensitivitas terhadap warna: menurunnya kemampuan

membedakan warna hijau atau biru pada skala dan depth

perception).

i. Sistem pendengaran

Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena

hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telingan dalam,

terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara


yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di

atas umur 65 tahun.

j. Sistem persyarafan

Berkurangnya berat otak sekitar 10-20%, berkurangnya sel

kortikal, reaksi menjadi lambat, kurang sensitive terhadap

sentuhan, berkurangnya aktifitas sel T, bertambahnya waktu

jawaban motorik, hantaran neuron motorik melemah, dan

kemunduran fungsi saraf otonom.

k. Sistem endokrin

Produksi hamper semua hormone menurun, fungsi

parathyroid dan sekresinya tidak berubah, berkurangnya ACTH,

TSH, FSH, dan LH. Menurunnya aktifitas tiroid akibatnya basal

metabolism menurun, menurunnya produksi aldosterone,

menurunnya sekresi hormone gonand (progesterone, esterogen

dan aldosteron) bertambahnya insulin, norefinefrin,

parathormone, vasopressin, berkurangnya tridotironin, dan

psikomotor menjadi lambat.

l. Sistem reproduksi

Selaput lender vagina menurun atau kering, menciutnya

ovarium dan uterus, atrofi payudara, testis masih dapat

memproduksi sperma meskipun adanya penurunan secara


berangsur-angsur dan dorongan seks menetap sampai diatas umur

70 tahun asalkan kondisi kesehatan baik, penghentian produksi

ovum pada saat menopause.

2) Perubahan Kognitif

Menurut Emmelia Ratnawati (2017) faktor-faktor yang

mempemgaruhi perubahan kongnitif antara lain:

a. Perubahan fisik, khususnya organ perasa

b. Kesehatan umum

c. Tingkat pendidikan

d. Keturunan (hereditas)

e. Lingkungan

Pada lansia, seringkali memori jangka pendek, pikiran, kemampuan

berbicara, dan kemampuan motorik terpengaruh. Lansia akan kehilangan

kemampuan dan pengetahuan yang telah didapatkan sebelumnya. Lansia

cenderung mengalami demensia.

3) Perubahan Psikosoial

a. Pensiun Perubahan psikososial yang dialami lansia erat kaitannya

dengan keterbatasan produktivitas kerjanya. Oleh karena itu, seorang

lansia yang memasuki masa-masa pensiun akan mengalami

kehilangan sebagai berikut:

1. Kehilangan finansial (pendapatan berkurang).


2. Kehilangan status atau jabatan pada posisi tertentu ketika

masih bekerja dulu.

3. Kehilangan kegiatan atau aktivitas.

b. Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of

mortality).

c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan

bergerak lebih cepat.

d. Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic

depribation).

e. Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan fisik.

f. Timbulnya kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.

g. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan gambaran diri,

perubahan konsep diri).

2.2 KONSEP DASAR INKONTINENSIA URIN

2.2.1 Definisi

Inkontinensia urin merupakan pengeluaran urin yang tidak terkendali pada

waktu yang tidak dikehendaki dan tidak melihat jumlah maupun frekuensinya,

keadaan ini dapat menyebabkan masalah fisik, emosional, sosial dan kebersihan

(Kurniasari, 2016). Proses berkemih yang normal adalah suatu proses dinamik yang

secara fisiologik berlangsung dibawah kontrol dan koordinasi sistem saraf pusat dan

sistem saraf tepi di daerah sacrum. Sensasi pertama ingin berkemih biasanya timbul

pada saat volume kandung kemih mencapai 150–350 ml. Umumnya kandung kemih

dapat menampung urin sampai kurang lebih 500 ml tanpa terjadi kebocoran.
Frekuensi berkemih yang normal adalah tiap 3 jam sekali atau tidak lebih dari

8 kali sehari (Wahab, 2016). Menurut penelitian Junita, (2013) rata-rata lansia yang

mengalami inkontinensia urin akan berkemih sebanyak 12 kali selama 24 jam.

2.2.2 Etiologi Inkontinensia Urin

Menurut (PPNI, 2017) penyebab inkontinensia urin ialah sebagai

berikut:

1. Penurunan kapasitas kandung kemih

2. Iritasi kandung kemih

3. Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung

kemih

4. Efek tindakan medis dan diagnostic (mis. Operasi ginjal, operasi

saluran kemih, anestesi dan obat-obat an)

5. Kelemahan otot pelvis

6. Ketidakmampuan mengakses toilet (mis.imobilisasi)

7. Hambatan lingkungan

8. Ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi

9. Oulet kandung kemih tidak lengkap (mis. Anomaly saluran kemih

kongenital)

2.2.3 Gejala dan tanda

Subyektif

1. Desakan berkemih
2. Urin menetes (dribbling)

3. Sering buang air kecil

4. Nokturia

5. Mengompol

6. Enuresis

Obyektif

1. Distensi kamdung kemih

2. Berkemih tidak tuntas

3. Volume residu urin meningkat

2.2.4 Patofisiologi

Inkontinensia urin dapat terjadi karena beberapa penyebab, antara lain:

a. Perubahan terkait usia pada sistem perkemihan

Menurut Stanley M & Beare G Patricia, (2006) dalam Aspiani,

(2014) kapasitas kandung kemih (vesiko urinaria) yang normal sekitar

300-600 ml. Dengan sensasi atau keinginan berkemih di antara 150-350

ml. Berkemih dapat ditunda 1-2 jam sejak keinginan berkemih

dirasakan. Keinginan berkemih terjadi pada otot detrusor yang kontraksi

dan sfingter internal serta sfingter eksternal relaksasi, yang membuka

uretra. Pada orang dewasa muda hampir semua urin dikeluarkan saat

berkemih, sedangkan pada lansia tidak semua urin dikeluarkan. Pada

lansia terdpat residu urin 50 ml atau kurang dianggap adekuat. Jumlah

residu lebih dari 100 ml mengindikasikan retensi urin. Perubahan lain


pada proses penuaan adalah terjadinya kontraksi kandung kemih tanpa

disadari. Pada seorang wanita lanjut usia terjadinya penurunan hormon

estrogen mengakibatkan atropi pada jaringan uretra dan efek dari

melahirkan menyebabkan lemahnya otot-otot dasar panggul.

b. Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi

kandung kemih

Menurut Aspiani, (2014) adanya hambatan pengeluaran urin karena

pelebaran kandung kemih, urin terlalu banyak dalam kandung kemih

sehingga melebihi kapasitas normal kandung kemih. Fungsi sfingter

yang terganggu mengakibatkan kandung kemih mengalami kebocoran

ketika bersin atau batuk.


2.2.5 Pathway
2.2.6 Klasifikasi Inkontinensia Urin

Menurut Cameron (2013), inkontinensia urin dapat dibedakan menjadi:

a. Inkontinensia urge

Keadaan otot detrusor kandung kemih yang tidak stabil, di mana otot ini

bereaksi secara berlebihan. Inkontinensia urin ini ditandai dengan

ketidakmampuan menunda berkemih setelah sensasi berkemih muncul,

manifestasinya dapat berupa perasaan ingin berkemih yang mendadak

(urge), berkemih berulang kali (frekuensi) dan keinginan berkemih di

malam hari (nokturia).

b. Inkontinensia stress

Inkontinensia urin ini terjadi apabila urin dengan secara tidak terkontrol

keluar akibat peningkatan tekanan di dalam perut, melemahnya otot

dasar panggul, operasi dan penurunan estrogen. Pada gejalanya antara

lain keluarnya urin sewaktu batuk, mengedan, tertawa, bersin, berlari,

atau hal yang lain yang meningkatkan tekanan pada rongga perut.

c. Inkontinensia overflow

Pada keadaan ini urin mengalir keluar dengan akibat isinya yang

sudah terlalu banyak di dalam kandung kemih, pada umumnya akibat

otot detrusor kandung kemih yang lemah. Biasanya hal ini bisa dijumpai

pada gangguan saraf akibat dari penyakit diabetes, cedera pada sumsum

tulang belakang, dan saluran kemih yang tersumbut. Gejalanya berupa


rasanya tidak puas setelah berkemih (merasa urin masih tersisa di dalam

kandung kemih), urin yang keluar sedikit dan pancarannya lemah.

d. Inkontinensia refleks

Hal ini terjadi karena kondisi sistem saraf pusat yang terganggu,

seperti demensia. Dalam hal ini rasa ingin berkemih dan berhenti

berkemih tidak ada.

e. Inkontinensia fungsional

Dapat terjadi akibat penurunan yang berat dari fungsi fisik dan

kognitif sehingga pasien tidak dapat mencapai ke toilet pada saat yang

tepat. Hal ini terjadi pada demensia berat, gangguan neurologi,

gangguan mobilitas dan psikologi.

2.2.7 Manifestasi Klinis

Menurut Aspiani ( 2014) ada beberapa manifestasi klinis inkontinensia urin,

antara lain :

a. Inkontinensia urge

Gejala dari inkontinensia urge adalah tingginya frekuensi berkemih

(lebih sering dari 2 jam sekali). Spasme kandung kemih atau kontraktur

berkemih dalam jumlah sedikit (kurang dari 100 ml) atau dalam jumlah

besar (lebih dari 500 ml).

b. Inkontinensia stress

Gejalanya yaitu keluarnya urin pada saat tekanan intra abdomen

meningkat dan seringnya berkemih.


c. Inkontinensia overflow

Gejala dari inkontinensia jenis ini adalah keluhan keluarnya urin

sedikit dan tanpa sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh, distensi

kandung kemih.

d. Inkontinensia refleks

Orang yang mengalami inkontinensia refleks biasanya tidak

menyadari bahwa kandung kemihnya sudah terisi, kurangnya sensasi

ingin berkemih, dan kontraksi spasme kandung kemih yang tidak dapat

dicegah.

e. Inkontinensia fungsional

Mendesaknya keinginan berkemih sehingga urin keluar sebelum

mencapai toilet merupakan gejala dari inkontinensia urin fungsional.

2.2.8 Penatalaksanaan Inkontinensia Urin

Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Aspiani (2014) yaitu dengan

mengurangi faktor risiko, mempertahankan homeostatis, mengontrol

inkontinensia urin, modifikasi lingkungan, medikasi, latihan otot pelvis, dan

pembedahan. Dari beberapa hal tersebut, dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Pemanfaatan kartu catatan berkemih

Yang dicatat dalam kartu catatan yaitu waktu berkemih, jumlah urin

yang keluar baik secara normal maupun karena tak tertahan. Banyaknya

minuman yang diminum, jenis minuman yang diminum, dan waktu

minumnya juga dicatat dalam catatan tersebut.


b. Terapi non farmakologi

Terapi ini dilakukan dengan cara mengoreksi penyebab timbulnya

inkontinensia urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih,

diuretik, dan hiperglikemi. Cara yang dapat dilakukan adalah :

1. Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval

waktu berkemih) dilakukan dengan teknik relaksasi dan distraksi

sehingga waktu berkemih 6-7x/hari. Lansia diharapkan mampu

menahan keinginan berkemih sampai waktu yang ditentukan.

Pada tahap awal, diharapkan lansia mampu menahan keinginan

berkemih satu jam, kemudian meningkat 2-3 jam.

2. Promited voiding yaitu mengajari lansia mengenali kondisi

berkemih. Hal ini bertujuan untuk membiasakan lansia berkemih

sesuai dengan kebiasaannya. Apabila lansia ingin berkemih

diharapkan lansia memberitahukan petugas. Teknik ini

dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif.

3. Melakukan latihan otot dasar panggul atau latihan kegel. Latihan

kegel ini bertujuan untuk mengencangkan otot-otot dasar

panggul dan mengembalikan fungsi kandung kemih sepenuhnya

serta mencegah prolaps urin jangka panjang.

c. Terapi farmakologi

Obat yang dapat diberikan pada inkontinensia dorongan (urge) yaitu

antikolenergik atau obat yang bekerja dengan memblokir

neurotransmitter, yang disebut asetilkolin yang membawa sinyal otak


untuk mengendalikan otot. Ada beberapa contoh obat antikolenergik

antara lain oxybutinin, propanteline, dyclomine, flsavoxate, dan

imipramine. Pada inkontinensia tipe stress diberikan obat alfa adregenic

yaitu obat untuk melemaskan otot. Contoh dari obat tersebut yaitu

pseudosephedrine yang berfungsi untuk meningkatkan retensi urethra.

Pada sfingter yang mengalami relaksasi diberikan obat kolinergik

agonis yang bekerja untuk meningkatkan fungsi neurotransmitter

asetilkolin baik langsung maupun tidak langsung. Obat kolinergik ini

antara lain bethanechol atau alfakolinergik antagonis seperti prazosin

untuk menstimulasi kontraksi.

d. Terapi pembedahan

Terapi ini bisa dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan

urge, bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Pada

inkontinensia overflow biasanya dilakukan pembedahan untuk

mencegah retensi urin. Terapi ini biasanya dilakukan terhadap tumor,

batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvis.

e. Modalitas lain

Terapi modalitas ini dilakukan bersama dengan proses terapi dan

pengobatan masalah inkontinensia urin, caranya dengan menggunakan

beberapa alat bantu bagi lansia antara lain pampers, kateter, dan alat

bantu toilet seperti urinal dan bedpan.


2.2.9 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Artinawati (2014) terdapat beberapa pemeriksaan penunjang untuk

masalah inkontinensia urin, antara lain :

a. Urinalis

Spesimen urin yang bersih diperiksa untuk mengetahui penyebab

inkontinensia urin seperti hematuria, piuria, bakteriuria, glukosuria, dan

proteinuria.

b. Pemeriksaan darah

Dalam pemeriksaan ini akan dilihat elektrolit, ureum, kreatinin,

glukosa, dan kalsium serum untuk menentukan fungsi ginjal dan kondisi

yang menyebabkan poliuria.

c. Tes laboratorium tambahan

Tes ini meliputi kultur urin, blood urea nitrogen, kreatinin, kalsium,

glukosa, dan sitologi.

d. Tes diagnostik lanjutan

1. Tes urodinamik untuk mengetahui anatomi dan fungsi saluran kemih

bagian bawah

2. Tes tekanan uretra untuk mengukur tekanan di dalam uretra saat

istirahat dan saat dinamis.

3. Imaging tes untuk saluran kemih bagian atas dan bawah.

e. Catatan berkemih (voiding record)

Catatan berkemih ini dilakukan selama 1-3 hari untuk mengetahui

pola berkemih. Catatan ini digunakan untuk mencatat waktu dan jumlah
urin saat mengalami inkontinensia urin dan tidak inkontinensia urin,

serta gejala yang berhubungan dengan inkontinensia urin.


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA DENGAN INKONTINENSIA

URINE FUNGSIONAL

Kasus

Ny.W berusia 63 tahun dengan BB 76kg ketika datang kerumah sakit Dr. Soetomo dengan

keluhan BAK terus menerus dan tidak bisa ditahan hingga sampai ke toilet. Ny.W mengatakan

kencing sebanyak lebih dari 10 kali dalam sehari,dengan jumlah urine 1000-1500ml. Ny.W juga

mengatakan bahwa dirinya tidak bisa menahan kencingnya untuk sampai ke toilet dan terasa perih

pada area perianalnya. Karena sering mengompol, Ny.W mengaku mengurangi minum dan sering

menahan haus, dan mengalami penurunan BB sebanyak 5kg menjadi 71kg. Ny.W merasa malu

apabila keluar rumah karena mengompol dan bau air kencingnya yang menyengat sehingga hanya

tinggal di dalam rumah. Saat ditanyakan tentang riwayat kehamilan, anak klien mengatakan

bahwa klien memiliki 2 orang anak, dan tidak pernah mengalami keguguran. Anaknya

mengatakan bahwa keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit seperti itu sebelumnya dan

tidak ada penyakit keturunan. Dulunya klien adalah seorang penjahit di rumahnya, namun

beberapa tahun yang lalu sudah tidak lagi bekerja. Setelah dilakukan pemeriksaan awal pada

Ny.W ditemukan membran mukosa kering, turgor kulit kering dan keriput serta lecet-lecet pada

kulitnya. Hasil dari TTVnya adalah TD: 160/90 mmHg, Nadi 90x/menit, RR 19x/menit, dan Suhu

370C.
Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Identitas klien dan penanggung jawab

a. Identitas klien

Nama : Ny. W

Tempat/Tanggal lahir : Solo, 12 Mei 1956

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SMP

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia

Alamat : Jalan Merdeka No. 5

b. Identitas penanggung jawab

Nama : Tn. M

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SMK

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia

Alamat : Jalan Merdeka No. 5

Hubungan dengan klien : Anak kandung

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama
Klien mengatakan BAK terus-menerus, tidak bisa menahannya sehingga mengompol.

b. Riwayat penyakit sekarang

Klien datang kerumah sakit dengan keluhan BAK terus menerus dengan frekuensi

lebih dari 10 kali dalam sehari. Klien tidak bisa menahan kencingnya untuk pergi ke

toilet sampai klien mengompol. Klien mengaku mengurangi minum dan menahan rasa

haus.

c. Riwayat penyakit keluarga

Anak klien mengatakan anggota keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit

seperti itu sebelumnya dan tidak ada penyakit keturunan.

d. Riwayat psikologi

Klien merasa malu jika keluar rumah karena sering mengompol dan bau kencingnya

sangat menyengat.

e. Riwayat kehamilan

Klien memiliki 2 orang anak dan tidal pernah mengalami keguguran.

3. Pola fungsi kesehatan

a. Pola manajemen kesehatan/penyakit

1) Tingkat pengetahuan kesehatan/penyakit

Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit seperti ini.

2) Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan

Klien mengatakan belum berobat kemanapun saat mengalami penyakit ini.

3) Faktor-faktor resiko sehubungan dengan kesehatan

Klien mengatakan tidak tahu penyebab penyakit ini.

b. Pola aktivitas dan latihan


1) Sebelum sakit

Aktifitas 0 1 2 3 4

Makan √

Mandi √

Berpakaian √

Eliminasi √

Mobilisasi di tempat tidur √

Berpindah √

Ambulasi √

Naik tangga √

2) Saat sakit

Aktifitas 0 1 2 3 4

Makan √

Mandi √

Berpakaian √

Eliminasi √

Mobilisasi di tempat √

tidur

Berpindah √

Ambulasi √

Naik tangga √
Keterangan :

0 : Mandiri

1 : Dibantu sebagian

2 : Dibantu orang lain

3 : Dibantu orang lain dan peralatan

4 : Ketergantungan / tidak mampu

Indeks KATZ

Termasuk/katagori mana klien ?

A. Mandiri dalam makan, kontinensia (BAK, BAB), menggunakan

pakaian,pergi ke toilet, berpindah dan mandi.

B. Mandiri semuanya kecuali salah satu saja dari fungsi diatas.

C. Mandiri, kecuali mandi dan satu lagi fungsi yang lain.

D. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, dan satu fungsi yang lain.

E. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu fungsi yang lain.

F. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang

lain.

G. Ketergantungan untuk semua fungsi diatas.

c. Pola istirahat dan tidur

1) Sebelum sakit

a) Klien mengatakan tidur siang ±2 jam dari jam 13.00-15.00 WIB

b) Klien mengatakan tidur malam ±8 jam dari jam 21.00-05.00 WIB

2) Saat sakit

a) Klien mengatakan tidur siang ±2 jam dari jam 13.00-15.00 WIB


b) Klien mengatakan tidur malam ±8 jam dari jam 21.00-05.00 WIB

d. Pola nutrisi dan metabolik

1) Sebelum sakit

a) Klien mengatakan makan 3 x 1 sehari dengan menu nasi dan lauk, habis 1

porsi

b) Klien mengatakan minum 7 – 8 gelas sehari

2) Saat sakit

a) Klien mengatakan makan 3 x 1 sehari dengan menu nasi dan lauk, habis 1

porsi

b) Klien mengatakan minum 4 – 5 gelas sehari

e. Pola eliminasi

1) Sebelum sakit

a) Klien mengatakan BAB normal 1 kali sehari konsisten padat, bau khas dan

warna kecoklatan.

b) Klien mengatakan BAK ± 2 – 6 kali sehari, warnanya kuning bening

2) Saat sakit

a) Klien mengatakan BAB normal 1 kali sehari konsisten padat, bau khas dan

warna kecoklatan.

b) Klien mengatakan BAK ± 9 – 10 kali sehari, warnanya kuning keruh dan bau

urin menyengat.

f. Pola toleransi - koping

1) Sebelum sakit

Klien mengatakan dapat melakukan aktivitas sehari-hari (menjahit).


2) Saat sakit

Klien mengatakan merasa malu jika keluar rumah karena sering mengompol dan

bau kencingnya sangat menyengat.

g. Pola hubungan peran

1) Sebelum sakit

Klien mengatakan bisa berkumpul berbincang dengan keluarga dan tetangganya

dan menjahit.

2) Saat sakit

Klien mengatakan merasa malu untuk berkumpul berbincang dengan

tetanggannya dan sudah tidak bisa menjahit lagi.

h. Pola nilai dan keyakinan

1) Sebelum sakit

Klien mengatakan bahwa ia beribadah 5 waktu sehari.

2) Saat sakit

Klien mengatakan dapat beribadah 5 waktu sehari dan berdoa meminta

kesembuhan oleh ALLAH untuk sabar dan pasrah akan kesembuhannya.

4. Pengkajian fisik

a. Penampakan umum

Keadaan umum Klien tampak sakit sedang, klien tampak

lemas.

Kesadaran Composmentis

BB 71 kg TB : 155 cm

TD:160/90mmHg Suhu:370C RR:19x/ Nadi:90x/


menit menit

b. Kepala dan leher

1) Rambut

a) Inspeksi

Rambut klien tampak bersih, berwarna hitam dan putih dan potongan rambut

pendek.

b) Palpasi

Rambut klien tampak bersih, lembut dan tidak ada nyeri tekan.

2) Mata

a) Inspeksi

Bentuk mata simetris antara kanan dan kiri dan konjungtiva pucat pandangan

kabur dan berkunang-kunang.

b) Palpasi

Tidak ada pembengkakan pada mata.

3) Telinga

a) Inspeksi

Bentuk dan posisi telinga simetris, tidak ada cairan yang keluar seperti nanah

atau darah.

b) Palpasi

Tidak ada nyeri tekan pada telinga.

4) Hidung

a) Inspeksi
Bentuk dan posisi hidung simetris, tidak ada pendarahan dan tanda – tanda

infeksi.

b) Palpasi

Tidak ada nyeri tekan pada hidung.

5) Mulut

a) Inspeksi

Bentuk mulut simetris, lidahnya berwarna putih dan mukosa bibir kering.

b) Palpasi

Tidak ada nyeri tekan pada bagian bibir.

6) Leher

a) Inspeksi

Pada leher terlihat normal dengan gerakan ke kanan dan ke kiri.

b) Palpasi

Tidak ada nyeri tekan pada leher.

7) Dada

a) Inspeksi

Bentuk dada simetris antara kanan dan kiri.

b) Palpasi

Tidak ada benjolan dan nyeri tekan.

c) Perkusi

Tidak ada masalah.

d) Auskultrasi

Bunyi jantung normal.


8) Jantung

a) Inspeksi

Jantung tidak nampak dari luar.

b) Palpasi

Terjadi palpitasi jantung.

c) Perkusi

Tidak dilakukan pemeriksaan.

d) Aukultrasi

Detak jantung takikardi 90x/menit.

9) Abdomen

a) Inspeksi

Tampak simetris, tidak nampak lesi, bersih.

b) Palpasi

Tidak ada nyeri tekan pada abdomen, tidak ada pembesaran hepar.

c) Perkusi

Tidak flatulen.

d) Auskultrasi

Terdengar suara bising usus.

10) Inguinal dan genetalia

a) Inspeksi

Tidak tampak adanya pembengkakan.

b) Palpasi

Tidak ada nyeri tekan.


11) Ekstrimitas

a) Inspeksi

Bagian atas dan bawah tampak simetris, tidak ada deformitas, pergerakan

normal.

b) Palpasi

Tidak ada nyeri tekan pada ekstrimitas atas dan bawah.

c) Kekuatan otot

5 5

5 5

Keterangan :

0 : otot tak mampu bergerak.

1 : jika otot ditekan masih terasa ada kontraksi.

2 : dapat menggerakan otot/bagian yang lemah sesuai perintah.

3 : dapat menggerakan otot dengan tahanan.

4 : dapat bergerak dengan melawan hambatan yang ringan.

5 : bebas bergerak dan dapat melawan hambatan.

c. Penilaian Tingkat Kerusakan pada lansia

Dengan menggunakan SPMSQ (short portable mental status quesioner).

Ajukan beberapa pertanyaan pada daftar dibawah ini :

No Pertanyaan Benar Salah


1. Tanggal berapa hari ini ? 

2. Hari apa sekarang ? 

3. Apa nama tempat ini ? 

4. Dimana alamat anda ? 

5. Berapa umur anda ? 

6. Kapan anda lahir ? 

7. Siapa presiden Indonesia ? 

8. Siapa presiden Indonesia 


sebelumnya ?
9. Siapa nama ibu anda ? 

10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap 


pengurangan 3
Jumlah 5

Interpretasi :

Salah 0 – 3 : Fungsi intelektual utuh

Salah 4 – 5 : Fungsi intelektual kerusakan ringan : 5

Salah 6 – 8 : Fungsi intelektual kerusakan sedang

Salah 9 – 10 : Fungsi intelektual kerusakan berat

c. Penilaian Tingkat Kerusakan pada lansia

Dengan menggunakan SPMSQ (short portable mental status quesioner). Ajukan

beberapa pertanyaan pada daftar dibawah ini :

No Pertanyaan Benar Salah

1. Tanggal berapa hari ini ? 

2. Hari apa sekarang ? 

3. Apa nama tempat ini ? 


4. Dimana alamat anda ? 

5. Berapa umur anda ? 

6. Kapan anda lahir ? 

7. Siapa presiden Indonesia ? 

8. Siapa presiden Indonesia 


sebelumnya ?
9. Siapa nama ibu anda ? 

10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap 


pengurangan 3
Jumlah 5

Interpretasi :

Salah 0 – 3 : Fungsi intelektual utuh

Salah 4 – 5 : Fungsi intelektual kerusakan ringan : 5

Salah 6 – 8 : Fungsi intelektual kerusakan sedang

Salah 9 – 10 : Fungsi intelektual kerusakan berat.


B. Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


1. DS : Kegagalan mekanisme Hipovolemi
- Klien mengatakan regulasi
mengurangi
minum.
- Klien mengatakan
sering merasa
haus.
DO :
- Membran mukosa
kering.
- Turgor kulit
kering.
- TTV :
- TD : 160/90
mmHg.
- N : 90x/menit.
- RR : 19x/menit.
- S : 37°C.
- BB 71kg
- Frekuensi minum
4-5 gelas dalam
sehari.
2. DS : Gangguan fungsi kognisi Inkontinensia urinarius
- Klien mengatakan fungsional
kencing sebanyak
lebih dari 10 kali
dalam sehari.
- Klien mengatakan
bahwa dirinya
tidak bisa menahan
kencing untuk
sampai ke toilet.
DO :
- Klien sering
mengompol.
3. DS : Gangguan turgor kulit Kerusakan integritas kulit
- Klien mengatakan
perih di daerah
perinealnya.
DO :
- Tampak
kemerahan di area
perineal.
- Turgor kulit
kering.

C. Diagnosa Keperawatan

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi.

2. Inkontinensia urinarius fungsional berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif.

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan irigasi kontras oleh urine.


D. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


. keperawatan
1. Kekurangan volume Setelah dilakukan asuhan Jaga intake/asupan yang akurat dan
cairan berhubungan keperawatan selama 1x24 catat output.
dengan kegagalan jam klien mampu
mekanisme regulasi menunjukan hidrasi yang Monitor status hidrasi (misalnya :
adekuat, dengan kriteria : membran mukosa lembab,denyut
1. Keseimbangan intake nadi adekuat, dan tekanan darah
dan output dalam 24 ortostatik.
jam.
2. Turgor kulit elastis. Monitor tanda tanda vital pasien.
3. Kelembapan membran
mukosa.
4. TTV stabil. Monitor makanan/cairan yang
dikonsumsi dan hitung asupan
kalori harian.
Distribusikan asupan cairan salama
24 jam.

2. Inkontinensia Setelah dilakukan asuhan Jaga privasi klien saat berkemih.


urinarius fungsional keperawatan selama 1x24
berhubungan dengan jam klien mampu
Modifikasi pakaian dan lingkungan
gangguan fungsi mengontrol pola berkemih,
untuk mempermudah akses ke
kognitif. dengan kriteria :
toilet.
1. Klien dapat merespon
saat kandung kemih Batasi intake cairan 2-3 jam
penuh dengan tepat sebelum tidur.
waktu.

Instruksikan klien untuk minum


minimal 1500 cc air per hari.
3. Kerusakan integritas Setelah dilakukan asuhan Bantu pasien membersihkan
kulit berhubungan keperawatan selama 1x24 perineum.
dengan irigasi kontras jam klien mampu
oleh urine. menunjukan perbaikan Jaga agar area perineum tetap
keadaan turgor dan kering.
mempertahankan keutuhan
kulit, dengan kriteria : Bersihkan area perineum secara
1. Kulit perianal tetap teratur.
utuh.
Berikan posisi yang nyaman.
2. Urin jernih dengan
sedimen minimal.
Berikan lotion perlindungan yang
tepat (misalnya : zink oksida,
petrolatum).

E. Implementasi dan Evaluasi


No.
Tanggal Implementasi Evaluasi
Dx
23-09-19 1. 1. Menjaga intake/asupan yang akurat dan S :
(07.00 s/d catat output. - Klien mengatakan mengurangi
14.00 - Respon : Klien mengatakan masih minum.
WIB) sering merasakan haus karena intake - Klien mengatakan sering
dibatasi. merasa haus.
2. Memonitor status hidrasi (misalnya :
membran mukosa lembab,denyut nadi O :
adekuat, dan tekanan darah ortostatik. - Membran mukosa kering.
- Respon : - Turgor kulit kering.
- Membran mukosa tampak kering. - TTV :
- Turgor kulit tidak elastis. - TD : 160/90 mmHg
3. Memonitor tanda tanda vital pasien. - N : 90x/menit.
- Respon : - RR : 19x/menit.
- TD : 160/90 mmHg. - S : 37°C.
- N : 90x/menit. - BB 71 kg
- RR : 19x/menit. - Frekuensi minum 4-5 gelas
- S : 37°C. dalam sehari.
4. Berkolaborasi dengan keluarga untuk
mengawasi asupan cairan pasien. A:
- Respon : Keluarga mengatakan pasien Masalah belum teratasi.
sering mengeluh haus.
P:
Intervensi dilanjutkan :
- Menjaga intake/asupan yang
akurat dan catat output.
- Memonitor status hidrasi
(misalnya : membran mukosa
lembab,denyut nadi adekuat,
dan tekanan darah ortostatik.
- Memonitor tanda tanda vital
pasien.
- Berkolaborasi dengan keluarga
untuk mengawasi asupan cairan
pasien.
24-09-19 2. 1. Menjaga privasi klien saat berkemih. S:
(07.00 s/d - Respon : Pasien tampak lebih nyaman - Klien mengatakan frekuensi
14.00 saat sedang berkemih dan tidak pipis masih 10x dalam sehari.
WIB) merasa malu/terganggu dengan orang - Klien mengatakan bahwa
di sekitar. dirinya masih belum bisa
2. Memodifikasi pakaian dan lingkungan menahan pipis untuk sampai ke
untuk mempermudah akses ke toilet. toilet.
- Respon : Klien sudah terlihat lebih
mudah saat akan berkemih. O:
- Tampak masih mengompol.
3. Membatasi intake cairan 2-3 jam
sebelum tidur. A:
- Respon : Klien masih terlihat Masalah belum teratasi.
mengompol tetapi dalam jumlah yang P :
sedikit/jarang. Intervensi dilanjutkan :
4. Menginstruksikan klien untuk minum - Memodifikasi pakaian dan
minimal 1500 cc air per hari. lingkungan untuk
- Respon : Klien mengatakan/tampak mempermudah akses ke toilet.
tidak mengalami dehidrasi karena - Membatasi intake cairan 2-3
output berlebih. jam sebelum tidur.
25-09-19 3. 1. Membantu pasien membersihkan S :
(07.00 s/d perineum. - Klien mengatakan perih pada
14.00 - Respon : Pasien terlihat lebih nyaman area perinealnya.
WIB) jika perenieumnya bersih.
2. Menjaga agar area perineum tetap O :
kering. - Terdapat lecet di area perineal.
- Respon : Pasien tampak sangat
memperhatikan perenieumnya agar A :
tidak lembab/basah. Masalah belum teratasi.
3. Membersihkan area perineum secara
teratur. P:
- Respon : Pasien tampak sering Intervensi dilanjutkan :
mengeluh perih saat sedang - Menjaga agar area perineum
dibersihkan. tetap kering.
4. Memberikan posisi yang nyaman. - Membersihkan area
- Respon : Pasien masih tampak kurang perineum secara teratur
nyaman dan sering berganti/berpindah - Memberikan posisi yang
posisi. nyaman.
5. Memberikan lotion perlindungan yang
tepat (misalnya : zink oksida,
petrolatum).
- Respon : Pasien tampak tidak khawatir
lagi dengan keadaan pereniumnya
setelah diberikan lotion.

BAB IV
TERAPI MODALITAS

Berdasarkan penilitian yang dilakukan dalam jurnal yang berjudul

Effects of Physical Therapy in Older Women with Urinary Incontinence

dijelaskan bahwasannya latihan otot dasar panggung e1ekti1 dalam mengatasi

terjadinya inkontnensia pada wanita lanjut usia. Hal ini ditunjukkan dari 8 hasil

survei menunjukkan bahwasannya 3 diantaranya memilih untuk melakukan

latihan 1isik seperti latihan otot dasar panggul karena memiliki hasil yang

signi1ikan dalam mengatasi kerjadian inkontinensia urin. latihan otot dasar

panggul yang dilakukan dalam jurnal yaitu kegel exercise.

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan senam

kegel yaitu menentukan otot yang tepat, anjurkan klien untuk berkemih/ buang

air kecil terlebih dahulu, pasien dipersilahkan duduk/berbaring diatas

matras/karpet.

Berdasarkan jurnal (Ayu Ismaningsih 2020) yang diambil kelompok

metode dan implementasi dalam melakukan latihan otot dasar panggul ini

dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Teknik Pelaksanaan

Teknik senam kegel yang paling sederhana dan mudah dilakukan

adalah dengan seolah-olah menahan buang air kecil (BAK) atau

kontraksikan otot seperti menahan BAK pertahankan selama 6 detik,

kemudian relaksasikan. Ulangi latihan sebanyak lima kali berturut-turut.

Secara bertahap tingkatkan lamanya menahan BAK 15-20 detik, lakukan

secara serial setidaknya 6-12 kali tiap latihan.


b. Mekanisme Peningkatan Kekuatan Otot Dasar Panggul pada senam

Kegel

Senam kegel adalah latihan yang bertujuan untuk

memperkuat sfingter kandung kemih dan otot dasar panggul, yaitu

otot-otot yang berperan mengatur miksi dan gerakan yang

mengencangkan, melemaskan kelompok otot panggul dan daerah

genital, terutama otot pubococcygeal, sehingga seorang wanita dapat

memperkuat otot-otot saluran kemih.

c. Pemeriksaan dan Pengukuran

Penurunan kekuatan otot dasar panggul yang dapat

menyebabkan inkontinensia urin pada lansia dapat di lakukan dengan

bermacam-macam alat ukur salah satunya skala RUIS (Revised

Urinary Incontinence Scale) adalah skala lima item yang singkat dan

akurat yang dapat digunakan untuk menilai inkontinensia urin dan

memantau hasil pasien setelah terapi. Total skor RUIS kemudian


dihitung dengan menjumlahkan nilai seseorang untuk setiap

pertanyaan dengan total skor 0-16, dari jumlah yang di dapat maka

akan tahu seberapa tingkat keparahan inkontinensia urin, semakin

parah inkontinensia maka otot dasar panggul semakin lemah dan

semakin ringan inkontinensia maka semakin kuat pula otot dasar

panggul.

Keterangan : 0-3 = tidak ada inkontinensia urin (normal) 4-8 = inkontinensia urin

ringan 9-12 = inkontinensia urin sedang 13-16 = inkontinensia urin berat.


Hasil analisis sebelum dan setelah diberikan intervensi pada sampel

didapatkan perubahan peningkatan kekuatan otot dasar panggul dengan

digambarkannya pada skala ruis. Nilai skala ruis pada sampel I didapatkan nilai

15 dengan kategori inkontinensia berat menjadi nilai 10 dengan kategori

inkontinensia sedang. Pada sampel II, evaluasi di awal didapatkan nilai 13 dengan

kategori inkontinensia berat, pada akhir evaluasi didapatkan 10 dengan kategori

inkontinensia sedang. Sampel III pada evaluasi awal didapatkan 15, kategori

inkontinensia berat dan diakhir evaluasi menjadi 9, kategori inkontinensia sedang.

hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan kekuatan otot dasar panggul

dilihat dari penurunan derajat inkontinensia.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Inkontinensia urine adalah ketidak mampuan menahan air kencing. Inkontinensia urin

merupakan salah satu manifestasi penyakit yang sering ditemukan pada pasien geriatri.

Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 15–30% usia lanjut di masyarakat

dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami inkontinensia urin, dan

kemungkinan bertambah berat inkontinensia urinnya 25-30% saat berumur 65-74 tahun.

Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit infeksi saluran

kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan abdomen secara tiba-

tiba. inkontinensia urine dapat terjadi pada pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol

urinari merupakan masalah bagi lanjut usia.

B. Saran

Kami selaku mahasiswa berharap dengan pembuatan paper dalam bentuk makalah ini,

dapat memberikan manfaat dalam proses belaja mengajar. Dan tetap mengharapkan

bimbingan lebih dalam lagi dari para Dosen pembimbing mengenai penyakit “Inkontenensia

Urin”.
Daftar Pustaka

Hapipah, D. (2022). EDUKASI MANAJEMEN INKONTINENSIA URINE PADA LANSIA.

JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (PKM), P-ISSN: 2615-

0921 E-ISSN: 2622-6030 VOLUME 5 NOMOR 4, HAL 1190-1196.

Neva Wilis, N. H. (2018). TUGAS KELUARGA DALAM MENGHADAPI INKONTINENSIA

URINE. Jurnal Keperawatan Malang (JKM), Volume 3, Nomor 1,, 7-15.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

Tahlil, E. M. (2016). INKONTINENSIA URINE DAN KUALITAS HIDUP LANSIA. JIM Fkep

Ayu Ismaningsih, Permata. 2020. “PENGARUH PEMBERIAN SENAM KEGEL UNTUK

MENURUNKAN DERAJAT INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA.” Jurnal Ilmiah

Fisioterapi 03(01): 12–17.

Anda mungkin juga menyukai