KESEHATAN ALZHEIMER
Dosen pengampu : Ns. Siti Mukarromah, M.Kep., Sp.Kep.Kom
Disusun Oleh:
Kelompok 7
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas izin, rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. makalah ini berjudul
“PERUBAHAN FISIOLOGIS LANSIA PADA SEL YANG MENYEBABKAN MASALAH
KESEHATAN ALZHEIMER” makalah ini kami susun dengan tujuan untuk menambah ilmu
pengetahuan kami dan teman-teman yang lain yang akan membaca makalah ini.
Kami ucapkan Terima Kasih kepada dosen pembimbing keperawatan Gerontik yang telah
membimbing kami dan mengarahkan kami dalam menyusun makalah ini. Kami berharap agar
makalah ini dapat memberikan inspirasi bagi teman-teman dan orang lain yang membaca
makalah ini. Kami juga berharap agar makalah ini menjadi acuan yang baik dan berkualitas.
Demikian, makalah yang kami buat ini dengan segala kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini sangat kami
harapkan. Semoga makalah ini memberikan manfaat dan pengetahuan bagi kami, teman-teman
dan orang lain yang membaca makalah ini.
Penyusun
Kelompok
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bertambahnya usia selalu meninggalkan bekas pada setiap makhluk hidup dan
prinsip ini berlaku bagi semua tingkat oragnisasi (molekul,sel, organ, dan organism).
Manusia selama hidup akan melalui beberapa fase usia mulai dari bayi, anak-anak,
remaja, dewasa hingga lansia, menurut WHO lansia dimulai dari usia 60 tahun. Pada
tahap dewasa tubuh mencapai titik perkembangan yang maksimal dan kemudian mulai
menyusut karena semakin berkurangnya jumlah sel-sel yang ada di dalam tubuh. Selain
itu tubuh akan mengalami penurunan fungsi secara perlahan, inilah yang disebut dengan
proses penuaan (Augusta, 2021).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 29,3 juta penduduk lanjut usia di
Indonesia pada tahun 2021. Angka ini setara dengan 10,82% dari total penduduk di
Indonesia. Sedangkan di Kalimantan Timur kurang lebih 200 ribu penduduk lanjut usia
atau setara 5,365% dari total penduduk di Kalimantan Timur pada tahun 2022.
Khususnya di Samarinda kurang lebih 10 ribu penduduk lanjut usia atau setara dengan
5,01% dari total penduduk di Samarinda.
Bertambahnya usia akan menyebabkan tejadinya penurunan fungsi organ tubuh
dan perubahan fisik baik tingkat seluler, jaringan dan organ maupun sistem karena proses
penuaan. Sel adalah suatu penyusun yang ada di tubuh manusia, seiring berjalannya usia
regenerasi sel dalam tubuh akan mengalami penurunan, sehingga akan nampak
perubahan-perubahan secara fisik di fase lansia. Proses penuaan pada setiap orang
berbeda-beda, pada umumnya terjadi setelah pertumbuhan dan perkembangan sudah
mencapai puncak. Biasanya tanda-tanda proses penuaan dimulai dari usia 25-30 tahunan
dan gejala yang paling terlihat jelas pada usia 50 tahun ke atas (Okta Putri,2019).
Lansia memiliki kondisi fisik yang rentan terhadap penyakit salah satu penyakit
yang ada pada lansia yang dikarenakan kerusakan sel adalah Alzheimer. Diatas usia 65
tahun merupakan salah satu faktor yang berisiko mengidap Alzheimer, dimana sel-sel
otak terganggu akibat pengendapan protein amiloid dan protein tau. Menurut WHO 2017
penderita Alzheimer di dunia mencapai 50 juta jiwa atau setara 46,8%, sedangkan di
Indonesia penderita Alzheimer diperkirakan ada sekitar 1.2 juta orang dengan demensia
pada tahun 2016, yang akan meningkat menjadi 2 juta di 2030 dan 4 juta orang pada
tahun 2050.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah pada makalah ini yaitu :
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan pada para pembaca
khususnya lansia. Agar para lansia dapat mencegah terjadinya Alzheimer.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Lanjut Usia
a. Definisi Lanjut Usia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua
bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan
tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh, seperti didalam
Undang-Undang No 13 tahun 1998 yang isinya menyatakan bahwa pelaksanaan
pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi
sosial masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup makin meningkat,
sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak diantara lanjut usia yang masih
produktif dan mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia pada hakikatnya
merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa (Kholifah, 2016).
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari
suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan,
yaitu anak, dewasa dan tua.
Lanjut usia (lansia) menurut World Health Organization (WHO) adalah seseorang
yang usianya mencapai 60 tahun keatas. Sutikno, 2015 mengemukakan lansia adalah
kelompok usia yang sensitif mengalami perubahan yang diakibatkan proses penuaan.
Proses penuaan tersebut akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada lansia, salah
satu permasalahannya adalah adanya perubahan fisiologis yang akan berdampak pada
masalah psikolog (kesehatan mental)(Augusta, 2021).
b. Batasan Lansia
Menurut organisasi kesehatan dunia WHO Lanjut usia meliputi :
1) Usia Pertengahan (middle Age) = Usia 45-59 tahun
2) Usia Lanjut (elderly) = Usia 60-74 tahun
3) Usia Lanjut Tua (old) = Usia 75-90 tahun
4) Usia Sangat Tua (very old) = Usia Diatas 90 tahun
c. Gambaran Kondisi Lansia Secara Fisiologis
1) Adanya perubahan pada kulit : seperti kulit wajah, leher, lengan, dan tangan
menjadi lebih kering dan keriput. Kulit dibagian bawah mata berkantung dan
lingkaran hitam dibawah mata menjadi lebih jelas dan permanen. Selain itu
warna merah kebiruan sering muncul disekitar lutut dan tengah tengah
tengkuk. Rambut rontok, dan warna yang berubah menjadi putih, kering dan
juga tidak mengkilap.
2) Peribahan pada otot : otot orang yang berusia madya menjadi lembek dan
mengendur disekitar dagu, lengan bagian atas dan perut.
3) Perubahan pada persendian : masalah pada persendian terutama pada bagian
tungkai dan lengan yang membuat mereka jadi agak sulit berjalan.
4) Perubahan pada gigi : gigi menjadi kering, patah, dan tanggal sehingga lansia
kadang-kadang menggunakan gigi palsu.
5) Perubahan pada mata : mata terlihat kurang bersinar dan cenderung
mengeluarkan kotoran yang menumpuk disudut mata, kebanyakan menderita
presbiopi, atau kesulitan melihat jarak jauh, menurunnya akomodasi karena
penurunan elastisitas mata.
6) Perubahan pada telinga : fungsi pendengaran sudah mulai menurun, sehingga
tidak sedikit yang menggunakan alat bantu pendengaran.
7) Perubahan pada sistem pernafasan : nafas menjadi lebih pendek dan sering
tersenggal-senggal hal ini kibat penurunan kapasitas total paru-paru, residu
volume paru dna konsumsi oksigen nasal, ini akan menurunkan fleksibilitas
dan elastisitas paru.
d. Proses Penuaan
Proses menua bukan merupakan suatu penyakit, melainkan suatu masa
atau tahap hidup manusia, yaitu; bayi, kanak-kanak, dewasa, tua, dan lanjut usia,
yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya
terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini
disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta
sistem organ. Orang mati bukan karena lanjut usia tetapi karena suatu penyakit,
atau juga suatu kecacatan (Indrayani, 2018)
Akan tetapi proses menua dapat menyebabkan berkurangnya daya tahan
tubuh dalam nenghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Sebenarnya
tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa penampilan seseorang mulai
menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda, baik
dalam hal pencapain puncak maupun menurunnya.
Faktor yang dapat mempengaruhi proses penuaan tersebut dapat dibagi
atas dua bagian. Pertama, faktor genetik , yang melibatkan perbaikan DNA,
respons terhadap stres, dan pertahanan terhadap antioksidan. Kedua faktor
lingkungan , yang meliputi bahan-bahan kimia. Kedua faktor tersebut akan
mempengaruhi aktivitas metabolisme sel yang akan menyebabkan terjadinya stres
oksidasi sehingga terjadi kerusakan pada sel yang menyebabkan terjadinya proses
penuaan.
Menurut Siti Bandiyah (2009) penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan
patologis. Penuaan yang terjadi sesuai dengan kronologis usia. Faktor yang
memengaruhi yaitu hereditas atau genetik, nutrisi atau makanan, status kesehatan,
pengalaman hidup, lingkungan, dan stres.
1. Hereditas atau Genetik
Kematian sel merupakan seluruh program kehidupan yang dikaitkan
dengan peran DNA yang penting dalam mekanisme pengendalian fungsi
sel. Secara genetik, perempuan ditentukan oleh sepasang kromosom X
sedangkan laki-laki oleh satu kromosom X. Kromosom X ini ternyata
membawa unsur kehidupan sehingga perempuan berumur lebih panjang
daripada laki-laki.
2. Berlebihan atau kekurangan mengganggu keseimbangan reaksi kekebalan.
3. Penyakit yang selama ini selalu dikaitkan dengan proses penuaan,
sebenarnya bukan disebabkan oleh proses menuanya sendiri, tetapi lebih
disebabkan oleh faktor luar yang merugikan yang berlangsung tetap dan
berkepanjangan.
4. Pengalaman Hidup
a) Paparan sinar matahari: kulit yang tak terlindung sinar matahari akan
mudah ternoda oleh flek, kerutan, dan menjadi kusam.
b) Kurang olahraga: olahraga membantu pembentukan otot dan
menyebabkan lancarnya sirkulasi darah.
c) Mengonsumsi alkohol: alkohol dapat memperbesar pembuluh darah
kecil pada kulit dan menyebabkan peningkatan aliran darah dekat
permukaan kulit.
5. Lingkungan
Proses menua secara biologik berlangsung secara alami dan tidak dapat
dihindari, tetapi seharusnya dapat tetap dipertahankan dalam status sehat.
6. Stress
Tekanan kehidupan sehari-hari dalam lingkungan rumah, pekerjaan,
ataupun masyarakat yang tercermin dalam bentuk gaya hidup akan
berpengaruh terhadapap proses penuaan.
2. Sitoplasma
Sitoplasma merupakan cairan koloid encer yang mengisi ruang di antara
nukleus dan membran sel. Plasma mengandung 80-90% air dan berbagai zat yang
terlarut di dalamnya.
a) Bahan-bahan yang terdapat dalam plasma
1) Bahan anorganik yaitu: garam, mineral, air, oksigen, karbondioksida, dan
amoniak.
2) Bahan organik yaitu: karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan asam nukleat
berupa asam ribosom nukleat (RNA).
3) Aparatus sel atau organel sel yang terdiri atas ribosom, retikulum
endoplasma, mitokondria, sentrosom, aparatus golgi, dan lisosom.
b) Fungsi Sitoplasma
Berfungsi sebagai tempat kegiatan metabolisme sel oleh organel-organel
sitoplasma. Peran utam sebagai produksi panas. Keseimbangan sel dan sintesis
protein.
1) Ribosom. yaitu butiran halus yang melekat pada endoplasma yang tersebar
mengapung dala plasma.Fungsinya sebagai tempat sintesis protein yang
mengandung ARN.Ribosom menghasill protein untuk bahan sel itu sendiri
2) Retikulum endoplasma, yaitu saluran halus yang berbelok-belok dalam
plasma. Kelok berupa sekat-sekat untuk membuat suatu zat atau
menghasilkan energi untuk kegiatan sel yan memanfaatkan untuk suatu inti
plasma tertentu sehingga efisien dan efektif.
3) Mitokondria, yaitu pusat tenaga bagi sel karena menyaring energi dari zat
gizi.
4) Sentrosom, yaitu suatu badan yang terletak di tengah sel. Mengandung
sentriol yang berfung untuk membelah sel. Dalam kedaan istirahat, pada sel
yang sudah dewasa sentriom tidak berfung sama sekali.
5) Aparatus golgi. Terletak dekat inti sel berhubungan dengan selaput sel,
bentuknya berupa lempen cembung tersusun atas gelembung-gelembung
yang berdinding dan tidak memiliki ribosom pad permukaannya. Aparatus
golgi berfungsi untuk mengatur zat keluar sel dan membantu sintesi
karbohidrat, kemudian menggabungkannya dengan protein untuk
membentuk glikoprotein.
6) Lisosom. Lisosom menghasilkan sistem pencernaan intrasel yang berfungsi
membuang zat-za dari struktur yang rusak atau zat asing yang
membahayakan, seperti bakteri. Dalam keadaa tidak aktif, lisosom
berbentuk bulat atau lonjong dengan diameter 0.4 u. Lisosom dibungkus
oleh membran yang halus.
3. Inti Sel
Inti sel sebagai pusat pengawasan sel, fungsinya mengawasi reaksi kimia yang
terjadi dalam sel dar reproduksi sel. Tiap-tiap inti sel menerima satu dari dua
pasang gen. Fungsi inti sel mengatur pembelahar sel (pada sel yang sedang
membelah diri) dan memproduksi ribosom bersama asam nukleat yang disebu ARN
ribosom. Inti sel juga mengandung enzim berupa DNA polimerase (enzim dalam sel
darah putih dan enzim yang digunakan dalam proses glikolisis. Inti dari inti sel atau
dikenal sebagai nukleolus merupakan suatu struktur protein sederhana yang
mengandung ARN (asam ribonukleat) dalam jumlah yang besar. Nukleolus akan
membesar bila sel secara aktifmenyintesis protein.
4. Kromatin
Kromatin adalah jalinan benang-benang halus dalam plasma inti, benang ini
berpilin longgar diselaputi oleh protein. Sel mengalami pembelahan kromatin
memendek dan membesar yang disebut kromosom. Kromosom terdiri atas serat-
serat (fibril) halus yang dibentuk oleh dua macam molekul asam deoksiribosa
nukleat (DNA) dan protein berupa histon(Syaifuddin, 2016).
c. Anatomi otak
Otak terletak dalam rongga cranium , terdiri atas semua bagian system saraf pusat
(SSP) diatas korda spinalis. Secara anatomis terdiri dari cerebrum cerebellum, brainstem,
dan limbic system (Derrickson &Tortora, 2013). Otak merupakan organ yang sangat
mudah beradaptasi meskipun neuron-neuron telah di otak mati tidak mengalami
regenerasi, kemampuan adaptif atau plastisitas pada otak dalam situasi tertentu bagian-
bagian otak mengambil alih fungsi dari bagianbagian yang rusak. Otak belajar
kemampuan baru, dan ini merupakan mekanisme paling penting dalam pemulihan stroke
( Feign, 2006).
Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan sistem
saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla spinalis. Sistem saraf
disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari SST adalah menghantarkan
informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh lainnya (Noback dkk, 2005).
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen bagiannya adalah:
1) Cerebrum
Bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer kanan dan kiri dan
tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus (celah) dan girus (Ganong,
2003).
Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a) Lobus Frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi,
seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di hemisfer
kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini mengandung pusat pengontrolan
gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer) dan terdapat area
asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang
mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku
sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves dkk, 2004).
b) Lobus Temporalis
Mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura
laterali dan sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis (White, 2008).
Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran
dan berperan dlm pembentukan dan perkembangan emosi.
c) Lobus parietalis
Lobus parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus
postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran (White,
2008).
d) Lobus oksipitalis
Lobus Oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari
nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain
& memori (White, 2008).
e) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi dan
bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas
susunan endokrin dan susunan otonom (White, 2008).
2) Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak neuron
dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi yang penting
dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori yang diterima,
inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan output. Cerebellum merupakan pusat
koordinasi untuk keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot
volunter secara optimal (Purves, 2004).
3) Brainstem
Berfungsi mengatur seluruh proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan
dengan diensefalon diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya. Struktur-struktur
fungsional batang otak yang penting adalah jaras asenden dan desenden traktus
longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan
12 pasang saraf cranial.
d. Proses Penuaan Sel
Pada saat mencapai usia 25-35 tahun. Pada masa ini produksi hormon mulai
berkurang (mulai penurunan produksi). Pada tahap ini, sebagian besar hormon dalam
tubuh mulai menurun, yaitu hormon testosteron, hormon pertumbuhan, dan hormon
estrogen. radikal bebas, yang dapat merusak sel dan DNA, mulai memengaruhi tubuh.
Polusi udara, diet yang tak sehat dan stres merupakan serangan radikal bebas yang
dapat merusak sel-sel tubuh(Tamtomo, 2016)
Proses menjadi tua ditentukan oleh kesalahan sel genetik DNA dimana sel genetik
memperbanyak diri (ada yang menua disebabkan kesalahan yang beruntun dalam
jangka waktu yang lama dalam transkripsi dan translasi. Hal tersebut menyebabkan
enzim yang salah dan mengakibatkan metabolisme yang salah sehingga mengurangi
fungsi sel, walaupun dalam batas tertentu kesalahan dalam pembentukan RNA dapat
diperbaiki, namun kemampuan memperbaiki diri terbatas pada transkripsi yang tentu
akan menyebabkan kesalahan sintesis protein atau enzim yang dapat menyebabkan
metabolit berbahaya Bila juga terjadi kesalahan pada tranlasi maka kesalahan yang
terjadi juga semakin banyak(Tamtomo, 2016)
Penuaan sel merupakan fenomena alami tubuh di mana sel berhenti membelah.
Pada keadaan normal, sel yang berhenti membelah akan mengeluarkan sinyal yang
diterima sel imun. Sehingga, sistem imunitas akan membantu mematikan sel tersebut
melalui mekanisme apoptosis. Penuaan seluler merupakan istilah yang diberikan
kepada sel yang tidak lagi mengalami pembelahan, tapi tidak mengalami kematian
sel. Peristiwa ini seringkali berukuran lebih besar dari ukuran normal dan
mensekresikan molekul yang bersifat toksik bagi sel sehat di sekitarnya. Suatu sel
dapat menjadi senescent cells (sel tua) ketika telomer memendek dan adanya
kerusakan DNA dalam sel.
Seiring bertambahnya usia, sistem imunitas mengalami penurunan kemampuan
untuk membersihkan sel tua. Penumpukan jumlah sel tua akan meningkatkan sinyal
yang dapat memicu inflamasi dalam tubuh, dan menjadi faktor risiko penyakit lain.
Menurut Barker dan Petersen (2018), sel penuaan dapat mengeluarkan molekul yang
dapat melukai sel di sekitarnya. Molekul tersebut antara lain reactive oxygen species
(ROS), sitokin, protease, chemokines, dan growth factors yang dikenal dengan
senescence-associated secretory phenotype (SARS).
Molekul-molekul dari sel penuaan dapat merusak sel dengan cara menghambat
regenerasi sel, meningkatkan inflamasi sel, menjadi agen angiogenesis (pembentukan
pembuluh darah baru) pada sel tumor atau menjadi agen proliferasi sel tumor. Proses
penuaan sel atau aging cell merupakan suatu proses yang secara alami akan dialami
oleh setiap makhluk hidup atau organisme. Proses ini pasti akan terjadi namun kita
tidak tahu kapan dimulainya. Gejala-gejala yang bisa diketahui adalah mulai
munculnya kemunduran fungsi organ. Proses ini merupakan keadaan yang terjadi
secara normal dan tidak bisa dihindari. Tahap tua adalah di mana banyak sel organ
tubuh menjadi rusak dan bahkan tidak bisa bekerja lagi dan proses penuaan ini
mengenai semua organ tubuh.
Penuaan sel merupakan perubahan-angsur dari struktur setiap organisme yang
terjadi dengan berlalunya waktu, bukan karena penyakit atau kecelakan lain dan
akhirnya sampai pada peningkatan kemungkinan kematian karena organisme itu
bertambah tua. Penurunan jumlah fungsi sel menurun secara progresif. Fosforilasi
oksidatif mitokondria menurun, seperti sintesis struktur protein, enzimatik dan
reseptor. Sel yang mengalami proses penuaan memiliki kapasitas untuk mengambilan
nutrien dan perbaikan kerusakan kromosom yang berkurang. Perubahan morfologik
pada sel yang menua meliputi ketidakaturan inti, bervakuola pleomorfik,
pengurangan retikulum endoplasma, dan penyimpangan aparatus golgi. Secara
bersamaan, terdapat akumulasi pigmen lipofuscin (yang memiliki ketahanan oksidatif
dan membran sel), protein yang terlipat abnormal dan produk akhir silang dengan
protein yang berdekatan. Walaupun terdapat banyak teori, jelas bahwa proses
penuaan sel adalah multifaktorial. Proses itu melibatkan efek penciptaan, baik siklus
jam molekuler intrinsik dari sel maupun stresor ekstrinsik dari lingkungan sel
(kerusakan sel).
Menurut teori stres oksidatif, ketidakseimbangan dan kegagalan pengaturan reaksi
oksidasi-reduksii atau redoks di dalam sel bertanggung jawab terhadap rusaknya
keseimbangan secara oksidatif di dalam sell yang terwujud pada proses penuaan.
Proses penuaan berlangsung ketika sel-sel dirusak oleh serangan terus menerus
partikel kimia-radikal bebas yang menumpuk dari tahun ke tahun yang pada akhirnya
memunculkan berbagai penyakit kemunduran fungsi organ atau penyakit degeneratif.
Mekanisme perusakan sel oleh radikal bebas yaitu terjadinya peroksidasi (auto
oksidasi) asam lemak tidak jenuh yang mengandung ikatan rangkap yang diselingi
oleh metilen pada komponen fosfolipid membran sel. Reaksi perioksidasi adalah
reaksi berantai yang menghasilkan kembali radikal bebas, sehingga terjadi reaksi
peroksidasi asam lemak tidak jenuh pada fosfolipid membran sel berikutnya.
Akibatnya fluiditas dan permeabilitas lipid membran sel akan menurun. Penurunan
ini akan menyebabkan terjadinya penurunan pengikatan insulin oleh reseptor insulin,
serta penurunan aktivitas enzim Na+/K+ ATPase sehingga akan memicu penurunan
sistem transpor aktif glukosa dan asam amino serta peningkatan kadar insulin plasma.
Akibatnya kecepatan produksi energi sel dan biosontesis makromolekul sel dan unit-
unit pembangunan lainnya juga menurun(Aizah, 2017).
C. Data Kuantitatif Dari Perubahan Sel Pada Lansia
Keberhasilan pembangunan adalah cita-cita suatu bangsa yang terlihat dari
peningkatan taraf hidup dan umur harapan hidup (UHH) atau angka harapan hidup
(AHH). Namun peningkatan UHH ini dapat mengakibatkan terjadinya transisi
epidemiologi dalam bidang kesehatan akibat meningkatnya jumlah angka kesakitan
karena penyakit degeneratif. Perubahan struktur demografi ini diakibatkan oleh
peningkatan populasi lansia dengan menurunnya angka kematian serta penurunan jumlah
kelahiran (Rinawati & Wulandari, 2020).
Lansia memiliki kondisi fisik yang rentan terhadap penyakit salah satu penyakit
yang ada pada lansia yang dikarenakan kerusakan sel adalah Alzheimer. Diatas usia 65
tahun merupakan salah satu faktor yang berisiko mengidap Alzheimer, dimana sel-sel
otak terganggu akibat pengendapan protein amiloid dan protein tau. Menurut WHO 2017
penderita Alzheimer di dunia mencapai 50 juta jiwa atau setara 46,8%, sedangkan di
Indonesia penderita Alzheimer diperkirakan ada sekitar 1.2 juta orang dengan demensia
pada tahun 2016, yang akan meningkat menjadi 2 juta di 2030 dan 4 juta orang pada
tahun 2050.
Pada tahun 2022 sendiri Terdapat sekitar 50 juta pasien dengan penyakit
Alzheimer di seluruh dunia. Angka tersebut diperkirakan meningkat 2 kali lipat setiap 5
tahun. Prevalensi penyakit Alzheimer dilaporkan lebih tinggi pada negara berpenghasilan
tinggi dibandingkan negara berpenghasilan lebih rendah seperti Indonesia dan negara-
negara Afrika. Jepang merupakan negara yang dilaporkan memiliki prevalensi tertinggi,
dengan 3079 kasus per 100,000 populasi. Kematian yang berkaitan dengan dementia
sendiri diperkirakan akan meningkat dari 2,4 juta per tahun menjadi 5,8 juta pada tahun
2040. Meski tidak berbeda bermakna, perempuan dilaporkan lebih banyak terkena
penyakit Alzheimer dibandingkan laki-laki.
Di Indonesia Estimasi penderita dementia di Indonesia pada tahun 2019 sebesar
987.673 dan diperkirakan akan meningkat terus menjadi 3.399.285 pada tahun 2050. Hal
ini diperkirakan berkaitan dengan peningkatan jumlah penduduk lansia dari 18 juta jiwa
pada tahun 2010 menjadi 25,9 juta jiwa pada tahun 2019. Oleh karena itu, diperkirakan
angka penderita Alzheimer pun meningkat setiap tahunnya.
Dementia merupakan penyebab paling umum kematian pada usia lanjut. Di
Amerika Serikat, berdasarkan survei Medicare dari 22.896 dewasa berusia 65 tahun ke
atas, dementia merupakan penyebab kematian kedua terbanyak setelah gagal jantung.
Pada dasarnya, pasien tidak meninggal secara langsung karena penyakit Alzheimer,
namun disebabkan oleh kerentanan terhadap penyakit lain yang timbul sebagai
konsekuensi Alzheimer, seperti infeksi dan jatuh. Sebuah tinjauan sistematik
menunjukkan bahwa angka harapan hidup rata-rata pasien Alzheimer setelah terdiagnosis
adalah 5,8 tahun.
D. Prioritas Masalah Fungsi Sel Pada Lansia
Dari ditemukannya data kuantitatif di atas dapat disimpulkan masalah utama
kesehatannya adalah alzheimer. Gejala yang biasa muncul pada penderita alzheimer
biasanya lebih sering bingung dan melupakan informasi yang baru dipelajari, diorintasi
tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan baik, bermasalah dalam melaksanakan
tugas rutin, mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian misalnya mudah
tersinggung, mudah menuduh ada yang mengambil barangnya bahkan menuduh
pasangannya tidak setia lagi/selingkuh.
Penyebab alzheimer pada lansia yang paling sering ditemukan adalah
penumpukan protein pada otak yang menghambat nutrisi masuk ke sel otak atau neuron
sehingga sel-sel dalam otak mati lebih cepat dari waktunya, sehingga informasi yang
harusnya tersampaikan dan diproses dalam otak menjadi hilang. Ketika neuron rusak, sel
otak kehilangan koneksi satu sama lain hingga akhirnya mati. Ada dua protein otak yang
menjadi penyebab utama Alzheimer yaitu Beta-amiloid dan Neurofibril.
Gaya hidup saat masih muda juga menjadi faktor penyebab lansia mengidap
demensia alzheimer, seperti kurang olahraga, mengkonsumsi makanan tidak sehat,
minum-minuman alkohol dan merokok. Jenis kelamin juga dapat meningkatkan resiko
lansia terkena alzheimer, wanita lebih beresiko tinggi terkena alzheimer ini dikarenakan
wanita lebih banyak yang bertahan hingga usia lanjut, dan yang kedua wanita lanjut usia
akan mengalami menopause, saat menopause kadar estrogen dalam tubuh akan menurun.
Estrogen dapat memberikan perlindungan pada aliran darah termasuk aliran darah ke
otak, disaat estrogen menurun maka perlindungan dalam darah akan menurun(Andesty &
Syahrul, 2019)
E. Proses Menua Yang Menyebabkan Alzheimer
a. Pengertian penyakit alzheimer
Penyakit Alzheimer (AD) kadang disebut sebagai demensia degeneratif primer
atau demensia senile jenis Alzheimer (SDAT). Penyakit ini menyebabkan sedikitnya
50% semua demensia yang diderita lansia. Kondisi ini merupakan penyakit
neurologis degeneratif, priogresif, ireversibel, yang muncul tiba-tiba dan ditandai
dengan penurunan bertahap fungsi kognitif dan gangguan perilaku efek.
Penyakit Alzheimer ini bukan merupakan penyakit yang hanya diderta oleh
lansia. Pada 1 % sampai 10% kasus, awitannya pada usia baya dan karenanya disebut
demensia awitan-dini. Penyakit Alzheimer juga di definisikan sebagai penyakit
degenerasi neouron kolinergik yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang
terutama menyerang orang di atas 63 tahun. Penyakit ini di tandai dengan hilangnya
ingatan dan fungsi kognitif secara progresif.
b. Penyebab alzheimer
Penyebab yang pasti belum diketahui, beberapa alternative penyebab yang telah
dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament,
predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari
degerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan
gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya
defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian
selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolism
energy, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang
non spesifik. Penyebab degenerasi neuron kolinergik pada penyakit Alzheimer tidak
diketahui. Sampai sekarang belum satupun penyebab penyakit ini diketahui, tetapi
ada tiga faktor utama mengenai penyebabnya, yaitu:
1) Virus lambat
Merupakan teori yang paling populer (meskipun belum terbukti) adalah yang
berkaitan dengan virus lambat. Virus-virus ini mempunyai masa inkubasi 2-30
tahun sehingga transmisinya sulit dibuktikan. Beberapa jenis tertentu dari
ensefalopati viral ditandai oleh perubahan patologis yang menyerupai plak senilis
pada penyakit alzheimer.
2) Proses autoimun
Teori autoimun berdasarkan pada adanya peningkatan kadar antibodi-antibodi
reaktif terhadap otak pada penderita penyakit alzheimer. Ada dua tipe amigaloid
(suatu kempleks protein dengan ciri seperti pati yang diproduksi dan dideposit
pada keadaan-keadaan patologis tertentu), yang satu kompos isinya terdiri atas
rantai-rantai IgG dan lainnya tidak diketahui. Teori ini menyatakab bahwa
kompleks antigen-antibodi dikatabolisir oleh fagosit dan fragmenfragmen
imunoglobulin dihancurkan didalam lisosom, sehingga terbentuk deposit
amigaliod ekstraseluler.
3) Keracunan aluminium
Teori keracunan aluminium menyatakan bahwa karena aluminium bersifat
neurotoksik, maka dapat menyebabkan perubahan neurofibrilar pada otak.
Deposit aluminium telah diidentifikasi pada beberapa klien dengan penyakit
alzheimer, tetapi beberapa perubahan patologis yang meyerupai penyakit ini
berbeda dengan yang terlihat pada keracunan aluminium. Kebanyakan penyelidik
menyakini dengan alasan utama aluminium merupakan logam yang terbanyak
dalam kerak bumi dan sistem pencernaan manusia tidak dapat mencernanya.
3) Spiritual
Pada spiritual lansia dengan alzheimer dan dimensia maka akan sangat terganggu atau
bahkan tidak dapat menjalankan kegiatan-kegiatan spiritual. Seperti dalam agama
islam, apabila penganut agama islam keadaan nya sudah kehilangan daya ingat maka
tidak diwajibkan baginya untuk beribadah dan berkegiatan spiritual lainnya.
Daftar Pustaka
Aizah, S. (2017). Antioksidan Memperlambat Penuaan Dini Sel Manusia Siti Aizah Abstrak.
182–185.
Andesty, D., & Syahrul, F. (2019). Hubungan Interaksi Sosial Dengan Kualitas Hidup Lansia Di
Unit Pelayanan Terpadu (Uptd) Griya Werdha Kota Surabaya Tahun 2017. The Indonesian
Journal of Public Health, 13(2), 171. https://doi.org/10.20473/ijph.v13i2.2018.171-182
Augusta, R. (2021). Pengaruh senam otak terhadap peningkatan daya ingat pada lansia
penderita demensia : narrative review.
Indrayani. (2018). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Hidup Lansia Di Desa
Cipasung Kabupaten Kuningan Tahun 2017. 9(1), 286.
https://doi.org/10.22435/kespro.v9i1.892.69-78
Rinawati, S., & Wulandari, S. M. (2020). Hubungan Personal Hygiene Dan Frekuensi Kontak
Dengan Keluhan Dermatitis Kontak Pada Pekerja Cuci Kendaraan Bermotor Di Kelurahan
Jebres Dan Mojosongo Surakarta. Journal of Vocational Health Studies, 3(3), 109–113.
https://doi.org/10.20473/jvhs.V3I3.2020.109
Tamtomo, G. D. (2016). Perubahan Anatomik Organ Tubuh Pada Penuaan. Pustaka UNS.
https://library.uns.ac.id/perubahan-anatomik-organ-tubuh-pada-penuaan/
Syaifuddin. 2016. ilmu biomedik dasar untuk mahasiswa keperawatan. Jakarta Selatan: Salemba
Medika
Sloane, Ethel. 2003. anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: buku kedokteran EGC