INKONTINENSIA URIN
KELOMPOK 4
2. M. Nurdin F (202107065)
MOJOKERTO
2022
BAB 1
PENDAHULUAN
Proses menua adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis, dan sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Menua atau menjadi tua
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(constantanides, 1994 dalam Bandiyah, 2009). Perubahan yang terjadi pada lanjut usia
kemampuan lansia dalam melakukan aktifitas sehari-hari/ activity daily livings (ADL)
yang memerlukan perhatian dan bantuan dari keluarga (Neva Wilis, 2018).
dimana masalah kesehatan yang sering muncul pada kasus tersebut ialah pada lansia
yang sering terjadipada wanita. Pada lansia ataupun keluarga biasa nya jarang
hal yang memalukan dan menganggap masalah itu hal yang wajar dialami oleh usia
mencapai 13 juta jiwa dengan 85% diantaranya perempuan dan laki laki. Jumlah ini
sebenernya masih sangat sedikit dari kondisi sebenarnya, sebab masih banyak kasus
pada tahun 2000 diperkirakan 5,8% dari jumlah penduduk yang mengalami
Survei inkontinensia urine yang dilakukan oleh Divisi Geriatri Bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada 208 usia lanjut di lingkungan
Menurut Stanley M & Beare G Patricia, (2006) dalam Aspiani, (2014) kapasitas
kandung kemih (vesiko urinaria) yang normal sekitar 300-600 ml. Dengan sensasi
atau keinginan berkemih di antara 150-350 ml. Berkemih dapat ditunda 1-2 jam sejak
keinginan berkemih dirasakan. Keinginan berkemih terjadi pada otot detrusor yang
kontraksi dan sfingter internal serta sfingter eksternal relaksasi, yang membuka uretra.
Pada lansia tidak semua urin dikeluarkan. Pada lansia terdapat residu urin 50 ml atau
kurang dianggap adekuat. Jumlah residu lebih dari 100 ml mengindikasikan retensi
urin. Perubahan lain pada proses penuaan adalah terjadinya kontraksi kandung kemih
tanpa disadari. Pada seorang wanita lanjut usia terjadinya penurunan hormon estrogen
mengakibatkan atropi pada jaringan uretra dan efek dari melahirkan menyebabkan
dimana apabila lansia menggalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan
Pada tugas askep lansia pada masalah inkontinensia urin dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut “bagaimana asuhan keperawatan dan terapi modalitas untuk
1.3 Tujuan
terapi modalitas yang cocok pada lansia dengan permasalahan inkontinensia urin.
1.4 Manfaat
Hasil penugasan ini sebagai salah satu untuk memberikan informasi serta
TINJAUAN TEORI
2.1.1 Definisi
yang telah memasuki usia 60 keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok
yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging
Lanjut Usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak
secara tiba-tiba menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah
laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka
mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Dimasa ini lansia akan
terjadi secara fisiologis dan patologis. Penuaan yang dialami oleh manusia
3. Status Kesehatan
4. Pengalaman Hidup
kusam.
darah.
lanjut.
6. Stress
dan batasan.
kategori yaitu:
1) Perubahan Fisik
a. Sistem keseluruhan
serta rapuh. Pada wanita usia lebih dari 60 tahun, rambut wajah
c. Sistem muscular
d. Sistem kardiovaskuler
berat badan.
e. Sistem perkemihan
f. Sistem pernafasan
g. Sistem gastrointestinal
Indera pengecap menurun; adanya iritasi yang kronis, dari
h. Sistem penglihatan
perception).
i. Sistem pendengaran
j. Sistem persyarafan
k. Sistem endokrin
l. Sistem reproduksi
2) Perubahan Kognitif
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (hereditas)
e. Lingkungan
3) Perubahan Psikosoial
mortality).
depribation).
2.2.1 Definisi
waktu yang tidak dikehendaki dan tidak melihat jumlah maupun frekuensinya,
keadaan ini dapat menyebabkan masalah fisik, emosional, sosial dan kebersihan
(Kurniasari, 2016). Proses berkemih yang normal adalah suatu proses dinamik yang
secara fisiologik berlangsung dibawah kontrol dan koordinasi sistem saraf pusat dan
sistem saraf tepi di daerah sacrum. Sensasi pertama ingin berkemih biasanya timbul
pada saat volume kandung kemih mencapai 150–350 ml. Umumnya kandung kemih
dapat menampung urin sampai kurang lebih 500 ml tanpa terjadi kebocoran.
Frekuensi berkemih yang normal adalah tiap 3 jam sekali atau tidak lebih dari
8 kali sehari (Wahab, 2016). Menurut penelitian Junita, (2013) rata-rata lansia yang
berikut:
kemih
7. Hambatan lingkungan
kongenital)
Subyektif
1. Desakan berkemih
2. Urin menetes (dribbling)
4. Nokturia
5. Mengompol
6. Enuresis
Obyektif
2.2.4 Patofisiologi
uretra. Pada orang dewasa muda hampir semua urin dikeluarkan saat
kandung kemih
a. Inkontinensia urge
Keadaan otot detrusor kandung kemih yang tidak stabil, di mana otot ini
b. Inkontinensia stress
Inkontinensia urin ini terjadi apabila urin dengan secara tidak terkontrol
atau hal yang lain yang meningkatkan tekanan pada rongga perut.
c. Inkontinensia overflow
Pada keadaan ini urin mengalir keluar dengan akibat isinya yang
otot detrusor kandung kemih yang lemah. Biasanya hal ini bisa dijumpai
pada gangguan saraf akibat dari penyakit diabetes, cedera pada sumsum
d. Inkontinensia refleks
Hal ini terjadi karena kondisi sistem saraf pusat yang terganggu,
seperti demensia. Dalam hal ini rasa ingin berkemih dan berhenti
e. Inkontinensia fungsional
Dapat terjadi akibat penurunan yang berat dari fungsi fisik dan
kognitif sehingga pasien tidak dapat mencapai ke toilet pada saat yang
antara lain :
a. Inkontinensia urge
(lebih sering dari 2 jam sekali). Spasme kandung kemih atau kontraktur
berkemih dalam jumlah sedikit (kurang dari 100 ml) atau dalam jumlah
b. Inkontinensia stress
sedikit dan tanpa sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh, distensi
kandung kemih.
d. Inkontinensia refleks
ingin berkemih, dan kontraksi spasme kandung kemih yang tidak dapat
dicegah.
e. Inkontinensia fungsional
Yang dicatat dalam kartu catatan yaitu waktu berkemih, jumlah urin
yang keluar baik secara normal maupun karena tak tertahan. Banyaknya
c. Terapi farmakologi
yaitu obat untuk melemaskan otot. Contoh dari obat tersebut yaitu
d. Terapi pembedahan
urge, bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Pada
e. Modalitas lain
beberapa alat bantu bagi lansia antara lain pampers, kateter, dan alat
a. Urinalis
proteinuria.
b. Pemeriksaan darah
glukosa, dan kalsium serum untuk menentukan fungsi ginjal dan kondisi
Tes ini meliputi kultur urin, blood urea nitrogen, kreatinin, kalsium,
bagian bawah
pola berkemih. Catatan ini digunakan untuk mencatat waktu dan jumlah
urin saat mengalami inkontinensia urin dan tidak inkontinensia urin,
URINE FUNGSIONAL
Kasus
Ny.W berusia 63 tahun dengan BB 76kg ketika datang kerumah sakit Dr. Soetomo dengan
keluhan BAK terus menerus dan tidak bisa ditahan hingga sampai ke toilet. Ny.W mengatakan
kencing sebanyak lebih dari 10 kali dalam sehari,dengan jumlah urine 1000-1500ml. Ny.W juga
mengatakan bahwa dirinya tidak bisa menahan kencingnya untuk sampai ke toilet dan terasa perih
pada area perianalnya. Karena sering mengompol, Ny.W mengaku mengurangi minum dan sering
menahan haus, dan mengalami penurunan BB sebanyak 5kg menjadi 71kg. Ny.W merasa malu
apabila keluar rumah karena mengompol dan bau air kencingnya yang menyengat sehingga hanya
tinggal di dalam rumah. Saat ditanyakan tentang riwayat kehamilan, anak klien mengatakan
bahwa klien memiliki 2 orang anak, dan tidak pernah mengalami keguguran. Anaknya
mengatakan bahwa keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit seperti itu sebelumnya dan
tidak ada penyakit keturunan. Dulunya klien adalah seorang penjahit di rumahnya, namun
beberapa tahun yang lalu sudah tidak lagi bekerja. Setelah dilakukan pemeriksaan awal pada
Ny.W ditemukan membran mukosa kering, turgor kulit kering dan keriput serta lecet-lecet pada
kulitnya. Hasil dari TTVnya adalah TD: 160/90 mmHg, Nadi 90x/menit, RR 19x/menit, dan Suhu
370C.
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama : Ny. W
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Nama : Tn. M
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Klien mengatakan BAK terus-menerus, tidak bisa menahannya sehingga mengompol.
Klien datang kerumah sakit dengan keluhan BAK terus menerus dengan frekuensi
lebih dari 10 kali dalam sehari. Klien tidak bisa menahan kencingnya untuk pergi ke
toilet sampai klien mengompol. Klien mengaku mengurangi minum dan menahan rasa
haus.
Anak klien mengatakan anggota keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit
d. Riwayat psikologi
Klien merasa malu jika keluar rumah karena sering mengompol dan bau kencingnya
sangat menyengat.
e. Riwayat kehamilan
Aktifitas 0 1 2 3 4
Makan √
Mandi √
Berpakaian √
Eliminasi √
Berpindah √
Ambulasi √
Naik tangga √
2) Saat sakit
Aktifitas 0 1 2 3 4
Makan √
Mandi √
Berpakaian √
Eliminasi √
Mobilisasi di tempat √
tidur
Berpindah √
Ambulasi √
Naik tangga √
Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Dibantu sebagian
Indeks KATZ
E. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu fungsi yang lain.
F. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang
lain.
1) Sebelum sakit
2) Saat sakit
1) Sebelum sakit
a) Klien mengatakan makan 3 x 1 sehari dengan menu nasi dan lauk, habis 1
porsi
2) Saat sakit
a) Klien mengatakan makan 3 x 1 sehari dengan menu nasi dan lauk, habis 1
porsi
e. Pola eliminasi
1) Sebelum sakit
a) Klien mengatakan BAB normal 1 kali sehari konsisten padat, bau khas dan
warna kecoklatan.
2) Saat sakit
a) Klien mengatakan BAB normal 1 kali sehari konsisten padat, bau khas dan
warna kecoklatan.
b) Klien mengatakan BAK ± 9 – 10 kali sehari, warnanya kuning keruh dan bau
urin menyengat.
1) Sebelum sakit
Klien mengatakan merasa malu jika keluar rumah karena sering mengompol dan
1) Sebelum sakit
dan menjahit.
2) Saat sakit
1) Sebelum sakit
2) Saat sakit
4. Pengkajian fisik
a. Penampakan umum
lemas.
Kesadaran Composmentis
BB 71 kg TB : 155 cm
1) Rambut
a) Inspeksi
Rambut klien tampak bersih, berwarna hitam dan putih dan potongan rambut
pendek.
b) Palpasi
Rambut klien tampak bersih, lembut dan tidak ada nyeri tekan.
2) Mata
a) Inspeksi
Bentuk mata simetris antara kanan dan kiri dan konjungtiva pucat pandangan
b) Palpasi
3) Telinga
a) Inspeksi
Bentuk dan posisi telinga simetris, tidak ada cairan yang keluar seperti nanah
atau darah.
b) Palpasi
4) Hidung
a) Inspeksi
Bentuk dan posisi hidung simetris, tidak ada pendarahan dan tanda – tanda
infeksi.
b) Palpasi
5) Mulut
a) Inspeksi
Bentuk mulut simetris, lidahnya berwarna putih dan mukosa bibir kering.
b) Palpasi
6) Leher
a) Inspeksi
b) Palpasi
7) Dada
a) Inspeksi
b) Palpasi
c) Perkusi
d) Auskultrasi
a) Inspeksi
b) Palpasi
c) Perkusi
d) Aukultrasi
9) Abdomen
a) Inspeksi
b) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada abdomen, tidak ada pembesaran hepar.
c) Perkusi
Tidak flatulen.
d) Auskultrasi
a) Inspeksi
b) Palpasi
a) Inspeksi
Bagian atas dan bawah tampak simetris, tidak ada deformitas, pergerakan
normal.
b) Palpasi
c) Kekuatan otot
5 5
5 5
Keterangan :
Interpretasi :
Interpretasi :
C. Diagnosa Keperawatan
BAB IV
TERAPI MODALITAS
terjadinya inkontnensia pada wanita lanjut usia. Hal ini ditunjukkan dari 8 hasil
latihan 1isik seperti latihan otot dasar panggul karena memiliki hasil yang
kegel yaitu menentukan otot yang tepat, anjurkan klien untuk berkemih/ buang
matras/karpet.
metode dan implementasi dalam melakukan latihan otot dasar panggul ini
a. Teknik Pelaksanaan
Kegel
Urinary Incontinence Scale) adalah skala lima item yang singkat dan
pertanyaan dengan total skor 0-16, dari jumlah yang di dapat maka
panggul.
Keterangan : 0-3 = tidak ada inkontinensia urin (normal) 4-8 = inkontinensia urin
digambarkannya pada skala ruis. Nilai skala ruis pada sampel I didapatkan nilai
inkontinensia sedang. Pada sampel II, evaluasi di awal didapatkan nilai 13 dengan
inkontinensia sedang. Sampel III pada evaluasi awal didapatkan 15, kategori
hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan kekuatan otot dasar panggul
PENUTUP
A. Kesimpulan
Inkontinensia urine adalah ketidak mampuan menahan air kencing. Inkontinensia urin
merupakan salah satu manifestasi penyakit yang sering ditemukan pada pasien geriatri.
Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 15–30% usia lanjut di masyarakat
dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami inkontinensia urin, dan
kemungkinan bertambah berat inkontinensia urinnya 25-30% saat berumur 65-74 tahun.
Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit infeksi saluran
kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan abdomen secara tiba-
tiba. inkontinensia urine dapat terjadi pada pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol
B. Saran
Kami selaku mahasiswa berharap dengan pembuatan paper dalam bentuk makalah ini,
dapat memberikan manfaat dalam proses belaja mengajar. Dan tetap mengharapkan
bimbingan lebih dalam lagi dari para Dosen pembimbing mengenai penyakit “Inkontenensia
Urin”.
Daftar Pustaka
Tahlil, E. M. (2016). INKONTINENSIA URINE DAN KUALITAS HIDUP LANSIA. JIM Fkep